Resensi Buku Tasawuf.docx

  • Uploaded by: Abdul Aziz
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Resensi Buku Tasawuf.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 14,338
  • Pages: 80
RESENSI BUKU AKHLAK TASAWUF DAN KARAKTER MULIA Karya Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Pengganti Ujian Akhir Mata Kuliah: Akhlak dan Tasawuf Dosen Pengampu: Dr. Malik Ibrahim, M.Ag

Disusun oleh: Abdul Aziz (17106030037 / 081383736223)

PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2018

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang senantiasa memberikan kenikmatan-kenikmatan-Nya yang agung, terutama kenikmatan iman dan Islam. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, segenap keluarga, para sahabat, dan seluruh umatnya yang konsisten menjalankan dan mendakwahkan ajaran-ajaran yang dibawanya. Dengan tetap mengharapkan pertolongan, karunia dan hidayah-Nya, Alhamdulillah penyusun mampu menyelesaikan penulisan resensi ini dengan judul buku “Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia” karya Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. sebagai salah satu tugas individu pengganti Ujian Akhir Semester Genap dari mata kuliah Akhlak dan Tasawuf yang diampu oleh bapak Dr. Malik Ibrahim, M.Ag. Penulis menyadari bahwasanya selama proses penyusunan resensi buku ini tentu melibatkan berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Malik Ibrahim, M.Ag, selaku Dosen Pengampu mata kuliah Akhlak dan Tasawuf atas bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada saya sehingga akhirnya dapat menyelesaikan penulisan resensi ini. 2. Kedua orang tua tercinta yang telah berjasa memberi semangat, dukungan dan doa yang tiada henti sehingga saya bisa menyelesaikan resensi ini. 3. Teman-teman program studi Kimia UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta angkatan 2017 atas dorongan, saran dan kritik sehingga resensi ini dapat terselesaikan dengan baik. 4. Teman-teman Pondok Pesantren Kotagede Hidayatul Mubtadi’ien Yogyakarta atas pengalaman yang sudah kalian berikan kepada saya.

ii

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terkandung di dalam resensi ini. Untuk itu saya meminta saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar saya dapat memperbaiki kesalahan demi kesempurnaan resensi ini. Harapan saya dalam penulisan resensi ini, resensi ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis khususnya.

Yogyakarta, 8 Mei 2018

Penyusun

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 A. Identitas Buku .............................................................................................. 1 B. Latar Belakang ............................................................................................. 2 C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 3 D. Sasaran Penulisan ......................................................................................... 3 E. Relevansi Hubungan .................................................................................... 4 F.

Tingkat Kemutakhiran ................................................................................. 5

G. Tata Letak Buku ........................................................................................... 5 H. Isi Buku ........................................................................................................ 5 I.

Kelebihan dan Kekurangan ........................................................................ 38

J.

Tabel Buku Primer ..................................................................................... 39

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 41 A. Buku Sekunder Pertama ............................................................................. 41 1.

Identitas Buku ......................................................................................... 41

2.

Isi Buku .................................................................................................. 41

3.

Kelebihan dan Kekurangan ..................................................................... 57

4.

Tabel Buku Sekunder ............................................................................. 59

B. Buku Sekunder Kedua................................................................................ 60 C.

Buku Sekunder Ketiga ............................................................................... 61

D. Buku Sekunder Keempat............................................................................ 63

iv

E. Buku Sekunder Kelima .............................................................................. 64 F.

Buku Sekunder Keenam ............................................................................. 67

G. Buku Sekunder Ketujuh ............................................................................. 68 H. Buku Sekunder Kedelapan ......................................................................... 68 I.

Buku Sekunder Kesembilan ....................................................................... 69

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 70 C. Kesimpulan ................................................................................................ 70 D. Tabel Perbandingan .................................................................................... 71 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 73 DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................................. 74

v

BAB I PENDAHULUAN

A.

Identitas Buku BUKU PRIMER

Judul

: ”Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia”

Penulis

: Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A.

Cetakan 1

: Juni 1997

Cetakan 14

: Juni 2014

Ukuran

: 16 x 23 cm

ISBN

: 978-979-769-587-3

Penerbit

: PT Raja Grafindo Persada Jakarta

Tahun penerbitan

: 2013

Alih bahasa

:-

Jumlah halaman

: 357 halaman

1

B.

Latar Belakang Akhlak Tasawuf merupakan salah satu khazanah intelektual Muslim yang kehadirannya hingga saat ini semakin dirasakan. Secara historis dan teologis Akhlak Tasawuf tampil mengawal dan memandu perjalanan hidup umat agar selam dunia dan akhirat. Tidaklah berlebihan jika misi utama kerasan Muhammad SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, dan sejarah mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan dakwah beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya yang prima, hingga hal ini dinyatakan oleh Allah SWT di dalam AlQur’an. Khazanah pemikiran dan pandangan di bidang Akhlak dan Tasawuf itu kemudian menemukan momentum pengembangannya dalam sejarah, yang antara lain ditandai oleh munculnya sejumlah besar aula tasawuf dan ulama di bidang akhlak. Mereka mencoba meluruskan dan memberi koreksi pada perjalanan umat saat itu yang sudah mulai miring ke arah yang salah, da ternyata upaya mereka disambut positif karena dirasakan manfaatnya. Perhatian terhadap pentingnya Akhlak Tasawuf kini muncul kembali, yaitu di saat manusia di zaman modern ini dihadapkan pada masalah moral dan akhlak yang cukup serius, yang kalau dibiarkan akan menghancurkan masa depan yang bersangkutan. Praktek hidup yang menyimpang dan penyalahgunaan kesempatan dengan mengambil bentuk perbuatan sadis dan merugikan orang kian tumbuh subur di wilayah yang tak berakhlak dan tak bertasawuf. Cara mengatasinya bukan hanya dengan uang, ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi harus dibarengi dengan penangan di bidang mental spiritual dan akhlak yang mulia. Melihat demikian pentingnya akhlak tasawuf dalam kehidupan ini, tidaklah mengherankan jika akhlak tasawuf dalam kaitannya dengan pembentukan karakter bangsa ditetapkan sebagai mata kuliah wajib diikuti

2

oleh seluruh mahasiswa pada setiap jurusan yang ada di Perguruan Tinggi Islam, baik negeri maupun swasta. Buku hasil karya Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. ini mencoba hadir untuk memecahkan masalah tersebut di atas dengan pendekatan epistemologis dan intelektualitas. Di dalam resensi buku Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia ini, penulis akan mencoba untuk memperinci kembali isi dan sistematika buku ini menjadi lebih mudah dipahami dan dicerna oleh pembaca. Agar dalam penerapannya lebih mudah untuk diterapkan pada zaman yang modern ini. C.

Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Memberikan gambaran kepada pembaca dan penilaian umum dari buku Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia ini secara ringkas. 2. Mengetahui kelebihan dan kekurangan buku Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. 3. Menguji kualitas buku dan membandingkan terhadap karya atau buku lainnya yang memiliki tema, judul atau pembahasan yang sama.

D.

Sasaran Penulisan Adapun sasaran kepenulisan resensi

untuk pembaca atau

segmentasi dari kepenulisan buku yang berjudul “Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia” ini adalah sebagai berikut : 1. Pembaca dapat mengetahui dan memahami konsep akhlak dengan berbagai sentuhannya dengan etika, moral dan susila yang berkembang di masyarakat. 2. Pembaca dapat mengetahui dan memahami arti tasawuf dengan berbagai nuansanya, aliran-aliran yang berkembang di dalamnya, termasuk sosok yang ideal (insan kamil) dan tarekat serta mengetahui bagaimana perkembangan tasawuf yang ada di Indonesia.

3

3. Pembaca dapat mengetahui dan memahami pendidikan karakter dalam wacana intelektual muslim untuk mencetak generasi yang unggul yang dapat memberi arahan bagi orang-orang yang masih memiliki karakter menyimpang. 4. Resensi ini tidak hanya dijadikan sebagai bahan pembelajaran saja tetapi diharapkan kepada pembaca untuk menanam kepribadian yang mulia dan mengamalkan akhlak tasawuf dan karakter mulia sesuai AlQur’an dan Al-Hadis. E.

Relevansi Hubungan Penulisan buku “Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia” ini cukup sistematis dan mudah dipahami banyak kalangan baik oleh akademisi, mahasiswa, pelajar maupun masyarakat secara umum jika kita melihat dari narasi daftar isi yang terdapat dalam sub bab isi buku pada resensi ini, maka kita akan mengakui keteraturan penulis dalam menyusunnya. Dimulai dengan pembahasan akhlak yang membahas tentang pengertian, ruang lingkup, sejarah perkembangan, manfaat, hubungan akhlak dengan ilmu-ilmu lain hingga pembentukan akhlak. Selanjutnya bagian tasawuf membahas tentang sal-usul dan manfaatnya, mahabah, ma’rifah, al-hulul, insan kamil, dan lain sebagainya. Adapun pada bagian materi pendidikan karakter uraiannya tertuju pada paradigma baru pendidikan karakter di Indonesia dalam tinjauan psikologis, pendidikan karakter dalam wacana intelektual Muslim dan khazanah dunia pendidikan Islam, serta revitalisasi pendidikan karakter untuk mencetak generasi yang unggul. Semua materi dijelaskan sesuai dengan Al-Quran, Al-Hadits dan juga di tinjau dari berbagai sumber dan literatur. Maka dari keberadaan masing-masing bab dalam buku ini terdapat tiga materi yang perlu diperhatikan yaitu tentang akhlak, sebagai seorang muslim dalam berakhlak harus sesuai tuntunan syariat, tentang tasawuf, sebagai seorang muslim harus mengetahui tasawuf dengan berbagai nuansa terutama bagaimana sosok manusia yang ideal (insan kamil)

4

menurut Al-Qur’an dan Al-Hadits, tentang pendidikan karakter, sebagai seorang muslim harus menumbuhkan karakter yang sesuai dengan AlQur’an dan Al-Hadits. Selain nalar pikirnya, dalam kepenulisan buku ini antara bab dengan bab yang terdapat dalam tiga materi sangat berhubungan dan berkaitan erat, dibahas secara konferhensif baik dari segi isi/cakupan bahasan per materi. F.

Tingkat Kemutakhiran Buku ini menggunakan data yang akurat dan sistematis terlebih lagi diambil dari sumber-sumber serta buku-buku yang berkaitan membuat pembaca semakin yakin dalam membacanya. Isi buku ini juga masih sangat sesuai dan relevan dengan kondisi umat pada zaman sekarang. Dalam buku ini, materinya juga mudah dipahami oleh semua kalangan termasuk pendidik, pelajar maupun masyarakat umum. Dari pemaparan diatas, terlihat bahwa buku ini memilki tingkat kemutkhiran yang bagus.

G.

Tata Letak Buku Pada buku ini halaman miror margin sudah sesuai, sebelah kiri untuk halaman genap dan sebelah kanan untuk halaman ganjil dan margin yang di gunakan juga standar. Ukuran fontnya juga sesuai tidak aneh dan umum sehingga mudah dibaca. Menggunakan font yang standar atau umum. Karena yang di gunakan layout standar penulisan buku maka saya kira layoutnya sudah memenuhi sebagaimana layout pada buku. Mungkin hanya perlu di tambahkan kreativitas dari para editor.

H.

Isi Buku 1. BAB I. PENGERTIAN, RUANG LINGKUP DAN MANFAAT MEMPELAJARI ILMU AKHLAK a.

Pengantar Pada bab ini berisi mengenai pengertian ilmu akhlak, ruang lingkup pembahasan ilmu akhlak dan manfaat mempelajari ilmu akhlak.

5

b.

Isi 1) Pengertian Ilmu Akhlak Ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan manusia yang dapat dinilai baik dan buruk. Tetapi tidak semua amal yang baik dan buruk itu dapat dikatakan perbuatan akhlak. Perbuatan manusia yang di lakukan tidak atas dasar kemauannya atau pilihannya seperti bernafas, berkedip, berbolak-baliknya hati tidaklah disebut akhlak, karena perbuatan tersebut dilakukan tanpa pilihan.1 2)

Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Akhlak Bahwa ruang lingkup pembahasan Ilmu Akhlak adalah

membahas

tentang

perbuatan-perbuatan

manusia,

kemudian

menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Sedangkan objek Ilmu Akhlak adalah membahas perbuatan manusia yang telah mendarah daging dan kontinyu

yang selanjutnya perbuatan tersebut

ditentukan baik atau buruk.2 Perbuatan yang bersifat alami, dan perbuatan yang dilakukan tidak karena sengaja atau khilaf tidak termasuk perbuatan akhlaki karena dilakukan tidak atas pilihan.3 3) Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak Selain menentukan perbuatan baik dan buruk, Ilmu Akhlak juga berguna dalam upaya membersihkan diri manusia dari perbuatan dosa dan maksiat. Diketahui bahwa manusia memiliki jasmani dan rohani. Jasmani dibersihkan secara lahiriyah dengan fiqih, sedangkan rohani dibersihkan secara batiniyah dengan akhlak. Selain itu Ilmu Akhlak juga berguna untuk mengarahkan

1

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2013), cet. XIV, hlm.5. 2 Ibid., hlm.7. 3 Ibid., hlm.9.

6

dan mewarnai berbagai aktivitas kehidupan manusia di segala bidang.4 2. BAB II. HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU LAINNYA a.

Pengantar Pada bab ini membahas tentang hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf, hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tauhid, hubungan ilmu akhlak dengan ilmu jiwa hubungan ilmu jiwa dengan ilmu pendidikan dan hubungan ilmu akhlak dengan filsafat.

b.

Isi 1) Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf sebagaimana diuraikan oleh Harun Nasution, bahwa menurutnya ketika mempelajari

Tasawuf

ternyata

Al-Qur’an

dan

Al-Hadis

mementingkan akhlak. Al-Qur’an dan Al-Hadis menekankan nilainilai kejujuran, kesetiakawanan, persaudaraan, rasa kesosialan, keadilan, tolong menolong, murah hati, suka memberi maaf, sabar, baik sangka, berkata benar, pemurah, peramah, bersih hati, berani, kesucian, hemat, menepati janji, disiplin, mencari ilmu dan berpikir lurus.5 Ilmu Tasawuf itu sendiri dibagi menjadi tiga yaitu: 1.

Tasawuf Falsafi

2.

Tasawuf Akhlaki

3.

Tasawuf Amali6

2)

Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid dapat dilihat

dari beberapa analisis sebagai berikut :

4

Ibid., hlm.12. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2013), cet. XIV, hlm.16. 6 Ibid., hlm.15. 5

7

1.

Dari segi obyek pembahasan, bahwa Ilmu Tauhid

akan mengarahkan perbuatan manusia menjadi ikhlas, dan keikhlasan ini merupakan salah satu akhlak yang mulia.7 2.

Dari segi fungsinya, bahwa Ilmu Tauhid menghendaki

seseorang yang bertauhid tidak hanya cukup dengan menghafal rukun iman yang enam dalilnya, tapi yang terpenting adalah agar orang yang bertauhid itu meniru dan mencontoh subjek yang terdapat dalam rukun iman itu.8 3.

