Refrat Saraf Bss.docx

  • Uploaded by: Dosi Sili
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Refrat Saraf Bss.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,439
  • Pages: 24
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Brown-Séquard Syndrome pertama kali ditemukan oleh Charles Edouard Brown-Séquard (1817-1894) pada pasien dengan hemiseksi korda spinalis pada tahun 1849. Brown-Séquard adalah seorang yang dikenang berkat kontribusinya di bidang Neurologi. Ia adalah seorang peneliti dan penulis. Brown-Séquard Syndrome adalah penemuan pertamanya. Brown-Séquard Syndrome adalah suatu kondisi neurologis yang ditandai dengan kehilangan fungsi motorik, proprioseptif dan rasa getar ipsilateral akibat disfungsi traktus kortikospinal dan kolumna dorsalis, disertai dengan kehilangan sensasi nyeri dan suhu kontralateral sebagai akibat dari disfungsi traktus spinothalamikus. Penyebab paling sering dari Brown-Séquard Syndrome adalah cedera akibat trauma korda spinalis. Brown-Séquard Syndrome dapat juga disebabkan tumor pada korda spinalis, trauma (misalnya pada pungsi di leher dan tulang belakang), iskemia (pada obstruksi pembuluh darah) serta infeksi atau inflamasi seperti tuberculosis atau multiple sclerosis. Herniasi discus cervicalis yang disebabkan Brown-Séquard Syndrome merupakan kasus yang jarang. Brown-Séquard Syndrome disebut juga Brown-Séquard’s hemiplegia dan Brown-Séquard’s Paralysis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Vertebra Columna vertebralis terbentang dari cranium sampai ujung os coccygis dan merupakan unsur utama kerangka aksial (ossa cranii, columna vertebralis, costa dan sternum). Columna vertebralis terdiri dari 33 vertebra yang teratur dalam 5 daerah, tetapi hanya 24 dari jumlah tersebut (7 vertebra cervicalis, 12 vertebra thoracica, dan 5 vertebra lumbalis) dapat digerakkan pada orang dewasa. Kelima vertebra sacralis pada orang dewasa melebur membentuk os sacrum dan keempat vertebra coccygis melebur membentuk os coccygis. Tulang vertebra memiliki korpus yang terletak di anterior, yang membentuk bangunan utama sebagai tumpuan beban. Korpus vertebrae dipisahkan oleh diskus intervetebralis, dan disangga disebelah anterior dan posterior oleh ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Disebelah posterolateral, dua pedikel membentuk pilar tempat ata kanalis vertebralis (lamina) berada. Fungsi dari columna vertebralis sebagai pendukung badan yang kokoh dan sekaligus bekerja sebagai penyangga dengan perantaraan tulang rawan cakram intervertebralis

yang

lengkungnya

memberikan

fleksibilitas

dan

memungkinkan

membongkok tanpa patah. Cakramnya juga berguna untuk menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakkan berat badan seperti waktu berlari dan meloncat, dan dengan demikian otak dan sumsum belakang terlindung terhadap goncangan. Disamping itu juga untuk memikul berat badan, menyediakan permukaan untuk otot dan membentuk tapal batas pasterior yang kukuh untuk rongga-rongga badan dan memberi kaitan pada iga. Tulang servikal paling rentan terhadap cedera, karena mobilitas dan paparannya. Kanalis servikalis melebar di bagian atas yang terbentuk 4 mulai dari foramen magnum hingga kebagian bawah

C2. Mayoritas pasien yang selamat dengan cedera pada bagian ini tidak mengalami gangguan neurologis.

Gambar 2.1 Vertebra Sumber:https://www.pinterest.nz/pin/416020084306423373/?lp=true 2.2 Anatomi Medula spinalis a) Sistem sensorik Perjalanan impuls dari perifer menuju susunan saraf pusat diawali dari reseptor yang yang memberi informasi mengenai perubahan di lingkungan eksrternal (eksteroreseptor); posisi, dan pergerakan kepala pada suatu ruang, renggangan otot atau tendo, posisi sendi kekuatan melakukan gerakan tertentu (propioreseptor);

dan

proses di dalam tubuh

(enteroreseptor).

