Responsi Anak Anak Fix.docx

  • Uploaded by: Anonymous cZBQntN0
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Responsi Anak Anak Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,345
  • Pages: 43
RESPONSI NKB (36 Minggu)/SMK/SC atas indikasi Kontraksi Prematur dan BSC 2x/BBLR/Asfiksia Ringan-Sedang + Respiratory Distress ec. TTN + Sepsis + Ikterik Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mengikuti ujian akhir stase di Departemen Pediatri Rumah Sakit Umum Daerah Dok II Jayapura

Oleh: Clara Sima, S. Ked (20140811014027) Rini Siantari, S. Ked (0120840232) Vanesia Hera Saiduy, S. Ked (0120840269) Yogi Harianto, S. Ked (0120840290)

Pembimbing: dr. James Thimoty Setyadharma, Sp. A,. (K),. M. Kes No.Sip. 510.Sip.Dr.Sp.449 DKKJ 2009

SMF PEDIATRI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOK II JAYAPURA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH JAYAPURA 2019

BAB I LAPORAN KASUS

1.1. Identitas Nama

: By. Ny.H

Jenis Kelamin

: Perempuan

Tanggal Lahirh

: 18-02-2019

Berat Lahir

: 2200 gram

Panjang Badan

: 43,5 cm

APGAR Score

: 6/8

Alamat

: Entrop

No. DM

: 446184

Jaminan

: BPJS

Nama Orang Tua Bapak

: Tn. E S

Ibu

: Ny. H.

Umur Orang Tua Bapak

: 33 tahun

Ibu

: 35 tahun

Pekerjaan Pekerjaan Bapak :Swasta Pekerjaan Ibu

:Swasta

Tgl. Pemeriksaan : 18-02-2019

1.2. Anamnesa Hetroanamnesa

: Ibu Bayi dan Bidan

Keluhan Utama

: Bayi Merintih

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien merupakan bayi yang lahir secara Sectio Cesarea atas indikasi kontraksi prematur dan BSC 2x, ibu memiliki faktor risiko sepsis, section cesarea di RSUD Jayapura tanggal 18 Februari 2019 jam 13.58 WIT dengan jenis kelamin perempuan, berat badan lahir 2.200 gr dan panjang badan 43,5 cm. Bayi lahir

2

dengan APGAR score 6/8, cairan ketuban normal berwarna jernih. Dilakukan resusitasi dengan, pemberian kehangatan, posisikan, dikeringkan dan diberi rangsang taktil. Pasien juga diberikan oksigen melalui T-Piece Resusitator (Neopuff) dengan PEEP: 7 cmH2O FiO2: 21%. Pasien kemudian dipindahkan ke ruang perawatan SCN2 untuk diobservasi secara ketat. Pada saat observasi pasien didapati masih merintih, respirasi semakin cepat, retraksi berat dan saturasi O2 <90% meski dengan bantuan oksigen. Karena pada pasien didapati adanya sesak, desaturasi dan retraksi, dengan pertimbangan itu maka pasien dipindahkan ke ruang perawatan NICU agar bisa mendapatkan perawatan yang lebih intensif lagi.

Riwayat Kehamilan Ibu

: G6P5A0

Hamil I

: tahun 2006/Spontan/ P/ 2700 gr/ Anak Hidup

Haml II

: tahun 2008/Spontan/ P/2800 gr/ Anak Hidup

Hamil III

: tahun 2014/ Spontan/ P/ ?/ Anak Hidup

Hamil IV

: tahun 2016/ SC/ L/ 2700 gr/ Anak Hidup

Hamil V

: tahun 2018/ SC/ P/ 2100 gr/ Anak Hidup

Hamil VI

: kehamilan saat ini

Ibu pasien mengakui pemeriksaan antenatal care tidak dilakukan secara teratur, begitupun dengan HPHT juga tidak diketahui. Faktor risiko selama kehamilan, seperti demam disangkal, ketuban berbau, keruh/kehijauan disangkal, keputihan (+) tapi tidak berbau, ketuban pecah dini (-), infeksi saluran kencing saat kehamilan disangkal.

Riwayat Persalinan

:

Kehamilan saat ini merupakan kehamilan ke-6, dimana riwayat kehamilan 1-3 secara pervaginam, sedangkan pada kehamilan ke-4 dan ke-5 dilakukan secara Sectio Cesarea. Pada kehamilan yang sekarang metode persalinan yang digunakan adalah secara sectio cesarea atas indikasi kontraksi prematur dan BSC 2x.

3

1.3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 18-02-2019; Berat Badan

: 2.200 gr

Panjang Badan

: 43,5 cm

Lingkar kepala

: 34 cm

Keadaan umum

: tampak lemah

Denyut Jantung

: 150x/menit

Frekuensi Napas : 62 x/menit Suhu Badan

: 37,1o C

SpO2

: 88-90%

Keluhan

: merintih (+), sesak (+), retraksi (+)

Kepala/leher : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pernapasan cuping hidung (-), mukosa bibir lembab (+), oral candidiasis (-) Thorax

:

Inspeksi

: simetris, scars/sikatriks (-), ikut gerak napas (+), retraksi (+)

Palpasi

: taktil fremitus ( dextra = sinistra )

Auskultasi

: suara nafas bronkovesikuler (+/+), rhonki (-/-) wheezing (-/-),

bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-) Abdomen

:

Inspeksi

: Cembung

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Palpasi

: Supel, Hepar/lien tidak teraba turgor kembali cepat (+) normal

Perkusi

: Timpani

Ekstremitas

:

Akral hangat, CRT <2”, edema tungkai (-), ulkus (-) Kulit

:

Anemis (-), Sianosis (-), Ikterik (-)

4

Downe Score Pernafasan

1

Retraksi

1

Sianosis

1

Air Entry

0

Merintih

1

Total Skor

4

5

Total: I8

6

Total: 11

Total skor: 18+ 11 =29

7

1.4. pemeriksaan Penunjang Laboratorium (18-02-2019) No.

Jenis Pemeriksaan

Hasil

Nilai normal

1.

WBC

21,440

3,37 – 8,38 x103/µL

2.

RBC

4,37

3,69 -5,46 juta/µL

3.

HGB

15,8

13,3 – 16,6 g/dl

4.

PLT

96.000

140 – 400 ribu /µL

5.

I/T Ratio

-

<0,2

8

1.5. Diagnosis Kerja 

NKB (35 Minggu)-SMK/Letak Kepala/ SC atas Indikasi Kontraksi Preatur + BSC 2x



BBLR



Asfiksia ringan sedang



Respiratory distress ec suspek TTN dd HMD



Suspek Sepsis

1.6. Terapi  Pemberian kehangatkan  O2 CPAP PEEP 7cm H2O FiO2: 21 %  Keb cairan 80x2.2= 176 ml/24jam  Cadex: 7,3 ml/jam  Periksa DPL, CRP, IT ratio  Pro X-ray thoracoabdominal

1.7. Prognosis 

Ad vitam

: dubia ad bonam



Ad functionam

: dubia ad bonam

9

Follow Up Pasien TANGGAL

FOLLOW UP

19/02/2019 Usia : 17 jam HP : 2 hari JK : P BL : 2200gr BS : 2130gr (↓70) Diuresis : 2,5 cc/jam Balanced : 25,8 Skor down:  P: 0  R: 1 S: 1 A: 0 M: 0 SKOR: 2

S= sesak (-), desaturase oksigen (-), instabilitas suhu (-), muntah (-), kuning (-), batuk (-) BAK (+), minum (+) susu lactogen prematur. O= Tampak aktif TTV : HR 147 X/M, RR 56 X/M, SB 36,9 SPO2 100% K/L normochepal, CA -/-, SI -/-, PCH (-), P>KGB (-) Thorax simetris ikut gerak napas, retraksi (+), suara nafas bronkovesikuler +/+, rhonki -/-, whz -/Cor BJ I-II reg, mur-mur (-), gallop (-) Abdomen tampak datar, supel, BU (+) N, Hepar/Lien tidak teraba membesar Ekstremitas Akral HKM, CRT<3”, edema (-) A= NKB-SMK/letak kepala/sc ai kontraksi premature, BSC 2x/asfiksia ringn sedang/RD ec TTN/sepsis

20/02/2019 Usia : 1 hari 17 jam HP : 3 hari JK : P BL : 2200gr BS : 2100gr (↓30) GDS: Diuresis : 3,3 ml/jam Balanced : 92,3ml  Skor down:  P: 0 R: 1 S: 1 A: 0 M: 0 SKOR 2

