Respirasi Tumbuhan Laporan Fistum.docx

  • Uploaded by: nurdiyah
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Respirasi Tumbuhan Laporan Fistum.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,319
  • Pages: 11
RESPIRASI PADA TUMBUHAN Laporan Praktikum Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Fisiologi Tumbuhan Yang dibina oleh Ibu Ir. Nugrahaningsih M,Pd. Disajikan Pada Hari Senin Tanggal 8 Oktober 2018

Disusun oleh : Kelompok 1 Offering B 2018 1.

Asmarita Ningsih

NIM: 170341615115

2.

Binazir Tuzaqiyah Ma’rufah

NIM: 170341615065

3.

Mafazatud Diniyyah

NIM: 170341615017

4.

Nurdiyah Arifianti

NIM: 170341615094

5.

Rif’atul Chusnul Khuluq

NIM: 170341615047

6.

Vega Putri Adiani

NIM: 170341615022

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI Oktober 2018

TUJUAN Mahasiswa diharapkan terampil dalam membuktikan bahwa pada respirasi dikeluarkan CO2 dengan indiator air kapur dan bromtimol blue (PP). DASAR TEORI Respirasi atau oksidasi glukosa secara lengkap adalah sumber energi yang utama untuk kebanyakan sel. Pada respirasi pembakaran glukosa oleh oksigen akan menghasilkan energi karena semua bagian tumbuhan tersusun atas jaringan dan jaringan tersusun atas sel, maka respirasi terjadi pada sel (Campbell, 2002). Semua sel hidup melakukan respirasi secara terus-menerus untuk mencukupi kebutuhan energinya. Pada umumnya respirasi merupakan proses oksidasi substrat glukosa, berlangsung dalam rangkaian proses pemecahan (katabolisme) yang melibatkan sistem enzim pada glikolisis (jalur EMP) dan daur Trikarboksilat (daur krebs). Semua sel aktif terus menerus melakukan respirasi, sering menyerap O2 dan melepaskan CO2 dalam volume yang sama. Proses keseluruhan merupakan reaksi oksidasi-reduksi, yaitu senyawa dioksidasi menjadi CO2 dan O2 yang diserap direduksi menjadi H2O. Pati, fruktan, sukrosa, atau gula yang lainnya, lemak, asam organik, bahkan protein dapat bertindak sebagai substrat respirasi (Salisbury & Ross, 1995). Karbohidrat merupakan substrat respirasi utama yang terdapat dalam sel tumbuhan tinggi. Secara umum, respirasi dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut : C6H12O6 + O2



6CO2 + H2O + ENERGI

Proses respirasi diawali dengan adanya penangkapan O2 dari lingkungan. Proses transport gas-gas dalam tumbuhan secara keseluruhan berlangsung secara difusi. Oksigen yang digunakan dalam respirasi masuk ke dalam setiap sel tumbuhan dengan jalan difusi melalui ruang antar sel, dinding sel, sitoplasma dan membran sel. Demikian juga halnya dengan CO2 yang dihasilkan respirasi akan berdifusi ke luar sel dan masuk ke dalam ruang antar sel. Hal ini dikarenakan membran plasma dan protoplasma sel tumbuhan sangat permeabel bagi kedua gas tersebut. Setelah mengambil O2 dari udara, O2 kemudian digunakan dalam proses respirasi dengan beberapa tahapan, diantaranya yaitu glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus krebs, dan transpor elektron.

Respirasi membutuhkan O2 dan menghasilkan zat sisa metabolisme berupa uap air (H2O), karbondioksida (CO2), dan panas sebagai entropi (energi panas yang tidak termanfaatkan).

Bila respirasi

berjalan sempurna, dari pembakaran substrat

(karbohidrat, lipida, atau protein) akan menghasilkan rasio CO2/O2 tertentu disebut “Respiratory quotient” [RQ]. Respirasi dengan substrat lipida akan diperoleh RQ<1, dan RQ=1 untuk substrat glukosa. (Suyitno, 2014). Berbagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi laju respirasi, diantaranya adalah sebagai berikut : 1.

