Referat.docx

  • Uploaded by: Titi Samal
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,429
  • Pages: 14
BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Persiapan perioperative ialah persiapan sebelum pembedahan, selama pembedahan dan sesudah pembedahan yang meliputi semua aspek fisiologis dan patologis yang mempengaruhi anestesi dan pembedahan, pengaruh anestesi dan pembedahan terhadap fisiologis tubuh dan resiko maupun komplikasi yang diakibatkannya.1 Persiapan perioperative dari preoperative sampai pasca operatif harus dilakukan dengan cermat dimulai dari persiapan pasien sebelum pasien masuk, penilaian dan pemeriksaan pasien terkait riwayat penyakit yang akan menentukan tindakan anestesi yang akan dilakukan, serta persiapan obat-obatan premedikasi.1 Pada banyak institusi rumah sakit, ketika seorang pasien dijadwalkan untuk operasi, pasien dihubungi sebelum prosedur operasi dan diberikan instruksi mengenai persiapan operasi. Tahap ini dapat dilakukan oleh tenaga medis di tempat operasi. Beberapa institusi rumah sakit juga mengirim instruksi tertulis. Seringkali pasien cemas dan mungkin mengalami kesulitan memahami atau mengingat instruksi. Dokter dapat meningkatkan persiapan pasien dengan memperkuat instruksi pada puasa praoperasi, obat-obatan, tindakan anestesi serta perawatan pasca operasi.2

1

BAB II PEMBAHASAN

II.1 Definisi Perioperative adalah periode waktu yang menjelaskan durasi prosedur pembedahan pasien, sejak penerimaan pasien, prosedur anestesi, operasi dan pemulihan. Kata perioperatif dapat merujuk pada tiga fase pembedahan, preoperatif, intraoperatif, postoperatif.2 II.2 Persiapan preoperative Prosedur bedah dan administrasi anestesi dikaitkan dengan respons stres kompleks yang sebanding dengan besarnya cedera, waktu operasi total, jumlah kehilangan darah intraoperatif dan tingkat nyeri pasca operasi. Efek metabolik dan hemodinamik yang merugikan dari respons stres ini dapat menimbulkan banyak masalah dalam periode perioperatif nantinya. Menurunkan respons stres terhadap pembedahan dan trauma adalah faktor kunci dalam meningkatkan hasil dan menurunkan lamanya tinggal di rumah sakit serta biaya total perawatan pasien .3 Telah diketahui dengan baik bahwa praktik bedah dan anestesi yang aman dan efisien dapat mengoptimalkan pasien. Beberapa penelitian epidemiologi skala besar telah mengindikasikan bahwa persiapan pra operasi yang tidak memadai dari pasien kemungkinan menjadi faktor penyumbang utama penyebab utama kematian perioperatif.4 Sasaran utama evaluasi dan persiapan preoperatif berikut telah diidentifikasi5 1. Dokumentasi kondisi pasien untuk operasi yang diperlukan. 2. Penilaian status kesehatan keseluruhan pasien. 3. Menilai kondisi penyakit yang dapat menyebabkan masalah selama dan setelah operasi. 4. Penentuan risiko perioperatif. 5. Optimalisasi kondisi medis pasien untuk mengurangi pembedahan dan morbiditas atau mortalitas anestesi perioperatif 6. Pengembangan rencana perawatan perioperatif yang tepat. 7. Edukasi pasien tentang gambaran prosedur operasi, anestesi, perawatan intraoperatif dan perawatan nyeri pasca operasi dengan harapan mengurangi kecemasan dan memfasilitasi pemulihan. 8. Pengurangan biaya, pemendekan masa inap di rumah sakit, mengurangi pembatalan pasien terhadap operasi yang akan nantinya dijalaninya dan peningkatan kepuasan pasien

