BAB I ANATOMI, FISIOLOGI, DAN HISTOLOGI
ANATOMI
Tiroid merupakan suatu kelenjar endokrin yang terletak di bagian leher. Kelenjar ini tidak memiliki duktus dan mempunyai beberapa fungsi untuk melekatkan laring, sebagai tempat untuk melanjutkan aliran darah ke otak, serta mempercantik leher perempuan
Kelenjar tiroid merupakan kelenjar berwarna merah kecoklatan dan sangat vaskular. Kelenjar tiroid dewasa berwarna cokelat dan konsistensinya keras. Normal berat kelenjar tiroid adalah 20 gram, namun dapat bervariasi tergantung berat badan dan intake iodine. Terletak di anterior cartilago thyroidea di bawah laring setinggi vertebra cervicalis 5 sampai vertebra thorakalis 1. Kelenjar ini terselubungi lapisan pretracheal dari fascia cervicalis dan terdiri atas 2 lobus, lobus dextra dan sinistra, yang dihubungkan oleh isthmus. Kelenjar tiroid sedikit lebih berat pada wanita terutama saat menstruasi dan hamil. Lobus kelenjar tiroid seperti kerucut. Ujung apikalnya menyimpang ke lateral ke garis oblique pada lamina cartilago thyroidea dan basisnya setinggi cartilago trachea 4-5. Setiap lobus berukutan 5x3x2 cm. Isthmus menghubungkan
bagian bawah kedua lobus, walaupun terkadang pada beberapa orang tidak ada. Panjang dan lebarnya kira2 1,25 cm dan biasanya anterior dari cartilgo trachea walaupun terkadang lebih tinggi atau rendah karena kedudukan dan ukurannya berubah. Kelenjar tiroid dialiri oleh beberapa arteri: 1. A. thyroidea superior (arteri utama). 2. A. thyroidea inferior (arteri utama). 3. Terkadang masih pula terdapat A. thyroidea ima, cabang langsung dari aorta atau A. anonyma. Kelenjar tiroid mempunyai 3 pasang vena utama: 1. V. thyroidea superior (bermuara di V. jugularis interna). 2. V. thyroidea medialis (bermuara di V. jugularis interna). 3. V. thyroidea inferior (bermuara di V. anonyma kiri).
Aliran limfe terdiri dari 2 jalinan: 1. Jalinan kelenjar getah bening intraglandularis 2. Jalinan kelenjar getah bening extraglandularis Kedua jalinan ini akan mengeluarkan isinya ke limfonoduli pretracheal lalu menuju ke kelenjar limfe yang dalam sekitar V. jugularis. Dari sekitar V. jugularis ini diteruskan ke limfonoduli mediastinum superior.
Persarafan kelenjar tiroid: 1. Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior 2. Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang N.vagus) N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya pita suara terganggu (stridor/serak).
Vaskularisasi Kelenjar tiroid disuplai oleh arteri tiroid superior, inferior, dan terkadang juga arteri tiroidea ima dari a. brachiocephalica atau cabang aorta. Arterinya banyak dan cabangnya beranastomose pada permukaan dan dalam kelenjar, baik ipsilateral maupun kontralateral.
tiroid superior menembus fascia tiroid dan kemudian bercabang menjadi cabang anterior dan posterior. Cabang anterior mensuplai permukaan anterior kelenjar dan cabang posterior mensuplai permukaan lateral dan medial. tiroid inferior mensuplai basis kelenjar dan bercabang ke superior (ascenden) dan inferior yang mensuplai permukaan inferior dan posterior kelenjar.Sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular yang menyatu di permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior.
Sistem Limfatik Pembuluh limfe tiroid terhubung dengan plexus tracheal dan menjalar sampai nodus prelaringeal di atas isthmus tiroid dan ke nodus pretracheal serta paratracheal. Beberapa bahkan juga mengalir ke nodus brachiocephal yang terhubung dengan tymus pada mediastinum superior.
