Analisis atas Pengaruh LAKIP pada Peningkatan Kinerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
Ellen Maharani 09460004964 A Research Proposal
A. Pendahuluan
Jika kita tilik dari Inpres Nomor 7 Tahun 1999, LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) adalah laporan sebagai cerminan capaian kinerja berpedoman pada visi
dan
misi
organisasi
setiap
organisasi
publik
yang
ditujukan
untuk
mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan pengelolaan sumberdaya dan kebijaksanaan yang dipercayakan kepadanya berdasarkan perencanaan strategis (renstra) yang telah dirumuskan sebelumnya. Dalam rangka lebih meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang lebih berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab, dipandang perlu adanya pelaporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah pada setiap akhir tahun anggaran, untuk mengetahui kemampuannya dalam pencapaian visi, misi dan tujuan. Pada awal penerapan diwajibkannya instansi pemerintah sampai eselon II menyampaikan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah ke presiden, pemahaman antar instansi yang satu dan lainnya tumpang tindih karena belum ada kesamaan peraturan yang diacu. Penajaman formulasi peraturan kemudian ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah mengintegrasikan pelaporan dan penyampaian LAKIP dengan laporan keuangan. Dalam peraturan pemerintah tersebut, setiap instansi pelaporan wajib menyampaikan laporan keuangan dan laporan kinerja sebagai pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN/APBD. Dalam peraturan pemerintah ini disajikan format baku yang wajib dijadikan acuan setiap entitas pelaporan. Peraturan Pemerintah ini tidak secara eksplisit menyatakan bahwa laporan kinerja atau LAKIP dapat dijadikan acuan untuk membuat target capaian kinerja periode anggaran berikutnya, sehingga diharapkan adanya peningkatan kinerja instansi dari tahun ke tahun. Menurut Mahmudi, pembuatan laporan kinerja merupakan manifestasi dilakukannya manajemen kinerja. Salah satu tujuan dilakukannya pengukuran, penilaian dan pelaporan kinerja dengan output berupa LAKIP adalah sebagai sarana pembelajaran untuk perbaikan kinerja di masa yang akan datang. Penerapan sistem pengukuran kinerja dalam jangka panjang bertujuan untuk membentuk budaya berprestasi di dalam organisasi publik. Budaya kerja berprestasi dapat diciptakan jika mampu membangun atmosfer organisasi dengan perbaikan dan peningkatan kinerja terus menerus. Menurut hasil kajian Tim Studi Pengembangan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, informasi yang dikandung dalam laporan akuntabilitas kinerja (LAKIP) memiliki dua fungsi utama yaitu :
2|Page
1. Sebagai bagian dari pertanggungjawaban penerima amanat (pemerintah yang diwakili masing-masing instansi) kepada pemberi amanat (rakyat dan stakeholder terkait) 2. Sebagai pemicu perbaikan kinerja pemerintah atau dengan kata lain peningkatan kinerja organisasi publik. Arti penting pelaporan kinerja dalam bentuk LAKIP diantaranya dapat dilihat dari pemanfaatan laporan kinerja sebagai umpan balik peningkatan kinerja instansi pemerintah untuk tahun berikutnya. Hasil kajian Direktorat Aparatur Negara Bappenas Tahun 2006 memperlihatkan bahwa modus (93,75%) dari hasil sample instansi pemerintah di berbagai tingkat pemerintahan bersepakat bahwa laporan kinerja (LAKIP) telah dimanfaatkan untuk umpan balik peningkatan kinerja instansi. Menurut Tim Studi Pengembangan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, evaluasi (atau yang kemudian yang akan kita sebut sebagai review) LAKIP adalah aktivitas analisis kritis, penilaian yang sistematis, pemberian atribut, pengenalan permasalahan serta pemberian solusi untuk tujuan peningkatan kinerja dan akuntabilitas instansi pemerintah. Ruang lingkup evaluasi LAKIP meliputi hal-hal yang terkait dengan pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran-sasaran organisasi instansi. Oleh karenanya, informasi yang dievaluasi mungkin saja termasuk informasi yang tidak termuat dalam LAKIP, tapi masih ada hubungannya dengan LAKIP. Informasi kinerja yang dipertanggungjawabkan dalam LAKIP bukanlah satu-satunya yang digunakan dalam menentukan nilai dalam evaluasi itu, akan tetapi juga termasuk berbagai hal (knowledge) yang dapat dihimpun guna menjadi benchmark dan mengukur ataupun mencari indikator keberhasilan ataupun keunggulan organisasi instansi. Jadi bahan yang ada dalam LAKIP sesungguhnya merupakan bahan pemicu kegiatan pengumpulan data (data gathering) dan analisis data agar evaluasi dapat dilakukan secara obyektif dan memadai. Review LAKIP tidak hanya mengarah pada peningkatan kinerja dan perbaikan program/kegiatan di masa datang, akan tetapi juga untuk tujuan meningkatkan akuntabilitas kinerja setiap instansi pemerintah khususnya Sekolah Tinggi Akuntansi Negara dalam bahasan ini. Sekolah Tinggi Akuntansi Negara adalah satuan kerja setingkat eselon II di bawah Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Departemen Keuangan. Atas kedudukannya sebagai perangkat eselon II tersebut, menurut Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara memiliki kewajiban untuk mempunyai Perencanaan Strategik tentang program-program utama yang akan tercapai selama 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahunan, uraian tentang visi, misi, strategi dan faktor-faktor kunci keberhasilan organisasi, tujuan, uraian tentang sasaran dan aktivitas organisasi; uraian tentang cara mencapai tujuan dan sasaran tersebut serta wajib setiap akhir tahun anggaran menyampaikan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah kepada Presiden dan 3|Page