Dilihat dari eratnya kaitan antara iman dan amal soleh.

3) Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Jiwa Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Jiwa bahwa melalui bantuan informasi yang diberikan Ilmu Jiwa atau potensi kejiwaan yang diberikan Al-Qur’an, maka secara teoritis Ilmu Akhlak dapat dibangun dengan kokoh.9 4) Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Pendidikan Bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mencapai suatu akhlak yang sempurna. Dengan demikian hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu Pendidikan adalah bahwa pendidikan islam merupakan sarana yang mengantarkan anak didik agar menjadi orang yang berakhlak. 5)

Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Filsafat Filsafat sebagaimana diketahui adalah suatu upaya berpikir

mendalam, radikal, sampai akar-akarnya, universal dan sistematik dalam rangka menemukan inti atau hakikat mengenai segala sesuatu. Selain itu filsafat juga membahas tentang Tuhan, alam dan makhluk lainnya. Dengan demikian dapat diwujudkan akhlak yang baik terhadap Tuhan, terhadap manusia, alam dan makhluk

7

Ibid., hlm.18. Ibid., hlm.19. 9 Ibid., hlm.29. 8

8

lainnya. Dari pembahasan ini dapat diketahui tentang adanya hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu Filsafat.10 3. BAB III. INDUK AKHLAK ISLAMI a.

Pengantar Pada bab ini membahas tentang perbuatan utama yang menjadi induk dari akhlak islami, yaitu hikmah (bijaksana), syaja’ah (perwira atau kesatria), dan iffah ( menjaga diri dari perbuatan dosa dan maksiat).

b.

Isi Secara teoritis akhlak (baik dan buruk) berinduk kepada tiga perbuatan yang utama, yaitu hikmah (bijaksana), syaja’ah (perwira atau kesatria), dan iffah ( menjaga diri dari perbuatan dosa dan maksiat). Ketiga macam induk akhlak ini muncul ari sikap adil yaitu sikap pertengahan atau seimbang alam mempergunakan ketiga potensi rohaniah yang terdapat dalam diri manusia, yaitu ‘aql (pemikiran) yang berpusat di kepala, ghadab (amarah) yang berpusat di dada, dan nafsu syahwat (dorongan seksual) yang berpusat di perut. Akal yang digunakan secara adil akan menimbulkan hikmah, sedangkan amarah yang digunakan secara adil akan menimbulkan perwira, sedangkan nafsu syahwat yang digunakan secara adil akan menimbulkan iffah yaitu dapat memelihara diri dari maksiat sehingga menimbulkan akhlak yang mulia. Dengan demikian inti akhlak pada akhirnya bermuara pada sikap adil dalam menggunakan potensi rohaniyah yang dimiliki manusia. Seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an, QS. Al-Maidah 5:8 yang berarti :“Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa”.11

10

Ibid., hlm.33. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2013), cet. XIV, hlm.37. 11

9

4. BAB IV. SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ILMU AKHLAK a.

Pengantar Pada bab ini penulis membahas tentang bagaimana ilmu akhlak di luar agama islam, akhlak pada agama islam dan akhlak pada zaman baru.

b.

Isi Dalam sebuah buku karangan Ahmad Amin berjudul alAkhlak dibahas bahwa pertumbuhan dan perkembangan Ilmu Akhlak dibagi menjadi dua bagian yaitu : 1)

Ilmu Akhlak Di Luar Agama Islam a. Akhlak pada bangsa Yunani Pertumbuhan dan perkembangan Ilmu Akhlak di Yunani baru terjadi setelah muncul Sophisticians, yaitu orang-orang

yang

bijaksana

sebelumnya

perhatian

mereka

(500-450 hanya

SM)

setelah

tertuju

pada

penyelidikan mengenai alam. Sejarah mencatat bahwa filsuf

pertama

dari

Yunani

yang

mengemukakan

pendapatnya mengenai akhlak adalah Scorates (469-399 M). Ia dipandang sebagai perintis Ilmu Akhlak. Setelah Scorates pun ada Cynics dan Cyrenics, Plato, Aristoteles, Stoics dan Epicurus. Keseluruhan ajaran akhlak yang mereka kemukakan bersifat rasionalistik. Penentuan baik dan buruk didasarkan pada pendapat akal pikiran yang sehat

dari

manusia.

Ajaran

akhlak

merekan

bersifat anthropocentris.12 b.

Akhlak pada agama Nasrani

12

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2013), cet. XIV, hlm.50.

10

pun

Akhir abad ketiga Masehi agama Nasrani tersiar di Eropa dan membawa ajaran akhlak dari kitab Taurat dan Injil. Menurut ajaran ini, Tuhan adalah sumber akhlak. Tuhanlah yang menentukan dan membentuk patokanpatokan akhlak yang harus dipelihara dan dilaksanakan dalam kehidupan social kemasyarakatan. Ajaran akhlak pada agama Nasrani bersifat teo-centri (memusat pada tuhan)

dan sufistik (bercorak

batin).

Menurut

agama

Nasrani pendorong berbuat kebaikan ialah cinta dan iman kepada Tuhan berdasarkan petunjuk kitab Taurat.13 c.

Akhlak pada Bangsa Romawi ( Abad Pertengahan ) Kehidupan

masyarakat

di

Eropa

pada

abad

pertengahan dikuasai oleh gereja. Ajaran akhlak yang lahir di Eropa itu adalah ajaran Akhlak yang dibangun dan merupakan perpaduan antara ajaran Yunani dan ajaran Nasrani.14 d.

Akhlak pada Bangsa Arab Bangsa Arab pada zaman jahiliyah tidak punya ahli filsafat yang mengajak kepada aliran atau paham tertentu. Pada masa itu mereka hanya memiliki ahli hikmah dan syair. Dalam kata-kata hikmah dan syairnya akan dijumpai ajaran yang mendorong dan memerintahkan untuk berbuat baik dan menjauhi keburukan.

2) Akhlak pada Agama Islam Ajaran akhlak pada agama Islam bentuknya sempurna yang titik pangkalnya pada Tuhan dan akal manusia. Agama 13 14

Ibid., hlm.50. Ibid., hlm.56.

11

Islam pada intinya mengajak manusia agar percaya kepada Tuhan dan mengakui bahwa Dia-lah Pencipta, Pemilik, Pemelihara, Pelindung, Pemberi Rahmat, Pengasih dan Penyayang terhadap segala makhluk-Nya. Akhlak dalam Islam memiliki dua corak, corak yang pertama adalah normatif yang bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah yang bersifat mutlak dan absolut. Kedua adalah yang bercorak rasional dan kultural yang didasarkan kepada hasil pemikiran yang sehat serta adatistiadat dan kebudayaan yang berkembang. Akhlak yang kedua ini bersifat relative, nisbi dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.15 3) Akhlak pada Zaman Baru Pada akhir abad ke lima belas Masehi Eropa mulai mengalami kebangkitan dibidang filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Sumber akhlak yang semulanya al-Kitab dan dogma kristiani dan khayalan mereka ganti dengan ajaran akhlak yang bersumber pada logika dan pengalaman empirik. Pandangan akhlak yang dikemukakan para sarjana Barat sepenuhnya didasarkan pada pemikiran manusia sematamata.16 5. BAB V ETIKA, MORAL, DAN SUSILA a.

Pengantar Pada bab ini penulis memberikan penjelasan tentang etika, moral, susila serta bagaimana hubungan dari etika, moral, susila dengan akhlak.

b. Isi 1) Etika

15 16

Ibid., hlm.57. Ibid., hlm.74.

12

Dari segi etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia etika diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Dari segi istilah etika adalah ilmu yang mempelajari tentang upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk.17 2)

Moral Dari segi bahasa, moral berasal dari bahasa latin mores

yaitu jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, moral adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan atau kelakuan. Secara istilah moral adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.18 Jika kita hubungkan, antara etika dan moral memiliki objek yang sama yaitu sama-sama membahas tentang perbuatan manusia untuk selanjutnya ditentukan posisi apakah baik atau buruk.19 3) Susila Kata susila berasal dari bahasa Sanskerta su dan sila. Su berarti baik, bagus sedang sila berarti dasar, prinsip, peraturan hidup dan norma. Kata susila dapat diartikan juga sopan, beradab, baik budi dan bahasanya. Orang yang baik disebut susila sedang yang berperilaku buruk disebut asusila.20 4) Hubungan Etika, Moral dan Susila dengan Akhlak Dilihat dari fungsi dan peranannya, bahwa antara etika, moral, susila dan akhlak sama, yaitu menentukan hukum atau nilai

17

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2013), cet. XIV, hlm.75. 18 Ibid., hlm.77. 19 Ibid., hlm.74. 20 Ibid., hlm.80.

13

dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk menentukan baik buruknya. Perbedaan antara etika, moral, susila dan akhlak adalah terletak pada sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika dalam etika penilaian baik buruk berdasarkan akhlak, dan pada moral dan susila berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum dalam masyarakat, maka dalam akhlak tolak ukurnya adalah Al-Qur’an dan Al-Hadis.21 6. BAB VI. BAIK DAN BURUK a.

Pengantar Pada bab ini penulis membahas tentang pengertian baik dan buruk, bagaimana aliran-aliran filsafat yang berpengaruh dalam penentuan baik dan buruk, sifat dari baik dan buruk, dan baik dan buruk menurut ajaran Islam.

b.

Isi

1) Pengertian Baik dan Buruk Louis Ma’luf dalam kitabnya Munjid, mengatakan bahwa baik adalah sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan. Adapula yang menyebutkan bahwa baik adalah sesuatu yang diinginkan yang diusahakan dan menjadi tujuan manusia. Buruk dalam Bahasa Arab dikenal dengan istilah syarr dan diartikan sebagai sesuatu yang tidak baik, tidak seperti yang seharusnya, tak sempurna dalam kualitas dll. Beberapa definisi tersebut memberi kesan bahwa sesuatu yang disebut baik atau buruk itu relative sekali, karena bergantung pada pandangan dan penilaian masing-masing yang merumuskannya.22 2) Penentuan Baik dan Buruk 21

Ibid., hlm.81.

22

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2013), cet. XIV, hlm.87.

14

a.

Menurut Adat Istiadat, bahwa orang yang berpegang teguh

pada adat istiadat dipandang baik, sedang orang yang menentang dan tidak mengikuti adat istiadat dipandang buruk dan kalau perlu dihukum secara adat. b.

Menurut Aliran Hedonisme, aliran Hedonisme adalah aliran

yang berakar pada pemikiran filsafat Yunani,khususnya pemikiran filsafat epicurus. Aliran ini berpendapat bahwa baik adalah perbuatan yang mendatangkan kelezatan atau kepuasan nafsu biologis. c.

Menurut Aliran Intuisisme, paham ini berpendapat bahwa

baik adalah perbuatan yang sesuai dengan penilaian yang diberikan oleh hati nurani atau kekuatan batin yang ada pada dirinya. d.

Menurut Paham Utilitarianisme, bahwa yang baik adalah

yang berguna. e.

Menurut Paham Vitalisme, bahwa yang baik adalah yang

mencerminkan kekuatan dalam hidup manusia. f.

Menurut Paham Religionisme, bahwa yang dianggap baik

adalah perbuatan yang sesuai dengan kehendak Tuhan, sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. g.

Menurut Paham Evolusi (Evolution), bahwa segala sesuatu

yang ada di alam ini mengalami evolusi, yaitu berkembang dari apa adanya menuju kepada kesempurnaan. 3) Sifat dari Baik dan Buruk Sifat dari baik atau buruk adalah berubah, relative nisbi dan tidak universal. Namun demikian sifat baik dan buruk itu akan tetap berguna sesuai dengan zamannya dan dapat dimanfaatkan

15

untuk menjabarkan ketentuan baik buruk pada ajaran akhlak yang bersumber pada ajaran Islam.23 4) Baik dan Buruk menurut Ajaran Islam Menurut ajaran Islam baik dan buruk harus didasarkan pada petunjuk Al-Qur’an dan Al-Hadis. Penentuan baik atau buruk tidak hanya didasarkan atas amal perbuatan yang nyata tapi dari niatnya. Sifat baik dan buruk ajaran islam mengandung nilai universal dan mutlak yang tidak dapat dirubah tapi dapat menampung nilai yang bersifat lokal dan dapat berubah sebagaimana yang diberikan oleh etika dan moral.

7. BAB VII. KEBEBASAN, TANGGUNG JAWAB, DAN HATI NURANI a. Pengantar Pada bab ini penulis membahas tentang pengertian dari kebebasan, tanggung jawab dalam kerangka akhlak, hati nurani, dan bagaimana hubungan dari kebebasan, tanggung jawab, dan hati nurani dengan akhlak. b. Isi 1) Pengertian Kebebasan Kebebasan adalah kehendak merdeka dalam memilih perbuatan antara berbuat dan tidak. Kebebasan terbagi menjadi tiga, yaitu kebebasan jasmani, kebebasan kehendak (rohani), dan kebebasan moral.24 2)

Tanggung Jawab Tanggung jawab adalah konsekwensi logis yang harus dijalani atau dihadapi karena adanya kebebasan atau tindakan yang

23

Ibid., hlm.100 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2013), cet. XIV, hlm.109. 24

16

diambil. Seseorang dikatakan tanggung jawab jika ia bisa mengatakan dengan jujur pada kata hatinya, bahwa tindakannya itu sesuai dengan penerangan atau tuntunan kata hati itu, setidaknya menurut kehendaknya.25 3) Hati Nurani Bahwa hati nurani adalah tempat dimana manusia memperoleh saluran ilham dari Tuhan. Hati nurani cenderung pada kebaikan. 4) Hubungan Kebebasan, Tanggung Jawab dan Hati Nurani dengan Akhlak Hubungan antara kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani dengan akhlak adalah bahwa perbuatan akhlak dilakukan atas dasar kemauan sendiri,hal ini terjadi apabila terdapat kebebasan dalam kehendak. Selanjutnya perbuatan tersebut menghasilkan perbuatan yang dapat dipertanggungjawabkan oleh hati nurani, sehingga perbuatan tersebut menggambarkan bahwa akhlak harus dilakukan atas dasar keikhlasan dan sesuai dengan hati nurani.26 8. BAB VIII. HAK, KEWAJIBAN, DAN KEADILAN a. Pengantar Pada bab ini membahas tentang pengertian dan macammacam hak, macam-macam hak dan sumber hak, kewajiban, keadilan, dan hubungan dari hak, kewajiban, dan keadilan dengan akhlak. b. Isi

25 26

1)

Hak

a.

Pengertian dan Macam-macam Hak

Ibid., hlm.113. Ibid., hlm.114.

