Journal Reading
Cara Mengenali, Melihat Klinis, dan Manajemen dari Bipolar Depresi di Fasilitas Kesehatan Primer
Oleh : Afiqah Binti Mohd Rashid 160070201011103 Laras Pratiwi
160070200011096
Imaculata Goldnesia
160070201011048
Zubaity Ardhanariswari
160070201011099
Pembimbing :
dr. Ratri Istiqomah, Sp.KJ LABORATORIUM ILMU KEDOKTERAN JIWA RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016
1
Cara Mengenali, Melihat Klinis, dan Manajemen dari Bipolar Depresi di Fasilitas Kesehatan Primer Joseph M. Cerimele, MD, Lydia A. Chwastiak, MD, MPH, Ya-Fen Chan, PhD, David A. Harrison, MD, PhD, and Jurgen Unutzer, MD, MPH, MA Department of Psychiatry and Behavioral Sciences University of Washington School of Medicine, Seatte, WA, USA. Harborview Medical Center, Seattle, WA, USA
Gangguan bipolar adalah gangguan mood dengan karakteristik berupa episode depresi mayor dan mania atau hipomania. Kebanyakan pasien mengalami gejala kronik dari gangguan bipolar dalam separuh hidupnya, sebagian besar adalah gejala depresi subsindromal atau episode depresi penuh bersamaan dengan gejala manik. Akibatnya, pasien dengan bipolar depresi sering terjadi salah diagnosa dengan gangguan depresi mayor. Karakteristik individu pasien dan alat skrining populasi mungkin bisa membantu dalam mengenali bipolar di Fasilitas Kesehatan Primer. Kebiasaan yang beresiko pada pasien dengan gangguan bipolar antara lain merokok, sedentary lifestyle, dan kenaikan berat badan, dimana penyakit tersebut komorbid dengan penyakit kronik seperti diabete mellitus dan penyakit kardiovaskular. Pasien dengan gangguan bipolar mempunyai resiko 8 kali lipat untuk bunuh diri dan 2 kali lipat meninggal jika memunyai penyakit kronis. Mengenali bipolar depresi, resiko kesehatan yang mengikutinya dan masalah medis kronis bisa memberikan intervensi yang cocok untuk pasien dengan gangguan bipolar, dimana bisa dibedakan dengan tatalaksana pada gangguan depresi mayor. Topik diatas akan dibahas pada artikel ini.
KASUS Seorang pria 38 tahun datang ke klinik perawatan primer. Dia melaporkan bahwa dia sedang tidak dapat bekerja selama 6 bulan karena “saya gagal dan saya tidak memiliki cukup energi untuk bangun di pagi hari ”. Dia melaporkan riwayat lamanya tentang masalah tidur dan sekarang dia selalu berbaring di tempat tidur setiap hari dari jam 4 pagi sampai pagi menjelang siang. Dia merokok 15 batang rokok sepanjang hari. Berat badannya bertambah 18 pound selama 6 bulan dan sekarang dia memiliki indeks massa tubuh 26 dan merasakan nyeri punggung bawah setiap hari. Dia mempunyai masalah dalam ber konsentrasi, minat menurun dalam berkegiatan yang sebelumnya terasa menyenangkan, energi berkurang, dan dia merasa pikirannya saling beradu.
2
Pacarnya mengakhiri hubungan mereka, kemungkinan karena “iritabiltas” yang sedang berlangsung. Dia dirawat di bangsal psikiatri pada usia 19 tahun, “karena saya banyak merokok, tidak tidur selama 3 minggu dan saya menghabiskan. Uang pemberian orang tua saya, saya gunakan untuk membeli barang elektronik. ”Dia mendapat nilai 19 dari 27 pada Kuisioner kesehatan Pasien. Artikel ini merupakan tinjauan naratif dari diagnosis dan pengobatan depresi bipolar di fasilitas kesehatan primer. Kami mengidentifikasi artikel melalui strategi pencarian di PubMed, Cochrane database, dan GoogleScholar. Kami mengidentifikasi artikel tambahan dalam referensi studi yang diambil, dan dikonsultasikan dengan dokter psikiatri dan fasilitas kesehatan primer untuk mengembangkan tinjauan yang dapat memandu dokter dalam mengenali dan mengobati bipolar depresi. Banyak literatur yang dikutip, khususnya studi tentang prevalensi dan gangguan yang terjadi bersamaan, berasal dari Amerika Serikat. LATAR BELAKANG DAN EPIDEMIOLOGI Gangguan Bipolar I adalah gangguan mood kronis yang ditandai dengan setidaknya satu episode manik dan biasanya episode depresif mayor yang berulang serta sering terjadi gejala depresi kronis. Gejala gangguan bipolar ditunjukkan pada Tabel 1. Manik adalah penyakit yang didefinisikan untuk gangguan bipolar 1 dan ditandai dengan perubahan perilaku dan fungsi, sering disertai dengan psikosis dan / atau risiko tinggi bahaya bagi pasien. Peningkatan mood bisa terjadi pada fase manik, meskipun lebih sering terganggu atau terjadi suasana hati dysphoric, membuat gejala yang terkait seperti racing thought, grandiosity, distractibility dan impulsivity merupakan kunci untuk mendiagnosis. Gangguan Bipolar II merupakan gangguan yang bersifat kronis yang biasanya terdiri dari episode depresi berulang dan setidaknya satu episode hipomanik. Gejala dan gangguan depresi bipolar mirip dengan salah satu gangguan depresi mayor, antara lain suasana hati yang tertekan, perasaan tidak berharga atau rasa bersalah, keterbelakangan psikomotor dan keinginan bunuh diri. Pasien juga dapat hadir dengan episode manic-depressive campuran, atau dalam fase hipomanik. Gejala depresi berkontribusi lebih banyak untuk gangguan fungsional daripada gejala manik jangka panjang pada gangguan bipolar. Ide bunuh diri atau pikiran berulang tentang kematian dapat terjadi pada semua fase gangguan bipolar. Prevalensi seumur hidup dari upaya bunuh diri adalah 17% pada gangguan bipolar I dan 24% pada gangguan bipolar II, dibandingkan dengan 12% pada depresi unipolar dan 0,6% pada populasi umum AS. Tabel 1. Episode Gejala Gangguan Bipolar Fase Gangguan Bipolar