salinannya kepada Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dengan mengunakan pedoman penyusunan sistem akuntabilitas kinerja. Dari segi teori dan hasil kajian literatur memang dikatakan bahwa LAKIP termasuk salah satu faktor yang dijadikan acuan untuk meningkatkan kinerja suatu instansi pemerintah yang membuatnya. Dari penelitian, kajian, jurnal, artikel di atas, dapat disimpulkan bahwa performance-based management dengan output laporan kinerja (di Indonesia disebut LAKIP) memang berpengaruh dalam peningkatan kinerja. Namun calon peneliti beranggapan sepertinya ada faktor lain yang harus dipertimbangkan dalam atas hubungan tersebut khususnya dalam obyek penelitian Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Sehingga atas dasar keyakinan awalan, calon peneliti mencari referensi lain yang mengaitkan antara suatu sistem manajemen baru yang menghasilkan laporan kinerja dengan peningkatan kinerja dalam organisasi tersebut. Dalam suatu jurnal asing Erasmus Research Institute of Management (ERIM) yang berjudul How Feedback Can Improve Managerial Evaluations of Model-based Marketing Decision Support Systems dikatakan bahwa the new system should aim at task-learning processes improvement. Without it, the performance corrective feedback might only lead to shallow learning, not deep learning, because individuals adjust behavior by using the feedback rather than by focusing on understanding the task. Goal-setting learning with feedback will enhance performance. Dapat disimpulkan bahwa penerapan suatu sistem baru haris diikuti dengan proses pembelajaran individual pegawainya yang berorientasi tugas dan peningkatan kinerja. Dalam jurnal ini diketahui bahwa adanya pengaruh sumber daya manusia dengan model mental tertentu di dalam keberhasilan penerapan sistem baru. Md. Hasan Uddin dan Md. Anisur Rahaman dari Patuakhali Science & Technology University dalam jurnal asing lain dengan judul A comparative study on Traditional performance management system and newly introduced performance management system in Bangladesh Bank dikatakan bahwa Bangladesh Bank aims at becoming a modern and dynamic Central Bank. Effective performance management is one of the means to this end. It can be done by instrument to reinforce. The employees of the Bangladesh Bank are in a hesitation whether the new system will bring a good luck for them or not. Atas jurnal ini dapat dilihat bahwa suatu sistem baru yang diaplikasikan dalam sebuah organisasi akan mendapat hambatan utama dari sumber daya manusia yang terkena dampak implementasi sistem. Sumber daya manusia biasanya resisten terhadap suatu perubahan sistem karena merasa tidak harus berubah, nyaman dengan status quo dan sebagainya. Menurut jurnal berdaya Deputi Bidang Akuntabilitas Aparatur Kementerian PAN dikatakan bahwa keberhasilan atau kegagalan implementasi sistem AKIP akan sangat bergantung pada tingkat pemahaman, komitmen dan rasa tanggung jawab sumber daya manusia yang terkait di dalamnya. Sumber daya manusia yang digambarkan di dalamnya 4|Page
adalah pegawai (atau kelompok pegawai) dan atasan pegawai (pejabat) yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam perencanaan, pelaksanaan, pengukuran kinerja, pelaporan dan review LAKIP yaitu yang kemudian akan kita sebut sebagai sumber daya manusia intern. Cary Coglianese dan Jennifer Nash dalam jurnal Management-Based Strategies for Improving Private Sector Environmental Performance menyatakan bahwa Managementbased strategies can sometimes play a role in bringing about improvements in firms’ environmental performance. To be sure, the effectiveness of management-based strategies is by no means assured or always significant; their success depends on the conditions under which they are used as well as the way that they are designed. Kagan has found that management style is an important factor influencing environmental performance. Kinerja suatu organisasi, menurut jurnal ini, akan efektif jika diimplementasikan sesuai dengan desain atau perencanaan. Implementasi ini akan dipengaruhi pula oleh gaya manajemen organisasi tersebut. Jika kita berbicara masalah gaya manajemen, kita pun akan bermuara pada budaya organisasi yang dibangun secara perlahan-perlahan melalui proses pembelajaran tanpa henti. Menurut Samuel Paul, suatu negara yang menerapkan performance-based management harus memperhatikan hak publik untuk mendapat akses atas informasi atas kinerja pelayanan. Menurut hasil kajiannya, apabila informasi atas kinerja pelayanan yang tertuang dalam laporan kinerja dapat diakses publik maka menurut pengalaman di India, umpan balik dari masyarakat dapat meningkatkan kinerja dan akuntabilitas organisasi publik. Informasi atas kinerja pelayanan ini di Indonesia tertuang dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Akses atas LAKIP harus dibuat sedemikian rupa untuk mengoptimalkan manfaat sistem pelaporan dengan tujuan peningkatan kinerja. Hasil kajian ini menyimpulkan adanya pengaruh masyarakat dalam peningkatan kinerja instansi pemerintah. Faktor masyarakat ini akan kita sebut sebagai sumber daya manusia ekstern. Menurut Leksana TH, seorang executive coach dan NLP practitioner dalam sebuah artikel yang berjudul Motivasi Penggerak Kinerja Perusahaan, motivasi merupakan penopang dari pohon tindakan dan komitmen merupakan buah dari terpupuknya motivasi secara terus menerus. Motivasi merupakan landasan untuk menimbulkan keyakinan dan kemauan melakukan tindakan yang produktif. Suatu organisasi yang mampu memotivasi pegawainya akan mampu membangun kekuatan untuk kinerja yang optimal. Faktor motivasi ini ternyata dapat mempengaruhi sumber daya manusia intern maupun ekstern dalam meningkatkan kinerja organisasi publik dalam bahasan ini instansi pemerintah. Atas observasi literatur ditemukan adanya faktor lain yang ikut terkait dalam hubungan LAKIP dan peningkatan kinerja yaitu motivasi. Motivasi harus dimiliki sumber daya manusia intern maupun ekstern yang bereaksi atas feedback hasil review LAKIP. Atas 5|Page
asumsi awal tersebut, penelitian ini akan menguji seberapa besar pengaruh LAKIP terhadap peningkatan kinerja jika hubungan keduanya dipengaruhi adanya motivasi dalam obyek penelitian satuan kerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. B. Perumusan Masalah