17

Hak adalah tuntutan atau klaim yang sah dan dapat dibenarkan

secara

hukum,

wewenang

untuk

memilih,

menggunakan, mengerjakan dan meninggalkan. Macam-macam hak

yaitu

hak

hidup,

mendapatkan

perlakuan

hukum,

mengembangkan keturunan, milik, mendapatkan nama baik, kebebasan berpikir, dan mendapatkan kebenaran.27 2) Kewajiban Bahwa kewajiban adalah tindakan yang harus dilakukan agar seseorang mendapatkan haknya. Dalam ajaran Islam, kewajiban ditempatkan sebagai salah satu hukum syara’, yaitu suatu perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan akan mendapatkan siksa. 3) Keadilan Bahwa keadilan adalah pengakuan dan perlakuan terhadap hak (yang sah). Sedang dalam Islam, keadilan adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan pada persamaan atau bersikap tengah-tengah atas dua perkara.28 4) Hubungan Hak, Kewajiban dan Keadilan dengan Akhlak Bahwa akhlak harus dilakukan seseorang sebagai haknya, kemudian menjadi bagian dari kepribadian seseorang yang dengannya menimbulkan kewajiban untuk melakukannya tanpa merasa berat, dan keadilan adalah sebagai penengah. Dengan terlaksananya hak, kewajiban dan keadilan, maka dengan sendirinya akan mendukung terciptanya perbuatan akhlaki.29 9. BAB IX. AKHLAK ISLAMI a. Pengantar Pada bab ini membahas tentang pengertian akhlak islami dan ruang lingkup akhlak islami yang terbagi menjadi tiga, yaitu akhlak 27

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2013), cet. XIV, hlm.117-120. 28 Ibid., hlm.122. 29 Ibid., hlm.123.

18

terhadap Allah SWT, akhlak terhadap sesama manusia, dan akhlak terhadap lingkungan. b. Isi 1) Pengertian Akhlak Islami Akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah,

disengaja,

mendarah

daging

dan

sebenarnya

yang didasarkan pada ajaran agama Islam. Misal, menghormati orang tua dengan sungkem sambil menggelosor ke lantai. Akan tetapi akhlak islami tidak dapat disamakan dengan etika dan moral. Akhlak Islami dapat diartikan sebagai akhlak yang menggunakan tolok ukur ketentuan Allah.30 2) Ruang Lingkup Akhlak Islami Ruang lingkup akhlak islami adalah sama dengan ruang lingkup ajaran Islam itu sendiri. Ruang lingkup itu antara lain adalah Akhlak terhadap Allah, Akhlak terhadap sesama manusia, dan Akhlak terhadap Lingkungan. Ruang lingkup itu menunjukkan bahwa Akhlak Islami sangat komprehensif, menyeluruh dan mencakup berbagai makhluk yang diciptakan Tuhan.31 10. BAB X. PEMBENTUKAN AKHLAK a. Pengantar Pada bab ini membahas tentang arti pembentukan akhlak, metode pembinaan akhlak, faktor-faktor

yang memengaruhi

pembentukan akhlak, dan manfaat akhlak yang mulia. b. Isi 1) Arti Pembentukan Akhak Menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak perlu dibentuk, karena akhlak adalah insting (garizah) yang dibawa manusia sejak 30

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2013), cet. XIV, hlm.125. 31 Ibid., hlm.126-131.

19

lahir. Bahwa masalah akhlak adalah pembawaan dari manusia itu sendiri, yaitu kecenderungan kepada kebaikan atau fitrah yang ada dalam diri manusia. Ada pula yang berpendapat bahwa akhlak perlu dibentuk dan dibina karena akhlak merupakan hasil usaha dalam mendidik dan melatih dengan sungguh-sungguh terhadap berbagai potensi rohaniah yang terdapat dalam diri manusia.32 2) Metode Pembinaan Akhlak Beberapa metode pembentukan akhlak antara lain adalah Pendidikan dan Pembinaan, Pembiasaan sejak kecil, Melalui keteladanan, dan Senantiasa menganggap diri ini sebagai yang amat banyak kekurangan daripada kelebihan.33 3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak a.

Menurut

Aliran

Nativisme,

bahwa

faktor

yang

paling

berpengaruh terhadap pembentukan diri adalah faktor pembawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat, akal, dan lain-lain. b.

Menurut

Aliran

Empirisme,

bahwa

faktor

yang

paling

berpengaruh terhadap pembentukan diri adalah faktor dari luar, yaitu lingkungan sosial. c.

Menurut Aliran Konvergensi, mereka berpendapat pembentukan

akhlak dipengaruhi oleh faktor internal yaitu pembawaan si anak, dan faktor eksternal yaitu pendidikan dan pembinaan.34

32

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2013), cet. XIV, hlm.133-135. 33 Ibid., hlm.136. 34 Ibid., hlm.143.

20

4) Manfaat Akhlak yang Mulia, manfaat akhlak yang mulia diantaranya adalah

memperkuat

dan

menyempurnakan

agama,

mempermudah

perhitungan di akhirat, menghilangkan kesulitan, dan selamat hidup di dunia dan akhirat.35 11. BAB XI. ARTI, ASAL-USUL, DAN MANFAAT TASAWUF DALAM ISLAM a. Pengantar Pada bab ini membahas tentang pengertian tasawuf dan sumber tasawuf yang terdiri dari unsur islam dan unsur luar islam, yaitu unsur Masehi (Agama Nasrani), unsur Yunani, unsur Hindu/Budha dan unsur Persia. b. Isi 1) Pengertian Tasawuf Tasawuf adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia sehingga tercermin akhlak yang mulia dan dekat dengan Allah SWT. Dengan kata lain tasawuf adalah bidang kegiatan yang berhubungan pembinaan mental rohaniah agar selalu dekat dengan Tuhan.36 2) Sumber Tasawuf Dikalangan orientalis Barat, sumber yang membentuk tasawuf ada lima yaitu unsur Islam, Masehi (Agama Nasrani), unsur Yunani, unsur Hindu/Budha dan unsur Persia. 1. Unsur Islam : munculnya tasawuf dikalangan ummat Islam bersumber pada dorongan ajaran Islam dan factor situasi sosial dan sejarah kehidupan masyarakat pada umumnya.

35

Ibid., hlm.147-151.

36

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2013), cet. XIV, hlm.154.

21

2. Unsur Luar Islam : para orientalis Barat berpendapat adanya pengaruh Nasrani, Yunani, Hindu Budha adalah karena agamaagama tersebut telah ada sebelum Islam. 3. Unsur Masehi : unsur-unsur yang diduga mempengaruhi tasawuf Islam adalah sikap fakir. Menurut keyakinan Nasrani bahwa Isa bin Maryam adalah seorang yang fakir dan injil juga disampaikan kepada orang yang fakir. Selanjutnya sikap tawakal kepada Allah oleh seorang syaikh pun terlihat seperti pendeta, bedanya pendeta dapat menghapuskan dosa. 4. Unsur Yunani : kebudayaan Yunani yaitu filsafat telah masuk pada masa Daulah Abbasiyah, metode berpikir filsafat Yunani juga telah ikut mempengaruhi pola berpikir sebagian umat Islam yang ingin berhubungan dengan Tuhan, 5. Unsur Hindu/Budha : terlihat berhubungan karena adanya sifat fakir, darwisy. Al-Birawi mencatat bahwa ada kesamaan antara cara ibadah dengan mujahadah tasawuf dengan Hindu. Dan ada sepertinya ada persamaan antara Sidharta Gautama dengan Ibrahim bin Adham tokoh sufi. 6. Unsur Persia : sebenarnya Arab dan Persia punya hubungan sejak lama yakni hubungan politik, pemikiran dan sastra. Kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia terjadi melalui ahli-ahli tasawuf didunia ini. Tasawuf sendiri berlandaskan ajaran Islam, tapi tidak dapat dipungkiri saat tasawuf berkembang menjadi pemikiran, dia mendapat pengaruh dari filsafat Yunani, Hindu, Persia dan lain sebagainya dan hal ini tidak hanya terjadi pada bidang tasawuf saja tapi juga pada bidang yang lainnya.37 12. BAB XII. MAQAMAT DAN HAL a. Pengantar

37

Ibid., hlm.156-165.

22

Pada bab ini membahas tentang istilah maqamat yang terdiri dari al-zuhud, al-taubah, al-wara’, kefakiran, sabar, tawakal dan kerelaan, kemudian hal yang bisa diartikan juga sebagai keadaan mental. b. Isi 1) Maqamat Maqamat berasal dari bahasa arab yang berarti tempat orang berdiri atau pangkal mulia.38 Secara istilah diartikan sebagai jalan panjang yang harus ditempuh untuk berada dekat Allah. Ulama sepakat bahwa maqamat ada tujuh tingkatan, yaitu : 1. Al-Zuhud,

yaitu

meninggalkan

gemerlap

dunia

dan

kematerian. 2.

Al-Taubah, yaitu memohon ampun atas segala dosa dan

kesalahan disertai janji yang sungguh-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan dosa tersebut, yang disertai melakukan kebajikan. 3. Al-Wara’, yaitu meninggalkan sesuatu yang didalamnya terdapat keraguan antara halal dan haram (syubhat). 4. Al-Farq (kefakiran), yaitu tidak meminta Dari apa yang telah diberikan kepada kita, tidak meminta rezeki kecuali hanya untuk mejalanka kewajiban-kewajiban. 5. Al-Shabru (sabar), yaitu tetap tabah dalam menghadapi cobaan dengan sikap yang baik. Sabar dalam menjalankan perintah-perintah Allah, dalam mejauhi larangan-Nya a dalam

38

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2013), cet. XIV, hlm.167.

23

menerima segala cobaan yang dititipkan –Nya pada diri kita / sabar dalam menunggu pertolongan Tuhan. 6. Al-Tawakal, yaitu menyerahkan diri kepada qada dan keputusan Allah, jika mendapat pendapat rezeki hendaknya berterima kasih, jika mendapat suatu masalah hendaknya bersabar dan menyerahkan semuanya kepada qada dan qadar Allah. 7. Al-Ridha (kerelaan), yaitu tidak berusaha dan tidak menentang qada qadar.39 2) Hal Yang biasa disebut sebagai hal adalah takut (al-Khauf), rendah hati (al-Tawadlu), patuh (al-Taqwa), ikhlas (al-Ikhlas), rasa berteman (al-Uns), gembira hati (al-Wajd), berterima kasih (al-Syukur).40 13. BAB XIII. MAHABBAH a. Pengantar Pada bab ini membahas tentang pengertian, tujuan dan kedudukan mahabbah, alat untuk mencapai mahabbah, tokoh yang mengembangkan mahabbah, dan mahabbah dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis. b. Isi 1) Pengertian, Tujuan dan Kedudukan Mahabbah Pengertian mahabbah dari segi tasawuf adalah merupakan hal (keadaan) jiwa yang mulia yang berbentuk adalah disaksikannya (kemutlakan) Allah SWT, oleh hamba, selanjutnya yang dicintainya

39 40

Ibid., hlm.168-176 Ibid., hlm.177.

24

itu juga menyatakan cinta kepada yang dikasihi-Nya dan yang seorang hamba mencintai Allah SWT. Menurut Harun Nasution, mahabbah (kecintaan terhadap Allah) adalah : 1.

Memeluk kepatuhan pada Tuhan dan membenci sikap

melawan kepada-Nya. 2.

Menyerahkan seluruh diri pada yang dikasihi

3.

Mengosongkan hati dari segala-galanya kecuali dari yang

dikasihi yaitu Tuhan. Mahabbah ada tiga tingkatan, yaitu : 1.

Mahabbah orang biasa : selalu mengingat Allah dengan

dzikir dan memperoleh kesenangan dalam berdialog dengan Allah. 2.

Mahabbah orang shidiq : cinta orang yang kenal pada Allah,

pada kebesarannaya, kuasanya, ilmunya dan lain-lain. 3.

Mahabbah orang yang arif : cinta orang yang tahu betul

tentang Allah.41 2) Alat untuk Mencapai Mahabbah Menurut Harun Nasution, dalam bukunya Falsafah dan Mistis dalam Islam, mengatakan bahwa dalam diri manusia ada tiga alat yang dapat dipergunakan untuk berhubungan dengan Tuhan yaitu : 1.

Al-Qalb (hati sanubari), sebagai alat untuk mengetahui

sifat-sifat Tuhan. 2.

Ar-Ruh (roh), sebagai alat untuk mencintai Tuhan.

41

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2013), cet. XIV, hlm.179-183.

25

Sir, sebagai alat untuk melihat Tuhan.42

3.

3) Tokoh yang Mengembangkan Mahabbah Robi’ah al-Adawiyah adalah tokoh yang pertama kali mengenalkan ajaran mahabbah. Ia adalah seorang zahid perempuan yang amat besar dari Bashrah. Ia adalah seorang hamba yang kemudian dibebaskan. Ia tidak pernah menikah karena cinta Robi’ah hanya untuk Tuhan-Nya.43 4) Mahabbah dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis Firman Allah yang berbunyi : “jika kamu cinta kepada Allah, maka turutlah aku dan Allah akan mencintai kamu.” (QS. Ali ‘Imron 3:30). Ayat tersebut memberikan petunjuk bahwa antara manusia dan Tuhan dapat saling mencintai, karena alat untuk mencintai Tuhan yaitu roh adalah berasal dari roh Tuhan.44 14. BAB XIV. MA’RIFAH a. Pengantar Pada bab ini membahas tentang pengertian, tujuan, dan kedudukan

ma’rifah,

alat

untuk

ma’rifah,

tokoh

yang

mengembangkan ma’rifah, dan ma’rifah dalam pandangan AlQur’an dan Al-Hadis. b. Isi 1) Pengertian, Tujuan dan Kedudukan Ma’rifah Ma’rifah adalah mengertahui rahasia-rahasia Tuhan dengan menggunakan hati sanubari. Dengan demikian tujuan yang ingin dicapai oleh ma’rifah ini adalah mengetahui rahasia-rahasia yang terdapat dalam diri Tuhan. Kedudukan ma’rifah adalah sesudah 42

Ibid., hlm.183. Ibid., hlm.185. 44 Ibid., hlm.187. 43

26

mahabbah sebagaimana dikemukakan al-Kalabazi. Hal ini karena ma’rifah lebih mengacu kepada pengetahuan, sedangkan mahabbah menggambarkan kecintaan. 2) Alat Untuk Ma’rifah Alat yang digunakan untuk ma’rifah telah ada dalam diri manusia yaitu qalb (hati), qalb selain dari alat untuk merasa adalah juga alat untuk berpikir.45 3) Tokoh yang Mengembangkan Ma’rifah Dalam literatur tasawuf ada dua tokoh yang mengenalkan ma’rifah yakni Al-Ghazali dan Zun al-Nun al-Misri. Sufi yang telah mencapai ma’rifah akan memiliki perasaan spiritual dan kejiwaan yang tidak dimiliki orang lain. 4) Ma’rifah dalam Pandangan Al-Qur’an dan Al-Hadis Ma’rifah berhubungan dengan nur (cahaya Tuhan). Didalam Al-Qur’an, dijumpai tidak kurang dari 43 kali kata nur diulang dan sebagian besar dihubungkan dengan Tuhan. Cahaya tersebut ternyata diberikan Tuhan kepada hamba-Nya yang Dia kehendaki. Ajaran ma’rifah amat dimungkinkan terjadi dalam Islam, dan tidak bertentangan dengan Al-Qur’an.46 15. BAB XV. AL-FANA, AL-BAQA, DAN ITTIHAD a. Pengantar Pada bab ini membahas tentang pengertian, tujuan dan kedudukan

al-Fana,

al-Baqa,

dan

Al-Ittihad,

tokoh

yang

mengembangkan fana, dan Fana, Baqa dan Ittihad dalam pandangan Al-Qur’an. b. Isi 1) Pengertian, Tujuan dan Kedudukan al-Fana, al-Baqa dan Ittihad

45 46

Ibid., hlm.189-191. Ibid., hlm.194-198.

