BAB I PENDAHULUAN
Ascites berasal dari bahasa latin askos yang berarti kantong. Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal dirongga peritoneum. Ascites merupakan manifestasi kardinal sirosis dan bentuk berat lain dari penyakit hati. 1 Sebagian besar (75%) dari pasien yang hadir dengan asites yang mendasarinya adalah sirosis, dengan sisanya karena keganasan (10%), gagal jantung (3%), TBC (2%), pankreatitis (1%), dan penyebab langka lainnya. 1 Terjadinya ascites dapat terjadi melalu beberapa teori yaitu Teori underfilling, Teori overflow dan Teori vasodilatasi arteri perifer dan beberapa factor yang turut dalam terjadinya ascites yaitu hipertensi portal, hipoalbuminemia, meningkatnya pembetukan dan aliran limfe dan retensi natrium1,3 Untuk mendiagnosa ascites dapat dilakukan dengan anamnesa, pemerksaan fisik juga dapat dilakukan pemeriksaan paracentesis abdomen, investigasi cairan ascites dan juga dapat ditegakkan melalui pemeriksaan penunjang radilogik yaitu USG. Terapy pada ascites adalah bed rest, pemberian diuretic yaitu furosemid atau degan diuretic lainnya seperi amioride, diet garam dan retriksi air. 3 Perkembangan asites dikaitkan dengan mortalitas 50% dalam waktu dua tahun diagnosis. Asites refrakter setelah terapi medis, 50% meninggal dalam waktu enam bulan
1
BAB II TINJAUAN PUATAKA
A. ASCITES
a. Defenisi Ascites berasal dari bahasa latin askos yang berarti kantong. Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal dirongga peritoneum. Ascites merupakan manifestasi kardinal sirosis dan bentuk berat lain dari penyakit hati. 1
b. Epidemiologi Sebagian besar (75%) dari pasien yang hadir dengan asites yang mendasarinya adalah sirosis, dengan sisanya karena keganasan (10%), gagal jantung (3%), TBC (2%), pankreatitis (1%), dan penyebab langka lainnya. 1
c. Klasifikasi 1. Asites Tanpa Komplikasi Asites yang tidak terinfeksi dan tidak terkait dengan pengembangan sidrom hepatorenal. Asites dapat dinilai sebagai berikut: a. Grade 1 (Mild); asites hanya terdeteksi oleh USG pemeriskaan b. Grade 2 (Moderate), asites yang menyebabkan distensi perut simetris moderat. c. Grade 3 (Large). asites ditandai dengan distensi abdomen. 2. Asites Refarkter Asites yang tidak dapat dimobilisasi atau yang kambuh lebih awal (yaitu, setelah terapi paracentesis) yang tidak dapat dicegah dengan terapi medis.Asites ini termasuk dua subkelompok yang berbeda. 2
a. Diuretic resistant ascites, asites refrakter terhadap retriksi diet sodium dan pengobatan diuretik intensif (spironolakton 400 mg / hari dan furosemid 160 mg / hari selama setidaknya satu minggu, dan diet retriksi
garam kurang dari 90
mmol / hari (5,2 g garam) / hari). b. Diuretic intractable ascites, asites refrakter terhadap terapi karena perkembangan komplikasi yang diinduksi diuretik yang menghalangi penggunaan diuretik dosis efektif. 5
d.
Patogenesis Terbentukknya asites merupakan suatu proses patofiologis yang kompleks
dengan melibatkan berbagai faktor dan mekanisme pembentukkannya diterangkan dalam 3 hipotesis berdasarkan temuan eksperimental dan klinis sebagai berikut: 1. Teori underfilling Pada teori ini mengemukakan bahwa kelainan primer terbentuknya asites adalah terjadinya sekuestrasi cairan yang berlebihan dalam splanknik vascular bed disebabkan oleh hipertensi portal yang meningkatkan tekanan hidrostatik dalam kapiler – kapiler splanknik dengan akibat menurunnya volume darah efektif dalam sirkulasi. Menurut teori ini penurunan volume efektif intravaskular (underfilling) direspon oleh ginjal untuk melakukan kompensasi dengan menahan air dan garam lebih banyak melalui peningkatan aktifasi renin – aldosteron – simpatis dan melepaskan anti diuretik hormon yang lebih banyak.
2. Teori overflow Teori ini mengemukakan bahwa pada pembentukkan asites, kelainan primer yang terjadi adalah retensi garam air yang berlebihan tanpa disertai penurunan darah yang efektif .Oleh karena itu, pada pasien sirosis hepatis terjadi hipervolemia bukan hipovolemia.