2

PENILAIAN STATUS KESEHATAN6-8 ANAMNESIS Anamnesis merupakan komponen terpenting dari evaluasi pra operasi. anamnesis harus mencakup riwayat medis masa lalu dan saat ini, riwayat pembedahan, riwayat keluarga, riwayat sosial (penggunaan tembakau, alkohol dan obat-obatan terlarang), riwayat alergi, terapi obat saat ini dan baru-baru ini, reaksi yang ditimbulkan atau efek terhadap obat-obatan dan masalah atau komplikasi yang terkait dengan anestesi sebelumnya. Riwayat keluarga tentang efek samping yang merugikan yang terkait dengan anestesi juga harus diperoleh. Pada anak-anak, riwayat juga harus mencakup riwayat kelahiran, dengan fokus pada faktor-faktor risiko seperti prematuritas saat lahir, komplikasi perinatal dan kelainan kromosom atau anatomi kongenital dan riwayat infeksi baru-baru ini, terutama infeksi saluran pernapasan atas dan bawah. Anamnesis harus mencakup tinjauan lengkapsistem untuk mencari penyakit yang tidak terdiagnosis atau penyakit kronis yang tidak terkontrol. Penyakit pada sistem kardiovaskular dan pernafasan adalah yang paling relevan yang harus benar – benar diperhatikan dalam hal tindakan anestesi dan pembedahan. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik harus didasarkan pada informasi yang dikumpulkan selama anamnesis. Paling tidak, pemeriksaan fisik preanestesi terfokus mencakup penilaian jalan nafas, paru-paru dan jantung, dengan dokumentasi tanda-tanda vital. Temuan abnormal yang tidak diharapkan pada pemeriksaan fisik harus diselidiki sebelum operasi elektif dilakukan. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Secara umum diterima bahwa riwayat klinis dan pemeriksaan fisik merupakan metode skrining terbaik untuk suatu penyakit. Tes laboratorium rutin pada pasien yang tampaknya sehat pada pemeriksaan klinis dan anamnesis tidak bermanfaat. Seorang dokter harus mempertimbangkan rasio risiko-manfaat dari setiap tes laboratorium yang dipesan. Ketika mempelajari populasi yang sehat, 5% pasien akan memiliki hasil yang berada di luar kisaran normal. Tes laboratorium harus dipesan berdasarkan informasi yang diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, usia pasien dan kompleksitas dari suatu prosedur pembedahan.

3

INDIKASI UNTUK TES PREOPERATIF SPESIFIK6-8 Tabel 1. Indikasi untuk tes preoperative spesifik

4

RIWAYAT PENGOBATAN6-8 Riwayat penggunaan obat-obatan harus diperoleh pada semua pasien. Terutama, populasi geriatri yang mengkonsumsi obat sistemik lebih banyak daripada kelompok lain. Banyak interaksi obat dan komplikasi muncul pada populasi ini dan perhatian khusus harus diberikan kepada mereka. Umumnya, pemberian sebagian besar obat harus dilanjutkan, meskipun beberapa penyesuaian dalam dosis mungkin diperlukan (misalnya antihipertensi, insulin). Beberapa obat harus dihentikan sebelum operasi. Penghambat monoamine oxidase harus dihentikan 2-3 minggu sebelum operasi karena risiko interaksi dengan obat yang digunakan selama anestesi. Pil kontrasepsi oral harus dihentikan setidaknya 6 minggu sebelum operasi elektif karena peningkatan risiko trombosis vena. Baru-baru ini, American Society of Anesthesiologists (ASA) meneliti penggunaan suplemen herbal dan interaksi obat yang berpotensi berbahaya yang mungkin terjadi dengan penggunaan terus-menerus produk ini sebelum operasi. Semua pasien diminta untuk menghentikan suplemen herbal mereka setidaknya 2 minggu sebelum operasi. Penggunaan obat yang mempotensiasi perdarahan perlu dievaluasi secara ketat, dengan analisis risiko-manfaat untuk setiap obat dan dengan kerangka waktu yang direkomendasikan untuk penghentian berdasarkan izin obat dan karakteristik waktu paruh obat. Aspirin harus dihentikan 7-10 hari sebelum operasi untuk menghindari perdarahan yang berlebihan dan thienopyridines (seperti clopidogrel) selama 2 minggu sebelum operasi. Penghambat selektif cyclooxygenase-2 (COX-2) tidak mempotensiasi pendarahan dan dapat dilanjutkan sampai pembedahan. Antikoagulan oral harus dihentikan 4-5 hari sebelum prosedur invasif dilakukan, memungkinkan INR mencapai tingkat 1,5 sebelum operasi. PENILIAN RESIKO PERIOPERATIF9 Risiko perioperatif adalah fungsi dari kondisi medis pra operasi pasien, prosedur bedah invasif dan jenis anestesi yang diberikan. Sistem penilaian ASA awalnya diperkenalkan sebagai deskripsi sederhana dari keadaan fisik pasien. Meskipun kesederhanaannya tampak jelas, ASA tetap menjadi salah satu dari beberapa deskripsi status kesehatan calon pasien yang berkorelasi dengan risiko anestesi dan pembedahan. Ini sangat berguna dan harus diterapkan pada semua pasien yang akan melakukan operasi. Meningkatnya status fisik dikaitkan dengan meningkatnya angka kematian. Pembedahan darurat meningkatkan risiko secara dramatis, terutama pada pasien di ASA kelas 4 dan 5.

