Referat Trauma Kimia_zuhaifah.docx

  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Trauma Kimia_zuhaifah.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,165
  • Pages: 29
REFERAT TRAUMA KIMIA PADA MATA

OLEH Zuhaifah Inayah M.S, S.Ked

PEMBIMBING Dr. Eunike Cahyaningsih, Sp.M Dr. Indriani Kartika Dewi, Sp.M

SMF ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA RSUD PROF. DR. W.Z JOHANNES KUPANG 2019

BAB 1 PENDAHULUAN Mata merupakan organ yang keberadaannya berhubungan langsung dengan lingkungan luar sehingga sering menyebabkan mata terkena dampak dari posisi anatominya tersebut. Mata sering terpapar dengan keadaan lingkungan sekitar seperti udara, debu, benda asing dan suatu trauma yang dapat langsung mengenai mata. Trauma pada mata meliputi trauma tumpul, trauma tajam, trauma kimia, dan trauma radiasi. Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan pada mata. Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan oftalmologi karena dapat menyebabkan cedera pada mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata, baik ringan atau berat bahkan sampai kehilangan penglihatan.1,2 Bahan kimia yang dapat mengakibatkan kelainan pada mata dapat dibedakan dalam bentuk trauma asam dan trauma basa atau alkali. Pengaruh bahan kimia sangat bergantung pada pH , kecepatan dan jumlah bahan kimia yang mengenai mata. Trauma kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH < 7 ataupun zat basa pH > 7. Tingkat keparahan trauma dikaitkan dengan jenis, volume, konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat kimia tersebut. Mekanisme cedera antara asam dan basa sedikit berbeda.1 Trauma dapat mengakibatkan kekeruhan pada bola mata. Kerusakan mata dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan. Penyebab trauma pada mata dapat diklasifikasikan sebagai berikut:3  Trauma kimia (chemical injury)  Trauma benda asing pada mata (foreign bodies)  Trauma tembus bola mata (penetrating injury)

 Trauma tumpul (blunt injury)  Trauma mata yang bersamaan trauma kepala (assosiated with head injury)  Trauma thermal/luka bakar (welding burns) Sekitar 1 juta orang di Amerika Serikat mengalami gangguan penglihatan akibat trauma. 75% dari kelompok tersebut buta pada satu mata, dan sekitar 50.000 menderita cedera serius yang mengancam penglihatan setiap tahunnya. Setiap hari lebih dari 2000 pekerja di amerika Serikat menerima pengobatan medis karena trauma mata pada saat bekerja. Lebih dari 800.000 kasus trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan terjadi setiap tahunnya.4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Anatomi dan Fisiologi Mata Mata merupakan alat indra yang terdapat pada manusia. Secara konstan mata

menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek yang dekat dan jauh, serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang dengan segera dihantarkan ke otak. Struktur dari mata meliputi sklera, konjungtiva, kornea, pupil, iris, lensa, retina, saraf optikus, humor aqueus, serta humor vitreus.5

Gambar Anatomi Mata

2.1.1

Kelopak Mata Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta

mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan komea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedangkan di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Pada kelopak mata terdapat bagian-bagian antara lain, kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat, kelenjar Zeis pada pangkal rambut dan kelenjar meibom pada tarsus.1 2.1.2

Sklera Bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea merupakan

pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera berjalan dari papil saraf optik sampai kornea. Sklera sebagai dinding bola mata merupakan jaringan yang kuat, tidak bening, tidak kenyal dan tebalnya kira-kira 1 mm. Sklera anterior ditutupi oleh 3 lapis jaringan ikat vaskular. Sklera mempunyai kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola mata.1 2.1.3

Konjungtiva Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian

belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Selaput ini mencegah benda-benda asing di dalam mata seperti bulu mata atau lensa kontak (contact lens), agar tidak tergelincir ke belakang mata. Bersama-sama dengan kelenjar lacrimal yang memproduksi air mata, selaput ini turut menjaga agar cornea tidak kering. Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu : konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya, dan konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi. 1,6