Ketersediaan substrat Respirasi bergantung pada ketersediaan substrat. Tumbuhan yang kandungan

pati, fruktan, atau gulanya rendah, melakukan respirasi pada laju yang rendah. Tumbuhan yang banyak gula sering melakukan respirasi lebih cepat bila gula disediakan. Bahkan laju respirasi daun sering lebih cepat setelah matahari tenggelam, saat kandungan gula tinggi dibandingkan dengan ketika matahari terbit, saat kandungan gulanya lebih rendah (Salisbury & Ross, 1995). 2.

Ketersediaan oksigen Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya

pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan untuk berespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang tersedia di udara. 3.

Suhu Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor

Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies. Bagi sebagian besar bagian tumbuhan dan spesies tumbuhan, Q10 respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5 pada suhu antara 5 dan 25°C. Bila suhu meningkat lebih jauh sampai 30 atau 35°C, laju respirasi tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi Q10 mulai menurun (Salisbury & Ross, 1995). 4.

Jenis dan Umur Tumbuhan Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolisme, dengan

demikian kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-masing spesies. Tumbuhan muda menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibanding

tumbuhan yang tua. Demikian pula pada organ tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan (Grander, 1991).

HASIL PENGAMATAN NO

Perlakuan

Titrasi

HCl

1

Inkubator

2

Suhu kamar

3

Kecambah freezer

1 2 1 2 1

21,3 ml 23 ml 94,8 ml 99 ml 100 ml

2 1

59,5 ml 129,4 ml

4

Kontrol

Inkubator dengan kecambah Diketahui : Lama inkubasi (respirasi) = 23 jam Larutan KOH 0,5 N x 100 ml Larutan standar (penitrasi) 0,1 N

Reaksi : 2KOH + CO2 BaCl2 + K2CO3

K2CO3 + H2O BaCO3 + 2KCl

Yang dititrasi KOH sisa (yang tidak menyerap CO2) KOH + HCl

KCl + H2O

Rata-rata jumlah HCl 22,15 ml

Suhu Awal Akhir 40°C 29°C

Jumlah CO2 hasil respirasi 0,197347966 liter

96,9 ml

32°C

0,000792 liter

79,75 ml

22°C

0,000443315 liter

129,4 ml

-

32°C

0,0201 liter

Konsentrasi KOH semula 100x0,5 N = 0,5x (100/1000)grol = 0,05 grol KOH sisa habis titrasi oleh 22,15 x 0,1 HCl grol KOH = 0,1 x (22,15/1000) = 2,215 x 10-3 grol Jadi, jumlah KOH yang bereaksi dengan CO2 adalah 0,05 – 2,215x10-3 = 0,047785 grol Grol KOH ekivalen dengan 0,5 grol CO2 Tiap molekul gas CO2 berikatan dengan KOH = 0,5 x 0,47785 = 0,0238925 grol Jika tiap molekul gas CO2 (76 cmHg, 0°C) berikatan gas tersebut = 22,4 L, maka volume CO2 (g) adalah V1

: T1

22,4

: 273 = V2 : (29+273)

V2

= V2 : T 2

= (22,4 x 302 x 0,0238925) : 273 = 0,592043897

Jadi, volume CO2 respirasi tiap jam adalah : 0,592043897 : 23 = 0,197347966 liter