5

Tabel 2. Klasifikasi status fisik dari American Society of Anesthesiologists

II.3 PERSIAPAN INTRAOPERATIF10,11 Tahapan intraoperatif adalah tahapan dimana pasien diberikan obat-obatan anestesi baik umum, lokal ataupun regional untuk mencapai keadaan yang diinginkan selama pembedahan berlangsung. Keadaan teranestesi dapat dihasilkan secara kimia dengan obat-obatan dan secara fisik melalui penekanan sensori pada syaraf. Obat-obatan anestetika umumnya diklasifikasikan berdasarkan rute penggunaannya, yaitu: 1). Topikal misalnya melalui kutaneus atau membrana mukosa; 2). Injeksi seperti intravena, subkutan, intramuskular, dan intraperitoneal; 3). Gastrointestinal secara oral atau rektal; dan 4). Respirasi atau inhalasi melalui saluran nafas Anestetetikum juga dapat diklasifikasikan berdasarkan daerah atau luasan pada tubuh yang dipengaruhinya, yaitu : 1). Anestesi lokal, terbatas pada tempat penggunaan dengan pemberian secara topikal, spray, salep atau tetes, dan infiltrasi. 2). Anestesi regional, mempengaruhi pada daerah atau regio tertentu dengan pemberian secara perineural, epidural, dan intratekal atau subaraknoid. 3). Anestesi umum, mempengaruhi seluruh sistem tubuh secara umum dengan pemberian secara injeksi, inhalasi, atau gabungan (balanced anaesthesia)

Anestesi Lokal Anestetikum lokal adalah suatu bahan kimia yang mampu menghambat konduksi saraf perifer tanpa menimbulkan kerusakan permanen pada saraf tersebut. Mekanisme kerja anestetikum lokal dengan cara menghambat (blok) saluran ion sodium (Na) pada saraf perifer, konduksi atau aksi potensial pada syaraf terhambat sehingga respon nyeri secara lokal hilang. Anestetikum lokal mencegah proses depolarisasi membran syaraf secara lokal melalui penghambatan saluran ion Na, sehingga membran akson tidak dapat bereaksi dengan neurotransmitter asetilkolin dan 6