Kesimpulan dari observasi literatur yang berasal dari teori-teori, hasil penelitian, kajian, jurnal dan artikel yang telah ada sebelumnya mengatakan bahwa salah satu fungsi LAKIP secara statistik terbukti signifikan dalam meningkatkan kinerja. Atas tambahan beberapa referensi, calon peneliti menemukan bahwa peningkatan kinerja ini juga dipengaruhi oleh faktor sumber daya manusia dengan mental model tertentu yaitu motivasi. Kali ini, akan dilakukan penelitian mengenai seberapa besar pengaruh LAKIP terhadap peningkatan kinerja jika hubungan keduanya dipengaruhi adanya faktor motivasi sumber daya manusia baik intern maupun ekstern yang bereaksi atas umpan balik hasil review LAKIP khususnya pada objek penelitian satuan kerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Sehingga pertanyaan yang muncul (research question) adalah : benarkah LAKIP dapat mempengaruhi peningkatan kinerja jika ada pengaruh moderasi motivasi sumber daya manusia antar kedua hubungan tersebut pada satuan kerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh LAKIP pada peningkatan kinerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara secara empirik. Jika apa yang menjadi research question terbukti signifikan secara statistik bahwa LAKIP mempengaruhi peningkatan kinerja di situasi dimana faktor motivasi sumber daya manusia memoderasinya pada satuan kerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, maka dalam upaya penyempurnaan sistem berbasis kinerja dan pelaporan kinerja yang perlu dibenahi selanjutnya adalah motivasi yang berbuah komitmen dari sumber daya manusia baik intern maupun ekstern yang terkait untuk dapat memberikan reaksi atas umpan balik hasil review laporan kinerja (LAKIP). Sehingga perlu dipikirkan desain alokasi sumber daya manusia yang tepat agar performance-based management dengan misi good governance yang terwujud secara output dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah tidak hanya menjadi simbolistik dari sebuah reformasi dan teronggok percuma sebagai hitung-hitungan aritmatika belaka.
6|Page
D. Telaah Literatur
D.1. New Public Management sebagai Paham Baru
Ditinjau dari perspektif historis, pendekatan manajemen modern sektor publik pada awalnya muncul di Eropa tahu 1980-an dan 1990-an sebagai reaksi terhadap tidak memadainya model administrasi publik tradisional yang hanya menekankan pada pendekatan input-output. Penekanan manajemen modern sektor publik pada waktu itu adalah pelaksanaan desentralisasi, devolusi dan modernisasi pemberian pelayanan publik. Istilah new public management mulai mengemuka pada tahun 1991 oleh Christopher Hood. New public management adalah praktek manajemen publik yang berkeyakinan bahwa perlunya adopsi best-practice dari sektor privat untuk diaplikasikan pada sektor publik. Penerapan konsep new public management ini mengubah manajemen sektor publik dari manajemen tradisional kaku, birokratis dan hierarkis menjadi model manajemen sektor publik yang fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar. Karakteristik-karakteristik dari new public management sebagai berikut: 1. Manajemen profesional di sektor publik 2. Adanya standar kinerja dan ukuran kinerja 3. Penekanan yang lebih besar terhadap pengendalian output dan outcome 4. Pemecahan unit-unit kerja di sektor publik 5. Menciptakan persaingan di sektor publik 6. Pengadopsian gaya manajemen di sektor bisnis ke dalam sektor publik 7. Penekanan pada disiplin dan penghematan yang lebih besar dalam menggunakan sumber daya Penerapan sistem manajemen modern sektor publik tidak selalu mulus dalam prakteknya, sekalipun mengusung idealisme pembaruan. Implementasi suatu sistem baru haris diikuti dengan proses pembelajaran individual pegawainya yang berorientasi tugas dan peningkatan kinerja. Bahkan dalam suatu jurnal asing Erasmus Research Institute of Management (ERIM) yang berjudul How Feedback Can Improve Managerial Evaluations of Model-based Marketing Decision Support Systems dikatakan bahwa the new system should aim at task-learning processes improvement. Without it, the performance corrective feedback might only lead to shallow learning, not deep learning, because individuals adjust behavior by using the feedback rather than by focusing on understanding the task. Goalsetting learning with feedback will enhance performance. Dalam jurnal ini diketahui bahwa adanya pengaruh sumber daya manusia dengan model mental tertentu di dalam keberhasilan implementasi sistem baru yang ditawarkan.
7|Page
Ada kalanya, dalam implementasi sistem baru, ditemukan kendala berupa adanya resistensi pegawai terhadap implementasi sistem baru. Pegawai resisten terhadap adanya perubahan karena merasa tidak harus berubah, nyaman dengan status quo dan sebagainya. Hal tersebut disimpulkan dalam sebuah jurnal penelitian pada sektor privat tentang A comparative study on Traditional performance management system and newly introduced performance management system in Bangladesh Bank dikatakan bahwa Bangladesh Bank aims at becoming a modern and dynamic Central Bank. Effective performance management is one of the means to this end. It can be done by instrument to reinforce. The employees of the Bangladesh Bank are in a hesitation whether the new system will bring a good luck for them or not. Sektor privat yang terlihat begitu fleksibel pun dapat menuai kendala resistensi, apalagi sektor publik yang sampai saat ini terkenal dengan imejnya yang kaku. Walaupun pada awalnya, penerapan sistem manajemen modern ini mendapatkan beberapa kendala, buktinya selama dua dasawarsa terakhir, new public management telah berhasil memberikan kontribusi positif dalam memperbaiki kinerja sektor publik melalui mekanisme pengukuran kinerja yang diorientasikan pada value for money (efektif, efisien dan ekonomis). Pengukuran kinerja merupakan doktrin yang esensial dalam konsep new public management dibanding dengan keenam prinsip lainnya. Pengukuran kinerja ini merupakan salah satu fase dalam performance-based management atau manajemen berbasis kinerja yang menitikberatkan pada hasil (outcome) bukan pada input atau output seperti sistem tradisional. Manajemen berbasis kinerja memperlihatkan faktor sistematik dengan langkah-langkah dan tahap-tahap yang terencana dengan baik yang menimbulkan budaya kerja dengan termin holistik jangka panjang. Manajemen berbasis kinerja menghendaki continuous performance improvement dimana data kinerja dan pelaporan kinerja memberikan umpan balik untuk melakukan perbaikan kinerja. Dalam konsep manajemen berbasis kinerja ini, setiap unit kerja diharapkan dapat mengembangkan indikator kinerja sebagai alat untuk mengukur kemajuan dalam pencapaian tujuan organisasi.