3

Impuls yang masuk melalui reseptor dihantarkan ke sistem saraf pusat (ssp) melalui saraf perifer, ganglion radiks dorsalis dan menuju radiks saraf posterioryang akan memasuki medulla spinalis. Saraf perifer membawa serabut aferen,

eferen

dan serabut yang

mempersarafi organ internal, kelenjar keringat, dan otot polos pembuluh darah. Serabut tersebut bergabung bersama dalam rangkaian selubung jaringan ikat membentuk kabel saraf. Waktu saraf perifer masuk ke kanal spinalis melalui foramen intravertebrale, serabut aferen dan eferen berpisah membentuk radiks spinalis anterior dan radiks spinalis posterior (mengandung serabut aferen). Pada tingkat servikal dan lumosakral, terdapat pleksus saraf , di pleksus ini serabut aferen saraf perifer terdistribusi ulang sehingga serabut dari berbagai masing saraf tergabung dengan nervus spinalis di berbagai level segmental. Keseluruhan terdapat 31 pasang nervus spinalis. Neuron ganglion radiks dorsalis adalah neuron pseudounipolar memberi percabangan yang berjalan sepanjangi radiks posterior ke dalam medulla spinalis tempat berhubungan dengan neuron kedua. Masing-masing radiks terdistribusi ulang menjadi beberapa ssaraf perifer melalui pleksus dan masing-masing seraabut dari beberapa segment radikular kembali tergabung memebentuk kelompok di perifer untuk mempersarafi area segmen kulit tertentu (dermatom). Hal inilah yang membedakan letak lesi radikular dan saraf tepi, karena masing-masing dermatom mewakili deficit sensorik medula spinalis atau level radikular tertentu, sedangkan pada lesi pleksus memiliki distribusi yg berbeda, serabut saraf yang cedera tidak mencapai dermatomnya lagi. Pada susunan saraf pusat, serabut sensorik masuk medulla spinalis di dorsal root entry zone dan membentuk banyak kolateral yang bersinap dengan neuron di MS.

4

1. Traktus Spinoserebelaris posterior Mengantar impuls dari spindle otot dan organ tendon golgi yang terbagi menjadi banyal kolateral setelah memasuki medulla spinalis. -

Lengkung pertama membuat lengkung refleks monosinaptik

-

Serabut setinggi torakal, lumbal dan sacral berakhir di nucleus berbentuk tabung yang terbentuk di dasar kornu posterior setinggi vertebra C8-L2. Traktus spinoserebelar posterior berjalan keatas ipsilateral dibagian posterior funikulus lateralis kemudian berjalan melalui pedunkulus serebelaris inferior ke vermis cerebri

-

Serabut setinggi servikalis berjalan didalam fasikulus kuneatus untuk membuat sinaps dengan neuron kedua di nucleus kuneatus asesorius medulla.

2. Traktus spinoserebelaris anterior Serebelum menerima input propioseptif aferen dari semua region tubuh; kemudian output eferen polisinaptiknya memengaruhi tonus otot dan kerja otot agonis dan antagonis (otot sinergik) yang berperann saat berdiri, berjalan dan semua gerakan lain. Semua proses itu berjalan tanpa disadari. Neuron kedua asal traktus spinaserebelaris berjalan naik di medulla spinalis secara ipsilateral maupun kontralateral yang berakhir di serebelum. 3. Kolumna posterior Kita dapat merasakan derajat tegangan otot, berat badan yang bertumpu pada telapak kaki dan mengenai gerakan sendi. Serabut aferen ektremitas bawah menempati bagian paling medial, serabut aferen ekstremitas atas bergabung bagian lateral setingkat vertebra servikalis. Serabut ini beerakhir di nuclei yang namanya sesuai dengan medulah di bawahnya. Neuron kedua memproyeksikan traktus ke dua ke thalamus (traktus bulbothalamikus). Semua traktus menyilang ke kontra lateral saat berjalan naik ,