membran akan tetap dalam keadaan semipermiabel serta tidak terjadi perubahan potensial. Keadaan tersebut menyebabkan aliran inpuls yang melewati saraf berhenti, sehingga semua rangsangan tidak sampai ke SSP. Sifat hambatan syaraf umumnya bersifat lokal, selektif, dan tergantung pada dosis atau jumlah obat yang diberikan. Sifat sifat yang harus dimiliki oleh obat anestetikum lokal adalah poten, artinya efektif dalam dosis rendah, daya penetrasinya baik, mula kerjanya cepat, masa kerjanya lama, toksisitas sistemik rendah, tidak mengiritasi jaringan, pengaruhnya reversibel, dan mudah dikeluarkan dari tubuh. Penggunaan anestetikum lokal bisa dilakukan dengan meneteskan pada permukaan daerah yang akan dianestesi (surface aflication), dengan melakukan injeksi secara sub-kutan pada daerah yang akan dianestesi (subdermal, intradermal), serta dengan melakukan pemblokiran pada daerah tertentu (field block anestesi). Anestetikum yang sering digunakan sebagai anestetikum lokal adalah procaine HCI 2% - 4%, Lidocaine 0,5 - 2%, Lidocaine 4%, Tetracaine, bupivacaine 0,25% atau 0,5%, Dibucain, Pehacaine, Lidonest, dan Chlor buthanol dengan dosis pemberian secukupnya (Quantum statis, QS). Lidocaine dan bupivacaine dapat diencerkan dengan larutan salin (bukan air) untuk menurunkan konsentrasinya. Bupivacaine mempunyai onset lebih lambat (20 menit) dan durasi lebih panjang (6 jam) dibandingkan lidocaine (onset lebih cepat dan durasi 1-2 jam).

Anestesi Regional Anestesi regional adalah tindakan menghilangnya nyeri yang dilakukan dengan cara menyuntikkan anestetikum lokal pada lokasi saraf yang menginervasi regio atau daerah tertentu sehingga menyebabkan hambatan konduksi inpuls yang reversibel. Anestetikum regional dapat menghilangkan rasa nyeri pada suatu daerah atau regio tertentu secera reversibel tanpa disertai hilangnya kesadaran. Mekanisme kerja dan jenis anestetikum yang digunakan sama dengan anestetikum lokal, tetapi daerah atau luasan pada tubuh yang dipengaruhi adalah daerah atau regio tertentu. Anestesi regional dibedakan berdasarkan rute pemberiannya, yaitu secara epidural, spinal atau intrathekal atau subaraknoid, dan blok pleksus brakhialis. Anestesi epidural dihasilkan dengan cara menginjeksikan anestetikum lokal diantara duramater dan periosteum dari canalis spinalis (epidural space). Anestetikum tidak langsung mengenai medula spinalis, sehingga efek anestesi terjadi setelah 15-20 menit pemberian.