S= sesak (-), desaturasi oksigen (-), instabilitas suhu (-), batuk (-) muntah (+),kuning (-),BAK (+), minum (+) ASI. O= Tampak aktif TTV : HR 131 X/M, RR 52 X/M, SB 36,8 SPO2 97% K/L normochepal, CA -/-, SI -/-, PCH (-), P>KGB (-) Thorax simetris ikut gerak napas, retraksi (+), suara nafas bronkovesikuler +/+, rhonki -/-, whz -/Cor BJ I-II reg, mur-mur (-), gallop (-) Abdomen tampak cembung, distance (+), teraba benjolan keras dgn diameter ± 1cm, mobile didaerah epigastrium, Hepar/lien tidak teraba membesar Ekstremitas HKM, CRT<3”, edema (-) A= NKB (35minggu)/SMK/letak kepala/sc ai kontraksi premature, BSC 2x/asfiksia ringan sedang/RD ec TTN/sepsis

P= - Hangatkan - O2 ventilator mode NIV (Pc-CMV), FiO2 30%, pins 15,0, Ti 0,50, RR 30, PEEP 6 turunkan jadi 5 - Kebutuhan cairan 80 x 2,13= 170,4 CC - Minum 2 x 15 ml = 30 20cc/jam 80𝑥80 - Kebutuhan kalori = 16/2,13 = 7,5 kkal/kgbb 100 - Injeksi ampicillin 2 x 110 mg (iv) (H2) - Injeksi gentamicin 11mg/ 36 jam (iv) (H2)

P= - Hangatkan - O2 ventilator (Pc-cmv) FiO2 25%, Ti 0,50, RR 30, pins 15,0, PEEP 7,0 diturunkan 6, slope 0,11 - Kebutuhan cairan 174 x 92,3= 266,3 CC - Minum 8 x 10 ml = 80cc - Aminofusin 80cc/24jam

10

- IVFD Cadex 106cc/24jam - Injeksi ampicillin 2 x 110 mg (iv) (H3) - Injeksi gentamicin 11mg/ 36 jam (iv) (H3) - Ranitidin 2x2mg iv - Cek hasil lab (Albumin, Natrium, Kalium) 21/02/2019 S= sesak (-), desaturasi oksigen (-), instabilitas suhu (-), kuning (-), Usia : 3 hari batuk (-) BAK (+), minum (+) ASI, OGT (+) warna hijau HP : 4 hari O= Tampak tenang JK : L TTV : HR 147 X/M, RR 56 X/M, SB 37,1 SPO2 97% BL : 2200gr K/L normochepal, CA -/-, SI -/-, PCH (-), P>KGB (-) BS : 1950gr Thorax simetris ikut gerak napas, retraksi (+), suara nafas (↓50) bronkovesikuler +/+, rhonki -/-, whz -/GDS: 86 Cor BJ I-II reg, mur-mur (-), gallop (-) Diuresis : Ekstremitas HKM, CRT<3”, edem (-) 4,41ml/jam  A = Balanced : -  NKB (35minggu)/SMK/letak kepala/sc ai kontraksi premature, BSC 103,6ml 2x/asfiksia ringan sedang/RD ec TTN/sepsis Skor down: P: 0 P= R: 1 - Hangatkan S: 1 - O2 Ventilator (CPAP), FiO2 21%, TI 0,36, PEEP 6,0, slope 0,11 A: 0 - Kebutuhan cairan 206 x 103,6= 309,6 CC M: 0 - Minum 8 x 5 ml = 40cc SKOR 2 - Aminofusin 80cc/24jam - IVFD Cadex: Nacl 3% 8cc, kcl 2cc, ca glukonas 13, D40% 7,6, D10% Hasil lab 158,4 = 189 cc/24jam = 7,875 20/02/19 - Injeksi ampicillin 2 x 110 mg (iv) (H4) Albumin 3,3 - Injeksi gentamicin 11mg/ 36 jam (iv) (H4) Kalium Darah - Ranitidin 2x2mg iv 5,53 - Foto therapy Natrium - Rencana cek bilirubin total direk dan indirek Darah 139,80 CL Darah 112,00 Calcium Ion 0,94

22/02/2019 Usia : 4 hari HP : 5 hari JK : P BL : 2200gr BS : 1950gr (tetap) GDS: 78 Diuresis : 4,4ml/jam  Balanced :  +18,3 Skor down:  P: 0

S= sesak (-), desaturasi oksigen (+), instabilitas suhu (-), kuning (+), minum (+) ASI, muntah (-) O= Tampak tenang TTV : HR 150 X/M, RR 52 X/M, SB 36,5 SPO2 100% K/L normochepal, CA -/-, SI -/-, PCH (-), P>KGB (-) Thorax simetris ikut gerak napas, retraksi (-), suara nafas bronkovesikuler +/+, rhonki -/-, whz -/Cor BJ I-II reg, mur-mur (-), gallop (-) Ekstremitas HKM, CRT<3”, edem -/+ (palpebra kiri) A= NKB (35minggu)/SMK/letak kepala/sc ai kontraksi premature, BSC 2x/asfiksia ringan sedang/RD ec TTN/sepsis/ikterik neonatorum P=

11

R: 0 S: 1 A: 0 M: 0 SKOR 1 Hasil lab 21/02/19 Bil. Total = 12.14 Bil. Direct= 0,34 Bil. Indirect= 11,80 Gol Darah O Rh +

- Hangatkan - O2 Ventilator (CPAP), FiO2 21%, Pman insp 15,0, PEEP 6, slope 0,11, Tmam insp 0,36 - Kebutuhan cairan 309,6 - 18,3cc= 291,3 CC - Minum 8 x 10 ml = 80cc - Aminofusin 80cc/24jam = 3,3cc/jam - IVFD Cadex: 131,3 cc/24jam = 5,4 cc/jam - Injeksi ampicillin 2 x 110 mg (iv) (H5) - Injeksi gentamicin 11mg/ 36 jam (iv) (H5) - Ranitidin 2x2mg iv - Foto therapy

23/02/2019 Usia : 5 hari HP : 6 hari JK : P BL : 2200gr BS : 1960gr (↑10) GDS: 125 Diuresis : 2.2 ml/jam Balanced : + 110,6ml  Skor down:  P: 0 R: 0  S: 0 A: 0 M: 0 SKOR 0

S= sesak (-), desaturasi oksigen (-), instabilitas suhu (-), kuning (+), minum ASI (+), muntah (-) O= Tampak aktif TTV : HR 116 X/M, RR 46 X/M, SB 36,5 SPO2 100% K/L normochepal, CA -/-, SI -/-, PCH (-), P>KGB (-) Thorax simetris ikut gerak napas, retraksi (-), suara nafas bronkovesikuler +/+, rhonki -/-, whz -/Cor BJ I-II reg, mur-mur (-), gallop (-) Abdomen cembung (+), supel, BU(+)N, Hepar/Lien tidak teraba membesar, kremer II Ekstremitas HKM, CRT<3”, edem (-) A= NKB (35minggu)/SMK/letak kepala/sc ai kontraksi premature, BSC 2x/asfiksia ringan sedang/RD ec TTN/sepsis/ikterik neonatorum P= -Hangatkan -O2 Ventilator (CPAP), FiO2 21%, Pman insp 15,0, PEEP 6, slope 0,11, Tmam insp 0,36 -Kebutuhan cairan 330 cc - Minum 8 x 15 ml = 120cc - Aminofusin 80cc/24jam = 3,3cc/jam - IVFD Cadex: 130 cc/24jam = 5,4 cc/jam Asnet - Injeksi ampicillin 2 x 110 mg (iv) (H6) - Injeksi gentamicin 11mg/ 36 jam (iv) (H6) - Ranitidin 2x2mg iv - Foto therapy 48 jam

12

24/02/2019 Usia : 6 hari HP : 7 hari JK : P BL : 2200gr BS : 1840gr (↓120) GDS: 111 mg/dl Diuresis : 3,2 ml/jam Balanced : +  109,1 ml  Skor down: P: 0  R: 0 S: 0 A: 0 M: 0 SKOR 0

