Remaja Dan Spiritual, Agama, Moral Dan Akhlak.docx

  • Uploaded by: Gusti Ayu
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Remaja Dan Spiritual, Agama, Moral Dan Akhlak.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,198
  • Pages: 32
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK “REMAJA DAN SPIRITUAL, AGAMA, MORAL DAN AKHLAK” Dosen Pembimbing : Dr. Heru Suparman

Disusun Oleh : Kelompok VII – Kelas X2C Heni Pratami

(201714500378)

Dian Mustika Sari

(201714500058)

Indah Sari

(201714500447)

Eka Khunty Cahyani

(201714500457)

PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI TAHUN AJARAN 2018

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.......................................................................................i DAFTAR ISI.....................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1 1.1 Latar Belakang................................................................................................................ 1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................... 1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengetian Remaja Dan Spiritual 2.2 Tentang Perkembangan Agama Pada Masa Remaja 2.3 Perkembangan Moral Pada Remaja 2.4 Kepribadian

BAB III PENUTUPAN....................................................................................... 3.1 Simpulan.................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA........................................................................................

KATA PENGANTAR

Puji syukur panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya,Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ REMAJA DAN SPIRITUAL, AGAMA, MORAL DAN AKHLAK”. Penyusunan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik. Kami berharap makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan khususnya mengenai “REMAJA DAN SPIRITUAL, AGAMA, MORAL DAN AKHLAK”. Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk melengkapi kekurangan dan memperbaiki kesalahan dari makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah membantu proses pembuatan makalah ini.

Jakarta, 05 Mei 2018

Kelompok VII

BAB I PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan,

dimana aspek yang menjadi subjek sekaligus objek yang penting dalam hal ini adalah pesertadidik. Pendidikan yang diberikan tidak hanya dalam lingkup akademik namun mendidik disini dimaksudkan untuk membentuk kepribadian yang sesuai dengan norma hukum dan agama. Setiap peserta didik bersifat khas dan unik karena setiap peserta didik berbeda-beda. Dalam pendidikan dan pembelajaran diperlukan suatu pengetahuan akan perkembanganperkembangan yang terjadi pada peserta didik. Dimana aspek-aspek perkembangan peserta didik cukup banyak seperti perkembangan fisik, perkembangan intelektual, perkembangan moral, perkembangan spiritual atau kesadaran beragama dal lain sebagainya. Setiap aspekaspek tersebut dapat dikaji berdasarkan fase-fasenya untuk membantu dalam memahami cara belajardan tentunya sikap maupun tingkah laku peserta didik. Selain itu, aspek pembelajaran yang diberikan kepada para peserta didik juga berupa pendidikan mengenai remaja dan spiritual, agama dan akhlak moral untuk membentuk pribadi-pribadi yang sesuai dengan harapan bangsa yang dituliskan pada tujuan pendidikan bangsa Indonesia. 1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, terbentuk beberapa rumusan masalah sebagai berikut: a. Apa yang dimaksud dengan remaja dan spiritual? b. Apa teori-teori yang mendasari perkembangan agama pada masa remaja? c. Bagaimana proses perkembangan moral pada remaja? d. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja dan spiritual pada peserta didik? e. Bagaimana implikasi atau dampak perkembangan remaja dan spiritual, agama, moral dan akhlak peserta didik terhadap pendidikan?

1.3

Tujuan

a. Untuk menambah wawasan bagi pembaca mengenai Remaja dan Spiritual, Agama, Moral dan Akhlak. b. Untuk mengetahui bagaimana teori-teori yang mendasari perkembangan Remaja dan Spiritual, Agama, Moral dan Akhlak. pada peserta didik. c. Untuk mampu serta memahami perkembangan Remaja dan Spiritual, Agama, Moral dan Akhlak.

BAB II PEMBAHASAN A. REMAJA DAN SPIRITUAL 2.1 Pengertian Remaja Dan Spiritual Istilah remaja berasal dari kata latin adolescerem (kata bendanya adoloscentia yang berarti remaja)yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Kata tersebut mengandung aneka kesan, ada yang berkata bahwa remaja merupakan kelompok yang potensinya dapat dimanfaatkan dan kelompok yang bertanggung jawab terhadap bangsa dalam masa depan. Masa remaja merupakan masa perkembangan menuju kematangan jasmani, seksualitas, pikiran dan emosional. Kehidupan remaja itu sendiri merupakan salah satu fase perkembangan dari dirri manusia, Fase ini adalah masa transisi

dari masa kekanak-kanakan dalam menggapai

kedewasaan. Disebut masa transisi karena terjadi saling pengaruh antara aspek jiwa dengan aspek yang lain, yang kesemuanya akan mempengaruhi keadaan kehidupan remaja. Neidahart menyatakan bahwa masa Remaja merupakan masa peralihan dan ketergantungan pada masa anak-anak kemasa dewasa, dan pada masa ini remaja dituntut untuk mandiri Spiritual adalah suatu ragam konsep kesadaran individu akan makna hidup, yang memungkinkan individu berpikir secara kontekstual dan transformatif sehingga kita merasa sebagai satu pribadi yang utuh secara intelektual, emosional, dan spiritual. Kecerdasan spiritual merupakan sumber dari kebijaksanaan dan kesadaran akan nilai dan makna hidup, serta memungkinkan secara kreatif menemukan dan mengembangkan nilai-nilai dan makna baru dalam kehidupan individu. Kecerdasan spiritual juga mampu menumbuhkan kesadaran bahwa manusia memiliki kebebasan untuk mengembangkan diri secara bertanggung jawab dan mampu memiliki wawasan mengenai kehidupan serta memungkinkan menciptakan secara kreatif karya-karya baru. Sedangkan ingersol dalam Desmita (2009:264) menyatakan, spiritualitas sebagai wujud karakter spiritual, kualitas atau sifat dasar dan upaya dalam berhubungan atau bersatu dengan tuhan. Sehingga dapat diartikan bahwa, kecerdasan spiritual sebagai bagian dari psikologi memandang bahwa seseorang yang beragama belum tentu memiliki kecerdasan spiritual.

Namun sebaliknya, bisa jadi seseorang yang humanis-non-agamis memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, sehingga sikap hidupnya inklusif, setuju dalam perbedaan (agreeindisagreement), dan penuh toleran. Hal itu menunjukkan bahwa makna "spirituality" (keruhanian) disini tidak selalu berarti agama atau bertuhan. Sehingga dari kuti-kutipandiatas penulis memilih judul proses perkembangan moral dan spiritual peserta didik karena, proses merupakan suatu hal yang sangat penting, dimana sangat menentukan hasil atau mencapai puncak dan akhirnya. B.

Makna Perkembangan Spiritual Echoks dan Shadily dalam Desmiata (2009:264) berpendapat bahwa, kata spiritual berasal dari bahasa Inggris yaitu ”spirituality”. Kata dasarnya “spirit” yang berarti roh, jiwa, semangat. Sedangkan Ingersoll dalam Desmiata (2009:264) berpendapat bahwa, kata

spiritual

berasal

dalam (breath), keteguhan

dari

kata hati

latin atau

“spiritus”

yang

berarti,

luas

keyakinan (caorage), energy

atau atau

semangat(vigor), dan kehidupan. Kata sifat spiritual berasal dari kata latinspiritualis yang berarti ”of the spirit” (kerohanian) Menurut Aliah dan purwakaniahasan dalam Desmita (2009:265) menyatakan spiritualitas memiliki ruang lingkup dan makna pribadi yang luas, dengan kata kunci sebagai berikut: 1.

Meaning(makna). Makna merupakan sesuatu yang signifikan dalam kehidupan manusia, merasakan situasi, memiliki dan mengarah pada suatu tujuan.