27

Dari segi Bahasa al-fana berarti hilangnya wujud sesuatu. Fana berbeda dengan al-fasad (rusak). Fana artinya tidak tampaknya sesuatu. Arti fana menurut para sufi adalah hilangnya kesadaran pribadi dengan dirinya sendiri atau dengan sesuatu yang lazim digunakan pada diri. Akibat dari fana adalah Baqa. Secara harfiah baqa berarti kekal, sedangkan menurut para sufi, baqa adalah kekalnya sifat-sifat terpuji dan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia. Fana dan Baqa erat hubungannya dengan al-Ittihad, yakni penyatuan batin atau rohaniah dengan Tuhan, karena tujuan dari fana dan baqa itu sendiri adalah ittihad. Dalam situasi ini seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, satu tingkatan di mana yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu, sehingga salah satu dari mereka dapat memanggil yang satu dengan kata-kata : “Hai Aku”.47 2) Tokoh yang Mengembangkan Fana Dalam sejarah Tasawuf, Abu Yarid al-Bustami (w. 874 M) disebut-sebut sebagai sufi yang pertama kali memperkenalkan paham fana dan baqa. Ucapan yang keluar dari mulut Abu Yazid bukanlah kata-katanya sendiri tetapi kata-kata itu diucapkannya melalui diri Tuhan dalam ittihad yang dicapainya dengan Tuhan. 3) Fana, Baqa dan Ittihad dalam Pandangan Al-Qur’an Paham fana dan baqa yang di tujukan untuk mencapai ittihad itu dipandang oleh sufi sebagai sejalan dengan konsep liqa alrabbi menemui Tuhan. Fana dan baqa merupakan jalan menuju berjumpa dengan Tuhan. Hal ini sejalan dengan firman Allah pada QS. Al-Kahfi, 18:110.48 16. BAB XVI. AL HULUL a. Pengantar

47 48

Ibid., hlm.199. Ibid., hlm.202-205.

28

Pada bab ini membahas tentang pengertian, tujuan dan kedudukan

Hulul

lalu

menjelaskan

tokoh-tokoh

yang

mengembangkan paham al-Hulul. b. Isi 1) Pengertian, Tujuan dan Kedudukan al-Hulul Secara harfiah hulul berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya melalui fana. Al-Hallaj mengatakan bahwa hulul sebagai suatu tahap dimana manusia dan Tuhan bersatu secara rohaniah. Tujuan dari al-Hulul adalah mencapai kesatuan secara batin. Untuk itu Hamka mengatakan bahwa al Hulul adalah ketuhanan (lahut) menjelma dalam diri insan (nasut), dan ini terjadi saat kebatinan seorang insan telah suci bersih dalam menempuh perjalanan hidup kebatinan.49 2) Tokoh yang Mengembangkan Paham al-Hulul Tokoh yang megenalkan al Hulul adalah al Hallaj atau Husein bin Mansur Al Hallaj. Ia lahir tahun 244 H di Baidha. Dalam perjalanan hidupnya, ia sering keluar masuk penjara akibat konflik dengan ulama fikih yang mereka menganggap al Hallaj membawa ajaran yang menyimpang. Dan akhirnya pda tanggal 18 Zulkaidah al Hallaj dijatuhi hukuman mati. Alasan mengapa al Hallaj bisa di jatuhi hukuman mati masih jadi perdebatan di antara para ulama, ada yang berpendapat bahwa ajaran tasawuf yang ia bawa menyimpang ada juga yang berpendapat bahwa al Hallaj terlibat dalam sebuah organisasi ilegal di Makkah. Al Hallaj di bunuh dengan disalib dengan terlebih dahulu dipukuli, dicambuk,lalu disalib dan kemudian 49

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2013), cet. XIV, hlm.207-208.

29

tangan dan kakinya dipotong dan diganting di depan pintu gerbang kota Baghdad sebagai peringatan bagi ulama lainnya yang berbeda pendapat.50 17. BAB XVII. WAHDAT AL-WUJUD a. Pengantar Pada bab ini membahas tentang pengertian dan tujuan wahdat al-wujud lalu menjelaskan tokoh-tokoh yang membawa paham wahdatul wujud. b. Isi 1) Pengertian dan Tujuan Wahdat al Wujud Wahdat al Wudud berasal dari dua kata yaitu Wahdat yang berarti sendiri, tunggal atau kesatuan, dan al Wujud yang berarti ada. Jadi Wahdat al Wujud berarti kesatuan wujud. Bagi kalangan sufi, Wahdat al Wujud diartikan bahwa antara manusia dan Tuhan pada hakikatnya adalah satu kesatuan wujud. Tuhan (khaliq) sebagai objek utama sedangkan manusia (makhluk) hanya sekedar bayangan dari al khaliq.51 2) Tokoh yang Membawa Paham Wahdat al Wudud Paham Wahdat al Wujud dibawa oleh Muhyiddin Ibn Arabi. Selain dikenal sebagai seorang sufi, Muhyiddin dikenal sebagai penulis yang produktif yang karyanya mencapai 200 lebih. Karangannya yang terkenal adalah Fusus al Hikam.52 18. BAB XVIII. INSAN KAMIL a. Pengantar

50

Ibid., hlm.209. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2013), cet. XIV, hlm.215. 52 Ibid., hlm.220. 51

30

Pada bab ini membahas tentang bagaimana pengertian dari Insan Kamil dan ciri-ciri Insan Kamil. b. Isi 1) Pengertian Insan Kamil Insan Kamil berasal dari dua kata yaitu insan yang berarti manusia, dan kamil yang berarti yang sempurna. Jadi Insan Kamil adalah manusia yang sempurna. Insan menunjukkan kepada makhluk yang dapat melakukan berbagai kegiatan karena memiliki potensi baik yang bersifat fisik, moral, mental maupun intelektual. Manusia yang dapat melakukan perbuatan-perbuatan itulah yang disebut insan kamil. Insan Kamil juga berarti manusia yang sehat dan terbina potensi rohaniyahnya sehingga dapat berfungsi secara optimal dan dapat berhubungan dengan Allah dan dengan makhluk lainnya secara benar menurut akhlak islami.53 2) Ciri-ciri Insan Kamil Ada beberapa ciri-ciri insan kamil, di antaranya adalah berfungsi akalnya secara optimal, berfungsi intuisinya, mampu menciptakan budaya menghiasi diri dengan sifat-sifat ketuhanan, berakhlak mulia, dan berjiwa seimbang54 19. BAB XIX. TAREKAT a. Pengantar Pada bab ini membahas tentang pengertian dan tujuan dari tarekat, tarekat apa saja yang berkembang di Indonesia dan tata cara pelaksanaan tarekat. b. Isi 1) Pengertian dan Tujuan Tarikat

53

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2013), cet. XIV, hlm.223. 54 Ibid., hlm.228-231.

31

Tarikat berasal dari bahasa arab thariqat yang berarti jalan, keadaan, aliran dalam garis sesuatu. Tarikat di kalangan sufiyah diartikan sebagai sistem dalam rangka mengadakan latihan jiwa, membersihkan diri dari sifat-sifat yang tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji dan memperbanyak dzikir dengan penuh ikhlas semata-mata untuk mengharap bertemu dan bersatu secara rohaniyah dengan Allah. Tarikat mempunyai hubungan substansional dan fungsional dengan tasawuf. Tasawuf adalah upaya mendekatkan diri kepada Allah sedangkan tarikat adalah cara dan jalan yang ditempuh manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah.55 2) Tarikat yang Berkembang di Indonesia Ada tujuh aliran tarikat yang berkembang di Indonesia, yaitu

:

Tarikat

Naqsabandiyah,

Qadariyah,

Tarikat

Tarikat

Sammaniyah,

Rifaiyah, Tarikat

Tarikat

Khalwatiyah,

Tarikat al Hadad, dan Tarikat Khalidiyah.56 3) Tata Cara pelaksanaan tarikat antara lain adalah zikir, raib, muzik, menari dan bernafas.57 20. BAB XX. PROBLEMATIKA MASYARAKAT MODERN DAN PERLUNYA AKHLAK TASAWUF a. Pengantar Pada bab ini membahas tentang pengertian dari masyarakat modern, problematika yang ada pada masyarakat modern, dan perlunya pengembangan akhlak tasawuf. b. Isi 55

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2013), cet. XIV, hlm.233-235. 56 Ibid., hlm.236. 57 Ibid., hlm.239.

32

1) Pengertian Masyarakat Modern Masyarakat modern berasal dari dua kata, yaitu masyarakat yang berarti pergaulan hidup manusia (himpunan orang yang hidup bersama di suatu tempat dengan ikatan aturan tertentu), dan modern yang berarti terbaru, yang baru dan mutakhir. Jadi masyarakat modern adalah himpunan orang yang hidup di suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan tertentu yang bersifat mutakhir. Ciri-ciri masyarakat modern antara lain adalah bersifat rasional, berpikir untuk masa depan yang lebih jauh, menghargai waktu, bersikap terbuka, dan berpikir obyektif. Jalaluddin Rahmat membagi masyarakat menjadi tiga bagian : 1.

Masyarakat

Pertanian,

sering

disebut

masyarakat

tradisional karena mereka belum mengenal teknologi. 2.

Masyarakat

Industri,

mereka

sudah

mengenal

menggunakan peralatan-peralatan modern. 3.

Masyarakat Informasi58

2) Problematika Masyarakat Modern 1.

Disintegrasi Ilmu Pengetahuan

2.

Kepribadian yang terpecah (Split Personality)

3.

Penyalahgunaan Iptek

4.

Pendangkalan Iman

5.

Pola Hubungan Materialistik

6.

Menghalalkan Segala Cara

58

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2013), cet. XIV, hlm.241-243.

33

dan

7.

Stres dan Frustasi

8.

Kehilangan Harga Diri dan Masa Depan.59

3) Perlunya Pengembangan Akhlak Tasawuf Melalui tasawuf, seseorang disadarkan bahwa sumber segala yang ada ini berasal dari Tuhan, bahwa dalam paham Wahdat al Wujud, alam dan manusia yang menjadi objek ilmu pengetahuan ini sebenarnya adalah bayang-bayang atau foto copy Tuhan.60 21. BAB XXI. PARADIGMA BARU PENDIDIKAN KARAKTER DI INDONESIA DALAM TINJAUAN PSIKOLOGIS a. Pengantar Pada bab ini membahas tentang pengantar yang terdiri dari pengantar dan penutup yang membahas bagaimana paradigma baru pendidikan karakter di Indonesia dalam pandangan psikologis, dan penutup. b. Isi Paradigma baru pendidikan karakter di Indonesia yang berbasis psikologi : a.

Perlunya memuaskan metode dan pendekatan pendidikan

karakter yang berbasis pada peserta didik dalam suasana yang demokratis, adil, egaliter, manusiawi, dan menyenangkan. b.

Perlunya meningkatkan para pendidik dengan ajaran Islam

yang memandang bahwa manusia adalah makhluk yang di samping memiliki sifat yang buruk juga memiliki sifat yang baik. c.

Secara psikologis manusia adalah makhluk yang di dalam

dirinya terdapat berbagai kecenderungan psikologis atau menyukai sesuatu. 59 60

Ibid., hlm.247-253. Ibid., hlm.254.

34

d. Perlunya menyajikan pendidikan karakter yang sesuai dengan karakter masyarakat yang hidup dalam budaya kota. 61 22. BAB XXII. PENDIDIKAN KARAKTER DALAM WACANA INTELEKTUAL

MUSLIM

DAN

KHAZANAH

DUNIA

PENDIDIKAN ISLAM a. Pengantar Pada

bab

ini

membahas

tentang

dasar

pemikiran,

pembahasan dan penutup. b. Isi 1) Dasar pemikiran a.

Bahwa pendidikan karakter termasuk salah satu isu penting

yang mendapat perhatian yang cukup besar dari kalangan intelektual muslim. b.

Bahwa di dalam menentukan konsep pendidikan karakter,

para intelektual muslim memiliki perbedaan dan persamaan dengan konsep pendidikan yang berasal dari Barat dan konsep pendidikan karakter yang diwariskan para pemikir Yunani Kuno, abad pertengahan di Eropa, dan zaman Arab Jahiliyah. c. Bahwa dalam khazanah dunia pendidikan Islam, masalah pendidikan karakter menempati posisi yang amat sentral. 2)

Pembahasan Dalam khazanah pendidikan Islam, pendidikan yang terdapat di dalamnya sudah sangat luar biasa. Seluruh komponen dibangun berdasarkan nilai-nilai moral ajaran Islam. Ajaran Islam telah mempengaruhi pola pikir, cara pandang, tutur kata, dan semua aktivitas masyarakat dari sekarang hingga masa

61

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2013), cet. XIV, hlm.274.

35

depan, mengingat tantangan yang dihadapi umat demikian besar.62 3) Penutup a.

Pendidikan karakter pada hakikatnya adalah sebuah

perjuangan untuk memelihara kelangsungan hidup umat manusia agar tidak jauh pada kehancuran. b.

Pendidikan karakter telah menjadi perhatian utama para

intelektual Muslim dari sejak zaman klasik hingga zaman sekarang. c.

Pendidikan karakter dalam khazanah dunia pendidikan

Islam mendapat tempat dan perhatian yang luar biasa. d.

Pendidikan karakter sejalan dengan watak dan karakter

ajaran Islam. e.

Konsep

pendidikan

karakter

dalam

Islam

mudah

diterapkan, menekankan keseimbangan wawasan kognitif, afektif dan psikomotorik. f.

Pendidikan

karakter

yang

terdapat

dalam

wacana

intelektual Muslim dan khazanah dunia pendidikan Islam dijadikan sebagai upaya untuk melanjutkan usaha-usaha yang telah dirintis oleh para intelektual Muslim.63 23. BAB XXIII. REVITALISASI PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK MENCETAK GENERASI UNGGUL a. Pengantar Pada bab ini membahas tentang kondisi bangsa Indonesia, faktor penyebab krisis pendidikan karakter, revitalisasi pendidikan, dan penutup. b. Isi 62

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2013), cet. XIV, hlm.310. 63 Ibid., hlm.311-313.

