Refrat Leni Fix.docx

  • Uploaded by: Koas Mata
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Refrat Leni Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,571
  • Pages: 17
BAB I PENDAHULUAN Kista koledokus merupakan salah satu penyakit fibrokistik dari hati dan saluran empedu. Kista koledokus adalah dilatasi kistik dari saluran empedu baik intrahepatik maupun ekstrahepatik. Umumnya kista koledokus dapat ditemukan pada setiap usia, sebanyak 2% ditemukan pada masa bayi, 60% sebelum usia 10 tahun dan 75% sebelum usia 20 tahun. Kista ductus koledokus adalah penyakit yang jarang, tetapi merupakan malformasi dari saluran empedu yang paling sering terjadi. Insidensi penyakit ini adalah sekitar 1 dalam 2.000.000 kelahiran hidup. Penyakit ini 2-4 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pria. Patogenesis terjadinya kista ductus koledokus belum diketahui secara pasti, diduga sebagai akibat dari iritasi pada dinding saluran empedu yang disebabkan adanya refluks enzim pancreas. 1,2,3 Teori lain menyebutkan bahwa adanya anomali persambungan saluran pancreatobiliaris yang diduga sebagai penyebab dari kista ductus koledokus. Kista ductus koledokus dibagi menjadi 5 tipe. Gejala klasik dari penyakit ini adalah nyeri perut pada kuadran kanan atas, ikterus, dan adanya massa di perut kuadran kanan atas. Diagnosa kista koledokus dengan ultrasonografi sedangkan pengobatannya dengan melakukan eksisi komplet dari kista 1,2,4 Morbiditas dari kista koledokus tergantung dari usia. Infant dan anak-anak sering

terjadi

pankreatitis,

kolangitis,

dan

kerusakan

hepatoseluler

beserta

peradangannya berdasarkan bukti histologis. Komplikasi yang paling sering mengkhawatirkan yaitu kolangiokarsinoma yang angka kejadiannya berkisar 9-28%. 1,2,

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas anatomi antara lobus hati kanan dan kiri. Bagian ekstrahepatik dari kandung empedu ditutupi oleh peritoneum.

Gambar 1. Anatomi kandung empedu

Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, infundibulum, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan daerah duktus sistikus. Infundibulum, yang juga dikenal sebagai kantong Hartmann, adalah bulbus divertikulum kecil yang terletak pada permukaan inferior dari kandung kemih, yang secara klinis bermakna karena proksimitasnya terhadap duodenum dan karena batu dapat terimpaksi ke dalamnya. Duktus sistikus menghubungkan kandung empedu ke duktud koledokus. Katup spiral dari Heister terletak di dalam duktus sistikus; mereka terlibat dalam keluar masuknya empedu dari kandung empedu.

2

Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri kistika, secara khas merupakan cabang dari arteri hepatika kanan, tetapi aal dari ateri kistika bervariasi. Segitiga Calot dibentuk oleh arteri kistika, duktus koledokus, dan duktus kistikus. Drainase vena dari kandung empedu bervariasi, biasanya ke dalam cabang kanan dari vena porta. Aliran limfe masuk secaralangsung ke dalam hati dan juga ke nodus-nodus di sepanjang permukaan vena potrta. Saraf muncul dari aksis seliak dan terletak di sepanjang arteri hepatika. Sensasi nyeri diperantarai oleh serat viseral, simpatis. Ransangan motoris untuk kontraksi kandung empedu dibawa melalui cabang vagus dan ganglion seliaka.

