Resiko Hidup 2

  • Uploaded by: Muhammad Aziz
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Resiko Hidup 2 as PDF for free.

More details

  • Words: 3,023
  • Pages: 11
Pendahuluan Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset penting,bahkan aset terpenting dalam perusahaan. Apalagi bagi perusahaan jasa. Semakin tinggi komponen jasa yang ditawarkan perusahaan semakin tinggi nilai dan peran SDM. Nilai SDM dalam perusahaan manufaktur mie kalah dibandingkan dengan nilai SDM dalam restoran yang menjual mie. Bagi perusahaan manufatur produk berupa barang yang paling utama untuk ditawarkan ke pembeli. Bagi restoran, buka saja barang berupa mie yang telah dimasak yang paling penting, tetapi berbagai bentuk jasa justru yang mampu memberi nilai tambah tinggi. Tidak mengherankan bila sebuah rumah makan menjual makanan dan minuman dengan harga murah karena yang ditawarkan lebih pada makanannya. Sementara restoran mampu menjual makanan dam minuman dengan harga jauh lebih tinggi karena yang ditawarkan bukan sekedar makanan atau minuman, tetapi juga cara penyajian, suasana, keramahan, dan produk jasa lainnya. Semua jasa tensebut sangat bergantung pada SDM perusahaan yang bersangkutan.

Keberhasilan Pengelolaan SDM Bagaimana menilai keberhasilan pengelolaan aset SDM? untuk menilai keberhasilan, Anda harus melihat ke karyawan itu sendiri, baik melihat karyawan secara individu maupun kelompok. Ada lima indikator keberhasilan pengelolaan SDM:  Tingkat produktivitas. Semakin tinggi tingkat produktivitas semakin baik tingkat keberhasilan pengelolaan SDM. Tentu saja, produktivitas bukan hanya bergantung pada keberadaan SDM, tetapi juga faktor lain, misalnya sarana prasarana kerja. Oleh karena itu, tingkat produktivitas yang baik perlu dilihat dengan menggunakan patokan atau benchmark terhadap perusahaan lain dan dengan pertumbuhan tingkat produktivitasnya.  Tingkat perputaran karyawan. Semakin rendah perputaran karyawan (turnover) berarti pengelolaan SDM semakin baik. Terlalu seringnya karyawan mengundurken diri dari perusahaan mengindikasikan ketidakmampuan perusahaan dan karyawan memenuhi masing-masing keinginan mereka. Pada dasarnya, karyawan melakukan transaksi pertukaran (transaction of exchange) perusahaan. Perputaran karyawan yang tinggi mengindikasikan adanya komponen dalam kesepakatan transaksi tersebut tidak dapat dipenuhi.  Tingkat mangkir. Semakin tinggi tingkat mangkir (absentism) berarti semakin rendah kualitas pengelolaan SDM. Ada banyak faktor yang

