Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
Page | 1
EXPLORATORY & CONFIRMATORY FACTOR ANALYSIS STATISTIKA III
Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
Matrix Matrik merupakan segi empat yang terdiri dari baris dan kolom. Beberapa contoh matrik dapat dilihat di bawah ini: 27 3 8 15.4 7 −3 A4*3 = [ ] 9 10 3 5 4.3 2
2 B3*3 = [4 1
0 5 5.7 9] −7 5
9 1 8.5 4 C5*2 = 3 18 −4 5 [ 6 0.5]
Page | 2
Matrik A merupakan sebuah matrik yang terdiri dari 4 baris dan 3 kolom, matrik B terdiri dari 3 baris dan 3 kolom, sedangkan matrik C terdiri dari 5 baris dan 2 kolom. Isi dari matrik disebut dengan elemen. Misalkan elemen pada matrik A baris 1 dan kolom 1 (dapat dituliskan dengan Aij atau A11; dimana i menunjukan baris dan j menunjukan kolom) ialah 27. Contoh yang lainnya, elemen matrik C31 (baris 3, kolom 1) ialah -4.
Bilangan 7, 4, 9, 13, -0.95 atau 123, sebenarnya tidak lain juga merupakan matrik. Namun terdiri dari satu baris dan satu kolom. Matrik seperti ini dikenal dengan sebutan scalar. Contoh penulisan scalar dalam bentuk matrik seperti di bawah ini: A1*1 = [7]
B1*1 = [4]
C1*1 = [9]
D1*1 = [13]
E1*1 = [−0.95]
F1*1 = [123]
Matrik A hingga F merupakan sebuah matrik dimana barisnya satu dan kolomnya pun satu. Matrik yang demikian disebut dengan scalar.
Vektor merupakan matrik kolom ataupun baris dimana banyaknya kolom atapun baris hanya satu. Vektor terbagi dua, yakni: 1. Vektor kolom merupakan matrik yang kolomnya hanya satu tetapi barisnya lebih dari satu. Vektor kolom ditulis dengan huruf kecil yang ditebalkan, misal vektor a. Apabila disebut vektor saja, maka vektor tersebut akan berbentuk kolom, sedangkan vektor baris akan disebut dengan vektor baris. Contoh vektor kolom: −3 a3*1 = [ 8 ] 5
0.3 7 b5*1 = 0 5 [ 13 ]
7 3 10 c6*1= −4 8 [9]
Dari ketiga vektor di atas, dapat dilihat bahwa ketiga vektor yang ada membentuk sebuah kolom. Vektor a memiliki tiga baris dengan satu kolom, elemen pada vektor a21 (artinya baris ke dua Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
kolom ke satu) menunjukan bilangan 8. Begitu juga untuk vektor b dan vektor c, sama-sama memiliki satu kolom, hanya vektor b terdiri dari lima baris sedangakn vektor c terdiri dari enam baris.
2. Vektor baris merupakan matrik dengan satu baris dan banyak kolom. Penulisan vektor baris ialah a’, tidak lain artinya vektor baris yang ditransposkan (eleman pada baris menjadi kolom dan elemen pada kolom menjadi baris). Maka contoh vektor kolom di atas apabila dijadikan vektor baris akan menjadi seperti berikut: a’1*3 = [−3 8 5]
b’1*5 = [0.3 7 0 5
13]
c’1*6 = [7
3 10 −4 8
9]
Vektor baris dari contoh di atas memperlihatkan bahwa vektor baris akan membentuk baris. Ketiga vektor tersebut memiliki jumlah baris yang sama yakni satu, dengan kolom yang berbedabeda. Elemen vektor baris c’13 (yakni baris ke satu dan kolom ke tiga) menunjukan bilangan 10.
Jenis-jenis matrik 1. Matrik bujur sangkar (square matrix) Matrik yang ada memiliki jumlah baris dan kolom yang sama banyaknya. Misalnya: 7 −4 10 8 0.5 5 A4*4 = [ ] −9 13 1 1.4 21 3
0.3 −5 13 B3*3 = [ 12 2 4] 7 8 −4
−8 0.5 C2*2 = [ ] 19 7
Matrik A, B dan C termasuk matrik persegi atau square matrix karena memiliki jumlah baris dan kolom yang sama banyaknya. Misalnya pada matrik A memiliki empat baris dan empat kolom. Begitu juga dengan matrik C yang memiliki dua baris dan dua kolom. Apabila elemen pada diagonal matrik persegi dijumlahkan disebut dengan trace.
2. Matrik simetri Matrik ini disebut dengan matrik simetri karena sifatnya yang simetri, artinya nilai elemen diagonal bagian atas sama dengan nilai elemen bagian bawah. Matrik ini cukup ditulis bagian bawahnya saja. Salah satu contoh matrik simetri ialah matrik korelasi. 3 A2*2 =[ 2 3 B3*3 = [8 6 Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
2 ] 4
8 6 14 7 ] 7 20
dapat ditulis A2*2 = [3 2
dapat ditulis
3 B3*3 = [8 6
4
]
] 14 7 20
Page | 3
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
1 0.6 C5*5 = 0.4 0.8 [0.9
0.6 1 0.5 0.2 0.8
0.4 0.5 1 0.6 0.7
0.8 0.2 0.6 1 0.3
0.9 0.8 0.7 0.3 1]
1 0.6 1 C5*5 = 0.4 0.5 1 0.8 0.2 0.6 1 [0.9 0.8 0.7 0.3
dapat ditulis
1]
Dari ketiga contoh di atas dapat dilihat bahwa elemen diagonal bagian atas sama dengan elemen Page | 4 diagonal bagian bawah. Sebagai contoh pada matrik A, A12 = A21 dengan nilai elemen 2; contoh lainnya matrik B, B13 = B31 dengan nilai elemen 6. Matrik C merupakan matrik korelasi karena elemen pada diagonal memiliki nilai 1 (yakni varian dengan dirinya sendiri), sedangkan di luar diagonal kurang dari 1.
3. Matrik diagonal Sebuah matrik disebut dengan matrik diagonal karena elemen yang berisikan angka hanya pada diagonalnya saja. Sebagai contoh dapat dilihat pada ketiga matrik di bawah ini: A2*2 = [
5 0 ] 0 −7
18 0 0 B3*3 = [ 0 −8 0] 0 0 9 7 0 0 0 0 13 0 0 C4*4 = [ ] 0 0 0.7 0 0 0 0 1
dapat ditulis A2*2 = [ 5
−7
]
18 dapat ditulis B3*3 = [
]
−8 9 7
dapat ditulis C4*4 = [
13
]
0.7 1
Ketiga matrik tersebut, memiliki nilai hanya pada diagonalnya saja, sedangkan di luar diagonal memiliki nilai nol.
4. Matrik identity Matrik identity merupakan matrik yang memiliki nilai satu hanya pada diagonalnya saja, diluar diagonal nilainya nol. Apabila sebuah matrik dikalikan dengan matrik identity maka akan menghasilkan matrik semula. Terdapat dua contoh matrik identity, yakni: I2*2 = [
1 0 ] 0 1
Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
dapat ditulis I2*2 = [ 1
1
]
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
1
1 1
I5*5 =
1 dapat ditulis I5*5 =
1 1
[
1]