Gejala Episode
3
Episode Manik
Episode Depresif
Episode Mixed Affective Episode hipomanik
Suasana hati yang terus meningkat atau mudah tersinggung, sering dengan kegembiraan tak terkendali sepanjang hari. Umumnya disertai dengan peningkatan energi, terlalu banyak aktivitas, pressure of speech, dan kebutuhan tidur yang berkurang. Hilangnya kemampuan sosial. Mungkin juga disertai dengan delusi, atau ekstrim, atau flight of idea yang ekstrim. Suasana hati yang tertekan, berkurangnya energi, menurun energi, kapasitas berkurang untuk kesenangan, minat dan konsentrasi, dan rasa bersalah atau tidak berharga sering terjadi. Kelelahan sering terjadi, bersamaan dengan gangguan tidur. Nafsu makan bisa berkurang atau meningkat. Menurunnya mood dan gejala yang menyertainya bervariasi dari hari ke hari. Campuran atau perubahan cepat manik dan gejala depresi. Peningkatan mood yang terus-menerus, energi dan aktivitas meningkat, dan biasanya ditandai ditandai perasaan akan kesejahteraan dan fisik dan efisiensi mental. Meningkatnya kemampuan bersosialisasi, banyak bicara, keakraban berlebihan, meningkatnya energi seksual, dan kebutuhan tidur berkurang, Iritabilitas juga dapat terjadi.
Replikasi Survei Komorbiditas Nasional memperkirakan prevalensi seumur hidup gangguan bipolar dalam sampel komunitas sebesar 1,0% untuk gangguan bipolar I, 1,1% untuk gangguan bipolar II, dan 2,4% untuk gejala gangguan bipolar subthreshold. Prevalensi gangguan bipolar mungkin lebih tinggi dalam sampel klinis Pelayanan Kesehatan primer, meskipun instrumen skrining digunakan dalam penelitian untuk mengukur prevalensi gangguan bipolar, seperti Mood Disorder Questionnaire (MDQ), memiliki batasan-batasan yang akan didiskusikan di bawah. Das et al. menyaring 1.157 pasien secara acak dari Layanan Kesehatan Primer yang besar, perkotaan, akademik klinik dan menemukan bahwa 9,8% (95% CI 8,0-11,5%) memiliki hasil MDQ positif untuk riwayat gangguan bipolar. Berdasarkan wawancara terstruktur yang dilakukan oleh seorang dokter keluarga, Manning et al. mendiagnosa 18,5% dari pasien dengan depresi atau kecemasan dengan gangguan bipolar II, dan 2,8% dengan gangguan bipolar I.
4
MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS Selain episode depresi, mania atau hIpomania, pasien dengan gangguan bipolar dapat mengalami mood swing dan gejala suasana hati kronis di bawah tingkat keparahan dari episode mood. Judd et al secara prospektif mengikuti 146 pasien dengan gangguan bipolar I dan menemukan bahwa pasien mengalami gejala mood 47,3%, dengan gejala depresi terjadi tiga kali lebih sering daripada gejala manik. Pasien dalam penelitian ini memiliki gejala dan gangguan konsisten berupa episode depresi mania, hipomanik atau depresi berat sebesar 2,3%, 4,6% dan 8,9% dalam minggu minggu penelitian. Kelompok yang sama diikuti 86 pasien dengan gangguan bipolar II dengan rata-rata 13,4 tahun dan menemukan gejala pasien sebesar 53,9%, dengan gejala depresi yang terjadi 39 kali sering, sesering gejala hipomanik. Seperti pada gangguan bipolar I, gejala depresi subsyndromal prevalensinya tiga kali lebih banyak dari gejala konsisten dengan episode depresi penuh. STRATEGI DALAM MENGENALI GANGGUAN BIPOLAR PADA INDIVIDU Sejarah, pemeriksaan, dan faktor lain dapat membantu untuk membedakan gangguan bipolar dari gangguan mood lainnya. Dalam satu praktik pelayanan primer, mereka yang memiliki riwayat gangguan bipolar seumur hidup secara signifikan lebih mungkin mengalami anoreksia atau makan berlebihan, harga diri rendah, ide bunuh diri, penggunaan alkohol, dan riwayat halusinasi daripada mereka yang tanpa gangguan bipolar. Mitchell et al.19,20 secara sistematis Mengulas literatur dan menemukan bahwa klinis gejala hipersomnia, hiperfagia, kelumpuhan timah, retardasi psikomotor, fitur psikotik, rasa bersalah yang patologis, mood lability dan latency bicara yang lebih lama terjadi lebih sering dalam depresi bipolar daripada depresi unipolar. Goldberg et al.21 menemukan bahwa 31,2% dari 1.380 pasien dengan depresi bipolar mengalami episode depresi tanpa gejala mania. Pasien yang lain mengalami mania subsyndromal (1-3 gejala manik, 54% pasien) selama episode depresi atau episode manic-depressive campuran (14,8%).