3
3. Teori vasodilatasi arteri perifer Teori ini dapat menyatukan kedua teori diatas. Dikatakan bahwa hipertensi portal pada sirosis hepatis menyebabkan terjadinya vasodilatasi pada pembuluh darah spanknik dan perifer akibat peningkatan kadarnitric oxide (NO) yang merupakan salah satu vasodilator yang kuat sehingga terjadi pooling darah dengan akibat penurunan volume darah yang efektif. Pada sirosis hepatis yang makin lanjut aktivitas neurohumoral meningkat, sistem renin – angiotensin lebih meningkat, sensitivitas terhadap atrial peptide natriuretik menurun sehingga lebih banyak air dan natrium yang di retensi. Terjadi ekspansi volume darah yang menyebabkan overflow cairan ke dalam rongga peritoneum dan terbentuk asites lebih banyak. Pada pasien sirosis hepatis dengan asites terjadi aktivitas sintesis NO lebih tinggi dibanding sirosis hepatis tanpa asites. Menurut teori vasodilatasi, bahwa teori underfilling prosesnya terjadi lebih awal, sedangkan teori overflow bekerja belakangan setelah proses penyakit lebih progresif. 1,3 Bebepara faktor yang turut terlibat dalam patogenesis asites pada sirosis hepatis : 1). Hipertensi portal Hipertensi portal didefinisikan sebagai peningkatan tekanan vena porta yang menetap diatas nilai normal yaitu 6 – 12 cmH2O. Tanpa memandang
penyakit
dasarnya mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati, selain itu biasanya terjadi peningkatan aliran arteri splangnikus. Kombinasi kedua faktor, yaitu menurunnya aliran keluar vena melalui vena hepatika dan meningkatnya aliran masuk bersama – sama menghasilkan beban berlebihan pada system portal. Pembebanan berlebihan sistem portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatik (varises).Fungsi hati biasanya tidak terganggu pada obstruksi aliran prehepatik dan presinusoid karena suplai darah terjamin oleh adanya mekanisme kompensasi meningkatnya aliran darah arteri pada hati. Bila terjadi kerusakkan berupa obstruksi hati di sinusoidal, postsinusoidal dan post hepatik bisa menyebabkan penyumbatan aliran darah di hati. 4
Sebagai konsekuensi terjadinya penyumbatan tersebut maka aliran limfe pada hepar yang kaya akan protein terganggu dan menyebabkan peningkatan tekanan portal, terkadang hal ini bersinergi dengan penurunan tekanan onkotik plasma yang disebabkan oleh kerusakkan hati (hipoalbuminemia), mendorong cairan yang kaya protein masuk ke dalam rongga abdomen yang menyebabkan terjadinya asites. Hipertensi portal meningkatkan tekanan hidrostatik dalam sinusoid hati dan menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga peritoneum.Namun, pasien dengan hipertensi portal presinusoidal tanpa sirosis jarang berkembang menjadi asites. Dengan demikian pasien tidak berkembang menjadi asites pada oklusi vena portal ekstrahepatik kronis terisolasi atau non-penyebab sirosis hipertensi portal seperti fibrosis hepatik kongenital, kecuali bila diikuti kerusakan fungsi hati seperti pada perdarahan gastrointestinal.Sebaliknya, trombosis vena hepatik akut, menyebabkan hipertensi portal postsinusoidal, biasanya berhubungan dengan asites. Hipertensi portal terjadi sebagai konsekuensi dari perubahan struktural dalam hati pada sirosis dan peningkatan aliran darah splanknikus.Deposisi kolagen progresif dan pembentukan nodul mengubah arsitektur normal vaskular hati dan meningkatkan resistensi terhadap aliran portal.Sinusoid mungkin menjadi kurang dapat berdistensi dengan pembentukan kolagen dalam ruang Disse.Meskipun hal ini mungkin memberikan impresi sistem statik portal, studi terbaru menunjukkan bahwa aktivasi sel stellata hepatik secara dinamis dapat mengatur nada sinusoidal hingga tekanan portal. Sel endotel sinusoidal membentuk pori-pori membran ekstrim yang hampir sepenuhnya permeabel terhadap makromolekul, termasuk protein plasma. Sebaliknya, kapiler splanknikus memiliki ukuran pori 50-100 kali lebih rendah dari sinusoid hepatik. Akibatnya, gradien tekanan onkotik trans-sinusoidal dalam hati hampir nol ketika dalam sirkulasi splanknikus yaitu 0,8-0,9 (80% -90% dari maksimum). Gradien tekanan onkotik seperti ujung ekstrim pada efek spektrum minimal terhadap perubahan konsentrasi albumin plasma tersebut terhadap pertukaran cairan transmicrovascular. Oleh karena itu, konsep lama yang menyatakan asites dibentuk 5
sekunder terhadap penurunan tekanan onkotik adalah palsu, dan konsentrasi albumin plasma memiliki pengaruh kecil pada laju pembentukan ascites. Hipertensi portal sangat penting terhadap perkembangan asites, dan asites jarang terjadi pada pasien dengan gradien vena portal hepatik <12 mmHg. Sebaliknya, insersi dari samping ke sisi portacaval shunt menurunkan tekanan portal sering menyebabkan resolusi dari ascites.7,8
2) hipoalbuminemia Hipoalbuminemia terjadi karena menurunnya sintesis yang dihasilkan oleh sel – sel hati yang terganggu.Hipoalbuminemia menyebabkan turunnya tekanan osmotik koloid. Kombinasi antara meningkatnya tekanan hidrostatik dengan menurunnya
tekanan
osmotik
dalam
jaringan
pembuluh
darah
intestinal
menyebabkan transudasi cairan dari ruang intravaskular ke ruang interstisial sesuai dengan gaya Starling (ruang peritoneum pada kasus asites). 7,8
3) meningkatnya pembentukan dan aliran limfe Hipertensi portal meningkatkan pembentukan limfe hepatik yang “menyeka” dari hati ke dalam rongga peritoneum.Mekanisme ini dapat turut menyebabkan tingginya kandungan protein dalam cairan asites, sehingga meningkatkan tekanan osmotik koloid dalam cairan rongga peritoneum dan memicu terjadinya transudasi cairan dari rongga intravaskular ke ruang peritoneum. 7,8
4) retensi natrium Retensi natrium dan gangguan ekskresi air merupakan faktor penting dalam berlanjutnya asites retensi air dan natrium disebabkan oleh hiperaldosteronisme sekunder (penurunan volume efektif dalam sirkulasi mengaktifkan mekanisme reninangiotensin-aldosteron). Penurunan inaktivasi aldosteron sirkulasi oleh hati juga dapat terjadi akibat kegagalan hepatoseluler.