HISTOLOGI
Kelenjar tiroid dibagi menjadi beberapa lobulus yang terdiri dari 20-40 folikel. Folikel tersebut berbentuk lonjong dan berdiameter ± 30 µm. Masing-masing folikel dilapisi oleh epitel kuboid dan didalamnya terdapat koloid yang pengeluarannya dirangsang oleh hormon dari hipofisis yaitu TSH. Kemudian ada yang disebut dengan C sel atau sel parafolikuler yang mensekresi hormon kalsitonin. Sel-sel ini merupakan sel kelompok kecil yang dapat ditemukan di stroma interfolikuler dan terletak di bagian atas lobus tiroid.
FISIOLOGI
Hormon tiroid dibutuhkan untuk metabolisme normal tubuh. Hormon tersebut disintesis oleh kelenjar tiroid melalui serangkaian proses. Hipotalamus akan mensekresi thyrotropin-releasing hormone (TRH) yang akan merangsang glandula hipofisis bagian anterior untuk mengeluarkan thyroid-stimulating hormone (TSH). Kemudian, TSH akan merangsang pertumbuhan dan fungsi dari folikel kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid yang sudah dirangsang TSH akan mengeluarkan iodin dan mensintesis hormon tiroksin, yaitu T4 dan T3 sebagai bentuk metabolit yang lebih aktif. T3 ini berasal dari T4 yang sudah dikonversi oleh hipofisis. Hormon-hormon tersebut mencetuskan negative feedback bagi hipofisis, karena hormone tersebut mengatur pengeluaran dari TSH dan hormon T3 dapat menghambat pengeluaran TRH dari hipotalamus.
Hormon tiroid bebas yang sudah diproduksi tadi akan dibawa ke aliran darah dan mengikuti aliran darah menuju membran sel melalui cara difusi atau berikatan dengan protein spesifik ke membrane nukleus. T4 akan diiodinasi menjadi T3 dan masuk ke nukleus via transport aktif yang akan berikatan dengan reseptor hormon tiroid. Reseptor T3 sama dengan reseptor pada glukokortikoid, mineralokortikoid, estrogen, vitamin D, dan asam retinoat. Pada manusia, reseptor T3 ini terdiri dari 2 tipe gen reseptor, yaitu tipe 𝛼 dan 𝛽 yang terletak pada kromosom 3 dan 17. Reseptor 𝛼 berada di sistem saraf pusat (SSP), sedangkan reseptor 𝛽 berada di hepar.
BAB II PENYAKIT TIROID
STRUMA NODOSA NON-TOKSIK
DEFINISI STRUMA Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia.
PATOGENESIS STRUMA Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam pembentukan TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah besar. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram. Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent), proses peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik misalnya struma kolid dan struma non toksik (struma endemik).
MANIFESTASI KLINIS Kebanyakan pasien dengan Struma Non-Toksik tidak bergejala atau asimtomatis, walaupun pasien sering mengeluhkan sensasi tekanan pada leher. Dengan perjalanan struma yang terus membesar, gejala sensasi penekanan seperti dispnea dan disfagia terjadi. Pasien juga sering mengeluhkan pada tenggorokannya yaitu radang selaput lendir hidung. Disfonia jarang terjadi, kecuali bila terdapat keganasan. Pembesaran yang tiba-tiba nodul atau kista karena dapat menyebabkan perdarahan nyeri akut. Pemeriksaan fisik dapat ditemukan benjolan teraba lunak, kelenjar membesar difus (struma simpel) atau nodul dari berbagai ukuran dan konsistensi dalam kasus multinodular goiter. Deviasi atau kompresi pada trakea dapat ditemukan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Pasien biasanya dengan Eutiroid, dengan TSH normal atau rendah-normal atau dengan normal kadar T4-bebas yang normal. Jika beberapa nodul meluas, kadar TSH dapat menurun, atau dapat terjadi hipertiroid. FNAB direkomendasikan pada pasien yang memiliki nodul yang dominan atau salah satu dengan nyeri atau membesar, kasus karsinoma telah dilaporkan dalam 5 sampai 10% dari struma multinodular. CT scan sangat membantu untuk mengevaluasi sampai sejauh mana perpanjangan retrosternal dan apakah terjadi kompresi saluran napas atau tidak.