Tabel 2. Usulan Pendekatan “Probabilistik” pada Diagnosis Depresi Bipolar I pada Seseorang yang Mengalami Episode Depresi Major tanpa Episode Mania yang Jelas * Pertimbangkan depresi Bipolar I jika lima Pertimbangkan Depresi Unipolar jika atau lebih fitur berikut hadir : empat atau lebih dari fitur berikut ini hadir :
5
Temuan gejala dan pemeriksaan -Hypersomnia dan / atau tidur siang meningkat -Hiperpagia dan / atau peningkatan berat badan -Gejala depresi atipikal lainnya seperti paralysis -Retardasi psikomotor -Psikotik dan / atau rasa bersalah patologis -Gangguan mood / diikuti dengan gejala manic Perjalanan penyakit -Onset awal pada depresi pertama (sebelum 25 tahun) -Beberapa episode depresi sebelumnya (lima atau lebih episode) Riwayat keluarga -Riwayat keluarga gangguan bipolar positif
-Insomnia / berkurangnya tidur -Penurunan nafsu makan dan / atau penurunan berat badan
-Tingkat aktivitas normal atau meningkat -Keluhan somatik (misalnya sakit kepala)
-Onset terlambat pada depresi pertama (setelah usia 25 tahun) -Durasi episode yang lama (6 bulan atau lebih)
-Riwayat keluarga gangguan bipolar negatif
Faktor klinis tambahan yang lebih berkesan pada depresi bipolar (tidak termasuk dalam pendekatan probabilistik oleh Mitchell et al.) -Penggunaan zat lebih sering terjadi pada gangguan bipolar daripada gangguan unipolar -Post-partum mood episode (banyak wanita dengan gangguan bipolar memiliki episode postpartum mood) -Respon terhadap obat antidepresan (mungkin terlihat peningkatan aktivitas, seperti onset atau perburukan pikiran yang cepat atau lekas marah pada pasien dengan gangguan bipolar)
*Diadaptasi dengan izin dari Mitchell et al.
6
Pasien lainnya mengalami mania subsyndromal (1-3 gejala manik, 54% pasien) selama episode depresi atau episode manic-depresive campuran (14,8%). Alih-alih, pemikiran yang cepat dan agitasi psikomotor adalah gejala manik yang paling sering terjadi. 71% pasien dengan gangguan bipolar II dan 30% pasien dengan bipolar I mengalami gejala mania bersamaan dengan episode depresi, pada pasien laki-laki dan dengan onset penyakit pada masa remaja cenderung memiliki gejala mania yang bersamaan. Alat screening dan identifikasi kasus Penilaian akurat gangguan bipolar pada pasien dengan gejala depresi saat ini adalah penting, karena pengobatan pasien bipolar dengan obat antidepresan biasa sebelum memulai obat mood stabilizer dapat memperburuk hasil klinis mereka. Pasien dengan gangguan bipolar I atau II dapat hadir dengan gejala subsyndromal seperti kelelahan, masalah konsentrasi, lekas marah, atau retardasi psikomotor, mencatat riwayat lengkap dari gejala gangguan mood sebelumnya, pengobatan dan riwayat keluarga penting untuk diagnosis yang akurat dari gangguan bipolar. Pasien juga dapat hadir dengan gejala gangguan psikiatri yang terjadi bersamaan. Di antara pasien dengan semua jenis gangguan bipolar, sekitar 75%, 42% dan 63% memiliki kecemasan yang terjadi bersamaan, penggunaan zat atau gangguan kontrol impuls, masing-masing, membuat pertanyaan tentang gangguan bipolar penting dalam penilaian pasien dengan gangguan di atas. Proses diagnostik harus mencakup riwayat yang komprehensif (termasuk informasi dari sumber lain dan dokter sebelumnya), dan menyelesaikan pemeriksaan (status mental, fisik, laboratorium dan mungkin uji neuropsikologi), yang mungkin perlu dinilai pada beberapa kali janji di klinik. Pasien dengan depresi bipolar harus ditanyakan langsung tentang ide bunuh diri, dan mereka dengan tanggapan positif harus menjalani penilaian tambahan risiko bunuh diri. Dokter harus mencari riwayat pribadi dan riwayat keluarga mania atau hypomania, termasuk perawatan yang diterima sebelumnya, dan skrining untuk gangguan penggunaan zat menggunakan teknik berbasis bukti, seperti skala AUDIT untuk penggunaan alkohol. Gangguan psikiatrik yang terjadi bersamaan juga harus dinilai dan diobati. Pasien dengan gangguan bipolar mungkin menerima perawatan kesehatan mental khusus hanya sementara, dan sebanyak 10–38 % pasien hanya menerima perawatan dalam lingkup primer. Keparahan penyakit depresi mayor dapat terlihat dalam perawatan primer dan perawatan psikiatrik. Demikian pula, pasien dengan gangguan bipolar yang terlihat pada perawatan primer dan perawatan khusus dapat memiliki derajat gangguan fungsional yang sama dan penurunan kualitas hidup. Meskipun alat skrining dapat membantu mendeteksi gangguan kejiwaan di antara semua pasien pada perawatan primer, namun skrining saja, tanpa tindak lanjut dan pengobatan yang memadai, tidak meningkatkan hasil psikiatri. Diagnosis depresi unipolar dalam perawatan primer telah diperbaiki dengan standarisasi dan penggunaan alat seperti Patient Health Questionnaire-9 ( PHQ-9). Perawatan