Kecambah pada suhu kamar Diketahui: -

Lama inkubasi (respirasi) = 24 jam

-

Larutan KOH 0,5 N x 100 mL

-

Larutan standar (penitrasi) 0,1 N Reaksi: 2 KOH + CO2  K2CO3 + H2O

BaCl2 + K2CO3  BaCO3 + 2 KCl Yang dititrasi: KOH sisa (yang tidak menyerap CO2) KOH + HCl  KCl + H2O Konsentrasi KOH semula 100 x 0,5 N = 0,5 x (100/1000) grol = 0,05 grol KOH sisa habis titrasi oleh 96,6 x 0,1 HCl Grol KOH = 0,1 x (96,6/1000) = 9,66 x 10-3 grol Jadi, jumlah KOH yang bereaksi dengan CO2: 0,05 – 9,66 x 10-3 = 0,04034 grol  Grol KOH ekuivalen dengan 0,5 grol CO2  Tiap molekul gas CO2 berikatan dengan KOH = 0,5 x 0,04034 = 0,02017 grol  Jika tiap molekul gas CO2 (76 cmHg, 0oC) berikatan gas tersebut = 22,4 L, makan volume CO2 (g) adalah: V1 : T1 = V2 : T2 22,4 : 273 = V2 : 305 V2 = (22,4 x 305 x 0,02017) : 273 = 0,504767179  Jadi, V CO2 respirasi tiap jam adalah 0,504767179 : 24 = 0,0210319658 L/jam

ANALISIS DATA Pada praktikum kali ini menggunakan pengaruh suhu terhadap laju respirasi kecambah, dan praktikum kali ini menggunakan 4 percobaan yang percobaan pertama yaitu menggunakan suhu inkubator, percobaan kedua menggunakan suhu

kamar,

percobaan ketiga menggunakan suhu lemari es, dan yang terakhir percobaan pada suhu kamar yang diberikan kontrol tanpa kecambah. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, didapati hasil pengamatan bahwa pada kecambah suhu inkubator memiliki suhu awal 40°C dan suhu setelah titrasi 29°C. Pada perlakuan ini dilakukan dua kali titrasi yakni titrasi 50 ml pertama dan titrasi 50 ml kedua. Pada pengukuran 50 ml pertama pada didapati hasil bahwa titrasi

selesai saat telah mencapai 21,23 ml, sedangakan pada 50 ml kedua diapati hasil 23 ml. Sehingga dari kedua pengukuran tersebut didapatkan jumlah rata-rata HCl sebanyak 22,15 ml. Sehingga didapatkan hasil bahwa volume CO2 yang terlarut sebagai hasil respirasi dalam tiap jam adalah sebesar 0,197347966 L. Kemudian pengukuran dilakukan pada perlakuan kecambah dengan suhu kamar yang memiliki suhu awal 32°C. Pada perlakuan ini pengukuran dilakukan dua kali yakni titrasi 50 ml pertama dan titrasi 50 ml kedua. Pada pengukuran 50 ml pertama didapatkan hasil bahwa titrasi selesai saat telah mencapai 94,8 ml, sedangakan pada 50 ml kedua diapatkan hasil titrasi selesai saat telah mencapai 99ml. Sehingga dari kedua pengukuran tersebut didapati jumlah rata-rata HCl sebanyak 96,9 ml. Sehingga didapatkan hasil bahwa volume CO2 yang terlarut sebagai hasil respirasi dalam tiap jam adalah sebesar 0, 000792 L. Selanjutnya pengukuran dilakukan pada perlakuan kecambah dengan suhu freezer yang memiliki suhu awal 22°C. Pada perlakuan ini pegukuran dilakukan dua kali titrasi yakni titrasi 50 ml pertama dan titrasi 50 ml kedua. Pada pengukuran 50 ml pertama didapatkan hasil bahwa titrasi selesai saat telah mencapai 100 ml, sedangakan pada 50 ml kedua didapatkan hasil bahwa titrasi selesai setelah mencapai 59, 5 ml. Selanjutnya dilakukan pengukuran rata-rata terhadap kedua hasil tersebut dan mendapatkan rata-rata sebesar 79, 75 ml. Terakhir, dilakukan pengukuran jumlah CO2 hasil respirasi setiap jam sebanyak 0, 000443315 L. Terakhir, pada pengamatan dengan perlakuan suhu kamar yang diberikan kontrol tanpa kecambah. Pada perlakuan ini pengukuran hanya dilakukan dengan sekali titrasi yakni 100 ml langsung. Pada pengukuran langsung ini didapatkan hasil bahwa titrasi selesai dilakukan saat sudah mencapai

129, 4 ml. Sehingga rata-rata dari

perlakuan ini adalah sebesar 129, 4 ml. Terakhir, dilakukan pengukuran jumlah CO2 hasil respirasi setiap jam sebanyak 0,0201 L.