6
Penjelasan klasik retensi natrium dan air terjadi karena ‘underfill’ atau ‘overfill’ yang disederhanakan. Pasien mungkin menunjukkan fitur baik ‘underfill’ atau’ overfill’ tergantung pada postur atau keparahan penyakit hati. Salah satu peristiwa penting dalam patogenesis disfungsi ginjal dan retensi natrium pada sirosis adalah berkembangnya vasodilatasi sistemik, yang menyebabkan penurunan volume darah arteri efektif dan hiperdinamik circulation.Mekanisme yang bertanggung jawab atas perubahan fungsi vaskular tidak diketahui tetapi mungkin melibatkan peningkatan sintesis nitrit oksida vaskular, prostasiklin, serta perubahan konsentrasi plasma glukagon, substansi P, atau gen kalsitonin terkait peptide. 3,8 Namun, perubahan hemodinamik bervariasi dengan postur, dan studi telah menunjukkan perubahan yang nyata dalam sekresi peptida natriuretik atrium dengan postur tubuh, serta perubahan sistemik hemodinamik.Selain itu, data menunjukkan penurunan volume arterial efektif pada sirosis telah diperdebatkan.Hal ini telah disepakati bahwa bagaimanapun dalam kondisi terlentang dan pada hewan percobaan, terdapat peningkatan curah jantung dan vasodilatasi. Perkembangan vasokonstriksi renal pada sirosis adalah sebagian respon homeostatis yang melibatkan peningkatan aktivitas simpatik ginjal dan aktivasi sistem renin-angiotensin untuk menjaga tekanan darah selama vasodilatasi sistemik. Penurunan aliran darah ginjal menurunkan laju filtrasi glomerulus sehingga pengiriman dan ekskresi fraksional natrium.Sirosis dikaitkan dengan peningkatan reabsorpsi natrium baik pada tubulus proksimal dan tubulus distal.Peningkatan reabsorpsi natrium di tubulus distal adalah karena peningkatan konsentrasi aldosteron di sirkulasi. Namun, beberapa pasien dengan asites memiliki konsentrasi aldosteron plasma normal, yang mengarah ke saran bahwa reabsorpsi natrium di tubulus distal mungkin berhubungan dengan sensitivitas ginjal yang meningkat tehadap aldosteron atau mekanisme lain yang tidak diketahui. 7,10 Pada sirosis terkompensasi, retensi natrium dapat terjadi pada tidak adanya vasodilatasi dan hipovolemia efektif. Hipertensi portal sinusoidal dapat mengurangi aliran darah ginjal bahkan tanpa adanya perubahan hemodinamik dalam sirkulasi 7
sistemik, menunjukkan adanya hepatorenal reflex. Demikian pula, selain vasodilatasi sistemik, keparahan penyakit hati dan tekanan portal juga berkontribusi terhadap abnormalitas penanganan natrium dalam sirosis. 11 Suatu tanda asites adalah meningkatnya lingkar abdomen. Penimbunan cairan yang
sangat
nyata
dapat
menyebabkan
nafas
pendek
karena
diafragma
meningkat.Dengan semakin banyaknya penimbunan cairan peritoneum, dapat dijumpai cairan lebih dari 500 ml pada saat pemeriksaan fisik dengan pekak alih, gelombang cairan, dan perut yang membengkak. Kadar albumin rendah terjadi bila kemampuan sel hati menurun.Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis, akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari sistem pora ke jaringan limpoid, selanjutnya menginduksi produksi imonoglobulin. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati. Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati. Pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen. Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas. 12
-
Ascites dengan keganasan
Pada pasien dengan keganasan, potongan melintanf dari lapisan mikrovascular dicavum peritoneal bertambah. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan filtrasi dari permukaan akibat akumulasi cairan. Sebagai tambahan, asites malignan memiliki konsentrasi protein akibat peningkatan permeabilitas kapiler. Sitokine inflamatorik dan kemokin, diikuti pengurangan aliran limfatik menyebabkan perubahan membran peritoneal. Peubahan ini mengurangi tekanan onkotik plasma disbanding peritoneal, sehingga aliran plasma lebih menuju ke cavum peritoneal. Kondisi tersebut menyebabkan penumpukan cairan berlebih dan patologik di cavum peritoneal.14
8