menyebabkan kemangkiran karyawan. Hal ini juga sejalan dengan masalah tingkat perputaran karyawan yang tinggi. Selama kedua pihak tidak dapat memenuhi transaksi pertukaran, suasana kerja akan menjadi rusak. Tingkat mangkir yang tinggi merupakan akibat dari rusaknya suasana tersebut.  Tingkat kepuasan. Tingkat kepuasan juga menjadi ukuran yang penting dalam pengelolaan SDM. Setiap karyawan, dalam membuat transaksi pertukaran dengan perusahaan, memiliki ekspektasi tertantu. Pencapaian tersebut menjadi sumber kepuasan karyawan.  Tingkat kewargaan karyawan. Kewargaan karya (employee citizenship) merupakan ukuran seberapa jauh serorang karyawan menunjukkan sikap dan perilakunya sebagai warga perusahaan yang baik. Persyaratan warga yang baik adalah memenuhi transaksi pertukaran sebaik mungkin. Dalam konsep transaksi pertukaran, karyawan dapat menganggap perusahaan sebagai pelanggan yang setia membeli jasa berupa kompetensi. Sebagai imbalan perusahaan memenuhi kesepakatan yang tersurat dan tersirat dalam transaksi pertukaran. Sebagai pemasok kompetensi yang baik, karyawan perlu memaksimalisasi manfaat jasa bagi perusahaan. Harapannya, perusahaan juga memaksimalisasi nilai transaksi kepada karyawan. Semakin baik karyawan memenuhi transaksi, bahkan memaksimalisasi nilai transaksi semakin baik pengelolaan SDM dalam perusahaan. Pencapaian kelima indikator di atas bisa mengalami hambatan karena adanya risiko yang dihadapi oleh karyawan. Semakin tinggi tingkat eksposur karyawan terhadap risiko, semakin sulit pencapaian tingkat pengelolaan SDM yang baik. Semakin tinggi tingkat risiko, semakin besar diskon yang dilakukan SDM terhadap setiap hasil, baik tingkat produktivitas, perputaran karyawan, mangkir, kepuasan, dan kewargaan karyawan. Misalnya, dua orang karyawan yang mendapatkan gaji Rp1 juta per bulan bisa memiliki kepuasan yang berbeda hanya karena tingkat eksposur terhadap risiko yang berbeda. Karyawan yang bekerja dengan risiko yang tinggi akan mendapatkan kepuasan yang lebih rendah dibandingkan dengan karyawan yang bekerja dengan tingkat risiko yang rendah pada gaji yang sama. Itu berarti, karyawan yang menghadapi resiko tinggi mendiskonto tingkat kepuasan. Tindakan mendiskonto dilakukan terhadap semua indikator di atas, yaitu tingkat produktivitas, perputaran mangkir, kepuasan, dan kewargaan karyawan.

Kepentingan Manajemen Ada beberapa kepentingan manajemen dalam mengalola risiko yang terkait dengan SDM. Beberapa kepentingan tersebut, antara lain:  Efisiensi biaya. Kegagalan mengelola SDM bukan saja berarti ketidakberhasilan mencapai keempat indikator di atas dengan baik, tetapi juga terjadi pemborosan biaya. Eksposur SDM sering dikaitkan dengan kecelakaan, yang menimbulkankan cacat dan kematian. Keduanya menurunkan produkivitas karyawan. Demikian juga dengan tingkat kemangkiran dan keluar-masuknya karyawan. Perusahaan menanggung biaya tidak langsung, yang berupa hilangnya kesempatan untuk memanfaatkan potensi karyawan.  Tanggung jawab perusahaan. Manajemen perlu menunjukkan tanggung jawabnya bagi karyawan sehingga mereka mencapai tingkat keberhasilan yang tinggi. Kesejahteraan yang baik, sistem dan sarana kerja yang memadai, kenyamanan kerja, dan hal-hal lain yang mendukung produktivitas dan suasana kerja merupakan bagian dari tanggung jawab perusahaan terhadap karyawan.  Masalah legal. Dalam beberapa hal, bukan saja semata-mata tanggung jawab perusahaan terhadap karyawan sehingga perusahaan melakukan sesuatu terhadap karyawan. Persyaratan hukum juga menjadi pertimbangan penting. Peraturan yang secara ketat mengatur perusahaan, antara lain, menyangkut kesehatan dan keselamatan karyawan. Peraturan ini terkait dengan sarana, prasarana, dan sistem kerja yang menjamin karyawan terhindar dari bahaya. Peraturan lain berurusan dengan kesejahteraan karyawan, terutama upah minimum dan pensiun. Setiap wilayah di Indonesia mempunyai standar upah minimum regional. Demikian juga dengan dana pensiun. Pemerintah mendorong perusahaan untuk memiliki dana pensiun iuran pasti.  Imej korporat. Imej korporat (corporate image) yang baik sering kali merupakan hasil dari pengelolaan SDM yang baik. Yang sering menjadi alat utama dalam mengelola SDM berkaitan dengan kesejahteraan. Tetapi selain itu, ada beberapa faktor selain kesejahteraan yang bisa mengungkit imej korporat, misalnya kebebasan berinovasi, hubungan antarkaryawan, dan nilai-nilai perusahaan yang dianut dan dikembangkan perusahaan.

