Respon Pembentukan Bunga Sawit Pada An Pupuk N Dengan Dosis Berbeda

  • Uploaded by: Deni Ramadoni
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Respon Pembentukan Bunga Sawit Pada An Pupuk N Dengan Dosis Berbeda as PDF for free.

More details

  • Words: 3,926
  • Pages: 26
I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditi dari tiga komoditi (karet, kakao, dan kelapa sawit) pada sub sektor perkebunan yang mendapat prioritas utama pemerintah dalam revitalisasi perkebunan seluas 2 juta ha yang dimulai tahun 2007 sampai 2009 (Dirjen Perkebunan 2007). Sektor industri kelapa sawit merupakan salah satu sektor unggulan bagi negara Malaysia dan Indonesia. Hal ini dikarenakan kondisi geografis wilayah Malaysia dan Indonesia memang sangat cocok untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit.

Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam

perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Malaysia dan Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Hingga tahun 2005, lebih dari 85% produksi minyak dunia dihasilkan oleh dua negara produsen utama minyak sawit, yaitu Malaysia dan Indonesia. Syahbana (2007) mengemukakan bahwa luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2005 mencapai 5,6 juta ha, melibatkan 2,7 juta kepala keluarga petani, dengan produksi tandan buah segar (TBS) rata-rata nasional baru dapat mencapai 14 sampai 16 ton ha tahun¹‫־‬, sedangkan Malaysia telah mencapai 30 ton tiap hektar tiap tahun. Rendahnya produksi TBS yang dicapai sebagai akibat rendahnya produksi tandan bunga betina, yaitu 8 sampai 12 pohon ¹‫ ־‬tahun¹‫־‬, sedangkan produksi tersebut dapat mencapai 16 sampai 24 tandan pohon tahun¹‫( ־‬Hardon dan Corley, 1982; Tahir, 2003).

2

Produksi tanaman ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan, rendahnya produksi tandan bunga betina kelapa sawit salah satunya dipengaruhi oleh tingkat radiasi matahari yang diterima, jumlah daun (pelepah), kerapatan pelepah, dan serapan hara, terutama unsur nitrogen (N), khusus daerah tropis seperti Indonesia radiasi matahari bukan merupakan faktor pembatas dalam pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit (IOPRI, 2008). Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman golongan C4, yaitu memiliki titik kompensasi cahaya tinggi sampai cahaya terik, tidak dibatasi oleh fotorespirasi, besaran yang menggambarkan banyak sedikit radiasi matahari yang mampu diserap tanaman tergantung pada indeks luas daun (ILD). Selain itu, dalam daunnya terdapat dua klroplast, yaitu sel mesopil dan seludang berkas, pada kloroplast terdapat klorofil yang berfungsi untuk (a) panen cahaya, (b) mengubah energi cahaya menjadi energi kimia, (c) penyumbang elektron utama (P 680 dan P 700), (d) penerima elektron utama dan eflouresensinya, keadaan inilah bila optimal yang diikuti dengan serapan N optimal, maka produksi tanaman meningkat, yaitu terbentuknya bunga dan buah maksimal (Sallisbury dan Ross, 1992). Permasalahan utama rendahnya produktivitas pertumbuhan, perkembangan, dan produksi suatu tanaman ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang sangat menentukan laju pertumbuhan, perkembangan, dan produksi suatu tanaman adalah tersedianya unsur hara yang cukup di dalam tanah, diantaranya 105 unsur yang ada di atas permukaan bumi, ternyata baru 16 unsur yang mutlak diperlukan oleh suatu tanaman untuk dapat menyelesaikan siklus hidupnya dengan sempurna. Ke 16 unsur tersebut terdiri dari 9 unsur makro dan 7 unsur mikro. 9 unsur makro dan 7 unsur mikro inilah yang disebut sebagai unsur esensial (Suwandi dan Tobing, 1982).