e. Diagnosa Penyebab asites sering terlihat jelas dari histori dan pemeriksaan fisik. Namun, penting untuk mengecualikan penyebab lain dari asites. Seharusnya tidak diasumsikan bahwa pasien alkoholik memiliki penyakit hati alkoholik.Oleh karena itu, tes harus diarahkan pada diagnosa penyebab asites. Investigasi ini penting untuk menegakkan diagnostik termasuk diagnostik paracentesis dengan pengukuran albumin cairan asites atau protein, jumlah neutrofil, kultur cairan asites, dan amilase cairan asites. Sitologi cairan asites harus diminta ketika ada kecurigaan klinis kearah keganasan. Investigasi lain harus mencakup USG abdomen untuk mengevaluasi penampakan dari pankreas, hati, dan kelenjar getah bening serta adanya splenomegali yang mungkin menandakan hipertensi portal. Tes darah harus diambil untuk pengukuran urea dan elektrolit, tes fungsi hati, waktu protrombin, dan hitung darah 1,8 - Paracentesis abdomen Daerah yang paling umum untuk pungsi asites adalah sekitar 15 cm lateral umbilicus dengan perawatan yang diambil untuk menghindari pembesaran hati atau limpa, dan biasanya dilakukan di kiri atau kanan quadrant perut bawah. Arteri epigastrium inferior dan superior berjalan dilateral umbilikus terhadap titik tengah inguinalis dan harus dihindari. Untuk tujuan diagnostik, 10-20 ml cairan asites harus ditarik (Idealnya menggunakan jarum suntik dengan jarum biru atau hijau) untuk inokulasi asites menjadi dua botol kultur darah dan Tabung EDTA, dan tes. Komplikasi pungsi asites terjadi pada sampai 1% dari pasien (hematoma abdomen) tapi jarang serius ataumengancam nyawa.Komplikasi lebih serius seperti haemoperitoneum atau perforasi usus jarang terjadi (<1/1000 prosedur).Paracentesis tidak kontraindikasi pada pasien dengan profil koagulasi yang abnormal.Sebagian besar pasien dengan asites karena sirosis memiliki perpanjangan waktu protrombin dan beberapa tingkat trombositopenia. Tidak ada data yang mendukung penggunaan fresh frozen plasma sebelum paracentesis meskipun jika trombositopenia hebat (< 40.000) paling akan diberikan trombosit untuk mengurangi risiko perdarahan. 1,3
9
. Investigasi cairan asites Jumlah Semua
pasien
neutrofil harus
diskrining
dan untuk
kultur mengetahui
cairan spontaneous
asites bacterial
peritonitis (SBP), yang terapat dalam sekitar 15% pasien dengan sirosis dan asites 3 9 yang dirawat di rumah sakit. Jumlah neutrofil asites >250 sel/mm (0,25x10 / l) adalah diagnostik SBP dengan adanya diketahui perforasi viskus atau inflamasi organ intrabdominal.Konsentrasi sel darah merah dalam asites sirosis biasanya, 1.000 3 3 sel/mm dan cairan asites berdarah (>50.000 sel/mm ) terjadi pada sekitar 2% dari sirosis.Pada sekitar 30% sirosis dengan asites berdarah, terdapat karsinoma hepatoseluler yang mendasari.Namun, pada 50% pasien dengan asites berdarah, penyebabnya tidak dapatditemukan.Pewarnaan gram cairan asites tidak diindikasikan, karena jarang membantu. Kepekaan hapusan untuk mikobakteri sangat buruk, sementara kultur cairan untuk mikobakteri memiliki sensitivitas 50%. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa inokulasi cairan asites ke dalam botol kultur darah akan mengidentifikasi organisme pada sekitar 72-90% kasus sedangkan mengirim cairan asites dalam wadah steril ke laboratorium hanya akan mengidentifikasi organisme di sekitar 40% dari kasus SBP. 3
- Protein cairan asites dan amilase cairan asites Secara konvensional, jenis asites dibagi menjadi eksudat dan transudat, di mana konsentrasi protein asites masing-masing >25 g/l atau <25 g / l. Tujuan dari pembagian seperti ini adalah untuk membantu mengidentifikasi penyebab asites. Jadi, pada keganasan secara klasik menyebabkan asites eksudatif dan sirosis menyebabkan asites transudat. Namun, ada banyak kesalah pahaman di praktek klinis. Misalnya, sering dianggap bahwa asites jantung adalah transudat meskipun kasusnyajarang terjadi, protein asites >25 g/l pada 30% pasien dengan sirosis tanpa komplikasi, dan pasien dengan sirosis dan asites TB mungkin memiliki asites rendah protein. Amilase
10
asites tinggi adalah diagnostik untuk asites pankreas, amilase cairan asites harus ditentukan dalam pasien dimana ada kecurigaan klinis penyakit pankreas. 3,6
-SitologiCairanAscites Hanya 7% dari sitologi cairan asites positif, pemeriksaan sitologi memiliki akurasi 60-90% dalam diagnosis asites keganasan, terutama ketika beberapa ratus mililiter cairan yang diuji dan teknik konsentrasi yang digunakan. Dokter harus bekerja sama dengan departemen sitologi lokal mereka untuk mendiskusikan kebutuhan cairan sebelum parasentesis. Tetapi investigasi sitologi cairan asites bukan merupakan pilihan untuk diagnosis karsinoma hepatoseluler primer. 6
DIAGNOSA RADIOLOGI a.