36

1) Kondisi Bangsa Indonesia a. Indonesia menempatkan urutan 63 dari 178 pada laporan tentang Indeks Negara Gagal. b. Sistem pendidikan di Indonesia menempati posisi terburuk di kawasan Asia. c. Laporan dari UNDP bahwa Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia tetap terpuruk. d. Utang bangsa Indonesia yang saat ini jumlahnya cukup besar. e. Adanya ketergantungan bangsa Indonesia hampir dalam semua bidang pada negara lain.64 2) Faktor penyebab krisis pendidikan karakter a. Dunia pendidikan telah melupakan tujuan utamanya. b. Sistem pendidikan di Indonesia yang hanya menyiapkan para siswanya untuk masuk ke jenjang perguruan tinggi saja. c.

Dunia pendidikan di Indonesia saat ini terjebak pada

menyiapkan manusia dadakan atau manusia “instan”. d. Pendidikan yang ada saat ini lebih dikuasai oleh ideologi ekonomi kapitalis dan liberalis bukan lagi berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. e.

Pelaksanaan pendidikan agama di Indonesua saat ini

mengalami kegagalan.65 3) Revitalisasi Pendidikan a.

Menerapkan model pembelajaran yang holistik dan berbasis

karakter. b.

Revitalisasi

Pendidikan

Moral,

Nilai,

Agama

dan

Kewarganegaraan. c.

Revitalisasi Pendidikan Keluarga, Sekolah dan Masyarakat.

64

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2013), cet. XIV, hlm.321-322. 65 Ibid., hlm.323-328.

37

Revitalisasi Peran Media Massa66

d. I.

Kelebihan dan Kekurangan Buku berjudul Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia karya Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M. A. ini memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut : 1) Kelebihan 1. Segi Isi/Materi Pemaparan isi dari buku ini sudah sistematis, diawali dengan pembahasan tentang akhlak, pembahasan tentang tasawuf, dan pembahasan tentang pendidikan karakter. Dalam pembahasannya juga terdapat contoh perilaku yang bisa diterapkan. Cara penulisan buku ini sesuai dengan EYD (Ejaan Yang Disempurnakan), sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Dalam buku ini juga dilengkapi glosarium, sehingga pembaca dapat mengetahui arti kata-kata yang kurang dimengerti. 2. Segi Metode Dalam hal pemaparan materi, buku ini telah merujuk langsung dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw. Penulisan buku ini juga berdasar pada metode kualitatif atau merujuk kepada bukubuku yang berkaitan. 3. Segi Tata Letak Dari segi tata letak kelebihan dari buku ini adalah penomeran halaman mirror serta margin yang digunakan juga sudah sesuai sebelah kiri genap, sebelah kanan ganjil. Buku ini juga sudah menggunakan font standar yang umum digunakan dan ukuran font juga sudah sesuai sehingga mudah untuk dibaca.

2) Kekurangan 1. Segi Isi/Materi 66

Ibid., hlm.330-338.

38

Buku Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia ini dalam segi isi sudah memiliki banyak kelebihan, hanya saja dalam buku ini masih terdapat kekurangan. Ada beberapa pembahasan yang tidak ada contoh kisah teladan / akhlak dari para Nabi-nabi selain Nabi Muhammad saw yang bisa menjadi gambaran pembaca untuk diterapkan. 2. Segi Metode Buku ini alangkah lebih baiknya jika ditambahkan dengan metode penelitian dengan lebih bayak lagi mengemukakan pendapat si Penulis sendiri berkaitan dengan bahasan-bahasan dan perlu adanya penelitian sejauh mana akhlak itu diterapkan. 3. Segi Tata Letak Dari

segi

tata

letak

peresensi

belum

menemukan

kekurangan dalam buku ini, baik dalam front maupun footnote.

J.

Tabel Buku Primer “Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia”

Latar Belakang Penulisan Buku

Pentingnya akhlak tasawuf dari sudut pandang Islam

Tujuan Penulisan

Dapat menjadikan resensi ini sebagai tolak ukur dalam

terhadap pembentukan karakter yang baik.

menilai satu literatur bertema akhlak tasawuf ataupun karakter yang sesuai dengan ajaran Islam. Sasaran Pembaca

Pembaca di harapkan dapat mengetahui dan memahami akhlak tasawuf dan karakter mulia dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Relevansi Hubungan

Buku yang terdiri dari tiga materi ini tersusun secara sistematis susunan babnya. Pembahasan dalam buku ini yaitu tentang akhlak, tasawuf dan pendidikan karakter dibahas dengan cukup luas dan jelas.

39

Tingkat Kemutakhiran

Buku ini memiliki tingkat kemutakhiran yang bagus karena jika dilihat dari berbagai aspek, buku ini sudah tersusun secara sistematis dan dapat digunakan sebagai bahan acuan mengajar.

Tata Letak buku

Dalam tata letak, buku ini memiliki format yang sudah cukup baik sehingga dapat mudah dipahami oleh pembaca.

Kelebihan Buku

Buku ini menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam pembelajaran akhlak tasawuf dan pembentukan karakter.

Kekurangan Buku

Buku ini tidak memberikan contoh perilaku para Nabi selain Nabi Muhammad Saw. Kurangnya pendapat penulis yang terdapat dalam pembahasan setiap bab.

40

BAB II PEMBAHASAN BUKU SEKUNDER A. Buku Sekunder Pertama 1. Identitas Buku

Judul Buku

: Akhlak Tasawuf

Penulis

: Dr. H. Badrudin, M. Ag.

Penerbit

: IAIB PRESS

ISBN

: 978-602-1708-02-6

Cetakan

: Kedua

Kota Terbit

: Serang

Tahun Terbit

: 2015

Jumlah Halaman : viii + 200 halaman Ukuran

: 15 x 21 cm

2. Isi Buku a. Bab I Akhlak, Moral, dan Etika

41

1) Pengertian Akhlak, Moral, dan Etika Kata akhlak berasal dari kata kerja khalaqa yang artinya menciptakan. Kata khalaqa mempunyai maksud bahwa akhlak merupakan jalinan yang mengikat atas kehendak Tuhan dan manusia. Pada makna lain kata akhlak dapat diartikan tata perilaku seseorang terhadap orang lain. Jika perilaku ataupun tindakan tersebut didasarkan atas kehendak Khaliq (Tuhan) maka hal itu disebut sebagai akhlak hakiki.67 Moral artinya ajaran tentang baik buruk yang diterima mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, budi pekerti. Moral adalah istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas suatu sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang layak dikatakan benar, salah, baik, buruk.68 Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, etika diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Jadi, etika yaitu ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.69 2) Sumber Akhlak, Moral dan Etika Akhlak bersumber dari agama wahyu. Moral bersumber dari adat istiadat masyarakat. Sementara etika bersumber dari filsafat moral dan akal pikiran. Dalam kajian ini mengarah pada konseptual akhlak Islami dalam perspektif Al-Qur’an dan Hadits Nabawi dikomparasikan dengan materi-materi yang sudah berkembang. Sikap dan prilaku akhlak Islami yang sempurna itu harus berpegang pada tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.70 3) Manfaat Mempelajari Akhlak, Moral dan Etika

67

Badrudin, Akhlak Tasawuf, (Serang: IAIB Press, 2015), hlm. 9 Ibid., hlm. 7 69 Ibid., hlm. 8 70 Ibid., hlm. 12 68

42

Akhlak yang mulia merupakan unsur yang sangat utama di dalam risalah Islamiyah. Dalam syariat Islam akhlak yang baik adalah manifestasi ibadah. Demikian halnya dalam sholat terkandung

nilai-nilai

akhlak.

Dalam

rangka

menuju

kesempurnaan hidup perlu memiliki akhlak Islami, yang mencakup berlaku benar, jujur, menunaikan amanah, menepati janji, tawadhu’ (rendah diri), berbakti kepada orang tua, menyambung silaturrahim, berlaku baik kepada tetangga, memuliakan tamu, pemurah dan dermawan, penyantun dan sabar, mendamaikan manusia, sifat malu berbuat maksiat, kasih sayang, berlaku adil, dan menjaga kesucian diri. Itulah diantara akhlak karimah yang perlu kita miliki sifat-sifat yang mulia tersebut.71 2.

Bab II Ruang Lingkup dan Nilai-nilai Ilmu Akhlak 1) Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Akhlak 1.

Akhlak terhadap Kholik Allah SWT adalah Al-Khaliq (Maha pencipta) dan manusia adalah makhluk (yang diciptakan). Manusia wajib tunduk kepada peraturan Allah. Hal ini menunjukkan kepada sifat manusia sebagai hamba. Kewajiban manusia terhadap Allah SWT diantaranya dengan ibadah shalat, dzikir, dan do’a.72

2.

Akhlak terhadap Makhluk a.

Akhlak terhadap diri sendiri

b.

Akhlak terhadap ibu dan bapak

c.

Berakhlak terhadap alam, binatang, tumbuh-tumbuhan, kepada yang ghaib, dan semesta alam.

d.

Berakhlak terhadap sesama yang beragama Islam, dan antara orang Islam dengan non-Islam.

71 72

Ibid., hlm. 13 Badrudin, Akhlak Tasawuf, (Serang: IAIB Press, 2015), hlm. 37

43

e.

Berakhlak dengan orang yang lebih tua.73

2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akhlak Apabila ditinjau dari segi akhlak kejiwaan, seseorang bertindak dan berbuat atas dasar pokok-pokok berikut ini: a) Insting (gharizah/naluri) b) Adat kebiasaan c) Wirotsah (keturunan) d) Milieu (faktor lingkungan) e) Kehendak f)

Pendidikan

g) Takdir74 3.

Bab III Nilai-Nilai Ilmu Tasawuf 1) Makna Tasawuf, Ruang Lingkup, dan Tujuannya a) Pengertian Tasawuf Istilah tasawuf berasal dari bahasa Arab dari kata ”tashowwafa –yatashowwafu - tashowwuf” mengandung makna (menjadi) berbulu yang banyak, yakni menjadi seorang sufi atau menyerupainya dengan ciri khas pakaiannya terbuat dari bulu domba/wol (suuf), walaupun pada prakteknya tidak semua ahli sufi pakaiannya menggunakan wol. Menurut sebagian pendapat menyatakan bahwa para sufi diberi nama sufi karena kesucian (shafa) hati mereka dan kebersihan tindakan mereka. Di sisi yang lain menyebutkan bahwa seseorang disebut sufi karena mereka berada dibaris terdepan (shaff) di hadapan Allah, melalui pengangkatan keinginan mereka kepada-Nya. Bahkan ada juga yang mengambil dari istilah ash-hab alShuffah, yaitu para shahabat Nabi SAW yang tinggal di kamar/serambi-serambi

73 74

masjid

(mereka

Ibid., hlm. 39 Badrudin, Akhlak Tasawuf, (Serang: IAIB Press, 2015), hlm. 45-47

44

meninggalkan

dunia dan rumah mereka untuk berkonsentrasi beribadah dan dekat dengan Rasulullah SAW).75 b) Ruang Lingkup Kandungan Tasawuf Ilmu tasawuf yang pada dasarnya bila dipelajari secara esensial mengandung empat unsur, yaitu: 1.

Metaphisica, yaitu hal-hal yang di luar alam dunia atau bisa juga dikatakan sebagai ilmu ghoib. Di dalam Ilmu Tasawuf banyak dibicarakan tentang masalah-masalah keimanan tentang unsur-unsur akhirat, dan cinta seorang sufi terhadap Tuhannya.

2.

Ethica, yaitu ilmu yang menyelidiki tentang baik dan buruk dengan melihat pada amaliah manusia. Dalam Ilmu Tasawuf banyak sekali unsur-unsur etika, dan ajaran-ajaran

akhlak

(hablumminallah

dan

hablumminannas). 3.

Psikologia, yaitu masalah yang berhubungan dengan jiwa. Psikologi dalam pandangan tasawuf sangat berbeda dengan psikologi modern. Psikologi modern ditujukan dalam menyelidiki manusia bagi orang lain, yakni jiwa orang lain yang diselidikinya. Sedangkan psikologi dalam tasawuf memfokuskan penyelidikan terhadap

diri

sendiri,

yakni

diarahkan

terhadap

penyadaran diri sendiri dan menyadari kelemahan dan kekurangan dirinya untuk kemudian memperbaiki menuju kesempurnaan nilai pribadi yang mulia. 4.

Aesthetica, yaitu ilmu keindahan yang menimbulkan seni. Untuk meresapkan seni dalam diri, haruslah ada keindahan dalam diri sendiri. Sedangkan puncak keindahan itu adalah cinta. Jalan yang ditempuh untuk

75

Ibid., hlm. 57

45

mencapai keindahan menurut ajaran tasawuf adalah tafakur, merenung hikmah-hikmah ciptaan Allah. Dengan begitu akan tersentuh kebesaran Allah dengan banyak memuji dan berdzikir kehadirat-Nya.76 2) Manfaat Ilmu Tasawuf dalam Kehidupan Perlunya tasawuf dimasyarakatkan dalam pandangan Komaruddin Hidayat terdapat tiga tujuan. Pertama, turut serta terlibat

dalam

berbagai

peran

dalam

menyelamatkan

kemanusiaan dari kondisi kebingungan akibat hilangnya nilainilai spiritual. Kedua,mengenalkan literatur atau pemahaman tentang aspek esoteris (kebatinan) Islam, baik terhadap masyarakat Islam yang mulai melupakannya maupun di kalangan masyarakat non-Islam. Ketiga, untuk memberikan penegasan kembali bahwa sesungguhnya aspek esoteris Islam, yakni sufisme adalah jantung ajaran Islam, sehingga bila wilayah ini kering dan tidak berdenyut, maka keringlah aspekaspek lain dalam ajaran Islam.77 3) Dasar-dasar Ilmu Tasawuf Imam

Sahal

Tusturi

seorang

ahli

tasawuf

telah

mengemukakan tentang prinsip tasawuf, yaitu: “Prinsip kami ada enam macam”: a) Berpedoman kepada kitab Allah (Al-Qur’an). b) Mengikuti Sunnah Rasulullah (Hadits). c) Makan makanan yang halal. d) Tidak menyakiti manusia (termasuk binatang). e) Menjauhkan diri dari dosa. f)

