Referat Zadi- Morbilli.docx

  • Uploaded by: zadi
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Zadi- Morbilli.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,911
  • Pages: 18
BAB I PENDAHULUAN

Campak adalah penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus yang umumnya menyerang anak. Campak merniliki gejala klinis khas yaitu terdiri dari 3 stadium yang masing-masing mempunyai ciri khusus: (1) stadium masa tunas berlangsung kira-kira 10-12 hari, (2) stadium prodromal dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat dan ditemukan enantem pada mukosa pipi (bercak Koplik), faring dan peradangan mukosa konjungtiva, dan (3) stadium akhir dengan keluarya ruam mulai dari belakang telinga menyebar ke muka, badan, lengan dan kaki. Ruam timbul didahului dengan suhu badan yang meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas (Soedarmo, 2008) Penyakit ini terutama menyerang anak-anak usia 5-9 tahun. Di negara berkembang menyerang pada usia lebih muda dari pada negara maju. Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak-anak dan kemudian menyebabkan kekebalanseumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita morbili akanmendapatkan kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan berkurang sehingga bayi dapat terjangkit morbili (Pudjiati, 2010) Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) campak menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7%) dan tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak usia 1-4 tahun (0,77%). Pengalaman menunjukkan bahwa epidemi campak di Indonesia timbul secara tidak teratur. Di daerah perkotaan epidemi campak terjadi setiap 2- 4 tahun. Wabah teradi pada kelompok anak yang rentan terhadap campak, yaitu di daerah dengan populasi balita banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh yang lemah. Telah diketahui bahwa campak menyebabkan penurunan daya tahan tubuh

1

secara umum, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder atau penyulit. Penyulit yang sering dijumpai ialah bronkopneumonia (75,2%), gastroenteritis (7,1%), ensefalitis (6,7%) dan lain-lain (7,9%) (Soedarmo, 2008) Kejadian luar biasa campak lebih sering terjadi di daerah pedesaan terutama daerah yang sulit dijangkau oleh pelayanan kesehatan, khususnya dalam program imunisasi. Di daerah transmigrasi sering terjadi wabah dengan angka kematian yang tinggi. Di daerah perkotaan, kasus campak tidak terlihat, kecuali dari laporan rumah sakit. Hal ini tidak berarti bahwa daerah urban terlepas dari campak. Daerah urban yang padat dan kumuh merupakan daerah rawan terhadap penyakit yang sangat menular seperti campak. Daerah semacam ini dapat merupakan sumber kejadian luar biasa penyakit campak (Soedarmo, 2008)

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Campak adalah penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus yang umumnya menyerang anak. Campak merniliki gejala klinis khas yaitu terdiri dari 3 stadium yang masing-masing mempunyai ciri khusus: (1) stadium masa tunas berlangsung kira-kira 10-12 hari, (2) stadium prodromal dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat dan ditemukan enantem pada mukosa pipi (bercak Koplik), faring dan peradangan mukosa konjungtiva, dan (3) stadium akhir dengan keluarya ruam mulai dari belakang telinga menyebar ke muka, badan, lengan dan kaki. Ruam timbul didahului dengan suhu badan yang meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas (Soedarmo, 2008) Transmisi campak terjadi melalui udara, kontak langsung maupun melalui droplet dari penderita saat gejala yang ada minimal bahkan tidak bergejala. Penderita masih dapat menularkan penyakitnya mulai hari ke-7 setelah terpajan hingga 5 hari setelah ruam muncul. Biasanya seseorang akan mendapat kekebalan seumur hidup bila telah sekali terinfeksi oleh campak (Pudjiati, 2010). Campak adalah suatu penyakit akut menular, ditandai oleh tiga stadium (Soedarmo, 2008): 1. Stadium kataral Ditandai dengan enantem (bercak koplik) pada mukosa bukal dan faring, demam ringan sampai sedang, konjungtivitis ringan, koryza, dan batuk. 2. Stadium erupsi Ditandai dengan ruam makuler yang muncul berturut-turut pada leher dan muka, tubuh, lengan dan kaki dan disertai oleh demam tinggi. 3. Stadium konvalesen Ditandai dengan hilangnya ruam sesuai urutan munculnya ruam, dan terjadi hiperpigmentasi.