Traktus biliaris mempunyai asalnya sendiri di dalam duktus biliaris intrahepatik kecil. Duktus hepatika kanan dan kiri keluar dari hati dan bergabung dengan hilum untuk membentuk duktus hepatikus komunis, umumnya anterior terhadapa bifurkasio vena porta dan proksimal dekat dengan arteri hepatika kanan. Bagian ekstrahepatik dari duktus kiri cenderung lebih panjang. Duktus hepatikus komunis membangun batas kiri dari segitiga Calot dan berlanjut dengan duktus koledokus. Pembagian terjadi pada tingkat duktus kistikus. Duktus koledokus panjangnya sekitar 8 cm dan terletak antara ligamentum hepatoduodenalis, ke kanan dari arteri hepatika dan anterior terhadap vena porta. Segmen distal dari duktus koledokus terletak di dalam substansi pankreas. Duktus koledokus mengosongkan isinya ke dalam duodenum atau ampula Vateri, orifisiumnya di kelilingi oleh muskulus dari sfingter Oddi. Secara khas, ada saluran bersama dari duktus pankreatikus dan duktus koledokus distal.5,6

FISIOLOGI Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik sampai 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80%-90%. Meskipun secara primer merupakan suatu organ pengarbsorpsi, terjadi sekresi mukus selama keadaan patologis seperti misalnya pembentukan batu empedu dan kadang-kadang dengan obstruksi duktus kistikus. Pendidikan tradisional mengajarkan bahwa empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode interdigestif dan diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan. Informasi yang lebih baru menunjukkan bahwa aliran empedu terjadi dalam bentuk yang kontinu, dengan pengosongan kandung empedu terjadi secara konstan. Faktor-faktor yang bertanggung jawab untuk pengisian kandung empedu dan pengosongannya adalah hormonal, 3

neural, dan mekanikal. Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum, yaitu kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan kandung empedu; lemak merupakan stimulus yamg lebih kuat. Reseptor CCK telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah konsumsi makanan. Motilin, sekretin, histamin, dan prostaglandin semuanya terlihat mempunyai pengaruh yang berbeda pada proses kontraksi. Faktor neural yang predominan dalam menagtur aktivitas motoris kandung empedu adalah stimulasi kolinergik yang menimbulkan kontraksi kandung empedu. Pengisisan kandung empedu terjadi saat tekanan dalam duktus biliaris (berkaitan dengan aliran dan tekanan sfingter) lebih besar daripada tekanan di dalam kandung empedu. Sejumlah peptida usus, telah terlibat sebagai faktor endogen yang dapat mempengaruhi proses ini. Aliran empedu ke dalam duodenum tergantung pada koordinasi kontraksi kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi. Makanan merangsang dilepaskannya CCK, sehingga mengurangi fase aktivitas dari sfingter Oddi yang berkontraksi, menginduksi relaksasi, oleh karena itu memungkinkan masuknya empedu ke dalam duodenum. Empedu secara primer terdiri dari air, lemak organik, dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Komposisi elektrolit dari empedu sebanding dengan cairan ekstraseluler. Kandungan protein relatif rendah. Zat terlarut organik yang predominan adalah garam empedu, kolesterol dan fosfolipid. Asam empedu primer, asam xenodeoksikolat dan asam kolat, disintesis dalam hati dari kolesterol. Konjugasi dengan taurin atau glisis terjadi di dalam hati. Kebanyakan kolesterol yang ditemukan dalam empedu disintesis de novo dalam hati. Asam empedu merupakan pengatur endogen penting untuk metabolisme kolesterol. Pemberian asam empedu menghambat sintesis kolesterol hepatik tetapi meningkatkan absorpsi kolesterol. Lesitin merupakan lenih dari 90% fosfolipid dalam empedu manusia. Lebih dari 80% asam empedu terkonjugasi secara aktif diabsorpsi dalam ileum terminalis. Akhirnya, kurang lebih separuh dari semua asam empedu yang diabsorpsi dalam usus dibawa kembali melalui sirkulasi porta ke hati. Sistem ini memungkinkan kumpulan garam empedu yang relatif sedikit untuk bersikulasi ulang 6-12 kali perhari dengan hanya sedikit yang hilang selama tiap perjalanan. Hanya sekitar 5% dari asam empedu yang diekskresikan dalam feses.5,6