3

Schaffer, (1996) mengemukakan bahwa pertumbuhan tanaman erat kaitannya dengan hara yang diserap dari dalam tanah, terutama unsur N, karena unsur tersebut terfokus pada sintesis klorofil dan sintesa protein maupun enzim, yaitu enzim rubisco (ribulosa bifosfat karboksilase) yang berperan sebagai katalisator dalam fiksasi karbondioksida yang dibutuhkan tanaman untuk fotosintesis.

Selanjutnya penurunan kadar N dalam tanaman

berpengaruh terhadap fotosintesis baik lewat kandungan klorofil maupun enzim fotosintetik yang akhirnya menurunkan hasil (pati) yang terbentuk, keadaan tersebut mempengaruhi produktivitas tanaman, terutama pembentukan bunga dan buah. Winarno, dkk., (2000) mengemukakan bahwa pemberian pupuk nitrogen dalam bentuk urea lebih cepat tersedia dibanding dengan pupuk majemuk dan reaksinya sudah dapat diamati pada hari ke 15 setelah aplikasi. Selain itu, pengaruh tunggal pupuk urea pada tanaman kelapa sawit dapat meningkatkan berat tandan buah dari 21,74 ton ha -1 tahun-1 menjadi 27,60 ton ha-1 tahun-1 pada dosis 1,0 sampai 4,5 kg pohon-1. Selanjutnya persentase bunga yang terbentuk juga tinggi, walaupun dalam penelitian tersebut tidak disebutkan jumlah bunga tiap tandan bunga betina yang terbentuk. Untuk itu, dalam percobaan mengenai respon pembentukan bunga kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) terhadap Pupuk N dengan dosis berbeda akan ditelaah apakah pemberian pupuk N pada tanaman kelapa sawit akan mempengaruhi pembentukan jumlah tandan bunga betina yang terbentuk optimum, serta menentukan tingkat sex rasio bunga jantan dan bunga betina yang terbentuk.

4

1.2 Tujuan 1. Untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk N yang diaplikasikan pada tanaman kelapa sawit dalam pembentukan tandan bunga. 2. Untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk N terhadap besarnya sex rasio yang timbul pada bunga betina dan bunga jantan kelapa sawit. 1.3 Kontribusi 1. Hasil pengamatan ini diharapkan sebagai bahan informasi dalam pengembangan budidaya kelapa sawit serta peningkatan kualitas pengabdian kepada masyarakat dalam rangka peningkatan ekonomi kerakyatan. 2. Hasil percobaan diharapkan sebagai bahan pembelajaran pada program studi Produksi Tanaman Perkebunan Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan.



5



II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peranan Unsur Nitrogen (N) Gardner dkk., (1985); Sallisbury dan Ross, (1992) mengemukakan bahwa tanaman menyerap unsur N dalam bentuk ion NOֿ3 dan NH+4. Ion mana yang akan lebih dahulu diserap tergantung pada keadaan pH. Pada pH di atas 7 (keadaan basa) maka ion NH +4 (amonium) yang akan lebih cepat diserap sedangkan pada pH dibawah 7 (keadaan asam) maka ion NOֿ3 (nitrat) yang lebih besar peluangnya untuk diserap. Hal ini disebabkan karena pada pH di atas 7 (keadaan basa) banyak terdapat ion hidroksida (OH) ֿ sehingga ion NOֿ3 yang sama-sama bervalensi satu dan bermuatan negatif akan saling bersaing akibatnya ion NH+4 yang berpeluang lebih besar untuk diserap dan sebaliknya pada pH rendah banyak tersedia ion H+ berarti ion NH+4 yang sama-sama valensi satu dan bermuatan positif akan berkompetisi sehingga peluang ion NOֿ3 untuk diserap akan jauh lebih besar kalau diberikan dalam bentuk pupuk urea, yaitu CO(NH2)2 = O2- → 2HNO2 + 2H2O + Energi dan 2HNO2 + O2 → 2HNO3. maka H+─ NO3 (diserap), sebaliknya kalau diberikan pupuk ZA (amonium sulfat) (NH4)2 SO4 → 2NH4 (diserap) + SO4 (diserap).