2.

Values (nilai-nilai). Nilai-nilai adalah kepercayaan, standar dan etika yang dihargai.

3.

Transcendence (transendensensi). Transendensi merupakan pengalaman, kesadaran dan penghargaan terhadap dimensi transendental bagi kehidupan di atas diri seseorang.

4.

connecting (bersambung). Bersambung adalah meningkatkan kesadaran terhadap hubungan dengan diri sendiri, orang lain, tuhan dan alam.

5.

Becoming (menjadi). Menjadi adalah membuka kehidupan yang menuntut refleksi dan

pengalaman, termasuk siapa seseorang dan bagai mana seseorang

mengetahui. Dari kutipan diatas dapat diartikan bahwa perkembangan spiritual adalah jiwa seorang manusia memiliki semangat dan memiliki kepercayaan yang dalam terhadap diiri sendiri, orang lain, tuhan dan alam, yang terjadi karena pengalaman dan kesadaran dalam kehidupan diatas diri seseorang. Sedangkan pendapat Fowler dalam Desmita (2009:279)

menyebut spiritual atau kepercayaan suatu yang universal, ciri dari seluruh hidup, tindakan pengertian diri semua manusia, entah mereka menyatakan diri sebagai manusia yang percaya dan orang yang berkeagamaan atau sebagai orang yang tidak percaya sebagai apapun.

C.

Karakteristik Perkembangan Spiritual 1. Karakteristik perkembangan spiritualitas anak usia sekolah Tahap mythic-literalfaith, yang dimulai usia 7-11 tahun. Menurut Fowler dalam desmita (2009:281), berpendapat bahwa tahap ini, sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya, anak mulai berfikir secara logis dan mengatur dunia dengan kategori kategori baru. Pada tahap ini anak secara sistematis mulai mengambil makna dari tradisi masyarakatnya, dan secara khusus menemukan koherensi serta makna pada bentuk-bentuk naratif. Sebagai anak yang tengah berada dalam tahap pemikiran operasional konkret, maka anak usia sekolah dasar akan memahami segala sesuatu yang abstrak dengan interpretasi secara konkret. Hal ini juga berpengaruh terhadap pemahaman mengenai konsep-konsep keagamaan. Dengan demikian, gagasan-gagasan keagamaan yang bersifat abstrak yang tadinya dipahami secara konkret, seperti tuhan itu satu,tuhan itu amat dekat, tuhan ada di mana-mana, mulai dapat di pahami secara abstrak. 2. Karakteristik perkembangan spiritualitas remaja Dibandingkan dengan masa awal anak-anak misalnya keyakinan agama remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada awal masa anak-anak ketika mereka baru memiliki kemampuan berfikir simbolik Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada di awan, maka pada masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensi. Perkembangan pemahaman terhadap keyakinan agama sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya. Oleh sebab itu, meskipun pada masa awal anak-anak ia telah diajarkan agama oleh orang tua mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami kemajuan dalam perkembangan kognitifnya. Mungkin mereka mempertanyakan tentang kebenaran keyakinan agama mereka sendiri. Menurut Muhammad Idrus dalam Desmita (2009:283), pola kepercayaan yang dibangun remaja bersifat konvensional, sebab secara kognitif,

efektif dan sosial, remaja mulai menyesuaikan diri dengan orang lain yang berarti baginya (significantothers) dan dengan mayoritas lainya. D. Perkembangan Spiritual Terhadap Pendidikan Untuk mengembangkan spiritual, pendidikan sekolah formal yang di tuntut untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan spiritual mereka, sehingga mereka dapat menjadi manusia yang religius. Sejatinya pendidikan tidak boleh menghasilkan manusia bermental benalu dalam masyarakat, yakni lulusan pendidikan formal yang hanya menggantungkan hidup pada pekerjaan formal semata. Pendidikan selayaknya menanamkan kemandirian, kerja keras dan kreatifitas yang dapat membekali manusianya agar bisa survaydan berguna dalam masyarakat (Elmubarok,2008:30). Strategi yang mungkin dilakukan guru di sekolah dalam membantu perkembangan spiritual peserta didik yaitu sebagai berikut: 1.

Memberikan pendidikan keagamaan melalui kurikulum tersembunyi, yakni menjadi sekolah sebagai atmosfer agama secara keseluruhan.

2.

Menjadikan wahana yang kondusif bagi peserta didik untuk menghayati agamanya, tidak hanya sekedar bersifat teoritis, tetapi penghayatan yang benar-benar dikontruksi dari pengalaman keberagamaan.

3.

Membantu

peserta

didik

mengembangkan

rasa

ketuhanan

melalui

pendekatanspiritual paranting,seperti:  Memupuk hubungan sadar anak dengan tuhan melalui doa setiap hari.  Menanyakan kepada anak bagaimana tuhan terlibat dalam aktivitasnya seharihari.  Memberikan kesadaran kepada anak bahwa tuhan akan membimbing kita apabila kita meminta. Menyuruh anak merenungkan bahwa tuhan itu ada dalam jiwa mereka dengan cara menjelaskan bahwa mereka tidak dapat melihat diri mereka tumbuh atau mendengar darah mereka mengalir, tetapi tahu bahwa semua itu sungguh-sungguh terjadi sekalipun mereka tidak melihat apapun (Desmita,2009:287).

E. Proses Perkembangan Spiritual Peserta Didik

Teori Fowler dalam Desmita (2009:279) mengusulkan tahap perkembangan spiritual dan keyakinan dapat berkembang hanya dalam lingkup perkembangan intelektual dan emosional yang dicapai oleh seseorang. Dan ketujuh tahap perkembangan agama itu adalah: 1.

Tahap prima faith. Tahap kepercayaan ini terjadi pada usia 0-2 tahun yang ditandai dengan rasa percaya dan setia anak pada pengasuhnya. Kepercayaan ini tumbuh dari pengalaman relasi mutual. Berupa saling memberi dan menerima yang diritualisasikan dalam interaksi antara anak dan pengasuhnya.

2.

Tahap intuitive-projective, yang berlangsung antara usia 2-7 tahun. pada tahap ini kepercayaan anak bersifat peniruan, karena kepercayaan yang dimilikinya masih merupakan gabungan hasil pengajaran dan contoh-contoh signitif dari orang dewasa, anak kemudian berhasil merangsang, membentuk, menyalurkan dan mengarahkan perhatian sepontan serta gambaran intuitif dan proyektifnya pada ilahi.

3.

Tahap mythic-literalfaith, Dimulai dari usia 7-11 tahun. pada tahap ini, sesuai dengan tahap kongnitifnya, anak secara sistematis mulai mengambil makna dari tradisi masyarakatnya. Gambaran tentang tuhan diibaratkan sebagai seorang pribadi, orangtua atau penguasa, yang bertindak dengan sikap memerhatikan secara konsekuen, tegas dan jika perlu tegas.

4.

Tahap synthetic-conventionalfaith, yang terjadi pada usia 12-akhir masa remaja atau awal masa dewasa. Kepercayaan remaja pada tahap ini ditandai dengan kesadaran tentang simbolisme dan memiliki lebih dari satu cara untuk mengetahui kebenaran. Sistem kepercayaan remaja mencerminkan pola kepercayaan masyarakat pada umumnya, namun kesadaran kritisnya sesuai dengan tahap operasional formal, sehingga menjadikan remaja melakukan kritik atas ajaran-ajaran yang diberikan oleh lembaga keagamaan resmi kepadanya. Pada tahap ini, remaja juga mulai mencapai pengalaman bersatu dengan yang transenden melalui simbol dan upacara keagamaan yang dianggap sakral. Simbol-simbol identik kedalaman arti itu sendiri. Allah dipandang sebagai “pribadi lain” yang berperan penting dalam kehidupan mereka. Lebih dari itu, Allah dipandang sebagai sahabat yang paling intim, yang tanpa syarat. Selanjutnya muncul pengakuan bahwa allah lebih dekat dengan dirinya sendiri. Kesadaran ini kemudian memunculkan pengakuan rasa komitmen dalam diri remaja terhadap sang khalik .