Ultrasonografi9
Gambar 1. Gambaran USG pada pancreatic duct yang menunjukkan adanya cairan bebas (free fluid)
11
b.
X-Ray (Lumbosacral)
Gambar 2. Gambar X-Ray pada Acsites
c.
MRI
Gambar 3. A). Ascites with Colangiocarccinoma dan B). Ascites with hepatic cirrhosiss
12
f.
Penatalaksanaan
.Bedrest Istirahat pada pasien dengan sirosis dan asites, asumsi postur tegak dikaitkan dengan aktivasi renin-angiotensin-aldosteron dan sistem saraf simpatik, pengurangan di tingkat filtrasi glomerulus dan ekskresi natrium, serta respon menurun terhadap diuretik.Efek ini bahkan lebih mencolok dalam hubungan dengan latihan fisik moderat. Data ini sangat menyarankan bahwa pasien harus diobati dengan diuretik saat istirahat. Namun, belum ada studi klinis yang menunjukkan keberhasilan peningkatan diuresis dengan istirahat atau durasi penurunan rawat inap. Tirah baring dapat menyebabkan atrofi otot, dan komplikasi lainnya, serta memperpanjang lama tinggal di rumah sakit, tirah baring umumnya tidak direkomendasikan untuk manajemen pasien dengan asites tanpa komplikasi. 1,3 2.RetriksiDietGaram Retriksi diet garam saja dapat membuat balans natrium negatif pada 10% pasien.Pembatasan natrium telah terkait dengan persyaratan diuretik lebih rendah, resolusi asites lebih cepat , dan masa di RS lebih pendek. Di masa lalu, makanan garam sering dibatasi sampai 22 atau 50 mmol / hari, diet ini dapat menyebabkan malnutrisi protein dan hasil yang serupa, dan tidak lagi dianjurkan. Diet khas Inggris berisi sekitar 150 mmol natrium per hari, dimana 15% dari penambahan garam dan 70% dari makanan kemasan. Diet garam harus dibatasi, 90 mmol/hari (5,2 g) garam dengan menerapkan pola makan tidak tambah garam dan menghindari bahan makanan yang telah disiapkan (misalnya, kue). Bimbingan ahli diet dan informasi leaflet akan membantu dalam mendidik pasien dan kerabat tentang retrriksi garam. Obat tertentu, terutama dalam bentuk tablet effervescent, memiliki kandungan natrium yang tinggi. Antibiotik intravena umumnya mengandung 2,1-3,6 mmol natrium per gram dengan pengecualian siprofloksasin yang berisi 30 mmol natrium dalam 200 ml (400 mg) untuk infus intravena. Meskipun secara umum lebih baik
13
untuk menghindari infus cairan yang mengandung garam pada pasien dengan asites, ada peluang, seperti berkembang menjadi sindroma hepatorenal atau gangguan ginjal dengan hiponatremia berat, jika sesuai dan diindikasikan untuk memberikan ekspansi volume
dengan
kristaloid
atau
koloid.Untuk
pasien
sindrom
hepatorenal,
International Ascites club merekomendasikan infus garam normal. 3,4
3.PeranRetriksiAir Tidak ada studi tentang manfaat atau bahaya pembatasan air pada resolusi asites. Kebanyakan ahli setuju bahwa tidak ada peran pembatasan air pada pasien dengan asites tampa komplikasi. Namun, pembatasan air untuk pasien dengan asites dan hiponatremia telah menjadi standar praktek klinis di banyak pusat-pusat.Namun, terdapat kontroversi nyata tentang pengelolaan terbaik pasien, dan saat ini kami tidak tahu pendekatan yang terbaik.Kebanyakan hepatologis mengobati pasien dengan pembatasan air yang parah.Namun, berdasarkan pemahaman kita tentang patogenesis hiponatremia, pengobatan ini mungkin tidak logis dan dapat memperburuk tingkat keparahan pusat hipovolemia efektif yang mendorong sekresi non-osmotik hormon antidiuretik (ADH). Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan ADH sirkulasi lebih lanjut, dan penurunan fungsi ginjal lebih lanjut. Gangguan klirens air bebas diamati pada 25 - 60% pasien dengan asites akibat sirosis, dan banyak berkembang menjadi hiponatremia spontan. karena itu, beberapa hepatologists, termasuk penulis, menganjurkan ekspansi plasma lebih lanjut untuk menormalkan dan menghambat rangsangan pelepasan ADH. Studi diperlukan untuk menentukan pendekatan terbaik.Terdapat data yang muncul mendukung bahwa penggunaan antagonis reseptor vasopresin 2 tertentu dalam pengobatan dilusi hiponatremia, tetapi apakah ini meningkatkan morbiditas dan mortalitas secara keseluruhan belum diketahui.Hal ini penting untuk menghindari hiponatremia berat pada pasien yang menunggu transplantasi hati karena dapat meningkatkan risiko mielinolisis pontine pusat selama resusitasi cairan dalam operasi. 3,4