3

2.2 Epidemiologi Dilaporkan kasus morbili di Amerika Serikat pada tahun 1940-an terjadi 55.000 kasus dan berkurang rata-rata 83 kasus dari tahun 2001-2011. Peningkatan vaksinasi dan kontrol terhadap morbili di Amerika pada tahun 2000, telah menurunkan kasus morbili. Di negara berkembang, morbili mempengaruhi 30 juta anak dalam setahun dan menyebabkan 1 juta kematian. Morbili menyebabkan 15.000-60.000 kasus kebutaan dalam setahun ( Chen, 2013). Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih tinggi sekitar 3000-4000 per tahun demikian pula frekuensi terjadinya kejadian luar biasa tampak meningkat dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case fatality rate telah dapat diturunkan dari 5,5% menjadi 1,2% (Rampengan, 2008) 2.3. Faktor Resiko 1. Jenis kelamin Laki-laki memiliki risiko kasus lebih tinggi daripada perempuan. Analisis data statistik vital dari beberapa negara (terutama di Amerika dan Eropa) tahun 19501989 menunjukkan bahwa tingkat kematian morbili pada anak perempuan lebih tinggi daripada anak laki-laki, namun data terbaru dari surveilans Amerika Serikat dan Inggris menunjukkan tingkat kompliksi yang sama antara laki-laki dan perempuan. Perempuan hamil memiliki risiko komplikasi lebih tinggi, termasuk kematian (Garenne, 2009) 2. Umur Pada anak usia kurang dari 5 tahun dan orang dewasa tingkat komplikasi morbili, termasuk kematian masih tinggi. Pada bayi selama beberapa bulan pertama kehidupan masih dilindungi melalui antibodi yang didapatkan dari ibu, namun ketika imunitas menurun, morbili dapat menjadi sangat berat (Castle, 2007). Orang dewasa lebih sering menderita ensefalitis, hepatitis, hipokalsemia, atau pankreatitis setelah menderita morbili. Morbili lebih parah pada orang dewasa karena terjadi penurunan imunitas seluler pada usia dewasa (Okada, 2010) 3. Imunosupresi Anak dengan gangguan fungsi makrofag saja (misalnya, penyakit granulomatosa kronis) tidak memperparah komplikasi dari morbili. Penekanan fungsi limfosit, akibat cacat bawaan pada fungsi limfosit T, transplantasi sumsum tulang, 4

kemoterapi untuk kanker, atau dosis imunosupresif steroid, terkait dengan morbili yang bertambah berat.8 Anak yang lahir dari ibu terinfeksi HIV lebih rentan morbili daripada anak yang lahir dari ibu tidak terinfeksi HIV, karena penurunan antibodi kepada bayi mereka. Bayi yang terinfeksi HIV yang tidak memakai terapi antiretroviral (ART) akan menurunkan respon terhadap vaksinasi morbili (Atmar, 2011) 4. Malnutrisi Anak yang kekurangan gizi memiliki gangguan dalam berbagai aspek sistem kekebalan tubuh, ekskresi berkepanjangan virus morbili, dan tingkat kematian morbili lebih tinggi. Morbili berkontribusi menyebabkan malnutrisi karena kehilangan protein, peningkatan kebutuhan metabolik, dan penurunan asupan makanan. Anak penderita morbili pada awal kehidupan memiliki bobot rerata lebih rendah daripada anak seusianya yang tidak menderita morbili (Perry & Halsey, 2014)

2.4. Etiologi Morbili disebabkan oleh virus RNA dari family paramixoviridae, genus morbilivirus (Orkin dalam Garenne, 2009). Virus ini menyebar secara tidak langsung melalui batuk dan bersin, atau langsung melalui kontak langsung dengan cairan lesi (Wolff dalam Perry, 2014). Faktor risiko yang mendukung terinfeksi virus morbili adalah imunodefisiensi, malnutrisi dan defisiensi vitamin A (Chen, 2013). Pada temperatur kamar selama 3-5 hari virus kehilangan 60% sifat infektifitasnya. Virus tetap aktif minimal 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku, minimal 4 minggu dalam temperatur 35˚C, beberapa hari pada suhu 0˚C, dan tidak aktif pada pH rendah (Soegeng Soegijanto dalam Pudjiati, 2010).