5.

Tahap individuative- reflectivefaith, yang terjadi pada usia 19 tahun atau pada masa dewasa awal, pada tahap in8i mulai muncul sintesis kepercayaan dan tanggung jawab

individual terhadap kepercayaan tersebut. Pengalaman personal pada tahap ini memainkan peranan penting dalam kepercayaan seseorang. Menurut Fowler dalam Desmita (2009:280) pada tahap ini ditandai dengan:  Adanya kesadaran terhadap relativitas pandangan dunia yang diberikan orang lain, individu mengambil jarak kritis terhadap asumsi-asumsi sistem nilai terdahulu.  Mengabaikan kepercayaan terhadap otoritas eksternal dengan munculnya“ego eksekutif” sebagai tanggung jawab dalam memilih antara prioritas dan komitmen yang akan membantunya membentuk identitas diri. 6.

Tahap Conjunctive-faith, disebut juga paradoxical-consolidationfaith, yang dimulai pada usia 30 tahun sampai masa dewasa akhir. Tahap ini ditandai dengan perasaan terintegrasi dengan simbol-simbol, ritual-ritual dan keyakinan agama. Dalam tahap ini seseorang juga lebih terbuka terhadap pandangan-pandangan yang paradoks dan bertentangan, yang berasal dari kesadaran akan keterbatasan dan pembatasan seseorang.

7.

Tahapuniversalizingfaith, yang berkembang pada usia lanjut. Perkembangan agama pada masa ini ditandai dengan munculnya sistem kepercayaan transcidental untuk mencapai perasaan ketuhanan, serta adanya desentralisasi diri dan pengosongan diri. Peristiwa-peristiwa konflik tidak selamanya dipandangan sebagai paradoks, sebaliknya, pada tahap ini orang mulai berusaha mencari kebenaran universal. Dalam proses pencarian kebenaran ini, seseorang akan menerima banyak kebenaran dari banyak titik pandang yang berbeda serta berusaha menyelaraskan perspektifnya sendiri dengan perspektif orang lain yang masuk dalam jangkauan universal yang paling tua.

F.

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Spiritual 1. Pembawaan (internal) Setiap manusia yang lahir, baik yang masih primitif, bersahaja, maupun yang sudah modern, baik yang lahir di Negara komunis maupun kapitalis, baik dari orang tua yang saleh maupun yang jahat, menurut fitrah kejadiannya mempunyai potensi beragama atau keimanan kepada Tuhan atau percaya adanya kekuatan di luar dirinya yang mengatur yang mengatur hidup dan kehidupan alam semesta. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia memiliki fitrah untuk mempercayai suatu zat yang mempunyai kekuatan baik memberikan sesuatu yang bermanfaat maupun yang

mudhorot (mencelakakan). Dalam perkembangannya, fitrah beragama ini ada yang berjalan secara alamiah dan ada yang mendapat bimbingan dari rasul dan Allah SWT, sehingga fitrah itu berkembang sesuai kehendak Allah SWT. 2. Lingkungan (eksternal) Fitrah beragama merupakan potensi yang mempunyai kecenderungan untuk berkembang. Namun perkembangan itu tidak akan terjadi manakala tidak ada faktor luar yang memberikan stimulus yang memungkinkan fitrah itu berkembang sebaikbaiknya. A. Keluarga Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi anak aleh karena itu kedudukan keluarga dalam pengembangan kepribadian anak sangatlah dominan. Dalam mengembangkan fitrah beragama, ada beberapa hal yang perlu menjadi kepedulian orang tua, sebagai berikut : 1.

Sebaiknya orang tua memiliki kepribadian yang baik atau berakhlakulkarimah. Kepribadian orang tua merupakan unsur- unsur pendidikan yang tidak langsung memberikan pengaruh terhadap perkembangan fitrah beragama anak.

2.

Orang tua hendaknya memperlakukan anak dengan baik

3.

Orang tua hendaknya membina hubungan yang harmonis antara anggota keluarganya

4.

Orang tua hendaknya membimbing, mengajarkan, atau melatihkan ajaran perkembangan kepribadian agama terhadap anaknya

B. Sekolah Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang mempunyai program yang sistematik dalam melaksanakan bimbingan, pengajaran dan latihan kepada anak (siswa) agar mereka berkembang sesuai dengan potensinya. Menurut Hurlock pengaruh sekolah terhadap perkembangan kepribadian anak sangat besar, karena sekolah merupakan substitusi dari keluarga dan guru-guru substitusi dari orang tua. Dalam upaya mengembangkan fitrah beragama para siswa, sekolah terutama guru agama mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengembangkan wawasan pemahaman, pembiasaan pengamalan ibadah atau akhlak mulia, maka guru agama hendaklah memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Kepribadian yang mantap, seperti jujur, bertanggung jawab, komitmen terhadap tugas, disiplin dalam bekerja dan respek terhadap siswa 2. Menguasai disiplin ilmu terutama bidang yang akan diajarkan, minimal materi yang terkandung dalam kurikulum 3. Memahami ilmu-ilmu lain yang relevan untuk menunjang kemampuannya dalam mengelola proses belajar mengajar. C. Masyarakat Implikasi Tugas Perkembangan Remaja dalam Penyelenggaraan Pendidikan 1.

Tugas-tugas perkembangan remaja

2.

Tugas perkembangan merupakan suatu tugas yang muncul pada suatu periode tertentu dalam rentang kehidupan manusia, apabila tugas itu dapat berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam menuntaskan tugas berikutnya, sementara apabila gagal maka akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada diri individu yang bersangkutan, menimbulkan penolakan masyarakat, dan menimbulkan kesulitan dalam menuntaskan tugastugas berikutnya.

3.

Tugas perkembangan berkaitan dengan sikap, perilaku dan keterampilan yang seyogyanya dimiliki oleh individu

Munculnya tugas-tugas perkembangan bersumber pada faktor-faktor : 1.

Kematangan fisik, misalnya, belajar berjalan karena kematangan otot-otot kaki, belajar bertingkah laku dan bergaul sesama jenis atau dengan lain jenis karena kematangan organ-organ seksual

2.

Tuntutan masyarakat secara kultural, misalnya belajar membaca, belajar menulis, belajar berhitung, belajar berorganisasi

3.

Tuntutan dari dorongan dan cita-cita individu sendiri, misalnya memilih pekerjaan, memilih tema

4.

Tuntutan norma agama, misalnya taat beribadah kepada Allah, berbuat baik kepada sesama manusia.