S= sesak (-), desaturasi oksigen (-), instabilitas suhu (-), kuning (+), minum ASI (+), muntah (-) O= Tampak tenang TTV : HR 158 X/M, RR 56 X/M, SB 36,7 SPO2 98% K/L normochepal, CA -/-, SI -/-, PCH (-), P>KGB (-) Thorax simetris ikut gerak napas, retraksi (-), suara nafas bronkovesikuler +/+, rhonki -/-, whz -/Cor BJ I-II reg, mur-mur (-), gallop (-) Abdomen cembung (+), supel, BU(+)N, Hepar/Lien tidak teraba membesar, kremer II Ekstremitas HKM, CRT<3”, edem (-) A= NKB (35minggu)/SMK/letak kepala/sc ai kontraksi premature, BSC 2x/asfiksia ringan sedang/RD ec TTN/sepsis/ikterik neonatorum

25/02/2019 Usia : 7 hari HP : 8 hari JK : P BL : 2200gr BS : 1880 gr GDS: 97 Diuresis : 4,52 ml/jam Balanced : +72,16 ml  Skor down:  P: 0 R: 0  S: 0 A: 0 M: 0 SKOR 0

S= sesak (-), desaturasi oksigen (-), instabilitas suhu (-), kuning (-), minum ASI (+), muntah (-) O= Tampak tenang TTV : HR 157 X/M, RR 54 X/M, SB 36,6 SPO2 100% K/L normochepal, CA -/-, SI -/-, PCH (-), P>KGB (-) Thorax simetris ikut gerak napas, retraksi (-), suara nafas bronkovesikuler +/+, rhonki -/-, whz -/Cor BJ I-II reg, mur-mur (-), gallop (-) Abdomen cembung (+), supel, BU(+)N, Hepar/Lien tidak teraba membesar Ekstremitas HKM, CRT<3”, edem (-) A= NKB (35minggu)/SMK/letak kepala/sc ai kontraksi premature, BSC 2x/asfiksia ringan sedang/RD ec TTN/sepsis/ikterik neonatorum

P= - Hangatkan - Kebutuhan cairan 330 CC - Minum 8 x 20 ml = 160cc - Aminofusin 80cc/24jam = 3,3cc/jam - IVFD Cadex: 90 cc/24jam = 3,75 cc/jam 160𝑥67 - Kebutuhan kalori 100 = = 107,2/1,84 = 58,2 cc - Injeksi ampicillin 2 x 110 mg (iv) (H7) - Injeksi gentamicin 11mg/ 36 jam (iv) (H7) - Ranitidin 2x2mg iv

P= - Hangatkan - Kebutuhan cairan 330 CC - Minum 8 x 30 ml = 240cc - Aminofusin 80cc/24jam = 3,3cc/jam - IVFD Cadex: 90 cc/24jam = 3,75 cc/jam 240𝑥67 - Kebutuhan kalori = = 161/1,88 = 85,53 kkal 100

13

26/02/2019 Usia : 8 hari HP : 9 hari JK : P PB : 43 cm LK : 31 cm BL : 2200gr BS : 1880 gr GDS: 98 Diuresis : 2,6 ml/jam Balanced : +126,12 ml Skor down: P: 0 R: 0 S: 0 A: 0 M: 0 SKOR 0

S= sesak (-), desaturasi oksigen (-), instabilitas suhu (-), kuning (), minum ASI (+), muntah (-) O= Tampak tenang TTV : HR 138 X/M, RR 51 X/M, SB 36,8 SPO2 100% K/L normochepal, CA -/-, SI -/-, PCH (-), P>KGB (-) Thorax simetris ikut gerak napas, retraksi (-), suara nafas bronkovesikuler +/+, rhonki -/-, whz -/Cor BJ I-II reg, mur-mur (-), gallop (-) Abdomen cembung (+), supel, BU(+)N, Hepar/Lien tidak teraba membesar Ekstremitas HKM, CRT<3”, edem (-)  A=  NKB (35minggu)/SMK/letak kepala/sc ai kontraksi premature, BSC 2x/asfiksia ringan sedang/RD ec TTN (perbaikan)/sepsis/ikterik neonatorum  P= - Hangatkan - Kebutuhan cairan 330 cc - Minum 8 x 45 ml = 360 cc 280𝑥67 - Kebutuhan kalori 100 = = 187,6/188 = 99,78 kkal PINDAH SCN 1

Diagnosis Akhir NKB (36 minggu)/SMK/letak kepala/sc ai kontraksi premature, BSC 2x/asfiksia ringan sedang/RD ec. TTN/sepsis/ikterik neonatorum.

14

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Teori Diagnosis Diagnosis yang didapatkan pada kasus ini, yaitu neonatus kurang bulansesuai masa kehamilan, lahir letak kepala, section caesarea atas indikasi kontraksi prematur, dengan bekas section caesarea sebanyak 2x, asfiksia ringan sedang, lahir dengan tanda distress napas et causa transient tachypnea of the newborn / sepsis / ikterik neonatorum. Bayi dinyatakan kurang bulan berdasarkan kriteria pemeriksaan New Ballard Score dengan hasil 36 minggu, yang berarti bayi berada dalam usia preterm. Kemudian pada kurva Lubchencko dengan berat badan bayi 2200 gr menunjukkan bayi sesuai masa kehamilan. Penentuan usia gestasi berdasarkan HPHT tidak dilakukan karena ibu tidak mengetahui dengan pasti kapan tanggal HPHT.

A. Neonatus Kurang Bulan (NKB), Sesuai Masa Kehamilan (SMK) Dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Hubungan antara umur kehamilan dan berat badan lahir mencerminkan kecukupan pertumbuhan intrauterine. Penentuan ini menentukan morbiditas dan mortalitas bayi selanjutnya. Penentuan umur dapat dilakukan mulai dari antenatal sampai persalinan. Pada masa antenatal ditentukan dengan cara sederhana yaitu dengan perhitungan Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT), sedangkan grafik pertumbuhan terhadap usia kehamilan digunakan untuk menentukan apakah berat badan lahir bayi sesuai untuk masa kehamilan atau tidak. Klasifikasi menurut masa gestasi atau umur kehamilan yaitu: 1. Neonatus Kurang Bulan (NKB): bayi dilahirkan dengan masa gestasi <37 minggu (<259 Hari) 2. Neonatus Cukup Bulan (NCB): bayi dinyatakan cukup bulan berdasarkan kriteria pemeriksaan New Ballard Score maupun dari HPHT dengan hasil 37-42 minggu (259-293 hari), yang berarti bayi berada dalam usia aterm.

15

3. Neonatus Lebih Bulan (NLB): bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi >42 minggu (294 hari).

Pada kasus ini didapatkan usia gestasi berdasarkan New Ballard Score adalah 36 minggu yang berarti bayi berada pada usia preterm atau kurang bulan. Klasifikasi menurut berat lahir yaitu: 1. Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR): bayi yang dilahirkan dengan berat <1000 gram 2. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR): bayi yang dilahirkan dengan berat 1000-1500 gram 3. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR): bayi yang dilahirkan dengan berat lahir <2500 gram dan > 1500gram tanpa memandang masa gestasi. 4. Bayi Berat Lahir Cukup/Normal: bayi yang dilahirkan dengan berat lahir >2500 gram – 4000 gram 5. Bayi Berat Lahir Lebih/ Makrosomia: bayi yang dilahirkan dengan berat lahir > 4000 gram

Pada kasus ini, bayi dilahirkan dengan berat badan lahir 2200 gram, sehingga bayi termasuk dalam klasifikasi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Kemudian pada kurva Lubchencko dengan berat badan bayi yang hanya 2200 gram dan usia gestasi pada kasus ini berdasarkan New Ballard Score adalah 36 minggu yang berarti bayi berada pada usia preterm atau kurang bulan. Hasil plotting pada grafik Lubchencko menunjukkan bayi sesuai masa kehamilan. Penentuan usia gestasi berdasarkan HPHT tidak dapat dilakukan karena ibu tidak tahu pasti kapan tanggal HPHT. Pada bayi kecil untuk masa kehamilan atau disebut juga small for gestation age (SGA) atau sering didengar dengan Kecil Masa Kehamilan (KMK) jika bayi yang lahir dengan berat lahir (< 10 persentil) menurut grafik Lubchencko. Sedangkan pada bayi besar untuk masa kehamilan disebut juga Large for Gestational age (LGA) atau biasa didengar dengan Besar Masa Kehamilan (BMK) jika bayi yang dilahirkan dengan berat lahir (>90 Persentil) menurut grafik Lubchencko. Sehingga pada kasus ini nilai

16

yang didapatkan nilai grafik Lubchencko adalah >10 persentil dan <90 persentil.