1 [
1
1] Page | 5
5. Matrik satu Matrik yang isinya angka satu semua.
Operasional Matrik Sebuah matrik dapat dioperasionalkan dengan cara penambahan, pengurangan, pengalian serta pembagian (yang lebih dikenal dengan invers). Operasional matrik memiliki karakteristiknya masingmasing. Penambahan dan pengurangan pada matrik, sama seperti yang kita lakukan pada operasional matematika pada umumnya. Perlu diingat bahwa penambahan dan pengurangan pada matrik harus memiliki jumlah baris dan kolom sama banyaknya. Misalnya, terdapat dua buah yakni matrik A3x3 dan matrik B3X3. 1 3 A3x3 = [0 7 5 2
2 6 5 1] dan B3X3 = [1 2 7 5 9
8 3] 0
Penambahan matrik A dan B, dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai elemen yang sama pada kedua matrik yakni Aij + Bij untuk lebih jelasnya lihat di bawah ini: 1+2 3+6 A3x3 + B3X3 = [0 + 1 7 + 2 5+7 2+5
5+8 3 9 13 = ] [ 1 9 4] 1+3 9+0 12 7 9
Hal yang sama dilakukan pada operasional pengurangan matrik, yakni Aij - Bij untuk lebih jelasnya lihat di bawah ini: 1−2 A3x3 - B3X3 = [0 − 1 5−7
−2 −3 −3 3−6 5−8 7 − 2 1 − 3] = [−1 5 −2] −2 −3 9 2−5 9−0
Operasional pengalian matrik juga memiliki karakteristik tersendiri yakni jumlah kolom pada matrik di depan harus sama banyaknya dengan jumlah baris pada matrik yang di belakang. Sedangkan hasilnya ialah matrik baru dimana barisnya merupakan banyaknya baris matrik depan dengan kolomnya merupakan banyaknya kolom matrik yang di belakang. Misal, matrik A1x4 dan matrik B4x3. Matrik A dapat dikalikan dengan matrik B, tetapi matrik B tidak dapat dikalikan dengan matrik A. Matrik A x B dapat diselesaikan karena banyaknya baris pada matrik A sama dengan banyaknya kolom pada matrik B. Sehingga akan matrik baru yakni C1x3, dengan contoh: Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
1 4 1 7] dan B 4 x 3 = [ 5 1
2 5 7 0
Harus sama banyaknya
A 1 x 4 = [3 6
3 6 ] 9 5
Maka akan menghasilkan matrik baru yakni matrik C1x3, dimana cara mengalikannya ialah baris dikalikan Page | 6 dengan kolomnya A1x4 = [3 6 1
1 4 7] * B4x3 = [ 5 1
2 5 7 0
3 6 ] 9 5
C1x3 = [(3 ∗ 1 + 6 ∗ 4 + 1 ∗ 5 + 7 ∗ 1) (3 ∗ 2 + 6 ∗ 5 + 1 ∗ 7 + 7 ∗ 0) C1x3 = [39
43
(3 ∗ 3 + 6 ∗ 6 + 1 ∗ 9 + 7 ∗ 5)]
89]
Eigen Value dan Eigen vector Eigen value disebut juga dengan characteristic root. Hanya matrik square yang memiliki eigen value. Eigen value adalah apabila ada sebuah matrik A (matrik square) dan dikalikan dengan sebuah vektor X (vektor kolom) maka hasilnya sama dengan sebuah skalar (lamda) yang dikalikan dengan sebuah vektor X (vektor kolom). Dalam bentuk matematikanya ialah: AX=X Misalkan, matrik A merupakan matrik square dengan jumlah baris dan kolom 2. Maka tugas selanjutnya ialah mencari nilai lamda (eigen value) yang nantinya digunakan untuk eigen vector dengan menggunakan persamaan di atas, yakni A X = X. Penyelesaiannya: AX=X
(I - A) X = 0
Ada 2 cara untuk menyelesaikan persamaan tersebut, yakni: 1. Sebut saja “(I - A)” = G, dan G dijadikan 0, atau 2. X yang dijadikan 0 Apabila cara pertama yang digunakan, maka [
1 0 2 ]-[ 0 1 6
3 ] 5
= =
0 2 3 ]-[ ] 0 6 5 − 2 −3 [ ] −6 − 5 [
kemudian dicari determinan dari matrik tersebut yakni [( - 2) ( - 5)] – [(-3)(-6)] Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
= 2 - 5 - 2 + 10 – 18
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
= 2 - 7 - 8 Untuk mencari berapa nilai 1 dan 2, maka dapat gunakan rumus 1,2 = 1,2 =
−𝑏 ± √𝑏2 − 4𝑎𝑐 2𝑎
−(−7) ± √(−7)2 − 4(1)(−8) 2(1)
=
maka,
7 ± √49+32 2
=
7±9 2
Sehingga 1 = 8 dan 2 = -1 Dari matrik A dapat disimpulkan bahwa: 1. Apabila eigen value dikalikan maka hasilnya merupakan determinan dari matrik A 2. Apabila eigen value ditambah maka hasilnya merupakan trace dari matrik A
Korelasi Partial dengan Analisis Faktor Basic concept analisis faktor adalah korelasi parsial, khususnya analisis faktor kategori exploratory factor analysis (EFA). Korelasi parsial ialah korelasi antara dua variabel, dimana variabel ketiga dikonstankan, dikontrol, dipartial-outkan atau dengan kata lain dibuang pengaruh variabel yang ketiga (r12.3). Korelasi yang dikontrol merupakan korelasi parsial. Korelasi parsial merupakan korelasi antara dua variabel, untuk mencari apakah ada penyebab bersama (sebuah faktor) yang menjadi berkorelasinya antar variabel atau item tersebut. Sebagai contoh, terdapat penelitian yang dilakukan untuk mencari apakah ada korelasi antara tinggi badan dengan kecerdasan. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa terdapat korelasi positif antara tinggi badan dengan kecerdasan. Tetapi apakah kita akan percaya begitu saja bahwa semakin tinggi badan seseorang maka semakin tinggi juga kecerdasannya dan sebaliknya semakin rendah tinggi seseorang maka semakin tidak cerdas. Korelasi yang seperti ini disebut dengan korelasi superious yakni korelasi dua variabel yang seakan-akan memiliki korelasi padahal tidak memiliki korelasi. Oleh sebab itu, untuk membuktikan apakah benar tinggi badan memiliki korelasi positif dengan kecerdasan, maka tugas kita adalah mengontrol variable yang dianggap berpengaruh. Misalnya dengan mengontrol usia responden yakni menentukan usia responden pada seluruh penelitian ini ialah 27 tahun (bahkan bisa lebih spesifik lagi, 27 tahun 3 bulan 4 hari), atau jenis kelamin yang akan dijadikan responden (laki-laki semua atau perempuan semua). Maka variabel usia responden ataupun jenis kelamin dalam hal ini dibuat konstan atau dipartial-outkan (sama, tidak memiliki variasi).
Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Page | 7
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
Korelasi antar kedua variable sebelum dilakukan korelasi partial, biasanya akan menghasilkan nilai korelasi yang lebih besar sebelum dilakukan korelasi partial. Misal, korelasi tinggi badan dengan kecerdasan menghasilkan indek korelasi sebesar 0.8 namun setelah dilakukan dikorelasi partial (partialout kan) dengan cara menentukan usia ataupun jenis kelamin yang akan dijadikan responden konstan (sama, tidak memiliki variasi) maka korelasi tinggi badan dengan kecerdasan akan menghasilkan indek korelasi sebesar 0.1. Kalau ada satu variabel yang dikontrol atau partial-out kan, maka disebut dengan 1st order partial correlation. Disamping ini contoh gambar dari first order partial correlation. Misal, X1 merupakan tinggi badan, X2 ialah kecerdasan, sedangkan Y ialah usia.
Kalau ada dua variabel yang dikontrol atau partial-out kan, maka disebut dengan 2nd order partial correlation. Disamping ini contoh gambar dari second order partial correlation. Misal, X1 merupakan tinggi badan, X2 ialah kecerdasan. Sedangkan Y1 merupakan usia dan Y2 adalah jenis kelamin.
Untuk mengontrol korelasi partial dapat dilakukan dengan cara: 1. Mendesain penelitian, yakni variabel Y (yakni variabel yang diduga menjadi penyebab bersama) disamakan atau dikonstankan. Dengan kata lain mengkonstankan variabel yang dianggap menjadi penyebab bersama, misal untuk penelitian di atas ialah menyamakan usia responden, jenis kelamin atau variabel lainnya. Kondisi seperti ini merupakan korelasi partial X1 dan X2, dalam keadaan Y dikontrol atau dipartial-out (r12.y). Apabila korelasi tinggi badan (X1) dengan kecerdasan (X2) = 0.5, jika variable ketiga yang dipartialout (usia disamakan) menjadi 0.24 (r12.3). Jika hasil korelasi partial belum nol, maka ada penyebab lain. Peneliti harus menambah lagi variabel yang dikira menjadi penyebab lainnya, hingga hasilnya nol atau mendekati nol. 2. Melakukan modifikasi terhadap rumus korelasi. Cara ini peneliti lakukan dengan cara mengubah rumus korelasi menjadi korelasi partial. Misal jika ada dua variable yang berkorelasi, namun variable ketiga dikonstankan maka menggunakan rumus korelasi matematika yang telah dimodifikasi seperti di bawah ini:
Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Page | 8
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
3. Melakukan korelasi antar residu, seperti gambar di bawah ini
Page | 9
Korelasi partial kali ini dilakukan dengan cara mengkorelasikan antar dua residu. Dimana masingmasing index (nilai) residu diperoleh dari hasil regresi. Apabila setelah dilakukan korelasi antara residu dimana IV telah dikonstankan, diperoleh index sama dengan nol (0), maka dapat diartikan antar variabel tersebut hanya bervariasi dari faktor yang diukur. Cara ini (korelasi antar residu) akan menghasilkan nilai yang sama dengan memodifikasi rumus korelasi. r12.3 = re1=e2 (korelasi dari variable ke-satu dan variable ke-dua dimana variable ke-tiga dipartial-out kan sama hasilnya dengan korelasi antara dua residu, yakni residu satu dan residu dua baru dikorelasikan).