14
4. Manajemen hiponatremia pada pasien dengan terapi diuretik a.
Natriumserum≥126mmo/l
Untuk pasien dengan asites yang memiliki natrium serum ≥126 mmol/l, seharusnya tidak ada pembatasan air, dan diuretik dapat dengan aman dilanjutkan, menunjukan bahwa fungsi ginjal ini tidak memburuk atau belum secara signifikan memburuk selama terapi diuretik. Natrium serum ≤125 mmol/l
Untuk pasien dengan hiponatremia sedang (natrium serum 121-125 mmol/l), terbagi pendapat pada tindakan apa yang terbaik berikutnya. Pendapat internasional, di mana konsensus para ahli internasional dicari dan dilaporkan, bahwa diuretik harus dilanjutkan.Namun, tidak ada atau sedikit data yang mendukung tindakan yang terbaik, dan pandangan pribadi kami adalah untuk mengadopsi pendekatan yang lebih hati-hati.Kita percaya bahwa diuretik harus dihentikan sekali natrium serum ≤125 mmol/l dan pasien diobservasi. Semua ahli dilapangan merekomendasikan diuretik dihentikan jika natrium serum ≤120 mmol/l. Jika ada peningkatan yang signifikan kreatinin serum atau kreatinin serum >150 μmol/ l, kita akan merekomendasikan ekspansi volume. Gelofusine, Haemaccel, dan Solusi albumin 4,5% mengandung konsentrasi natrium setara dengan salin normal (154 mmol/l). Hal ini akan memperburuk retensi garam tetapi kita mengambil pandangan bahwa lebih baik untuk memiliki asites dengan fungsi ginjal normal dari pada berkembang dan berpotensi menjadi gagal ginjal ireversibel. Pembatasan air harus disediakan untuk mereka yang secara klinis euvolaemic dengan hiponatremia parah, klirens air bebas menurun, dan yang tidak sedang terapi diuretik, dan di antaranya kreatinin serum normal. 7,8
15
5. Diuretik Diuretik telah menjadi andalan pengobatan asites sejak tahun 1940 ketika pertama kali tersedia. Banyak agen diuretik telah dievaluasi selama bertahun-tahun tetapi dalam praktek klinis dalam hal ini Inggris telah membatasi terutama spironolactone, amilorid, furosemid, dan bumetanide. Spironolactone Spironolactone merupakan antagonis aldosteron, bekerja terutama pada tubulus distal untuk meningkatkan natriuresis dan mempertahankan kalium. Spironolactone adalah obat pilihan di awal pengobatan asites karena sirosis. Dosis harian inisial 100 mg bisa ditingkatkan sampai 400 mg untuk mencapai natriuresis adekuat. Berjalan lambat 3-5 hari antara awal pengobatan spironolactone dan terjadinya efek. studi kontrol natriuretik telah menemukan bahwa spironolactone mencapai natriuresis lebih baik dan diuresis dari loop diuretic seperti furosemide. Efek samping paling sering spironolakton pada sirosis adalah yang berkaitan dengan ativitas antiandrogenik nya, seperti penurunan libido, impotensi, dan ginekomastia pada pria dan ketidakteraturan menstruasi pada wanita (meskipun sebagian besar wanita dengan asites tidak menstruasi saja). Ginekomastia dapat secara signifikan berkurang ketika canrenoate kalium hidrofilik derivatif digunakan, tetapi ini tidak tersedia di Inggris. Tamoxifen pada dosis 20 mg dua kali sehari telah terbukti berguna dalam pengelolaan gynaecomastia. Hiperkalemia merupakan komplikasi signifikan yang sering membatasi penggunaan spironolactone dalam pengobatan asites. Furosemid Furosemid adalah diuretik loop yang menyebabkan tanda natriuresis dan diuresis pada subyek normal. Hal ini umumnya digunakan sebagai tambahan untuk pengobatan spironolactone karena keberhasilan rendah bila digunakan sendirian pada sirosis. Dosis awal frusemid adalah 40 mg/hari dan umumnya meningkat setiap 2-3 hari sampai dosis tidak melebihi 160 mg/hari.
16
Tinggi dosis frusemid berhubungan dengan gangguan elektrolit berat dan alkalosis metabolik, dan harus digunakan hati- hati. Furosemid dan spironolactone bekerja simultan meningkatkan efeknatriuretik. 1,3,6,8
Diuretik lain Amiloride bekerja pada tubulus distal dan menginduksi diuresis pada 80% pasien dengan dosis 15-30 mg/hari.Hal ini kurang efektif dibandingkan dengan spironolakton atau kalium canrenoate.Bumetanide mirip dengan frusemid dalam kerja dan efikasi. Secara umum, pendekatan '' stepped care'' yang digunakan dalam pengelolaan ascites dimulai dengan diet pembatasan garam sederhana, bersama dengan meningkatnya dosis spironolactone.Furosemid hanya ditambahkan bila 400 mg spironolakton sendiri telah terbukti inefektif.Pada pasien dengan edema berat tidak perlu untuk memperlambat laju harian penurunan berat badan. Sekali edema telah diselesaikan tetapi asites berlanjut, maka tingkat penurunan berat badan tidak melebihi 0,5 kg/hari. Selama diuresis dikaitkan dengan deplesi volume intravaskular (25%) yang mengarah ke ginjal, hati penurunan ensefalopati (26%), dan hiponatremia (28% .Sekitar 10% pasien dengan sirosis dan asites memiliki asites refrakter.Pada pasien yang gagal merespons pengobatan, riwayat diet dan obat-hati harus diperoleh. Penting untuk memastikan bahwa mereka tidak memakan obat yang kaya akan natrium, atau obat yang menghambat garam dan ekskresi air seperti obat-obatan anti- inflamasi nonsteroid. Kepatuhan retriksi natrium makanan harus dipantau dengan pengukuran ekskresi
natrium
urin.Jika
natrium
urin
melebihi
asupan
sodium
yang
direkomendasikan, dan pasien tidak menanggapi pengobatan, maka dapat diasumsikan bahwa pasien non-compliant. 3,6,12
g.