B. Kontraksi Prematur Prematuritas adalah kelahiran yang berlangsung pada umur kehamilan 20 minggu hingga 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Faktor risiko: a. Usia ibu, persalinan prematur meningkat pada usia <20 tahun dan >35 tahun. b. Penyakit dalam kehamilan -

Preeklampsia/Eklamsia

Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah usia 20 minggu kehamilan dan disertai dengan proteinuria sedangkan eklamsia adalah preeklamsia yang disertai dengan kejang dan atau koma. Preeklamsia meningkatkan risiko terjadinya solusio plasenta, persalinan prematur, Intrauterine Growth Retardation (IUGR) dan hipoksia akut. -

Penyakit kardiovaskular

Penyakit kardiovaskular adalah sekelompok gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Penyakit jantung/kardiovaskular terjadi pada 0,5-3% kehamilan yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada ibu hamil. Masa kehamilan, persalinan maupun pasca persalinan berhubungan dengan perubahan fisiologis yang membutuhkan penyesuaian dalam sistem kardiovaskular. Fisiologi hemodinamik mencapai puncak pada akhir trimester kedua, pada masa ini perubahan hemodinamik dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klink pada jantung yang telah sakit sebelumnya. -

Anemia

Anemia adalah suatu kelainan darah yang terjadi ketika tubuh menghasilkan terlalu sedikit sel darah merah (SDM), penghancuran SDM berlebihan atau kehilangan banyak SDM. Selama kehamilan, tubuh ibu mengalami banyak perubahan salah satunya hubungan

17

antara suplai darah dengan respon tubuh. Total jumlah plasma pada wanita hamil dan jumlah SDM meningkat dari kebutuhan awal, namun peningkatan volume plasma lebih besar dibandingkan peningkatan massa SDM dan menyebabkan penurunan konsentrasi hemoglobin, sehingga mempengaruhi kadar O2 yang masuk kedalam jaringan. Keadaan ini dapat menyebabkan hipoksia jaringan

yang kemudian

akan

memproduksi

kortisol

dan

prostaglandin yang mencetuskan terjadinya persalinan prematur pada ibu dengan anemia. -

Paritas

Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan yang hidup. Paritas dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah anak yang dilahirkan yaitu: 1) Nullipara, adalah seorang wanita yang belum pernah menyelesaikan kehamilan melewati gestasi 20 minggu. 2) Primipara, yaitu seorang wanita yang pernah satu kali melahirkan bayi yang lahir hidup atau meninggal dengan perkiraan lama gestasi 20 minggu atau lebih. 3) Multipara, adalah seorang wanita yang pernah menyelesaikan dua atau lebih kehamilan hingga 20 minggu atau lebih. Jumlah paritas merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya kelahiran prematur karena jumlah paritas dapat mempengaruhi keadaan kesehatan ibu dalam kehamilan. -

Hipotiroid

Penyakit tiroid adalah suatu kelainan yang menyerang glandula tiroid. Saat awal gestasi, janin bergantung sepenuhnya pada hormon tiroid ibu yang melewati plasenta karena fungsi tiroid janin belum berfungsi sebelum 12-14minggu kehamilan. Pada kehamilan 12 minggu pertama kadar hormone chorionic gonadotropin (HCG) akan mencapai puncaknya dan kadar tiroksin bebas akan meningkat, sehingga menekan kadar tirotropin. Namun kadar hormon tiroid yang rendah pada hipotiroid kehamilan akan memicu aksis HPA

18

untuk produksi TRH guna memenuhi kebutuhan hormon tiroid ibu dan janin. Pengaktifan aksis HPA ini yang dapat merangsang pelepasan

kortisol

kedalam

darah

sehingga

memproduksi

prostaglandin yang dapat memicu terjadinya persalinan prematur. -

Riwayat Partus Prematuritas

Riwayat persalinan prematur sebelumnya merupakan penanda risiko paling kuat dan paling penting. Wanita yang mengalami persalinan prematur memiliki risiko untuk mengalaminya kembali pada kehamilan selanjutnya. -

Ketuban Pecah Dini

Ketuban pecah dini adalah pecahnya kulit ketuban sebelum persalinan, sedangkan pecahnya kulit ketuban pada usia kehamilan <37 minggu disebut ketuban pecah dini prematur. Ketuban pecah selama persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan perengangan berulang, keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks, perubahan struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah. Pecahnya selaput ketuban yang berfungsi melindungi atau menjadi pembatas dunia luar dan dunia dalam rahim pecah dan mengeluarkan air ketuban menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan ruangan dalam uterus yang memudahkan terjadinya infeksi asenden. Semakin lama periode laten maka semakin besar kemungkinan infeksi dalam uterus, persalinan prematur dan selanjutnya meningkatkan kejadian morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi atau janin dalam uterus. -

Perdarahan Antepartum

Perdarahan antepartum adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 24 minggu hingga sebelum kelahiran bayi. Perdarahan antepartum menyebabkan 1/5 bayi lahir prematur dan juga menyebabkan bayi yang dilahirkan mengalami cerebral palsy.

19

Penyebab paling sering dari perdarahan antepartum adalah plasenta previa dan solusio plasenta. -

Gemelli

Gemelli atau kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih intrauteri. Kehamilan ganda dianggap menyerupai risiko tinggi karena dapat menyebabkan komplikasi lebih tinggi untuk mengalami hyperemesis gravidarum, hipertensi dalam kehamilan, kehamilan dengan hidraamnion, persalinan dengan prematuritas, serta pertumbuhan janin terhambat. -

Bacterial Vaginosis

Vagina yang sehat mengandung berbagai jenis bakteri yang penting dalam memerangi infeksi. Bakteri vaginosis terjadi pada 40% wanita dan merupakan faktor risiko penyebab prematur. BV dapat meningkatkan risiko prematur 2 x lipat terutama jika dijumpai pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu. BV merupakan suatu kondisi tanpa dijumpai adanya peradangan. Bakteri penyebab BV menghasilkan enzim mukolitik yang mempermudah bakteri tersebut menembus barrier serviks masuk kedalam traktus genitalis bagian atas. Selain itu jumlah mikro flora vagina normal yaitu Lactobacillus fakultatif menurun, maka akan mempengaruhi tingkat keasaman vagina dan mempermudah pertumbuhn bakteri anaerob. -

Infeksi Saluran Kemih

Infeksi saluran kemih adalah tumbuh dan berkembangbiaknya mikroba dalam saluran kemih dalam jumlah yang bermakna. Pada wanita hamil dikenal 2 keadaan infeksi salran kemih, yaitu: 1) Bacteriuria asimtomatik adalah terdapatnya bakteri dalam saluran kemih tanpa menimbulkan manifestasi klinis. 2) ISK simtomatik adalah ISK yang disertai gejala dan tanda klinis. Lebih dari 30% penderita bacteriuria simtomatik yang tidak diobati akan menyebabkan tingginya kelahiran prematur dengan

20

berat badan lahir rendah sekitar 1,5-2 x lipat. Faktor risiko meningkatnya infeksi saluran kemih dapat dikarenakan oleh: 

Perubahan morfologi kehamilan, dimana asal dari traktus genital dan traktus urinalis adalah sama secara embriologi. Selain itu, letaknya yang sangat berdekatan, maka adanya perubahan pada salah satu sistem akan mempengaruhi sistem yang lain. Pada saat hamil dapat terjadi perubahan pada traktus urinalis berupa: a. Dilatasi pelvis renal dan ureter b. Vesika urinaria terdesak ke anterior dan superior



Sistokel dan urethrokel



Kebiasaan menahan berkemih. Cara terjadinya infeksi saluran kemih umumnya bakteri yang menyebabkan terjadinya infeksi berasal dari tubuh penderita sendiri. Ada 3 cara terjadinya infeksi, yaitu: a. Melalui aliran darah yang berasal dari usus halus atau organ lain ke bagian saluran kemih b. Penyebaran melalui saluran getah bening yang berasal dari usus besar ke buli-buli atau ke ginjal c. Migrasi mikroorganisme secara ascenden dan urethra wanita

yang

pendek

memudahkan

terjadinya

kontaminasi yang berasal dari vagina dan rectum. Pada kasus ini pasien lahir pada usia gestasi 36 minggu sehingga masuk kedalam kriteria prematur yaitu <37 minggu. Pasien ini masuk kedalam kriteria kontraksi prematuritas karena terdapat setidaknya satu faktor risiko yang positif, yaitu keputihan yang tidak diobati pada ibu pasien, sehingga memungkinkan terjadinya kontraksi prematuritas. C. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) Klasifikasi Bayi berdasarkan Berat Badan: Makrosomia