2.5. Patofisiologi Infeksi virus morbili terjadi selama akhir musim dingin dan musim semi, infeksi ditularkan melalui udara. Pada awal infeksi, virus akan memperbanyak diri di trakea dan sel epitel bronkial (Chen, 2013). Setelah 2-4 hari, virus morbili

5

menginfeksi jaringan limfatik lokal, dibawa oleh makrofag paru, amplifikasi virus morbili pada kelenjar getah bening regional, virus menyebar melalui darah ke berbagai organ sebelum akhirnya muncul ruam. Infeksi virus morbili menyebabkan penekanan sistem imun, ditandai dengan penurunan produksi IL-12, dan respon antigen spesifik yang bertahan selama beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah infeksi akut. Penekanan sistem imun dapat mempengaruhi individu terhadap infeksi oportunistik sekunder, terutama bronkopneumoni, penyebab utama kematian yang berhubungan dengan morbili pada anak. Pada individu dengan defisiensi imunitas seluler, virus morbili menyebabkan pneumonia progresif dan sering menjadi fatal (Chen, 2013). Penularan morbili sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara droplet melalui udara, sejak 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Di tempat awal infeksi, penggandaan virus sangat minimal dan jarang ditemukan virusnya. Virus masuk ke dalam limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel mononuklear, kemudian mencapai kelenjar getah bening regional. Di sini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dimulailah penyebaran ke sel jaringan Limforetikular seperti limpa. Sel mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak (sel Warthin), sedangkan limfosit-T (termasuk T-supressor dan T-helper) yang rentan terhadap infeksi turut aktif membelah. Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara lengkap, tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal, terbentuklah fokus infeksi yaitu ketika virus masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, kunjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung kemih dan usus. Pada hari ke-9-10, fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan konjungtiva, akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis sel. Pada saat itu virus dalam jurnlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinis dari sistem saluran nafas diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respons irnun yang terjadi ialah proses peradangan epitel pada sistem saluran pernafasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan tampak suatu

6

ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak Koplik, yang menjadi tanda pasti untuk menegakkan diagnosis. Selanjutnya daya tahan tubuh menurun sebagai akibat respons hipersensitivitas tipe lambat terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari ke-14 sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi pada kulit. Kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T. Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampaksecara mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit. Penelitian dengan imunofluoresens dan histologik menunjukkan adanya antigencampak dan diduga terjadi suatu reaksi Arthus. Daerah epitel yang nekrotik dinasofaring dan saluran pemafasan memberikan kesempatan infeksi bakterisekunder berupa bronkopneumonia, otitis media dan lain-lain. Dalam keadaantertentu pneumonia juga dapat terjadi, selain itu campak dapat menyebabkan gizikurang. Tabel 1. Patogenesis infeksi campak tanpa penyulit

Hari 0

Manifestasi Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring ataukemungkinan konjungtiva. Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus

1-2

Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional

2-3

Viremia primer

3-5

Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi pertama, dan pada RES regional maupun daerah yang jauh

5-7

Viremia sekunder

7-11

Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran nafas

11-14

Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain

15-17

Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang

Sumber :Feigin et al.2004.Textbook of Pediatric Infectious Diseases 5th edition

7

2.6 Manifestasi Klinis Masa inkubasi morbili 8-12 hari setelah pajanan dari virus morbili. Tanda awal morbili biasanya adalah demam tinggi (>400c) 4-7 hari terakhir. Fase prodomal juga ditandai mual, rasa tidak nyaman, dan trias klasik dari konjungtivitis, batuk dan coriza. Gejala prodromal yang lainnya termasuk potofobia, edema periorbital, dan mialgia (Wolff dalam Halsey, 2014). Ruam timbul 1-7 hari setelah onset gejala prodromal, ruam pertama timbul pada wajah, leher dan menyebar ke tubuh . Lesi bertambah banyak selama 2 atau 3 hari, terutama pada tubuh dan wajah (Orkin dalam Garenne, 2009). Biasanya lesi satu-satu terlihat pada ekstremitas distal dan sejumlahkecil lesi dapat ditemukan pada telapak pada 25% -50% dari mereka yang terinfeksi. Ruam berlangsung selama 3-7 hari dan kemudian memudar, kadang berakhir dengan deskuamasi baik. Demam biasanya selama 2 atau 3 hari setelah timbul ruam, dan batuk tetap ada selama 10 hari yang mungkin sebagai keluhan terakhir yang timbul (Chen, 2013). Bintik koplik yang biasanya muncul 1-2 hari sebelum timbul ruam dan bertahan selama 2 atau 3 hari. Warna putih kebiruan, diameter 2-3-mm, muncul pada mukosa bukal, kadang-kadang pada palatum mole, konjungtiva, dan mukosa vagina. Bintik Koplik telah dilaporkan sebanyak 60% -70% dari penderita morbili. Sebuah enanthem jerawat tidak teratur timbul di daerah lain mukosa bukal. Iridocyclitis dari fotofobia, sakit tenggorokan, sakit kepala, sakit perut, dan limfadenopati generalisata ringan juga dapat muncul ( Chen, 2013).