B. DEFINISI Kista koledokus merupakan dilatasi kistik dari saluran empedu baik intrahepatik maupun ekstra hepatik, yang menyebabkan obtruksi biliaris dan sirosis biliaris progresif.1,2 4

C. EPIDEMIOLOGI Dilatasi kistik saluran empedu, terutama kista koledokus, merupakan kelainan yang jarang ditemui di dunia Barat, tetapi di Asia Timur dan Asia Tenggara relatif lebih sering didapati.1 Kasus kista koledokus relatif jarang di Negara Barat, yaitu sekitar 1 kasus dalam 100.000-150.000 hingga 1 kasus dalam 2 juta kelahiran hidup. Prevalensi kista koledokus lebih banyak terjadi di Negara Asia, dimana 33-50% kasus dilaporkan terjadi di Jepang mencapai 1 kasus dalam 1000 populasi penduduk.2 Kista koledokus lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki, dengan perbandingan perempuan dan laki-laki adalah 3:1 hingga 4:1. Kasus ini dapat ditemukan dalam segala usia, namun hampir 67% kasus dengan tanda-tanda tersebut ditemukan sebelum usia 10 tahun.1,2

D. ETIOLOGI Etiologi pasti Kista Duktus Koledokus sampai saat ini masih belum diketahui dengan jelas. Terdapat beberapa teori berkenaan dengan etiologi dan patogenesis darikista duktus koledokus: (1). Terjadinya kegagalan rekanalisasi sehingga terjadi kelemahan kongenital pada dinding duktus biliaris, dimana hal ini merupakan hipotesis awal, (2). Terdapatnya abnormalitas pada inervasi dari distal common bile duct yang menyebabkan terjadinya obstruksi fungsional dan dilatasi proksimal, (3). Kelemahan yang didapat dari dinding duktus biliaris yang berhubungan dengan PBM, pertama kali diperkenalkan oleh Babbit (1969), dimana digambarkan terdapatnya common pancreaticobiliary channel pada kista duktus koledokus, dan terjadinya refluks enzim pankreas dapat menyebabkan kerusakan pada duktus biliaris dan dilatasi, (4). Terdapatnya obstruksi dari bagian distal duktus biliaris. Stenosis sering ditemukan dibagian bawah dari kista tipe 1, tetapi apakah penyebabnya kongenital ataupun sekunder akibat adari inflamasi masih belum jelas.1,2

E. KLASIFIKASI Kista koledokus dikelompokkan beradasarkan lokasi anatomi. Jenis yang paling umum (80-90%) adalah dilatasi kistik tunggal yang meliputi seluruh duktus koledokus komunis, duktus hepatikus komunis, atau keduanya. Jenis kedua merupakan divertikulum yang terpisah dari kandungan empedu dan saluran ekstrahepatik yang asli (3%). Jenis yang 5

ketiga adalah dilatasi kistik saluran empedu yang berdasar di dinding duodenum (5%). Jenis keempat adlah campuran beberapa jenis kista, yang dapat meliputi slauran intrahepatik (10%). Jenis kelima, yang jarang di temukan, yaitu kistik intrahepatik murni yang disertai fibrosis hati bawaan yang disebut penyakit Caroli.1,2,4

Klasifikasi

Jenis

Persentase

I

Tunggal

80-90

II

Divertikulum

3

III

Intraduodenum

5

IV

Intrahepatik

10

V

Penyakit Caroli

-

Tabel 1. Klasifikasi kista duktus koledukus

Gambar 2. Klasifikasi kista duktus koledukus

Klasifikasi kista duktus koledokus dengan pancreaticobiliary malunion (PBMU):6 1. Dilatasi pada duktus biliaris ekstrahepatik yang berbentuk kistik 2. Dilatasi pada duktus biliaris yang berbentuk fusiform 3. Forme fruste kista duktus koledokus tanpa PBMU 4. Tampak seperti divertikulum pada duktus koledokus 5. Choledochocele (divertikulum pada bagian distal dari duktus koledokus) 6. Hanya terjadi dilatasi duktus biliaris intrahepatik (penyakit Caroli’s)