Pengukuran Eksposur SDM Ukuran eksposur SDM, seperti halnya ukuran eksposur lainnya, terdiri dari dua dimensi: kemungkinan risiko menjadi kenyataan sehingga berdampak pada eksposur dan besarnya dampak apabila risiko tersebut benar-benar terjadi. Kemungkinan atau probabilitas kejadian rísiko terdiri dari beberapa jenis: -

Kondisi SDM yang bersangkutan, kondisi sistem dan sarana, dan kondisi pasar tenaga kerja. Dampak terhadap eksposur bisa diukur berdasarkan dimensi:

-

potensi kerugian, tambahan biaya, dan pemenuhan kebutuhan

Kemungkinan kejadian risiko yang berkaitan dengan kondisi SDM terdiri dari: kemungkinan rendahnya tingkat kesehatan, kemungkinan tingkat kematian, dan pengaruh usia. Rendahnya tingkat kesehatan Rendahnya tingkat kesehatan dipengaruhi oleh berbagai factor. Oleh karena itu, analisis atau pengukuran tingkat kesehatan dan penyebabnya merupakan hal yang kompleks. Sebagai contoh, tingkat kesehatan dipengaruhi oleh kondisi atau kebersihan kerja. Karyawan yang bekerja di lokasi yang bersih cenderung memiliki tingkat kesehatan yang baik. Karyawan yang bekerja dalam lingkungan yang penuh dengan polusi udara, suara, dan lainnya, cenderung tidak sehat. Saya rasa pernyataan tersebut terlalu normatif. Sekalipun demikian, tidak gampang menguantifikasi kemungkinan terjadi penurunan kesehatan sebagai akibat kondisi kerja. Selain kondisi kerja, rendahnya tingkat kesehatan juga dipengaruhi oleh suasana kerja. Suasana yang tidak sehat bisa menimbulkan tekanan. Akibatnya, karyawan mendapat tekanan secara psikologis dan berakibat pada kesehatan, baik fisik maupun psikis. Kondisi kesehatan yang paling buruk adalah kalau karyawan sampai mengalami kecelakaan sampai cacat. Semakin tinggi tingkat kecelakaan dan tingkat cacat, semakin buruk pengelolaan SDM di perusahaan yang bersangkutan.

Rendahnya tingkat kosehatan juga bias diindikasikan oleh akses ke pusat kesehatan, Oleh karena itu, banyak perusahaan mengembangkan klinik yang bertujuan untuk mempermudah akses karyawan untuk mendapat perawatan. Harapannya, pengawasan dan penanggulangan masalah kesehatan dapat dilakukan dengan cepat dan efisien. Tingkat kematian Tingkat kematian tidak selalu dikaitkan dengan kondisi perusahaan tertentu. Tidak bisa dipungkiri bahwa perusahaan yang ceroboh bisa menyebabkan tingkat kematian yang tinggi bagi karyawannya. Tetapi hal tersebut jarang terjadi. Tingkat kematian terkait dengan tingkat kesehatan secara nasional. Misalnya, rata-rata kematian laki-laki Indonesia paca usia sekitar.... sedangkan wanita pada usia........ tahun. Pengaruh usia Produktivitas dan perilaku manusia mengalami siklus berkaitan dengan usia. Usia antara 30 sampai 45 tahun dianggap usia paling produktif. Pada usia di bawah 30 tahun, karyawan masih dalam proses belajar. Lebih banyak waktu untuk belajar dibandingkan dengan waktu kerjanya. Pada usia di atas 45 tahun karyawan mengharapkan tinggal "panen” hasil jerih payah sebelumnya. Hubungan antara usia dengan produktivitas bervariasi menurut jenis pekerjaan. Pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan stamina dan fisik sangat tergantung pada usia. Berbeda dengan pekerjaan yang menuntut mental, pemikiran dan pengalaman, justru semakin banyak usia biasanya semakin baik. Tetapi, tentunya dimbangi dengan kemauan yang bersangkutan untuk selalu belajar. Sistem dan Sarana Sistem dan sarana kerja mempengaruhi pencapaian keempat ukuran keberhasilan di atas. Di satu sisi, sistem dan sarana membantu karyawan mencapai kebutuhannya. Ada beberapa konsep mengenai kebutuhan. Uraian mengenai kebutuhan disampaikan pada bagian berikut dalam bab ini. Secara prinsip, di sini hanya ingin disampaikan bahwa pemenuhan kebutuhan berdampak pada dua hal: peningkatan motivasi dan peningkatan kepuasan. Sistem dan sarana yang berhasil meningkatkan motivasi adalah sistem dan sarana yang bisa meningkatkan produktivitas karyawan. Bagi karyawan sendiri terasa peningkatan kinerja. Berbeda sistem dan sarana yang mampu meningkatkan kepuasan.