2.2

Perkembangan Agama Pada Masa Remaja

Agama dan Remaja merupakan suatu permasalahan yang menarik untuk dikaji,hal itu karena kehidupan remaja dan kehidupan keagamaan merupakan dua istilah yang tampak berlawanan,kehidupan keagamaan sering ditafsirkan dengan kehidupan yang penuh dengan ketenangan,kedamaian,dan kemapanan.Sedangkan kehidupan remaja cenderung akan kehidupan yang penuh dengan gejolak,kegoncangan,dan pemberontakan. Sedangkan kehidupan remaja merupakan masa perkembangan setelah masa anak-anak menuju dewasa,dari masa tanpa identitas menuju masa kepemilikan identitas diri.Pada fase tersebut perkembangan semua aspek dari dalam diri remaja dipengaruhi oleh suasana transisi yang penuh dengan gejolak.kemampuan melewati masa transisi inilah yang kemudian akan membawa kepada fase kedewasaan. Perkembangan agama pada masa remaja bersifat abstrak,yang merupakan penilaian diri secara abstrak tentang berbagai hal yang berkaitan dengan Tuhan. Pemahaman agama pada masa remaja bisa merupakan kelanjutan dari apa yang diperoleh pada usia kekanak-kanakan,bisa juga merupakan hal baru yang diterima oleh remaja . Tetapi dari segi cara pandang remaja terhadap kebenaran berkaitan dengan Tuhan atau kebenaran agama berbeda dengan masa sebelumnya. Permasalahan perilaku pada remaja yang menyimpang dari aturan aturan agama yang telah ditentukan.Seperti yang marak terjadi pada saat ini berbagai ragam krisis akhlak dan moral dikalangan remaja : 

Hamil diluar nikah



Menggugurkan kandungan



Gangsterisme



Tawuran antar pelajar



Dll

Menurut W. Stabuck, pertumbuhan dan perkembangan agama dan tindak lanjut keagamaan remaja sangat berkaitan dengan : 1. Pertumbuhan dan Pikiran Mental Pertumbuhan kognitif memberi kemungkinan terjadi perpindahan/transisi dari agama yang lahiriyah menuju agama bathiniyah. Perkembangan kognitif memberi kemungkinan remaja untuk meninggalkan agama anak-anak yang diperoleh dari lingkungan dan mulai memikirkan konsep serta bergerak menuju agama”iman” yang sifatnya sungguh-sungguh personal. 2. Perasaan Beragama Masa remaja adalah masa bergejolaknya bermacam-macam perasaan yang kadang-kadang bertentangan satu sama lain. Kondisi ini menyebabkan terjadinya perubahan emosi yang begitu cepat dalam diri remaja. Ketidak stabilan pada remaja kepada Tuhan/Agama. Perasaan agama pada remaja adalah ambivalensi. Kadang-kadang sangat cinta dan percaya pada Tuhan, tetapi sering pula berubah menjadi acuh tak acuh dan menentang. 3. Pertimbangan Sosial Dalam kehidupan keagamaan, remaja cenderung dihadapkan pada konflik antara pertimbangan moral dan materil. Terhadap konflik ini remaja cenderung bingung untuk menentukan pilihan. Kondisi ini menyebabkan remaja menjadi cenderung pada pertimbangan lingkungan sosialnya. 4. Perkembangan Moral Pertumbuhan dan Perkembangan Moral terjadi melalui pengalaman-pengalaman dan pembiasaan yang ditanamkan sejak kecil oleh orang tua.Perkembangannya baru dapat dikatakan mencapai kematangan pada usia remaja. TUJUAN AGAMA 1. Sebagai tatanan Tuhan yang dapat membimbing Manusia yang berakal untuk berusaha mencari kebahagiaan hidup didunia dan akhirat”kehidupan selanjutnya”. 2. Mengajarkan para penganutnya untuk mengatur hidupnya agar mendapatkan kebahagiaan untuk dirinya maupun masyarakat sekitarnya.

3. Sebagi pembuka jalan kepada Sang Pencipta Manusia,Tuhan Yang Maha Esa ketika telah mati. Agama yang diakui di Indonesia ada 6 yakni : 1. Agama Islam 2. Agama Kristen Protestan 3. Agama Katholik 4. Agama Hindu 5. Agama Budha 6. Kong Hu Cu Ajaran agama secara universal mengandung kebenaran yang tidak dapat diubah meskipun masyarakat telah menerima itu berubah dalalm struktur dan cara berfikirnya. Sumber kebaikan yang padat,kental dan tak terelakkan bagi kendali kehidupan adalah Agama. Keimanan,keyakinan akan adanya Sang Pencipta,dan Ketakwaan,yakni takut berbuat menyimpang adalah energi utama yang harus dimiliki manusia ciptaan Tuhan Pengertian takwa itu sendiri yaitu menngerjakan apa yang diperintahkan oleh sang Penciptanya dan menjauhi segala apa yang telah dilarangnya. Menurut agama sebagian”Ruh Tuhan”berada dalam jantung manusia. sepanjang penelitian para ilmuwan,ditemukan bahwa jantung adalah pusat spiritual,yakni tempat”Pertemuan manusia dengan Penciptanya.

2.3 Perkembangan Moral Pada Remaja 1.

Istilah moral berasal dari kata Latin “mos” (Moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti: Seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan Larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum-minumanan keras dan berjudi. Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Sehingga tugas penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh masyarakat dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak. Remaja diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang berlaku umum dan merumuskannya ke dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya. Tidak kalah pentingnya, sekarang remaja harus mengendalikan perilakunya sendiri, yang sebelumnya menjadi tanggung jawab orang tua dan guru. Pada masa remaja, laki-laki dan perempuan telah mencapai apa yang oleh Piaget disebut tahap pelaksanaan formal dalam kemampuan kognitif. Sekarang remaja mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dan mempertanggungjawabkannya berdasarkan suatu hipotesis atau proporsi. Jadi ia dapat memandang masalahnya dari berbagai sisi dan menyelesaikannya dengan mengambil banyak faktor sebagai dasar pertimbangan. Ada tiga tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu: Mengganti konsep moral khusus dengan konsep moral umum. Merumuskan konsep moral yang baru dikembangkan ke dalam kode moral sebagai kode prilaku. Perkembangan moral (moral development) berhubungan dengan peraturan-peraturan dan nilai-nilai mengenai apa yang harus dilakukan seseorang dalam interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, melalui

pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara dan teman sebaya), anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan. Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan Kohlberg pada tahun 1958, sekaligus menjadi disertasi doktornya dengan judul The Developmental of Model of Moral Think and Choice in the Years 10 to 16, seperti tertuang dalam buku Tahap-tahap Perkembangan Moral (1995), tahap-tahap perkembangan moral dapat dibagi sebagai berikut: Tingkat Pra Konvensional

Pada tingkat ini anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan terhadap ungkapanungkapan budaya mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Akan tetapi hal ini semata ditafsirkan dari segi sebab akibat fisik atau kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan, pertukaran dan kebaikan). Tingkatan ini dapat dibagi menjadi dua tahap:

1: Orientasi hukuman dan kepatuhan

Akibat-akibat fisik suatu perbuatan menentukan baik buruknya, tanpa menghiraukan arti dan nilai manusiawi dari akibat tersebut. Anak hanya semata-mata menghindarkan hukuman dan tunduk kepada kekuasaan tanpa mempersoalkannya. Jika ia berbuat “baik’, hal itu karena anak menilai tindakannya sebagai hal yang bernilai dalam dirinya sendiri dan bukan karena rasa hormat terhadap tatanan moral yang melandasi dan yang didukung oleh hukuman dan otoritas

2:OrientasiRelativis-instrumental

Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang merupakan cara atau alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan antar manusia dipandang seperti hubungan di pasar (jual-beli). Terdapat elemen kewajaran tindakan yang bersifat resiprositas (timbal-balik) dan pembagian sama rata, tetapi ditafsirkan secara fisik dan pragmatis. Resiprositas ini merupakan tercermin dalam bentuk: “jika engkau menggaruk punggungku, nanti juga aku akan menggaruk punggungmu”. Jadi perbuatan baik tidaklah didasarkan karena loyalitas, terima kasih atau pun keadilan.