: >4000 gram

Normal

: 2500-3999 gram

21

BBLR

: <2500 gram

BBLASR

: <1000 gram

Klasifikasi Bayi berdasarkan Usia Gestasi: 1. Pre-term/kurang bulan : <37 minggu 2. Term/cukup bulan

: 37-41 minggu

3. Post-term/lebih bulan

: ≥42 mingggu

Tanda klinis BBLR-Kurang Bulan: 1. Kulit tipis dan mengkilap 2. Tulang rawan telinga sangat lunak 3. Lanugo banyak terutama pada punggung 4. Jaringan payudara belum terlihat jelas - Perempuan: labia mayora belum menutupi labio minora - Laki-laki: skrotum belum banyak lipatan 5. Garis telapak kaki < 1/3 bagian atau belum terbentuk 6. Aktifitas dan tangisannya lemah 7. Menghisap dan menelan tidak efektif/kemah Tatalaksana umum perawatan BBLR: 1. Mempertahankan suhu tubuh 2. Resusitasi bayi baru lahir 3. Mencegah infeksi 4. Pengawasan nutrisi 5. Pengawasan ASI 6. Pemantauan berat badan 7. Mewaspadai beberapa penyakit yang berhubungan dengan prematuritas dan dismaturitas Pada pasien ini sesuai dengan teori yaitu BBLR dengan kriteria berat badan lahir <2500 gram, sesuai dengan pasien yakni berat badan lahir sebesar 2200 gram, sehingga masuk kedalam kriteria BBLR.

22

D. Sepsis Neonatorum Sepsis adalah sebuah respon sistemik terhadap infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, protozoa atau ricketsia. Sepsis pada bayi baru lahir adalah suatu infeksi aliran darah yang bersifat infasive dan ditandai dengan ditemukannya bakteri di dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang atau urine. Derajat neutropenial untuk prediksi sepsis neonatal sesuai dengan umur, yaitu jumlah total neutrofil kurang dari 1800/ul saat lahir, 8100/ul saat umur 12 jam, 7000/ul saat 24 jam dan kurang dari 1800/ul sesudah 72 jam. Adanya neutropenial merupakan indikator sepsis neonatal yang lebih baik dibanding neutrofilia. Jumlah total neutrofil imatur yang lebih dari 1100/ul, 1400/ul dan 800/ul berturut-turut saat lahir, umur 12 jam dan di atas 60 jam dianggap abnormal. Dari indeks neutrofil, rasio neutrophil gejala klinis sepsis neonatorum:

SSP

Letargi, Tidak mau minum, menangis lemah atau bahkan melengking, iritabel, hingga kejang

Kardiovaskular Pucat, sianosis, akral dingin,kutis marmorata Respiratori

Takipnea, apnea, merintih, retraksi

Pencernaan

Muntah, diare, kembung, distress abdomen

Hematologi

Perdarahan, Kuning

Kulit Pelepasan

Purpura, pustule, merah/rash Demam, takikardia,takipnea, dan vasodilatasi.

mediator inflamasi dini Bila respon

hipoperfusi, somnolen, lemah, diuresis, akral dingin, perfusi

inflamasi tidak perifer / lalu syok teratasi

23

Pemeriksaan penunjang: Pemeriksaan

Normal

IT ratio

< 0,2

CRP

< 10 mg/dl

Netropenia

< 1800 /mm3

Trombosit

< 150.000/mm3

Sitokin IL-8, IL -6

≥100 pg/ml

Procalsitonin

>2 mg/ml

Faktor Risiko Sepsis Neonatorum: Faktor Resiko Mayor Ketuban pecah > 18 jam

Faktor Resiko Minor Ketuban pecah > 12 jam

Ibu demam saat intrapartum ( suhu Ibu demam saat intrapartum suhu >37,5°C >38 °C) Korioamnionitis

Nilai APGAR rendah (menit ke-1 < 5, menit ke 5 < 7)

Denyut jantung janin menetap > Bayi Berat Lahir sangat rendah (BBLSR) < 160x/menit Ketuban berbau

1500 gr 

Usia Gestasi < 37 minggu



Kehamilan Ganda



Keputihan yang tidak diobati



Infeksi

saluran

kencing

(ISK)/

tersangka ISK yang tidak diobati

Pada kasus tersebut, berdasarkan anamnesis pada ibu didapatkan faktor risiko sepsis antara lain: -

Ketuban Berbau warna keruh (+)

-

Usia Gestasi <37 minggu

-

Keputihan yang tidak diobati

24

Sedangkan untuk gejala klinis yang dialami pasien antara lain: -

Sesak

-

Takipneu (RR: 64x/menit)

-

Sianosis membaik setelah pemberian O2 CPAP PEEP sebesar 7cmH2O dan FiO2 sebesar 21 %

-

Bayi tampak letargis/lemah/tidak aktif

-

Suhu Badan : 37,3o C

Pemeriksaan Laboratorium pada pasien didapatkan: -

Leukosit: 21.440x103/uL

-

Trombosit: 96.000x103/uL Berdasarkan anamnesis ibu, pemeriksaan fisik pada bayi dan

pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan menunjukkan hasil yang mendukung diagnosis Sepsis Neonatorum pada bayi tersebut.

E. Asfiksia Asfiksia pada bayi baru lahir menurut IDAI adalah sebuah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir. Asfiksia adalah salah satu keadaan yang disebabkan oleh kurangnya O2 pada saat respirasi, yang ditandai dengan: 1. Asidosis (pH <7,0) pada darah arteri umbilikalis, 2. Nilai APGAR setelah menit ke 5 tetap 0-3, 3. Manifestasi neurologis Patofisiologi Gangguan suplai darah teroksigenasi melalui vena umbilikal dapat terjadi pada saat antepartum, intrapartum atau pascapartum saat tali pusat dipotong. Hal ini diikuti oleh serangkaian kejadian yang dapat diperkirakan ketika asfiksia bertambah berat. a. Awalnya hanya ada sedikit nafas. Sedikit nafas ini dimaksudkan untuk mengembangkan paru, tetapi bila paru mengembang saat kepala dijalan

25

lahir atau bila paru tidak mengembang karena suatu hal, aktivitas singkat ini akan diikuti oleh henti nafas komplit yang disebut apnea primer. b. Setelah waktu singkat-lama asfiksia tidak dikaji dalam situasi klinis karena dilakukan tindakan resusitasi yang sesuai –usaha bernafas otomatis dimulai. Hal ini hanya akan membantu dalam waktu singkat, kemudian jika paru tidak mengembang, secara bertahap terjadi penurunan kekuatan dan frekuensi pernafasan. Selanjutnya bayi akan memasuki periode apnea terminal. Kecuali jika dilakukan resusitasi yang tepat, pemulihan dari keadaan terminal ini tidak akan terjadi. c. Frekuensi jantung menurun selama apnea primer dan akhirnya turun di bawah 100 kali/menit. Frekuensi jantung mungkin sedikit meningkat saat bayi bernafas terengah-engah tetapi bersama dengan menurun dan hentinya nafas terengah-engah bayi, frekuensi jantung terus berkurang. Keadaan asam-basa semakin memburuk, metabolisme selular gagal, jantungpun berhenti. Keadaan ini akan terjadi dalam waktu cukup lama. d. Selama apnea primer, tekanan darah meningkat bersama dengan pelepasan ketokolamin dan zat kimia stress lainnya. Walupun demikian, tekanan darah yang terkait erat dengan frekuensi jantung, mengalami penurunan tajam selama apnea terminal. e. Terjadi penurunan pH yang hamper linier sejak awitan asfiksia. Apnea primer dan apnea terminal mungkin tidak selalu dapat dibedakan. Pada umumnya bradikardi berat dan kondisi syok memburuk apnea terminal. Etiologi Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia) antara lain : 1. Faktor ibu 

Preeklampsia dan eklampsia



Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)



Partus lama atau partus macet



Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)



Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

2. Faktor Tali Pusat 

Lilitan tali pusat

26



Tali pusat pendek



Simpul tali pusat



Prolapsus tali pusat.

