Resiko Kredit

  • Uploaded by: nada oktaviani
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Resiko Kredit as PDF for free.

More details

  • Words: 1,535
  • Pages: 19
RESIKO KREDIT

2

Hello! Let we introduce ourself M. Farold Aryasatya and Nada Oktaviani Hestiawan

3

Pengertian Resiko Kredit ⊸

Menurut Hardanto (2006), mengemukakan bahwa risiko kredit adalah risiko kerugian yang berhubungan dengan peluang gagal memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo. Dengan kata lain, risiko kredit adalah risiko karena peminjam tidak membayar utangnya. Risiko kredit timbul dari beberapa kemungkinan sebagai berikut : a. Debitur tidak dapat melunasi utangnya. b. Obligasi yang dibeli Bank, tidak membayar kupon dan atau pokok utang. c. Terjadinya non-performance (gagal kewajiaban antara bank dengan pihak lain.



bayar)

dari

semua

Besarnya risiko kredit terdiri dari dua faktor yaitu besarnya eksposur kredit dan kualitas eksposur kredit. Besarnya eksposur kredit sama dengan besarnya pinjaman itu sendiri. Semakin besar pinjaman, semakin besar juga tingkat eksposur kredit. Kualitas eksposur dicerminkan oleh kemungkinan gagal bayar dari debitur secara kredit dan kualitas dari jaminan yang diberikan oleh debitur atau pembeli kredit. Semakin rendah kualitas jaminan, semakin rendah kualitas kredit maka semakin tinggi risiko kredit yang dihadapi (Djohanputra 2004).

4

Jenis Resiko Kredit ⊸

Berdasarkan counterparty (pihak lawan), risiko kredit dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Risiko kredit pemerintahan (sovereign credit risk) Risiko kredit pemerintahan berhubungan dengan Pemerintah suatu negara yang tidak mampu membayar pokok dan bunga pinjamannya pada saat jatuh tempo, terutama pinjaman bilateral antarnegara.

2. Risiko kredit korporat (corporate credit risk) Risiko kredit korporat adalah risiko gagal bayar dari perusahaan yang menerbitkan surat utang, gagal bayar dari perusahaan yang telah memperoleh kredit, serta gagal bayar dari perusahaan memperoleh penyertaan modal. Risiko korporat lebih berisiko dan lebih sering terjadi dalam Bank. 3. Risiko kredit konsumen (retail customer credit risk) Risiko kredit konsumen adalah risiko kredit yang terkait dengan ketidakmampuan debitur perorangan dalam menyelesaikan pembayaran kreditnya.

5

Jenis Resiko Kredit Berdasarkan perbedaan menurut counterparty-nya seperti dijelaskan di atas, dapat dijelaskan lebih dalam bahwa risiko kredit konsumen membatasi pada pemberian kredit konsumen individu yang digunakan untuk tujuan konsumtif dan dalam hal ini sumber pengembalian kredit tidak berasal dari objek yang dibiayai. Sedangkan berdasarkan komponen utama dari risiko kredit, terbagi menjadi tiga komponen, yakni:



1. probability of default, adalah kemungkinan debitur gagal untuk melakukan pembayaran sesuai yang diperjanjikan



2. recovery rate, adalah bagian yang dapat diterima Bank apabila debitur default



3. credit exposure, adalah hal-hal yang berkaitan dengan jumlah pinjaman pada saat terjadi default

6

Pengukuran Resiko Kredit Berdasarkan Banking for International Settlement (BIS)



Sebelum liberalisasi keuangan pada tahun 1970-an dan 1980-an regulasi keuangan yang dilakukan terfokus pada pemberian izin mendirikan lembaga keuangan; pembatasan yang tegas mengenai aktivitas yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan pada masing-masing institusi keuangan; definisi dari rasio-rasio pada neraca dan persyaratan giro wajib minimum. Pemecahan masalah dari regulasi diatas mulai dipikirkan sejak pertengahan dekade 1970-an.



Pendekatan “pengawasan dengan prinsip kehati-hatian” mulai dipertimbangkan dalam melakukan regulasi. Pemikiran mengenai pentingnya prinsip kehati-hatian ini menjadi dasar munculnya ide para Banker internasional untuk keseragaman regulasi secara internasional yang dinamakan Basel Accord. Komite Basel (The Basel Committee) dicetuskan tahun 1974 dengan diprakarsai oleh para gubernur Bank Sentral negara-negara yang tergabung dalam G10 (the Group of Ten). Komite Basel pertama kali mempublikasikan The First Basel Capital Accord (BASEL I) pada tahun 1988 dan The Second Basel Capital Accord (BASEL II) pada tahun 2004.

