Referat.docx

  • Uploaded by: Celin Erdia Parera
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,991
  • Pages: 26
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membaran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus dan biasanya hilang timbul. Otitis media supuratif kronik (OMSK) dulunya disebut sebagai otitis media perforata (OMP). Sekret yang keluar dari telinga biasanya encer atau kental, bening atau berupa nanah.1 Pada otitis media supuratif kronik (OMSK) selain terjadi peradangan pada telinga tengah juga terjadi peradangan pada daerah mastoid. Otitis media supuratif kronik juga disertai dengan proses infeksi kronik dan pengeluaran cairan (otorea) melalui perforasi pada membran timpani disertai dengan keterlibatan mukosa telinga tengah dan juga rongga pneumatisasi di daerah tulang temporal. Penyakit ini pada umumnya tidak memberikan rasa sakit kecuali terjadi komplikasi. Komplikasi pada pederita otitis media supuratif kronik biasanya berupa tipe maligna seperti labirintis, meningitis, abses pada otak yang dapat menyebabkan kematian.2 OMSK dapat terbagi atas 2 yaitu OMSK tipe aman dan OMSK tipe bahaya. Peradangan pada OMSK tipe aman terbatas hanya pada mukosa dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasinya terletak sentral dan jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Sedangkan OMSK tipe bahaya dapat mengenai tulang, ditandai dengan adanya kolesteatom dan dapat menimbulkan komplikasi intrakranial yang antara lain seperti meningitis, abses otak otogenik, empiema subdural, abses extradural, ensefalitis dan trombosis sinus lateralis. Komplikasi ekstrakranial yang dapat timbul adalah labirintis, paresis nervus fasialis, mastoiditis, petrositis.3

1

Komplikasi ke intrakranial merupakan penyebab utama kematian pada OMSK di negara sedang berkembang, yang sebagian besar kasus terjadi karena penderita mengabaikan keluhan telinga berair. Kematian terjadi pada 18,6% kasus OMSK dengan komplikasi intrakranial seperti meningitis.4 Oleh karena tingginya insiden OMSK dan beratnya komplikasi yang ditimbulkan oleh OMSK ini, maka penulis tertarik mengangkat topik ini sebagai judul penulisan referat.

1.2 Tujuan Untuk mengetahui tentang otitis media supuratif kronik dnegan lebih baik mulai dari definisi, etiologi, hingga gejala yang di timbulkan serta pengobatan dan penanganan yang dapat diberikan pada pasien dengan otitis media supuratif kronik.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga Tengah 2.1.1 Anatomi Telinga Tengah Telinga tengah berbentuk kubus dengan :5 Batas luar

: Membran timpani

Batas depan

: Tuba eustakhius

Batas bawah

: Vena jugular (bulbus jugularis)

Batas belakang

: Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

Batas atas

: Tegmen timpani (meningen/ otak)

Batas dalam

: Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis

semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium.

Gambar 2.1 Anatomi Telinga sumber: Anonim. Otitits Media Kronis. 2009. Diunduh dari http://www.medicastore.com pada tanggal 2 April 2012.

3

Gambar 2.2 Anatomi Telinga Tengah sumber: Anonim. Otitits Media Kronis. 2009. Diunduh dari http://www.medicastore.com pada tanggal 2 April 2012.

Telinga tengah terdiri atas: membran timpani, kavum timpani, prosesus mastoideus, dan tuba eustakhius.3,5,6 1. MembranTimpani Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki panjang vertikal rata-rata 9-10 mm, diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm, dan ketebalannya rata-rata 0,1 mm. Membran timpani berbentuk kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol ke arah kavum timpani yang dinamakan umbo. Dari umbo ke muka bawah tampak refleks cahaya (cone of ligt). Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :3 a. Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga. b. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani. c. Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan mukosum.

4

Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian :3 a. Pars tensa Bagian terbesar dari membran timpani yang merupakan permukaan yang tegang dan bergetar, sekelilingnya menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal. b. Pars flaksida atau membran Shrapnell. Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Aliran darah membran timpani berasal dari permukaan luar dan dalam. Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang merupakan cabang dari arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh arteri timpani anterior cabang dari arteri maksilaris interna dan oleh stilomastoid cabang dari arteri aurikula posterior.