Peningkatan kepuasan menyebabkan karyawan tidak mengeluh, tidak keluar kerja, tidak mangkir, tetapi tidak dimbangi dengan peningkatan kinerja. Sistem dan sarana yang baik juga perlu untuk mendukung kelancaran pekerjaan. Terkait dengan produktivitas di atas, kinerja karyawan kadang-kadang rendah karena kurangnya sistem yang mendukung dan sarana kerja yang memadai. Kondisi Pasar Tenaga Kerja Kondisi pasar tenaga kerja ikut mempengaruhi pencapaian kinerja pengelolaan SDM. Resesi ekonomi, misainya, berdampak dua sisi yang saling bertentangan pada karyawan. Di satu sisi, resesi ekonomi menyebabkan peningkatan tingkat pengangguran. Dalam kondisi seperti ini, pasar tenaga kerja menjadi sangat kompetitif. Tentunya, manajemen mengharapkan karyawan menjadi semakin produktif dengan semakin giat bekerja. Tidak produktif akan mudah tersingkir. Dorongan perilaku produktif seperti itu akan menguntungkan perusahaan. Tetapi di sisi lain, resesi juga berarti turunnya daya beli masyarakat, termasuk daya beli karyawan. Konsumsi menurun berakibat pada tidak lakunya produk. Peningkatan produktivitas menjadi tidak perlu. Lebih parah lagi, karyawan justru dihantui oleh ketakutan kemungkinan PHK akibat resesi. Keadaan ini justru bisa menyebabkan kondisi kerja menjadi tidak terlalu kondusif. Yang menjadi perhatian perusahaan tentu saja bukan pengangguran sukarela, apabila ada beberapa karyawan menghendaki. Yang dimaksudkan dengan pengangguran sukarela adalah keadaan tidak bekerja karena keinginan yang bersangkutan. Pengangguran jenis kedua yang juga tidak terlalu bermasalah bagi perusahaan adalah pengangguran friksional. Seseorang menganggur dalam kategori ini apabila dia keluar pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan lain. Pengangguran jenis ketiga, pengangguran musiman (atau siklis) terjadi karena perubahan kondisi ekonomi yang menyebabkan menurunnya kebutuhan tenaga kerja. Pengangguran jenis keempat, pengangguran struktural atau teknologi, terjadi karena keahlian karyawan atau pencari kerja tidak lagi cocok dengan tuntutan pekerjaan yang ditawarkan pasar tenaga kerja. Pengangguran jenis pertama dan kedua, yaitu sukarela dan friksional, tidak terlalu menimbulkan masalah bagi perusahaan. maksudnya, bila ada karyawan yang keluar karena sehingga menjadi pengangguran dalam kategori tersebut, biasanva keluar dengan baik-baik dan tidak menimbulkan masalah.