2.7. Diagnosis 2.7.1. Anamnesis Anamnesa adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik langsung pada pasien (autoanamnesis) atau kepada orang tua atau sumber lain (aloanamnesis) misalnya wali atau pengantar. a. Identitas. Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua, alamat, umur penndidikan dan pekerjaan orang tua, agama dan suku bangsa. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, epidemiologi kejang demam lebih banyak terjadi pada anak laki-laki pada usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Latief, 2009)

8

b. Riwayat Penyakit. Pada riwayat penyakit perlu ditanyakan keluhan utama dan riwayat perjalanan penyakit. Keluhan utama adalah keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat. Pada riwayat perjalanan penyakit disusun cerita yang kronologis, terinci, dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum ada keluhan sampai anak dibawa berobat. Bila pasien mendapat pengobatan sebelumnya, perlu ditanyakan kapan berobat, kepada siapa, obat yang sudah diberikan, hasil dari pengobatan tersebut, dan riwayat adanya reaksi alergi terhadap obat (Latief, 2009) Pada kasus campak, terdapat demam tinggi terus-menerus 38,5oC atau lebih disertai batuk, pilek, nyeri telan, mata merah dan silau bila terkena cahaya (fotofobia), seringkali disertai diare. Pada hari ke 4-5 demam timbul ruam kulit, didahului oleh suhu yang meningkat lebih tinggi dari semula. Pada saat ini anak bisa mengalami kejang demam. Saat ruam timbul, batuk dan diare dapat bertambah parah sehingga anak mengalami sesak napas atau dehidrasi. Adanya kulit kehitaman dan bersisik (hiperpigmentasi) dapat merupakan tanda penyembuhan (Pudjiati, 2010) c. Riwayat Kehamilan Ibu. Perlu ditanyakan kesehatan ibu selama hamil, ada atau tidaknya penyakit, serta upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi penyakit. Riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu, merokok, minuman keras, konsumsi makanan ibu selama hamil (Latief, 2009). d. Riwayat Persalinan. Perlu ditanyakan kapan tanggal lahir pasien, tempat kelahiran, siapa yang menolong, cara persalinan, keadaan bayi setelah lahir, berat badan dan panjang badan bayi saat lahir, dan hari-hari pertama setelah lahir. Perlu juga ditanyakan masa kehamilan apakah cukup bulan atau kurang bulan atau lewat bulan. Dengan mengetahui informasi yang lengkap tentang keadaan ibu saat hamil dan riwayat persalinan anak dapat disimpulkan beberapa hal penting termasuk terdapatnya asfiksia, trauma lahir, infeksi intrapartum,dsb yang mungkin berhubungan dengan riwayat penyakit sekarang, misalnya kejang demam (Latief, 2009)

9

e. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan. Perlu digali bagaimana status pertumbuhan anak yang dapat ditelaah dari kurva berat badan terhadap umur dan panjang badan terhadap umur. Data ini dapat diperoleh dari KMS atau kartu pemeriksaan kesehatan lainnya. Status perkembangan pasien perlu ditelaah secara rinci untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan. Pada anak balita perlu ditanyakan perkembangan motorik kasar, motorik halus, sosial-personal, dan bahasa (Latief, 2009) f. Riwayat Imunisasi. Apakah penderita mendapat imunisasi secara lengkap, rutin, sesuai jadwal yang diberikan. Perlu juga ditanyakan adanya kejadian ikutan pasca imunisasi (Latief, 2009) g. Riwayat Makanan. Makanan dinilai dari segi kualitas dan kuantitasnya (Latief, 2009) h. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita Penyakit yang pernah diderita anak sebelumnya perlu diketahui, karena mungkin ada hubungannya dengan penyakit sekarang, atau setidaknya membantu memberikan informasi untuk penegakan diagnosis dan tat laksana penyakitnya. Misalnya pada dugaan penyakit campak, bila orang tua mengatakan anaknya pernah sakit campak yang jelas pada beberapa bulan lalu, maka dugaan tersebut agaknya meragukan (Latief, 2009) i. Riwayat Keluarga Data keluarga pasien perlu diketahui dengan akurat untuk memperolehgambaran keadaan sosial-ekonomi-budaya dan kesehatan keluarga pasien (Latief, 2009)