TATALAKSANA Goiter non-toksik biasanya tumbuh sangat lambat selama beberapa dekade tanpa menyebabkan gejala. Tanpa bukti pertumbuhan yang cepat, gejala obstruktif misalnya, disfagia, stridor, batuk, sesak napas, ataupun tirotoksikosis, pengobatan tidak diperlukan. Terapi diperlukan jika pertumbuhan gondok seluruhnya atau terdapat nodul tertentu, terutama jika terjadi ekstensi intrathorasik dari gondok, gejala penekanan, atau gejala tirotoksikosis. Ekstensi intrathoracic dari gondok tidak dapat dinilai dengan palpasi atau biopsi. Jika signifikan dalam ukuran, harus diangkat melalui pembedahan. Terapi yang tersedia saat ini misalnya terapi yodium radioaktif, dan terapi Levothyroxine (L-tiroksin, atau T4).
Terapi Iodium radioaktif adalah terapi Goiter non-toksis, sering dilakukan di Eropa. Ini adalah pilihan terapi yang wajar, terutama pada pasien yang lebih tua atau memiliki kontraindikasi untuk operasi. Iodium radioaktif untuk terapi goiter non-toksis diperkenalkan kembali pada 1990-an. 90 % pasien dengan goiter difus non toksik, memiliki rata-rata pengurangan 50-60% pada volume goiter setelah 12-18 bulan, dengan pengurangan gejala penekanan. Penurunan dalam ukuran goiter telah berkorelasi positif dengan dosis Iodium-131 (131 I). Pengurangan dalam ukuran gondok lebih besar pada pasien yang lebih muda dan pada individu yang hanya memiliki riwayat goiter yang singkat atau yang memiliki gondok kecil. Baseline TSH bukanlah prediktor respon terhadap yodium radioaktif. Gejala obstruktif membaik pada kebanyakan pasien yang menerima yodium radioaktif.
Hipertiroidisme jarang dan biasanya terjadi dalam dua minggu pertama setelah pengobatan. Tidak seperti pasien dengan hipertiroidisme yang diobati dengan iodium radioaktif, hanya sebagian kecil pasien dengan goiter non toksik berkembang menjadi hipotiroidisme setelah pengobatan iodium radioaktif. Satu studi menunjukkan bahwa terapi T4 untuk goiter non-toksis mengurangi volume tiroid pada 58% pasien, dibandingkan dengan 4% pada pasien yang diterapi dengan plasebo. Namun, hasil ini belum terbukti direproduksi, dan manfaat menggunakan T4 perlu harus ditimbang terhadap risiko hipertiroidisme subklinis dari yang dihasilkan terkait dengan peningkatan risiko kepadatan mineral tulang menurun dan atrial fibrilasi meningkat.
Indikasi operasi pada struma, diantaranya : Struma difusa toksik yang gagal terapi medikamentosa Struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan Struma dengan gangguan penekanan Kosmetik Kontraindikasi operasi pada struma, diantaranya : Struma toksik yang belum dipersiapkan sebelumnya Struma dengan dekompensasi kordis atau penyakit sistemik yang belum terkontrol Struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan yang umumnya karena karsinoma
HIPERTIROID
DEFINISI HIPERTIROID Hipertiroidisme (Tiroktosikosis) merupakan suatu keadaan di mana didapatkan kelebihan hormon tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan. Hipertiroidisme dapat didefinisikan sebagai respon jaringan-jaringan terhadap pengaruh metabolik terhadap hormon tiroid yang berlebihan (Price & Wilson: 337) Hipertiroidisme (Hyperthyrodism) adalah keadaan disebabkan oleh kelenjar tiroid bekerja secara berlebihan sehingga menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan di dalam darah. Hipertiroidisme adalah kadar TH yang bersirkulasi berlebihan. Gangguan ini dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. (Elizabeth J. Corwin: 296).
PATOFISIOLOGI Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai penurunan TSH dan TRF karena umpan balik negatif TH terhadap pelepasan keduanya. Hipertiroidisme akibat rnalfungsi hipofisis memberikan gambaran kadar TH dan TSH yang finggi. TRF akan Tendah karena uinpan balik negatif dari HT dan TSH. Hipertiroidisme akibat malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan HT yang finggi disertai TSH dan TRH yang berlebihan.