7

Anestesi Umum Anestesi umum adalah keadaan hilangnya nyeri di seluruh tubuh dan hilangnya kesadaran yang bersifat sementara yang dihasilkan melalui penekanan sistem saraf pusat karena adanya induksi secara farmakologi atau penekanan sensori pada saraf. Agen anestesi umum bekerja dengan cara menekan sistem saraf pusat (SSP) secara reversibel. Anestesi umum merupakan kondisi yang dikendalikan dengan ketidaksadaran reversibel dan diperoleh melalui penggunaan obat-obatan secara injeksi dan atau inhalasi yang ditandai dengan hilangnya respon rasa nyeri (analgesia), hilangnya ingatan (amnesia), hilangnya respon terhadap rangsangan atau refleks dan hilangnya gerak spontan (immobility), serta hilangnya kesadaran (unconsciousness). Anestesi umum yang baik dan ideal harus memenuhi kriteria : tiga komponen anestesi atau trias anestesi (sedasi, analgesi, dan relaksasi), penekanan refleks, ketidaksadaran, aman untuk sistem vital (sirkulasi dan respirasi), mudah diaplikasikan dan ekonomis. Dengan demikian, tujuan utama dilakukan anestesi umum adalah upaya untuk menciptakan kondisi sedasi, analgesi, relaksasi, dan penekanan refleks yang optimal dan adekuat untuk dilakukan tindakan dan prosedur diagnostik atau pembedahan tanpa menimbulkan gangguan hemodinamik, respiratorik, dan metabolik yang dapat mengancam Agen anestesi umum dapat digunakan melalui injeksi, inhalasi, atau melalui gabungan secara injeksi dan inhalasi. Anestetikum dapat digabungkan atau dikombinasikan antara beberapa anestetikum atau dengan zat lain sebagai preanestetikum dalam sebuah teknik yang disebut balanced anesthesia untuk mendapatkan efek anestesi yang diinginkan dengan efek samping minimal.. Anestesi umum inhalasi merupakan salah satu metode anestesi umum yang dilakukan dengan cara memberikan agen anestesi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat anestesi langsung ke udara inspirasi. Mekanisme kerja anestesi umum inhalasi sangat rumit dan sampai saat ini masih merupakan misteri, karena pemberian anestetikum inhalasi melalui pernapasan menuju organ sasaran yang jauh adalah suatu hal yang unik. Hiperventilasi akan menaikkan ambilan anestetikum dalam alveolus dan hipoventilasi akan menurunkan ambilan alveolus. Kelarutan zat inhalasi dalam darah adalah faktor utama yang penting dalam menentukan induksi dan pemulihan anestesi inhalasi. Induksi dan pemulihan akan berlangsung cepat pada zat yang tidak larut dan lambat pada zat yang larut. Kadar alveolus minimal atau minimum alveolar cencentration (MAC) adalah kadar minimal zat anestesi dalam alveolus pada tekanan satu atmosfir yang diperlukan untuk mencegah gerakan pada 50% pasien yang dilakukan rangsangan insisi standar. Immobilisasi tercapai pada 95% pasien apabila kadar anestetikum dinaikkan di atas 30% nilai MAC. Dalam keadaan seimbang, tekanan parsial anestetikum dalam alveoli sama dengan tekanan zat dalam darah dan otak tempat kerja anestetikum.

8

Anestetika umum inhalasi yang pertama kali dikenal dan digunakan untuk membantu pembedahan adalah N2O. Kemudian menyusul, eter, kloroform, etil klorida, halotan, metoksifluran, enfluran, isofluran, desfluran, sevofluran, dan xenon. Anestetika umum inhalasi yang umum digunakan saat ini adalah N2 Nitrous oxide (N O, halotan, enfluran, isofluran, desfluran, sevofluran, dan xenon. Obat obat anestesi yang lain ditinggalkan, karena efek sampingnya yang tidak dikehendaki. Misalnya, eter mudah terbakar dan meledak, menyebabkan sekresi bronkus berlebihan, mual dan muntah, kerusakan hati, dan baunya yang sangat merangsang. Kloroform menyebabkan aritmia dan kerusakan hati. Metoksifluran menyebabkan kerusakan hati, toksik terhadap ginjal, dan mudah terbakar. Isofluran merupakan halogenasi eter dan secara kimia sangat mirip dengan metoksifluran dan sevofluran. Rentang keamanan isofluran lebih lebar dibandingkan halotan dan metoksifluran,. Penggunaaan isofluran pada dosis anestesi atau subanestesi menurunkan metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi akan meningkatkan aliran darah di otak dan tekanan intrakranial, sehingga menjadi pilihan pada pembedahan otak. Pengaruh terhadap jantung dan curah jantung (cardiac output) sangat minimal, sehingga dapat digunakan pada pasien dengan kelainan jantung. Potensi isofluran lebih kecil dibandingkan halotan karena mempunyai nilai MAC lebih tinggi dibandingkan halotan. Pemeliharaan anestesi dengan isofluran biasanya digunakan konsentrasi 1,5 – 2,5 % isofluran dalam oksigen. Anestesi umum injeksi merupakan metode anestesi umum yang dilakukan dengan cara menyuntikkan agen anestesi langsung melalui muskulus atau pembuluh darah vena. Anestetika injeksi yang baik memiliki sifat-sifat tidak mengiritasi jaringan, tidak menimbulkan rasa nyeri pada saat diinjeksikan, cepat diabsorsi, waktu induksi, durasi, dan masa pulih dari anestesi berjalan mulus, tidak ada tremor otot, memiliki indeks terapeutik tinggi, tidak bersifat toksik, mempunyai pengaruh minimal terhadap organ tubuh terutama saluran pernapasan dan kardiovaskular, cepat dimetabolisme, tidak bersifat akumulatif, dapat dikombinasikan dengan obat lain seperti relaksan otot, analgesik, dan sudah diketahui antidotanya.. Ketamine adalah anestetikum umum injeksi golongan nonbarbiturat, termasuk golongan phenilsycloheksamin. Ketamine mempunyai efek analgesia yang sangat kuat akan tetapi efek sedasi dan hipnotiknya kurang (tidur ringan). Ketamine meningkatkan tekanan darah sistol maupun diastol kira kira 20- 25%, karena adanya aktivitas syaraf simpatik meningkat dan depresi baroreseptor. Propofol adalah anestesi umum injeksi turunan alkil penol (2,6- diisopropylphenol), mempunyai pH netral, dan dapat diberikan dalam bentuk emulsi minyak dalam air. Walaupun propofol memperlihatkan warna putih seperti susu, sangat aman diberikan secara intravena dan dapat diberikan secara berulang-ulang atau sebagai alternatif dapat diberikan secara infus terusmenerus. Propofol mempunyai efek analgesia yang sangat ringan akan tetapi efek sedasi dan hipnotiknya sangat kuat. Efek samping penggunaaan propofol adalah hipotensi, apnea, dan rasa sakit pada tempat suntikan. Efek samping utama yang sangat dihindari dari propofol adalah 9