2.1.4

Kornea Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian

selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas lapis Epitel, Membran Bowman, Stroma, membrane Descement dan Endotel. Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.1

Gambar Histologi Kornea 2.1.5

Pupil Pupil merupakan lubang ditengah iris yang mengatur banyak sedikitnya cahaya

yang masuk. Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf simpatis. Orang dewasa ukuran pupil adalah sedang, dan orang tua pupil mengecil

akibat rasa silau yang dibangkitkan oleh lensa yang sclerosis. Pada waktu tidur pupil mengalami pengecilan akibat dari berkurangnya rangsangan simpatis dan kurang rangsangan hambatan miosis. Mengecilnya pupil berfungsi untuk mencegah aberasi kromatis pada akomodasi dan untuk memperdalam fokus seperti pada kamera foto yang diafragmanya dikecilkan. 2.1.6

Iris Iris adalah jaringan berwarna yang berbentuk cincin, menggantung di belakang

kornea dan di depan lensa; berfungsi mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata dengan cara merubah ukuran pupil. 2.1.7

Lensa Lensa merupakan badan yang bening, bikonveks 5 mm tebalnya dan

berdiameter 9 mm pada orang dewasa. Permukaan lensa bagian posterior lebih melengkung daripada bagian anterior. Kedua permukaan tersebut bertemu pada tepi lensa yang dinamakan ekuator. Lensa mempunyai kapsul yang bening dan pada ekuator difiksasi oleh zonula Zinn pada badan siliar. Lensa pada orang dewasa terdiri atas bagian inti (nukleus) dan bagian tepi (korteks). Nukleus lebih keras daripada korteks. Dengan bertambahnya umur, nukleus makin membesar sedang korteks makin menipis, sehingga akhirnya seluruh lensa mempunyai konsistensi nukleus.6 2.1.8

Retina Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor dan

akan meneruskan rangsangan cahaya yang diterimanya berupa bayangan. Dalam retina terdapat makula lutea atau bintik kuning yang merupakan bagian kecil dari retina dan area sensitif paling rentan pada siang hari.1 2.1.9

Saraf Optikus Saraf optikus adalah kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan visuil

dari retina ke otak. Saraf optik yang keluar dari polus posterior bola mata membawa 2 jenis serabut saraf , yaitu saraf penglihatan dan serabut pupilomotor.

2.1.10 Humor aqueus Humor aqueus adalah cairan jernih dan encer yang mengalir diantara lensa dan kornea (mengisi segmen anterior mata), serta merupakan sumber makanan bagi lensa dan kornea; dihasilkan oleh prosesus siliaris. 2.1.11 Humor vitreus Humor vitereus adalah gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di depan retina (mengisi segmen posterior mata). Bola mata terbagi menjadi 2 bagian, masing-masing terisi oleh cairan: 1. Segmen anterior : mulai dari kornea sampai lensa, berisi humor aqueus yang merupakan sumber energi bagi struktur mata di dalamnya. Segmen anterior sendiri terbagi menjadi 2 bagian (bilik anterior : mulai dari kornea sampai iris, dan bilik posterior : mulai dari iris sampai lensa). Dalam keadaan normal, humor aqueus dihasilkan di bilik posterior, lalu melewati pupil masuk ke bilik anterior kemudian keluar dari bola mata melalui saluran yang terletak ujung iris. 2. Segmen posterior : mulai dari tepi lensa bagian belakang sampai ke retina, berisi humor vitreus yang membantu menjaga bentuk bola mata.

2.2

Definisi Trauma kimia adalah trauma pada mata yang disebabkan substansi dengan pH

yang tinggi (basa) atau yang rendah (asam), bahan kimia dikatakan bersifat asam bila mempunyai pH < 7 dan dikatakan bersifat basa bila mempunyai pH > 7. Trauma kimia biasanya disebabkan bahan-bahan yang terpapar pada wajah dan berkisar pada tingkat keparahan dari yang ringan iritasi sampai yang berat yang mengakibatkan gangguan fungsi dan anatomi.7 2.3

Epidemiologi Prevalensi trauma kimia pada tahun 2000 sekitar 1 juta orang di Amerika