Gambar 1. Ikatan kimia dan molekul pupuk Urea Sumber: aqobah.net/tag/tanaman

6

Schaffer, (1996) menyatakan bahwa protein dan asam nukleat yang diperoleh dalam fotosintesis dipakai untuk pengisian inti sel yang terus membelah dari satu menjadi dua, dua menjadi empat, empat menjadi delapan dan seterusnya sehingga tanaman dapat tumbuh dan membesar. Suatu hal yang perlu diingat bahwa apabila pemberian N yang berlebihan akan menyebabkan rasa pahit seperti yang terjadi pada timun, sedang untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit daun menjadi lemah dan mudah terserang hama penyakit. Kekurangan N dapat menghambat pertumbuhan tanaman, daun menguning, kering dan jaringan mati. Buah yang kekurangan N pertumbuhannya tidak sempurna, cepat masak dan kadar proteinnya rendah. Bila pemberian N melalui pemupukan daun terlalu sering, maka NH3 akan tertimbun dalam tubuh tanaman, dilain pihak ada hambatan pembentukan protein dan asam nukleat menyebabkan tanaman mencari alternatif lain yaitu pembentukan amida yaitu senyawa sekunder yang rasanya pahit. Sebab bila NH3 ini tertimbun dalam jumlah banyak justru akan berbalik meracuni tanaman (Sukarji, dkk., 2000). Pupuk Urea adalah pupuk kimia yang mengandung N berkadar tinggi atau sekitar 46 persen, pupuk tersebut merupakan zat hara yang sangat diperlukan tanaman. Pupuk urea berbentuk butir kristal berwarna putih dengan rumus kimia NH2CONH2 mudah larut dalam air dan bersifat higroskopis, sehingga dalam aplikasinya di lapangan ditaburkan di sekitar bokoran atau batang tanaman. Kegunaan pupuk tersebut adalah daun tanaman berwarna hijau dan meningkatkan kandungan klorofil daun, mempercepat pertumbuhan tanaman terutama organ vegetatif dan perakaran serta menambah kandungan protein tanaman (IOPRI, 2008).

7

Gambar 2. Pupuk Urea. Sumber: eriantosimalango.wordpress.com Fisher, (1992) mengemukakan ketersediaan unsur-unsur esensial di dalam tanah sangat ditentukan oleh pH, unsur N tersedia pada pH 5,5 sampai 8,5, P pada pH 5,5 sampai 7,5 sedangkan K pada pH 5,5 sampai 10 sebaliknya unsur mikro relatif tersedia pada pH rendah. Pelajaran penting yang perlu diingat dari ketersediaan unsur esensial dalam hubungannya dengan pH, yaitu bahwa untuk melakukan percobaan lapang disarankan agar dilakukan pada area dengan pH tanah kurang lebih 7. Hal ini disebabkan pada pH tersebut semua unsur hara esensial baik makro maupun mikro berada dalam keadaan yang siap untuk diserap oleh akar tanaman sehingga dapat menjamin pertumbuhan dan produksi tanaman. Kriteria yang harus dipenuhi sehingga suatu unsur dapat disebut sebagai unsur esensial adalah (a). Unsur tersebut diperlukan untuk menyelesaikan satu siklus hidup tanaman secara normal (dari biji ke biji), (b).

Unsur tersebut memegang peran penting dalam proses

biokhemis tertentu dalam tubuh tanaman dan peranannya tidak dapat digantikan atau disubtitusi secara keseluruhan oleh unsur lain, (c). Peranan dari unsur tersebut dalam proses biokimia tanaman adalah secara langsung dan bukan secara tidak langsung (IOPRI, 2008).