PENYEBAB 1. Penyakit Grave pada penyakit graves kelenjar tiroid membesar secara difus akibat adanya hipertropi dan hiperplasia difus sel epitel folikel tiroid. Kelenjar biasanya lunak dan licin, kapsulnya utuh. 2. Toxic multinodular goitre 3. ’’Solitary toxic adenoma’’ 4. Penyebab Lain a. Tiroiditis b. Penyakit troboblastis
c. Ambilan hormone tiroid secara berlebihan d. Pemakaian yodium yang berlebihan e. Kanker pituitari f. Obat-obatan seperti Amiodarone
TANDA dan GEJALA 1. Peningkatan frekuensi denyut jantung. 2. Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap Katekolamin. 3. Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas, intoleran terhadap panas, keringat berlebihan. 4. Penurunan berat, peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik) 5. Peningkatan frekuensi buang air besar 6. Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid 7. Gangguan reproduksi 8. Tidak tahan panas 9. Cepat letih 10. Pembesaran kelenjar tiroid 11. Mata melotot (exoptalmus) Hal ini terjadi sebagai akibat dari penimbunan zat di dalam orbit mata.
KOMPLIKASI Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik (thyroid storm). Hal ini dapat berkernbang secara spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan TH dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, dan hipertermi Apabila tidak diobati, kematian Penyakit jantung Hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves, infeksi.
DIAGNOSA KLINIS Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal). Diagnosa bergantung kepada beberapa hormon berikut ini : Pemeriksaan darah yang mengukur kadar TH (T3 dan T4), TSH, dan TRH akan memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi masalah di tingkat susunan saraf pusat atau kelenjar tiroid. 1. TSH(Tiroid Stimulating Hormone) menurun 2. Bebas T4 (tiroksin) meningkat 3. Bebas T3 (triiodotironin) 4. Diagnosa juga boleh dibuat menggunakan ultrabunyi untuk memastikan pembesaran kelenjar tiroid 5. Tiroid scan untuk melihat pembesaran kelenjar tiroid 6. Hipertiroidisme dapat disertai penurunan kadar lemak serum 7. Penurunan kepekaan terhadap insulin, yang dapat menyebabkan hiperglikemia
PENATALAKSANAAN Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal). a. Konservatif 1) Obat Anti-Tiroid. Obat ini menghambat produksi hormon tiroid. Jika dosis berlebih, pasien mengalami gejala hipotiroidisme.Contoh obat adalah sebagai berikut :
Thioamide
Methimazole dosis awal 20 -30 mg/hari
Propylthiouracil (PTU) dosis awal 300 – 600 mg/hari, dosis maksimal 2.000 mg/hari
Potassium Iodide
Sodium Ipodate
Anion Inhibitor
2)
Beta-adrenergic reseptor antagonist. Obat ini adalah untuk mengurangi gejalagejala
hipotiroidisme. Contoh: Propanolol
Indikasi :
Mendapat remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien muda dengan struma ringan –sedang dan tiroktosikosis
Untuk mengendalikan tiroktosikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah pengobatan yodium radioaktif
Persiapan tiroidektomi
Pasien hamil, usia lanjut
Krisis tiroid
Penyekat adinergik ß pada awal terapi diberikan, sementara menunggu pasien menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian anti tiroid. Propanolol dosis 40-200 mg dalam 4 dosis pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-8 minggu. Setelah eutiroid, pemantauan setiap 3-6 bulan sekali: memantau gejala dan tanda klinis, serta laboratorium FT4/T4/T3 dan TSHs. Setelah tercapai eutiroid, obat anti tiroid dikurangi dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan keadaan eutiroid selama 12-24 bulan. Kemudian pengobatan dihentikan , dan di nilai apakah tejadi remisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiroid di hentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun kemidian hari dapat tetap eutiroid atau terjadi kolaps. b. Surgical 1) Radioaktif iodine. Tindakan ini adalah untuk memusnahkan kelenjar tiroid yang hiperaktif 2)
Tiroidektomi.
Tindakan Pembedahan ini untuk mengangkat kelenjar tiroid yang membesar.