2.7.2 Pemeriksaan Fisik Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari tiga stadium: Stadium prodromal Manifestasi klinis campak biasanya baru mulai tampak pada stadium prodromal yang berlangsung selama 2 hingga 4 hari. Biasanya terdiri dari gejala klinik khas berupa demam yang disertai batuk, pilek, konjungtivitis, faring merah, nyeri

10

menelan dan stomatitis. Inflamasi konjungtiva dan fotofobia dapat menjadi petunjuk sebelum munculnya bercak Koplik Stadium erupsi Stadium erupsi ditandai dengan timbulnya ruam mukopapular yang bertahan lama selama 5-6 hari. Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut di belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher dan akhirnya ke ekstremitas. Stadium Konvalesens Setelah 3 hari, ruam beangsur-angsur menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam kulit menjadi kehitaman dan mengelupas yang akan menghilang setelah 1-2 minggu.

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang 1. Tes serologi untuk titer morbili spesifik igM : 

Terdapat dalam darah pada hari ketiga ruam sampai 1 bulan setelah onset



Titer serum igM tetap positif 30-60 hari setelah timbulnya penyakit, tapi pada beberapa individu dapat tidak terdeteksi setelah 4 minggu onset ruam



Hasil positif palsu dapat terjadi pada pasien dengan penyakit rematik, infeksi parvovirus B19 atau infeksi mononukleosis

2. Tes serologi untuk titer morbili spesifik igG: 

Kenaikan lebih dari 4 kali lipat antibodi igG antara serum fase akut

dan konvalesen menegaskan morbili 

Spesimen akut harus diambil pada hari ketujuh setelah onset ruam



Spesimen konvalesen harus diambil hari ke 10-14 setelah pengambilan spesimen akut



Serum akut dan konvalesen harus diuji secara bersamaan

3. Kultur virus : diambil dari swab tenggorokan dan hidung, spesimen urin Pemeriksaan PCR ( Chen, 2013).

2.8. Diagnosis Banding Diagnosis banding morbili diantaranya :

11

1. Campak jerman Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar di daerah suboksipital,servikal bagian posterior dan belakang telinga Eksantema subitum. Ruam akan timbul setelah suhu badan turun. 2. Infeksi enterovirus Ruam kulit cenderung kurang jelas dibandingkan morbili. Sesuai dengan derajat demam dan beratnya penyakit. 3. Penyakit riketsia Disertai batuk tetapi ruam kulit yang timbul biasanya tidak mengenai wajah yang khas seperti terlihat pada morbili 4. Meningokoksemia Disertai ruam kulit yang mirip dengan morbili, tetapi biasanya tidak dijumpai batuk dan konjugtivitis 5. Erupsi obat Ruam kulit tidak disertai batuk dan umumnya timbul ruam setelah penyuntikan atau menelan obat

2.9. Penatalaksaan Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan cukup cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan pemberian antipiretik, antitusif, eks~ektorand, an antikonvulsan bila diperlukan. Sedangkan pada campak dengan penyulit, pasien perlu dirawat inap. Di rumah sakit pasien campat dirawat di bangsal isolasi system pernafasan, diperlukan perbaikan keadaan umum dengan memperbaiki kebutuhan cairan dan diet yang memadai. Vitamin A 100.000 IU per oral diberikan satu kali, apabila terdapat malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari.Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi penyulit yang timbul, yaitu (Pusponegoro, 2005): 

Bronkopneumonia

Diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral. Antibiotik diberikan sahpai tiga hari demam reda. Apabila dicurigai infeksi spesifik, maka

12

uji tuberkulin dilakukan setelah anak sehat kembali (3-4 minggu kemudian) oleh karena uji tuberkulin bisanya negatif (anergi) pada saat anak menderita campak. Gangguan reaksi delayed hipersensitivity disebabkan oleh sel lirnfosit- T yang terganggu fungsinya. 