penekanan sistem respirasi. Efek samping tersebut sangat berkaitan dengan dosis dan kecepatan penyuntikannya, keuntungan penggunaan propofol akan diperoleh dengan cara mengkombinasikan dengan agen anestetikum lain untuk menurunkan dosis dan meminimalkan pengaruh buruk yang ditimbulkan. II.4 PERSIAPAN POSTOPERATIF12 









Komplikasi dini di ruang pasca operasi - Gangguan ventilasi - Gangguan fungsi jantung dan sirkulasi darah - Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit - Perdarahan yang berlanjut - Hipotermia - Tremor - Gangguan kewaspadaan Gangguan Ventilasi - Obstruksi jalan napas: penyangga esmarch, pipa guedel/wendl, penghisap sekret - Hipoksemia: O2 3-6 l/m melalui selang hdung atau sungkup muka - Hipoventilasi  Terapi nyeri, penanganan pasien adiposis  Depresi yang diinduksiopioid: nalokson 0,4-0,8 mg i.v - Akumulasi obat relaksan : antagonisasi Hipotensi - Hipovolemia : kedua paha diangkat, berikan infus cairan kristaloid atau koloid, berikan konsentrat eritrrosit bila anemia, bila perlu berikan akrinor 0,3 ml iv Hipertensi - Sering disebabkan oleh terapi nyeri yang tidak mencukupi - Antihipertensi  Nifedipin 10 mg sublingual ( hati-hati terhadap reflex takikardia )  Klomidin 75 µG i.v ( peningkatan tekanan darah awal, sedasi )  Urapidil 10 mg i.v ( hipovolemia ) Mual dan muntah pasca operasi Peningkatan skor risiko menurut Apfel dan Roewer : - Jenis kelamin perempuan - Tidak merokok - Anamnesis mual dan muntah pasca-operasi atau mabuk perjalanan - Opioid pasca operasi

10

Setiap faktor bernilai 1, semua nilai ditambahkan (nilai 0-4) Profilaksis dan Terapi Profilaksis mual dan muntah pasca operasi ( PONV ) Nilai Tindakan 0–1 Menunggu 2 4 mg deksametason (Fortecortin i.v untuk inisiasi) atau TIVA 3–4 4 mg deksametason (i.v untuk inisiasi) + TIVA + 4 mg ondansentron i.v menjelang akhir operasi