2. Tingkat Konvensional

Pada tingkat ini anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa.Anak memandang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya sendiri, tanpa mengindahkan akibat yang segera dan nyata.Sikapnya bukan hanya konformitas terhadap harapan pribadi dan tata tertib sosial, melainkan juga loyal (setia) terhadapnya dan secara aktif mempertahankan, mendukung dan membenarkan seluruh tata-tertib atau norma-norma tersebut serta mengidentifikasikan diri dengan orang tua atau kelompok yang terlibat di dalamnya. Tingkatan ini memiliki dua tahap : 3: Orientasi kesepakatan antara pribadi atau orientasi “anak manis”

Perilaku yang baik adalah yang menyenangkan dan membantu orang lain serta yang disetujui oleh mereka. Pada tahap ini terdapat banyak konformitas terhadap gambaran stereotip mengenai apa itu perilaku mayoritas atau “alamiah”. Perilaku sering dinilai menurut niatnya, ungkapan “dia bermaksud baik” untuk pertama kalinya menjadi penting.Orang mendapatkan persetujuan dengan menjadi “baik”.

4 : Orientasi hukuman dan ketertiban

Terdapat orientasi terhadap otoritas, aturan yang tetap dan penjagaan tata tertib/norma-norma sosial. Perilaku yang baik adalah semata-mata melakukan kewajiban sendiri, menghormati otoritas dan menjaga tata tertib sosial yang ada, sebagai yang bernilai dalam dirinya sendiri

5. Tingkat Pasca-Konvensional (Otonom/Berlandaskan Prinsip)

Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu dan terlepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan kelompok tersebut. Ada dua tahap pada tingkat ini:

6: Orientasi kontrak sosial Legalitas

Pada umumnya tahap ini amat bernada semangat utilitarian. Perbuatan yang baik cenderung dirumuskan dalam kerangka hak dan ukuran individual umum yang telah diuji secara kritis dan telah disepakati oleh seluruh masyarakat.Terdapat kesadaran yang jelas mengenai relativitas nilai dan pendapat pribadi sesuai dengannya. Terlepas dari apa yang telah disepakati secara konstitusional dan demokratis, hak adalah soal “nilai” dan “pendapat” pribadi. Hasilnya adalah penekanan pada sudut pandangan legal, tetapi dengan penekanan pada kemungkinan untuk mengubah hukum berdasarkan pertimbangan rasional mengenai manfaat sosial (jadi bukan membekukan hukum itu sesuai dengan tata tertib gaya seperti yang terjadi pada tahap 4). Di luar bidang hukum yang disepakati, maka berlaku persetujuan bebas atau pun kontrak. Inilah “ moralitas resmi” dari pemerintah dan perundang-undangan yang berlaku di setiap negara.

7 : Orientasi Prinsip Etika Universal

Hak ditentukan oleh keputusan suara batin, sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri dan yang mengacu pada komprehensivitas logis, universalitas, konsistensi logis. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis (kaidah emas imperatif kategoris) dan mereka tidak merupakan peraturan moral konkret seperti kesepuluh Perintah Allah.Pada hakikat inilah prinsip-prinsip universal keadilan, resiprositas dan persamaan hak asasi manusia serta rasa hormat terhadap manusia sebagai pribadi individual.

C. Hubungan antara Perkembangan Moral dan Agama

Agama mempunyai peranan penting dalam pengendalian moral seseorang. Tapi harus diingat bahwa pengertian tentang agama, tidak otomatis sama dengan bermoral. Betapa banyak orang yang mengerti agama, tapi moralnya merosot. Dan tidak sedikit pula orang yang tidak mengerti agama sama sekali, tapi moralnya cukup baik.

Oleh sebab itu, seorang peneliti ilmu jiwa agama harus mempelajari pula dinamika dan perkembangan moral, supaya dapat memahami bagaimana peranan agama dalam moral, dan agama itu dapat menjadi pengendali moral. Kita akan melihat betapa erat hubungan agama

dengan ibadah-ibadah dan moral. Untuk lebih jelas, dapat kita lihat sangkut paut keyakinan beragama dengan moral remaja terutama dalam masalah-masalah berikut :

Tuhan sebagai Penolong Moral

Tuhan bagi seorang remaja adalah keharusan moral, pada masa remaja itu, Tuhan lebih menonjol sebagai penolong moral, daripada sandaran emosi. Andaikata kadang-kadang pikiran pada masa remaja itu berontak dan ingin mengingkari wujud Allah, atau ragu-ragu kepadanya, namun tetap ada suatu hal yang menghubungkan dengan Allah yaitu kebutuhannya untuk mengendalikannya moral

2.4 Pengertian Kepribadian Kata “kepribadian” (Personality) sesungguhnya berasal dari kata latin yaitu persona. Pada mulanya, kata persona ini menunjukkan pada topeng yang biasa digunakan oleh pemain sandiwara di zaman Romawi dalam memainkan peranan-peranannya.Pada saat itu, setiap pemain memainkan peranannya masing-masing sesuai dengan topeng yang dikenakannya.Lambat laun, kata (Personality) berubah menjadi satu istilah yang mengacu pada gambaran social tertentu yang diterima oleh individu dari kelompok atau masyarakatnya, kemudian individu tersebut diharapkan bertingkah laku sesuai dengan social (peran) yang diterimanya Dalam penelitian kepribadian, terdapat berbagai istilah, seperti motif, sifat, dan temperamen, yang menunjuk kekhasan permanent pada perseorangan. Pengertian atau definisi mengenai kepribadian yang bias dikemukakan sedemikian banyaknya, lebih dari enam dasawarsa lalu, Allport (1971) dalam bukunya Personality mendaftarkan tidak kurang dari lima puluh definisi yang berbeda dan sejak itu jumlahnya kian bertambah banyak. Allportmendefinisikankepribadian sebagai berikut : “Personality is the dynamic organization whitin the individual of those psychophysical system that determine his unique adjustments to his environment” (Artinya : Kepribadian adalah organisasi-organisasi dinamis dari system-sistem psikofisik dalam individu yang turut menentukan cara-caranya yang unik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.) Dengan demikian berdasarkan devinisi diatas kepribadian memiliki beberapa unsur,

yakni sebagai berikut: 1. Kepribadian itu merupakan organisasi yang dinamis. Dengan kata lain ia tidak statis, tetapi senantiasa berubah setiap saat. 2. Organisasi tersebut terdapat dari dalam individu, jadi tidak meliputi hal-hal yang berbeda di luar diri individu. 3. Organisasi itu berdiri atas system psikis, yang menurut Allport meliputi antara lain sifat dan bakat serta system fisik (Anggote dan organ-organ) yang saling terkait. 4. Organisasi itu menentukan corak penyesuaian diri yang unik dari tiap individu terhadap lingkungan. Definisi deterministic mengenggap kepribadian sebagai keadaan internal individu sebagai organisasi proses dan struktur dalam diri seseorang. Kepribadian adalah apa yang menentukan perilaku dalam situasi yang ditetapkan dan dalam kesadaran jiwa yang ditetapkan (Cattel, 1965 : 27). Seperti yang dikemukakan Allport Kepribadian terletak dibalik tindakan tertentu dan dalam individu dan system yang menyusunkepribadian dalam segala hal adalah kecenderungen yang menentukan (Allport, 1971). Jika didefinisikan seperti itu, kepribadian adalah : 1. Seperangkat kecenderungan kecondongan internal yang terorganisasi untuk berperilaku dengan cara tertentu. 2. Keberadaan tersendiri yang disimpulkan dari perilaku, bukan yang langsung dapat diamati. 3. Agar stabil dan konsistem dalam perjalanan waktu dan dipicu oleh rangsangan yang fungsinyasepadan. 4. Kekuatan yang menjadi penengah diantara penghargaan seseorang kepada dunia dan kegiatan dalam suatu situasi. 5. Membantu individu dalam menyaring realitas, mengungkapkan perasaan, dan mengidentifikasikan diri kepada orang lain.