Berbeda dengan keluarnya karyawan sehingga menjadi pengangguran dalam bentuk dua kategori terakhir, musiman atau struktural. Mereka pada dasarnya tidak ingin keluar. Pemutusan hubungan kerja karena alasan salah satu dari kedua hal tersebut menimbulkan berbagai masalah. Keresahan karyawan serta konfik perburuhan sering terjadi dalam hal dua jenis pengangguran tersebut. Namun, perusahaan tetap perlu mencatat, apapun bentul PHK dan menimbulkan seseorang menganggur, tetap ada biaya yang harus ditanggung perusahaan. paling tidak ada dua jenis biaya: langsung dan tidak langsung. Biaya langsung berupa pesangan yang harus diberikan ke karyawan yang di PHK. Biaya tidak langsung berupa usaha untuk mendapatkan dan membina karyawan baru sehingga dia, paling tidak, memiliki kompetensi yang setara dengan karyawan yang keluar. Dampak Risiko Telah diuraikan di bagian depan, ada lima ukuran keberhasilan pengelolaan SDM: tingkat produktivitas, tingkat perputaran karyawan, tingkat mangkir, tingkat kepuasan, dan tingkat kewargaan karyawan. Perusahaan sebenarnya dapat menggunakan kelima hal tersebut sebagai eksposur. Dengan eksposur ini, perusahaan perlu menetapkan ukuran eksposur dari setiap eksposur tersebut sehingga perusahaan dapat mengukur besarnya dampak bila risiko benar-benar terjadi. Namun kadang-kadang perusahaan lebih suka menggunakan ukuran eksposur dalam bentuk Rupiah selama bisa dirupiahkan. Oleh karena itu, sebagai alternatif, ada tiga pendekatan dalam merupiahkan risiko. Pertama, perusahaan dapat menggunakan ukuran besarnya kehilangan pendapatan bila suatu risiko terjadi, Misalnya, berapa besarnya penurunan penjualan bila tenaga pemasaran mengalami kecelakaan dan tidak dapat mengunjungi klien? Berapa besar penurunan penjualan bila terjadi kemacetan proses produksi akibat penyumbatan proses (bottleneck)? Kedua perusahaan dapat menggunakan ukuran biaya yang harus dikeluarkan untuk mengembalikan kondisi akibat risiko. Misalnya, berapa biaya yang harus ditanggung untuk memperbaiki untuk mobil bila terjadi kecelakaan? Berapa biaya yang dikeluarkan untuk merekrut karyawan baru sampai memiliki kualitas yang sama dengan karyawan yang keluar? Ketiga, perusahaan dapat menggunakan premi asuransi sebagai ukuran, yang ini dapat digunakan untuk risiko-risiko yang dapat di asuransikan.

C. PROSES MANAJEMEN RISIKO Risiko ada di mana-mana, bisa datang kapan saja, dan sulit dihindari. Jika risiko tersebut menimpa suatu organisasi, maka organisasi tersebut bisa mengalami kerugian yang signifikan. Dalam beberapa situasi, risiko tersebut bisa mengakibatkan kehancuran organisasi tersebut. Karena itu risiko penting untuk dikelola. Manajemen risiko bertujuan untuk mengelola risiko tersebut sehingga kita bisa memperoleh hasil yang paling optimal. Dalam konteks organisasi, organisasi juga akan menghadapi banyak risiko. Jika organisasi tersebut tidak bisa mengelola risiko dengan baik, maka organisasi tersebut bisa mengalami kerugian yang signifikan. Karena itu risiko yang dihadapi oleh organisasi tersebut juga harus dikelola, agar organisasi bisa bertahan, atau barangkali mengoptimalkan risiko. Perusahaan sering kali secara sengaja mengambil risiko tertentu, karena melihat potensi keuntungan dibalik risiko tersebut. Manajemen risiko pada dasarnya dilakukan melalui proses-proses berikut ini. 1. Identifikasi risiko 2. Evaluasi dan Pengukuran Risiko, dan 3. Pengelolaan risiko

1. Identifikasi Risiko Identifikasi risiko dilakukan untuk mengidentifikasi risiko-risiko apa saja yang dihadapi oleh suatu organisasi. Banyak risiko yang dihadapi oleh suatu organisasi, mulai dari risiko penyelewengan oleh karyawan, risiko kejatuhan meteor atau komet, dan lainnya. Ada beberapa teknik untuk mengidentifikasi risiko, misal dengan menelusuri sumber risiko sampai terjadinya peristiwa yang tidak dinginkan. Sebagai contoh, kompor ditaruh dekat penyimpanan minyak tanah. Api merupakan sumber risiko, kompor yang ditaruh dekat minyak tanah merupakan kondisi yang meningkatkan terjadinya kecelakaan, bangunan yang bisa terbakar merupakan eksposur yang dihadapi perusahaan. Misalkan terjadi kebakaran, kebakaran merupakan peristiwa yang merugikan (peril). Identifikasi semacam dilakukan dengan melihat sekuen dari sumber risiko sampai ke terjadinya peristiwa yang merugikan. Pada beberapa situasi, risiko yang dihadapi oleh perusahaan cukup standar. Sebagai contoh, bank menghadapi risiko terutama adalah risiko kredit (kermungkinan debitur tidak melunasi