Mual Muntah Cadangan   

Profilaksis mual dan muntah pasca operasi Droperidol 0,625 mg Ondansentron 4 mg Dimenhidrinat 60 mg sebagai infus singkat

Metoklopramid kemungkinan besar bekerja pada dosis >mg, lebih baik pada dosis 50 mg Deksametason hanya digunakan untuk profilaksis, tidak untuk terapi, karena kemudian menjadi tidak efektif Efek samping droperidol yang mungkin terjadi yakni dyskinesia:terapi : biperiden (akineton) 2,5 – 5 mg i.v

Gangguan kewaspadaan -

Akumulasi opiod:nalokson Akumulasi benxodiazepin:anexate (flumazenil) Sindrom antikolinergik sentral: antikolium (fisotigmin) 0,04 mg/kg i.v, sindrom antikolinergik sentral dipikirkan jika hilang kesadaran yang berkepanjangan pascaoperasi atau kecemasan, kegelisahan dan agitasi tanpa penyebab yang jelas.

TERAPI NYERI PASCA OPERASI 

Terapi Nyeri Medikamentosa Petunjuk S3 dari perhimpunan Interdisiplin Jerman untuk terapi nyeri (DIVS) Sebelum memulai terapi nyeri, intensitas nyeri sebaiknya ditentukan dan didokumentasikan berdasarkan skala perkiraan. Efektivitas terapi nyeri dengan skala ini sebaiknya juga dievaluasi ulang an didokumentasi di dalam status pasien. - Dilaksanakan berdasarkan tahapan skema WHO (non opiod + opiod dari WHO tahap II-III) - Non-opiod sebaiknya siap diberikan, baik setelah inisiasi narkose sebagai supositoria (antara lain pada anak-anak misalnya parasetamol 30 mg/kg sup) atau IV sebelum penghentian narkose (misalnya 30 mg/kg metamizol sebagai infus singkat pada sirkulasi darah yang stabil) 11

-





Di ruang pasca operasi, pemberian opiod i.v yang difraksinasi langsung pasca operasi, kemungkinan besar juga sebagai infus singkat, tujuan: VAS (skala analog visual) <40, campuran berbagai opiod yang berbeda sedapat mungkin dihindari, reduksi dosis pada pasien >70 tahun dan anak-anak. Non-opioid - Diklofenak 50 – 75 mg per oral/supositoria setiap 8 – 12 jam (maksimum 150 mg/hari) - Ibuprofen 400-600 mg per oral/supositoria setiap 6-8 jam (maksimum 2400 mg/hari) - Parasetamol 1000 mg/oral supositoria setiap 6 ja (maksimum 4000 mg/hari) - Metamizol 0,5 – 1 g/oral/i.v setiap 6 jam (maksimum 5000 mg/hari). - Kontraindikasi : kerusakan hati dan ginjal berat, alergi, insufisiensi jantung akut juga ulkus lambung dan usus (Ibuprofen, diklofenak). Opioid - Piritramid : awal 0,1 mg/kg pada VAS (skala analog visual) >40, dosis ulangan 3 mg, di ruang perawatan sebagai infus singkat - Petidin: inisial 1 mg/kg untuk analgesik, 10-20 mg pada menggigil, kontraindikasi pada premedikasi dengan inhibitor MAO - Tilidin (+nalokson) retard: 50 – 150 mg per oral setiap 12 jam - Tramadol retard 50 – 150 mg per oral setiap 12 jam - Morfin: 5 – 10 mg i.v/s.k sebagai medikasi nyeri akut - Oksikodon : 10 mg per oral setiap 12 ja, baru setelah opiod derajat II selesai