HIPOTIROID
DEFINISI HIPOTIROID Adalah suatu keadaan kurangnya atau defisiensi dari kadar hormon tiroid.
MANIFESTASI KLINIK Tidak tahan panas Berat badan bertambah
Konstipasi Menorragia Kulit kasar dan kering, bahkan sampai berwarna kekuningan Rambut menjadi kering dan rapuh, bahkan sampai mudah rontok. Gambaran klinik lain yang didapatkan adalah libido dan fertilitas menurun pada kedua jenis kelamin. Pada sistem kardiovaskular akan didapatkan adanya bradikardi, kardiomegali, efusi perikardial, berkurangnya kardiak output, dan efusi pulmonal. Apabila perkembangan dan fungsi dari kelenjar tiroid ini gagal, maka anak yang lahir dapat menjadi kreatinisme dan muka terlihat sama dengan anak Down syndrome dan dwarfisme. Gagal tumbuh dan retardasi mental juga dapat terjadi. Hipotiroidisme yang terjadi pada anakanak dan remaja dapat menyebabkan delay development, distensi abdomen, hernia umbilikalis, dan prolapsus rekti.
DIAGNOSIS Pemeriksaan laboratorium yang didapat yaitu, rendahnya kadar T4 dan T3, TSH meningkat.
PENATALAKSANAAN Pengobatan dari hipotiroidisme ini adalah tiroksin, sebagai pengobatan pilihan (treatment of choice). Dosis yang dipakai 50-200 µg per hari, tergantung dari ukuran dan kondisi pasien. Dosis awal mulai dari 100 µg, sedangkan untuk pasien yang lebih tua dan memiliki riwayat penyakit jantung dosis dimulai dari 25-50 µg.
TIROIDITIS
DEFINISI TIROIDITIS Tiroiditis merupakan penyakit inflamasi pada kelenjar tiroid dan diklasifikasikan menjadi akut, subakut, dan kronik (Hashimoto’s thyroiditis).
Tiroiditis Akut (Supuratif) Kelenjar tiroid sangat susah untuk terjadi infeksi karena aliran darah dan limfatik yang banyak, kandungan iodida yang banyak, dan kapsula fibrosa. Namun mikroorganisme tetap dapat
menembus kelenjar tiroid, dengan cara; (1) melalui jalur hematogen dan limfogen; (2) melalui fistula sinus piriform persisten dan kista duktus tiroglossus; (3) adanya trauma tajam pada kelenjar tiroid; (4) imunosupresi. Sekitar 70% bakteri yang sering menyebabkan adalah Streptococcus dan anaerob. Bakteri lain yang didapat dari kultur, yaitu E.coli, P.aeruginosa, H.influenza, Eikenella corrodens, Corynebacterium, Coccidiomycosis. Tiroiditis supuratif akut sering menyerang anak-anak dan dapat didahului dengan ISPA atau otitis media. Gejala-gejala yang ditemukan; nyeri leher hebat yang menyebar ke dagu atau telinga, demam, menggigil, odinofagi, dan disfoni. Sepsis sistemik, rupture trakeal atau esophagus, thrombosis vena jugular, kondritis laryngeal atau perikondritis, dan paralisis simpatik merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium darah dan didapatkan leukositosis dan FNAB (fine needle aspiration biopsy) untuk pewarnaan Gram, kultur, dan sitologi. Antibiotik adalah pengobatan yang terpilih.
Tiroiditis Subakut Gejala yang didapatkan dapat nyeri ataupun tidak. Penyebab pasti dari penyakit ini tidak diketahui, tiroiditis yang nyeri disebabkan oleh infeksi virus yang diawali oleh respon inflamasi postvirus. Genetik juga dapat berperan sebagai penyebab, dihubungkan dengan HLA-B35 haplotipe. Patogenesis terjadinya tiroiditis ini adalah adanya infeksi virus atau antigen lainnya difagosit oleh makrofag, merangsang limfosit T sitotoksik dan akhirnya merusak sel-sel folikel tiroid. Tiroiditis yang bersifat nyeri ini sering terjadi pada wanita usia 30-40 tahun dengan gejala nyeri leher yang tiba-tiba pada leher yang menyebar ke mandibula atau telinga. Kelenjar tiroid yang meradang ini akan membesar, adanya nyeri tekan dan keras. Fase pertama dari penyakit ini, TSH menurun, T4 dan T3 meningkat karena folikel yang rusak dan LED meningkat lebih dari 100 mm/jam. Tiroiditis yang bersifat nyeri merupakan selflimited disease, oleh karena itu terapi bersifat simptomatik. Untuk menghilangkan nyeri dengan aspirin atau golongan NSAID lainnya. Operasi dilakukan apabila tidak sembuh dan selalu kambuh.