8

2.2 Morfologi Bunga Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mulai mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit mengadakan penyerbukan silang (cross pollination). Artinya, bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan perantaraan angin dan atau serangga penyerbuk. Bunga kelapa sawit berumah satu, artinya pada satu batang terdapat bunga jantan dan bunga betina yang letaknya terpisah pada tandan bunga yang berbeda. Tandan bunga terletak di ketiak daun, mulai tumbuh setelah tanaman berumur sekitar satu tahun. Primordia (bakal) bunga terbentuk sekitar 33 sampai 34 bulan sebelum bunga matang (siap melaksanakan penyerbukan). Pertumbuhan bunga sangat dipengaruhi oleh kesuburan tanaman. Tanaman yang tumbuh kerdil pertumbuhan bunganya lebih lambat. Letak bunga jantan yang satu dengan lainnya sangat rapat dan membentuk cabang-cabang bunga yang panjangnya antara 10 sampai 20 cm. Pada tanaman dewasa, satu tandan mempunyai kurang lebih 200 cabang bunga. Setiap cabang mengandung 700 sampai 1200 bunga jantan. Bunga jantan ini terdiri dari 6 helai benangsari dan 6 perhiasan bunga. Satu tandan bunga jantan dapat menghasilkan 25 sampai 50 gram tepungsari. Bunga betina terletak dalam tandan bunga, tiap tandan bunga mempunyai 100200 cabang dan setiap cabang terdapat paling banyak 30 bunga betina. Dalam satu tandan terdapat 3.000 sampai 6.000 bunga betina. Bunga betina memiliki 3 putik dan 6 perhiasan bunga. Diantara bakal buah hanya satu yang subur, jarang terdapat dua atau lebih. Bunga jantan maupun bunga betina biasanya terbuka selama 2 hari (jika dalam musim hujan bisa sampai 4 hari). Tepung sari dapat menyerbuki selama 2-3 hari, tetapi makin lama daya hidup viabilitasnya makin menurun.

9

(a)

(b)

(c)

(d) Gambar 3.Bunga jantan dan bunga betina kelapa sawit Keterangan : a. bunga jantan b. bunga betina c. bunga betina masa anthesis d. bunga jantan masa anthesis 2.3 Pembentukan Tandan Bunga Kelapa Sawit Pelepah daun kelapa sawit yang terbentuk diikuti dengan bakal bunga, bunga kelapa sawit yang terbentuk hingga anthesis memerlukan waktu hingga dua bulan. Hal tersebut terjadi bila keadaan menguntungkan.

Terhambatnya pembentukan bunga pada tanaman

kelapa sawit akibat faktor lingkungan, seperti serapan hara terutama unsur N. Bila unsur N pada daun nomor 17 yang dihitung dari pucuk kurang dari 2,5 %, maka bunga yang terbentuk rendah atau 1 sampai 2 bunga setiap dua bulan. Pembentukan bunga secara optimal terjadi bila serapan N tinggi diikuti dengan sudut daun yang menangkap radiasi matahari juga maksimal, keadaan tersebut dapat menyebabkan tandan bunga kelapa sawit terbentuk sekitar dua buah setiap bulan (IOPRI, 2008). Selanjutnya penurunan kadar N dalam tanaman berpengaruh terhadap fotosintesis baik lewat kandungan klorofil maupun enzim fotosintetik yang akhirnya menurunkan hasil (pati) yang

10

terbentuk, keadaan tersebut mempengaruhi produktivitas tanaman, terutama pembentukan bunga dan buah. Lamanya proses pembentukan buah (dari saat penyerbukan sampai matang), tergantung pada keadaan iklim dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan.

Lama proses

pemasakan buah di beberapa kawasan berbeda, di Malaysia sekitar 5,5 bulan, di Sumatera sekitar 3 sampai 6 bulan dan di Afrika sekitar 6-9 bulan. Selama buah kelapa sawit masih muda yaitu sampai berumur 4,5 sampai 5 bulan, buah kelapa sawit berwarna ungu. Setelah itu kulit buah (exocarp) berangsur berubah dari ungu menjadi merah kekuningan. Pada saat ini terjadilah pembentukan minyak yang intensif pada daging buah (mesocarp) dan butir-butir minyak tersebut mengandung zat warna karotin yang berwarna jingga. Proses pembentukan minyak dalam daging buah berlangsung selama 24 hari, yaitu sampai buah mencapai tingkat masak. Masaknya buah dalam satu tandan tidak sekaligus, tetapi berangsur-angsur mulai bagian atas dan bagian samping yang terkena sinar matahari menuju ke arah bawah (pangkal). Satu tandan buah telah siap dipanen apabila beberapa buah dari tandan tersebut telah terlepas dan jatuh ke tanah.