5

membentuk lemniskus medialis dan berakhir di nucleus ventralis posterolateralis talami (VPL). Disini traktus membentuk kontak sinaptik dengan neuron ketiga kemudian membentuk traktus talamokortikalis menuju ke korteks somatosensorik primer di girus post sentralis. Lesi Kolumna posterior : 

Hilangnya sensasi posisi dan gerakan (sensasi kinestetik): pasien tidak dapat menyatakan lokasi ekstremitasnya tanpa melihat.



Asterognosis: pasien tidak dapat mengenali dan menyebutkan objek melalui bentuk dan beratnya hanya dengan menggunakan sensasi raba saja



Agraftesia : pasien tidak dapat mengenali rasa raba bentuk suatu angka atau huruf yang digambarkan ditelapak tangan



Hilangnya diskrimanasi dua titik



Hilangnya sensasi getar: pasien tidak dapat merasakan getaran garpu tala yang ditempelkan di tulangnya



Tanda Romberg positif. Pasien tidak dapat berdiri dalam jangka panjang dengan kedua kaki dirapatkan dan mata tertutup tanpa bergoyang dan mungkiin juga terjatuh. Hilangnya sensasi proprioseptif, pada jangka tertentu dapat dikompensasi dengan mata terbuka ( tidak terjadi pada lesi serebelum).

4. Traktus spinotalamikus anterior Impuls timbul di reseptor kutaneus (ujung saraf peritrikal, korpuskel taktil) dihantarkan sepanjang serabut saraf perifer yang bermielin sedang ke sel-sel pseudounipolar ganglion radiks dorsalis dan dari sini masuk ke medulla spinalis malaui radik posterior. Didalam medulla spinalis, radiks dorsalis berjalan di kolumna posterior naik 2-15 segmen keatas

6

sedangkan kolateralnya berjalan 1 atau 2 segmen ke bawah, membentuk kontak sinaptik dengan sel-sel pada berbagai tingkat segmental di substansia grisea kornu posterius. Selsel tersebut (neuron kedua) kemudian membentuk traktus spino thalamikus anterior, yang serabutnya menyilang di komisura spinalis anterior, berjalan naik di dalam funikulus antereolateralis dan berjalan naik di dalam funikulus anterolateralis kontra lateral, dan berakhir di nucleus ventralis posterolateralis talami, bersama-sama dengan serabut – serabut traktus spinotalamikus lateralis dan lemniskus medialis . Neuron ketiga di nucleus di traktus thalamokortikalis. Lesi traktus spinotalamikus anterior: Lesi pada traktus ini setinggi vertebra lumbal atau torkal umumnya menimbulkan sedikit atau tidak ada gangguan pada rasa raba, karena banyak impuls yang naik dapat menutupi lesi melalui bagian ipsilateral jaras ini. Namun, lesi pada traktus spinotalamikus anterior pada tingkat servikal akan menimbulkan hipestesia ringan pada ekstremitas bawah kontralateral. 5. Traktus spinotalamikus lateralis Ujung saraf bebas dikulit merupakan reseptor perifer untuk stimulus nyeri dan suhu. Ujung-ujung saraf ini merupakan endorgan serabut grup A yang tipis dan serabut grup C yang hampir tidak bermielin, yang merupakan prosesus pesifer neuron pseudounipolar di ganglion spinale. Prosesus sentralis masuk melalui radiks dorsalis ke dalam medulla spinalis dan kemudian terbagi secara longitudinal menjadi kolateral-kolateral yang pendek dan berakhir di dalam satu atau dua segmen substantia gelatinosa, membuat kontak sinaptik dengan neuron funikularis (neuron kedua) yang prosesusnya membentuk