Sedangkan tiroiditis yang bersifat tidak nyeri lebih sering ditemukan pada wanita usia 30-60 tahun. Penyebabnya diduga karena autoimun. Pemeriksaan fisik yang ditemukan adalah adanya sedikit pembesaran kelenjar tiroid atau normal, konsistensi sedikit keras, tidak ada nyeri tekan. Hasil laboratorium sama dengan tiroiditis yang bersifat nyeri, namun LED normal. Pengobatan yang dilakukan dapat berupa hormon replacement terapi, beta blocker. Operasi dan radioterapi dilakukan pada pasien dengan kekambuhan. Tiroiditis Kronik (Hashimoto’s Thyroiditis) Penyakit ini merupakan penyakit yang disebabkan oleh proses autoimun yang mengaktivasi limfosit CD4+ (T helper). Hipotiroidisme yang terjadi bukan hanya tirosit yang rusak karena sel T sitotoksik, tapi juga karena autoantibodi yang terjadi dari komplemen yang terrangsang dan aktivasi dari natural killer cell atau memblok reseptor TSH. Apoptosis (kematian sel terprogram) juga berpengaruh pada pathogenesis pada penyakit ini. Hashimoto’s thyroiditis sering pada wanita dengan rasio lelaki: wanita 1:10-20, dan di antara usia 30 dan 50 tahun. Kelenjar tiroid yang membesar dapat difus, kelenjar berkonsistensi keras, ini ditemukan pada pemeriksaan fisik. Ketika Hashimoto’s thyroiditis sudah ditegakkan diagnosis, maka pemeriksaan yang didapat yaitu, peningkatan TSH, turunnya kadar T4 dan T3, serta ditemukan autoantibodi tiroid. FNAB diindikasikan pada pasien dengan nodul soliter atau pembesaran goiter yang cepat. Pengobatan yang dianjurkan untuk penyakit ini adalah terapi penggantian hormone tiroid. Operasi dilakukan apabila dicurigai nodul tersebut adalah suatu keganasan, nodul menekan organ-organ di sekitarnya, atau untuk keperluan kosmetik.
KARSINOMA TIROID
Epidemiologi Kanker tiroid menempati urutan ke-9 dari sepuluh keganasan tersering. Lebih banyak pada wanita dengan distribusi berkisar antara 2 : 1 sampai 3 : 1. Insidensnya berkisar antara 5,4-30%. Berdasarkan jenis histopatologi, sebarannya adalah kanker tiroid jenis papilar (71,4%); kanker tiroid jenis folikular ( 16,7%); kanker tiroid jenis anaplastik (8,4%); dan kanker tiroid jenis medular (1,4%). Berdasarkan usia kanker tiroid jenis papilar biasanya pada pasien yang berusia kurang dari 40 tahun, berbeda dengan kanker tiroid folikular yang banyak pada usia di atas itu. Sedangkan kanker jenis medular sering ditemukan pada usia tua (50-60 tahun). Angka insidensi tahunan kanker tiroid bervariasi di seluruh dunia, yaitu dari 0,5-10 per 100.000 populasi. Karsinoma tiroid mempunyai angka prevalensi yang sama dengan multipel mieloma. Karsinoma tiroid ini merupakan jenis keganasan jaringan endokrin yang terbanyak, yaitu 90% dari seluruh kanker endokrin. American Cancer Society memperkirakan bahwa sekitar 17.000 kasus baru muncul setiap tahunnya di Amerika Serikat dan sekitar 1.300 diantaranya mengakibatkan kematian. Tetapi dengan pengobatan yang adekuat, sekitar 190.000 penderita tetap dapat hidup normal dan beberapa dapat bertahan lebih dari 40 tahun.