6

Gambar 3.Klasifikasi kista duktus koledokus dengan pancreaticobiliary malunion (PBMU)

F. PATOFISIOLOGI Tidak ada teori yang kuat yang menyatakan tentang kista koledokus. Patogenesis kemungkinan multifaktor. Pada beberapa pasien dengan kista koledokus, terdapat hubungan anomali antara common bile duct dan pancreatic duct. Hal ini terjadi ketika duktus pankreatikus mengalirkan cairan ke common bile duct lebih dari 1 cm proksimal ke arah ampulla. Penyatuan abnormal ini menyebabkan sekresi pankreatik masuk ke common bile duct, dimana proenzim pankreatik menjadi aktif, sehingga dapat merusak dan melemahkan dinding bile duct. Selain itu penyebab lain adanya defek pada epitelisasi dan rekanalisasi dari perkembangan bile duct dan kelemahan kongenital dari dinding duktus. Hal ini juga menyebabkan terjadinya kista koledokus.7,8

G. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG Trias nyeri, massa intraabdomen, dan ikterus obstruksi menunjukkan kemungkinan kista koledokus. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan kelainan akibat obstruksi saluran empedu, terutama kenaikan kadar fosfatase alkali. Sepertiga penderita menunjukkan hipermilasemia waktu diagnosis, dan sepertiganya lagi menunjukkan leukositosis. Bagaimanapun bentuk dari kelainan anatomi, periksaan radiologis merupakan kunci dalam menegakkan diagnosis.Computed tomography (CT) cholangiography, dahulu 7

digunakan sebagai alat penunjang dalam penegakkan diagnosis dari kista duktus koledokus, saat ini digantikan oleh pemeriksaan yang lebih akurat. Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang awal yang terpilih dan dapat menggambarkan ukuran, bentuk, duktus proksimal, pembuluh darah dan bentuk dari hepar. Komplikasi seperti kolelitiasis, hipertensi portal dan biliary ascites dapat pula terlihat. Percutaneus

transhepatic

cholangiography

dan

endoscopic

retrograde

cholangiopancreatography (ERCP) dapat memberikan gambaran yang akurat dari sitem pancreaticobiliary. Tetapi, pemeriksaan ini bersifat invasif dan tidak cocok untuk digunakan berulang kali serta merupakan kontraindikasi apabila dilakukan dalam keadaan pankreatitis akut. Pemeriksaan ini dilakukan dengan anestesia umum. Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) dapat dilakukan dibawah pengaruh sedasi pada anak tanpa menggunakan bahan kontras atau tanpa radiasi.12 MRCP merupakan

pemeriksaan

yang

bersifat

noninvasif

menggambarkan duktus pankreatik dan biliaris

dan

dapat

digunakan

untuk

proksimal dari obstruksi.7,10 Pada anak

dengan usia dibawah 3 tahun, MRCP mungkin tidak dapat menggambarkan sistem pankreticobiliaris dikarenakan kalibernya yang kecil. Pada biopsi hati perkutan, 50% penderita menunjukkan tanda kolangitis dan kadang sudah terlihat tanda hipertensi portal. Pemeriksaan ultrasonografi dapat membantu mengevaluasi penderita dengan massa intraabdomen. Kolangiopankreatikografi endoskopik retrograd (ERCP) membantu mendiagnosis anomali letak saluran pankreas maupun batuk dan batas kista saluran empedu. Kista koledokus harus dibedakan dengan pseudokista, abses pankreas, abses hati, kista mesentrial dengan tanpa kolesistitis dan kolangitis.1,2,3,4