Para Psikolog dan filsuf nampaknya mulai sepakat bahwa manifestasi kepribadian dapat dilihat dari: 1.Kenyataanyangbersifatbiologis(Umwelt). 2. Kenyataanpsikologis (Eigenwelt). 3. Kenyataan social (Mitwelt). Ketiga pernyataan ini menggejala menjadi satu kesatuan yang disebut dengan kepribadian. Pandangan seperti diatas tidak jauh berbeda dengan yang pernah dinyatakan oleh seorang

psikolog termuka Gordon W. Allport (1897-1967) : “Kepribadian adalah organisasi dinamis dari sistim-sistim psikofisik dalam diri individu yang menentukan penyesusiannya yang unik terhadap lingkungan”. Kata dinamis menunjukkan bahwa kepribadian dapat berubah ubah, dan antar berbagai komponen kepribadian (yaitu sistim-sistim psikofisik) terdapat hubungan yang erat.Hubungan-hubungan itu terorganisir sedsemikian rupa sehingga secara bersama-sama mempengaruhi pola-pola perilakunya dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Definisi psikologis dari kepribadian Kepribadian itu merupakan sistim dari semua tingkah laku seseorang yang unik, terintegrasikan dan yang terorganisasikan. Sistim tingkah laku ini merupakan respon-respon yang komplek seperti cara seseorang melijat dunia, tujuan-tujuannya dan interesseinteressenya, apa yang ia sukai dan tak sukai, kemampuannya untuk berbuat sesuatu, caracara ia memecahkan persoalan-persoalan tertentu, bagaimana pandangannya terhadap seseorang dan apa yang ia inginkan dari kehidupannya. Semua tingkah lakuknya, termasuk pola-pola tingkah laku yang langsung atau tidak dapat dilihat meliputi sistim tingkahlaku yang terorganisasikan, inilah yamg disebut dengan kepribadian. Tiap aspek dari kepribadian ini bukanlah merupakan suatu elemen yang dapat dijumlahkan atau dikurangkan dari individu itu secara sederhana Ada tiga masalah penting yang perlu diperhatikan dalam perkembangan kepribadian seseorang : 1. Perkembangan itu relative cukup stabil, terutama yang menyangkut pola-pola penyesuaian social, 2. Bagaimana pandangan pribadi yang berkembang itu tentang diri pribadinya sendiri, karena di dalam konsep-konsep, yang dipelajarinya terdapat konsep tentang dirinya sebagai pribadi, bagaimana konsep itu telah terbentuk, bagaimana konsep itu mempengaruhi perubahan perilaku dan interaksi social. 3. Bagaimana bentuk proses sosialisasi yang mempengaruhi kelesterian dan kesetabilan perkembangan kepribadian yang bersangkutan. b. Tipe-tipe kepribadian Pada dasarnya setiap orang mempunyai kepribadian yang berbeda satu sama lain. Penelitian memgenai kepribadian manusia sudah dilakukan paraahli sejak dulu kala.Kita mengenal Hippocrates dan Galenus (400 SM dan 175 M) yang mengemukakan bahwa manusia dapat dibagi menjadi empat golongan menurut keadaan zat cair yang ada di dalam tubuhnya.

1. Melanzholicus (melankolisi) yaitu orang-orang yang banyak empedu hitamnya. Sehingga orang-orang dengan tipe ini selalu bersikap murung atau muram psimistis, dan selalu menaruh rasa curiga. 2. Sangunicus (Sanguinisi) yakni orang-orang yang banyak darahnya. Sehingga tipe orangorang ini selalu menunjukkan wajah yang berseri-seri, periang atau selalu gembira dan bersikap optimistis. 3. Flegmuticus (Flegmatisi) yaitu orang yang banyak lendirnya. Prang ini sifatnya lamban dan pemalas, wajahnya selalu pucat, pesimis, pembawaannya tenang, pendiriannya tidak mudah berubah. 4. Cholercus (kolerisi) yakni yang banyak empedu kunimgnya. Orang tipe ini bertubuh besar dan kuat, namun penaik darah dan sukar mengendalikan diri, sifatnya garang dan agresif. Eduard Spranger, ahli ilmu jiwa dari Jerman, mencoba mengadakan penyelidikan kepribadian manusia dengan cara lain. Ia mengadakan penggolongan tipe manusiaberdasarkan sikap manusia itu terhadap nilai kebudayaan yang hidup di dalam masyarakat. Nilai kebudayaan itu di baginya menjadi enam golongan, yaitu : politik, ekonomi, social, seni, agama, dan teori. Berdasarkan hal tersebut, ia membagi kepribadian manusia menjadi enam golongan. 1. Manusia politik. Yakni, orang bertipe politik ini memiliki sifat suka menguasai orang lain. 2. Manusia ekonomi. Yakni, suka bekerja dan mencari untung merupakan sifat-sifat yang paling dominan pada tipe oang ini. 3. Manusia social. Yakni, orang bertipe social memiliki sifat-sifat suka mengabdi dan berkorban untuk orang lain. 4. Manusia seni. Yakni, jiwa orang yang bertipe ini selalui dipengarruhi oleh nilai-nilai keindahan. 5. Manusia agama. Yakni, bagi mereka yang lebih penting dalam hidup ialah mengabdi kepadahhhTuhan Yang Maha Esa. 6. Manusia teori. Yakni, sifat-sifat manusia ini antara lain suka berfikir, berfilsafat, dan mangabdi pada imu. c. Faktor yang membentuk kepribadian Faktor lain yang besar pengaruhnya terhadap kepribadian adalah hasil hubungan kita dengan lingkungan, atau pengalaman, para ahli membedakan dua macam pengalaman yang mempengaruhi kepribadian manusia, yaitu : a. Pengalaman Umum, yaitu pengalaman yang dihayati oleh hampir semua anggota masyarakat atau bahkan oleh semua manusia. Pengalaman ini manjadi bagian diri seseorang yang sama dengan banyal orang lain di sekitarnya.

b. Pengalaman Unik, Setiap orang mempunyai pengalaman-pengalaman yang hanya pernah dialami oleh dirinya sendiri.karena sejak lahir seseorang anak sudah membawa cirri-ciri tertentu serta kecenderungan-kecenderungan tertentu, maka reksinya terhadap lingkungan terhadapnya bersifat khas. Pengalaman unik ini menentukan bagian darinya yang bersifat khas, unik, dan tak ada duanya. d. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian seseorang. Pribadi manusia itu dapat berubah, itu berarti bahwa pribadi manusia itu mudah atau dapat di pengaruhi oleh sesuatu.Karena itu ada usaha mandidik pribadi, membentuk pribadi, membentuk watak, atau mendidik watak anak.Yang artinya adalah nerusaha untuk memperbaiki kehidupan anak yang nampak kurang baik, sehingga menjadi baik.Misalnya, anak malas, dapat berubah menjadi rajin, dll. e. Manfaat pengetahuan psikologi kepribadian Yang dapat merasakan manfaat mengetahui pribadi seseorang, terutama adalah orang atau pribadi itu sendiri. Caranya adalah dengan berintropeksi yaitu dengan melihat kepada diri sendiri. Dengan demikian akan dapat selalu mengintropeksi kekeliruan-kekeliruan yang telah diperbuatnya. Oleh karena itu psikologi kepribadian ini dimasukkan, sebagai salah satu psikologi khusus yang harus dipelajari oleh setiap calon guru, manfaatnya adalah sebagai berikut : 1. Agar guru dapat mengenal sifat-sifat anak-anaknya masing-masing sehingga pelayanannya dapat mudah diterima si anak. 2. Guru mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk memberikan pembinaan lebih jauh dan mendalam terhadap bakat dan kegemaran anak-anaknya, yaitu demi kehidupan anak di kemudian hari. 3. Dengan mengenal sifat-sifat si anak seorang anak dapat mencegah kemungkinan timbulnya frustasi bagi anak. 4. Dengan mengetahui keadan pribadi anak, guru akan dapat dengan tepat melakukannya, menolongnya, yang diharapkan si anak dapat segera dapat diserahi tanggung jawab sendiri. 5. Dengan mengenal anak itu, guru akan terhindar dari kemungkinan timbul konflik dengan anak-anaknyasendiri. Istilah masa remaja digunakan untuk menunjukkan masa peralihan dan ketergantungan dan perlindungan orang dewasa pada ketergantungan terhadap diri sendiri dan penentuan diri sendiri.Inilah masa yang sangat penting dalam mempelajari teknik-teknik kehidupan yang sehat. Masa ini mulai pada usia 12 tahun dan berakhir sekitar usia 17 atau 18 tahun. Masa