hutangnya). Untuk bank yang juga aktif melakukan perdagangan sekuritas, maka bank tersebut akan menghadapi risiko pasar. Setiap bisnis akan menghadapi risiko yang berbeda-beda karakteristiknya.

2. Evaluasi dan Pengukuran Risiko Langkah berikutnya adalah mengukur risiko tersebut dan mengevaluasi risiko tersebut. Tujuan evaluasi risiko adalah untuk memahami karakteristi resiko dengan lebih baik. Jika kita memperoleh pemahaman yang lebih baik. maka risiko akan lebih mudah dikendalikan. Evaluasi yang lebih sistematis dilakukan untuk 'mengukur' risiko tersebut. Ada beberapa teknik untuk mengukur risiko tergantung jenis risiko tersebut. Sebagai contoh kita bisa memperkirakan probabilitas (kemungkinan) risiko atau suatu kejadian jelek terjadi. Dengan probabilitas tersebut kita berusaha ‘mengukur’ risiko. Sebagai contoh, ada risiko perusahaan terkena jatuhan meteor atau komet, tetapi probabilitas risiko semacam itu sangat kecil (0,000000001). Karena itu risiko tersebut tidak perlu diperhatikan. Contoh lain adalah risiko kebakaran dengan probablitas (misal) 0,6. Karena probabilitas yang tinggi, maka risiko kebakaran perlu diberi perhatian ekstra Contoh tersebut menunjukkan bahwa dengan menggunakan teknik probabilitas kita bisa melakukan prioritisasi risiko. sehingga kita bisa lebih memfokuskan pada risiko yang mempunyai kemungkinan yang besar untuk terjadi. Contoh lain acalah membuat matriks dengan sumbu mendatar adalah probabilitas terjadinya risiko, dan sumbu vertikal adalah tingkat keseriusan konsekuensi risiko tersebut (severity, atau besarnya kerugian yang timbul akibat risiko tersebut). Setiap risiko bisa dievaluasi kemudian dimasukkan ke dalam matriks tersebut. Sebagai contoh, risiko kebakaran mempunyai probabilitas 0,6 (tinggi). Jika kebakaran terjadi, maka kerugia yang diakibatkan akan besar juga (tinggi). Dengan demikian risiko kebakaran akan ditempatkan pada kuadran probabilitas tinggi dan severity tinggi Selanjutnya langkah yang lebih tepat bisa dirumuskan. Sebagai contoh, untuk risiko kebakaran seperti itu, langkah yang lebih aktif bisa ditujukan untuk menangani risiko kebakaran tersebut. Untuk risiko lain, evaluasi dan pengukuran yang berbeda bisa dilakukan. Sebagai contoh, risiko perubahan tingkat bunga bisa diukur dengan teknik duration (durasi). Modul identifikasi dan pengukuran risiko spekulatif akan banyak membicarakan pengukuran risiko perubahan tingkat bunga. Risiko pasar bisa dievaluasi dengan menggunakan teknik VAR (value At Risk) Pemahaman kita terhadap beberapa risiko sudah

cukup baik sehingga teknik pengukuran risiko tersetut sudah berkembang. Sementara pemahaman kita terhadap risiko lain belum begitu baik sehingga teknik pengukuran tersebut belum begitu berkembang.