Cara membuktikan memodifikasi rumus korelasi (korelasi
korelasi partial) akan sama hasilnya dengan
mengkorelasikan antar residu yang dapat dilakukan dengan menggunakan SPSS, berikut tahapannya: 1. Memodifikasi rumus korelasi menjadi korelasi partial. Hal ini dimaksudkan mengubah rumus korelasi menjadi korelasi partial. Tetapkan variabel korelasi partial, kemudian tetapkan variable satu dan variable dua. Klik Analyze – Correlate – Partial. Lihat dan catat hasilnya. 2. Melakukan korelasi antar residu. Tetapkan variabel korelasi partial (yang menjadi penyebab bersama artinya X atau independent variable). Kemudian tetapkan variable satu dan variable dua artinya variable Y1 dan Y2 atau dependent variable). Regresikan variable Y1 dengan variable X (variable yang dipartial-out kan) lalu simpan sebagai residual-1. Lalu, regresikan variable Y2 dengan variable X (variable yang dipartial-out kan) lalu simpan sebagai residual-2. Hasil index residual-1 dan residual-2 dikorelasikan. Lihat dan catat hasilnya. 3. Hasil dari point pertama akan sama hasilnya dengan point kedua. Jadi, korelasi partial dapat dilakukan dengan cara memodifikasi rumus korelasi atau mengkorelasikan antara dua residu.
Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
Beberapa Hasil Perhitungan Korelasi Partial Hasil di samping memperlihatkan korelasi variable satu dan dua apabila variable yang ketiga dikonstankan maka korelasinya sama dengan nol. Ini artinya hanya variable ketiga yang menjadi penyebab berkorelasinya variable satu dan dua. r12.3 dapat dibaca dengan cara korelasi antar variabel pertama dengan variabel kedua dimana variabel ketiga dikonstankan atau dipartialoutkan. Selanjutnya, hasil data di samping memperlihatkan, apabila ada 3 variabel kemudian dilakukan korelasi antar dua variabel (sebelah kiri) kemudian dilakukan korelasi partial (sebelah kanan), dilakukan tiga kali percobaan, akan menghasilkan data sebagai berikut: a.
r12 = 0.70, maka dilakukan korelasi partial terhadap variable yang ketiga, maka menghasilkan r12.3 = 0.46.
b.
r13 = 0.60, maka dilakukan korelasi partial terhadap variable yang kedua, maka menghasilkan r13.2 = 0.10.
c.
r23 = 0.90, maka dilakukan korelasi partial terhadap variable yang kesatu, maka menghasilkan r23.1 = 0.84.
Dari tiga percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa variable yang paling berpengaruh ialah variable kedua jika dikonstankan, karena penurunannya yang cukup jauh dari 0.60 menjadi 0.10.
Factor Analysis Analisis faktor merupakan analisis multivariate yang mengungkapkan struktur dari suatu matrix kovarians ataupun korelasi. Gagasan awal analisis faktor ialah korelasi partial (korelasi residu antar 2 faktor atau lebih). Tiga tujuan analisis faktor: 1. Digunakan untuk validitas pengukuran Fokus pertanyaan validitas ialah mengukur yang benar. Reliability is only a necessary but not a sufficient condition for validity. Pertanyaan validitas : a. Apakah nilai yang dihasilkan mengukur dimensi yang sudah ditentukan? b. Item yang digunakan benar-benar mengukur dimensi tersebut? Terdapat lima jenis validitas yakni face validity, content validity, predictive validity, concurrent validity dan construct validity. Namun, diantara tipe validitas yang ada construct validity menjadi salah satu tujuan analisis factor, kemudian disebut sebagai validitas factorial. Analisis Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Page | 10
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
faktor merupakan jantung dari pengukuran konstruk psikologi (Nanually). Analisis faktor erat terlibat dengan pertanyaan validitas. Tujuan analisis factor pertama ini kemudian dikenal dengan istilah confirmatory factor analysis (CFA). 2. Mengembangkan teori dan membangun dimensi Berbeda dengan tujuan analisis fator yang pertama dimana peneliti sudah memiliki teori atau dimensi yang ingin diuji. Namun, pada tujuan yang kedua peneliti belum memiliki teori atau dimensi, justru ingin membangun atau membuat teori. Hampir semua ilmu dipsikologi berkembang menggunakan tujuan analisis factor yang kedua dan kemudian dikenal dengan istilah exploratory factor analysis (EFA). Sebagai contoh, struktur intelegensi yang dikembangkan oleh Guilford. Diperoleh bahwa kecerdasan terdiri dari 100 kemampuan yang berbeda dan independent satu sama lain. 3. Analisis faktor digunakan untuk menguji hubungan dari beberapa faktor skor yang dapat digunakan untuk analisis yang lebih lanjut. Seperti, anava, regresi, analisis diskriminant, dan lainnya. Dua major dalam analisis factor yang akan dibahas, yakni: 1. Exploratory Factor Analysis (EFA) 2. Confirmatory Factor Analysis (CFA)
Exploratory Factor Analysis Analisis faktor major ini berkembang sebelum tahun 1970. Bertujuan mencari banyaknya faktor, yang kurang dari banyaknya variable (item) yang ada. Analisis faktor ini digunakan untuk membangun teori (building of theory). EFA merupakan analisis faktor yang tidak ilmiah, arbitrary atau interminasi dikarenakan tidak adanya kesepakatan yang pasti antara peneliti yang satu dengan yang lainnya dalam membuat kesimpulan disetiap tahapan EFA (mulai dari menentukan banyaknya faktor yang ada, merotasi hingga memberi nama pada faktor yang ada); tidak ada hypothesis dan tidak ada uji signifikan. Melakukan analisis faktor yang sifatnya exploratory terdapat tiga tahapan yang dilakukan, yakni: 1. Extraction yakni menentukan banyaknya faktor (yang mendasari hubungan antar variable (item) yang sedang dianalisis) dengan 3 cara, yakni: a. Menggunakan atau melihat “eigen value” yang dihasilkan lebih besar dari satu. Apabila hasil dari perhitungan kita lihat “eigen value” yang lebih besar dari satu ada satu buah, maka kita nyatakan bahwasanya ada 1 faktor atau dimensi yang terbentuk. Apabila hasil dari perhitungan kita lihat “eigen value” yang lebih besar dari satu ada tiga buah, maka kita Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Page | 11
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
nyatakan bahwasanya ada 3 faktor atau dimensi yang terbentuk. Jadi untuk menentukan berapa banyak faktor yang terbentuk ialah melihat dari berapa banyaknya “eigen value” lebih besar dari satu. b. Kumulatif varian, dengan menggunakan nilai minimum varian (misal 75%, 85%, dll) Cara pertama diatas melihat “eigen value” dimana jelas batasannya yakni lebih besar dari satu. Namun untuk cara yang kedua menentukan berapa banyak proporsi kumulatif varian yang digunakan, tidak ada batas minumunnya. Setiap peneliti bebas untuk menentukan berapa batas nilai yang digunakan (boleh 75%, 80%, 83% dan seterusnya). Cara ini dilakukan dengan melihat besarnya proporsi varian yang telah diterangkan oleh banyaknya faktor yang ada. Jika hasil kumulatif varian dengan nilai 85% ada di baris kedua, maka kita simpulkan bahwa ada dua faktor atau dimensi yang dibentuk. c. Scree plot / scree test Cara kali ini dilakukan memplotkan eigen value yang sudah diperoleh. Untuk menentukan banyaknya faktor yang terbentuk dengan cara melihat kemiringan dari plot yang menurun tajam atau curam. 2. Merotasi matrix koefisien muatan faktor / factor loading / koefisien regresi Tahap kali ini ialah menetapkan variabel-variabel (item-item) yang sudah ada ikut faktor mana. Merotasi dilakukan jika faktor yang terbentuk lebih dari satu faktor (tahap pertama yang sudah dilakukan sebelumnya, baik menggunakan eigen value, kumulatif varian atau scree plot). Tahapan ini bertujuan untuk memperoleh simple structure atau struktur yang nantinya mudah untuk ditafsirkan. Struktur dimana setiap item hanya memiliki loading yang tinggi pada faktor tertentu dan rendah pada faktor yang lainnya. Setiap pasang vektor dirotasi dengan cara geometri. Setiap kali merotasi, sudut antara 2 kolom bisa diubah ataupun tidak. Rotasi bisa dilakukan dengan 2 cara yakni: a. Orthogonal (……”max”) – tetap menjaga sudut yang dirotasi 90 derajat, dengan asumsi bahwa antar faktor tidak berkorelasi dan independen. b. Non-orthogonal (……”min”), oblique – tidak menjaga sudut yang sedang dirotasi. promax 3. Memberi nama pada faktor yang sudah ada. Ini merupakan tahapan terakhir dalam exploratory factor analysis, peneliti bertugas untuk memberikan nama pada setiap faktor yang terbentuk. Kegiatan ini dilakukan dengan cara membaca sekumpulan item pernyataan atau pernyataan kemudian menarik kesimpulan mengenai nama dari factor atau dimensi tersebut. Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Page | 12
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
Pada analisis faktor eksploratori, seorang peneliti berharap faktor-faktor yang terbentuk tidak saling berkorelasi. Jika faktor-faktor tersebut saling berkorelasi maka akan terbentuk second order.