PEMBAHASAN

Kecambah melakukan respirasi untuk mendapatkan energi yang dilakukan dengan melibatkan gas oksigen (O2) sebagai bahan yangdiserap/diperlukan dan menghasilkan gas karbondioksida (CO2), air (H2O) dan sejumlah energi (Davey dkk, 2004). Respirasi pada tumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ketersediaan substrat, suhu, ketersediaan oksigen, serta jenis dan umur tanaman. Respirasi sendiri merupakan perubahan atau perombakan energi kimia yang tersimpan dalam suatu tanaman dalam bentuk karbohidrat dan digunakan untuk menjalankan proses-proses metabolisme. Proses respirasi menghasilkan energi, air, karbondioksida, dan elektron. Apabila proses respirasi meningkat maka pengambilan oksigen yang diperlukan juga akan meningkat pula dan pengeluaran karbondioksida serta energi, air yang berupa panas (Chaidir & Ahmad, 2015). Tahapan proses respirasi tanaman yaitu pertama glikolisis yang dimana merupakan tahap awal dari proses respirasi tumbuhan. Pada proses ini terjadi perombakan glukosa menjadi asam piruvat. Selanjutnya yaitu tahap siklus krebs yang dimana pada tahap ini terjadi perombakan asam piruvat menjadi karbondioksida. Kemudian masuk ke tahap transfer energi atau bisa disebut dengan fosforilasi oksidatif. Pada tahap transfer energi ini terjadi transfer elektron dan juga hidrogen yang akan membentuk molekul air (Sari & Ratna, 2015). Dari hasil analisis diperoleh volume CO2 hasil respirasi pada suhu ruang 32⁰ adalah 0,00792 L sedangkan hasil kontrol menunjukan volume CO2 hasil respirasi sebesar 0,0201 L. Pada penyimpanan suhu tinggi yaitu pada inkubator dengan suhu 40⁰, hasil analisis menunjukan volume CO2 hasil respirasi sebesar 0,197347966 L. Sedangkan pada suhu rendah (frezzer) yakni 22⁰ diperoleh volume CO2 hasil respirasi sebesar 0,000443315 L Dapat dilihat hasil respirasi CO2 pada tanaman yang bersuhu tinggi lebih banyak dibandingkan dengan hasil respirasi CO2 tanaman bersuhu rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Suyitno (2014) yang menyatakan bahwa saat suhu tinggi, maka kondisi suhunya adalah konstan sehingga enzim yang berperan pada proses respirasi bekerja dengan optimal, sehingga enzim dapat berperan dengan baik dalam mempercepat proses respirasi yaitu pengubahan glukosa menjadi CO2. Selain itu menurut Lovelles (1997) pada suhu yang lebih tinggi, CO2 yang dihasilkan ketika