Enteritis

Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis + dehidrasi. 

Otitismedia

Seringkali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, sehingga perlu diberikan antibiotic kotrimoksazol-sulfametokzasol (TMP 4 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis) 

Ensefalopati

- Kloramfenikol dosis 75 mg/kgbb/hari dan ampisilin 100 mg/kgbb/hari selama 710 hari - Kortikosteroid: deksametason 1 mg/kgbb/hari sebagai dosis awal dilanjutkan 0,5 mg/kgbb/hari dibagi 3 dosis sampai kesdaran membaik (pemberian >5 hari dilakukan tappering off). - Kebutuhan cairan dikurangi ¾ kebutuhan serta koreksi terhadap gangguan elektrolit.

2.10. Komplikasi Virus morbili menginfeksi beberapa sistem organ dan target epitelial, retikuloendotelial, dan sel darah putih, termasuk monosit, makrofag, dan limfosit T. Studi patologis pada penderita morbili ditemukan sel raksasatypical berinti dari infeksi virus morbili melalu saluran pernapasan dan pencernaan dan terutama jaringan limfoid. Infeksi virus morbili menyebabkan penurunan limfosit CD4, dimulai sebelum timbulnya ruam dan berlangsung sampai 1 bulan dan mengakibatkan penekanan hipersensitivitas tipe lambat, hingga mengganggu berbagai sistem organ (Waldo, 2000). 1. Komplikasi pernapasan 1. Otitis media. Otitis media adalah komplikasi yang paling sering dilaporkan di Amerika Serikat, terjadi pada 14% anak-anak kurang dari 5 tahun. Obstruksi dari

13

tuba eustachius akibat infeksi bakteri sekunder akan menyebabkan radang permukaan epitel ( Perry and Halsey, 2014). 2. Laringotrakeobronkitis. Laringotrakeobronkitis tercatat 9% -32% pada anak di Amerika Serikat dengan morbili, mayoritas mengenai anak <2 tahun. Sampel dari trakea didapatkan hasil yang positif untuk bakteri patogen, dengan eksudat pirulen dan bukti tracheitis sekunder bakteri, pneumonia, atau keduanya. Organisme yang paling banyak adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae. Laringotrakeobronkitis adalah penyebab kedua kematian paling sering pada anak di Amerika Serikat dengan morbili, setelah pneumonia ( Perry and Halsey, 2014). 3. Pneumonia. Pneumonia adalah komplikasi berat paling sering dari morbili dan paling utama menyebabkan kematian ( Perry and Halsey, 2014). 2. Komplikasi pencernaan Orang dengan morbili, mungkin terinfeksi pada saluran usus. Biopsi lambung dari seorang pria 44 tahun sehari sebelum onset ruam, diperoleh sel raksasa dengan karakteristik positif untuk morbili ( Perry and Halsey, 2014). Di Amerika Serikat, 8% dari semua kasus morbili dilaporkan mengalami diare. Diantara orang yang dirawat di rumah sakit dengan morbili di Amerika Serikat, 30% -70% mengalami diare. Diare yang terjadi pada penderita morbili biasanya dimulai sebelum onset ruam. Virus morbili juga berperan pada sebagian besar episode diare, tetapi infeksi bakteri atau virus sekunder berkontribusi terhadap keparahan dan durasi penyakit ( Perry and Halsey, 2014). 3. Komplikasi neurologis Kejang demam terjadi pada 0,1% -2,3% dari anak-anak dengan morbili di Amerika Serikat dan Inggris. Sebagian besar anak-anak dengan morbili memiliki perubahan yang terlihat pada elektroencephalograpi, tetapi perubahan ini dapat juga karena demam dan perubahan metabolik. Encephalomyelitis post infectious (PIE) terjadi pada 13 per 1000 orang yang terinfeksi, biasanya 3-10 hari setelah onset ruam. PIE dimulai dengan onset demam mendadak kemudian kejang, perubahan status mental, dan tandatanda neurologis multifokal (Perry and Halsey, 2014).

14

4. Komplikasi okuler Konjungtivitis dan radang kornea (keratitis) paling banyak terjadi pada penderita morbili. Kekurangan vitamin A merupakan predisposisi keratitis, jaringan parut kornea, dan kebutaan. Morbili terkait dengan kekurangan vitamin A adalah salah satu penyebab paling umum kebutaan yang terjadi pada anak-anak di negara berkembang (Perry and Halsey, 2014).