Melaksanakan ketetapan hukum (yaitu segala peraturan agama Islam)”.78

4) Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Tasawuf 76

Ibid., hlm. 59-60 Ibid., hlm. 62 78 Ibid., hlm. 67 77

46

Pada prinsipnya perkembangan tasawuf itu ada tiga tahapan, pertama periode pembentukan dengan menonjolkan gerakan-gerakan zuhud sebagai fenomena sosial. Periode ini berlangsung selama abad pertama dan kedua hijriyah yang dipelopori oleh para sahabat, tabi’in, dan tabi’i tabi’in. Pada masa ini fenomena yang terjadi adalah semangat untuk beribadah dengan prinsip-prinsip yang telah diajarkan oleh Nabi SAW, untuk kemudian mereka mencoba menjalani hidup zuhud. Tokoh-tokoh sufi pada periode ini adalah Hasan Bashri (110 H.) dengan konsep khouf dan Robi’ah al-Adawiyah (185 H.) dengan konsep cinta (al-Hubb). Kedua, memasuki abad ketiga dan ke-empat hijriyah tasawuf kembali menjalani babak baru. Pada abad ini tema-tema yang diangkat para sufi lebih mendalam. Berawal dari perbincangan seputar akhlak dan budi pekerti, mereka mulai ramai membahas tentang hakikat Tuhan, esensi manusia serta hubungan antar keduanya. Dalam hal ini kemudian muncul tema-tema seperti ma’rifat, fana’, dzauk, dan lain sebagainya. Para tokoh pada masa ini diantaranya Imam al-Qusyairi, Suhrawardi al-Baghdadi, Al-Hallaj, dan Imam Ghazali. Ketiga, abad ke-enam dan ketujuh tasawuf kembali menemukan suatu bentuk pengalaman baru. Persentuhan tasawuf dengan filsafat berhasil mencetak tasawuf menjadi lebih filosofis yang kemudian dikenal dengan istilah teosofi. Dari sinilah kemudian muncul dua varian tasawuf, Sunni dengan coraknya amali dan Falsafi dengan corak iluminatifnya. Adapun tokoh-tokoh teosofi abad ini adalah Surahwardi al-Maqtul (549 H.), Ibnu ’Arabi (638 H.), dan Ibnu Faridh (632 H.)79

79

Ibid., hlm. 80-81

47

5) Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Kalam, Filsafat, Fikih, dan Psikologi Agama a) Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Kalam Pertama, sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang mendalam lewat hati (dzauq dan wijdan) terhadap Ilmu Tauhid atau Ilmu Kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati dan teraplikasikan dalam prilaku. Dengan demikian, Ilmu Tasawuf merupakan penyempurna Ilmu Tauhid jika dilihat dari sudut pandang bahwa Ilmu Tasawuf merupakan sisi terapan rohaniah dari Ilmu Tauhid. Kedua, berfungsi sebagai pengendali Ilmu Tasawuf. Jika timbul suatu aliran yang bertentangan dengan akidah yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah maka itu merupakan penyimpangan dan harus ditolak. Ketiga,berfungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan-perdebatan kalam. Jika tidak diimbangi dengan kesadaran rohaniah, Ilmu Kalam dapat bergerak ke arah yang lebih liberal dan bebas. Di sinilah Ilmu Tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehingga Ilmu Kalam tidak terkesan sebagai dialektika keIslaman belaka, yang kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan secara qalbiyah (hati).80 b) Hubungan Tasawuf dengan Filsafat Filsafat

landasan

pemikirannya

dengan

logika,

sedangkan tasawuf landasannya dengan hati sanubari. Dalam filsafat penuh dengan tanda tanya. Sedangkan dalam tasawuf tidak mempertanyakan. Sehingga orang yang tidak memasuki alam tasawuf dengan sendirinya tidaklah akan 80

Ibid., hlm. 85

48

turut merasa apa yang mereka rasai (dalam keyakinan pemikirannya). Bahkan bagi kaum sufi, kuasa perasaan itu lebih tinggi dari kuasa kata-kata. Dengan filsafat orang mengetahui makna pemahamannya. Oleh karena itu, menjadi tinggi martabat tasawuf kalau diiringi dengan pengetahuan dan mempunyai keahlian berfilsafat. Dalam hal ini sebagai figurnya adalah Imam Ghazali, Suhrawardi, Ibnu Arabi. Sehingga menjadi kacau dan rancu kalau tasawuf dimiliki oleh orang yang tidak mempunyai dasar ilmu pengetahuan. Dengan demikian jelas hubungan tasawuf dan filsafat sangat berkaitan. c) Hubungan Tasawuf dengan Fiqih Ilmu

Fiqih

berkaitan

dengan

amalan

syari’at,

sedangkan tasawuf berkaitan dengan batiniyah. Dengan syari’at kita dapat taat menuruti peraturan-peraturan Tuhan (agama). Dengan tasawuf kita dapat merasakan dalam batin kita dan mengenal Tuhan, untuk siapa dipersembahkan amal ibadah kita, dan sebagai pengawas jiwa untuk khusyu kepada-Nya. Tasawuf selain sebagai naluri manusia, maka ia juga merupakan olah batin serta olah rasa (dzauq) untuk semata-mata mencapai keridhoan Tuhan.81 d) Hubungan Tasawuf dengan Psikologi Agama Psikologi agama mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang dianutnya dalam penelaahan kajian empiris. Dalam hubungan ini, ternyata agama terbukti mempunyai peranan penting dalam perawatan jiwa. Oleh karenanya metode yang digunakan dalam penelitian Ilmu Jiwa agama

81

Ibid., hlm. 86

49

tidak berbeda dengan metode ilmiyah yang dipakai oleh cabang-cabang Ilmu Jiwa agama.82 5.

Bab IV Ajaran-ajaran dalam Ilmu Tasawuf 1) Syari’at, Thariqat, Hakikat, dan Ma’rifat a) Syari’at Menurut kaum sufi, Syari’at itu kumpulan lambang yang memiliki makna tersembunyi. Shalat misalnya, bagi kaum sufi bukanlah sekedar sejumlah gerakan dan katakata, tetapi lebih dari itu merupakan percakapan spiritual antara makhluk dengan khaliq. Demikian juga ibadah lain seperti hajji. b) Thariqat Untuk mencapai tujuan tertentu memerlukan jalan dan cara. Tanpa mengetahui jalannya, tentu sulit untuk mencapai maksud dan tujuan. Hal ini dinamakan thariqat, dari segi persamaan katanya berarti “madzhab” yang artinya “jalan”. Mengetahui adanya jalan perlu pula mengetahui “cara” melintas jalan agar tujuan tidak tersesat. Penekanan dalam thariqat itu merupakan petunjuk dalam melakukan ibadat

sesuai

dengan

ajaran

yang

ditentukan

dan

dicontohkan oleh Nabi SAW dan dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in, turun-temurun sampai kepada guru-guru (mursyidin). c) Hakikat Secara

bahasa

Arab

“Haqiqat”

yang

berarti,

“kebenaran”, “kenyataan asal” atau “yang sebenarbenarnya”. Kebenaran dalam hidup dan kehidupan, inilah yang

dicari

dan

ini

pulalah

yang

dituju.

Dalam

kesempurnaan sistem kebenaran ditunjang oleh petunjuk untuk dapat memahami syari’at. 82

Ibid., hlm. 88

50

Menurut terminologi, hakikat dapat didefinisikan sebagai kesaksian akan kehadiran peran serta ke-Tuhan-an dalam setiap sisi kehidupan. Hakikat adalah kesaksian terhadap sesuatu yang telah ditentukan dan ditakdirkan-Nya serta yang disembunyikan dan ditampakkannya. d) Ma’rifat Kata ma’rifat berasal dari kata ‘arafa yang artinya mengenal dan paham. Ma’rifat menggambarkan hubungan rapat dalam bentuk gnosis, pengetahuan dengan hati sanubari. Pengetahuan ini diperoleh dengan kesungguhan dan usaha kerja keras, sehingga mencapai puncak dari tujuan seorang Salik. Hal ini dicapai dengan sinar Allah, hidayah-Nya, Qudrat dan Iradat-Nya. Ma’rifat adalah mengetahui Tuhan dari dekat. Oleh karenanya hati sanubari dapat melihat Tuhan. 2) Maqamat dan Ahwal a) Maqamat Maqamat adalah jalan yang harus ditempuh seorang sufi untuk berada dekat dengan Allah. Dalam pandangan

Ath-Thusi

sebagaimana

dikutip

oleh

Rosihon Anwar dan M. Alfatih bahwa maqamat adalah kedudukan hamba (salik) dalam perjalanannya menuju Allah SWT melalui ibadah, kesungguhan melawan rintangan (almujahadat), dan latihan-latihan rohani (arRiyadhah). b) Ahwal Teori lain yang hampir sama dengan maqamat yaitu hal (Pluralnya ahwal). Yang dinamakan hal adalah apa yang didapatkan orang tanpa dicari (hibah dari

Allah

SWT).

Sedangkan

dalam

maqamat

didapatkan dengan dicari (diusahakan). Dengan kata

51

83

lain hal itu bukan usaha manusia, tetapi anugerah

Allah setelah seorang berjuang dan berusaha melewati maqam tasawuf. Hal dimaknai sebagai sebagai tingkat derajat spiritual yang semata-mata anugerah Allah SWT. Itulah sebabnya, ahwal lebih memiliki makna dan fungsi tentang keadaan-kondisi kerohanian yang bersifat temporer, tanpa ikhtiar diri, dan lebih merupakan anugerah khusus dari Allah SWT, meskipun ia tidak bisa dilepaskan dari upaya yang sungguh-sungguh untuk menjalani kehidupan kerohanian. 3) Takhalli, Tahalli, dan Tajalli a) Takhalli Takhalli ialah membersihkan diri dari sifat-sifat yang tercela, kotor hati, maksiat lahir dan maksiat batin. Pembersihan ini dalam rangka, melepaskan diri dari perangai yang tidak baik, yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip agama. Sifat-sifat tercela ini merupakan pengganggu dan penghalang utama manusia dalam berhubungan dengan Allah. b) Tahalli Tahalli merupakan pengisian diri dengan sifat-sifat terpuji, menyinari hati dengan taat lahir dan batin. Hati yang demikian ini dapat menerima pancaran Nurullah dengan mudah. Oleh karenanya segala perbuatan dan tindakannya selalu berdasarkan dengan niat yang ikhlas (suci dari riya). Dan amal ibadahnya itu tidak lain kecuali mencari ridha Allah SWT. Untuk itulah manusia seperti ini bisa mendekatkan diri kepada Yang 83

Ibid., hlm. 93

52

Maha Kuasa. Maka dari itu, Allah senantiasa mencurahkan rahmat dan perlindungan kepadanya. c) Tajalli Tajalli adalah merasakan akan rasa ketuhanan yang sampai mencapai sifat muraqabah. Tajalli merupakan barang yang dibukakan bagi hati seseorang tentang beberapa Nur yang datang dari ghoib. Tajalli ada empat tingkatan, yaitu:60 tajalli af’al, tajalli asma, tajalli sifat, dan tajalli zat. 4) Riyadhah, Muqorobah, dan Muroqobah a) Riyadhah Riyadhah adalah latihan-latihan fisik dan jiwa dalam rangka melawan getaran hawa nafsu dengan melakukan puasa, khalwat, bangun di tengah malam (qiyamullail), berdzikir, tidak banyak bicara, dan beribadah secara terus menerus untuk penyempurnaan diri secara konsisten.84 b) Muqorobah Secara bahasa muqorobah berarti saling berdekatan (bina musyarakah) dari kata-kata qooraba-yuqooribumuqoorobah. Dalam pengertian ini, maksudnya adalah usaha-usaha seorang hamba untuk selalu berdekatan dengan Allah SWT, yakni saling berdekatan antara hamba

dan

Tuhannya.

Upaya-upaya

untuk

mendekatkan diri kepada Allah ini harus diiringi dengan nilai-nilai keikhlasan dan kesungguhan untuk mencapai ridha-Nya. c) Muroqobah

84

K. Permadi, Pengantar Ilmu Tasawwuf, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), cet. II, hlm. 95

53

Muroqobah dalam makna harfiah berarti awas mengawasi atau saling mengawasi (dalam Ilmu Shorof dalam kategori bina musyarokah). Secara bahasa muroqobah mengandung makna senantiasa mengamati tujuan atau menantikan sesuatu dengan penuh perhatian (mawas diri). Sedangkan menurut terminologi berarti melestarikan pengamatan kepada Allah SWT dengan hatinya dalam arti terus menerus kesadaran seorang hamba atas pengawasan Allah SWT terhadap semua keadaannya. Sehingga manusia mengamati pekerjaan dan hukum-hukum-Nya dengan penuh perasaan kepada Allah SWT. 5) Fana, Baqa, dan Ittihad a) Fana Fana diambil dari kata faniya (fana)-yafna-fana’, secara bahasa berarti menjadi lenyap, hilang, dan tak kekal. Dalam sumber lain berasal dari kata fana-yafnifana’

yang

mengandung

makna

hilang

hancur.

Sedangkan baqa berasal dari kata baqiya-yabqa-baqa’ yang berarti dawam atau terus menerus, tidak lenyap dan tidak hancur. Fana dalam istilah Ilmu Tasawuf adalah suatu tingkatan pengalaman spiritual sufi yang tertinggi menjelang ke tingkat ittihad, yakni hilangnya kesadaran tentang dirinya dari seluruh makhluk dan hanya ditujukan kepada Allah semata, serta yang ada hanya Allah SWT.85 b) Baqa

85

Ibid., hlm. 133.

54

Baqa adalah kekalnya sifat-sifat terpuji dan sifatsifat Tuhan dalam diri manusia. Karena lenyapnya sifat-sifat Basyariyah maka yang kekal adalah sifatsifat Ilahiyah. Fana dan baqa datang beriringan. Ini merupakan pengalaman mistik tentang substansi atau kehidupan bersama dengan Tuhan setelah terjadi fana dalam diri sufi.86 c) Ittihad Ittihad berasal dari kata ittahada-yattahidu-ittihaad yang berarti penyatuan atau kebersatuan. Dalam hal ini maksudnya tingkatan tasawuf seorang sufi yang telah merasa

dirinya

bersatu

dengan

Tuhan.

Ittihad

merupakan suatu tingkatan antara yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu. 6) Mahabbah, Al-Hulul, dan Wahdatul Wujud a) Mahabbah Secara etimologi, mahabbah adalah bentuk masdar dari kata hubb yang mempunyai arti: a) membiasakan dan tetap, b) menyukai sesuatu karena punya rasa cinta. Dalam bahasa Indonesia kata cinta, berarti: a) suka sekali, sayang sekali, b) kasih sekali, c) ingin sekali, berharap sekali, rindu, makin ditindas makin terasa betapa rindunya, dan d) susah hati (khawatir) tiada terperikan lagi. Mahabbah (cinta) merupakan keinginan yang sangat kuat terhadap sesuatu melebihi kepada yang lain atau ada perhatian khusus, sehingga menimbulkan usaha untuk memiliki dan bersatu dengannya, sekalipun 86

Badrudin, H. 2015. Akhlak Tasawuf. Serang: IAIB PRESS.

55

dengan

pengorbanan.