Gambar 2.3 Telinga kanan. Membran Timpani Normal sumber: Gaya ML, Dewi MU, Nadarajah M. Otitis Media Suuratf Kronik Dan Komplikasinya Clinical Science Session. Bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorok. FK Andalas. Padang. 2012 .

2. Cavum Timpani Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter antero-posterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral, medial, anterior, dan posterior.

5

Kavum timpani terdiri dari :3,5 a. Tulang-tulang pendengaran, terbagi atas: malleus (hammer/martil), inkus (anvil/landasan), stapes (stirrup/pelana) b. Otot, terdiri atas: otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan otot stapedius (muskulus stapedius). c. Saraf korda timpani. d. Saraf pleksus timpanikus. 3. Prosesus mastoideus Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada daerah ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. 4. Tuba eustakhius.3,5,6 Tuba eustakhius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani berbentuk

seperti

huruf

S.

Tuba

ini

merupakan

saluran

yang

menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm. Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu : a. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian). b. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian). Fungsi Tuba Eustakhius adalah ventilasi, drenase sekret dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah.Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan di telinga tengah selalu sama dengan tekanan udara luar.

6

2.1.2 Fisiologi Pendengaran Getaran suara ditangkap dan diterima oleh daun telinga selanjutnya dialirkan kedalam meatus akustikus eksterna dan mengenai membran timpani, sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes

menggerakkan

tingkap

lonjong (foramen

ovale)

yang

juga

menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui membrane Reissener yang mendorong endolimfe dan membran basal kearah bawah, perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga tingkap (foramen rotundum) terdorong ke arah luar.7,8 Skala media yang menjadi cembung mendesak endolimfe dan mendorong membran basal, sehingga menjadi cembung kebawah dan menggerakkan perilimfe pada skala timpani. Pada waktu istirahat ujung sel rambut berkelok-kelok, dan dengan berubahnya membran basal ujung sel rambut menjadi lurus. Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion Kalium dan ion Natrium menjadi aliran listrik pada saraf audiotorius lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius, yang kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran diotak (area 39-40) melalui saraf pusat yang ada dilobus temporalis.7,8

Gambar 2.4 Fisiologi Pendengaran sumber:Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 6th ed. Jakarta: EGC; 2012.

7

2.2 Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) 2.2.1 Definisi Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membaran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus dan biasanya hilang timbul. Otitis media supuratif kronik (OMSK) dulunya disebut sebagai otitis media perforata (OMP).1

2.2.2 Perjalanan Penyakit Otitis media akut dengan perforasi membran timpani menjadi otitis media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila proses infeksi kurang dari 2 bulan disebut otitis media supuratif subakut. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis media supuratif kronik adalah pemberian terapi yang terlambat, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien yang rendah atau higiene buruk.1

2.2.3 Letak Perforasi Letak perforasi di membrane timpani penting untuk menentukan tipe/jenis OMSK. Perforasi membrane timpani dapat ditemukan di daerah sentral, marginal, atau atik. Pada perforasi sentral, perforasi terdapat di pars tensa, sedangkan di seluruh tepi perforasi masih ada sisa membrane timpani. Pada perforasi marginal sebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan annulus atau sulkus timpanikum. Perforasi atik ialah perforasi yang terletak di pars flaksida.1

8

2.2.4 Klasifikasi Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu :4,5 a. Tipe tubotimpani (tipe jinak/tipe aman/tipe rinogen) Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas pada mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Tipe tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustakhius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah. Disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamosa juga berperan dalam perkembangan tipe ini. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek. b. Tipe atikoantral (tipe ganas/tipe tidak aman/tipe tulang).4,5 Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Perforasi tipe ini letaknya marginal atau di atik yang lebih sering mengenai pars flaksida. Karakteristik utama dari tipe ini adalah terbentuknya kantong retraksi yang berisi tumpukan keratin sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah mengalami nekrotik. Kolesteatom merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman, yang paling sering adalah proteus dan pseudomonas. Hal ini akan memicu respon imun lokal sehingga akan mencetuskan pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Sitokin yang dapat ditemui dalam matrik kolesteatom adalah interleukin-1, interleukin-6, tumornecrosis factor-α, dan transforming growth factor.