Prognosis Perkembangan asites dikaitkan dengan mortalitas 50% dalam waktu dua tahun
diagnosis. Asites refrakter setelah terapi medis, 50% meninggal dalam waktu enam 17
bulan.Meskipun memperbaiki manajemen dan kualitas cairan, pasien hidup sambil menunggu transplantasi hati, perawatan seperti terapi paracentesis dan TIPS tidak memperbaiki masa bertahan hidup jangka panjang tanpa transplantasi untuk pasien.paling karena itu, ketika setiap pasien dengan sirosis berkembang menjadi asites, kesesuaian untuk transplantasi hati harus dipertimbangkan. Perhatian harus diberikan untuk fungsi ginjal pada pasien dengan asites pra-transplantasi, disfungsi ginjal menyebabkan morbiditas lebih besar dan pemulihan tertunda setelah transplantasi hati dan berhubungan dengan tinggal lama di ICU dan rumah sakit. 13
18
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Idnetitas Paien
Nama
: Tn. D
Jenis Kelamin
: laki-laki
Umur
: 28 tahun
Alamat
: Ds Kola Kola, Donggala
Pekerjaan
: Swasta
Pendidikan Terakhir
:-
Tanggal Pemeriksaan
: 22 Desember 2018
Ruangan
: Rawat Jalan
B. Anamnesis Keluhan Utama: Sakit kepala Anamnesis terpimpin: Seorang laki laki berusia 28 tahun datang ke RSU Anutapura dengan keluhan sakit kepala bagian belakang sejak 2 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh merasakan kram-kram pada otot dan merasakan mudah lelah serta kadang – kadang merasakan mual dan muntah. BAB baik, BAK kurang lancar. Riwayat HT (+), Riwayat DM (-).
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
: Sakit sedang, Kesadaran : E4V5M6 Compos
Mentis
Tanda vital
: TD 150/90, N 89 kali/menit, R 20 kali/menit, S
37,2
19
Kepala o Bentuk : normocephal
o Mata
: simetris (+/+), Exofthalmus (-/-), Ptosis (-/-)
o Mulut
: Sianosis (-/-), kering (-/-)
Thoraks
Inspeksi
: simetris bilateral
Palpasi
: focal fremitus Ka=Ki
Perkusi
: sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi
: vesicular (+/+), wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
Jantung o Inspeksi
:
ictus
cordis terlihat
di
ICS
V
linea
cordis
di
ICS
V
linea
midclavicularis sinistra o Palpasi
:
ictus
teraba
midclavicularis sinistra o Perkusi
: batas jantung normal
o Auskultasi
: Bunyi jantung I dan bunyi jantung II murni
regular
Abdomen o Inspeksi
: Cembung
o Auskultasi
: peristaltik kesan normal
o Palpasi
: nyeri tekan abdomen regio hypocondrium
dextra (-), organomegali (-) o Perkusi
: Timpani (+) kesan normal
Anggota gerak o Atas dan bawah
: akral hangat (+), udem (-)
20
D. Pemeriksaan Radilogi
Ultrasonografi
21
Hasil USG Abdomen: Hepar
: Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal, tidak tampak dilatasi vascular
maupun bile duct, tidak tampak
echo mass GB
: Dinding tidak menebal, tidak tampak echo batu
Lien dan Pankreas : Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal, tidak tampak echo mass Ginjal Kanan
: Mengecil dengan echo differensia kortex dan medulla yang samar
Gijal Kiri
: Mengecil dengan echo differensia kortex dan medulla yang samar
VU
: Dinding tidak menebal, tidak tampak echo batu
Cairan bebas di cavum periteneum Kesan: -
PNC Bilateral dengan ascites
E. Resume Seorang laki laki berusia 28 tahun datang ke RSU Anutapura dengan keluhan sakit kepala bagian belakang sejak 2 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh merasakan kram-kram pada otot dan merasakan mudah lelah serta kadang – kadang merasakan mual dan muntah. BAB baik, BAK kurang lancar. Riwayat HT (+), Riwayat DM (-). Pada pemeriksaan fisik didapatkan Sakit sedang, Kesadaran : E4V5M6 Compos Mentis, TD 150/90, N 89 kali/menit, R 20 kali/menit, S 37,2 c. Pada infeksi abdomen tampak cempung pada dinding perut pasien. 22
Pada pemeriksaan USG didapatkan pada ginjal kanan dan kiri mengecil dengan echo differensia kortex dan medulla yang samar serta didapatkan adanya cairan bebas di cavum peritoneum. F. Diagnosa - PNC (Pielonepritis Kronik) disertai dengan Ascites
G. Therapy -
23