7

Pengukuran Resiko Kredit Berdasarkan Banking for International Settlement (BIS)



Dalam ketentuan Basel I, rasio kecukupan modal hanya dikaitkan dengan risiko kredit dengan didasari oleh beberapa kalkulasi yang terdiri dari: -

Bobot risiko aktiva dan bobot risiko

-

Penyetaraan dengan risiko kredit

-

Target rasio modal dan kalkulasi konsumsi modal yang memenuhi syarat

-

Kecukupan hasil pada modal yang memenuhi syarat

-

Struktur modal

Basel II menggunakan pendekatan baru untuk penilaian dan pengawasan Bank. Basel II adalah rekomendasi hukum dan ketentuan perbankan kedua yang merupakan penyempurnaan Basel I.

8

Pengukuran Resiko Kredit Berdasarkan Banking for International Settlement (BIS)

Dalam Basel II mencakup tiga konsep yang dikenal Tiga Pilar, yakni:



Pilar 1 – Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (Minimum Capital Requirement).Dalam pilar ini, Bank diminta untuk mengkalkulasi modal minimum untuk risiko kredit, risiko pasar, dan risiko operasional.



Pilar 2 – Tinjauan Berdasar Regulasi (Regulatory Overview). Pilar 2 fokus terhadap berbagai persyaratan modal diatas tingkat minimum yang dihitung pada Pilar 1, dan tindakan awal yang perlu dilakukan untuk menghadapi emerging risk.

9

Pengukuran Resiko Kredit Berdasarkan Banking for International Settlement (BIS)



Pilar 3 – Disiplin Pasar yang Efektif (Effective Use of Market Discipline) sebagai pengungkit untuk memperkuat keterbukaan dan mendorong agar Bank lebih aman dalam prakteknya.

10

Manajemen Resiko Kredit Menurut Djohanputra (2004), Ada beberapa cara pengelolaan risiko kredit, diantaranya:

a. Penyaringan



Cara ini menekankan pada pencegahan agar gagal bayar terhindar. Perlu tim yang baik untuk melakukan analisis dan pemeringkatan nasabah sehingga nasabah yang melakukan moral hazard dan moral hazard bisa dikeluarkan dari daftar calon nasabah.

b. Program Pembatasan



Perusahaan menetapkan kebijakan untuk membatasi besarnya kredit yang diterima oleh satu nasabah atau satu grup nasabah. Dunia perbankan mengenal BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit) atau 3L (Legal Leding Limit) yang bertujuan untuk membatasi pemberian kredit yang berlebihan kepada nasabah.

11

Manajemen Resiko Kredit c. Diversifikasi



Kredit Perusahaan menetapkan kebijakan mengenai diversifikasi pinjaman yang dikaitkan dengan pembatasan diatas. Kebijakan diversifikasi dapat berupa: -

Sebaran kredit berdasarkan perusahaan.

-

Sebaran kredit berdasarkan industri.

-

Sebaran kredit berdasarkan ukuran perusahan.

-

Sebaran kredit berdasarkan sektor.

12

Studi Kasus Kasus kredit macet yang dilakukan oleh salah satu nasabah Bank Danamon unit cabang kalangbret, tulungagung, jawa timur. Nasabah atas nama Titin setyani yang beralamatkan di desa Tambaksari, tulungagung. Nasabah ini mengajukan kredit pada bank danamon sebesar 15 juta tanpa jaminan dengan angsuran Rp 880.000/bulan dalam jangka waktu 24 bulan atau 2 tahun. Pinjaman ini digunakan untuk modal usaha pengembangan usaha konveksinya. Pada angsuran pertama sampai angsuran ke 8 lancar dan dapat dipenuhi, tetapi pada angsuran berikutnya usahanya mengalami kebangkrutan dengan alasan banyak pelanggan yang berhutang padanya dan tidak membayar hutangnya pada bu Tintin ini. Disini ada kesalahan dalam pengaturan menajemen keuangan dalam usaha yang dilakukan oleh bu Titin ini. Dikarenakan nasabah ini yang pada akhirnya menunggak ansuran setelahnya, pada bulan ke 4 tunggakan, dari pihak Bank mendatangi nasabah tersebut dan mencoba mencari jalan keluar yang bisa di tempuh kedua pihak.