D. 2. Reformasi Sistem Manajemen Pemerintah Indonesia
Pemerintah Indonesia selama beberapa dekade telah bergulat hanya sampai pengukuran input-output bukan outcome. Pembahasan antara eksekutif dan legislatif hanya berkutat pada anggaran dan realisasi anggaran. Pengukuran demikian hanya berfokus pada penjelasan bagaimana sibuknya pemerintah namun tidak menjelaskan mengenai dampak nyata aktivitas pemerintah terhadap masyarakat. Sistem manajemen tradisional semacam itu tidak mencerminkan upaya pemerintah melayani masyarakat karena hanya berfokus 8|Page
pada input-output saja tanpa perduli apakah hasilnya (outcome) memang benar-benar dibutuhkan oleh atau berpengaruh pada masyarakat atau tidak. Sistem manajemen pemerintahan tradisional (berbasis input-output) semakin lama dirasa kurang mampu menghandle masalah-masalah yang mengemuka. Kurang mampunya meng-handle masalah-masalah mengemuka ini terlihat semakin tajam ketika Indonesia dilanda krisis multidimensi mulai tahun 1997. Saat itulah semua kelemahan tersingkap dari yang sebelumnya masih dapat ditutup-tutupi pemerintah atas lubang-lubang manajemen yang tidak produktif, tidak efisien, rendah kualitas, miskin inovasi dan kreativitas yang semakin memperlihatkan bobroknya birokrasi. Kegagalan manajemen pemerintahan, buruknya citra birokrasi, rendahnya penilaian kinerja oleh lembaga internasional, serta tuntutan masyarakat untuk perbaikan kinerja, ikut meningkatkan urgensi atas akuntabilitas sektor publik. Krisis perekonomian Indonesia yang mencapai puncaknya pada tahun 19971998 itu, telah melahirkan perdebatan publik, khususnya mengenai pilihan kebijakan yang diambil Pemerintah kala itu. Kemajuan telah terjadi dalam penanganan berbagai masalah yang berkaitan dengan krisis. Akan tetapi hasil yang dicapai belum mampu menumbuhkan harapan adanya penyelesaian krisis yang diikuti pemulihan tanpa adanya ketakutan akan timbulnya masalah baru atau terjadinya krisis baru. Permasalahan krisis di Indonesia tidak dapat dilihat secara eksklusif sebagai masalah finansial yang muncul dari luar. Akan tetapi krisis Indonesia juga tidak dapat dilihat secara utuh sebagai gejolak dari dalam berkaitan dengan kelemahan struktural atau kesalahan kebijakan pemerintah. Pasti ada kontribusi atas masalah intern dan ekstern yang kemudian meledak saling menghancurkan. Atas dasar itulah, pemerintah Indonesia harus membenahi satu-persatu sistem manajemen dan tentu saja adanya harapan besar peningkatan kinerja pemerintah secara lebih profesional. Dunia telah berubah, organisasi yang paling beresiko adalah organisasi yang tidak ingin ikut berubah bersama pesatnya perubahan dunia. Maka dengan semangat mengusung me-manage perubahan, muncullah ide me-reformasi sistem kenegaraan, sistem manajemen pemerintahan yang diwarnai oleh adanya paham new public management. New public management menghendaki suatu sistem pemerintahan yang seefisien, seefektif mungkin sehingga dapat bergerak lebih fleksibel dalam mengikuti tuntutan masyarakat dan perubahan lingkungan. Paradigma baru ini dianggap sebagai solusi atas berbagai label negatif yang melekat pada pemerintah sehingga dalam perkembangannya pendekatan tradisional dalam administrasi publik telah ditinggalkan dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan. Paham ini yang kemudian menggantikan paham klasik yang beranggapan bahwa organisasi pemerintah sebagai institusi yang hanya fokus pada struktur formal dan institusional. New public management beranggapan bahwa sudah semestinya ada perubahan atas paradigma tersebut menjadi semua fungsi masyarakat dilibatkan dalam 9|Page
memberikan pelayanan agar dapat mengedepankan prinsip value for money dimana pelayanan menjadi lebih efektif, efisien dan ekonomis. Dalam mekanisme hubungan ini, akuntabilitas yang ada tidak mengalir dari bawah ke atas yaitu dari pegawai ke atasannya saja, namun pertanggungjawaban ini juga dilakukan kepada pihak luar organisasi publik. Dari perspektif inilah kemudian, urgensi akuntabilitas kinerja menjadi sangat penting. New public management tidak hanya menekankan hubungan organisasi publik dengan pihak privat, di sisi lain, paham ini menghendaki adanya hubungan baik yang terjalin dengan warga negaranya. Hubungan inilah yang mencakup hubungan kompleks antar berbagai kewenangan dalam semua level pemerintahan dalam bentuk mekanisme, proses, dan pembentukan institusi dimana masyarakat dapat menyampaikan keinginan, mengatur perbedaan dan mendapatkan jaminan hukum sehingga proses pembangunan melibatkan pemerintah (sebagai organisasi publik), swasta dan masyarakat yang saling terpadu dan bekerjasama. Sinergitas interaksi inilah yang kemudian disebut governance. Komitmen untuk selalu melaksanakan praktek-praktek terbaik dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sinergitas interaksi ini yang kemudian kita kenal sebagai good governance. Pada tahun 1988 dan the First International Conference of New or Restored Democracies, disepakati tujuh karakteristik good governance yaitu : 1. Transparan mengindikasikan adanya adanya kebebasan dan kemudahan didalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai bagi mereka yang memerlukan. 2. Akuntabel dimana semua pihak (baik pemerintah, swasta dan masyarakat) harus mampu memberikan pertanggungjawaban atas mandat yang diberikan kepadanya (stakeholders-nya). 3. Adil dalam arti terdapat jaminan bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dan kesempatan yang sama dalam menjalankan kehidupannya. Sifat adil ini diperoleh dari aspek ekonomi, sosial dan politik. 4. Wajar dalam arti jaminan atas pemerintah terhadap pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat (standar). 5. Demokratis dalam arti terdapat jaminan kebebasan bagi setiap individu untuk berpendapat/mengeluarkan pendapat serta ikut dalam kegiatan pemilihan umum yang bebas, langsung, dan jujur. 6. Partisipatif dalam arti terdapat jaminan kesamaan hak bagi setiap individu dalam pengambilan