Gambar 4. Hasil pemeriksaan ultrasonografi

8

H. TATALAKSANA Pengobatan yang lebih dipilih untuk pengobatan kista saluran empedu adalah komplit eksisi dengan kolesistektomi dan rekonstruksi dengan Roux-en-J hepatikojejunostomi. Pada tahun sebelumnya, pasien sering di tangani tanpa eksisi dengan anastomosis kista ke jejunum, duodenum atau perut. Prosedur internal drainase mengakibatkan tingginya tingkat stenosis, lithiasis, kolangitis, dan operasi ulang serta gagal untuk mengatasi sifat premalignant lesi ini. Saat ini, eksisi kista dapat dilakukan dengan tingkat morbiditas dan mortlalitas yang rendah dibandingkan operasi lampau dengan internal drainase. Sayangnya, ketika proses kitik melibatkan multiple intrahepatik dan ekstrahepatik, komplit eksisi mungkin tidak layak. Dalam keadaan ini, eksisi parsial dikombinasi dengan drainase dari sisa saluran abnormal mungkin satu-satunya solusi. 1,2,3,4,9,10 Kista type 1 terpapar dengan memobilisasi fleksura hepatika dari kolon ke bawah dan meng-Kocherize duodenum. Lokasi dari arteri hepatika dan dari setiap arteri hepatika kanan yang berasal dari arteri mesenterika superior diidentifikasi. Fluorocholangiography intrahepatik

dilakukan

untuk

memastikan

anatomi

dari

duktus

proksimal

dan

pankreatikobiliary junction. Cholangiography dapat di peroleh dengan cara dari duktus kistik atau punksi kista langsung, atau, jika kista berukuran besar, dibuka dengan menempatkan dengan ukuran yg tepat kateter balon untuk injeksi proksimal dan duktus bagian distal. Intraopratif endoskopi dapat digunakan untuk pemeriksaan bagian proksimal saluran empedu untuk mencari stenosis atau debris 1,2,3,4,9 Kista tipe 1 harus di eksisi total. Ahli bedah harus menahan godaan untuk meninggalkan terlalu banyak sisa duktus bagian proksimal dan distal. Pada bagian distal, reseksi dilakukan turun ke dalam pankreas dan ada dua catatan yang harus diperhatikan. Pertama, jika reseksi diambil terlalu jauh, duktus pankreas utama dapat terkena. Hal ini biasa tidak mungkin untuk melihat duktus pankreatik dan kista sering sangat sempit dekat batasnya. Kedua, saluran empedu bagian distal harus diawasi untuk mencegah fistula pankreatik pasca operasi, dimana rawan terjadi jika pasien lebih dahulu memiliki abnormal pada pancreaticobiliary junction. Duktus bagian distal mungkin kecil dan tempat penjahitan yang tidak tepat dapat menyumbat duktus pankreas. 1,2,3,4 Reseksi bagian proksimal luasnya harus sampai mukosa normal. Sebuah anastomosis dari jaringan granulasi atau mukosa ulserasi akan menghasilkan striktur. Meninggalkan 9

pinggiran proksimal sisa kista sehingga anastomosis akan lebih luas atau lebih mudah untuk terbentuk adalah konsep yang salah. Duktus hepatik kanan dan khususnya duktus hepatik yang kiri dapat di insisi (setelah hilar plate dibuka) untuk memberikan panjang yang sempurna untuk anastomosis. Rekonstruksi standar setelah eksisi kista adalah Roux-en-Y hepatikojejunostomi dengan 40-60 cm cabang Roux. Cabang Roux lebih pendek untuk bayi (15-20 cm) atau anakanak (30-40 cm). Teknik telah termasuk penciptaan katup di cabang usus halus dan penempatan sebuah saluran antara salurran empedu dan duodenum. 1,2,3,4,9 Kista tipe 2 jarang terjadi. Ketika ditemui, pengobatannya adalah dengan eksisi kista. Jika terdapat anomali dari pancreaticobiliary junction, pengalihan bilier dengan Roux-en-Y hepaticojejunostomy