7
berbasis pengukuran dengan PHQ-9 telah membantu menunjukkan bahwa pasien dengan depresi yang menerima pengobatan yang sama dalam perawatan primer dan khusus memiliki hasil pengobatan yang sebanding dalam uji klinis besar. Beberapa langkah skrining telah dikembangkan. untuk mengidentifikasi pasien dengan peningkatan risiko gangguan bipolar (lihat Tabel 2). Hirschfeld et al. mengembangkan Mood Disorder Questionnaire (MDQ) sebagai alat skrining untuk gangguan bipolar. Dalam studi validasi asli, dilakukan di lima klinik psikiatri dengan prevalensi gangguan bipolar yang tinggi, skor 7 atau lebih tinggi pada MDQ memiliki sensitivitas 0,73 dan spesifisitas 0,90 untuk diagnosis gangguan bipolar, jika dibandingkan dengan Structured Clinical Interview untuk DSMIV (SCID-IV). Penelitian selanjutnya pada MDQ, telah diusulkan bahwa pasien dengan MDQ positif cenderung memiliki gangguan kepribadian borderline yang bisa menjadi gangguan bipolar.
Beberapa penelitian pada MDQ, telah menyatakan bahwa pasien-pasein dengan hasil skrining MDQ positif memiliki gangguan kepribadian ambang dan gangguan bipolar.35 Pada studi lain, kebanyakan pasien dengan skrining positif pada MDQ36 ditemukan memiliki gangguan stress paska trauma, gangguan makan, dan gangguan penggunaan zat (berdasarkan wawancara klinis standar, SCID-IV), daripada gangguan bipolar. MDQ lebih digunakan sebagai alat skrining daripada alat penemuan kasus; karena tingginya nilai false positif, pasien dengan hasil skring positif harus melakukan pemeriksaan diagnosis lebih lanjut37 (lihat contoh pertanyaan pada Tabel 3 dan 4). The World Health Organization’s Composite International Diagnostic Review (CIDI) Versi 3.0 adalah alat diagnostic digunakan untuk mengidentifikasi gangguan psikiatri di komunitas, dan mungkin menjadi alat yang lebih berguna untuk mendiagnosis gangguan bipolar di fasilitas kesehatan primer.38 Skala skrining CIDI ganggaun bipolar adalah skrining yang diisi oleh dokter selama 3 menit, dimulai dengan 2 pertanyaan utama (Pertanyaan 1. “Beberapa orang memiliki periode selama beberapa hari ketika mereka merasa sangat senang dan penuh energy daripada biasanya. Pikiran mereka pergi bergitu cepat. Mereka banyak bicara. Mereka sangat gelisah atau tidak dapat duduk diam dan kadang mereka melakukan sesuatu yang tidak biasa untuk mereka, misalnya mengemudi terlalu cepat atau menghabiskan banyak uang. Apakah anda memiliki periode seperti ini yang berlangsung beberapa hari atau lebih lama?” Pertanyaan 2: ” Apakah anda memiliki periode yang berlangsung berberapa hari atau lebih lama ketika kebanyakan waktu anda sangat iritabel atau menggerutu saat anda memulai argument, berteriak ke orang, atau memukul orang?”) Jika jawaban dari dua pertanyaan utama adalah “tidak”, maka CIDI di interpretasikan negative. Pasien yang menjawab “ya” untuk salah satu dari pertanyaan utama membutuhkan pemeriksaan CIDI lengkap. Skala CIDI sesuai dengan standar emas SCID-IV (kappa 0,88 untuk
8
gangguan bipolar I dan kappa 0,88 untuk gangguan bipolar 2 atau gangguan bipolar dibawah ambang) pada suatu survey nasional di rumah tangga menyatakan bahwaCIDI dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur penemuan kasus untuk gangguan bipolar. Guideline klinis untuk evaluasi gangguan bipolar, misalnya STABLE Toolkit,23 merekomendasikan penggunaan CIDI sebagai pengukuran utama untuk identifikasi gangguan bipolar. CIDI juga bisa digunakan pada pasien dengan skor MDQ lebih tinggi dari 7 untuk mengkonfirmasi kemungkinan diagnosis gangguan bipolar, mengingat rendahnya nilai prediksi positif dari MDQ Tabel 3. Skrining untuk Gangguan Bipolar: MDQ vs CIDI-3 MDQ Diisi oleh pasien Skrining positif ≥ 7/13 respon ya DAN Gejala terjadi pada bersamaan DAN Masalah sedang-berat
saat
CIDI-3 Diisi oleh dokter Skrining positif Ya pada euphoria atau iritabilitas pertanyaan utama DAN yang Ya pada criteria pertanyaan B DAN Ya pada mayoritas pertanyaan