Etiologi Etiologi yang pasti belum diketahui. Yang berperan khususnya untuk well differentiated carcinoma (papilar dan folikular) adalah radiasi dan goiter endemis sedangkan untuk jenis medular adalah faktor genetik. Belum diketahui suatu karsinogen yang berperan untuk kanker anaplastik dan medular. Diperkirakan kanker tiroid anaplastik berasal dari perubahan kanker tiroid berdiferensiasi baik (papiler dan folikuler) dengan kemungkinan jenis folikuler dua kali lebih besar. Sedangkan limfoma pada tiroid diperkirakan karena perubahan-perubahan degenerasi ganas dari tiroiditis Hashimoto.
Faktor Risiko 1. Pengaruh usia dan jenis kelamin. Apabila nodul tiroid terdapat pada penderita berusia dibawah 20 tahun dan diatas 50 tahun, resiko keganasan lebih tinggi. Demikian pula
dengan jenis kelamin, penderita laki-laki memiliki resiko keganasan lebih tinggi daripada penderita perempuan. 2. Pengaruh radiasi di daerah leher dan kepala pada masa lampau 3. Kecepatan tumbuh tumor 4. Riwayat gangguan mekanik di daerah leher 5. Riwayat penyakit serupa dalam keluarga
Diagnosis Anamnesis pada penderita dilakukan secara mendalam agar dapat menggali faktor risiko yang berperan, selain itu juga mengidentifikasi jenis nodul berdasarkan gejala klinis yang muncul, apakah sudah tampak gejala metastasis jauh seperti benjolan pada kalvaria sebagai tanda metastasis tulang, disfoni, sesak nafas sebagai tanda gangguan organ paru, rasa penuh di ulu hati dapat mengarahkan kecurigaan akan gangguan organ hepar, dan lain sebagainya. Pemeriksaan fisik nodul mencakup 7 kriteria. Nodul diidentifikasi berdasarkan konsistensinya keras atau lunak, ukurannya, terdapat tidaknya nyeri, permukaan nodul rata atau berdungkuldungkul, berjumlah tunggal atau multipel, memiliki batas yang tegas atau tidak, dan keadaan mobilitas nodul. Secara klinis, nodul tiroid dicurigai ganas apabila : a. Usia penderita dibawah 20 tahun atau diatas 50 tahun b. Ada riwayat radiasi leher pada masa anak-anak c. Disfagia, sesak nafas, dan perubahan suara d. Nodul soliter, pertumbuhan cepat dan konsistensi keras e. Ada pembesaran kelenjar getah bening leher (jugular, servikal, atau submandibular) f. Ada tanda-tanda metastasis jauh
Pemeriksaan Penunjang meliputi : 1. Pemeriksaan Laboratorium. Menilai Human Thyroglobulin, suatu penanda tumor untuk karsinoma tiroid; jenis yang berdifferensiasi baik, terutama untuk follow up. 2. Pemeriksaan Radiologis Dilakukan pemeriksaan foto paru anteroposterior untuk menilai adanya metastasis. 3. Pemeriksaan Ultrasonografi
Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang secara klinis belum dapat dipalpasi. 4. Pemeriksaan Sidik Tiroid Dasar pemeriksaan ini adalah uptake dan distribusi yodium radioaktif dalam kelenjar tiroid. Yang dapat dilihat dari pemeriksaan ini adalah besar, bentuk, dan letak kelenjar tiroid serta distribusi dalam kelenjar. Juga dapat diukur uptake yodiumnya dalam waktu 3, 12, 24 dan 48 jam. 5. Pemeriksaan Sitologi melalui Biopsi Aspirasi Jarum Halus Ketepatan pemeriksaan sitologi untuk tipe anaplastik, meduler dan papiler hampir mendekati 100% 6. Pemeriksaan Histopatologi Merupakan pemeriksaan dianostik utama. Jaringan diperiksa setelah dilakukan tindakan lobektomi atau isthmolobektomi.