Uji exploratory factor analysis menggunakan SPSS Seorang peneliti menggunakan empat item dengan jumlah responden tertentu. Ia ingin mengetahui berapa banyak factor atau dimensi yang terbentu. Maka ia lakukan EFA menggunakan bantuan software SPSS. Tahapan EFA dapat dilihat di bawah ini:
Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Page | 13
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
Page | 14
Sehingga diperoleh hasil seperti di bawah ini: Communalities merupakan reliabilitas dari setiap item atau variabel. Sebagai contoh untuk item pertama atau variabel pertama diperoleh nilai extraction 0.705. Hal ini diartikan 70.5% bervariasinya disebabkan oleh satu faktor yang ada. Apabila ada index extraction yang rendah maka akan sulit untuk diinterpretasi karena index residu akan besar.
kriteria ke-2 Dari tabel di atas, kita dapat menentukan berapa banyak faktor yang terbentuk dari kegiatan pertama dalam EFA (ektraksi factor): 1. Menggunakan eigen value > 1
Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
kriteria ke-1
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
Dari table di atas dapat kita lihat eigen value yang dihasilkan sebanyak empat buah yakni 2.577 (EV-1); 0.701 (EV-2); 0.483 (EV-3) dan 0.239 (EV-4). Dari empat buah eigen value yang dihasilkan maka hanya satu eigen value yang lebih besar dari satu yakni 2.577. Sehingga apabila kita menggunakan kriteria eigen value maka diperoleh satu factor yang dapat menjelaskan sehimpunan variabel saling berkorelasi (dalam hal ini varibel atau item yang digunakan sebanyak empat buah). 2. Menggunakan batasan minimum proporsi kumulatif varian Berbeda dengan cara yang di atas, bahwa batasan berapa eigen value yang digunakan sudah ditetapkan yakni lebih besar dari satu. Untuk kriteria yang kedua, batasan minum proporsi kumulatif varian, tidak memiliki batasan nilainya. Kita boleh menetapkan angka 85%, 82.5%, 79%, 56% dan sebagainya. Namun untuk diketahui bahwa nilai “% of varian” diperoleh dengan cara % of varian = (eigen value / total variabel) * 100% Sebagai contoh: a)
(2.577 / 4) * 100% = 64.425%
b)
(0.701 / 4) * 100% = 17.525%
Jadi, apabila kita menggunakan kriteria yang kedua dengan menggunakan proporsi kumulatif varian 80%, maka terbentuk dua factor. Namun, apabila kita menggunakan batasan proporsi kumulatif varian 85%, maka terbentuk tiga factor. Ingat sekali lagi, bahwa menentukan batasan proporsi kumulatif varian yang akan digunakan setiap peneliti berbeda. Tidak ada kesepakatan angka yang digunakan seperti eigen value, sehingga jumlah faktor yang terbentuk akan berbeda. 3. Menggunakan scree plot atau scree test Kriteria ini tidak menggunakan batasan angka, melainkan melihat grafik yang disajikan seperti pada gambar di samping. Menentukan banyaknya factor dengan cara melihat grafik yang menurun dengan tajam atau curam. Dari gambar di samping, grafik yang menurun dengan tajam atau curam sebanyak satu kali. Maka, dapat dikatakan factor yang terbentuk sebanyak satu buah. Namun yang harus diketahui bahwa, yang diplotkan dalam grafik tersebut ialah eigen value yang sudah diperoleh pada table di atas. Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Page | 15
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
Setelah diperoleh berapa banyak factor yang terbentuk, maka tahap selanjutnya (rotasi) bisa dilakukan apabila factor yang ditentukan lebih dari satu. Dari data di samping nilai 0.840; 0.854; 0.756 dan 0.755 disebut dengan eigen vector, yang nantinya saat CFA disebut factor loading (lamda; ). Setiap eigen value akan menghasilkan eigen vector artinya apabila data yang kita miliki terdapat empat eigen value maka akan ada empat eigen vector. Tetapi yang ditampilkan hanya satu eigen vector karena factor yang terbentuk hanya satu buah (dalam menentukan banyaknya factor, default SPSS menggunakan kriteria yang pertama yakni eigen value lebih besar dari satu). Sedangkan sisanya (tiga eigen vector yang lainnya) dianggap nilainya kecil.
Confirmatory Factor Analysis Dalam dunia psikologi, apabila seorang peneliti sudah membuat alat ukur mengenai konstruk atau variabel tertentu maka harus divalidasi atau dicek kebenarannya. Dalam arti apakah alat ukur yang sedang dibuat atau dibangun sudah tepat atau belum mengukur konstruk atau teori atau variabel yang diniatkan. Mengecek alat ukur tersebut bisa dari segi kualitatif (misal, apakah responden paham pertanyaan atau item yang sedang ia baca atau apakah item yang sudah dibuat sesuai atau tidak kisi-kisi dari alat ukur tersebut). Selain dari kualitatif, untuk mengecek alat ukur dengan cara uji kuantitatif. Uji ini bisa menggunakan teori klasik ataupun teori modern (Confirmatory Factor Analysis atau pilihan lainnya Items Response Theory). Salah satu uji alat ukur yang kali ini akan dipelajari ialah menggunakan teori modern yakni CFA (confirmatory factor analysis). Bagi setiap peneliti yang akan menggunakan uji CFA harus diawali dengan model atau teori. Model yang dimaksudkan ialah berapa jumlah faktor atau dimensi yang akan diukur; berapa banyak item yang akan digunakan pada masing-masing faktor. Bisa saja pada satu model alat ukur, item pada nomor tertentu mengukur faktor lebih dari dua, sedangkan item yang lainnya hanya mengukur satu faktor. Apakah residual pada item tertentu diniatkan akan memiliki korelasi dengan residual item yang lainnya. Jika terdapat beberapa faktor pada alat ukur yang akan dibuat, apakah peneliti sudah menetapkan faktor tersebut saling berkorelasi atau tidak. Model dalam alat ukur yang akan diuji menggunakan CFA diserahkan kepada peneliti akan dibuat seperti apa dan (sekali lagi untuk diingat) ini sebagai langkah awal. Berikut ini terdapat 9 langkah dalam statistical modeling: Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Page | 16
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
1. Menetapkan spesifikasi model. 2. Mengidentifikasi parameter model. 3. Mengestimasi parameter menggunakan sampel data. 4. Menetapkan estimator yang sesuai (unbias, consistence dan efficient) Note: Unibias
= rata-rata pengambilan sampel random yang berulang kali akan menghasilkan rata-rata yang sama
apabila dilakukan di populasi
Consistence
= apabila jumlah sampel diperbesar maka hasilnya akan lebih dekat dengan pengambilan
di populasi
Efficient = apabila terdapat estimator yang dapat menghasilkan standar error yang paling kecil 5. Menggunakan estimates untuk mendapatkan “predicted data” berdasarkan model yang diuji. 6. Menguji hypothesis “Data = Model” atau “Data – Model = Nihil (0)”. 7. Jika tidak nihil, yaitu “Data – Model = Residual (theta)”, dan jika tidak signifikan artinya model ditolak (misfit). 8. Jika theta non-signifikan, artinya model tidak ditolak (fit) dan dapat dilakukan uji hypothesis mengenai parameternya. 9. Jika model ditolak, dapat dilakukan modifikasi terhadap model tetapi harus berdasarkan teori dan logika penelitian.