7

traktus spinotalamikus latralis . Prosesus ini menyilang garis tengah di komisura spinalis anterior sebelum berjalan naik di funikulus lateralis kontralateral menuju thalamus. Serabut spinotalamikus lateralis di sentral berjalan naik ke batang otak bersam-sama dengan serabut lemniskus spinalis, yang berakhir di nucleus ventralis posteriorlateralis talami. Neuron ke tiga melalui traktur talamokortikalis menuju girus postsentralis . Lesi pada traktus spinotalamikus lateralis dibagian ventral medulla spinalis, sensasi nyeri dan suhu berkurang pada sisi kontralateral satu atau dua segmen dibawah tingkat lesi, sedangkan sensasi raba tetap baik, deficit sensorik terdisosiasi. 6. Traktus eferen medulla spinalis lainnya, medulla spinalis juga mengandung jaras serabut lain yang berjalan naik ke berbagai struktur di batang otak dan nuclei subkortikal profunda. Jaras tersebut berasal dari kornu posterior medulla spinalis dan berjalan naik melalui funikulus anteriolateralis, antara lain traktus spinoretikularis, traktus spino tektalis, traktus spinoolivaris, traktus spinovestibularis. Pengolahan sentral informasi somatosensorik oleh kortek somatosensorik primer di girus post sentralis (area sitoartektural Broadman 3a,3b, 2 dan 1) Area sensori motor memungkinkan informasi sensorik yang tiba disini segera diubah menjadi impuls motoric yang keluar di sirkuit regulasi sensorimotor . Representasi somatosensorik di korteks serebri juga terpisah secara spasial berdasarkan modalitas nyeri, suhu, dan modalitas lainnya yang terwakili diii area korteks tertentu, diferensiasi yang disadari memerlukan partisipasi korteks serebri. Lesi pada korteks somatosensorik unilateral menyebabkan gangguan subtotal pada persepsi nyeri, suhu, dan stimulus taktil pada sisi kontralateral tubuh; namun diskriminasi dan sensasi posisi hilang total karena sensasi ini bergantungg pada korteks yang intak.

8

Stereognosis merupakan pengenalan objek yang diletakan di telapak tangan melalui sensasi raba (stereognosis) tidak hanya dimediasi oleh korteks sensorik primer, tetapi juga oleh area asosiasi di lobus parietalis, tempat gambaran sensorik masing-masing objek seperti ukuran , bentuk, ukuran, dan konsistensi diintegrasikan dan dibandingkan berdasarkan memori pengalaman taktil sebelumnya.

Gambar 2.2 Jalur Asendens Traktus serabut utama medulla spinalis dan modalitas sensorik yang dihantarkannya. a. Traktus spinoserebelaris anterior dan posterior. b. funikulus posterior. c. Traktus spinotalamikus anterior d. traktus spinotalamikus lateral. Sumber:Duus Diagnostik Topik neurologi ed.5 2011

b) Sistem motorik 1) Komponen sentral

9

Bagian ini terdiri dari korteks motoric primer (area 4) dan area korteks disekitarnya (terutama korteks premotor, area 6) serta traktus kortikobulbaris dan traktus kortikospinalis yang berasal dari area kortikal. Kortek motoric primer berada pada girus presentralis. Girus ini merupakan letak neuron piramidalis (sel Betz) besar yang khas . Traktus kortikospinalis (piramidalis) berasal dari korteks motoric berjalan melalui substansia alba serebri (korona radiata), krus posterius kapsula interna, bagian pedunkulus serebri (krus serebri), pons dan basal medulla (baian anterior, tempat traktus terlihat sebagai penonjolan kkecil yang disebut pyramid. Serabut pyramidal menyilang ke sisi lain di dekusasio piramidum, yang tidak menyilang berjalan menuruni medulla spinalis di funikulus anterior ipsilateral sebagai traktus kortikospinalis anterior. Traktus ini menyilang lebih kebawah dan kadang tidak menyilang pada tingkat servical dan torakal, sehingga otot leher dan badan mendapatkan persaarafan kortikal bilateral. Mayoritas serabut kortikospinalis menyilang menuruni funikulus lateralis kontra lateral sebagai traktus kortikospinalis. Traktus berakhir membentuk sinaps dengan interneuron yang kemudian menghantarkan impuls motoric di kornu anterior. Traktus kortikonuklearis ketika melewati otak tengah kemudian berjalan menuju nuclei nervi kranialis. Traktus kortikomesensefalikus berjalan bersama traktus kortikonuklearis yang berasal dari area 8. Impuls dari serabut ini memediasi gerakan mata konjugat. Sindrom paresis spastik sentral : 