11

III. METODE PELAKSANAAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dalam bentuk percobaan yang berlangsung di kebun PTPN VII Unit Usaha Rejosari, percobaan dimulai pada bulan Agustus 2008 sampai dengan Juli 2009. Umur tanaman yang dijadikan sebagai bahan percobaan adalah 8 tahun dengan jenis tanah Ultisol, dengan pH 5,47 – 5,97. 3.2 Bahan dan Alat Bahan :

Pupuk Urea,

Alat : cangkul, meteran, cat, tali rafia, bor, label, cawan, oven, plastik, golok, tangga, ember, timbangan, dan alat tulis menulis. 3.3 Metode Pelaksanaan Percobaan disusun dengan menggunakan rancangan acak kelompok, yaitu dua belas perlakuan dosis pupuk urea dengan tiga ulangan sebagai berikut: 1. 0 g

5.1.250 g

9. 2.250

g 2. 500 g

6. 1.500 g

10. 2.500 g

3. 750 g

7. 1.750 g

11. 2.750 g

4. 1.000 g

8. 2.000 g

12. 3.000 g

Dari hasil uji F, pada analisis varians menunjukkan perbedaan yang bermakna pada taraf 5%, maka dilanjutkan pengujiannya dengan uji BNT berikut,

12

BNT = nilai pada t tabel 0,05

2kt (Petersen, 1994). r

3.4 Pelaksanaan Percobaan Tanaman yang dijadikan sebagai bahan percobaan adalah kelapa sawit yang berumur 8 tahun (PTPN VII Kebun Rejosari) dengan pH tanah 5,47 sampai 5.97. Sebelum aplikasi pemupukan terlebih dahulu dilakukan pembersihan bokoran sepanjang 1,5 m yang melingkari pohon sawit, pupuk dibenamkan sedalam 10 cm. Pupuk diberikan pada awal percobaan. 3.5 Jadwal Pelaksanaan Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Laporan Tugas Akhir Mahasiswa No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Uraian Kegiatan

1 Izin dan Penetapan Blok x Penelitian x Pemupukan x Pemeliharaa Tanaman x Pengamatan Analisis Data Penulisan Laporan Seminar Penyerahan Laporan

Triwulan 2 3 4

Keterangan Surat izin dari PTPN VII

x

x

x x x x x

3.6 Pengamatan Data analisis tanah sebelum aplikasi pupuk urea diperoleh dari PTPN VII Unit Usaha Rejosari. Pengamatan dilakukan setelah tiga bulan aplikasi pupuk urea, adapun variabel yang diamati adalah :

13

(1)

Jumlah tandan bunga yang terbentuk, dihitung setiap bulan, setelah tiga bulan aplikasi perlakuan pemupukan, hal tersebut dilakukan karena bunga yang terbentuk hingga mekar atau anthesis memerlukan waktu 2 bulan sampai 2,5 bulan,

(2)

Sex rasio bunga jantan dan bunga betina yang terbentuk.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil 4.1.1. analisis tanah dari PTP N VII Data analisis tanah lokasi percobaan sebelum aplikasi pupuk urea dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil analisis tanah di PTP N VII No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Jenis Formasi Bahan induk Fisiografi Bentuk wilayah Jenis tanah Kesuburan Tekstur Struktur Konsistensi Kedalaman efektif pH C organic N C/N P tersedia K-dd Ca-dd Mg-dd Kejenuhan basah KTK

Nilai

> 100 cm 5,47–5,97 0,34–0,97 % 0,07-0,17 % 4,86–6,80 5–8 ppm 0,29–0,38 me/100g 1,55–4,99 me/100g 0,34–1,115 me/100g 16 – 25 % 9,83 – 13,50 me/100g

Harkat tertier batuanliat/batuan pasir lipatan datar samapai berombak typic palendult (Podsolik kuning) sedang lempung liat berpasir gumpal-remah agak tegak cukup dalam rendah-sedang rendah rendah-agak rendah rendah-agak rendah rendah-agak rendah agak rendah rendah-agak rendah rendah-tinggi rendah-agak rendah agak rendah-sedang