Di bawah ini terdapat model pengukuran yang dapat dianalisis menggunakan CFA: A. Model first order unidimensional
Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
1
X1
11
2
X2
21
3
X3
31
4
X4
41
F1 (1 )
Page | 17
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
B. Model Multidimensional, namun antar factor tidak berkorelasi atau orthogonal. 1
X1
11
2
X2
21
3
X3
4
X4
42
5
X5
52
6
X6
31
62
F1 (1)
Page | 18
F2 (2)
C. Model Multidimensional, antar factor berkorelasi. 1
X1
11
2
X2
21
3
X3
4
X4
42
5
X5
52
6
X6
1
Y1
11
2
Y2
21
31
62
F1 (1)
21 F2 (2)
D. Model second order
3
Y3
31
4
Y4
42
5
Y5
52
6
Y6
62
F1
(1) G (1) F2 (2)
Path Diagram CFA (sederhana) Di bawah merupakan model pengukuran yang paling sederhana yakni model first order unidimensional. Model ini terdiri dari empat dengan satu faktor. Sebelum akan melakukan CFA, maka sebaiknya kita mengetahui makna simbol atau huruf Yunani dari masing-masing komponen
Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
1
X1 1
2
2
X2
3
X3
4
X4
3
F ()
Page | 19
4
Keterangan
X1
Item ke-1 dengan label item “X1”, merupakan observed measurable
F
Faktor dengan label faktor “F”, merupakan latent variable
Muatan faktor atau faktor loading (lamda)
Error (theta) Variabel X
Variabel Y
Ksai -
Eta -
Lamda X - x
Lamda Y - y
Theta Delta -
Theta Epsilon -
Faktor Muatan faktor loading Error
Terdapat tiga matrik CFA yang harus diketahui yakni matrik muatan factor loading (), matrik antar factor () dan matrik kesalahan pengukuran (), yakni: 1. Matrik faktor loading, (lambda) Barisnya adalah banyaknya variable X (item), kolomnya adalah banyaknya variable (faktor). Sehingga matrik = NX * NK Default Lisrel FU, FI (Full, Fixed) 2. Matrik antar faktor, (phi) Baris dan kolom adalah banyaknya variable (faktor). Sehingga matrik = NK * NK Default Lisrel SY, FR (Symmetri, Free) 3. Matrik kesalahan pengukuran, (theta) Baris dan Kolom adalah banyaknya variable kesalahan pengukuran (item). Sehingga matrik = NX * NX Default Lisrel DI, FR (Diagonal, Free) Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
Matrik
Simbol
Baris
Kolom
Default Lisrel
Muatan factor loading
Item
Faktor
FU, FI
Antar factor
Faktor
Faktor
SY, FR
Kesalahan pengukuran
Item
Item
DI, FR
Sebagai contoh dari pengaplikasian kesembilan tahapan di atas ialah sebagai berikut: 1. Menetapkan spesifikasi model. Seorang peneliti ingin membuat alat ukur resiliensi dengan menggunakan empat item. Dimana keempat item tersebut unidimensional terhadap faktor resiliensi. Artinya keempat item yang dibuat hanya mengukur satu faktor yakni resiliensi. Residual item pertama hingga item terakhir tidak berkorelasi dengan item manapun. Sehingga model yang akan dibuat peneliti seperti di bawah ini: 11
Item_1
22
Item_2
11
33
Item_3
44
Item_4
21 31
RESILIENSI (F1)
41
2. Mengidentifikasi parameter model Dari model di atas dapat dilihat bahwa terdapat:
Jumlah persamaan = 4 buah persamaan Dari ke empat item tersebut, maka dapat terdapat empat persamaan, yakni
1. X1 = 11*F + 11 2. X2 = 21*F + 22 3. X3 = 31*F + 33 4. X4 = 41*F + 44 Note: X1, X2, X3, dan X4 adalah item pertama sampai dengan item keempat
Jumlah parameter = 8 parameter yang akan dicari nilainya (11, 21, 31, 41, 11, 22, 33, 44)
Apabila melihat jumlah persamaan lebih sedikit dari jumlah parameter yang akan dicari, maka model ini tidak dapat diselesaikan. Namun hal ini akan bisa diselesaikan apabila model yang dianalisis dicari dalam bentuk matrik korelasi. Dengan rumus:
= X’ X Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Page | 20
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
Sehingga matrik korelasi yang akan dicari menjadi:
11 = 21 31 [41
22 32 42
33 43
44 ]
Page | 21
Apabila menggunakan matrik korelasi persamaan yang awalnya empat buah persamaan akan menjadi 10 buah persamaan (11, 21, 22, 31, 32, 33, 41, 42, 43 dan 44). Sebagai catatan, untuk mencari berapa banyak persamaan dalam matrik korelasi dengan rumus sebagai berikut: =
p (p + 1) 2
Note: p = observed variable atau manifest variable atau banyaknya item yang ada pada model.
Sehingga persamaan yang akan digunakan menjadi 10 persamaan (setelah menggunakan matrik korelasi), dengan delapan parameter yang akan dicari (11, 21, 31, 41, 11, 22, 33, 44). Dimana jumlah persamaan sudah lebih banyak dari parameter yang akan dicari, maka hal ini akan memiliki solusi. Untuk diingat bahwa: Jumlah persamaan lebih sedikit dari jumlah parameter yang dicari disebut dengan under identified. Jumlah persamaan sama banyaknya dengan jumlah parameter yang dicari disebut dengan just identified. Jumlah persamaan lebih banyak dari jumlah parameter yang dicari disebut dengan over identified.
Melihat model di atas dengan jumlah persamaan sebanyak 10 buah dengan 8 parameter yang ingin dicari maka disebut dengan over identified.
Berdasarkan dari 10 persamaan di atas menggunakan matrik korelasi, dapat diturunkan menjadi:
1. 11 = (1*F + 1) * (1*F + 1) = (1F*1F) + (1F*1) + (1*1F) + (1*1) = 12 + 11
0 (nol)
0 (nol)
1 (satu)
2. 21 = (2*F + 2) * (1*F + 1) = (2F*1F) + (2F*1) + (2*1F) + (2*1) = 21
0 (nol)
0 (nol)
0 (nol)
3. 22 = (2*F + 2) * (2*F + 2) = (2F*2F) + (2F*2) + (2*2F) + (2*2) = 22 + 22
0 (nol)
0 (nol)
1 (satu)
4. 31 = (3*F + 3) * (1*F + 1) = (3F*1F) + (3F*1) + (3*1F) + (3*1) Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
= 31
0 (nol)
0 (nol)
0 (nol)
5. 32 = (3*F + 3) * (2*F + 2) = (3F*2F) + (3F*2) + (3*2F) + (3*2) = 32
0 (nol)
0 (nol)
0 (nol)
6. 33 = (3*F + 3) * (3*F + 3) = (3F*3F) + (3F*3) + (3*3F) + (3*3) = 32 + 33
0 (nol)
0 (nol)
1 (satu)
7. 41 = (4*F + 4) * (1*F + 1) = (4F*1F) + (4F*1) + (4*1F) + (4*1) = 41
0 (nol)
0 (nol)
0 (nol)
8. 42 = (4*F + 4) * (2*F + 2) = (4F*2F) + (4F*2) + (4*2F) + (4*2) = 42
0 (nol)
0 (nol)
0 (nol)
9. 43 = (4*F + 4) * (3*F + 3) = (4F*3F) + (4F*3) + (4*3F) + (4*3) = 43
0 (nol)
0 (nol)
0 (nol)
10. 44 = (4*F + 4) * (4*F + 4) = (4F*4F) + (4F*4) + (4*4F) + (4*4) = 42 + 44
0 (nol)
0 (nol)
1 (satu)
Penjelasan untuk 21:
Pada gambar terlihat bahwa error tiap item tidak diizinkan untuk berkorelasi satu dengan yang lainnya sehingga, nilai error tersebut nol. Artinya pada model resiliensi, peneliti menetapkan bahwa error pada item kedua tidak berkorelasi dengan error pada item pertama (ataupun sebaliknya). Sedangkan faktor pada model diatas memiliki nilai satu karena matrik yang dianalisis menggunakan confirmatory factor analysis (ingat kembali konsep, varian dengan dirinya sendiri sama dengan satu). Sehingga untuk persamaan 21 menghasilkan: 21 = (2*F + 2) * (1*F + 1)
= (2F*1F) + (2F*1) + (2*1F) + (2*1) = 2*1
Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Page | 22
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
Penjelasan untuk 32:
Pada gambar terlihat bahwa error tiap item tidak diizinkan untuk berkorelasi satu dengan yang lainnya sehingga, nilai error tersebut nol. Artinya pada model resiliensi, peneliti menetapkan bahwa error pada item ketiga tidak berkorelasi dengan error pada item ketiga (ataupun sebaliknya). Sedangkan faktor pada model diatas memiliki nilai satu karena matrik yang dianalisis menggunakan confirmatory factor analysis (ingat kembali konsep, varian dengan dirinya sendiri sama dengan satu). Sehingga untuk persamaan 32 menghasilkan: 32 = (3*F + 3) * (2*F + 2)
= (3F*2F) + (3F*2) + (3*2F) + (3*2) = 3*2
Sehingga matrik (matrik korelasi teori yang diperoleh dari model di atas), menjadi:
= [
]
Terdapat cara lain yang lebih mudah dipahami untuk mencari matrik korelasi teori ataupun model () yakni dengan membuat matrik berdasarkan model yang sudah ditetapkan peneliti. Dari model yang diajukan peneliti dapat dibuat tiga matrik yakni matrik faktor loading (), matrik antar faktor (), dan matrik kesalahan pengukuran (). Matrik faktor loading (; lambda)
Matrik antar faktor (; phi)
1 X1
11
X2
Matrik kesalahan pengukuran (; theta delta)
1 1
1
11
2
3
1
11
21
2
0
22
X3
31
3
0
0
33
X4
41
4
0
0
0
4
44
Note: X1, X2, X3, dan X4 adalah item pertama sampai dengan item keempat 1 adalah faktor, dalam model kali ini ialah resiliensi
Dengan menggunakan persamaan CFA yakni = ’ + , maka matrik faktor loading (), matrik antar faktor (), matrik kesalahan pengukuran () dapat diselesaikan menjadi:
11 21 31 41
11
Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
’ 11
21
31
41
11 0 0 0
22 0 0
33 0
44
Page | 23
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
= [
]
Page | 24