Penurunan kekuatan otot dan gangguan kontrol motoric halus



Peningkatan tonus spastik 10



Refleks renggang yang berlebihan secara abnormal, dapat disertai oleh klonus



Hipoaktivitas atau tidak adanya refleks eksteroseptif (reflesk abdominal, plantar dan kremaster)



Refleks patologis (refleks Babinski, Oppenheim, Gordon dan MendelBekhterev, serta disinhibisinya respon hinder



Massa otot tetap baik

2) Komponen perifer Komponen perifer sistem motoric terdiri dari nuclei nervus kranialis motoric di batang otak, sel motoric kornu anterius medulla spinalis, radiks anterior pleksus-pleksus nervus servikal dan lumbosacral, saraf perifer, dan motor end plate di otot rangka. Pada sel kornu anterior neuron sel-sel renshaw yang berfungsi menginhibisi, sel ini menerima kontak sinaptik dari akson kolateral neuron motor a yang besar. Aksonnya-aksonnya kemudian berproyeksi kembali menuju sel kornu anterius dan menghambat aktivitasnya. Inhibisi sel renshaw merupakan contoh umpan balik negative spinal yang mentabilisasi aktivitas motor neuron. Radiks anterior merupakan neurit motor neuron yang keluar melaui anterior seperti akar bergabung bersama dengan rakdiks posterior. Pada tingkat sevikal dan lumbosacral, nervus spinalis bergabung membentuk pleksus saraf yang kemudian membentuk saraf perifer yang mempersarafi otot-otot leher dan ekstremitas . neurit tebal yang bermielin dan konduksi cepat pada neuron motor a yang besar, disebut serabut a1. Serabut-serabut tersebut berjalan ke otot-otot yang bekerja dan kemudian serabut tersebut membentuk berbagai cabang yang sangat bervariasi yang berakhir di serabut otot. Transmisi impuls sinaptik terjadi pada taut neuronmuskular. Unit motoric (Sherrington) adalah sel-sel kornu anterius, nuritnya, dan serabut otot yang dipersarafinya secara keseluruhan. Sindrom klinis lesi unit motoric 11



Penurunan kekuatan kasar



Hipotonia atau atonia otot



Hiporeflek atau arefleksia



Atrofi otot

Gambar 2.3 Perjalanan traktus piramidalis Sumber:Duus Diagnostik Topik neurologi ed.5 2011 2.3 Brown Sequard Syndrom Sindrom Brown-Séquard adalah lesi medula spinalis inkomplit yang ditandai dengan gambaran klinis yang mencerminkan cedera hemiseksi medula spinalis, sering di daerah 12