Tabel 4. Saran Pertanyaan Follow-up 1. Berapa lama episode hipomanik/manic Episode berlangsung beberapa jam indikatif terhadap gangguan bergantiganti misalnya gangguan kepribadian ambang. Beberaoa hari atau lebih lebih indikatif terhadap episode hipomanik atau manic 2. Seberapa sering episode hipomanik/ manic terjadi (berapa kali dalam setahun)? Episode terjadi beberapa kali dalam seminggu atau sekali dalam seminggu bukan karakteristik gangguan bipolar. 3. Apakah episode hipomanik/ manic hanya terjadi ketika penggunann obat? Sangat sulit untuk mendiagnosis gangguan bipolar pada konteks penggunaan zat aktif. Episode ganya terjadi pada saat penggunaan zat lebih indikatif terhadap gangguan mood akibat penggunaan obat. 4. Berapa kali episode depresi terjadi hingga saat ini (sedikit, misalnya < 4, atau sangat banyak)? Pasien dengan episode depresi yang sangat banyak lebih besar kemungkinan untuk mendapat gangguan bipolar. 5. Apakah anda memiliki riwayat keluarga dengan gangguan bipolar atau skizofrenia?
9
6.
7.
8.
9.
Memiliki riwayat keluarga dengan gangguan bipolar atau skizofrenia meningkatkan risiko berkembangnya gangguan bipolar. Apakah anda sebelumnya terdiagnosis dengan gangguan bipolar, dan jika iya oleh siapa? Ini penting untuk berkoordinasi dengan dokter sebelumnya. Apakah anda pernah mendapatkan terapi antidepresan dan jika iya bagaimana respon anda? Pasien dengan gangguan bipolar mengalami peningkatan energy, masalah tidur atau labilitas emosi selama pengobatan antidepresan. Pada usia berapa episode mood terjadi? Gangguan bipolar biasanya terjadi lebih awal (sebelum usia 18) dibandingkan dengan gangguan depresi mayor Apakah episode mood datang tiba-tiba atau pelan-pelan? Onset tiba-tiba dari gejala depresi lebih konsisten dengan gangguan bipolar. Selain itu, episode depresi bipolar sering ditemani dengan psikosis.
GANGGUAN YANG TERJADI, PERILAKU PENGGUNAAN PELAYANAN KESEHATAN
RISIKO
KESEHATAN
DAN
Pasien dengan gangguan bipolar mengalama reduksi 10-20 tahun harapan hidup dibandingkan dengan populasi biasa, dan kebanyakan mortalitas premature disebabkan karena penyakit medis kronis.39 Gangguan bipolar berhubungan dengan perilaku sedentary, obesitas, dan penggunaan tembakau,39-43 semua yang berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Kira-kira sepertiga pasien dengan gangguan bipolar adalah perokok baru,44 walaupun prevalensi merokok seumur hidup 44-82,5%.45,46 Selain itu, Simon et al. menemukan bahwa obesitas saja (Indeks massa tubuh (IMT) lebih besar dari 30 kg/m2) meningkatkan risiko diagnosis gangguan bipolar, (OR 1,47,95% CI 1,12-1,93).47 Chwastiak et al menemukan 39,2% prevalensi obesitas pada pasien gangguan bipolar.48 Perilaku ini berkontribusi terhadap perkembangan gangguan medis kronis seperti obesitas, diabetes tipe 2 dan penyakit jantung koroner pada usia awal dibandingkan dengan pasien fasilitas kesehatan primer tanpa gangguan bipolar.40,41 Beberapa studi dari Amerika Serikat telah mendemonstrasikan prevalensi kondisi medis kronis yang lebih tinggi pada pasien dengan gangguan bipolar dibandingkan dengan populasi umum. Kilbourne et al.41 menemukan prevalensi diabetes lebih tinggi (17,2% vs 15,6% p=0,0035), infeksi hepatitis C (5,9% vs 1,1%, p<0,001), nyeri punggung bawah (15,4% vs 10,6%, p<0,001), penyakit paru obstruktif kronik (COPD) (10,6% vs 9,4%, p=0,005), di antara pasien Departemen Veteran Affair (VA) dengan gangguan bipolar dibandingkan dengan pasien VA tanpa gangguan bipolar, walaupun
10
pasien dengan gangguan bipolar lebih muda, pada rata-rata, daripada pasien tanpa gangguan bipolar. Prevalensi kondisi medis lebih tinggi pada pasien dengan gangguan bipolar juga didemonstrasikan pada sampel pasien non-VA.49-50 Ketika gangguan bipolar berprogres, kondisi medis kronis lain berkembang dan berakumulasi51: pasien dengan gangguan bipolar lebih dari 21 tahun memiliki kondisi medis lebih tinggi dibandingkan pasien dengan 10-20 tahun gangguan bipolar (p<0,001) dan 0-9 tahun gangguan bipolar (p<0,001), tidak melihat usia pasien. Walaupun tingginya masalah medis umum pada populasi ini, pasien dengan gangguan bipolar memilikikemungkinan yang lebih rendah untuk dideteksi oleh dokter di layanan primer52 