remaja ditandai dengan munculnya serangkaian perubahan fisiologis yang kritis, yang membawa indi-vidu pada kematangan fisik dan biologis. Perubahan-perubahan ini lebih cepat terjadi pada anak perempuan (kadang-kadang terjadi pada usia 9 atau 10 tahun), sedangkan pada anak laki-laki perubahan itu mungkin baru terjadi pada usia 12 tahun. Sejalan dengan perubahan-perubahan biologis yang mendasar itu, tampaklah beberapa perubahan psikologis, misalnya anak makin tidak ter-gantung pada ikatan-ikatan keluarga, perhatian terhadap hubungan hetero-seksual meningkat, perasaan frustrasi pada ambang kematangan, pematangan minat dan ambisi yang berhubungan dengan pekerjaan. Perubahan Biologis Secara umum orang mengatakan bahwa gejala-gejala perubahan fisik pada remaja merupakan tanda-tanda pubertas.Istilah pubertas itu sendiri berasal dari kata "pubes" (bahasa Latin) yang berarti hal yang berhubungan dengan rambut.Jadi, pubertas sebenarnya memiliki arti yang terbatas karena pada masa ini terjadi pertumbuhan rambut pada bagian-bagian tertentu dari tubuh anak.Rambut itu tumbuh pada daerah kemaluan, ketiak, betis; di samping itu juga kumis, cambang, jenggot, mulai tumbuh pada anak laki-laki. Tanda-tanda pubertas ini menunjukkan juga aktivitas dari kelenjar hormon yang makin giat.Peningkatan aktivitas hormon ini memberikan dampak tidak hanya dalam rambut saja, tetapi juga dalam perubahan-perubahan bentuk tubuh.Itulah sebabnya kata pubertas digeneralisasikan sebagai tanda kedewasaan, dan tidak hanya terbatas pada pertumbuhan rambut di daerah tertentu. Istilah lain yang sering digunakan untuk menunjukkan kedewasaan seseorang adalah menarche, misalnya menstruasi awal (bagi perempuan) dan kematangan seksual. Selain tumbuhnya rambut pada bagian-bagian badan tertentu dan mens-truasi pada perempuan, dalam proses pematangan fisik terdapat juga hal-hal lain, misalnya kelenjar keringat pada daerah ketiak akan mengalami perkem-bangan kematangan sejalan dengan pubertas (pertumbuhan rambut pada ketiak). Kelenjar keringat ini tidak akan mencapai kematangan penuh sebelum puber-tas juga mencapai kematangan. Perubahan buah dada yang menunjukkan perkembangan merupakan segi yang penting dalam perubahan tubuh ke arah kedewasaan pada seorang perem-puan. Sulit untuk menentukan mana yang lebih dulu menunjukkan perubahan: apakah buah dada atau menstruasi pertama. Pada beberapa orang, menstruasi mengawali perkembangan seksual dan kemudian barn

diikuti oleh perkembang-an dan pertumbuhan buah dada, sedangkan pada beberapa orang lain justru sebaliknya. Perubahan pada anak laki-laki ialah pertumbuhan penis dan buah zakar.Pertumbuhan buah zakar biasanya berlangsung lebih awal daripada per-tumbuhan penis. Kecepatan perbedaan pertumbuhan penis yang sangat men-colok adalah antara usia 14 dan 15 tahun. Selain perubahan-perubahan fisik yang telah diutarakan di atas, masih ada perubahanperubahan fisik secara umum yang juga ikut berkembang, misalnya tihggi badan, perubahanperubahan pada wajah, perut, pinggul, otot, dan suara makin dalam pada anak laki-laki. Penyebab gangguan kepribadian pada anak remaja terletak pada waktu terjadinya, urutannya, dan reaksi anak terhadapnya dan bukan pada perubahan-perubahan itu sendiri.Anak yang terlalu cepat matang kadang-kadang kaget, malu, atau merasa bersalah karena munculnya perubahan itu, terutama kalau dia belum siap untuk memahami arti dari perubahan tersebut.Sebaliknya, anak yang kematangannya terlambat merasa tidak adekuat karena dia merasa keting-galan dari teman-teman sebayanya.Adanya perubahan-perubahan yang dialami oleh remaja ini tidak begitu saja dapat diterima.Dia merasakan adanya sesuatu pada dirinya. Dia akan bertanya kepada orang tuanya atau kepada orang lain yang dianggapnya dapat memberikan penjelasan yang bisa memuaskan. Orang tua yang kurang memahami atau tidak bersedia membicarakan perubahan-perubahan ini secara bijaksana dan objektif (apalagi kebanyakan orang tua merasa tabu kalau membicarakan masalah-masalah seks) dengan anak akan menambah kesulitan anak. Fisik yang memadai dan penampilan tubuh sangat diperhatikan oleh se-orang remaja dan merupakan faktor yang penting dalam perkembangan dan dalam mempertahankan harga dirinya serta hubungan-hubungan sosial.Penanganan yang salah terhadap perubahanperubahan tubuh pada masa ini dapat menyebabkan pOla-pola kompensasi yang berlebihan atau penyesuaian diri yang tidak adekuat dalam bidang sosial dan seks kalau dia mencapai masa dewasa.

Perubahan Psikologis Masa remaja adalah masa untuk menguji kemampuan individu dalam melak-sanakan perannya sebagai laki-laki atau sebagai perempuan dan untuk me-ngembangkan keterampilan-keterampilannya dalam peran yang cocok.Seba-gian dari kapasitas itu terletak

pada perubahan-perubahan fisik yang telah dijelaskan di atas, tetapi bagian yang lebih besar terletak pada penyesuaian diri secara psikologis yang dicapai.Perubahan-perubahan psikologis dapat diutarakan sebagai berikut. Emosi yang Tidak Stabil Ketidakseimbangan dalam diri remaja terutama disebabkan oleh keadaan emosi yang selalu berubah-ubah.Hal ini menyebabkan orang sulit memahami diri remaja dan remaja sendiri sering tidak mengerti dirinya sendiri.Suasana hati yang demikian membuat remaja merasa berada dalam jurang atau menghadapi jalan buntu. Uluran tangan orang lain sangat diperlukan supaya remaja tidak jatuh lebih dalam untuk melakukan perbuatan yang nekat atau perbuatan yang merusak diri sendiri. Untuk mencapai kematangan emosi, remaja harus diajar bagaimana dia dapat menyalurkan emosi dan suasana hatinya ke dalam bidang- bidang yang konstruktif dan ke dalam respons-respons yang secara sosial dapat diterima terhadap tuntutan-tuntutan masyarakat serta memikul tanggung jawab atas perbuatan-perbuatannya tanpa menyalahkan orang lain.