Serikat mengalami gangguan penglihatan akibat trauma, 75% dari kelompok tersebut buta pada satu mata, dan sekitar 50.000 menderita cedera serius yang mengancam penglihatan setiap tahunnya. Setiap hari lebih dari 2000 pekerja di amerika Serikat

menerima pengobatan medis karena trauma mata pada saat bekerja. Lebih dari 800.000 kasus trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan terjadi setiap tahunnya.4 Trauma kimia lebih sering terjadi pada laki-laki (58,4%) dibandingkan pada perempuan (41,6%). Usia rata-rata adalah 30-40 tahun, dengan agen kimia yang paling umum adalah kosmetik dan bahan kimia otomotif.8 Trauma okular berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Sebagian besar (84%) merupakan trauma kimia. Rasio frekuensi bervariasi trauma asam:basa antara 1:1 sampai 1:4. Secara international, 80% dari trauma kimiawi dikarenakan oleh pajanan karena pekerjaan.4 2.4

Etiologi dan Patofisiologi8,9,10,11 Substansi kimia yang biasanya menyebabkan trauma pada mata digolongkan

menjadi dua kelompok : 1.

Alkali/Basa Bahan alkali yang biasanya menyebabkan trauma kimia adalah: a.

Amonia (NH3), zat ini banyak ditemukan pada bahan pembersih rumah tangga, zat pendingin, dan pupuk.

b.

NaOH, sering ditemukan pada pembersih pipa.

c.

Potassium hydroxide (KOH), seperti caustic potash.

d.

Magnesium Hydroxide (Mg(OH)2) seperti pada kembang api

e.

Lime(Ca(OH)2), seperti pada perekat, mortar, semen dan kapur.

Basa terdisosiasi menjadi ion hidroksil dan kation di permukaan bola mata. Ion hidroksil membuat reaksi saponifikasi pada membran sel asam lemak, sedangkan kation berinteraksi dengan kolagen stroma dan glikosaminoglikan. Jaringan yang rusak ini menstimulasi respon inflamasi, yang merangsang pelepasan enzim proteolitik, sehingga memperberat kerusakan jaringan. Interaksi ini menyebabkan penetrasi lebih

dalam melalui kornea dan segmen anterior. Hidrasi lanjut dari glikosaminoglikan menyebabkan kekeruhan kornea.Kolagenase yang terbentuk akan menambah kerusakan kolagen kornea.Berlanjutnya aktivitas kolagenase menyebabkan terjadinya perlunakan kornea. Hidrasi kolagen menyebabkan distorsi dan pemendekan fibril sehingga terjadi perubahan pada jalinan trabekulum yang selanjutnya dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Mediator inflamasi yang dikeluarkan pada proses ini merangsang pelepasan prostaglandin yang juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Basa yang menembus dalam bola mata akan dapat merusak retina sehingga akan berakhir dengan kebutaan penderita. Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat gawat pada mata. Basa akan menembus dengan cepat ke kornea, bilik mata depan dan sampai pada jaringan retina. Proses yang terjadi disebut nekrosis liquefactive. Bahan akustik soda dapat menembus ke dalam bilik mata depan dalam waktu 7 detik. Penyulit yang dapat ditimbulkan oleh trauma basa adalah simblefaron, kekeruhan kornea, edema dan neovaskularisasi kornea, katarak, disertai dengan terjadi ftisis bola mata.Penyulit jangka panjang dari luka bakar kimia adalah glaukoma sudut tertutup, pembentukan jaringan parut kornea, simblefaron, entropion, dan keratitis sika. Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Trauma basa akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea, kamera okuli anterior sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses safonifikasi, disertai dengan dehidrasi.

Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai dengan disosiasi asam lemak membrane sel. Akibat safonifikasi membran sel akan mempermudah penetrasi lebih lanjut zat alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi penggumpalan sel kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat edema kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh darah baru atau neovaskularisasi. Akibat membran sel basal epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya melalui plasminogen aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivator dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen kornea. Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan ulkus kornea dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar.

2.