mungkin

diperlukan

untuk

mencegah

kelanjutan

refluks

pancreaticobiliary patogenik. 1,3,4,9 Kista type 3 (choledochoceles) juga jarang terjadi dan didekat transduodenum. Karena tidak ada keseragaman mengenai patogenesis, klasifikasi, anatomi, dan klinisnya, pengobatan secara individual. Endoskopi dan sphincterotomy mungkin cukup untuk pasien yang memiliki kista dengan ukuran kecil tanpa adanya obstruksi duodenum. Dalam keadaan lain, eksisi transduodenum denhan sphincteroplasty atau reimplantation duktus telah dilakukan. 1,3,4 Kista type 4 melibatkan beberapa bagian duktus. Untuk kista yang terbatas pada duktus ekstrahepatik ditangani dengan eksisi komplit, mirip dengan kista type 1. Untuk kista yang melibatkan kedua duktus intrahepatik dan ekstrahepatik yang menjadi masalah karena eksisi komplit mungkin tidak mungkin pendek dari total hepatotectomy. Keadaan ini biasanya

ditangani

dengan

reseksi

komponen

ekstrahepatik

dengan

Roux-en-Y

hepatikojejunostomi di hilus hepatik. Striktur intrahepatik dapat di dilatasi. Jika penyakit intrahepatik hanya terbatas pada satu lobus, maka reseksi hepatik dapat dilakukan. 1,3,4 Tatalaksana bedah pada pasien dengan penyakit type 5 yang melibatkan saluran empedu intrahepatik harus tergantung individual pada sejauh mana anatomi dan fungsi hepar. Keterlibatan satu lobus secara efektif di tangani dengan reseksi hepatik. Transplantasi hepar merupakan terapi definitif untuk pasien yang memiliki penyakit diffuse, sirosis hepar, atau terkait malignancy. Bagi pasien yang tidak memiliki sirosis, drainase dengan anastomosis empedu, pemasangan stent transhepatik dan kombinasinya mungkin membantu mengkontrol gejala 1,2,3,4

10

Hasil eksisi kista dan hepatikoenterostomi pada anak-anak dapat menjadi sangat baik. Dalam serangkaian 180 kasus anak-anak yang diikuti selama rata-rata 11 tahun, hanya 2,3 % mengalami komplikasi kolangitis dan batu saluran. Pada penanganan tangan yang berpengalaman, eksisi kista pada pasien dewasa dapat dilakukan dengan mortalitas yg rendah, meskipun tigkat morbiditas 20 % atau lebih. Setelah eksisi komplit, sekitar 10% dari pasien dewasa mengalami kolangitis berulang, pankreatitis, atau penyakit hati kronis, dan ada resiko kecil tetapi terbatas untuk keganasan. Untuk alasan ini, follow up jangka panjang sangat disarankan. 1,2,3,4

Gambar 5. Berbagai tehnik pembedahan dalam eksisi Kista Duktus Koledukus

I. TEHNIK OPERASI Posisi pasien supine diatas meja operasi. Dilakukan insisi subcostal kanan yang dapat diperlebar kemudian. Bila dibandingkan dengan tipe kista yang fusiform, biasanya terjadi adesi antara tipe kista yang kistik dengan struktur disekitarnya seperti vena porta dan arteri hepatika, terutama pada anak yang lebih tua. Dilakukan insisi transverse pada dinding anterior kista, akan tampak dinding posterior kista dari dalam, sehingga kista dapat dibebaskan dari jaringan sekitarnya termasuk vena porta dan arteri hepatica.

11

Gambar 6. Tehnik Operasi pada Kista Dustus Koledokus

Apabila adhesi kista cukup hebat, mukosektomi kista lebih baik dilakukandaripada fullthickness. Untuk menghindari terjadinya pankreatitis dan atau pembentukan batu akibat dari kista residual, maka duktus biliaris distal harus direseksi sedekat mungkin dengan pancreticobiliary junction.Setelah dilakukan mukosektomi, ujung distal dari kista dijahitkan secara transfixed sebanyak 2 kali dengan benang absorbable. Stump distal bisa saja dibiarkan demikian atau dibenamkan diantara dinding otot disekitar kista. Eksisi kista dan Roux-en-Y hepatico-jejunostomy (RYH) merupakan tindakan terpilih untuk kista duktus koledokus. Anastomosis jejunum diatas dari sisa CBDdirekomendasikan jika rasio antara CBD dan jejunum proksimal kurang atau sama dengan 1 (common hepatic duct) sampai 2,5 (jejunum).