14

4.1.2 Respon pembentukan tandan bunga pada pemberian pupuk N dengan dosis berbeda Hasil rata-rata bunga betina yang terbentuk (Tabel 3) menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kontrol, dan tidak berbeda nyata antar perlakuan, sedangkan pada pembentukan bunga jantan tidak menunjukan hubungan yang signifikan pada setiap perlakuan. Pembentukan bunga betina tertinggi diperoleh pada perlakuan dosis pupuk urea 1750 g pohon1

, yaitu 12,7 buah, namun secara statistik angka tertinggi ini tidak berbeda nyata denga

perlakuan 500 g pohon-1 sampai dengan 3000 g pohon-1. Penambahan pupuk urea terbaik dilakukan pada dosis 500 g pohon-1 karena hasil pembentukan bunga betina pada perlakuan dosis 2 sampai 12 sama. Tabel 3. Respon Karakter Pembentukan Produksi Bunga pada pemberian pupuk N dengan dosis berbeda Tandan bunga No

Perlakuan Jantan

Betina

15

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

0 g 500 g 750 g 1000 g 1250 g 1500 g 1750 g 2000 g 2250 g 2500 g 2750 g 3000 g

4,7 ns 2 ns 3,7 ns 3,3 ns 2,7 ns 2,3 ns 1,7 ns 1,7 ns 2 ns 1.7 ns 1.7 ns 5,3 ns

3,3 c 9,3 ab 6 bc 8,7 ab 10 a 8,7 ab 12,7 a 9,7 ab 9,7 ab 10 a 9,7 ab 9 ab

Keterangan: Rerata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata dengan uji BNT pada taraf 5%.

4.1.3 Sex rasio bunga jantan dan bunga betina yang terbentuk Sex rasio bunga jantan dan betina yang terbentuk selama percobaan yang dilakukan kurang lebih 12 bulan seperti pada (Tabel 4). Rumus perhitungan sex rasio adalah: 100 – perbandingan bunga jantan dan bunga betina X 100% (suwandi, 1982) Tabel 4. Sex rasio bunga jantan dan bunga betina yang terbentuk No Sex rasio (%)

Perlakuan

16

1 0 g 42,42 a 2 500 g 78,5 a 3 750 g 38,33 b 4 1000 g 62,07 a 5 1250 g 73 a 6 1500 g 73,56 a 7 1750 g 86,62 a 8 2000 g 82,47 a 9 2250 g 79,38 a 10 2500 g 83 a 11 2750 g 82,47 a 12 3000 g 41,12 a Keterangan: Rerata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata dengan uji BNT pada taraf 5%.

4.2 Pembahasan 4.2.1 Analisis tanah dari PTP N VII PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari berdasarkan data hasil analisis tanah Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat yang diperoleh pada bulan Agustus, 2008 secara geologis tergolong dalam formasi tertier dengan bahan induk batuan liat/batuan pasir, fisiografi sebagian besar areal adalah lipatan dengan bentuk wilayah datar samapai berombak. Jenis tanah typic palendult (Podsolik kuning), kesuburan sedang, tekstur lempung liat berpasir dengan struktur tanah gumpal-remah dan konsistensi tergolong agak tegak, kedalaman efektif cukup dalam > 100 cm, pH 5,47 – 5,97 rendah-sedang, C organik (0,34 – 0,97 %) rendah, N tergolong rendah-agak rendah (0,07 - 0,17 %), C/N tergolong rendah-agak rendah = 4,86 – 6,80, P tersedia rendah-agak rendah (5 – 8 ppm), kation-kation yang dapat dipertukarkan (-dd) seperti K-dd tergolong agak rendah (0,29 – 0,38 me/100 g), Ca-dd tergolong rendah-agak rendah (1,55 – 4,99 me/100 g), Mg-dd tergolong rendah-tinggi (0,34 – 1,115 me/100 g),

17

kejenuhan basah rendah-agak rendah (16 – 25 %), KTK agak rendah-sedang (9,83 – 13,50 me/100 g.