medula serviks. Pasien dengan sindrom Brown-Séquard menderita kelumpuhan neuron motorik ipsilateral dan kehilangan propriosepsi, serta hilangnya rasa sakit dan sensasi suhu kontralateral. Presentasi klinis sindrom Brown-Séquard dapat berkisar dari defisit neurologis ringan hingga berat. 1) Patofisiologi Sindrom Brown-Séquard terjadi karena kerusakan atau hilangnya traktus medula spinalis asendens dan desendens di 1 sisi medula spinalis. Perdarahan petekie yang tersebar di substansi grisea dan membesar dan menyatu dengan 1 jam postinjury. Perkembangan selanjutnya dari nekrosis hemoragik terjadi dalam 24-36 jam. Materi putih menunjukkan perdarahan petekie pada 3-4 jam. Serat mielin dan saluran panjang menunjukkan kerusakan struktural yang luas. Jarang dan biasanya tidak komplit; penyebab terseringnya adalah trauma medulla spinalis dan herniasi diskus servikalis. Interupsi jaras motoric desendens pada satu sisi medulla spinalis pada awalnya menyebabkan paresis flasid ipsilateral di bawah tingkat lesi (syok spinal), yang kemudian menjadi spastik dan disertai oleh hiperrefleksia, tanda Babinski, dan gangguan vasomotor. Pada saat yang sama, gangguan kolumna posterior pada satu sisi medulla spinalis menimbulkan hilangnya sensasi posisi, sensasi getar, dan diskriminasi taktil ipsilateral di bawah tingkat lesi. Ataksia yang normalnya terlihat pada lesi kolumna posterior tidak terjadi karena paresis ipsilateral yang bersamaan. Sensasi suhu dan nyeri kontralateral hilang di bawah tingkat lesi karena traktus spinotalamikus lateralis, tetapi sensasi nyeri dan suhu

kontralateral hilang dibawah tingkat lesi karena traktus

spinotalamikus ipsilateral yang terganggu. Sensasi taktil sederhana tidak terganggu, karena modalitas ini diperserafi oleh dua jaras serabut yang berbeda: Kolumna posterior (tidak menyilang) dan traktus spinothalamikus 13

anterior menyilang. Hemiseksi medulla spinalis menyisakan satu dari kedua jaras tersebut untuk sensasi taktil pada kedua sisi tubuh tetap intak-kolumna posterior kontralateral untuk sisi kontralateral lesi, dan traktus spinothalamikus anterior (menyilang). Hemiseksi medulla spinalis menyisakan satu dari kedua jaras tersebut untuk sensasi taktil pada kedua sisi tubuh tetap intak- Kolumna posterior (tidak menyilang) dan traktus spinotalamikus anterior kontralateral untuk sisi ipsilateral. Selain interupsi traktus yang panjang, sel-sel kornu anterius dapat mengalami kerusakan dengan luas yang bervariasi pada tingkat lesi, Kemungkinan menyebabkan paresis flasid. Iritasi radiks posterior juga dapat menyebabkan parestesia atau nyeri radikular di dermatom yang sesuai pada batas gangguan sensorik. 2) Etiologi 

Penyebab paling umum adalah cedera traumatis, seringkali merupakan mekanisme penetrasi, seperti luka tusukan atau tembak atau fraktur unilateral dan dislokasi karena kecelakaan atau jatuh kendaraan bermotor



Neoplasma, primer ataupun sekunder hasil dari metastasis dari tempat lain



Multipel sklerosis



Degeneratif



Hernia



Gangguan vaskular, bisa perdarahan atau iskemia



Infeksi, meningitis, herpes simpleks, TBC, dan lain-lain

3) EPIDEMIOLOGI Sindrom Brown-Séquard jarang terjadi, meskipun kejadian sebenarnya tidak diketahui. Tidak ada database nasional untuk mencatat semua sindrom sumsum tulang 14

belakang yang dihasilkan dari etiologi traumatis dan nontraumatic. Insiden Spinal cord Injury traumatis di Amerika Serikat diperkirakan mencapai 12.000 kasus baru per tahun, dengan sindrom Brown-Séquard yang dihasilkan dari 2-4% dari cedera. Prevalensi semua Spinal Cord Injury di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 273.000 orang. Kejadian internasional dari sindrom ini tidak diketahui. 4) Manifestasi klinis Perbandingan Karakteristik sindrom utama cedera medulla spinalis Tabel 1.1 Perbandingan karakteristik sindrom utama cedera medulla spinalis inkomplit. Karakteristik Central cord Anterior cord Brown sequard Posterior cord klinik syndrome syndrom syndrome syndrome Kejadian Sering Jarang Jarang Sangat jarang Biomekanik Hiperekstensi Hiperfleksi Pentrasi Hiperekstensi Motorik Gangguan Biasanya Kelemahan Gangguan variasi, jarang bilateral anggota gerak variasi paralisis ipsilateral lesi komplet Protopatik Gangguan Sering hilang Sering hilang Gangguan variasi, tidak total, bilateral total, kontra variasi, biasnya khas lateral ringan Propioseptik Jarang Utuh Hilang total Terganggu terganggu ipsi lateral Perbaikan Nyata dan cepat Paling buruk Fungsi buruk, Nyata namun independensi baik Sumber : Non-mis-sile penetrating injuries of the spine. 1991