2.11. Prognosis Morbili tanpa komplikasi dapat sembuh sendiri dalam rentang 10-12 hari. Malnutrisi, imunosupresi dan kondisi kesehatan yang buruk dapat memperburuk prognosis pada banyak pasien. Pada negara berkembang morbili merupakan penyebab kematian 1-10%. Usia terjadi komplikasi tertinggi adalah kurang dari 5 tahun dan lebih dari 20 tahun (Wolff dalam Halsey, 2014).

2.12. Pencegahan Pencegahan terutama dengan melakukan imunisasi campak. Imunisasi Campak di Indonesia termasuk Imunisasi dasar yang wajib diberikan terhadap anak usia 9 bulan dengan ulangan saat anak berusia 6 tahun dan termasuk ke dalam program pengembangan imunisasi (PPI). Imunisasi campak dapat pula diberikan bersama Mumps dan Rubela (MMR) pada usia 12-15 bulan. Anak yang telah mendapat MMR tidak perlu mendapat imunisasi campak ulangan pada usia 6 tahun. Pencegahan dengan cara isolasi penderita kurang bermakna karena transmisi telah terjadi sebelum penyakit disadari dan didiagnosis sebagai campak (IDAI, 2004).

15

BAB III KESIMPULAN Morbili adalah penyakit infeksi virus akut, menular, dan secara epidemiologi merupakan penyebab utama dari komplikasi serius dan kematian. Pneumonia merupakan komplikasi yang paling berat dan menyebabkan kematian. Ensefalitis terjadi pada 1 dari setiap 1000 anak-anak dengan morbili. Kekurangan vitamin A pada anak-anak kurang dari 5 tahun, orang dewasa, dan orang dengan gizi buruk atau immunodefisiensi berisiko tinggi mengalami komplikasi morbili. Diagnosis morbili ditegakkan dari gambaran klinis, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang. Komplikasi dari morbili dapat mengenai saluran pernafasan, saluran penernaan, sistem saraf dan komplikasi pada mata. Pengobatan yang dilakukan hanya terapi simptomatik.

16

DAFTAR PUSTAKA Atmar R.L., 2011, Complications of Measles During Pregnancy, Clin Infect Dis, 217-226.

Castle S.C., 2007, Clinical Relevance of Age-Related Immune Dysfunction, Clin Infect Dis, 578-585.

Chen SY, Anderson S, Kutty PK, et al. Health care-associated measles outbreak in the United States after an importation: challenges and economic impact. J Infect Dis 2013; 203:1517–25.

Feigin et al.2004.Textbook of Pediatric Infectious Diseases 5th edition

Garenne M., 2009, Sex differences in Measles Mortality, J Epidemiol, 632- 642.

Latief, dkk. 2009. Diagnosis Fisis pada Anak. Jakarta: CV Agung Seto.

Okada H., Kobune F., 2010, Extensive Lymphopenia Due to Apoptosis of Uninfected Lymphocytes in Acute Measles Patient, Arch Virol, 905-920.

Perry R.T., Halsey N.A., 2014, The clinical significance of measles, Oxford journals, 189-196.

Pudjiati, dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis IDAI Jil. 1. IDAI. Jakarta: EGC

Pusponegoro, Hardiono. 2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi I. IDAI. Jakarta

Rampengan, T.H. 2008 Penyakit Infeksi Tropik pada Anak Edisi 2. Jakarta: EGC

17

Soedarmo, dkk. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Topis ed. 2. Badan Penerbit

IDAI. Jakarta: 119

Waldo. E., Neelson, MD. 2000. Ilmu Kesehatan Anak (Neelson Textbook Of Pediatri). Edisi 15. Jakarta. EGC.

18

Related Documents

Referat Zadi- Morbilli.docx
October 2019 12
Zadi Foundation Bgd
May 2020 3
Form 1 Zadi Rev.docx
October 2019 11
Referat
May 2020 53
Referat Skizoid.docx
April 2020 17
Referat Carotid.docx
November 2019 20

More Documents from "Fairuz Majid"

Sken D - Chf.docx
October 2019 8
Referat Zadi- Morbilli.docx
October 2019 12
Form 1 Zadi Rev.docx
October 2019 11
Tpp Fix Laporan!.docx
October 2019 26