9

Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom yang bersifat hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ sekitarnya serta menimbulkan nekrosis nekrosis

terhadap tulang. Terjadinya proses

terhadap tulang diperhebat oleh reaksi asam oleh

pembusukan bakteri.1,3,5 Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu: 1. Kongenital9 Kolestatom kongenital terbentuk pada masa embrionik. Patogenesis kolesteatom kongenital tidak sepenuhnya dimengerti. Namun ada beberapa teori diantaranya Teed menyatakan bahwa penebalan epitel ektodermal berkembang bersama-sama dengan ganglion genikulatum, dari medial sampai ke bagian leher dari tulang malleus. Kumpulan epitel ini nantinya akan mengalami involusi menjadi lapisan lapisan epitel telinga tengah. Jika involusi ini gagal terjadi maka kumpulan epitel tersebut akan menjadi kolesteatom kongenital. Pada kolesteatom kongenital ditemukan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi, lokasi kolesteatom biasanya di kavum timpani, daerah petrosus mastoid atau di serebelopontin angle.3

Gambar 2.5 Kolesteatom Kongenital sumber: Gaya ML, Dewi MU, Nadarajah M. Otitis Media Suuratf Kronik Dan Komplikasinya Clinical Science Session. Bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorok. FK Andalas. Padang. 2012 .

10

Gambar 2.6 Kolesteatom kongenital sumber: Gaya ML, Dewi MU, Nadarajah M. Otitis Media Suuratf Kronik Dan Komplikasinya Clinical Science Session. Bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorok. FK Andalas. Padang. 2012 .

2. Didapat3 Kolesteatom yang terbentuk setelah anak lahir, dapat dibagi atas: 

Primary acquired cholesteatoma. Kolesteatom yang terjadi tanpa didahului oleh perforasi membran timpani pada daerah atik atau pars flasida, timbul akibat adanya proses invaginasi dari membrane timpani pars flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba.

Gambar 2.7 Kolesteatom didapat sumber: Gaya ML, Dewi MU, Nadarajah M. Otitis Media Suuratf Kronik Dan Komplikasinya Clinical Science Session. Bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorok. FK Andalas. Padang. 2012 .

11



Secondary acquired cholesteatoma3 Kolesteatom yang terbentuk setelah terjadi perforasi membran timpani. Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasia mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlansung lama (teori metaplasia). Teori implantasi dikatakan bahwa kolesteatom terjadi akibat implantasi epitel kulit secara iatrogenik ke dalam telinga tengah sewaktu operasi, setelah blust injury, pemasangan pipa ventilasi, atau setelah miringotomi. Kolesteatom merupakan media yang baik untuk tempat pertumbuhan kuman (infeksi), yang paling sering adalah Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Sebaliknya infeksi dapat memicu respon imun local yang mengakibatkan produksi berbagai mediator inflamasi dan berbagai sitokin. Sitokin yang diidentifikasi terdapat pada matrix kolesteatom adalah interleukin-1 ( IL-1), interleukin-6, tumor necrosis factor alpha, dan transforming growth factor. Zat- zat ini dapat

menstimulasi

sel-sel

kolesteatom

bersifat

hiperproliferatif, destruktif dan mampu berangiogenesis.3

2.2.5 Patogenesis OMSK dimulai dari episode infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi dari OMSK dimulai dari adanya iritasi dan inflamasi dari mukosa telinga tengah yang disebabkan oleh multifaktorial, diantaranya infeksi yang dapat disebabkan oleh virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh turun, lingkungan dan sosial ekonomi. Kemungkinan penyebab terpenting mudahnya anak mendapat infeksi telinga tengah adalah struktur tuba pada anak yang berbeda dengan orang dewasa dan kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna

12

sehingga bila terjadi infeksi jalan napas atas, maka lebih mudah terjadi infeksi telinga tengah berupa Otitis Media Akut (OMA).4,5 Respon inflamasi yang timbul adalah berupa udem mukosa. Jika proses inflamasi ini tetap berjalan, pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya ulkus dan merusak epitel. Mekanisme pertahanan tubuh penderita dalam menghentikan infeksi biasanya menyebabkan terdapatnya jaringan granulasi yang pada akhirnya dapat berkembang menjadi polip di ruang telinga tengah. Jika lingkaran antara proses inflamasi, ulserasi, infeksi dan terbentuknya jaringan granulasi