Teknik lain untuk mengukur risiko adalah dengan mengevaluasi dampak risiko tersebut terhadap kinerja perusahaan. 3. Pengelolaan Risiko Setelah analisis dan evaluasi risiko, langkah berikutnya adalah mengelola risiko. Risiko harus dikelola. Jika organisasi gagal mengelola risiko, maka konsekuensi yang diterima bisa cukup serius, misal kerugian yang besar. Risiko bisa dikelola dengan berbagai cara, seperti penghindaran, ditahan (retention), diversifikasi, atau ditransfer ke pihak lainnya. Erat kaitannya dengan manajemen risiko adalah pengendalian risiko (risk control) dan pendanaan risiko (risk financing) a. Penghindaran. Cara paling mudah dan aman untuk mengelola risiko adalah menghindar. Tetapi cara semacam ini barangkali tidak optimal. Sebagai contoh, jika kita ingin memperoleh keuntungan dari bisnis maka mau tidak mau kita harus keluar dan menghadapi risiko tersebut. Kemudian kita akan mengelola risiko tersebut. b. Ditahan (Retention). Dalam beberapa situasi, akan lebih baik jika kita menghadapi sendiri risiko tersebut (menahan risiko tersebut, atau risk retention) Sebagai contoh, misalkan seseorang akan keluar rumah membeli sesuatu dari supermarket terdekat, dengan menggunakan kendaraan. Kendaraan tersebut tidak diasuransikan. Orang tersebut merasa asuransi terlalu repot, mahal, sementara dia akan mengendarai kendaraan tersebut dengan hati-hati. Dalam contoh tersebut, orang tersebut memutuskan untuk menanggung sendiri (menahan, retention) risiko kecelakaan. c. Diversifikasi. Diversifikasi berarti menyebar eksposur yang kita miliki sehingga tidak terkonsentrasi pada satu atau dua eksposur saja. Sebagai contoh, kita barangkali akan memegang aset tidak hanya satu, tetapi pada beberapa aset, misal saham A, saham B, obligasi C, properti, dan sebagainya. Jika terjadi kerugian pada satu aset, kerugian tersebut diharapkan bisa dikompensasi oleh keuntungan dari aset lainnya. d. Transfer Risiko. Jika kita tidak ingin menanggung risiko tertentu, kita bisa mentransfer risiko tersebut ke pihak lain yang lebih mampu menghadapi risiko tersebut. Sehagai contoh, kita bisa membeli asuransi kecelakaan.

Jika terjadi kecelakaan, perusahaan asuransi akan menanggung kerugian dari kecelakaan tersebut. e. Pengendalian Risiko. Pengendalian risiko dilakukan untuk mencegah atau menurunkan probabilitas terjadinya risiko atau kejadian yang tidak kita inginkan. Sebagai contoh, untuk mencegah terjadinya kebakaran, kita memasang alarm asap di bangunan kita. Alarm tersebut merupakan salah satu cara kita mengendalikan risiko kebakaran. f. Pendanaan Risiko. Pendanaan risiko mempunyai arti bagaimana ‘mendanai’ kerugian yang terjadi jika suatu risiko muncul. Sebagai contoh, jika terjadi kebakaran, bagaimana menanggung kerugian akibat kebakaran tersebut, apakah dari asuransi, ataukah menggunakan dana cadangan? Isu semacam itu masuk dalam wilayah pendanaan risiko. Di samping proses manajemen risiko seperti yang disebutkan di muka, manajemen risiko suatu organisasi juga memerlukan infrastruktur baik keras maupun lunak. Sebagai contoh, manajemen risiko barangkali akan memerlukan sistem komputer untuk analisis risiko. Manajemen risiko juga memerlukan staf dan struktur organisasi yang tepat. Infrastruktur manajemen risiko tidak dibahas secara khusus dalam modul ini. Modul enam menyajikan ilustrasi bagaimana perusahaan terkemuka dunia mengembangkan manajemen risiko dalam organisasinya.

Related Documents

Resiko Hidup 2
October 2019 11
Hidup
May 2020 41
Hidup
November 2019 56
Hidup
May 2020 31
Hidup Devosional Bab 2
October 2019 13
Cerita Hidup 2
June 2020 4

More Documents from "Khairul Iksan"

Biokimia.docx
November 2019 13
Resiko Hidup 2
October 2019 11
Laporan Bab 7ph Tanah..docx
November 2019 16
Metinvaran Paper
April 2020 43
Industrial Pollution
November 2019 55