Dengan

demikian

dapat

dikatakan, Mahabbah adalah perasaan cinta yang mendalam secara ruhaniah kepada Allah. b) Al-Hulul Hulul

berasal

dari

kata

halla-yahillu-hulul,

mengandung makna menempati, tinggal di, atau bertempat di. Sedangkan dalam makna istilah hulul adalah paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat (bersemayam)

di

dalamnya

dengan

sifat-sifat

ketuhanannya setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan. c) Wahdatul Wujud Secara etimologi, wahdatul wujud adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata, yaitu Wahdat dan al-Wujud. Wahdat artinya adalah penyatuan, satu, atau sendiri, sedangkan

al-wujud artinya ada (eksistens). Di

kalangan ulama klasik ada yang mengartikan wahdah sebagai sesuatu yang zatnya tidak dapat dibagi-bagi. 7) Insan Kamil dan Waliyullah a) Insan Kamil Insan Kamil berasal dari gabungan dua kata bahasa Arab, insan dan kamil. Insan berarti manusia, kamil berarti sempurna. Jadi secara bahasa insan kamil mengandung makna manusia sempurna, yakni manusia yang dekat (qarib dengan Allah) dan terbina potensi ruhaniahnya sehingga dapat berfungsi secara optimal. Inilah manusia seutuhnya yang mempunyai ketinggian

56

derajat di hadapan Tuhannya, sehingga mencapai tingkat kesempurnaan tauhid dan akhlak mulia.87 b) Waliyullah Waliyullah merupakan gabungan dari lafadz “wali” dan “Allah”. Kata “wali” adalah bentuk mufrad (singular), sedangkan bentuk jamak-nya (plural) adalah “awliya”. Wali Allah artinya kekasih Allah. Jadi bentuk jamak-nya

awliya

Allah

(para

kekasih

Allah).

Dikatakan kekasih Allah karena ia sangat dekat dengan Allah,

sehingga

Allah

menjadi

pemelihara

dan

penolong bagi kekasih-Nya.88 3. Kelebihan dan Kekurangan Buku berjudul Akhlak Tasawuf karya Badrudin M. Ag. ini memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut : 1) Kelebihan a. Segi Isi/Materi Pemaparan isi dari buku ini sudah sistematis, diawali dengan pembahasan tentang akhlak, pembahasan tentang tasawuf, sumbersumber akhlak tasawuf, latar belakang timbulnya berkembangnya tasawuf, kandungan akhlak tasawuf dan lain-lain. Kata-kata yang digunakan juga tidak terlalu sulit untuk dipahami, sehingga pembaca tidak terlalu berpikir keras ketika membaca buku ini. b. Segi Metode Dalam hal pemaparan materi, buku ini telah merujuk langsung dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw.

87

Badrudin, H. Akhlak Tasawuf. (Serang: IAIB PRESS, 2015).

88 Badrudin, H. Akhlak Tasawuf. (Serang: IAIB PRESS, 2015).

57

Penulisan buku ini juga berdasar pada metode kualitatif atau merujuk kepada buku-buku yang berkaitan. c. Segi Tata Letak Dari segi tata letak kelebihan buku ini adalah penomeran halaman mirror serta margin yang digunakan juga sudah sesuai sebelah kiri genap, sebelah kanan ganjil. 2) Kekurangan a. Segi Isi/Materi Buku Akhlak Tasawuf dalam segi isi sudah memiliki banyak kelebihan, hanya saja dalam buku ini masih ada kekurangan yaitu: Pertama,

tidak

ada

pembahasan

tentang

contoh

kisah

teladan/akhlak dari para Nabi-nabi selain Nabi Muhammad saw. yang bisa menjadi gambaran pembaca tentang pentingnya memiliki akhlak yang terpuji. Kedua, tidak dibahas mengenai akhlak seorang muslim terhadap nonmuslim pada masa sekarang ini yang mudah terjadi kericuhan antar umat beragama. b. Segi Metode Buku ini alangkah lebih baiknya jika ditambahkan dengan metode penelitian dengan mengemukakan contoh-contoh akhlak terpuji dan akhlak tercela sehingga bentuk-bentuk akhlak yang dijelaskan bisa dilihat juga dari sisi prakteknya. Selain itu perlu juga mengemukakan pendapat si Penulis sendiri berkaitan dengan bahasan-bahasan,

perlu

juga

ditekankan

aspek

efektivitas

penerapan realita dan perlu adanya penelitian sejauh mana akhlak itu diterapkan. c. Segi Tata Letak Dari segi tata letak kekurangan buku ini adalah belum menggunakan font standar yang umum digunakan dan ukuran font juga belum sesuai sehingga masih begitu sulit untuk dibaca. Footnote pada buku ini juga masih kurang tepat karena banyak yang tidak tercantum di dalam daftar pustaka. Kekurangan lain

58

pada buku ini dari segi tata letak yaitu pada sistem penomoran yang masih kurang tepat, tidak sistematis, dan selalu berubah-ubah. 4. Tabel Buku Sekunder

“Akhlak Tasawuf” Latar Belakang

Buku ini ditulis dengan latar belakang memberikan

Penulisan Buku

pengetahuan

agama

membacanya

khususnya

kepada

siapa

mengenai

pun

yang

tasawuf

yang

mencakup pengertian akhlak, manfaat mempelajari akhlak, tasawuf, objek tasawuf, ilmu tasawuf dan lain sebagainya. Tujuan Penulisan

Untuk menjadi bacaan dalam masyarakat maupun sebagai bahan studi bagi pelajaran-pelajaran.

Sasaran Pembaca

Pembaca di harapkan dapat mengetahui dan memahami akhlak tasawuf. Dengan jalan membaca buku ini , akan dapat dialihkan dari jurang kelalaian ke tingkat ingat kepada Tuhan.

Relevansi Hubungan

Antar judul dan isi buku tersebut terdapat keterkaitan dengan materi yang cukup jelas.

Tingkat

Buku ini mutakhir materinya cukup lengkap untuk

Kemutakhiran

mendalami akhlak tasawuf dengan baik sesuai dengan tuntutan syariat.

Tata Letak buku

Buku ini belum menggunakan front dan footnote pada umumnya. Sehingga pembaca sedikit kesulitan dalam membacanya.

Kelebihan Buku

Pemaparan dari pembahasan buku ini sudah sistematis. Baik dari segi isi dan metode.

Kekurangan Buku

Buku ini tidak memberikan contoh perilaku para Nabi selain Nabi Muhammad Saw.

59

Ukuran

front,

footnote,

dan

penomoran

masih

ditemukan kesalahan.

B. Buku Sekunder Kedua “Akhlak Tasawuf “ Karya Nur Hidayat M. Ag. Akhlak merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga ia akan muncul secara spontan apabila dibutuhkan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dulu. Sedangkan tasawuf merupakan usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan menekankan pentingnya akhlak atau sopan santun baik kepada Allah maupun kepada sesama makhluk. Hubungan akhlak dengan tasawuf sangatlah erat bisa dikatakan seperti dua sisi mata uang, karena untuk mencapai akhlak yang mulia dibutuhkan proses-proses yang biasanya dilakukan oleh kalangan pengamal tasawuf. Sementara bagian yang terpenting dalam tasawuf adalah pencapaian akhlak yang mulia disamping hal-hal yang terkait dengan kebutuhan. Setiap bab dalam buku ini dibahas secara mendetail dan jelas. Berikut adalah beberapa bab dari buku ini

89

1.

Pembahasan Akhlak

2.

Hakikat Baik dan Buruk

3.

Pembahasan Tasawuf

4.

Sumber-sumber Akhlak Tasawuf

5.

Latar Belakang Timbulnya Studi Tentang Akhlak Tasawuf

6.

Kandungan Akhlak Tasawuf

7.

Hakikat Pembinaan Akhlak Tasawuf

8.

Hubungan Syariah dengan Tasawuf89

Hidayat, Nur. Akhlak Tasawuf. (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013)

60

C. Buku Sekunder Ketiga “Akhlak Tasawuf” Karya Dr. H. Jamil, MA. a. Bab I Akhlak Pada bab ini membahas tentang pengertian akhlak, ruang lingkup, perbedaan akhlak, etika dan moral, kajian akhlak dalam lintasan sejarah manusia, kedudukan akhlak dalam ajaran Islam, akhlak terpuji dan tercela, kriteria seseorang telah mencapai tingkatan akhlak terpuji, hubungan akhlak dan tasawuf, urgensi akhlak di zaman modern, serta akhlak dalam kehidupan keluarga.90 b. Bab II Pengenalan Aklak Tasawuf Akhlaqi dan Falsafi Pada bab ini membahas tentang sejarah akhlak tasawuf, tasawuf akhlaqi, dan tasawuf falsafi. c. Bab III Maqamat dan Ahwal Pada bab ini membahas tentang maqamat dan ahwal dalam ilmu tasawuf. d. Bab IV Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Kalam, Filsafat, Fiqih, dan Ilmu Jiwa Agama Pada bab ini membahas tentang ilmu dalam pandangan kaum sufi, hubungan ilmu tasawuf dengan beberapa ilmu lain. e. Bab V Tasawuf Akhlaqi Pada bab ini membahas tentang tokoh-tokoh yang mengembangkan tasawuf akhlaqi. f. Bab VI Tasawuf Irfani 90

Jamil, H.M. Akhlak Tasawuf. (Referensi, 2013)

61

Pada bab ini membahas tentang tokoh-tokoh yang mengembangkan tasawuf irfani. g. Bab VII Tasawuf Falsafi Pada bab ini membahas tentang tokoh-tokoh yang mengembangkan tasawuf falsafi. h. Bab VIII Seputar Tarekat Pada bab ini membahas tentang pengertian tarekat dan tarekat yang berkembang di Indonesia. i. Bab IX Tasawuf di Indonesia Pada bab ini membahas tentang aliran tasawuf falsafi dan aliran tasawuf sunni. j. Bab X Seputar Tasawuf Syar’i Pada bab ini membahas tentang syari’at, hakikat, dan landasan tasawuf syar’i. 1. Perbandingan Buku Primer dengan Buku Sekunder a. Kelebihan Kelebihan dari buku ini adalah mampu memberikan informasi tentang akhlak, mulai dari pengertian secara umum hingga pada hal-hal yang sangat penting dalam proses pembentukan akhlak al-karimah. Pada buku ini juga terdapat keterangan untuk bahasa-bahasa asing yang dicetak miring. Buku ini juga memberikan penjelasan yang mudah dipahami oleh masyarakat umum khususnya mahasiswa. 91 b. Kelemahan 91

Jamil, H.M. Akhlak Tasawuf. (Referensi, 2013)

62

Di dalam buku ini juga terdapat kelemahan seperti terdapat ayat atau hadist yang sebagian tidak berharakat sehingga sedikit membingungkan pembaca yang tidak memahami kaidah bahasa arab. Selain itu banyak terdapat kata-kata yang diulang-ulang dan salah ketik. Tidak adanya biografi pengarang sehingga kurang bisa memahami sejarah sekaligus background dari penulis sendiri. Pada buku ini juga tidak terdapat glosarium sebagai penjelasan dalam kalimat yang sulit untuk dipahami.92 D. Buku Sekunder Keempat “Kuliah Akhlaq” Karya Prof. Yunahar Ilyas. Penulis buku “kuliah akhlaq”ini cukup sistematis dan mudah difahami banyak kalangan baik oleh akademisi, mahasiswa, pelajar maupun masyarakat secara umum jika kita melihat dari narasi daftar isi buku ini, maka kita akan mengakui keteraturan penulis dalam menyusunnya. Dimulai dengan pengertian akhlaq yang di tinjau dari berbagai sumber dan literatur,cakupan serta keutamaan berakhlaqul karimah, pada bagian selanjutnya dijelaskan bagimana akhlaq kepada yang serba maha yaitu Allah swt. Sebelum akhlaq kepada yang lain di jelakan ,kemudian bagian selanjutnya di jelaskan bagaimana akhlaq kepada Rasulullah Muhammad saw. ,akhlaq sebagai seorang muslim atau akhlaq pribadi apa saja yang harus ada dan tertanam dalam diri individu sebagai muslim termasuk bagimana akhlaq dalam keluarga sebagai ayah,ibu dan anak, kemudian akhlaq dalam bermasyarakat dan akhlaq dalam bernegara semua dijelaskan sesuai dengan Alquran dan Hadist Rosulullah saw, sehingga semua cakupan bahasan tidak hanya bersumber dari rasio namun dasarnya adalah Alquran dan sunnah.

92

Jamil, H.M. Akhlak Tasawuf. (Referensi, 2013)

63

Maka dari keberadaan masing-masing bab dalam buku ini semua sama yaitu tentang Akhlaq sebagai seorang muslim sesuai tuntunan syariat hanya saja masing-masing bab nya membahas tentang beberapa bentuk akhlaq mulai dari akhlaq kepada Allah sebagai sang pencipta hingga akhlaq dalam bernegara sebagaimana yang disebutkan pada sistematika buku ini. Selain nalar fikirnya dalam kepenulisan buku ini antara bahasan bab 1 dan bab lainnya sangat berhubungan dan berkaitan erat dimana persoanalan mengenai akhlaq bagi seorang muslim dibahas secara konferhensif baik dari segi isi/cakupan bahasan yang diawali dengan mengenal akhlaq,cakupan dan keutaman berakhlaq lalu di kaitan dengan bentuk-bentuk akhlaq yang ada seperi akhlaq kepada Allah,akhlaq dalam bernegara bagaimana harus sesuai dengan syariat Allah sebagai warga Negara.93 E. Buku Sekunder Kelima “Akhlak Tasawuf” Karya Nasrul HS, S. Pd.I, M.A. 1.

Pengantar Buku perbandingan yang kelima berjudul, Berikut ini sedikit ulasan materi pada buku sekunder sebagai pembanding: a.

Bab I Pengertian, Urgensi, dan relevansi Akhlak dengan Ilmu-ilmu lain Pada bab ini membahas tentang akhlak, etika, moral, adab, perbedaan akhlak, etika, dan moral, urgensi akhlak, serta relevansi akhlak dengan ilmu lainnya.

b.

93

Bab II Dalil-dalil Pembentukan Akhlak

Ilyas, Yuhanar. Kuliah Akhlaq. (Yogyakarta: LPPI, 1999).

64

Pada bab ini membahas tentang pembentukan akhlak dan dalildalil tentang akhlak. c.

Bab III Konsep Akhlak Mahmudah-Mazmumah dalam Al-Qur’an da Hadis dan Aplikasinya dalam Kehidupan Pada bab ini membahas tentang baik dan buruk dalam konteks ilmu akhlak, konsep-konsep akhlak mahmudah dan mazmumah, kriteria seseorang telah mencapai tingkatan akhlak terpuji, peningkatan akhlak terpuji, serta implikasi akhlak terpuji dan tercela.

d.

Bab IV Nabi Muhammad Al-Musthafa sebagai Induk Akhlak Islami Pada bab ini membahas tentang nabi Muhammad Al-Musthafa sebagai sumber akhlak Islami dalam pendidik, berekonomi, sosial kemasyarakatan, dan berpolitik.

e.

Bab V Akhlak dalam Kisah Teladan Nabi Ya’Qub a.s. dan Aplikasinya dalam Kehidupan Pada bab ini membahas tentang hikmah yang terkandung dalam kisah-kisah teladan Nabi Ya’qub a.s.

f.

Bab VI Akhlak dalam Kisah Teladan Nabi Khaidir dan Aplikasinya dalam Kehidupan Pada bab ini membahas tentang hikmah sikap Nabi Khaidir kepada Nabi Musa dan pelajaran yang dapat diambil.

g.

Bab VII Pengertian dan Asal-Usul Tasawuf Pada bab ini membahas tentang pengertian tasawuf dan asalusul tasawuf.

h.