dan kecil kemungkinan daripada kontrol untukn minimal sekali kunjungan pada fasilitas kesehatan primer selama periode studi 1 tahun (OR 0,63, 95% CI 0,60-0,67).53 Pada studi VA nasional, Killbourne et al.54 membandingkan pasien dengan gangguan bipolar terlihat eksklusif di fasilitas kesehatan primer (7,6% pasien) daripada mereka yang mendapat terapi kesehatan mental khusus. Dibandingkan dengan pasien yang menerima perawatan khusus, pasien dengan gangguan bipolar di perlakukan eksklusif di fasilitas kesehatan besar kemungkinan untuk mempunyai penyakit kardiovaskular (OR-1,26,95% CI 1,-1-1,58,p<0,05) atau hipertensi (OR=1,31,95% CI 1,11-1,53, p<0,01), tetapi kecil kemungkinan untuk mendapat pengobatan stabilisasi mood untuk gangguan bipolar (OR=0,18,95% CI 0,15-0,21,p<0,001). Gangguan penggunaan zat yang terjadi bersamaan sebanyak 42% pasien rawat jalan dengan gangguan bipolar,25 dan terjadi pada kira-kira sepertiga pasien pada onset episode mood pertama.55 Perilaku risiko kesehatan,56 kondisi medis kronis57 dan penggunaan zat58 berhubungan dengan berkurangnya level fungsi, meningkatnya tanggungan gejala, dan rendahnya kualitas hidup antara pasien dengan gangguan bipolar.59 Untuk itu, pengenalan dan terapi gangguan bipolar dan umumnya berhubungan dengan perilaku risiko kesehatan pada fasilitas kesehatan primer dapat mengarah pada berkurangnya keparahan gejala psikiatri, peningkatan kesehatan dan meningkatnya fungsi. PRINSIP TERAPI Intervensi Individu Tabel 5 menunjukkan terapi farmakologi evidence based untuk bipolar depresi dan efek samping umum. Itu menjadi catatan bahwa hanya dua terapi (quetiapine dan kombinasi olanzapine-fluoxetine (OFC)) memiliki indikasi Food and Drug Administration untuk bipolar depresi. Lithium. Lithium memiliki indikasi FDA untuk terapi mania dan untuk maintenens terapi gangguan bipolar, tetapi tidak untuk terapi bipolar depresi. Lithium menunjukkan pengurangan morbiditas60 dan risiko bunuh diri61 yang dihubungkan dengan
11
gangguan bipolar. Metaanalisis terapi lithium jangka panjang pada terapi gangguan bipolar menunjukkan lithium efektif dalma mengurangi risiko relaps manic, dan pada tingkat yang lebih rendah, relaps depresi. Quetiapine menunjukkan superioritas diatas lithium pada terapi akut bipolar depresi.63 Lithium memiliki sedikit peran sebagai monoterapi dari bipolar depresi akut, walaupun lamotrigine ditambahkan pada terapi lithium sebelumnya efektif dalam terapi bipolar depresi.64 Lithium adalah terapi penting pada manajemen jangka panjang gangguan bipolar. Diuretik Thiazide, inhibitor ACE, dan antiinflamasi non steroid meningkatkan kadar serum lithium. Terapi dengan salah satu obat ini membutuhkan pengurangan dosis harian lithium dan monitoring laboratorium ketat. Agen antikonvulsan. Metaanalisis menunjukkan bahwa divalproex65 lebih efektif dibandingkan placebo pada respon klinis (risk ratio 2,1,95% CI 1,1004,03) dan remisi (risk ratio 1,61,95% CI 1,02-2,53) pada pasien dengan bipolar depresi. Satu metaanalisis dari lamotrigine pada bipolar depresi menunjukkan bahwa banyak orang diterapi dengan lamotrigine menunjukkan berkurangnya gejala depresi dibandingkan dengan placebo (risk ratio 1,27,95% CI 1,09-1,47), dan pasien dengan depresi lebih berat (diukur dengan Skala Hamilton untuk skor depresi > 24) memiliki manfaat lebih besar dari lamotrigine dibandingkan dengan depresi kurang berat.66 Bagaimanapun juga, metaanalisis kedua menunjukkan lamotrigine tidak bermanfaat pada terapi akut bipolar depresi.67 Agen antipsikotik. Pada metaanalisis antipsikotik atipikal pada terapi bipolar depresi akut, quetiapine (estimasi efek random -5,63,95% CI -7,05 hingga -4,21) dan kombinasi olanzapine-fluoxetine (OFC) (estimasi efek random -3,10,95% CI -5,18 hingga 1,02) superior daripada placebo. Review sistematik dari trial terapi kontrol randomisasi menunjukkan bahwa OFC dan quetiapine monoterapi adalah intervensi paling efektif untuk bipolar depresi akut.64 Pada guideline terapi terbaru, quetiapine monoterapi menjadi rekomendasi lini pertama untuk terapi bipolar depresi.68 Baik olanzapine dan quetiapine menyebabkan peningkatan berat badan signifikan dan dislipidemia pada banyak pasien, dab efek samping berhubungan dengan antipsikotik atipikal harus dipikirkan pada pemilihan terapi.