ini

berlanjut terus akan merusak jaringan sekitarnya.4,5

2.2.6 Epidemiologi Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan OMSK memiliki angka kejadian sebanyak 65 sampai 330 juta di seluruh dunia; 60% di antaranya mengalami gangguan pendengaran.10 Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak di negara sedang berkembang sedangkan di negara maju seperti negara Inggris sekitar 0,9% dan di Israel hanya 0,0039%. Di negara berkembang dan negara maju prevalensi OMSK berkisar antara 1-46%. Insiden OMSK bervariasi di setiap negara berkembang. Secara umum, insiden dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ras dan faktor sosioekonomi. Kehidupan sosioekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang buruk merupakan faktor resiko yang mendasari peningkatan prevalensi OMSK di negara berkembang.4,11 Di

Indonesia,

menurut

Survei

Kesehatan

Indera

Penglihatan

danPendengaranDepkes tahun 1993-1996 prevalensi OMSK ialah 3,1%-5,2% populasi. Usia penderita infeksi telinga tengah tersering ialah 7-18 tahun, dan penyakit telinga tengah terbanyak ialah OMSK.12

13

2.2.7 Etiologi Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba eustachius. Fungsi tuba eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan down’s syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immun sistemik. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis.5 Penyebab OMSK antara lain: 1. Lingkungan Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai

hubungan

erat

antara

penderita

dengan

OMSK

dan

sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang padat. 2. Genetik Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder. 3. Otitis media sebelumnya. Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis

14

4. Infeksi Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram-negative flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya. 5. Infeksi saluran nafas atas Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri. 6. Autoimun Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap otitis media kronis. 7. Alergi Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya. 8. Gangguan fungsi tuba eustachius Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.5 Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada OMSK : 1. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut.

15

2. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada perforasi. 3. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi epitel. 4. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi. 5 Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis majemuk, antara lain : 1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang. a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang. b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total 2. Perforasi membran timpani yang menetap. 3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada telinga tengah. 4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid. Hal ini dapat disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi atau timpanosklerosis. 5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid. 6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan mekanisme pertahanan tubuh.5

2.2.8 Gejala Klinis 1. Telinga berair (otore) Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya

16

lapisan mukosa secara luas. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.4,5 2. Gangguan pendengaran Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom dapat menghantar bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat. Hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.4,5 3. Otalgia (nyeri telinga) Adanya nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis, subperiosteal abses, atau trombosis sinus lateralis.5 4. Vertigo Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Pada penderita yang sensitif,

17

keluhan vertigo dapat terjadi karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani.4 Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna : a. Adanya abses atau fistel retroaurikular. b. Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum timpani. c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom). d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

2.2.9 Diagnosis Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara: 1. Anamnesis (history-taking) 4,5,6 Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering dijumpai adalah telinga berair. Pada tipe tubotimpani sekretnya lebih banyak dan seperti benang, tidak berbau busuk, dan intermiten. Sedangkan pada tipe atikoantral sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, dan sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah. 2. Pemeriksaan otoskopi4,5,6 Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.

18

3. Pemeriksaan audiologi4,5,6 Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran tulang dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran. 4. Pemeriksaan radiologi4,5,6 Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis memiliki nilai diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan mastoid yang tampak sklerotik dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang yang berada di daerah atik memberi kesan adanya kolesteatom. Proyeksi radiografi tyang sekarang biasa digunakan adalah proyeksi schuller dimana pada proyeksi ini akan memperlihatkan luasnya pnematisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Pada

CT-scan

akan

terlihat

gambaran

kerusakan

tulang oleh

kolesteatom, ada atau tidaknya tulang–tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal.4,5 5. Pemeriksaan bakteriologi Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjutan dari mulainya infeksi akut, bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan yang ditemukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonasaeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Proteus sp. Sedangkan bakteri pada otitis media supuratif akut adalah Streptococcus pneumonie dan H. influenza. Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus paranasal, adenoid, atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah pneumokokus, streptokokus atau H. influenza. Akan tetapi, pada OMSK

19

keadaan ini agak berbeda karena adanya perforasi membran timpani maka infeksi lebih sering berasal dari luar yang masuk melalui perforasi tadi.