Sehingga, cara yang pertama (menggunakan persamaan) dan cara yang kedua (menggunakan matrik) akan menghasilkan (matrik korelasi teori/model) yang sama. Selanjutnya, terdapat dua cara untuk melakukan skala ukur, yakni: 1. Faktor yang dijadikan skala ukur Apabila peneliti menggunakan cara ini maka matrik antar faktor (; phi) dijadikan standardized (PH = ST). Sehingga elemen pada matrik antar faktor (; phi) bukan lagi free parameter (misal, 11) melainkan elemen tersebut diganti menjadi angka satu. 2. Instrumental variable atau anchor item, yakni meminjam salah satu item dari setiap faktor yang kemudian dijadikan skala ukur Apabila peneliti menggunakan cara ini maka matrik faktor loading yang itemnya dijadikan anchor item bukan lagi free parameter (misal, 21) melainkan elemen tersebut diganti menjadi angka satu. Ingat pada cara ini, anchor item menggunakan satu item pada setiap faktor yang ada. Artinya jika peneliti menggunakan model alat ukur dengan dua faktor, maka akan ada dua item yang dijadikan anchor item; jika peneliti menggunakan model alat ukur dengan tiga faktor, maka akan ada tiga item yang dijadikan anchor item; begitu selanjutnya. Baik cara yang pertama ataupun kedua dalam menentukan skala ukur, peneliti bebas untuk memilih cara mana yang akan digunakan. Dalam model penelitian di atas, peneliti menggunakan faktor sebagai skala ukur, maka matrik di atas akan menjadi: Matrik faktor loading (; lambda)
Matrik antar faktor (; phi)
1 X1
11
X2
Matrik kesalahan pengukuran (; theta delta)
1
2
3
1
11
21
2
0
22
X3
31
3
0
0
33
X4
41
4
0
0
0
Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
1
1
1
4
44
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
Sehingga pada matrik terdapat 8 free parameter (11, 21, 31, 41, 11, 22, 33, 44) dan 7 fixed parameter (constraint) (1 buah dari angka satu pada matrik antar faktor; dan 6 buah dari angka nol pada matrik kesalahan pengukuran; ). Apabila peneliti ringkas dalam bentuk tabel di bawah ini, maka: Tabel. Jumlah free parameter dan fixed parameter (constrain) PARAMETER Free Fixed (constraint)
Faktor loading () 4 0
Note: Free parameter Fixed parameter (constraint)
MATRIK Antar faktor () 0 1
Kesalahan pengukuran () 4 6
= parameter yang akan diestimasi berapa nilainya = parameter yang sudah ditetapkan nilainya oleh peneliti (nilai yang biasanya digunakan satu atau nol)
Sehingga untuk menghitung df (degree of freedom) pada model resiliensi sebesar: degree of freedom = jumlah persamaan yang diketahui (
p (p+1) 2
) – jumlah parameter yang dicari (free parameter)
Note: p = observed variable atau manifest variable atau banyaknya item yang ada pada model 4 (4+1) )– 2
Sehingga pada model resiliensi, degree of freedom (df) = (
8 10 – 8 = 2
3. Mengstimasi parameter menggunakan sampel data Setelah peneliti mengetahui berapa jumlah persamaan dan free parameter yang akan dicari. Maka peneliti melakukan uji coba (try out) kepada responden. Diperolehlah data (lihat file dalam RESILIENSI.xlx). Kemudian data ini peneliti gunakan untuk mengestimasi free parameter (11, 21, 31, 41, 11, 22, 33, 44). Tahapan ini akan menggunakan software LISREL 8.7. Berikut tahapannya:
Analisis CFA (confirmatory factor analysis) menggunakan LISREL 8.7 Sebelum menganalisis data menggunakan bantuan software LISREL, terlebih dahulu data yang diperoleh dari responden hasil try out diubah menjadi matrik korelasi (matrik ini disebut dengan S). Didalam software LISREL terdapat program yang berfungsi untuk mengubah data mentah menjadi matrik korelasi yakni PRELIS (Pre-Lisrel). Adapun tahapan yang akan dilakukan mulai mengubah data mentah menjadi matrik korelasi (S) hingga menulis syntak Lisrel sebagai berikut : 1. Mengimport data mentah yang tadinya dalam bentuk Mic.Excel (pastikan data disimpan dalam Mic.Excel 1997-2003), menjadi .PSF (yakni prelis system file dalam LISREL)
Buka program LISREL.
Klik “File” (pada toolbar), kemudian “import external data in other formats”, lalu “files of type” diganti dengan Excel (karena yang mucul pertama kali ialah Access), kolom “file name” diisi
Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Page | 25
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
dengan cara mengklik nama file yang ingin kita analisis (dalam hal ini RESILIENSI.xls), yang terakhir klik “OPEN”, seperti tampilan di bawah ini:
Page | 26
Apabila OPEN sudah diklik, maka akan muncul tampilan seperti di bawah ini:
Selanjutnya, peneliti mengisi kolom “file name” dengan nama file RESILIENSI (nama file bisa apa saja, namun biasanya disamakan dengan nama file dalam bentuk Mic. Excel yang telah kita simpan) dan pastikan “save as type” dalam bentuk PRELIS Data (*.psf), dan klik “Save”, maka akan keluar tampilan seperti di bawah ini:
Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
2. Menghitung moment matrik korelasi. Setelah mucul gambar seperti di atas, pada toolbar di LISREL, kita klik “Statistics” kemudian cari “output options” (pilihan paling bawah), maka akan tampil seperti gambar di bawah ini: Page | 27
“Moment matrix” diganti dengan Correlation (karena tampilan awal selalu dengan covariances), klik “save to file” dan “LISREL system data”, terakhir kolom dibawah diisi dengan nama file moment matrix correlation yakni RESILIENSI.COR (misal), sehingga tampilan tersebut akan menjadi:
Kemudian klik OK. Didalam ouput RESILIENSI.COR terdapat matrik korelasi dari responden seperti di bawah ini:
Matrik ini disebut dengan S , yang nantinya akan dibandingkan dengan Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
3. Membuat syntax pada LISREL. Syntax Lisrel dibuat setelah peneliti mencari matrix correlation (*.cor). Penting untuk diingat dalam menyimpan syntax dan matrix correlation harus dalam 1 folder yang sama. Apabila tidak dalam folder yang sama, Lisrel tidak mau mengerun atau mogok (output yang dihasilkan akan mengeluarkan statement “file *.cor not found”). Di bawah ini merupakan syntax Lisrel, uji unidimensional: (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
UJI VALIDITAS KONSTRUK RESILIENSI DA NI=4 NO=302 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 PM SY FI=RESILIENSI.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK RESILIENSI FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 PD OU TV SS MI
Keterangan: a. Baris pertama, merupakan judul dari analisis yang akan kita lakukan (judul dapat diisikan apa saja). Judul merupakan bagian yang penting dalam LISREL. b. Baris kedua, merupakan informasi mengenai data yang dianalisis (data mentah yang dicari matrix correlation di awal). DA = DATA, NI = number of input variable (jumlah item yang dianalisis), NO = number of observation (jumlah responden pada data tersebut), MA = Matrix, dan PM = Polychoric Matrix (jenis matrik yang kita minta saat mencari matrix correlation). Sehingga untuk syntax kali ini, DA NI=4 (jumlah item 4) NO=302 (jumlah responden 302) MA=PM (matrik dianalisis dalam bentuk polychoric matrix). c. Baris ketiga, LA merupakan label atau nama untuk item yang dianalisis. Penulisan label ini dilakukan sebanyak jumlah item yang dianalisis dan berurutan. d. Baris keempat menuliskan label untuk nama item. Misal, kali ini jumlah item yang dianalisis 4 item, maka penulisan label sebanyak 4 buah. Beberapa cara penulisan label yakni ITEM1, ITEM_1, atau “ITEM 1”. e. Baris kelima, merupakan nama matrik correlation yang ingin dianalisis. PM (polychoric matrix) harus sesuai dengan jenis matrik yang ada pada baris kedua (MA=PM). SY merupakan symmetric, matrix yang dianalisis hanya pada bagian bagian bawah matrix diagonal. FI=RESILIENSI.COR merupakan nama Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Page | 28
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
File matrix yang sebelumnya telah dicari (penulisan nama ini harus sama, jika tidak LISREL akan mogok saat mengerun). f.
Baris keenam, informasi mengenai model yang akan kita analisis. MO = Model, NX (number of X) = jumlah item yang akan dianalisis, NK (number of Ksai / faktor) = jumlah faktor yang ditetapkan. Menuliskan LX=FR PH=ST TD=SY berdasarkan matrik yang telah dibuat. LX = FR artinya Lambda X = Free. Untuk analisis 1 faktor, LX = FR karena semua lamda di estimasi (tidak ada yang diconstraint). Namun, jika sudah melakukan analisis lebih dari 1 faktor, misal 2 faktor maka LX = FR tidak dapat ditulis karena terdapat beberapa parameter yang dibuat constrain atau diberi nilai 0 (Lebih jelasnya lihat matrix faktor loading atau lamda dengan 1 faktor ataupun 2 faktor). PH = ST karena matrik antar faktor (; phi) dijadikan skala ukur. TD = SY karena default pada matrik kesalahan pengukuran ialah diagonal dan symetri. Sehingga, syntax baris keenam pada model ini ialah MO (Model) NX (number of X) = 4 (jumlah item yang akan dianalis 4 buah) NK (number of ksai) = 1 (jumlah faktor ditetapkan hanya 1 yakni RESILIENSI) LX=FR PH=ST TD=SY
g. Baris ketujuh, LK ialah label of ksai / faktor. Kita diminta untuk memberi label atau nama pada faktor yang diteliti. h. Baris kedelapan, pemberian label untuk faktor tidak boleh lebih dari 8 huruf. Misal, RESILIEN, sehingga nama atau label yang diinginkan ialah RESILIEN. i.