keputusan
(baik
secara
langsung
maupun
melalui
lembaga
perwakilan). 7. Tanggap/peka/responsif bahwa dalam melaksanakan kepemerintahan semua institusi dan proses yang dilaksanakan pemerintah harus melayani semua stakeholders-nya secara tepat, baik dan dalam waktu yang tepat (tanggap terhadap kemauan masyarakat). 10 | P a g e
Salah satu prinsip mengenai good governance yaitu akuntabel, semakin mengemuka sejak ditetapkannya Inpres No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Inpres ini merupakan terobosan dalam upaya menciptakan sistem administrasi dan manajemen organisasi publik yang profesional, efisien dan efektif untuk memperbaiki kinerja yang arahannya menuju kepada akuntabilitas yang berorientasi hasil. Upaya pemerintah akhir-akhir ini dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan dilandasi semangat new public management demi mewujudkan good governance terlihat dengan dilakukannya reinventing government, restrukturisasi dan pembaharuan sistem birokrasi untuk memperbaiki efisiensi dan efektivitas sektor publik, meningkatkan daya respons lembaga publik terhadap masyarakat, mengurangi pengeluaran publik, dan memperbaiki akuntabilitas manajerial. Pemilihan instrumen kebijakannya terdiri dari desentralisasi, spesifikasi kerja ketat dengan dasar system operating procedure, privatisasi dan performance-based management.
D. 3. Penerapan Performance-based management di Indonesia
Gerakan reformasi menghendaki organisasi sektor publik khususnya pemerintahan memberikan pelayanan value for money yang efektif, efisien, ekonomis kepada masyarakat. Konsekuensi gerakan reformasi ini yang meningkatkan kebutuhan terhadap performancebased management atau sistem manajemen kinerja. Fokus manajemen berbasis kinerja adalah pengukuran kinerja organisasi sektor publik yang berorientasi pada pengukuran outcome bukan lagi sekadar pengukuran input atau output saja. Pengaturan awal mengenai manajemen berbasis kinerja ini dikeluarkan oleh presiden BJ Habibie pada tahun 1999 dalam bentuk Instruksi Presiden No. 7 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Performance-based management atau yang dikenal dengan manajemen berbasis kinerja merupakan suatu metode untuk mengukur kemajuan program atau aktivitas yang dilakukan instansi pemerintah dalam mencapai hasil atau outcome yang diharapkan semua pihak terkait (stakeholders). Dalam Performance Management Handbook miliknya Departemen Energi USA, manajemen berbasis kinerja didefinisikan sebagai “Performance based management is a systematic approach to performance improvement through an ongoing process of establishing strategic performance objectives; measuring performance; collecting, analyzing, reviewing and reporting performance data amd using that data to drive performance improvement”. Dalam definisi ini dikatakan bahwa manajemen berbasis kinerja merupakan pendekatan yang mengumpulkan data, dimana data tersebut dijadikan bahan acuan untuk meningkatkan kinerja suatu organisasi publik. Data yang dimaksud tidak lain tidak bukan adalah data mengenai kinerja, indikator kinerja, progress dan hasil akhir capaian
11 | P a g e
sampai akhir periode anggaran yang tertuang dalam Laporan Kinerja atau yang lebih dikenal dengan LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah). Pada proses awal perkembangannya, Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah ini tidak memperlihatkan signifikansi terhadap perbaikan manajemen instansi pemerintah. Kendala lainnya adalah masalah pengaturan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang masih belum jelas di awal penerapannya. Untuk mengatasi hal tersebut, salah satu jalan keluarnya membutuhkan penajaman formulasi aturan-aturan dan pengaturan sehingga memberikan pemahaman yang sama satu sama lain. Penajaman formulasi ini dilakukan pemerintah dengan menetapkan Peraturan Pemerintah mengenai Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah No.8 Tahun 2006. Sistem ini memiliki beberapa fase yang membentuk siklus akuntabilitas kinerja yaitu : 1. Penyusunan rencana strategis, rencana kinerja, dan anggaran berbasis kinerja 2. Pelaksanaan dan pengukuran kinerja 3. Pelaporan kinerja 4. Pemanfaatan informasi kinerja bagi perbaikan kinerja secara berkesinambungan Jika kita memperbandingkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, peraturan terakhir terlihat lebih jelas dan spesifik. Instruksi Presiden Tahun 1999 mengakomodasi urgensi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, Peraturan Pemerintah Tahun 2006 telah mengakomodasi sistemnya. Dalam peraturan pemerintah ini telah dinyatakan bahwa pelaporan kinerja disatukan dengan pelaporan keuangan, pelaporan lainnya seperti manajerial dan bendahara. Berbeda dengan instruksi presiden yang menghendaki penyampaian laporan setiap akhir periode anggaran ditujukan ke presiden dan salinannya kepada Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, peraturan pemerintah menghendaki penyampaian laporan ditujukan kepada kepada Menteri Keuangan, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara yang akan dikonsolidasikan untuk disampaikan kepada presiden. Selain kewajiban menyampaikan laporan keuangan dan kinerja setiap akhir periode anggaran, kepala satuan kerja sebagai kuasa pengguna anggaran di masingmasing lingkungan kementerian/lembaga wajib menyampaikan laporan keuangan dan kinerja interim tiap triwulan serta wajib menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait. Perihal keterlambatan dalam penyampaian laporan keuangan dan kinerja setiap akhir perode anggaran, Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006 ini telah menyiapkan sanksi administratif berupa penangguhan pelaksanaan anggaran atau penundaan pencairan dana dengan ketentuan tertentu yang tidak membebaskan kewajiban penyampaian laporan. 12 | P a g e