13

Studi Kasus Dari pihak Bank menawarkan pembayaran kekurangan tunggakan tersebut dengan cara memperpanjang tenggang waktu pembaaran dengan pengurangan nominal angsuran yang harus di bayar setiap bulannya, yakni sebesar Rp 650.000/ bulan hingga kurangan tunggakan tersebut terpenuhi. Tetapi kenyataannya karena si nasabah tersebut terbelit hutang dimana- mana, sehingga angsuran tersebut tidak terpenuhi juga dan hingga akhirnya nasabah ini pergi keluar kota dengan alasan kerja di loar kota guna membayar hutang- hutang nya. Yang disayangkan dari pihak bank tersebut tidak meminta jaminan ketika memberikan kredit pada si nasabah ini. Sehingga, tidak ada barang digunakan oleh pihak bank untuk pelunasan dari kredit yang diberikan pada nasabah.

14

Analisis kasus Dari kasus diatas dapat dikatakan sebagai kredit macet, karena menurut pendapatSuparmono (1997), Kredit macet adalah suatu keadaan dimana seorang nasabah tidak mampu membayar lunas kredit bank tepat pada waktunya. Keadaan di atas dalam hukum perdata disebut ingkar janji atau wanprestasi. Wanprestasi seorang debitur dapat berupa : a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya. b. Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.

c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat. d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Jika dihubungkan dengan kredit macet ada 3 poin yang berkenaan dengan wanprestasi di atas:

a. Debitur sama sekali tidak bisa membayar angsuran kredit. b. Debitur membayar sebagian saja angsuran kredit. c. Debitur membayar lunas setelah jangka waktu diperjanjikan berakhir (terlambat).

15

Analisis kasus Kaitannya dengan mengambil resiko sekecil mungkin dalam hal pemberian kredit tersebut sudah termaktub sebelumnya dalam keputusan Bank Indonesia dalam surat Direksi Bank Indonesia Nomor 27/127/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang kewajiban penyusunan dan Pelaksanaan Perkreditan Bank bagi bank umum, yang kemudian disebarluaskan melalui Surat Edaran Bnak Indonesia Nomor 27/7/UPPB tanggal 31 Maret 1995 perihal Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank Umum. Dalam ketentuan ini disebutkan setiap Bank Umum harus dan wajib memiliki Kebijakan Perkreditan Bank (KPB) secara tertulis dan disetujui oleh dewan komisaris bank, yang minimal harus mencakup beberapa aspek yang telah ditentukan dalam Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB). Yang meliputi:

⊸ ⊸ ⊸ ⊸ ⊸ ⊸

1) Prinsip kehati- hatian dalam perkreditan 2) Organisasi dan manajemen perkreditan 3) Kebijakan persetujuan kredit

4) Dokumentasi dan administrasi kredit 5) Pengawasan kredit 6) Penyelesaian kredit bermasalah

16

Analisis kasus Aspek yang hilang dari kasus diatas adalah kurangnya penerapan aspek prinsip kehati- hatian dalam pemberian kredit pada nasabah. Tidak adanya agunan atau jaminan yang disyaratkan dalam pengajuan kredit inilah yang menjadi titik lemah dari bank dalam memberikan perkreditan. Dalam pemenuhan dan penerapan KPB inilah yang kurang dioptimalkan oleh pihak bank dalam kasus ini. Atau mungkin saja ada aturannya namun dalam penerapannya yang kurang optimal, sehingga menimbulkan resiko kredit macet oleh nasabah sebagai Debitur. Adapun tujuan dari KPB ini adalah mengoptimalkan pendapatan dan menngendalikan risiko bank dengan cara menerapkan asas- asas perkreditan yang sehat. Selain itu, dengan penerapan dan pelaksanaan KPB secara konsekuen dan konsisten, diharapkan bank dapat terhindar dari kemungkinan penyalahgunaan wewenang oleh pihak- pihak yang tidak bertanggung jawab dalam pemberian kredit.

17

Any questions ?

18

STOP !

Nonton dulu kuy 

Place your screenshot here

19

Thanks! You can find us at @nadaaswaja & @afrold007

Related Documents

Resiko Kredit
April 2020 19
Kredit Faizi1
November 2019 22
Asas Kredit
May 2020 12
Kredit Motor
November 2019 30
Resiko Asuransi.docx
June 2020 14

More Documents from "Boy Jubeltus Pangaribuan"