Kesimpulan Asites berasal dari bahasa latin askos yang berarti kantong. Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal dirongga peritoneum.1 Berdasarkan anamnesa yang didapatkan dengan keluhan sakit kepala bagian belakang sejak 2 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh merasakan kram-kram pada otot dan merasakan mudah lelah serta kadang – kadang merasakan mual dan muntah. BAB baik, BAK kurang lancar. Riwayat HT (+), Riwayat DM (-).Pada pemeriksaan fisik didapatkan Sakit sedang, Kesadaran : E4V5M6 Compos Mentis, TD 150/90, N 89 kali/menit, R 20 kali/menit, S 37,2 c. Pada infeksi abdomen tampak cembung pada dinding perut pasien. Pada pemeriksaan USG didapatkan Pada pemeriksaan USG didapatkan pada ginjal kanan dan kiri mengecil dengan echo differensia kortex dan medulla yang samar serta didapatkan adanya cairan bebas di cavum peritoneum, dengan kesan PNC disertai ascites. Pada ascites dapat ditemukan adanya cairan bebas abnormal di rongga peritoneum, sesuai pada kasus, pada pemeriksaan fisik didapatkan pada inspeksi abdomen tampak cembung pada dinding perut kesan membesar dan juga didapatkan pada gambaran USG tampak cairan bebas pada cavum peritoneum. Pada teori Teori underfilling mengemukakan bahwa kelainan primer terbentuknya asites adalah terjadinya sekuestrasi cairan yang berlebihan dalam splanknik vascular bed disebabkan oleh hipertensi portal yang meningkatkan tekanan hidrostatik dalam kapiler – kapiler splanknik dengan akibat menurunnya volume darah efektif dalam sirkulasi. Menurut teori ini (underfilling) direspon oleh ginjal untuk melakukan \kompensasi dengan menahan air dan garam lebih banyak melalui peningkatan aktifasi renin – aldosteron – simpatis dan melepaskan anti diuretik hormon yang lebih banyak. Sesuai yang didapatkan pada kasus bahwa pasien tersebut memiliki riwayat HT dengan TD rata-rata 150/90 mmHg juga didapatkan kelainan pada ginjal pasien yaitu ukuran mengecil dengan echo differensia kortex dan medulla yang samar yang dapat mengakibatkan munculnya cairan bebas pada cavum peritoneum. 1,3
24
Hasil pemeriksaan USG pada pasien didapatkan ukuran kedua ginjal mengecil dengan echo differensia kortex dan medulla yang samar serta didapatkan adanya cairan bebas di cavum peritoneum, dengan kesan PNC disertai ascites. Pada PNC dapat terjadi ascites karena pada PNC merupakan infeksi bakteri secara berulang yang sudah berlangsung lama sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal dan mengakibatkan gagal ginjal kronik. Pada gangguan ginjal kronik, terjadi peningkatan kadar air dan natrium dalam tubuh, hal ini disebabkan karena gangguan ginjal dapat mengganggu keseimbangan glomerulotubular sehingga terjadi peningkatan intake natrium yang akan menyebabkan retensi natrium dan meningkatankan volume cairan ekstrasel. Secara teori, Pada pasien ini dapat diterapy dengan bed rest, pemberian diuretic yaitu furosemid atau degan diuretic lainnya amioride, diet garam. Namun pada pasien ini belum diberikan terapy.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Hirra Tasnem, Huda Shahbaz,Bushra ali sheerazi. Causes Management and Complication of Ascites. International Current Pharmaceutical Journal. 2015. 2. Emmanuel A, Alexander L. Diagnosis and Treatment of Ascites. Journal of Hepatology. 2017 3. Hepatitis C online. Diagnosis and Management of Ascities. 4. Rita sood. Diagnosis and Management Ascites. Journal of Indian Academy of Clinical Medicine. Vol 5. 5.
Cheney CP, Goldberg EM and Chopra S. Cirrhosis and portal hypertension: an
overview. In: Friedman LS and Keeffe EB, eds. Handbook of Liver Disease. 2nd ed. China, Pa: Churchill Livingstone; 2004:125-138 6.
Pere Gines et al. Management of Cirrhosis and Ascites. The New England Journal of
Medicine. Massachusetts Medical Society. 2004 7. Europian Association for Study of the Liver.EASL clinical practise guidelines on the management of ascites, spontaneous bacterial peritonitis, and hepatorenal syndrom in cirrhosis. Journal of Hepatology 2010 vol. 53 8. Gines MD, Pere, Andres Cardenas, Vicente Arroyo, Juan Rodes. Management of cirrhosis and ascites. Revies article. N Engl J Med 2004 9. Dr Daiel. Radiopedia Ascites. https://radiopaedia.org/articles/ascites?lang=us 10. Gines MD, Pere, Andres Cardenas. The management of ascites and cirrhosis and hyponatremia in cirrhosis. Seminar in liver disease 2008 11. Madan, Kaushal, Ashish Mehta. Management of renal failure and ascites in patient with cirrhosis. International Journal of Hepatology 2011 12. Moore, K P, G P Athal. Guidelines on management of ascites in cirrhosis.Gut 2006 13. Wong, Florence. Advance in clinical practice: Management of ascites in cirrhosis. Journal of Gastroenterology and Hepatology 2012. 14. Kipps E, tan DSP, kaye db. meeting the chellenge of ascites in ovarian cancer:new avenues for therapy and research. nat rev cancer.2013
26
27