Jika duktus biliaris terlalukecil, maka lebih disarankan

melakukan end to side anastomosis. Anastomisis harus dilakukan sedekat mungkin dengan ujung jejunal limb. End to side anastomosis harus dilakukan jauh dari ujung buntu jejunum proksimal sehingga dapat terjadi blind pouch saat anak semakin besar. Statis bile pada blind pouch dapat membentuk batui ntrahepatik, khususnya jika duktus intrahepatik berdilatasi. Kami percaya dengan hepatico jejunostomy end to end dan jejuno-jejunostomy end to sideakan mencegah terbentuknya batu dan terjadinya kolangitis asenden. Beberapa ahli bedah menentukan panjang Roux en Y jejuna limb tanpa mempertimbangkan ukuran anak. Hal ini menyebabkan jejunal limb Roux en Y yang panjang yang sebetulnya tidak perlu khsususnya bayi dan anak yang lebih muda.Redundansi Roux limb agaknya akan terjadi seiring pertumbuhan anak. Hal ini menyebabkan terjadinya bile statis pada limb, yang pada akhirnya menyebabkanterjadinya kolangitis atau terjadinya 12

pembentukan batu. Konstruksi Roux en Yagaknya mencegah terjadinya redundansi Roux limb. Kami merekomendasikan mengamankan jejunal limb dari ligamentum Treitz ke Roux limb pada anastomosisside to side sekitar 8cm proksimal dari anastomosis end to side untuk memastikan bileflow yang smooth dan pasase distal yang baik. Tanpa menggunakan teknik ini jejunostomy akan berbentuk T, sehingga menyebabkan terjadinya refluks konten jejunum ke Roux limb, situasi yang kami temui pada satu pasien yang dioperasi ditempat lain.9,10,11

Gambar 8.Tahapan dari Metode Lilly untuk reseksi intramural Kista Duktus Koledokus

13

J. KOMPLIKASI Dari beberapa literatur disebutkan dapat terjadi komplikasi pasca eksisi kista baik awal maupun lanjut seperti cholangitis, pembentukan batu, striktur anatomosis, pancreatitis, disfungsi hepar dan keganasan. Fenomena pembentukan batu setelah operasi pertama kali diungkapkan olehTsuchida et al. Uno dan kawan-kawan, pada penelitiannya tentang batu intrahepatik yang terjadi setelah eksisi kista, menerangkan bahwa selalu terjadi striktur sebagaikejadian awal. Cetta juga melaporkan bahwa stasis dari bile akibat striktur dari duktus merupakan

kejadian

yang

mendahului,

bukan

mengikuti,

untuk

terbentuknya

batuintrahepatik. Telah banyak dilaporkan terjadinya degenerasi maligna baik akibat retained cyst ataupun akibat inflamasi kronis yang terjadi oleh karena refluks dari enzim pankreas akibat kelemahan dari fungsi sfingter Oddi yang menyebabkan perubahan histologis dan perkembangan ke arah malignansi. Pankreatitis akut merupakankomplikasi yang terjadi pada 20% kasus pada follow up jangka panjang akibat dari pembentukan protein plug.10

Tabel 2. Komplikasi setelah eksisi kista dan hepatikoenterostomi pada anak dan dewasa

14

K. PROGNOSIS Prognosis setelah eksisi kista koledokus biasanya adalah baik. Pasien membutuhkan pemantauan jangka panjang akibat adanya peningkatan resiko kolangiosarkoma, meskipun eksisi total sudah selesai dilakukan.12

15

BAB III KESIMPULAN A. Kesimpulan 1.