12
Tabel 5. Obat-obatan yang Telah Dibuktikan untuk Terapi Depresi Bipolar Obat
Dosis Awal
Lithium
600mg PO Dosis hingga pada saat ingin kadar serum tidur 0.8 – 1 mEq/L (biasanya pada dosis 900 – 2.400 mg/hari dalam dosis terbagi) 500 mg PO Dosis hingga pada saat ingin efek klinis, tidur biasanya pada kadar serum 50 – 125 mcg/ml (dosis biasanya 1000 – 2000 mg/hari dalam dosis terbagi) 25 mg PO per 100-400 mg hari selama 2 per hari dalam minggu, dosis terbagi kemudian 50 mg PO selama 2 minggu, kemungkinan tingkatkan dosis harian sebesar 25mg per minggu
Anti-epilepsi Divalproex Sodium, asam valproat
Lamotrigine*
Antipsikotikatipikal Kombinasi Olanzapinefluoxetine
Pil kombinasi – Olazanpine 36mg / fluoxetine
Dosis target Kemungkinan umumnya efek samping
Pil kombinasi – Olanzapine 6-12 mg/ fluoxetine 25-
Indikasi FDA untuk depresi Bipolar Tremor, Rasa Tidak tidak nyaman di GI, polydipsia, gangguan renal, penyakit thyroid, aritmia
Nausea, Tidak muntah, peningkatan berat badan, sedasi, efek hematologis, peningkatan enzim liver, alopecia, tremor Nausea, ruam Tidak non-berat hingga berat (risiko StevenJohnson Syndrome berkurang dengan titrasi dosis selama beberapa minggu)
Fluoxetine – Y rasa tidak nyaman, gangguan tidur,
13
25mg, sehari
sekali 50 mg sekali disfungsi sehari seksual
Dosis terbagi – Olanzapine 2.5-5mg sekali sehari, fluoxetine 1020 mg sekali sehari
Quetiapine*
Olanzapine – peningkatan berat badan, dyslipidemia, hiperglikemia, sedasi, konstipasi, retensi urin, hipotensi orthostatik, pemanjangan interval QT 50mg PO pada 300 – 600mg Peningkatan Ya hari pertama, per hari dalam berat badan, 100mg PO dosis terbagi dyslipidemia, pada hari hiperglikemia, kemudian sedasi, tingkatkan konstipasi, dosis harian retensi urin, sebesar 50hipotensi 100 mg setiap orthostatik, 1-2 hari pemanjangan interval QT Dosis terbagi –Olanzapine 5 – 12.5 mg sekali sehari, fluoxetine 20 – 50 mg sekali sehari
Agen antidepresan. Tidak ada agen anti-depresan (meliputi selective serotonin reuptake inhibitors [SSRIs]) memiliki indikasi FDA monoterapi untuk terapi depresi bipolar, dan penggunaannya pada kelainan bipolar masih kontroversial. Suatu metaanalisis69 pada 15 penelitian menunjukkan bahwa terapi anti-depresan memiliki efikasi yang kurang untuk terapi depresi bipolar akut. Namun, meta-analisis yang berbeda70 dan penelitian klinis selanjutnya71 menyatakan bahwa anti-depresan mungkin memiliki peran dalam terapi rumatan pada pasien-pasien dengan kelainan bipolar yang sedang stabil. Pada suatu penelitian tanpa perbandingan dengan plasebo, 60 pasien yang sudah mendapatkan terapi mood stabilizing kemudian mengalami gejala depresif, merasakan penurunan yang signifikan pada gejala depresif setelah mendapatkan paroxetine atau venlafaxine, walaupun empat pasien pada kelompok venlafaxine dan satu pada kelompok paroxetine mengalami mania atau hipomania.72 Peneliti-peneliti terus meneliti peran terapi anti-depresan pada depresi bipolar.73
14
Penelitian STEP-BD adalah suatu penelitian berskala besar, didanai secara federal, yang merupakan penelitian yang membandingkan keefektifan terapi depresi bipolar. Pada pasien-pasien dengan kelainan bipolar yang diterapi dengan mood stabilizer, tidak ada efek dari terapi anti-depresan tambahan; hanya 27.3% pasien yang dirandomisasi ke kelompok terapi dengan mood stabilizer plus plasebo dan 23.5% dirandomisasi ke kelompok mood stabilizer plus anti-depresan (p = 0.40) mengalami kesembuhan dari episode depresif.74 Perubahan-afektif-yang-munculakibat-terapi74 (yaitu, menjadi hipomania atau mania), tidak berbeda antara kelompok terapi (10.1% untuk kelompok anti-depresan dan 10.7% untuk kelompok plasebo, p = 0.84), walaupun terapi anti-depresan berkaitan dengan peningkatan keparahan gejala manik saat follow-up bulan ke-3 pada pasien-pasien yang memiliki gejala manik di pengukuran awal selama episode depresif.75 Suatu tinjauan sistematik76 terhadap perubahan-mood-terkait-anti-depresan menemukan bahwa 13.8% pasien dengan kelainan bipolar yang