4.2.2 Jumlah tandan bunga yang terbentuk 14 12

t -ra a R t

10 8 6

bunga jantan

4

bunga betina

2 0 0

500 1250 1500 1750 2000 2250 2500 2750 3000 Dosis

Gambar 4. Grafik hasil pembentukan tandan bunga

Grafik hasil pembentukan tandan bunga pada (Gambar 4) menunjukan pembentukan rata-rata bunga betina tertinggi pada dosis perlakuan 1750 g pohon-1, sedangkan pada hasil uji BNT pembentukan rata-rata bunga betina pada setiap dosis perlakuan, kecuali kontrol tidak berbeda nyata, sehingga penambahan dosis pupuk N cukup dilakukan pada perlakuan 500 g pohon-1. Tingginya bunga betina yang terbentuk diduga adanya kontribusi sudut pelepah daun, karena dengan sudut pelepah 70 - 75 derajat akan menghasilkan fotosintesis pada tanaman kelapa sawit sekitar 26

mg/C02/dm2/jam (IOPRI, 2008).

Nilai N daun yang diperoleh

sebelum penelitian di lakukan adalah 55,1, sedang angka kritisnya adalah 51.

Dengan

18

demikian, kandungan N daun yang di atas kritis menunjukkan bahwa dengan penambahan sekitar 500 g tanaman-1 dapat meningkatkan pembentukan bunga betina. Adanya peningkatan tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Gardner, dkk., (1985), bahwa meningkatnya serapan nitrogen pada tanaman dapat meningkatkan kandungan klorofil daun dan enzim fotosintesis dalam menghasilkan pati. Hal inilah, yang memungkinkan adanya peningkatan pembentukan bunga lebih tinggi. Sebaliknya pada hasil rata-rata pembentukan bunga jantan setelah dilakukan uji BNT tidak menunjukan perbedaan yang nyata antara dosis perlakuan dengan kontrol.

4.2.3 Sex rasio bunga jantan dan bunga betina yang terbentuk

19

100 90 80 70 60

ta n rs e p

50 40 30 20 10 0 0

500

750

1000 1250 1500 1750 2000 2250 2500 2750 3000 Dosis

Gambar 5. Grafik sex rasio bunga jantan dan bunga betina yang terbentuk

Hasil Sex rasio bunga jantan dan bunga betina yang terbentuk (Gambar 5) menunjukkan bahwa persentase tertinggi pada perlakuan dosis 1750 g tanaman-1 yaitu sebesar 86,62%. Persentase terkecil didapat pada perlakuan dosis 3000 g tanaman-1 yaitu sebesar 41,12%, sedangkan pada perlakua kontrol 0 g tanaman-1 persentase yang didapat juga kecil yaitu sebesar 42,42%. Hasil rata-rata sek rasio yang terbentuk (Tabel 4) menunjukan perbedaan yang nyata, namun setelah dilakukan uji BNT tidak menunjukan hubungan yang signifikan antara perlakuan kecuali pada perlakuan dosis 750 g tanaman-1 sehingga dapat dikatakan tingkat sek rasio pada semua perlakuan dosis kecuali perlakuan dosis 750 g tanaman-1 sama. Perlakuan dosis 500 g tanaman-1 sex rasio yang terbentuk sudah maksimal. Tingginya sek rasio yang terbentuk pada pembentukan bunga kelapa sawit didukung oleh penyinaran yang cukup. Kekurangan cahaya matahari akan menyebabkan sex rasio pada tanaman kelapa sawit

20

kecil yang ditunjukan dengan pembentukan bunga betina lebih sedikit dari bunga jantan (Priyono, 2008).

21

V. RENCANA ANGGARAN

Rencana anggaran yang dimaksud adalah biaya yang dikeluarkan selama kegiatan proyek usaha mandiri ini dilaksanakan.

Biaya yang dikeluarkan adalah

sebesar Rp.