D. 4. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Laporan Kinerja berisi ringkasan tentang keluaran dari masing-masing kegiatan dan hasil yang dicapai dari masing-masing program sebagaimana ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan APBN/APBD. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah laporan sebagai cerminan capaian kinerja berpedoman pada visi dan misi organisasi setiap organisasi publik yang ditujukan untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan pengelolaan sumberdaya dan kebijaksanaan yang dipercayakan kepadanya berdasarkan perencanaan strategis (renstra) yang telah dirumuskan sebelumnya. Dalam rangka lebih meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang lebih berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab, dipandang perlu adanya pelaporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah pada setiap akhir tahun anggaran, untuk mengetahui kemampuannya dalam pencapaian visi, misi dan tujuan. Laporan ini kemudian dikenal dengan sebutan LAKIP. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dihasilkan dari tahap pelaporan kinerja dalam siklus akuntabilitas kinerja. Dalam sebuah kajian literatur, disebutkan bahwa LAKIP memiliki manfaat sebagai berikut : 1. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi 2. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai 3. Memperbaiki kinerja periode berikutnya 4. Memberikan pertimbangan yang sistemik dalam pembuatan keputusan pemberian reward and punishment 5. Memotivasi pegawai 6. Menciptakan akuntabilitas publik Salah satu manfaat LAKIP yakni peningkatan kinerja suatu organisasi dapat dicapai dengan adanya
tahap
pemanfaatan
informasi
kinerja
bagi
perbaikan
kinerja
secara
berkesinambungan melalui review LAKIP yang dilakukan oleh pejabat publik dalam rapat kerja, rapat pimpinan atau temu muka reguler dan khusus yang menghasilkan solusi, feedback dan cara-cara atau faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan pencapaian kinerja. Review LAKIP ini kemudian menjadi faktor penting karena alasan-alasan sebagai berikut : 1. Untuk meningkatkan mutu pelaksanaan pengelolaan aktivitas organisasi yang lebih baik 2. Untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja organisasi
13 | P a g e
3. Untuk memberikan informasi yang lebih memadai dalam menunjang proses pengambilan keputusan 4. Meningkatkan pemanfaatan alokasi sumber daya yang tersedia 5. Sebagai dasar peningkatan mutu informasi mengenai pelaksanaan kegiatan organisasi 6. Mengarahkan pada sasaran dan memberikan informasi kinerja Review terhadap LAKIP ini dilakukan terhadap target capaian kinerja atas aktivitas yang dilakukan oleh entitas pelaporan dan seberapa besar target tersebut dapat terealisasi secara aktual dalam suatu periode anggaran. Review dengan pendekatan pengukuran kinerja sebagai elemen utama manajemen berbasis kinerja untuk menilai sukses tidaknya suatu organisasi, program atau kegiatan. D.5. Kinerja sebagai Elemen LAKIP
Kinerja
merupakan
suatu
konstruk
yang
bersifat
multidimensional
yang
pengukurannya bervariasi tergantung kompleksitas faktor-faktor yang membentuk kinerja. Perhatian atas pengukuran kinerja menjadi sangat penting karena pengukuran kinerja memiliki kaitan yang erat dengan akuntabilitas sektor publik. Hasil kerja organisasi sektor publik harus dilaporkan dalam bentuk laporan pertanggungjawaban. Pertanggungjawaban kepada masyarakat ini yang disebut dengan istilah akuntabilitas publik untuk meminimalisasi resiko penyimpangan praktek pemerintahan seperti rezim terdahulu. Kinerja atau unjuk kerja seseorang selain dipengaruhi faktor internal juga eksternal seperti sistem, situasi, kepemimpinan atau tim. Menurut jurnal berdaya Deputi Bidang Akuntabilitas Aparatur Kementerian PAN dikatakan bahwa keberhasilan atau kegagalan implementasi sistem AKIP akan sangat bergantung pada tingkat pemahaman, komitmen dan rasa tanggung jawab sumber daya manusia yang terkait di dalamnya. Sumber daya manusia yang digambarkan di dalamnya adalah pegawai (atau kelompok pegawai) dan atasan pegawai (pejabat) yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam perencanaan, pelaksanaan, pengukuran kinerja, pelaporan dan review LAKIP. Motivasi positif yang mengungkit kinerja ini, menurut Cary Coglianese dan Jennifer Nash dalam jurnal Management-Based Strategies for Improving Private Sector Environmental Performance, diperoleh dari proses pembelajaran dan komitmen yang tiada usang dari masing-masing personal sumber daya manusia organisasi yang dipengaruhi pula oleh budaya organisasi yang dibangun secara perlahan-perlahan. Swanson memberikan klasifikasi atas kinerja menjadi tiga tingkatan yaitu kinerja organisasi, kinerja proses, kinerja individu sehingga proses penilaian kinerja sumber daya manusia individual intern diperluas dengan penilaian
14 | P a g e
kerja tim dan efektivitas manajernya. Kesemua faktor di atas kemudian akan kita sebut sebagai sumber daya manusia intern. Teori Vroom menyatakan bahwa performance terdiri dari fungsi yang saling mengalikan antara ability dan motivasi sumber daya manusia sebagai subyek. Persamaan tersebut dinotasikan sebagai : P=f(AxM) Elaborasi dari notasi di atas yaitu peningkatan kinerja dapat disebabkan dari meningkatnya ability dan motivasi seseorang (atau sekelompok orang) secara bersama-sama atau salah satu faktor saja. Ability yang dimaksud adalah knowledge baik yang berasal dari formal maupun informal education, skill, experience, dan lainnya. Motivasi di sini dapat kembali diuraikan menjadi dua faktor penyusun komposisi yaitu expectation dari pekerjaan yang dilakukan dengan value yang dimiliki. Sumber daya manusia intern ini dapat meningkatkan performance atau kinerja, jika ada peningkatan