proses

respirasi

akan

lebih

banyak diikat oleh KOH. Pada suhu optimal enzim tidak mengalami denaturasi

optimal atau

kerusakan sehingga proses enzimatik akan berlangsung dengan baik. Sedangkan pada suhu rendah kerja enzim tidak optimal sehingga proses enzimatik berlangsung lebih lambat, CO2 yang dihasilkan pada proses respirasi lebih rendah yang menyebabkan volume CO2 lebih sedikit diikat oleh KOH. Pada konsep lainnya selain suhu respirasi juga dipengaruhi oleh usia, semakin tinggi usia hasil respirasi berupa CO2 semakin menurun. Banyaknya karbondioksida (CO2) yang dilepaskan keambah dapat diketahui dari banyaknya volume HCl yang digunakan pada saat titrasi. Setelah didiamkan selama 24 jam, banyak HCl yang dibutuhkan oleh kecambah yang diletakkan pada suhu kulkas 180 adalah 60 ml. Berdasarkan hasil perhitungan, jumlah CO2 yang dikeluarkan oleh kecambah tiap jam adalah 0,0099487179. Seperti yang telah diketahui bahwa CO2 merupakan hasil respirasi. Sehingga dengan melihat banyaknya CO2 yang dihasilkan selama respirasi kita dapat mengetahui lajunya respirasi pada tumbuhan. Semakin besar CO2 yang dihasilkan maka semakin besar pula respirasinya. (Lovelles, 1997) Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa suhu mempengaruhi laju respirasi kecambah. Semakin tinggi suhu laju respirasi semakin cepat. Pada suhu tinggi hasil respirasi berupa CO2 lebih banyak karena pada suhu tersebut merupakan suhu optimal dan KOH lebih banyak pula mengikat CO2.

PENUTUP KESIMPULAN

Dari praktikum yang sudah kami lakukan dapat disimpulkan bahwa respirasi atau oksidasi glukosa secara lengkap adalah sumber energi yang utama untuk kebanyakan sel. Pada respirasi pembakaran glukosa oleh oksigen akan menghasilkan energi karena semua bagian tumbuhan tersusun atas jaringan dan jaringan tersusun atas sel, maka respirasi terjadi pada sel. Suhu ternyata juga mempengaruhi laju respirasi kecambah. Semakin tinggi suhu laju respirasi semakin cepat. Pada suhu tinggi hasil respirasi berupa CO2 lebih banyak karena pada suhu tersebut merupakan suhu optimal dan KOH lebih banyak pula mengikat CO2.

SARAN

Sebaiknya pada saat melakukan praktikum, terdapat pembagian tugas yang lebih efisien supaya praktikum dapat terlaksana dengan baik dan dapat selesai tepat waktu. Serta diharapkan agar praktikan lebih memperhatikan apa yang disampaikan oleh dosen sehingga praktikum dapat berjalan dengan lancar.

DAFTAR RUJUKAN Campbell, Neil A. Reece, Jane B. Mitchell, Lawrence G. 2002. Biologi Edisi 5 Jilid 1. Jakarta :Penerbit Erlangga. Chaidir, L., A. Taofik. 2015. Eksplorasi, Identifikasi, dan Perbanyakan Tanaman Ciplukan (Physalis angulata L.) dengan Menggunakan Metode Generatif dan Vegetatif. Edisi, 9(1): 82-103. Davey, P.A., S, Hunt., G.J, Hymus., E.H, Delucia., B.G, Drake., D.F, Karnosky danS.P, Long. 2004. Respiratory oxygen uptake is not decreased by aninstaneous elevation of CO2, but is increase with long-term grow in the fieldat elevated CO2. Plant Physiology (134): 520-527 Gardner, 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta: UI Press Lovelles. A. R. 1997. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk daerah Tropik . Jakarta:PT Gramedia Salisbury, F. B. dan Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid I. Edisi IV. ITB, Bandung. Sari, Y. P., R. Kusuma. 2015. Modifikasi Konsentrasi pada Media Padat dan Cair untuk Pertumbuhan Kalus Tanaman Sarang Semut (Myrmecodia tuberose JACK.) Secara Invitro. Ilmiah Ilmu Biologi, 1(1): 9-13. Suyitno. 2007. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan Dasar. Yogyakarta: Universtas Negeri Yogyakarta Suyitno, Ai. 2014. Petunjuk praktikum Fisiologi Tumbuhan dasar. Yogyakarta: FMIPA UNY.

Related Documents


More Documents from ""