1.281.070.00, meliputi Biaya izin kegiatan Rp. 25.000.00, Biaya pemupukan Rp. 651.370.00, Biaya pemeliharaan tanaman Rp. 54.700.00, Biaya pengamatan Rp. 402.000.00, Biaya analisis data Rp. 105.000.00. dengan rincian seperti pada Tabel 5.

22

23

24

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa; (1) Penambahan dosis pupuk N tidak mempengaruhi pembentukan bunga jantan, (2) Penambahan dosis pupuk N mempengaruhi pembentukan bunga betina. Dosis pupuk N 1750 g pohon-1 menghasilkan bunga betina sebanyak 12,7 tandan,

tetapi tidak

berbeda dengan perlakuan dosis 500 g pohon-1 sampai 3000 g pohon-1, (3) Dosis pupuk N adalah 500 g pohon-1, (4) Hasil sex rasio tertinggi pada perlakuan dosis 1750 g tanaman-1 yaitu sebesar 86,62%. (5) Sex rasio maksimal terbentuk pada perlakuan dosis 500 g pupuk N tanaman-1. 5.2 Saran Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh, Perlu percobaan lanjut yang dilakukan pada musim kemarau dengan variasi umur tanaman.

25

DAFTAR PUSTAKA

Aqobah, 2008. Mengenal Pupuk Urea. www.aqobah.net/tag/tanaman [11 Desember 2008]. Direktur Jendral Perkebunan, 2007. Pertanian. Jakarta.

Fokus Pembangunan Perkebunan.

Departemen

Eriantosimalango, 2008. Dampak Pupuk Kimia. www. eriantosimalango.wordpress.com. [13 Desember 2008]. Fisher, N.M, 1992. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman: fase vegetatif. Dalam Goldsworthy, P.R., dan N.M. Fisher (Penyunting). Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Terjemahan Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Gardner, F.P., R.B. Perarce, dan R.L. Mitchell. 1985. Fisiologi Tanaman Budidaya. Alih Bahasa H. Susilo dan Subiyanto, 1991. UI Press. Jakarta. Hardon, J.J. and R.H.V. Corley, 1982. Oil Palm Research. Elsevier Scientifie Publishing Company, Johor. Malaysia. IOPRI, 2008. Pengaruh unsur esensial terhadap www.iopri.org/webned/ioprind.htm. [26 juni 2008].

pertumbuhan

dan

produksi.

Petersen, R.G. 1994. Agriculture Field Experimentals Design and Analisis. Marcel Dekker. Inc. USA. Priyono Herry, 2008. Mengenal Tanaman Kelapa Sawit. www.btsmkn2tgt.blogspot.com. [13 Agustus 2009] Sallisbury , F.B., and C.W., Ross, 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid III. Diterjemahkan Diah R. Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB. Bandung. Schaffer, AA., 1996. Photoassimilate Distribution in Plant and Crops. New York. Marsel Dekker, Inc. Sukarji, R dan R.L, Tobing, 1982. Pematang Siantar. Medan.

Jenis Pupuk pada Tanaman Kelapa Sawit.

PPM.

Syahbana, S. 2007. Palm Oil and Rubber Plantation Business Prospects. Pidato Ilmiah pada Peringatan Dies Natalis ke 23 Politeknik Negeri Lampung. Bandar Lampung.

26

Suwandi dan E.L., Tobing, 1982. Pengambilan Contoh Daun Tanaman Kelapa Sawit. Pedoman Teknis. Pusat Penelitian Marihat. Medan. Tahir, M. 2003. Uji Perbandingan Pollen Extractor Motor 3,6 v dan 4,8 V Terhadap Bobot, Kemurnian, dan Kemurnian Pollen Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) serta Pengaruhnya Terhadap Pollinasi Buatan dan Hasil Tandan Buah Segar (TBS). Politeknik Negeri Lampung. (Laporan Penelitian Tidak dipublikasikan). Winarno, E.S., E.S, Sutarto., R. Yuliasari., dan Z Poelongan, 2000. Pelepasan Hara Pupuk Majemuk Kelapa Sawit, Jurnal Penekitian Kelapa Sawit Vol. 9 (2-3):103-109.

Related Documents


More Documents from "wahyusoil unhas"