Baris kesembilan, parameter lamda yang akan diestimasi. Model kali ini merupakan model unidimensional, sehingga kesemua lamda diestimasi, tidak ada yang dikonstrain atau ditetapkan nilainya menjadi. Constrain atau menetapkan nilai terjadi jika lebih dari 1 faktor. Maka ditulis dengan: FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 (lihat gambar matrik faktor loading atau lamda).
j.
Baris kesepuluh, parameter kesalahan pengukuran yang akan diestimasi. Model kali ini memiliki kesalahan pengukuran pada masing-masing item. Tidak ada item yang memiliki kesalahan pengukuran dengan item yang lainnya. Maka ditulis dengan: FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 (lihat gambar matrik kesalahan pengukuran atau theta
k. Baris kesebelas, PD menginformasikan mengenai Path Diagram, maka akan muncul gambar yang akan kita analisis (seharusnya path diagram akan sama dengan model yang terlebih dahulu kita buat). l.
Baris keduabelas, OU (output) hasil output analisis Lisrel, SS (standardized solution) output diminta untuk meberikan solusi apabila model tidak fit , TV (T-value) melihat item mana yang signifikan atau tidak, apabila nilai T > 1.96 dikatakan signifikan, MI (modification index) berfungsi untuk melihat parameter mana yang harus diubah jika model belum fit.
Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Page | 29
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
Note: Model dikatakan fit apabila nilai p-value > 0.05 (Hipotesis Nol, yang menyatakan tidak ada perbedaan matrix korelasi dari lapangan dengan matrix korelasi dengan rumus tidak ditolak; S - = 0 atau S = ) dan RMSEA (Root Mean Square Error of Aproximation) < 0.05. Page | 30 Setelah syntax selesai dibuat, kemudian disave dalam bentuk *.ls8. Untuk analisis kali ini nama syntax yang akan disave RESILIENSI.ls8, kemudian di run LISREL, dengan mengklik symbol
.
Apabila
syntax yang dibuat benar, maka setelah mengklik run LISREL akan keluar path diagram, seperti gambar di bawah ini (gambar tergantung model yang kita inginkan) dan lakukan analisis terhadap model tersebut.
Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
Page | 31
Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
LATIHAN EFA - 1 Seorang peneliti sedang mengembangkan konstruk baru mengenai semangat dalam belajar. Untuk mengetahui ada berapa dimensi yang terbentuk, ia menggunakan stimulus berupa penyataan di bawah ini yang nantinya akan dijawab oleh responden. Di bawah ini merupakan pernyataan yang akan diberikan kepada responden: Page | 32 No Pernyataan 1 I enjoy learning mathematics 2 I learn many interesting things in mathematics 3 I like mathematics 4 It is important to do well in mathematics Setelah item tersebut diberikan kepada responden, terkumpul data sebanyak 300 responden yang siap untuk dianalisis. Bantu ia untuk menemukan berapa dimensi yang ada dengan menggunakan exploratory factor analysis. (Data yang digunakan: Data 1) Berikut output EFA untuk Data 1 Communalities Initial
Extraction
ITEM_1
1.000
.705
ITEM_2
1.000
.730
ITEM_3
1.000
.572
ITEM_4
1.000
.571
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Total Variance Explained Initial Eigenvalues Component
Total
% of Variance
Extraction Sums of Squared Loadings
Cumulative %
1
2.577
64.422
64.422
2
.701
17.524
81.946
3
.483
12.079
94.026
4
.239
5.974
100.000
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Total 2.577
% of Variance 64.422
Cumulative % 64.422
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
Page | 33
Component Matrixa Component 1 ITEM_1
.840
ITEM_2
.854
ITEM_3
.756
ITEM_4
.755
Extraction Method: Principal Component Analysis. a. 1 components extracted.
Tentukan: 1. Berapa banyak faktor yang terbentuk, apabila menggunakan kriteria: a) Eigen value > 1 b) Minimum proporsi kumulatif varian c) Scree plot atau scree test 2. Apakah akan melakukan rotasi pada data tersebut? Jika iya, item mana saja yang ada pada masing-masing faktor? 3. Tentukan nama untuk faktor yang terbentuk?
Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
LATIHAN EFA – 2 Seorang peneliti sedang mengembangkan konstruk baru mengenai religiusitas. Untuk mengetahui ada berapa dimensi yang terbentuk, ia menggunakan stimulus berupa penyataan di bawah ini yang nantinya akan dijawab oleh responden. Di bawah ini merupakan pernyataan yang akan diberikan kepada responden: Page | 34 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Pernyataan Saya merasakan Allah selalu hadir dalam hidup saya Saya merasa tenang dan kuat setelah melakukan sholat dhuha Saya merasa puas kalau bisa bersedekah Perasaan saya tenang ketika mendengar bacaan ayat suci Al-Qur’an Saat sholat tahajjud, saya merasakan adanya semangat dalam hidup ini Saya merasa Allah memberi kemudahan pada saya dalam menghadapi kesulitan Saya akan membagi ilmu agama yang saya miliki pada orang-orang di sekeliling saya Ajaran agama membimbing saya dalam suka maupun duka.
Setelah item tersebut diberikan kepada responden, terkumpul data sebanyak 302 responden yang siap untuk dianalisis. Bantu ia untuk menemukan berapa dimensi yang ada dengan menggunakan exploratory factor analysis. (Data yang digunakan: Data 2) Tentukan: 4. Berapa banyak faktor yang terbentuk, apabila menggunakan kriteria: d) Eigen value > 1 e) Minimum proporsi kumulatif varian f) Scree plot atau scree test 5. Apakah akan melakukan rotasi pada data tersebut? Jika iya, item mana saja yang ada pada masing-masing faktor? 6. Tentukan nama untuk faktor yang terbentuk?
Berikut output EFA untuk Data 2 Communalities Initial
Extraction
ITEM1
1.000
.591
ITEM2
1.000
.513
ITEM3
1.000
.451
ITEM4
1.000
.382
ITEM5
1.000
.494
ITEM6
1.000
.492
ITEM7
1.000
.292
ITEM8
1.000
.486
Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
Extraction Method: Principal Component Analysis. Total Variance Explained Initial Eigenvalues Component
Total
% of Variance
Extraction Sums of Squared Loadings
Cumulative %
Total
% of Variance
Cumulative %
1
2.675
33.440
33.440
2.675
33.440
33.440
2
1.026
12.821
46.261
1.026
12.821
46.261
3
.961
12.010
58.271
4
.828
10.346
68.618
5
.704
8.805
77.422
6
.632
7.905
85.327
7
.604
7.550
92.877
8
.570
7.123
100.000
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Sebelum dirotasi
Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Setelah dirotasi
Page | 35
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
Page | 36
Tentukan: 1. Berapa banyak faktor yang terbentuk, apabila menggunakan kriteria: a) Eigen value > 1 b) Minimum proporsi kumulatif varian c) Scree plot atau scree test 2. Apakah akan melakukan rotasi pada data tersebut? Jika iya, item mana saja yang ada pada masing-masing faktor? 3. Tentukan nama untuk faktor yang terbentuk?