3. Faktor bayi 

Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)



Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)



Kelainan bawaan (kongenital)



Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi yang terdiri dari : a. Faktor Ibu b. Hipoksia ibu. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anestesia dalam. c. Gangguan aliran darah uterus. Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian pula ke janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan: (a) gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipertoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat, (b) hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, (c) hipertensi pada penyakit eklampsia dan lain-lain. d. Faktor plasenta. Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain. e. Faktor fetus. Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir dan lain-lain. f. Depresi neonatus. Depresi tali pusat pernafasan bayi baru lahir dapat terjadi

karena

beberapa

hal,

yaitu:

(a)

pemakaian

obat

anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat

27

menimbulkan depresi pusat pernafasan janin, (b) trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan intrakranial, (c) kelainan kongenital pada bayi, misalnya hernia diafragmatika, atresia/stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru dan lain-lain. Manifestasi klinik Asfiksia biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan tanda-tanda klinis pada janin atau bayi berikut ini : 

DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur



Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala



Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ lain



Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen



Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot-otot jantung atau sel-sel otak



Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan



Takipnea (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru atau nafas tidak teratur/megap-megap



Sianosis

Pengkajian klinis Menurut Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal (2009) pengkajian pada asfiksia neonatorum untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga hal penting, yaitu : pernafasan, observasi pergerakan dada dan masukan udara dengan cermat. Lakukan auskultasi bila perlu lalu kaji pola pernafasan abnormal, seperti pergerakan dada asimetris, nafas tersengal, atau mendengkur. Tentukan apakah pernafasannya adekuat (frekuensi baik dan teratur), tidak adekuat (lambat dan tidak teratur), atau tidak sama sekali. Denyut jantung. Kaji frekuensi jantung dengan mengauskultasi denyut apeks atau merasakan denyutan umbilicus. Klasifikasikan menjadi >100 atau

28

<100 kali per menit. Angka ini merupakan titik batas yang mengindikasikan ada atau tidaknya hipoksia yang signifikan. Warna. Kaji bibir dan lidah yang dapat berwarna biru atau merah muda. Sianosis perifer (akrosianosis) merupakan hal yang normal pada beberapa jam pertama bahkan hari. Bayi pucat mungkin mengalami syok atau anemia berat. Tentukan apakah bayi berwarna merah muda, biru, atau pucat. Ketiga observasi tersebut dikenal dengan komponen skor apgar. Dua komponen lainnya adalah tonus dan respons terhadap rangsangan menggambarkan depresi SSP pada bayi baru lahir yang mengalami asfiksia kecuali jika ditemukan kelainan neuromuscular yang tidak berhubungan.

APGAR SCORE Indikator

0

1

2

Frekuensi

Tidak ada

<100x/menit

>100x/menit

Tidak ada

Tidak teratur,

Teratur,

lambat

menangis

Beberapa

Semua tungkai

tungkai fleksi

fleksi

Tidak ada

Menyeringai

Batuk/menangis

Pucat

Biru

Merah muda

jantung Usaha pernafasan Tonus otot

Iritabilitas

Lemah

reflex Warna kulit

29

F. Respiratory Distress Evaluasi Gawat Napas dengan Menggunakan Skor Down Penilaian Frekuensi Napas

0 < 6 0/menit

1 60-80/menit

2 >80/menit

Retraksi

Tidak ada retraksi

Retraksi Ringan

Retraksi Berat

Sianosis

Tidak Sianosis

Sianosis hilang dengan O2

Air entry

Udara masuk bilateral baik

Penurunan ringan udara masuk

Sianosis menetap walaupun diberi O2 Tidak ada udara masuk

Merintih

Tidak merintih

Dapat di dengar dengan stetoskop

Dapat di dengar tanpa alat bantu

Evaluasi Gawat napas dengan Menggunakan Skor Down: Skor <4 Tidak ada gawat napas Skor 4-7 Gawat napas Skor >7 Ancaman gagal napas (pemeriksaan gas darah harus dilakukan) Penyebab Umum Gawat Napas 

Transient Tachypnea of the Newborn (TTN) Suatu penyakit ringan pada neonatus yang mendekati cukup bulan atau

cukup bulan yang mengalami gawat napas segera setelah lahir dan hilang dengan sendirinya dalam waktu 3-5 hari. Faktor Risiko: -

Bedah sesar sebelum ada kontraksi

-

Makrosomia

-

Partus lama

-

Sedasi ibu berlebihan

-

Skor Apgar rendah (1 menit: < 7)

Tanda Klinis TTN: -

Neonatus biasanya hampir cukup bulan atau cukup bulan dan segera setelah kelahiran mengalami takipnea (>80 pernapasan/menit)

30

-

Neonatus mungkin juga merintih, napas cuping hidung, mengalami retraksi dada dan mengalami sianosis

-

Keadaan ini biasanya tidak berlangsung > 72 jam

-

Rontgen dada:

Garis pada perihilar, kardiomegali ringan, peningkatan volume paru, cairan pada fissura minor dan umumnya ditemukan cairan pada rongga pleural. Tatalaksana TTN: Umum : - Pemberian oksigen - Pembatasan

cairan

- Pemberia asupan setelah takipnea membaik Konfirmasi diagnosis dengan menyisihkan penyebab takipnea lain seperti pneumonia, penyakit jantung kongenital dan hiperventilasi serebral. Hasil Akhir dan Prognosis TTN Penyakit ini bersifat sembuh sendiri dan tidak ada risiko kekambuhan atau disfungsi paru lebih lanjut. Gejala respirasi membaik sejalan dengan mobilisasi cairan dan ini biasanya dikaitkan dengan diuresis. 

Penyakit Membran Hialin (HMD) Penyakit membrane hialin juga dikenal sebagai sindrom gawat napas

(respiratory distress syndrome/RDS). Kondisi ini biasanya terjadi pada bayi prematur. HMD terjadi pada sekitar 25 % neonatus yang lahir pada usia kehamilan 32 minggu. Insidens meningkat dengan semakin prematurnya neonates. Gejala Klinis: Kesulitan bernapas yang terlihat mencakup : -

Takipnea yang meningkat (>60/menit)

-

Retraksi dada

-

Sianosis pada udara kamar yang menetap atau progresif, lebih dari 24-48 jam pertama kehidupan

-

Foto rontgen yang khas menunjukkan adanya pola retikulogranular seragam dan bronkogram udara

-

Menurunnya udara yang masuk

31

-

Grunting

Faktor Risiko: 



Risiko meningkat apabila ada : -

Prematuritas

-

Jenis kelamin laki-laki

-

Neonatus dari ibu dengan diabetes

Risiko berkurang apabila ada : -

Stress intrauterine kronis  Ketuban Pecah Dini dalam waktu lama  Hipertensi ibu  Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) atau kecil untuk masa kehamilan (KMK)

-

Kortikosteroid – Prenatal

Pemeriksaan: 

Pemeriksaan Laboratorium : -

Gas darah : mengungkap adanya hipoksia, hiperkarbia, asidosis

-

Gambaran darah lengkap dan biakan darah diperlukan untuk menyisihkan kemungkinan infeksi

-

Kadar glukosa darah biasnya rendah

-

Pemeriksaan rontgen dada :  Adanya penampilan seperti ground glass appearance, infiltrat halus dengan bronkogram udara

Tatalaksana: Umum :  Pengaturan suhu  Cairan parenteral  Antibiotik  Pemantauan berkesinambungan  Penggunaan CPAP telah dicoba, jika dengan CPAP  pH < 7,2  Atau pO2 < 40 mmHg  Atau pCO2 > 60 mmHg

32

 Defisit basa > -10  FiO2 > 60 % Jika 2 analisis gas darah dengan jeda 20 menit mengungkap nilai di atas, lakukan intubasi dan ventilasi mekanik Khusus : Terapi surfaktan jika intubasi trakeal diperlukan Hasil Akhir:



-

RDS bertanggung jawab untuk 20% dari semua kematian neonatus

-

Penyakit paru kronis terjadi pada 29% BBLSR

Sindrom Aspirasi Mekonium (MAS) Gawat napas yang bersifat sekunder akibat aspirasi mekonium oleh fetus

dalam uterus atau oleh neonatus selama proses persalinan dan kelahiran Patogenesis: Aspirasi mekonium dapat menyebabkan: -