12

BAB III KESIMPULAN

Persiapan perioperatif adalah tahapan atau fase persiapan pasien dari sebelum, saat berlangsungnya dan setelah operasi. Baik dari pemeriksaan kondisi tubuh secara kompherensif maupun persiapan obat-obatan untuk stadium anestesi. Tahapan preanetesi mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Sedangkan intraoperative adalah fase anestesi dimana saat pasien dibawah pengaruh anestesi. Anestesi secara umum dibagi menjadi tiga yakni anestetikum lokal, regional dan umum. Anestesi lokal adalah suatu bahan kimia yang mampu menghambat konduksi saraf perifer tanpa menimbulkan kerusakan permanen pada saraf tersebut. Anestesi regionaladalah tindakan menghilangnya nyeri yang dilakukan dengan cara menyuntikkan anestetikum lokal pada lokasi saraf yang menginervasi regio atau daerah tertentu sehingga menyebabkan hambatan konduksi inpuls yang reversible dan anestesi umum, yakni keadaan hilangnya nyeri di seluruh tubuh dan hilangnya kesadaran yang bersifat sementara yang dihasilkan melalui penekanan sistem saraf pusat karena adanya induksi secara farmakologi atau penekanan sensori pada saraf. Serta tahapan postoperative yakni manajemen pasien post operatif dalam hal mengurangi komplikasi pascaoperasi dan memanajemen nyeri.

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Grocot W, Pearse RM. Perioperative medicine:the future of anaesthesia. British journal of anaesthesia. 2012; 108(5): 723-6 p 2. Kain ZN, Fitch JC, Kirsch JR, Mets B, Pearl RG. Future of anesthesiology is perioperative medicine: a call for action. The journal of the American society of anesthesiologists. 2015; 122:1192-5 p 3. Roizen MF, Foss JF, Fischer SP. Preoperative evaluation. In: Miller RD, editor. Anesthesia. 5th Edition. Philadelphia: Churchill-Livingstone; 2000. 824–83 p 4. Pedersen T, Eliasen K, Henriksen E. A prospective study of mortality associated with anesthesia and surgery: Risk indicators of mortality in hospital. Acta Anaesthesiol Scand. 1990;34:176 p 5. Roizen MF. Anesthetic implications of concurrent diseases. In: Miller RD, editor. Anesthesia. 5th Edition. Philadelphia: Churchill-Livingstone; 2000. pp. 903–1015. 6. American Society of Anesthesiologists Task Force on Preanesthesia Evaluation Practice Advisory for Preanesthesia Evaluation. Anesthesiology. 2002;96:485–96 p 7. Roizen MF. Preoperative laboratory testing: What is needed? 54th ASA Annual Refresher Course Lectures. 2003:146 p 8. Halaszynski TM, Juda R, Silverman DG. Optimizing postoperative outcomes with efficient preoperative assessment and management. Crit Care Med. 2004;32:S80 9. Klotz HP, Candinas D, Platz A, et al. Preoperative risk assessment in elective general surgery. Br J Surg. 1996;83:1788–91 p 10. Australian society of anaesthetists. Type of anaesthesia [serial online] 2017 [ cited 2018 June 09]. Available from:URL:HYPERLINK https://www.asa.org.au/ASA/Patient_information/Types_of_anaesthesia/ASA/Patient_inf ormation/Types_of_anaesthesia_.aspx?hkey=f4251e94-23b8-4e90-90c9-f7cb5252e411 11. Adler AC. General anesthesia. [serial online] 2018 Jun 07 [cited 2018 June 09]. Available from:URL:HYPERLINK https://emedicine.medscape.com/article/1271543-overview 12. Wrobel M, Werth M. Pokok-pokok anestesi. Jakarta:EGC:2010. 253-8 p

14

More Documents from "Titi Samal"

Ppt.pptx
November 2019 15
Isi Lapsus.docx
November 2019 9
Ppt.pptx
November 2019 12
Referat.docx
November 2019 11
001_cbl 8.docx
October 2019 39