Asam Bahan asam yang menyebabkan trauma adalah: a. Sulfuric acid (H2SO4), contohnya aki mobil, bahan pembersih (industry). b. Sulfurous acid (H2SO3), pada pengawet sayur dan buah. c. Hydrofluoric acid (HF), efeknya sama bahayanya dengan trauma alkali. Ditemukan pada pembersih karat, pengilat aluminium, penggosok kaca. d. Acetic acid (CH3COOH), pada cuka. e. Hydrochloric acid (HCl) 31-38%, zat pembersih. Trauma asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion

dalam kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH, sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground glass dari stroma korneal yang mengikuti trauma akibat asam.Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.

Asam hidroflorida adalah satu pengecualian.Asam lemah ini secara cepat melewati membran sel, seperti alkali.Ion fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan memungkinkan menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan magnesium membentuk insoluble complexes.Nyeri local yang ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium, yang berujung pada stimulasi saraf dengan pemindahan ion potassium. Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari jaringan terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang-kadang seluruh epitel kornea terlepas. Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan di kornea. Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa.Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya kerusakan hanya pada bagian superfisial saja. Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan jaringan. Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam. Bila mata terkena trauma suatu bahan asam maka akan terjadi peristiwa berikut: a. Pada minggu pertama : -

Terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, demikian pula terjadi koagulasi protein konjungtiva bulbi. Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak asam dengan jaringan.

-

Akibat koagulasi protein ini kadang-kadang seluruh kornea terkelupas

-

Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam seperti stroma kornea, keratosit dan endotel kornea

-

Bila terjadi penetrasi jaringan yang lebih dalam akan terjadi edem kornea, iritis, dan katarak

-

Bila trauma disebabkan asam lemah maka regenerasi epitel akan terjadi dalam beberapa hari dan kemudian sembuh

-

Bila trauma disebabkan asam kuat maka stroma kornea akan berwarna kelabu infiltrasi sel radang ke dalamnya. Infiltrasi sel ke dalam stroma oleh bahan asam terjadi dalam waktu 24 jam

-

Beberapa menit atau beberapa jam sesudah trauma asam konjungtiva bulbi menjadi hiperemis dan kemotik. Kadang-kadang terdapat perdarahan pada konjungtiva bulbi.

-

Tekanan bola mata akan meninggi pada hari pertama, yang kemudian dapat menjadi normal atau merendah.

b. Pada minggu 1-3 : -

Umumnya trauma asam mulai sembuh pada minggu kesatu sampai ketiga ini 

-

Pada trauma asam yang berat akan terbentuk ulkus kornea dengan vaskularisasi yang bersifat progresif 

-

Keadaan terburuk akibat trauma asam pada saat ini ialah berupa vaskularisasi berat pada kornea 

-

Trauma asam sesudah 3 minggu: 

-

Trauma asam yang tidak sangat berat akan sembuh sesudah 3 minggu 

-

Pada endotel dapat terbentuk membran fibrosa yang merupakan bentuk penyembuhan kerusakan endotel 

c. Trauma asam setelah minggu ke-3 : -

Trauma asam yang tidak sangat berat akan sembuh sesudah 3 minggu 

-

Pada endotel dapat terbentuk membran fibrosa yang merupakan bentuk penyembuhan kerusakan endotel 

Gambar mata akibat Trauma Asam 2.5

Klasifikasi7,9,10 Trauma kimia pada mata dapat diklasifikasikan sesuai dengan derajat

keparahan yang ditimbulkan akibat bahan kimia penyebab trauma. Klasifikasi ini juga bertujuan untuk penatalaksaan yang sesuai dengan kerusakan yang muncul serta indikasi penentuan prognosis. Klasifikasi ditetapkan berdasarkan tingkat kejernihan kornea dan keparahan iskemik limbus. Selain itu klasifikasi ini juga untuk menilai patensi dari pembuluh darah limbus (superfisial dan profunda). 1. Derajat 1: kornea jernih dan tidak ada iskemik limbus (prognosis sangat baik) 2. Derajat 2: kornea berkabut dengan gambaran iris yang masih terlihat dan terdapat kurang dari 1/3 iskemik limbus (prognosis baik) 3. Derajat 3: epitel kornea hilang total, stroma berkabut dengan gambaran iris tidak jelas dan sudah terdapat ½ iskemik limbus (prognosis kurang) 4. Derajat 4: kornea opak dan sudah terdapat iskemik lebih dari ½ limbus (prognosis sangat buruk) Kriteria lain yang perlu dinilai adalah seberapa luas hilangnya epitel pada kornea dan konjungtiva, perubahan iris, keberadaan lensa dan tekanan intra okular.