KLASIFIKASI Pengelompokan tumor ganas tiroid adalah sebagai berikut : Karsinoma berdiferensiasi baik (75%) • Adenokarsinoma papiler • Adenokarsinoma folikuler • Adenokarsinoma sel Hurtle Karsinoma berdiferensiasi buruk (20%) • Karsinoma anaplastik sel kecil • Karsinoma anaplastik sel besar Adenokarsinoma meduler (4%) Tumor ganas lain (jarang sekali) • Sarkoma tiroid • Limfoma maligna • Karsinoma epidermoid • Metastasis dari karsinoma lain
Diagnosis Banding Diagnosa untuk penyakit ini adalah : 1. Struma difusa toksik (Basedow = Grave’s disease 2. Struma nodosa non toksik 3. Tiroiditis subakut 4. Tiroiditis Riedel 5. Struma Hashimoto 6. Adenoma paratiroid dan karsinoma paratiroid. 7. Metastasis tumor. 8. Teratoma 9. Limfoma maligna
Prognosis Prognosis bergantung pada : 1. Tipe histopatologi 2. Stadium klinik patologi 3. Lamanya penyakit hingga terdiagnosis dan diberikan pengobatan 4. Usia penderita Diantara tipe karsinoma tiroid, maka tipe karsinoma papiler mempunyai prognosis yang paling baik. Prognosis pasien dengan kanker tiroid berdiferensiasi baik tergantung pada umur (semakin buruk dengan bertambahnya umur); adanya ekstensi (menurunkan survival rate 20 tahun dari 91% menjadi 45%); adanya lesi metastasis (menurunkan survival rate 20 tahun dari 10% menjadi 46%); diameter tumor; dan jenis histopatologi (pada papilar survival rate 20 tahunnya 93% dan folikular survival rate 20 tahunnya 83%).
Penatalaksanaan 1. Pembedahan Bila diagnosis kemungkinan telah ditegakkan dan operabel, operasi yang dilakukan adalah lobektomi sisi yang patologik (Kaplan), atau lobektomi subtotal dengan risiko bila ganas kemungkinan ada sel-sel karsinoma yang tertinggal. Pembedahan umumnya berupa tiroidektomi total. Enukleasi nodulnya saja adalah berbahaya karena bila ternyata nodul
tersebut ganas, telah terjadi penyebaran (implantasi) sel-sel tumor dan operasi ulang untuk tiroidektomi secara teknis akan menjadi lebih sukar. Bila hasilnya jinak, lobektomi tersebut sudah cukup. Bila ganas, lobus kontra lateral diangkat
seluruhnya
(tiroidektomi
totalis).
Dapat
pula
dilakukan
near
total
thyroidectomy. Bila dari hasil pemeriksaan kelenjar getah bening dicurigai adanya metastasis, dilakukan diseksi radikal kelenjar getah bening pada sisi yang bersangkutan. Komplikasi-komplikasi operasi antara lain terputusnya nerws laringeus rekurens dan cabang eksterna dari nervus laringeus superior, hipoparatirodisme, dan ruptur esofagus.2
2. Radiasi Bila tumor sudah inoperabel atau pasien menolak operasi lagi untuk lobus kontralateral, dilakukan : a. Radiasi interna dengan I131. b. Radiasi eksterna, memberikan hasil yang cukup baik untuk tumor-tumor inoperabel atau anaplastik yang tidak berafinitas terhadap I131.
DAFTAR PUSTAKA 1. Brunicardi, F.Charles. Chapter 37. Thyroid, Parathyroid, Adrenal in Schwartz MANUAL OF SURGERY, Edisi 8. McGraw Hill; Newyork.2006 2. Norton, Jeffrey. A. Thyroid in Surgery Basic Evidence and Clinical Evidence. Springer: Newyork.2001 3. Faiz, Omar, et al. The Head and Neck in Anatomy at a Glance. Blackwell Science; USA.2002 4. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Sistem Endokrin, In : Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd edition. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2005 5. American Thyroid Association. Radioactive Iodine Use for Thyroid Diseases. American Thyroid Association. United States. 2005. Available at : www.thyroid.org.
REFRESHING
TIROID
Pembimbing : dr. Asep Tajul, Sp.B Dian Puji Rahayu 2007730037
KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA STASE BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIANJUR 2011