Sumbatan jalan napas

-

Inflamasi berat

-

Hipertensi paru

-

Aktivasi thrombosis

Faktor Risiko: -

Kehamilan lebih bulan

-

Hipertensi maternal

-

Denyut jantung janin abnormal

-

Profil biofisis ≤ 6

-

Pre-eklamsia

-

Ibu penderita diabetes

-

KMK

-

Korioamnionitis

Presentasi Klinis: -

Air ketuban bercampur mekonium sebelum kelahiran

-

Pewarnaan kuning/hijau oleh mekonium pada neonatus setelah lahir

-

Gagal pernapasan yang mengarah pada peningkatan diameter anteroposterior dada

33

-

Persistent pulmonary hypertension of the newborn (PPHN)

Pemeriksaan untuk MAS Laboratorium : -

Analisis gas darah (AGD)

-

Kultur darah dan pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan Radiologi: Rontgen dada : bercak infiltrate, garis kasar pada kedua bidang paru, hiperinflasi anteroposterior dan diafragma lebih datar. Tatalaksana: Prenatal: -

Identifikasi kehamilan berisiko tinggi

-

Memantau denyut jantung janin selama persalinan

-

Tatalaksana di ruang bersalin (Visualisasi pita suara dan pengisapan trakea apabila bayi tidak bernapas

Tatalaksana Umum Neonatus dengan SAM: -

Mengosongkan isi lambung untuk menghindari aspirasi lebih lanjut

-

Koreksi

abnormalitas

metabolic,

misalnya

hipoksia,

asidosis,

hipoglikemia, hipokalsemia dan hipotermia -

Pemantauan untuk melihat kerusakan pada organ lain (otak, ginjal, jantung dan hati)

Tatalaksana Pernapasan: -

Pengisapan dan vibrasi dada dengan frekuensi yang sering

-

Pulmonary toilet untuk menghilangkan mekonium residual jika diintubasi

-

Cakupan antibiotic (ampisillin dan gentamicin)

-

Gunakan CPAP

Hasil Akhir dan Prognosis: -

Angka kematian bisa mencapai 50%

-

Bayi yang bertahan hidup mungkin akan menderita dysplasia bronkopulmonal dan sekuele neurologis.

34

Pada pemeriksaan fisik pasien ini didapati adanya retraksi segera setelah lahir, total skor downe 4, total APGAR skor pada menit pertama 6, merintih serta sianosis, sehingga pasien ini didiagnosa dengan respiratory distress et causa TTN.

G. Ikterik Neonatorum Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam darah >5mg/dL, yang secara klinis ditandai oleh adanya ikterus, dengan faktor penyebab fisiologik dan non-fisiologik. 1. Ikterus fisiologik Bentuk ikterus ini umumnya terjadi pada bayi baru lahir dengan kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama >2 mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang diberi susu formula, kadar bilirubin akan men-capai puncaknya sekitar 6-8 mg/dl pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan lambat sebesar 1 mg/dL selama 1 sampai 2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI, kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi (7-14 mg/dL) dan penurunan terjadi lebih lambat, bisa terjadi selama 2-4 minggu, bahkan dapat mencapai 6 minggu. Pada bayi kurang bulan yang mendapat susu formula juga akan terjadi peningkatan kadar bilirubun dengan kadar puncak yang lebih tinggi dan bertahan lebih lama, demikian pula dengan penurunannya bila tidak diberikan fototerapi pencegahan. Peningkatan kadar billirubin sampai 10-12 mg/dl masih dalam kisaran fisiologik, bahkan hingga 15 mg/dL tanpa disertai kelainan metabolism bilirubin. Frekuensi ikterus pada bayi cukup bulan dan kurang bulan ialah secara berurut 50-60% dan 80%. Umumnya fenomena ikterus ini ringan dan dapat membaik tanpa pengobatan. Ikterus fisiologik tidak disebabkan oleh faktor tunggal tetapi kombinasi dari berbagai faktor yang berhubungan dengan maturitas fisiologik bayi baru lahir. Peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi dalam sirkulasi bayi baru lahir disebabkan oleh kombinasi peningkatan ketersediaan bilirubin dan penurunan klirens bilirubin.

35

Dasar

Penyebab Peningkatan bilirubin yang tersedia

Peningkatan

produksi -

bilirubin

Peningkatan

-

Penurunan umur sel darah merah

-

Peningkatan early bilirubin

-

Peningkatan aktivitas ß-glukoronidase

resirkulasi -

melalui entero-hepatic shunt

Peningkatan jumlah sel darah merah

Tidak adanya flora bakteri

-

Pengeluaran mekonium yang terlambat

-

Defisiensi protein karier

-

Penurunan aktifitas UDPGT

Penurunan klirens bilirubin Penurunan klirens dari plasma Penurunan metabolisme hati 2. Ikterus non-fisiologik Jenis ikterus ini dahulu dikenal sebagai ikterus patologik, yang tidak mudah dibedakan dengan ikterus fisiologik. Ter-dapatnya hal-hal di bawah ini merupakan petunjuk untuk tindak lanjut, yaitu:ikterus yang terjadi sebelum usia 24 jam; setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi; peningkatan kadar bilirubin total serum >0,5 mg/dL/jam; adanya tanda-tanda penyakit yang men-dasar pada setiap bayi (muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea, atau suhu yang tidak stabil); ikterus yang bertahan setelah delapan hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan. Metabolisme Bilirubin Sebagian besar produksi bilirubin merupakan akibat degradasi hemoglobin pada sistem retikuloendotelial. Tingkat penghancuran hemoglobin pada neonatus lebih tinggi daripada bayi yang lebih tua. Sekitar 1 g hemoglobin dapat menghasilkan 35 mg bilirubin indirek, yaitu bilirubin yang larut dalam lemak tetapi tidak larut dalam air. Transportasi bilirubin indirek melalui ikatan dengan albumin. Bilirubin ditransfer melalui membran sel ke dalam hepatosit, sedangkan albumin tidak.

36

Di dalam sel, bilirubin akan terikat pada ligandin, serta sebagian kecil pada glutation S-transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses dua arah, tergantung dari konsentra-si dan afinitas albumin plasma dan ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang masuk hepatosit dikonjugasi dan diekskresi ke dalam empedu. Di dalam sitosol hepatosit, ligandin mengikat biliru-bin sedangkan albumin tidak. Di dalam hepatosit terjadi konjugasi lanjut dari bilirubin menjadi bilirubin diglukoronid. Sebagian kecil bilirubin ter-dapat dalam bentuk monoglukoronid, yang akan diubah oleh glukoronil-transferase menjadi diglukorinid. Enzim yang terlibat dalam sintesis bilirubin diglukorinid, yaitu uridin difosfat-glukoronid

transferase (UDPG-T),

yang mengatalisis

pembentuk-an bilirubin monoglukoronid. Sintesis dan ekskresi diglukoronid terjadi di kanalikuli empedu. Isomer bilirubin yang dapat mem-bentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat diekskresi langsung ke dalam empedu tanpa konjugasi, misalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar. Setelah konjugasi bilirubin menjadi bilirubin direk yang larut dalam air, terjadi ekskresi segera ke sistem empedu kemu-dian ke usus. Di dalam usus, bilirubin direk ini tidak di absorbsi; sebagian bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorbsi, siklus ini disebut siklus enterohepatik. Etiologi ikterus Etiologi ikterus yang sering ditemu-kan ialah: hiperbilirubinemia fisiologik, inkompabilitas golongan darah ABO dan Rhesus, breast milk jaundice, infeksi, bayi dari ibu penyandang diabetes melitus, dan polisitemia/hiperviskositas. Etiologi yang jarang ditemukan yaitu: defisiensi G6PD, defisiensi piruvat kinase, sferositosis kongenital, sindrom Lucey-Driscoll, penyakit Crigler-Najjar, hipotiroid dan hemoglobinopati. Patofisiologi Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai produk akhir dari katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi. Pada langkah pertama oksidasi, biliverdin terbentuk dari heme melalui kerja heme oksigenase, dan terjadi pelepasan besi dan karbon monoksi-da. Besi