Grade

Kornea

Konjungtiva

Prognosis

I

Erosi kornea

Iskemia (-)

Baik

II

Keruh, detail iris jelas

Iskemia < 1/3 limbus

Baik

III

Kerusakan epitel total, stroma

Iskemia 1/3 – ½ limbus

Kurang baik

Iskemia > ½ limbus

Jelek

keruh, detail iris kabur IV

Keruh/putih, detail iris tak tampak

Klasifikasi tingkat keparahan akibat trauma kimia berdasarkan Hughes : 1. Ringan :

a. erosi kornea b. kornea agak keruh c. tidak ada iskemia , nekrosis konjungtiva dan sklera

2. Sedang :

a. kornea keruh , detail iris tak tampak . b. iskemia , nekrosis konjungtiva dan sklera minimal

3. Berat :

a. pupil tak tampak b. konjungtiva dan sklera kemosis hebat , pucat (blanching)

2.6

Diagnosis5,7,10,12 Diagnosa pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis, anamnesis

dan pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak dilakukan dikarenakan trauma kimia pada mata merupakan kasus gawat darurat sehingga hanya diperlukan anamnesa singkat. 2.6.1. Gejala Klinis 

Visus menurun



Kelopak mata bengkak , kadang ada luka bakar



Konjungtiva hiperemia , kemosis , karena bahan kimia basa bisa terjadi iskemia dan nekrosis konjungtiva dan sklera tergantung berat ringannya keadaan .



Kornea edema , tes fluoresin (+) / erosi sampai kekeruhan kornea yang hebat .

2.6.2 Anamnesa Pada anamnesa sering sekali pasien menceritakan telah tersiram cairan atau tersemprot gas pada mata atau partikel-partikelnya masuk ke dalam mata. Diagnosis trauma kimia pada mata lebih sering didasarkan pada anamnesis dibandingkan atas dasar tanda dan gejala. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri dengan derajat yang bervariasi, fotofobia, penurunan penglihatan serta adanya halo di sekitar cahaya.

Perlu diketahui apa persisnya zat kimia dan bagaimana terjadinya trauma tersebut (misalnya tersiram sekali atau akibat ledakan dengan kecepatan tinggi) serta kapan terjadinya trauma tersebut. Perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau saat cedera terjadi. Onset dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi secara tiba tiba. Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran umum trauma. Dan harus dicurigai adanya benda asing intraokular apabila terdapat riwayat salah satunya apabila trauma terjadi akibat ledakan. 2.6.3

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang terkena zat

kimia sudah terigasi dengan air dan pH permukaan bola mata sudah netral. Obat anestesi topikal atau lokal sangat membantu agar pasien tenang, lebih nyaman dan kooperatif sebelum dilakukan pemeriksaan. Setelah dilakukan irigasi, pemeriksaan dilakukan dengan perhatian khusus untuk memeriksa kejernihan dan keutuhan kornea, derajat iskemik limbus, tekanan intra okular, konjungtivalisasi pada kornea, neovaskularisasi, peradangan kronik dan defek epitel yang menetap dan berulang. Pada pemeriksaan fisik dan oftalmologi dapat dijumpai adalah defek epitel kornea, dapat ringan berupa keratitis pungtata sampai kerusakan seluruh epitel. Secara umum dari pemeriksaan fisik dapat dijumpai : 

Kekeruhan kornea yang dapat bervariasi dari kornea jernih sampai opasifikasi total sehingga menutupi gambaran bilik mata depan.



Perforasi kornea. Sangat jarang terjadi, biasa pada trauma berat yang penyembuhannya tidak baik.