2.2.10 Penatalaksanaan Pada

waktu

pengobatan

haruslah

dievaluasi

faktor-faktor

yang

menyebabkan penyakit ini menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat di telinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat-obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.3,4,5,6 Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang dapat dibagi atas: konservatif dan operasi A. Otitis media supuratif kronik benigna a. Otitis media supuratif kronik benigna tenang Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas.

Bila

fasilitas

memungkinkan

sebaiknya

dilakukan

operasi

rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran. b. Otitis media supuratif kronik benigna aktif Prinsip pengobatan OMSK adalah : 1.

Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga) Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme. Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):5 a)

Toilet telinga secara kering (dry mopping). 20

Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat juga dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga kering. b) Toilet telinga secara basah (syringing). Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian dibersihkan dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan

telinga

tengah,

tetapi

dapat

mengakibatkan

penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke mastoid. Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam boric dengan iodine. c) Toilet telinga dengan pengisapan ( suction toilet) Pembersihan dengan suction pada nanah dengan bantuan mikroskopis operasi adalah metode yang paling populer saat ini. Setelah itu dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang kooperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anakanak diperlukan anestesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai sasarannya bila dilakukan dengan “displacement methode” seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann. 2.

Pemberian antibiotika:4,5 a)

Antibiotik topikal Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa dibersihkan dulu adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang atau tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang

21

mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Irigasi dianjurkan dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam yang merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman. Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi. Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah : 1. Polimiksin B atau polimiksin E Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif. 2. Neomisin Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif. Toksik terhadap ginjal dan telinga. 3. Kloramfenikol Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa. b) Antibiotik sistemik.4,5 Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut. Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya 22

golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam. Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin) atau golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidin, dan seftriakson) yang juga efektif untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral. Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang bersifat bakterisid. Pada OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu. B. Otitis media supuratif kronik maligna.3,4,5 Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :3 1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy) Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya adalah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki. 2. Mastoidektomi radikal Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan

23

kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding yanf membatasi antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi intrakranial, sementara fungsi pendengaran tidak diperbaiki. Kerugian operasi ini ialah pasien tidak boleh berenang seumur hidupnya dan harus kontrol rutin ke dokter. Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur pada rongga operasi serta membuat meatoplasti yang lebar sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus liang telinga luar menjadi lebar. 3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada. 4. Miringoplasti Operasi ini merupakan operasi timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan di membran timpani. Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe aman dengan perforasi yang menetap. Operasi ini dilakukan pada AMSK tipe aman fase tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani. 5. 5. Timpanoplasti Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenagkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran.

24

Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV, dan V. Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang operasi ini harus dilakukan 2 tahap dengan jarak waktu 6 sampai dengan 12 bulan. 6. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach tympanoplasty) Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas.Tujuan operasi ini ialah untuk menyembuhkan penyakit dan memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang telinga). Membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di membran timpani, dikerjakan melalui 2 jalan (combine approach)

yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid

dengan melakukan timppanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe bahaya belum disepakati oleh para ahli, oleh karena sering kambuhnya kolesteatom kembali.

2.2.11 Prognosis Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan kontrol yang baik terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran bervariasi dan tergantung dari penyebab. Hilangnya fungsi pendengaran oleh gangguan konduksi dapat dipulihkan melalui prosedur pembedahan, walaupun hasilnya tidak sempurna.4,13 Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien dapat menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak ditangani dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien karena telah mengalami komplikasi intrakranial yaitu meningitis.4,13

25

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi membrane timpani serta riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari dua bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. OMSK mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Komplikasi intrakranial dari OMSK yang paling sering ditemukan adalah meningitis. Gejala klinis dari meningitis dijumpai adanya demam, sakit kepala, kaku kuduk, muntah, perubahan dari status mental ataupun kesadaran menurun. Sedangkan pada otogenik dijumpai adanya otorrhoe, otalgi, gangguan pendengaran, dan vertigo. Pengobatan meningitis otogenik ini ialah dengan mengobati meningitisnya dulu dengan antibiotik yang sesuai, kemudian infeksi di telinganya ditanggulangi dengan operasi mastoidektomi.

26

More Documents from "Celin Erdia Parera"

Journal Reading.docx
December 2019 11
Referat.docx
December 2019 16
Kata Pengantar.docx
December 2019 22
Jelita Montar.docx
December 2019 10