37

dapat digunakan kembali, sedang-kan karbon monoksida diekskresikan melalui paru-paru. Biliverdin yang larut dalam air direduksi menjadi bilirubin yang hampir tidak larut dalam air dalam bentuk isomerik (oleh karena ikatan hidro-gen intramolekul). Bilirubin tak terkonjuga-si yang hidrofobik diangkut dalam plasma, terikat erat pada albumin. Bila terjadi gangguan pada ikatan bilirubin tak ter-konjugasi dengan albumin baik oleh faktor endogen maupun eksogen (misalnya obat-obatan), bilirubin yang bebas dapat me-lewati membran yang mengandung lemak (double lipid layer), termasuk penghalang darah otak, yang dapat mengarah ke neuro-toksisitas. Bilirubin yang mencapai hati akan di-angkut ke dalam hepatosit, dimana biliru-bin terikat ke ligandin. Masuknya bilirubin ke hepatosit akan meningkat sejalan dengan terjadinya peningkatan konsentrasi ligandin. Konsentrasi ligandin ditemukan rendah pa-da saat lahir namun akan meningkat pesat selama beberapa minggu kehidupan. Bilirubin terikat menjadi asam gluku-ronat di retikulum endoplasmik retikulum melalui reaksi yang dikatalisis oleh uridin difosfoglukuronil transferase (UDPGT). Konjugasi bilirubin mengubah molekul bilirubin yang tidak larut air menjadi molekul yang larut air. Setelah diekskresi-kan kedalam empedu dan masuk ke usus, bilirubin direduksi dan menjadi tetrapirol yang tak berwarna oleh mikroba di usus besar. Sebagian dekonjugasi terjadi di dalam usus kecil proksimal melalui kerja B-glukuronidase. Bilirubin tak terkonjugasi ini dapat diabsorbsi kembali dan masuk ke dalam sirkulasi sehingga meningkatkan bilirubin plasma total. Siklus absorbsi, kon-jugasi, ekskresi, dekonjugasi, dan reabsorb-si ini disebut sirkulasi enterohepatik. Proses ini berlangsung sangat panjang pada neo-natus, oleh karena asupan gizi yang terbatas pada hari-hari pertama kehidupan. Faktor Risiko ASI yang kurang Bayi yang tidak mendapat ASI cukup saat menyusui dapat bermasalah karena tidak cukupnya asupan ASI yang masuk ke usus untuk memroses pembuangan bilirubin dari dalam tubuh. Hal ini dapat terjadi pada bayi prematur yang ibunya tidak memroduksi cukup ASI.

38

Peningkatan jumlah sel darah merah Peningkatan jumlah sel darah merah dengan penyebab apapun berisiko untuk terjadinya hiperbilirubinemia. Sebagai contoh, bayi yang memiliki jenis golongan darah yang berbeda dengan ibunya, lahir dengan anemia akibat abnormalitas eritrosit (antara lain eliptositosis), atau mendapat transfusi darah; kesemuanya berisiko tinggi akan mengalami hiperbilirubinemia. Infeksi/ inkompabilitas ABO-Rh Bermacam infeksi yang dapat terjadi pada bayi atau ditularkan dari ibu ke janin di dalam rahim dapat meningkatkan risiko hiperbilirubinemia. Kondisi ini dapat meliputi infeksi kongenital virus herpes, sifilis kongenital, rubela, dan sepsis. Gejala klinis pada hiperbillirubinemia Sebagian besar kasus hiperbilirubinemia tidak berbahaya, tetapi kadang-kadang kadar bilirubin yang sangat tinggi bisa menyebabkan kerusakan otak (Kern icterus). Gejala klinis yang tampak ialah rasa kantuk, tidak kuat menghisap ASI/susu formula, muntah, opistotonus, mata ter-putarputar keatas, kejang, dan yang paling parah bisa menyebabkan kematian. Efek jangka panjang Kern icterus ialah retardasi mental, kelumpuhan serebral, tuli, dan mata tidak dapat digerakkan ke atas. Diagnosis Visual Metode visual memiliki angka kesalahan yang cukup tinggi, namun masih dapat digunakan bila tidak tersedia alat yang memadai. Pemeriksaan ini sulit di-terapkan pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara evident base, pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun bila ter-dapat keterbatasan alat masih boleh diguna-kan untuk tujuan skrining. Bayi dengan skrining positif harus segera dirujuk untuk diagnosis dan tata laksana lebih lanjut. Panduan WHO mengemukakan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai berikut: a. Pemeriksaan dilakukan pada pencaha-yaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila

39

dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang. b. Kulit bayi ditekan dengan jari secara lembut untuk mengetahui warna di bawah kulit dan jaringan subkutan. c. Keparahan ikterus ditentukan berdasar-kan usia bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning. Bilirubin serum Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin total perlu dipertimbangkan karena hal ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus. Bilirubinometer transkutan Bilirubinometer merupakan instrumen spektrofotometrik dengan prinsip kerja memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya (panjang gelombang 450 nm). Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO Bilirubin bebas dapat melewati sawar darah otak secara difusi. Oleh karena itu, ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah. Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas, antara lain dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini yaitu berdasar-kan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin dimana bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pen-dekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah. Pemecahan heme menghasilkan biliru-bin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka peng-ukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan seba-gai indeks produksi bilirubin.

40

Diagnosis banding Sebagai diagnosis banding dari ikterus yaitu: atresia bilier, breast milk jaundice, kolestasis, anemia hemolitik pada bayi baru lahir, hepatitis B, dan hipotiroid. Pengobatan Fototerapi Fototerapi dapat digunakan tunggal atau dikombinasi dengan transfusi pengganti untuk menurunkan bilirubin. Bila neonatus dipapar dengan cahaya ber-intensitas tinggi, tindakan ini dapat menurunkan bilirubin dalam kulit. Secara umum, fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi bila konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa pakar mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksis 24 jam pertama pada bayi berisiko tinggi dan berat badan lahir rendah. Intravena immunoglobulin (IVIG) Pemberian IVIG digunakan pada kasus yang berhubungan dengan faktor imunolo-gik. Pada hiperbilirubinemia yang disebab-kan oleh inkompatibilitas golongan darah ibu dan bayi, pemberian IVIG dapat menurunkan kemungkinan dilakukannya trans-fusi tukar. Transfusi pengganti Transfusi pengganti digunakan untuk mengatasi anemia akibat eritrosit yang rentan terhadap antibodi erirtosit maternal; menghilangkan eritrosit yang tersensitisasi; mengeluarkan bilirubin serum; serta meningkatkan albumin yang masih bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatannya dangan bilirubin. Penghentian ASI Pada hiperbilirubinemia akibat pem-berian ASI, penghentian ASI selama 24-48 jam akan menurunkan bilirubin serum. Mengenai pengentian pemberian ASI (walaupun hanya sementara) masih terda-pat perbedaan pendapat. Terapi medikamentosa

41

Phenobarbital dapat merangsang hati untuk menghasilkan enzim yang mening-katkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif diberikan pada ibu hamil selama beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan phenobarbital post-natal masih menjadi pertentangan oleh karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluar-kannya melalui urin sehingga dapat menu-runkan kerja siklus enterohepatika.

42

BAB III KESIMPULAN

Pasien merupakan bayi yang lahir secara Sectio Sesarea atas indikasi kontraksi premature dan BSC 2x dengan berat lahir 2200 gr, panjang 43,5 cm, dengan air ketuban keruh. Apgar score 6/7, tetapi kemudian bayi tiba-tiba merintih, sianosis pada mukosa bibir dan akral, sehingga diberikan O2 CPAP PEEP 7, FiO2 21%. Pasien dirawat di ruang NICU dan direncanakan untuk diperiksaan DL serta foto X-ray dan observasi ketat tanda-tanda distress napas. Di NICU bayi diterapi dengan O2 CPAP PEEP 7 IVFD Cadex, Ampicillin 110 mg/12 jam, Gentamicin 11 mg/36 jam. Setelah 8 hari perawatan, pasien diperbolehkan pindah SCN1, pasien sudah tidak ada keluhan, berat badan sedikit berkurang sehingga di programkan untuk kenaikan berat badan melalui asupan kalori dari PASI serta ASI. Selama perawat, di hari ke 4 pasien mengalami kuning, dan didiagnosis sebagai Ikterus neonatorum, pasie diberi fototerapi 48 jam, dan kemudian membaik.

43

Related Documents

Anak-anak
May 2020 56
Anak Anak
May 2020 46
Anak
October 2019 50
Anak
June 2020 42
Anak
November 2019 56

More Documents from ""