LATIHAN CFA – 1 1. Seorang peneliti sedang mengembangkan alat ukur kepuasan kerja, dengan model:
Anda diminta membuat: a) Matrix muatan faktor loading, matrix antar faktor dan matrix kesalahan pengukuran b) Sebutkan berapa banyak free parameter dan constraint untuk masing2 matrix c) Hitung degree of freedom, berikan simbol parameter lamda, phi & theta pada model d) Buatlah syntax dari model tersebut Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
2. Seorang peneliti sedang mengembangkan alat ukur leadership, dengan model:
Page | 37
Anda diminta membuat: a) Matrix muatan faktor loading, matrix antar faktor dan matrix kesalahan pengukuran b) Sebutkan berapa banyak free parameter dan constraint untuk masing2 matrix c) Hitung degree of freedom, berikan simbol parameter lamda, phi & theta pada model d) Buatlah syntax dari model tersebut 3. Seorang peneliti sedang mengembangkan alat ukur efikasi, dengan model:
Anda diminta membuat: a) Matrix muatan faktor loading, matrix antar faktor dan matrix kesalahan pengukuran b) Sebutkan berapa banyak free parameter dan constraint untuk masing2 matrix c) Hitung degree of freedom, berikan simbol parameter lamda, phi & theta pada model d) Buatlah syntax dari model tersebut 4. Seorang peneliti membuat tiga matrik model CFA, yakni matrik , matrik dan matrik seperti yang dituliskan di bawah ini: Matrik faktor loading (lambda) 1 X1
11
X2
21
Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Matrik antar faktor (phi)
Matrik residual (theta delta)
1 1
1
X1 X1 X2
X2
11 22
X3
X4
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
X3
31
X3
X4
41
X4
33 44
Anda diminta membuat: a) Sebutkan berapa banyak free parameter dan constraint untuk masing2 matrix b) Hitung degree of freedom, berikan simbol parameter lamda, phi & theta pada model c) Membuat path diagram dari informasi ketiga matrik tersebut d) Buatlah syntax dari model tersebut
Page | 38
5. Seorang peneliti membuat tiga matrik model CFA, yakni matrik , matrik dan matrik seperti yang dituliskan di bawah ini: Matrik faktor loading (lambda) 1
Matrik antar faktor (phi) 1 1
Matrik residual (theta delta) X1
X1
11
X2
21
X2
X3
31
X3
X4
41
X4
X5
51
X5
X6
61
X6
X7
71
X7
1
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
11 22 33 41
44 53
61
55 66
72
77
Anda diminta membuat: a) Sebutkan berapa banyak free parameter dan constraint untuk masing2 matrix b) Hitung degree of freedom, berikan simbol parameter lamda, phi & theta pada model c) Membuat path diagram dari informasi ketiga matrik tersebut d) Buatlah syntax dari model tersebut
6. Seorang peneliti membuat tiga matrik model CFA, yakni matrik , matrik dan matrik seperti yang dituliskan di bawah ini:
Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
Matrik faktor loading (lambda) 1 X1
11
X2
Matrik antar faktor (phi) 1 1
X1
X2
X3
X1
11
21
X2
21
X3
31
X3
33
X4
41
X4
43
X5
51
X5
X6
61
X6
1
X4
X5
X6
22
Page | 39 44 55 66
Anda diminta membuat: a) Sebutkan berapa banyak free parameter dan constraint untuk masing2 matrix b) Hitung degree of freedom, berikan simbol parameter lamda, phi & theta pada model c) Membuat path diagram dari informasi ketiga matrik tersebut d) Buatlah syntax dari model tersebut 7. Seorang peneliti sedang mengembangkan alat ukur regulasi diri, dengan model:
Anda diminta membuat: a) Matrix muatan faktor loading, matrix antar faktor dan matrix kesalahan pengukuran b) Sebutkan berapa banyak free parameter dan constraint untuk masing2 matrix c) Hitung degree of freedom, berikan simbol parameter lamda, phi & theta pada model d) Buatlah syntax dari model tersebut LATIHAN CFA - 2
Seorang peneliti sedang mengembangkan konstruk Resilience dengan cara mengadaptasi dari alat ukur yang sudah ada. Dari konstruk tersebut, terdapat empat dimensi yakni family cohesion, social competence, personal competence, dan social resources. Jumlah item yang digunakan pada alat ukur ini Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
sebanyak 19 item. Peneliti membuat blue print untuk memudahkan dalam melakukan uji content validity. Berikut blue print yang ia buat: DIMENSI
Family cohesion
Social competence
Personal competence
Social resources
CONTOH ITEM PERTANYAAN Keluarga saya sependapat dengan saya di banyak kesempatan Keluarga saya melihat masa depan secara positif walaupun ada peristiwa yang sangat menyedihkan Saya mudah mendapatkan teman baru Saya adalah orang yang dapat berbicara baik kepada orang lain. Kepercayaan diri membantu saya mengatasi kondisi sulit Setiap peritiwa buruk yang terjadi, saya berpikir akan ada hal baik nantinya Saya selalu memiliki seseorang yang senantiasa siap sedia saat saya membutuhkannya Saya memiliki teman dan kerabat yang menghargai kemampuan saya
NOMOR ITEM Page | 40 1, 2, 3, 4, 5, 6
7, 8, 9, 10, 11
12, 13, 14, 15
16, 17, 18, 19
Setelah ia melakukan uji content validity¸ bantulah ia untuk melakukan uji confirmatory factor analysis sesuai dengan model yang diinginkan. (Data ini ada dalam file Tugas CFA.xls)
Point yang dilaporkan: 1. Buatlah pathdiagram masing-masing model 2. Buatlah matrix factor loading, matrix antar factor & matrix kesalahan pengukuran. 3. Tentukan free dan fixed parameter, serta tentukan berapa df (degree of freedom) 4. Buatlah syntax lisrel
Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
5. Running data menggunakan syntax yang telah Anda buat. Laporkan berapa nilai P-Value, RMSEA & df yang ada pada LISREL. Tentukan apakah model tersebut sudah fit atau belum? Kalau belum fit, maka apa yang Anda lakukan setelah ini 6. Apa Anda melakukan modifikasi terhadap syntax? Kalau iya, bagaimana perubahan syntax LISREL? 7. Laporkan perubahan syntax LISREL? 8. Jika model sudah fit, laporkan P-Value, RMSEA, & df? 9. Bagaimana pertanyataan hypothesis model yang Anda terima? 10. Dari sejumlah item yang Anda analisis, manakah item yang valid & tidak valid? (Laporkan Koefisien factor loading, standar error & T-Value)? Kriteria apa yang Anda gunakan untuk menyatakan item valid & tidak valid?
LATIHAN CFA – 4 Teman-teman silahkan kerjakan model unidimensional sesuai nama yang sudah ditentukan sebelumnya. Tugas pertama berisi variable OCB (Organizational Citizen Behavior) yang terdiri dari enam dimensi. Silahkan menganalisis sesuai dengan yang telah ditetapkan. 1. Model Altruism (dimana kesalahan pengukuran item nomor 4 berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item nomor 1) 2. Model Courtesy (dimana kesalahan pengukuran item nomor 2 berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item nomor 1) 3. Model Sportmanship (dimana kesalahan pengukuran item nomor 2 berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item nomor 1) 4. Model Conscientiousness (dimana kesalahan pengukuran item nomor 5 berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item nomor 3) 5. Model Interaksional (dimana kesalahan pengukuran item nomor 5 berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item nomor 4) 6. Model Civic Virtue (dimana kesalahan pengukuran item nomor 2 berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item nomor 1) (Data ini ada dalam file Tugas SA CFA.xls) Tugas ini bersifat kelompok, laporkan dalam kertas double folio (tulis tangan) & selesaikan model menggunakan bantuan software LISREL.
Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Page | 41
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
Point yang dilaporkan: 1. 2. 3. 4. 5.
6. 7. 8. 9. 10.
Buatlah pathdiagram masing-masing model Buatlah matrix factor loading, matrix antar factor & matrix kesalahan pengukuran. Tentukan free dan fixed parameter, serta tentukan berapa df (degree of freedom) Buatlah syntax lisrel Page | 42 Running data menggunakan syntax yang telah Anda buat. Laporkan berapa nilai P-Value, RMSEA & df yang ada pada LISREL. Tentukan apakah model tersebut sudah fit atau belum? Kalau belum fit, maka apa yang Anda lakukan setelah ini Apa Anda melakukan modifikasi terhadap syntax? Kalau iya, bagaimana perubahan syntax LISREL? Laporkan perubahan syntax LISREL? Jika model sudah fit, laporkan P-Value, RMSEA, & df? Bagaimana pertanyaatn hypothesis model yang Anda terima? Dari sejumlah item yang Anda analisis, manakah item yang valid & tidak valid? (Laporkan Koefisien factor loading, standar error & T-Value)? Kriteria apa yang Anda gunakan untuk menyatakan item valid & tidak valid? LATIHAN CFA – 4
1. Terdapat 1 faktor yakni emotional, diukur dengan menggunakan 6 item, namun sebelumnya peneliti menetapkan bahwa terdapat korelasi kesalahan pengukuran antara item 1 dengan item 2 dan item 3 dengan item 5 (seperti gambar di bawah). Maka matrik lamda, antar faktor dan residual dapat dibuat seperti di bawah ini:
2. Terdapat 2 faktor yakni faktor 1 dan faktor 2, diukur dengan menggunakan 6 item. Faktor ke-1 diukur dengan menggunakan item 1, item 2 dan item 3, sedangkan faktor ke-2 diukur dengan menggunakan item 4, item 5 dan item 6. Peneliti juga menetapkan bahwa terdapat korelasi
Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
kesalahan pengukuran antara item 5 dengan item 6 (seperti gambar di bawah). Maka matrik lamda, antar faktor dan residual dapat dibuat seperti di bawah ini:
Page | 43
3. Terdapat 3 faktor yakni commit 1, commit 2 dan commit 3, diukur dengan menggunakan 10 item. Peneliti juga menetapkan bahwa terdapat korelasi kesalahan pengukuran antara item 4 dengan item 7 dan item 10 dengan item 8 (seperti gambar di bawah). Maka matrik lamda, antar faktor dan residual dapat dibuat seperti di bawah ini:
Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III
Exploratory & Confirmatory Factor Analysis
Page | 44
Disarikan dari Jahja Umar, Ph. D Oleh Puti Febrayosi Pada mata kuliah Statistika III