15

Gambar 2.4 Gejala klasik pada brown sequad sindrom Sumber:middleeast.thelancet.com 5) Diagnosis Diagnosis dan identifikasi sindrom Brown-Séquard didasarkan pada temuan pemeriksaan fisik. Sindrom Brown-Séquard parsial ditandai oleh paresis asimetris, dengan hipalgesia lebih ditandai pada sisi yang kurang paretik. Sindrom Brown-Séquard murni (jarang terlihat dalam praktik klinis) dikaitkan dengan yang berikut: 

Gangguan saluran kortikospinalis lateral - paralisis spastik Ipsilateral di bawah tingkat lesi dan Babinski masuk ipsilateral ke lesi (refleks abnormal dan tanda Babinski mungkin tidak ada pada cedera akut)

16



Gangguan kolumna posterior - Hilangnya diskriminasi taktil, serta sensasi getaran dan posisi di bawah level lesi.



Gangguan traktus spinotalamikus lateral - Hilangnya nyeri dan sensasi suhu kontralateral; ini biasanya terjadi 2-3 segmen di bawah tingkat lesi.

Pemeriksa harus dapat membedakan tingkat kehilangan sensasi, kehilangan motorik, kehilangan suhu, dan hilangnya sensasi getaran. Mengevaluasi temuan neurologis bilateral versus unilateral ketika menentukan tingkat kehilangan. Pemeriksaan motorik pada pasien dengan sindrom Brown-Séquard mengungkapkan kelemahan atau kelumpuhan spastik dengan tanda-tanda neuron motorik yaitu hyperreflexia, clonus, dan tanda Hoffmann pada 1 sisi tubuh. Kekuatan motorik otot-otot kunci yang mewakili level tulang belakang tingkat servikal dan lumbar harus dinilai pada skala 0-5 standar. Perhatian khusus harus diambil untuk menguji dalam posisi dengan gravitasi dihilangkan dan melawan gravitasi. Pemeriksaan sensorik penting untuk sensasi penurunan kontralateral dari sentuhan ringan dan panas atau dingin. Fungsi sensorik harus dicatat pada dermatom representatif dari C2-S4 / 5 untuk sensasi sensorik mengenai gangguan dari sentuhan ringan dan nyeri. 6) Klasifikasi Temuan motorik dan sensorik dapat diklasifikasikan sesuai dengan klasifikasi neurologis standar American Spinal Injury Association (ASIA). Tingkat neurologis didefinisikan sebagai segmen paling berekor dengan fungsi normal. Penilaian lengkap atau tidak lengkap didasarkan pada fungsi sensorik atau motorik pada S4-S5. Standar American Spinal Injury Association (ASIA) mengenai klasifikasi neurologis cedera tulang belakang.

17

Gambar 2.5 Standar klasifikasi cedera medulla spinalis Sumber:emedicine.medscape.com

18

Gambar 2.6 Skala penurunan menurut Asosiasi Cedera Medula Spinalis Amerika Sumber:emedicine.medscape.com 7) Diagnosis a) MRI Magnetic resonance imaging (MRI) sangat berguna dalam menentukan struktur yang tepat yang telah rusak pada sindrom Brown-Séquard, serta dalam mengidentifikasi etiologi nontraumatic dari gangguan tersebut. Tidak diperlukan kontras untuk cedera akut, tetapi jika diduga etiologi intradural, pemindaian MRI gadolinium atau fase kontras dapat membantu.