Perasaan Kosong Perombakan pandangan hidup yang diperoleh pada masa sebelumnya mening-galkan perasaan kosong di dalam diri remaja.Remaja tidak mengetahui pera-saan kosong tersebut.Ini tidak berarti bahwa remaja tidak dapat mengisi dirinya. Remaja dengan kekosongannya itu justru terbuka bagi pengaruh lain. Karena keterbukaan ini, remaja bisa menjadi umpan dan mangsa bagi orang yang tidak bertanggung jawab terhadap kesejahteraan orang lain. Masalah Otonomi dan Disiplin Masalah remaja menjadi rumit pada masa ini karena ketika dia mendekati kematangan dengan berbagai tanggung jawab, dia diharapkan mengembangkan otonomi, tetapi dia masih di bawah kontrol orang tua dan tergantung pada mereka dan keluarganya untuk mendapatkan dukungan.Setiap pembatasan kegiatan atau hukuman dianggap sebagai ancaman terhadap kesadaran otonomi dan perasaan bahwa dirinya penting yang mengakibatkan anak menentang dan memberontak.Keadaan ini menyebabkan rusaknya hubungan baik dengan keluarga dan menghambat kelancaran komunikasi antara orang tua dan remaja. Kalau hal ini berlangsung

lama dan tidak bisa diatasi, maka muncullah masalah-masalah penyesuaian diri yang mungkin akan berpengaruh terhadap kepriba-dian dewasa pada masa yang akan datang. Mementingkan Diri Sendiri Perhatian remaja terhadap pengujian kemampuannya menyebabkan dia me-mentingkan diri sendiri dan perhatian mementingkan diri sendiri ini kerap kali terungkap pada tingkah laku egosentrik, mengisolasikan diri, atau introvert.Apabila ada sikap pemahaman dari pihak keluarga dan diberikan kesempatan untuk mendapatkan pengalaman-pengalaman sosial dengan kawan-kawan sebayanya maka anak remaja tadi dapat menghilangkan semangatnya yang terlampau mementingkan diri sendiri. Apabila lingkungan yang menguntungkan itu tidak ada, maka penyesuaian diri yang egosentrik mungkin akan tetap ber-tahan dan menjadi inti dan kepribadian dewasa. Canggung Bergaul dan Gerak Kaku Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan sebagai akibat dari perkembangan fisik menyebabkan munculnya perasaan rendah diri dalam remaja.Perasaan rendah din ini makin bertambah kalau remaja kurang mampu bergaul, berolah raga, dan melakukan keterampilan lainnya.Tetapi sering juga tingkah laku remaj a sangat berlebihan (overacting) untuk menutupi perasaan rendah diri tersebut dan memenuhi kebutuhan bergaul. Cita-Cita Tinggi Banyak hal yang diinginkan, tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.Cita-cita dan angan-angannya mungkin sampai setinggi langit dan tentu saja tidak mungkin tercapai semuanya.Cita-cita dan angan-angan yang muluk-muluk ini sering mengakibatkan perasaan gelisah dalam diri remaja.Untuk menutupi kegelisahan itu, remaja sering mengadakan mekanisme pelarian diri dengan berfantasi dan membual.Remaja menutupi prestasi belajar yang tidak memuaskan dirinya dengan membual tentang keberhasilan yang dilebih-le-b i hkan. Membentuk Kelompok dan Budaya Kelompok. Sering terlihat bahwa pembasmian kelompok (gank) sulit.Kebersamaan dan kegiatan kelompok memberikan dorongan moral pada sesama remaja.Dia mendapat kekuatan dari keadaan bersama tersebut.Budaya teman sebaya me-rupakan masa peralihan sebelum sampai pada status orang dewasa dalam masyarakat.Perkembangan rasa tanggung jawab sangat

tergantung pada kepuasan-kepuasan yang diperolehnya dalam kelompoknya. Kegagalan dalam bidang ini menyebabkan remaja tadi memiliki perasaan-perasaan tidak adekuat dan tidak peduli akan tanggung jawabnya. Hubungan Heteroseksual Penerangan mengenai masalah seks yang tidak benar atau tidak memadai mungkin menjadi faktor dalam perkembangan kesulitan-kesulitan emosional selama masa remaja, lebih-lebih jika pembicaraan-pembicaraan yang berhu-bungan dengan masalah seks dilarang keras.Banyak remaja merasa bahwa segala pertanyaan mengenai seks itu tidak pantas dan memalukan.Kasih sayang orang tua yang berlebih-lebihan biasanya merintangi remaja untuk mengadakan penyesuaian heteroseksual yang memuaskan karena menyulitkan dia untuk mempertimbangkan gagasan meninggalkan rumah. Apabila dia merasa tertarik kepada orangorang yang tidak sejenis, remaja seperti itu mungkin akan men-cari sifat-sifat yang mirip dengan yang dimiliki orang tuanya. Memiliki Keinginan Besar untuk Eksplorasi Keinginan menjelajahi lingkungan alam sekitar sering disalurkan melalui pen-jelajahan alam, pendakian gunung dan juga dalam petualangan-petualangan.Eksplorasi yang dipersiapkan dengan bekal pengetahuan dan untuk memper-luaskannya perlu dikanbangkan.Eksplorasi dan petualangan yang tidak diper-siapkan dengan baik sering membawa malapetaka.Banyak anak remaja terjebak dan mati di pegunungan karena tidak mengetahui dengan baik daerah pegunungan tersebut. Eksperimentasi Remaja memiliki dorongan yang kuat untuk mencoba dan melakukan kegiatan serta perbuatan orang dewasa.Eksperimentasi yang terbimbing secara kons-truktif bisa menghasilkan pendalaman ilmu dan penemuan pengetahuan baru. Pilihan Pekerjaan Banyak remaja kurang mempersiapkan diri untuk pekerjaan.Mereka mengikuti pelajaranpelajaran di sekolah, tetapi tidak bernilai praktis untuk kehidupan kemudian.Penyesuaian diri dalam bidang pekerjaan mungkin terhambat oleh pengalaman pendidikan atau kerja yang terbatas, campur tangan orang tua, tidak ada minat pada anak remaja atau tidak ada dorongan orang tua, atau remaja itu sendiri tidak mau memikul tanggung jawab pada masa dewasa.

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa, 1. Moral merupakan tingkah laku manusia yang berdasarkan atas baik-buruk dengan landasan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Spiritual merupakan kepercayaan peserta didik terhadap suatu keyakinan yang didasarkan pada adat istiadat maupun ketuhanan. 2. Teori perkembangan moral menurut Kohlberg terdapat tiga tingkatan yaitu penalaran prakonvensional, konvensional, dan post konvensional. Setiap tingkatan dibagi menjadi dua tahap. Teori perkembangan spiritual didasarkan pada ayat-ayat alquran dan hadits yang menjelaskan tentang fitrah beragama. 3. Tahapan perkembangan moral 4. Faktor yang mempengaruhi perkembangan moral dan spiritual meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi sifat atau pembawaan dari diri sendiri, dalam perkembangan moral berupa sifat-sifat yang diturunkan dan pada perkembangan spiritual berupa keyakinan. Faktor eksternal meliput keluarga, masyarakat sekitar, sekolah, dan tentunya budaya. DAFTAR PUSTAKA

Buku Perkembangan Peserta Didik (UNINDRA) http://www.spiritualresearchfoundation.org/indonesian/perkembangan-spiritual http://fajarbagus69.blogspot.co.id/p/perkembangan-aspek-spiritual-remaja.html http://www.duniapsikologi.com/remaja-pengertian-dan-definisinya/ http://kajad-alhikmahkajen.blogspot.com/2010/01/perkembangan-agama-pada-usia-remajadan.html http://rellig.blogspot.co.id/2013/06/perkembangan-moral-pada-remaja.html

Related Documents


More Documents from "ragwan"