ability (asumsi jika motivasi tetap) atau peningkatan motivasi (asumsi ability tetap). Menurut Leksana TH, seorang executive coach dan NLP practitioner dalam sebuah artikel yang berjudul Motivasi Penggerak Kinerja Perusahaan, motivasi merupakan penopang dari pohon tindakan dan komitmen merupakan buah dari terpupuknya motivasi secara terus menerus. Motivasi merupakan landasan untuk menimbulkan keyakinan dan kemauan melakukan tindakan yang produktif. Suatu organisasi yang mampu memotivasi pegawainya (sumber daya manusia intern) akan mampu membangun kekuatan untuk kinerja yang optimal. Menurut Samuel Paul, suatu negara yang menerapkan performance-based management harus memperhatikan hak publik untuk mendapat akses atas informasi atas kinerja pelayanan. Menurut hasil kajiannya, apabila informasi atas kinerja pelayanan yang tertuang dalam laporan kinerja dapat diakses publik maka menurut pengalaman di India, umpan balik dari masyarakat dapat meningkatkan kinerja dan akuntabilitas organisasi publik. Informasi atas kinerja pelayanan ini di Indonesia tertuang dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Akses atas LAKIP harus dibuat sedemikian rupa untuk mengoptimalkan manfaat sistem pelaporan dengan tujuan peningkatan kinerja. Hasil kajian ini menyimpulkan adanya pengaruh masyarakat dalam peningkatan kinerja instansi pemerintah. Faktor masyarakat ini akan kita sebut sebagai sumber daya manusia ekstern. Faktor motivasi selain dapat mempengaruhi sumber daya manusia intern juga mampu mempengaruhi sumber daya manusia ekstern untuk memberikan umpan balik dalam meningkatkan kinerja instansi pemerintah. Pengukuran kinerja suatu periode anggaran akan dibandingkan dengan empat kriteria pembanding yang mungkin yaitu : 1. Kinerja aktual dan kinerja yang direncanakan 15 | P a g e
2. Kinerja aktual dengan kinerja periode anggaran sebelumnya 3. Kinerja suatu instansi dengan instansi lain di bidangnya 4. Kinerja aktual dengan standar kinerja yang berlaku umum Suatu entitas pelaporan dapat dikatakan meningkat kinerjanya atas dasar empat pembanding di atas. Setelah melakukan pembandingan, kita pun dapat menilai apakah suatu organisasi dapat dikatakan memiliki kinerja yang optimal atau tidak. Kinerja yang optimal atas suatu instansi pemerintah akan terjadi jika memiliki karakteristik kinerja sebagai berikut: 1. Produktivitas adalah ukuran seberapa besar pelayanan publik itu menghasilkan yang diharapkan dari segi efisiensi dan efektivitas 2. Kualitas pelayanan adalah ukuran citra yang diakui masyarakat mengenai pelayanan yang diberikan 3. Responsivitas adalah ukuran kemampuan organisasi mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai kebutuhan dan aspirasi masyarakat 4. Responsibilitas adalah ukuran apakah pelaksanaan kegiatan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar 5. Akuntabilitas adalah ukuran seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi sektor publik dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat atau konsisten dengan kehendak rakyat
D. 6. Manajemen Berbasis Kinerja pada Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
Reformasi birokrasi di Indonesia yang diwarnai paham new public management dengan misi idealistik mewujudkan good governance selalu dikumandangkan di setiap lini instansi. Hal ini disebabkan tidak inginnya pemerintah mengulang kesalahan yang sama yang telah mengendap bertahun-tahun dalam sistem manajemen birokrasinya. Pemerintah pun menunjukkan komitmennya dengan memperkenalkan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah di akhir abad dua puluh demi mewujudkan cita-cita luhur good governance. Urgensi penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah mau tidak mau meng-endorse Sekolah Tinggi Akuntansi Negara untuk ikut berperan menerapkan anak sistem performance-based management dengan misi good governance tersebut. Paradigma tersebut yang berusaha diakomodir Sekolah Tinggi Akuntansi Negara khususnya melaksanakan tupoksi pemberian layanan pendidikan kedinasan dengan orientasi hasil atau outcome-focus.
16 | P a g e
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara sebagai salah satu satuan kerja setingkat eselon II di bawah Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Departemen Keuangan. Atas kedudukannya sebagai perangkat eselon II tersebut, menurut Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara memiliki kewajiban untuk mempunyai Perencanaan Strategik tentang program-program utama yang akan tercapai selama 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahunan, uraian tentang visi, misi, strategi dan faktor-faktor kunci keberhasilan organisasi, tujuan, uraian tentang sasaran dan aktivitas organisasi; uraian tentang cara mencapai tujuan dan sasaran tersebut serta wajib setiap akhir tahun anggaran menyampaikan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah kepada Presiden dan salinannya kepada Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dengan mengunakan pedoman penyusunan sistem akuntabilitas kinerja. Sekolah Tinggi Akuntansi Negara sebagai satuan kerja yang memiliki hak atas penggunaan anggaran, berkewajiban untuk menyampaikan laporan keuangan dan laporan kinerja kepada Menteri/Pimpinan Lembaga secara interim maupun setiap akhir periode anggaran untuk dikonsolidasikan menjadi laporan keuangan dan kinerja departemen yang akan disampaikan kepada Menteri Keuangan, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara untuk disampaikan kepada presiden, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006 mengenai Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Kewajiban melaksanakan performance-based management dengan istilah Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi pemerintah, tidak membuat satuan kerja Sekolah Tinggi Akuntansi
Negara
secara
otomatis
meningkatkan
kinerja
pelayanannya.
Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) pun tidak dapat dijadikan satu-satunya acuan untuk memperlihatkan kinerja sesungguhnya dalam ranah akuntabilitas. Pun tidak dapat diambil kesimpulan atas adanya peningkatan kinerja atas hasil review konsisten yang dilakukan satuan kerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara dalam rapat kerja atau rapat pimpinan bersama setingkat eselon II lainnya di bawah naungan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan. Hubungan LAKIP dan peningkatan kinerja ini semestinya dipengaruhi faktor lain yang dapat kemudian memastikan peningkatan kinerja dapat berjalan dengan sesuai. Faktor lain tersebut yaitu motivasi yang berbuah komitmen yang berasal dari sumber daya intern satuan kerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara maupun ekstern.
E. Variable dan Pengembangan Hipotesis
Variable yang akan diangkat dalam penelitian ini terdiri dari variable independent, dependent dan moderating. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)
17 | P a g e
sebagai independent variable. Peningkatan kinerja adalah dependent variable. Motivasi sumber daya manusia sebagai moderating variable. Secara teoritis, terdapat beberapa fase dalam manajemen berbasis kinerja yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pengukuran kinerja, pelaporan kinerja serta pemanfaatan informasi kinerja dari hasil review laporan. Fase-fase di atas adalah sebuah siklus terhubung yang terkait dan saling mempengaruhi. Hasil review laporan kinerja (LAKIP) berdasarkan siklus akuntabilitas tersebut kemudian dijadikan acuan bagi perencanaan target capaian kinerja periode anggaran berikutnya (kembali ke siklus awal). Suatu hal yang lumrah bahwa suatu organisasi sudah semestinya menetapkan target capaian kinerja yang lebih tinggi dari periode anggaran tahun sebelumnya dengan tujuan memenuhi tuntutan intern dan ekstern atas pertumbuhan organisasi. Di sinilah link dimana LAKIP dapat berpengaruh dalam meningkatkan kinerja suatu instansi. Hasil review LAKIP saat rapat kerja dan rapat pimpinan berupa solusi maupun faktor-faktor yang dapat membantu pencapaian keberhasilan, sebaiknya di-feedback oleh sumber daya manusia intern yaitu pegawai, pejabat terkait sebagai acuan pelaksanaan kinerja periode anggaran selanjutnya. LAKIP yang di-publish ke masyarakat sebagai sumber daya manusia ekstern organisasi dengan tujuan adanya feedback berupa kritik dan saran membangun demi peningkatan kinerja. Feedback yang berasal dari sumber daya manusia intern maupun ekstern ini dipengaruhi motivasi personal baik positif maupun negatif. Motivasi positif yang ditunjukkan melalui komitmen untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja akuntabilitas sektor publik atas hasil review LAKIP dapat menjadi faktor penting peningkatan kinerja organisasi publik. Dalam suatu kajian komprehensif dengan sample beberapa tingkat pemerintah daerah maupun pusat, ditemukan secara statistik signifikan bahwa LAKIP mempengaruhi peningkatan kinerja suatu instansi. Setelah mendapatkan beberapa kesimpulan dari kajian, artikel, jurnal yang menyimpulkan bahwa motivasi dapat mempengaruhi kinerja, peneliti yakin bahwa faktor motivasi sumber daya manusia ini mengubah baik memperkuat maupun memperlemah hubungan antara independent variable dan dependent variable sebagai moderating variable. Sehingga model hubungan antar variable sebagai berikut: LAKIP
Peningkatan Kinerja
Motivasi SDM Setelah menerangkan hubungan antar variable yang diperoleh dari mendaftar dan menyimpulkan bahan-bahan literature review, tahap selanjutnya adalah membangun hipotesis. Dari teori-teori, simpulan penelitian sebelumnya dan hubungan antar variable 18 | P a g e
yang dikemukakan di atas, hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini dirumuskan secara direksional sebagai berikut Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah berpengaruh secara statistikal signifikan pada peningkatan kinerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara dengan adanya motivasi positif sumber daya manusia untuk men-feedback hasil review.
19 | P a g e
Literature References :
Coglianese, Cary dan Jennifer Nash. Management-Based Strategies for Improving Private Sector Environmental Performance. Philadhelpia. John F. Kennedy School of Government - Harvard University. Kayande, Ujwal, Arnaud de Bruyn, Gary Lilien, Arvind Rangaswamy and Gerrit Van Bruggen. 2006. How Feedback Can Improve Managerial Evaluations of Model-based Marketing Decision Support Systems. The Netherlands. Erasmus Research Institute of Management (ERIM). Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta. Unit Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN. TH, Leksana. 2003. Motivasi Penggerak Kinerja Perusahaan. Jakarta. Strategic Solution Centre. The Performance-Based Management Handbook. A Six-Volume Compilation of Techniques and Tools for Implementing the Government Performance and Result Act of 1993 (GPRA). United States of America. Departement of Energy. Tim Kajian Direktorat Aparatur Negara. 2006. Manajemen yang berorientasi pada peningkatan kinerja instansi pemerintah. Jakarta. Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Tim Diklat Teknis Sustainable Capacity Building Project for Decentralization Project. 2007. Modul 1 Good Governance dan Akuntabilitas Kinerja Institusi Pemerintah - Diklat Teknis Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Simbolon, Anthon. 2003. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Diakses dari http://www.mabesad.mil.id/artikel/artikel2/310504lakip2.htm Solikin, Akhmad. 2006. Penggabungan Laporan Keuangan dan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah : Perkembangan dan Masalah. Jakarta. Jurnal Akuntansi Pemerintah Vol. 2 No.2. Susilo, Djoko. 2004. Efektivitas Kebijakan tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Diakses
dari
www.warmadewa.ac.id/.../efektifitas-kebijakan-tentang-akuntabilitas-
kinerja-instansi-pemerintah.doc Uddin, Md. Hasan and Md. Anisur Rahaman. 2008. A comparative study on Traditional performance management system and newly introduced performance management system in Bangladesh Bank. Bangladesh. Patuakhali Science & Technology University. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 20 | P a g e