Bab VIII Sejarah dan Perkembangan Tasawuf serta Pembentukannya dalam Islam94 Pada bab ini membahas tentang sejarah lahirnya tasawuf, sejarah perkembangan tasawuf dari masa ke masa, dan perkembangan tasawuf di Indonesia.

94

Nasrul, HS. Akhlak Tasawuf. (Yogyakarta: CV Aswaja Pressindo, 2015).

65

i.

Bab IX Relevansi Tasawuf dengan Berbagai Disiplin Ilmu lain dan Urgensi Mempelajarinya Pada bab ini membahas tentang relevansi ilmu tasawuf degan bebeapa ilmu lain dan urgensi mempelajari akhlak tasawuf.

j.

Bab X Konsep Hakikat Manusia dalam Perspektif Tasawuf Pada bab ini membahas tentang jism, nafs, dan ruh dalam ilmu tasawuf.

k.

Bab XI Perjalanan Ruhani Menuju Allah Pada bab ini membahas tentang jihad, ijtihad, dan mujahadah dalam ilmu tasawuf.

l.

Bab XII Konsep Al-Maqamat dan Al-Ahwal95 Pada bab ini membahas tentang maqamat dalam tasawuf dan juga Al-Ahwal.

2.

Perbandingan dengan Buku Primer Buku primer berisi tentang pemahaman-pemahaman secara lebih mendalam tentang akhlak dan tasawuf. Selain pemahaman, dalam buku ini membahas tentang pembinaan karakter yang dikaitkan dengan beberapa fenomena di Indonesia dan juga berhubungan dengan pemahaman tersebut agar pembaca bisa lebih paham akan materi yang sedang dijelaskan sebagaimana telah dipaparkan pada bab sebelumnya. Buku sekunder memiliki isi yang hampir mirip dengan buku primer, hanya saja pada buku ini dilengkapi dengan dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadis yang lebih mendalam daripada buku primer. Selain itu, pada buku ini juga digambarkan kisah-kisah teladan pada Nabi Ya’qub dan Nabi Khaidir. Berikut beberapa perbandingan antara buku primer dengan buku sekunder:

95

Nasrul, HS. Akhlak Tasawuf. (Yogyakarta: CV Aswaja Pressindo, 2015).

66

a.

Pada buku primer tidak menjelaskan tentang adab sedangkan pada buku sekunder menjelaskan tentang adab.

b.

Pada buku primer dalil-dalil tentang akhlak dituliskan secara singkat sedangkan pada buku sekunder dalil-dalil tentang akhlak diterangkan secara khusus dan terperinci.

c.

Pada buku sekunder digambarkan kisah-kisah teladan Nabi Ya’qub dan

Nabi

Khaidir,

sedangkan

pada

buku

primer

hanya

menggambarkan kisah tentang Rasulullah saja. d. Pada buku primer penulisan buku ini berdasar pada metode kualitatif atau merujuk kepada buku-buku yang berkaitan sedangkan pada buku sekunder tidak merujuk kepada buku-buku tertentu. F. Buku Sekunder Keenam “Pengantar Ilmu Tasawuf” Karya Drs. K. Permadi, S.H. Buku yang diberi judul Pengantar Ilmu Tasawwuf mengantarkan kita pada upaya dan pemikiran tentang pendalaman terhadap Tasawwuf di pandang dari sudut agama Islam. Sebagaimana dikemukakan oleh pengarangnya dalam (Bab) Pendahuluannya bahw Tasawwuf atau mistik atau suluk merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari cara bagaimana orang dapat berada dan sedekat mungkin dengan Tuhan-Nya. Walaupun apa yang diuraikan tentang pengertian tasawwuf cukup gamblang, namun masih banyak kalangan umat islam yang masih meragukan bahwa Tasawwuf tidak bersumber dari ajaran islam. Padahal sebenarnya Tasawwuf adalah pokok-pokok ajaran dari Nabi Muhammad SAW. Segi manfaat dari Tasawwuf sebagaimana dikemukakan dalam buku ini adalah dasar dari kekuatan batin untuk pembersihan jiwa, pemupuk iman, dan penyubur amal soleh yang semuanya semata-mata agar memperoleh ridla Allah.96

96

K. Permadi, Pengantar Ilmu Tasawwuf, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), cet. II.

67

G. Buku Sekunder Ketujuh “Pengantar Ilmu Tasawuf “ Karya Usman Said Timbulnya tasawuf dalam islam bersamaan dengan kelahiran agama islam itu sendiri, yaitu semenjak Muhammad SAW di utus menjadi Rassul untuk segenap umat manusia dan seluruh alam semesta. Fakta sejarah menunjukan bahwa pribadi Muhammad sebelum di angkat menjadi Rassul dan berulang kali melakukan tahannus dan khalwat di Gua Hira’ di samping untuk mengasingkan diri dari masyarakat Makkah yang sedang mabuk untuk memperturutkan hawa nafsu keduniaan. Juga Muhammad berusaha mencari jalan untuk membersihkan hati dan mensucikan jiwa dari noda yang menghinggapi masyarakat pada waktu itu. Tahannuts yang di lakukan Muhammad di dalam Gua Hira’ merupakan cahaya pertama dan utama bagi tasawuf atau itulah benih pertama bagi kehidupan rohaniyah yang di sebut dengan ilham atau renungan rohaniyah. Sehingga dapat kita pahami pola kehidupan Rasullah adalah pola kehidupan yang paling ideal yang patut di tiru dalam segenap aspek kehidupan , baik dalam tata cara peribadatan, maupun dalam tata cara berpakain dan sopan santun. Beramal siang, malam, makan dan berpakain dengan pola kehidupan sederhana dan bersahaja. Sikap dan tingkah lakunya di kagumi oleh segenap kawan dan lawan, pokoknya hidup Rasulullah merupakan Khazanah dan ibrah bagi kehidupan para Sufi.97 H. Buku Sekunder Kedelapan “Tasawuf dan Perkembannganya dalam Islam” Karya Simuh Tasawuf memiliki pengaruh sangat besar terhadap dunia Islam, karena ajaran dan pemahamannya berdampak kepada sikap benci atau menjauhi kehidupan duniawi dan menjadikan

seseorang

tidak

menggunakan

kesempatannya sebagai umat manusia pada umumnya. Dengan begitu, maka

97

Usman, Said. Pengantar Ilmu Tasawuf. (Medan: IAIN Sumatera Utara, 1982)

68

manusia menjadi lemah, tidak mampu mengorbankan dan bersedekah dengan harta, karena kekayaan duniawi telah dibencinya.98 I. Buku Sekunder Kesembilan “Risalah Memahami Ilmu Tasawuf” Karya Moh. Syaifullah Al Aziz Buku ini menjelaskan asal mula kata sufi, pengentian tasawwuf menurut para ahli, lebih menjelaskan perbedaan pendapat mengenai makna tasawwuf. salah satunya pendapat Menurut Prof. Dr. H. Abu bakar aceh mengatakan bahwa tashawuf itu diartikan mencari jalan untuk memperoleh kecintaan dan kesempurnaan rohani. Menjelaskan pula sumber-sumber tasawuf yang isinya hampir sama dengan buku primer. Buku ini terdiri dari sembila bab yang didalamnya terdapat sub-sub bab yang memperinci pokok-pokok pembahasan secara detail. Terdiri dari, bab pertama pendahuluan, bab kedua membahas sejarah singkat perkembangan dan pertumbuuhan tasawuf, bab ketiga mebahas tentang memasuki jalan tasawuf, bab keempat membahas Riyadlah dan Tingkatan yang ditempuh dalam bertasswuf, bab kelima membahas tentang menapak jalan tasawuf menuju ma’rifat kepada Allah, bab keenam membahas tentang memasuki maqam ma’rifat billah, bab ketujuh membahas Ma’rifat Billah, bab kedelapan waliyullah dan karamah, terakhir do’a dan munajat.99

98

Simuh. 1996. Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 99

Moh. Syaifullah Al Aziz, Risalah Memahami Ilmu Tashawwuf, (Surabaya : Terbit Terang, 1998).

69

BAB III PENUTUP C. Kesimpulan Demikianlah beberapa pandangan serta pembahasan mengenai Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia yang dapat disampaikan kepada para pembaca. Berdasarkan hasil bacaan dari buku-buku yang berkaitan peresensi meyakini bahwa akhlak tasawuf dan karakter tidak dapat dipelajari atau dipahami semata-mata berdasarkan ilmu pengetahuan, akan tetapi mencoba untuk dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan uraian dari pembahasan diatas telah memberikan informasi yang amat jelas tentang cara-cara yang harus ditempuh seseorang yang menghendaki kehidupan yang baik guna selamat hidup dunia dan akhirat. Akhlak merupakan hiasan diri yang membawa keberuntungan bagi yang mengerjakannya. Ia akan disukai oleh Allah dan disukai umat manusia dan makhluk lainnya. Namun, dalam pelaksanaannya akhlak dalam Islam itu memerlukan penjabaran dan pengembangan yang dihasilkan akal manusia melalui ijtihad. Pemikiran dalam bentuk konsep etika, moral dan susila dapat digunakan untuk menjabarkan berbagai ketentuan akhlak yang bersifat mutlak, universal dan general yang ada dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis. Tasawuf yang dibangun oleh para ulama sufi juga mengandung nilainilai luhur yang berhubungan erat dengan pembinaan akhlak yang mulia. Untuk itulah, tidak salah jika antara akhlak dan tasawuf disandingkan secara berdampingan untuk bahu-membahu membimbing manusia kepada kehidupan yang ideal sebagaimana terlihat dalam konsep insan kamil.

70

Sebagai sebuah ilmu hasil ijtihad manusia, akhlak tasawuf sama dengan ilmu ainnya. Di sana ada kekurangan, kelemahan dan keganjilan, dan di sana pula ada kelebihan, kekuatan dan keistimewaan. Kiranya cara yang bijaksana yang perlu kita tempuh adalah apabila kita mengambil kelebihan, kekuatan dan keistimewaan dari tasawuf itu untuk memandu hidup kita, dan meluruskan paham-paham yang kurang proporsional. Sikap yang adil ini nampaknya belum banyak berkembang di kalangan masyarakat. Ajaran akhlak tasawuf juga berkaitan degan pendidikan karakter. D. Tabel Perbandingan Perbandingan Buku Primer “Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia” Karya Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. dengan Buku Sekunder “Akhlak Tasawuf ” karya Dr. H. Badrudin, M. Ag. No

Aspek

Buku Primer

Buku Sekunder

Pembanding

(Akhlak Tasawuf dan

(Akhlak Tasawuf)

Karakter Mulia) 1

Bahasa yang

Cukup jelas dan tersedia

Cukup jelas dan mudah

digunakan

glosarium kata untuk

dipahami oleh pembaca.

penjelasan berbagai kata yang belum jelas. 2

3

Intisari

Jumlah BAB

Memfokuskan pada tiga

Membahas tentang

pembahasan pokok yaitu

akhlak tasawuf tetapi

akhlak tasawuf dan karakter

lebih difokuskan

mulia.

mengenai tasawufnya.

Ada 24 bab dan terdapat

Hanya terdapat 4 bab

banyak sub-bab didalamnya.

dan sub-bab tidak terlalu banyak.

4

Tata Letak

Dalam tata letak, buku ini

Buku ini belum

Buku

memiliki format yang sudah

menggunakan front dan

71

cukup baik sehingga dapat

footnote pada umumnya.

mudah dipahami oleh

Sehingga pembaca

pembaca.

sedikit kesulitan dalam membacanya.

5

Tingkat

Buku ini memiliki tingkat

Kemutakhiran kemutakhiran yang bagus

Buku ini mutakhir materinya cukup lengkap

karena jika dilihat dari

untuk mendalami akhlak

berbagai aspek, buku ini sudah

tasawuf dengan baik

tersusun secara sistematis dan

sesuai dengan tuntutan

dapat digunakan sebagai bahan

syariat.

acuan mengajar. 7

Relevansi

Buku yang terdiri dari tiga

Antar judul dan isi buku

Hubungan

materi ini tersusun secara

tersebut terdapat

sistematis susunan babnya.

keterkaitan dengan

Pembahasan dalam buku ini

materi yang cukup jelas.

yaitu tentang akhlak, tasawuf dan pendidikan karakter dibahas dengan cukup luas dan jelas. 8

Isi Buku

Materi yang dibahas dalam

Materi yang dibahas

buku ini sudah cukup rinci dan

cukup lengkap.

pembahasannya luas dan jelas.

Pembahasanny cukup luas.

72

DAFTAR PUSTAKA

Badrudin, H. 2015. Akhlak Tasawuf. Serang: IAIB PRESS. Hidayat, Nur. 2013. Akhlak Tasawuf. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Ilyas, Yuhanar. Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: LPPI, 1999. Jamil, H.M. 2013. Akhlak Tasawuf. Referensi Moh. Syaifullah Al Aziz, 1998, Risalah Memahami Ilmu Tashawwuf, Surabaya : Terbit Terang. Nasrul, HS. 2015. Akhlak Tasawuf. Yogyakarta: CV Aswaja Pressindo Nata, Abuddin. 2013. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta: PT Raja Garfindo Persada Permadi, K.1997.Pengantar Ilmu Tasawwuf. PT Rineka Cipta Simuh. 1996. Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Usman, Said. 1982. Pengantar Ilmu Tasawuf. Medan: IAIN Sumatera Utara.

73

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi Nama

: Abdul Aziz

Jenis kelamin

: Laki-laki

Tempat, tanggal lahir

: Jakarta, 29 Maret 1999

Kewarganegaraan

: Indonesia

Status

: Mahasiswa

Tinggi, berat badan

: 173 cm, 70 kg

Agama

: Islam

Alamat Asal

: Jl. Kramat P. Syarief RT 10/001 No.74c

Lubang Buaya Cipayung Jakarta Timur 13810 Alamat tinggal

: Pondok Pesantren Kotagede Hidayatul

Mubtadi’ien Jl. Raden Ronggo Gg. Garuda KG II 1051 RT 031/013 Prenggan Kotagede Kota Yogyakarta 55172 Telepon / email

: 081383736223 / [email protected]

Riwayat Pendidikan 2005 – 2011

: SDN Lubang Buaya 01 Pagi.

2011 – 2014

: SMP Negeri 157 Jakarta.

2014 – 2017

: SMA Negeri 93 Jakarta.

2017 – Sekarang

: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Riwayat Organisasi 2015 – 2016

: Koordinator Lapangan Paskibra SMA Negeri 93

Jakarta

74

2017 – Sekarang

: Anggota Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa

Betawi DKI Jakarta 2017 – Sekarang

: Ketua Santri 3 Blok Wahab Hasbullah Keluarga

Mahasiswa Nahdlatul Ulama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2018 – Sekarang

: Anggota Departemen Keilmuan dan Riset Himpunan

Mahasiswa Program Studi Kimia UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

75

Related Documents

Resensi Buku
November 2019 25
Resensi Buku
May 2020 20
Resensi Buku Bk.docx
May 2020 18
Resensi Buku 2.docx
December 2019 27

More Documents from "James Winston"