19

Gambar 2.7 MRI Herniasi diskus torkal setinggi T8-T9 Sumber:http://www.cmaj.ca 8) Tatalaksana 1. Farmakologi Penggunaan obat-obatan untuk sindrom Brown-Séquard tergantung pada etiologi dan onset. Pengobatan akut SCI traumatis melibatkan pemberian metil prednisolon dengan segera. Kelemahan akut yang tidak berhubungan dengan perdarahan membutuhkan terapi antikoagulasi, jika tidak ada kontraindikasi. Perlindungan gastrointestinal sangat dianjurkan.

20

Berbagai penelitian telah menunjukkan hasil yang lebih baik untuk pasien dengan SCI traumatis yang diberi steroid dosis tinggi pada awal perjalanan klinis. Obat ini memiliki sifat anti-inflamasi. Kortikosteroid memodifikasi respons imun tubuh terhadap rangsangan yang beragam. Metilprednisolon mengurangi peradangan dengan menekan migrasi leukosit polimorfonuklear dan membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler.

2. Bedah Dekompresi bedah kanal spinalis dapat diindikasikan untuk sindrom hemiseksion di mana akibat adanya kompresi residual. Etiologi nontraumatic dari sindrom BrownSéquard biasanya melibatkan kompresi mekanis atau herniasi sumsum tulang belakang dan membutuhkan dekompresi bedah. 9) Prognosis Prognosis untuk pemulihan motorik yang signifikan pada sindrom Brown-Séquard adalah baik. Setengah hingga dua pertiga dari pemulihan motorik terjadi dalam 1-2 bulan pada tahun pertama setelah cedera. Pemulihan kemudian melambat tetapi berlanjut selama 3-6 bulan dan dapat berkembang hingga 2 tahun setelah cedera. Pola pemulihan yang paling umum adalah sebagai berikut: 1. Pemulihan otot ekstensor proksimal ipsilateral sebelum fleksor distal ipsilateral 2. Pemulihan dari kelemahan pada ekstremitas dengan kehilangan sensorik sebelum pemulihan terjadi pada ekstremitas yang berlawanan 3. Pemulihan kekuatan motorik volunter dan gaya berjalan fungsional dalam 1-6 bulan 10) Diferensial diagnosis  Acute Poliomyelitis 

Cervical Disc Disease



Decompression Sickness



Guillain-Barre Syndrome

21



Multiple Sclerosis



Posttraumatic Syringomyelia

22

BAB III KESIMPULAN

Brown sequard sindrom sangat jarang ditemukan, biasanya terjadi pada tinkat vertebra servikalis yang dapat desebabkan akibat trauma maupun nontrauma. Gejala klasik yang muncul disebabkan lesi pada jaras mayor asendens yaitu traktus kolumna posterior, traktus spinothalamikus anterior dan traktus spinotalamikus; dan desendens yaitu traktus kortikospinalis. Kelemahan dan penurunan sensitivitas protopatik sesuai dengan tingkat lesi pada medulla spinalis.

Daftar Pustaka

1. https://middleeast.thelancet.com/pdfs/journals/lancet/PIIS0140-6736(00)02441-7.pdf 2. https://emedicine.medscape.com 3. Diagnosis Topik Neurologi Duus ed 4. EGC 2014 4. Duus Topical Diagnosis in Neurology ed 5. New york 2011 5. juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/download/720/pdf

24

Related Documents

Refrat Saraf Bss.docx
October 2019 33
Saraf
December 2019 43
Refrat Fisiologi.docx
December 2019 46
Refrat Caca.docx
June 2020 28
Refrat Paru.docx
May 2020 24
Refrat Delirium
May 2020 23

More Documents from ""

Refrat Saraf Bss.docx
October 2019 33
Integrasi Sosial.docx
June 2020 22
Definisi
June 2020 45