terpajan dengan monoterapi anti-depresan akan mengalami peningkatan mood, hipomania, atau mania, dengan tricyclic antidepressant memiliki risiko yang paling hebat. Tidak ada peningkatan perilaku bunuh diri yang berkaitan dengan terapi anti depresan pada depresi bipolar di penelitian STEP-BD.77 Dalam suatu tinjauan, McElroy et al.78 menemukan bahwa pasien-pasien dengan kelainan bipolar yang tidak terdiagnosis, yang mendapatkan monoterapi anti-depresan, tetapi bukan antidepresan plus mood stabilizer, mungkin memiliki peningkatan risiko untuk merasakan ide bunuh diri. Prinsip Terapi Lainnya. Penelitian BALANCE.79 menunjukkan bahwa, dibandingkan dengan monoterapi valproat, monoterapi lithium atau dikombinasikan dengan valproat adalah lebih cenderung untuk mencegah kekambuhan. Terapi kombinasi (2 obat mood stabilizing) mungkin lebih bermanfaat dalam mencegah kekambuhan jika episode serangan pasien yang terakhir diterapi dengan terapi kombinasi.80 Intervensi psikososial seperti social rhythm therapy dan cognitive behavioral therapy adalah komponen penting pada saat episode depresif atau pada saat fase rumatan. Dikombinasikan dengan farmakoterapi yang tepat, intervensi tersebut dapat mempersingkat waktu penyembuhan dari suatu episode akut,81 mempersingkat waktu yang diperlukan untuk mencapai fungsi pre-morbid,82 dan meningkatkan durasi hingga episode mood yang selanjutnya.83 Pada suatu penelitian acak terkontrol84 dengan pasien-pasien stabil yang terdiagnosis dengan kelainan bipolar I dan II, yang mendapatkan farmakoterapi yang tepat, dua puluh satu minggu psikoedukasi kelompok berhubungan dengan insidens rekurensi episode mood yang lebih rendah, total rekurensi mood per pasien yang lebih rendah, total yang waktu hingga episode mood selanjutnya yang lebih lama dibandingkan dengan kelompok kontrol.
15
Intervensi Populasi Model pelayanan kolaboratif melibatkan register populasi, guideline terapi hingga target, manajer perawatan, supervisi oleh psikiater konsultan, konseling singkat, kemampuan-manajemen-diri-sendiri-pasien dan follow-up pasien ketat adalah lebih efektif pada pelayanan primer dibandingkan dengan pelayanan biasa.32,85 Tidak ada penelitian acak terkontrol yang telah mengembangkan suatu model pelayanan kesehatan untuk menguji bagaimana caranya meningkatkan kualitas pelayanan dan outcomes psikiatrik pada pasien-pasien dengan kelainan bipolar yang ditemukan pada layanan primer. Suatu meta-analisis terbaru terhadap model pelayanan kolaboratif hanya menemukan empat penelitian yang melibatkan pasien-pasien dengan kelainan bipolar, seluruhnya mengambil tempat di pusat pelayanan kesehatan mental.86 Bagaimanapun juga, model pelayanan kolaboratif telah meningkatkan outcomes psikiatrik dan memperlambat perburukkan kesehatan psikiatrik pada pasien-pasien dengan kelainan bipolar yang di terapi di tempat pelayanan psikatrik.8790 Hasil ini menandakan bahwa pelayanan kolaboratif untuk kelainan bipolar mungkin dapat di pakai di tempat pelayanan primer. Rangkuman Pasien-pasien dengan kelainan bipolar umumnya datang ke fasilitas kesehatan tingkat pertama. Pasien-pasien mengalami gejala depresif, episode hipomania dan mania yang jelas, tetapi lebih sering pasien memiliki gejala depresif subsyndromal yang mengganggu fungsinya sehari-hari. Menanyakan pasien-pasien dengan depresi mengenai adanya gejala manik, hipomania atau mania, penggunaan obat-obatan, riwayat keluarga dengan kelainan bipolar dan terapi sebelumnya adalah hal yang penting. Alat identifikasi kasus yang valid seperti CIDI dapat membantu dalam mengidentifikasi kelainan bipolar pada pasien-pasien di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Terapi-berbasis-bukti untuk depresi bipolar berbeda dengan terapi untuk depresi unipolar. Guidelines tersedia dari American Psychiatric Association91 dan STA-BLE toolit23 untuk informasi tambahan terhadap manajemen kelainan bipolar. Publikasi-publikasi lain menyediakan sumber referensi yang ditujukan secara spesifik untuk dokter di layanan prime
16
17