Kista koledokus merupakan dilatasi kistik dari saluran empedu baik intrahepatik maupun ekstra hepatik, yang menyebabkan obtruksi biliaris dan sirosis biliaris progresif, dengan gejala klinik seperti ikterus, nyeri dan demam.

2.

Kista koledokus lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki.

3.

Penegakkan diagnosis kista duktus koledokus dapat dilihat dari gejala dan juga pemeriksaan radiologis berupa ERCP dan MRCP.

4.

Komplikasi kista koledokus adalah obstruksi empedu, kolangitis, abses hati, ruptur dan perubahan keganasan. Kemungkinan perubahan keganasan adalah 20 kali dan resiko keganasan bertambah besar dengan bertambahnya usia.

B. Saran Kista duktus koledokus merupakan kelainan dari pertumbuhan duktus itu sendiri. Hal ini sudah terjadi dari minggu ke 5 kehamilan. Oleh sebab itu pemeriksaan kemhamilan dini dapat menjadi salah satu cara untuk mengetahui adanya kelainan tersebut. Dan apabila anak memperlihatkan gejala seperti yang telah di jelaskan, segera periksakan ke dokter guna dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan tindakan pembedahan.

16

DAFTAR PUSTAKA

1.

Wing de Jong, Sjamsuhidajat. Saluran Empedu dan Hati. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3. Jakarta : EGC. 2010; p 667-669.

2.

Sinuhaji, B. Kista Duktus Koledokus. Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Universitas Sumatera Utara. Majalah Kedokteran Nusantara – Volume 39. Medan; 2006.

3.

Latif Ayat M, Hamzah A, Abdelkader A, Meier D. Choledochal Cyst. Chapter 82. p 483-486.

4.

Kumar mankoj, Rajagopalan B. Choledochal Cyst. Medical Journal Armed Forces India. Elsevier. India; 2012.

5.

Schwartz, Seymour I. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2000.h.455-63.)

6.

Conlon K. The Gall Bladder and Bile Ducts – Chapter 63. Bailey Short Practice Of Surgery – 25th Edition. United Kingdom; 2008

7.

Zettermean, RK. Cystic Diseases of Bile Duct and Liver. Dalam: Scott LF, dkk, editor. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. Edisi ke-2. Singapore: Mc Graw Hill Companies. 2003; hlm 807-809.

8.

Sucby, FJ. Penyakit Kista Saluran Empedu dan Hati. Dalam: Behrman, Kliegman dan Arvin, Nelson.editor. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-15. Jakarta: EGC. 1996; 1415.

9.

Stringer MD. Choledochal cys. Dalam: Surgery Of The Liver Bile Ducts and Pancreasin Children. Edisi ke-2. London: Elsevier Saunders; 2002. h. 149-64.

10.

O’neill JA. Choledochal Cyst. Dalam: Grosfeld JL, O’Neill JA, Coran AG, FonkalsrudEW, Pediatric Surgery. Edisi ke-6. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2006. h. 1620-31.

11.

Yamataka Y, Yoshifumi Kato, Miyano T. Dalam: Ashcraft’s Pediatric Surgery. Edisike-5. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2010. h. 566-73.

12.

Shigeru O, Shigesa F, et al. Long-term outcomes after hepaticojejunostomy for choledochal cyst: a 10- to 27 year follow up. J Pediatr Surg 2001; 45: 1617-22.

17

Related Documents

Refrat Leni Fix.docx
June 2020 7
Aqui_jaz_-leni
May 2020 17
Refrat Fisiologi.docx
December 2019 46
Refrat Caca.docx
June 2020 28
Refrat Paru.docx
May 2020 24
Refrat Delirium
May 2020 23

More Documents from ""

Refrat Leni Fix.docx
June 2020 7
Fisica Trabajo Pdf
October 2019 17
July 2020 27
Port A Leg Re
December 2019 11
December 2019 15