Reaksi inflamasi bilik mata depan, dalam bentuk flare dan cells. Temuan ini biasa terjadi pada trauma basa dan berhubungan dengan penetrasi yang lebih dalam. 



Peningkatan tekanan intraokular



Kerusakan / jaringan parut pada adneksa. Pada kelopak mata hal ini menyebabkan kesulitan menutup mata sehingga meng-exspose permukaan bola yang telah terkena trauma.



Inflamasi konjungtiva.



Iskemia perilimbus



Penurunan tajam penglihatan yang terjadi karena kerusakan epitel dan kekeruhan kornea Pada trauma derajat ringan sampai sedang biasanya yang dapat ditemukan berupa kemosis, edema pada kelopak mata, luka bakar derajat satu pada kulit sekitar, serta adanya sel dan flare pada bilik mata depan. Pada kornea dapat ditemukan keratitis pungtata sampai erosi epitel kornea dengan kekeruhan pada stroma. Sedangkan pada derajat berat mata tidak merah, melainkan putih karena terjadinya iskemia pada pembuluh darah konjungtiva. Kemosis lebih jelas, dengan derajat luka bakar yang lebih berat pada kulit sekitar mata, serta opasitas pada kornea.

2.6.4 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah pemeriksaan pH bola mata secara berkala dengan kertas lakmus. Irigasi pada mata harus dilakukan sampai tercapai pH normal. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit lamp bertujuan untuk mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan intraocular.

Diagnosis banding dari trauma kimia asam adalah trauma kimia basa. Perbedaannya terdapat pada kerusakan yang ditimbulkan, kemampuan penetrasi pada organ mata, mekanisme terjadinya kerusakan pada mata, derajat kerusakan dan prognosisnya.

2.7

Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma

ataupun jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama dalam mengatasi kasus trauma okular adalah memperbaiki penglihatan, mencegah terjadinya infeksi, mempertahankan struktur dan anatomi mata, mencegah sekuele jangka

panjang. Trauma kimia merupakan satu-satunya jenis trauma yang tidak membutuhkan anamnesa dan pemeriksaan secara teliti. Tatalaksana trauma kimia mencakup: 

Penatalaksanaan Emergency13 1. Irigasi mata, sebaiknya menggunakan larutan Salin atau Ringer laktat selama

minimal 30 menit. Jika hanya tersedia air non steril, maka air tersebut dapat digunakan. Larutan asam tidak boleh digunakan untuk menetralisasi trauma basa. Spekulum kelopak mata dan anestetik topical dapat digunakan sebelum dilakukan irigasi. Tarik kelopak mata bawah dan eversi kelopak mata atas untuk dapat mengirigasi forniks. 2. Lima sampai sepuluh menit setelah irigasi dihentikan, ukurlah pH dengan

menggunakan kertas lakmus. Irigasi diteruskan hingga mencapai pH netral (pH=7.0) 3. Jika pH masih tetap tinggi, konjungtiva forniks diswab dengan menggunakan

moistened cotton-tipped applicator atau glass rod. Penggunaan Desmarres eyelid retractor dapat membantu dalam pembersihan partikel dari forniks dalam. 

Penatalaksanaan Medikamentosa13,14 Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian obat-obatan seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik profilaksis selama 7 hari. Sedangkan pada trauma kimia berat, pemberian obat-obatan bertujuan untuk mengurangi inflamasi, membantu regenerasi epitel dan mencegah terjadinya ulkus kornea. 1. Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil. Namun pemberian steroid dapat menghambat penyembuhan stroma dengan menurunkan sintesis kolagen dan menghambat migrasi fibroblas. Untuk itu steroid hanya diberikan secara inisial dan di tappering off setelah 7-10 hari. Dexametason 0,1% ED dan Prednisolon 0,1% ED diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat diberikan Prednisolon IV 50-200 mg

2. Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia posterior. Atropin 1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari. 3. Asam askorbat

mengembalikan keadaan jaringan scorbutik

dan

meningkatkan penyembuhan luka dengan membantu pembentukan kolagen matur oleh fibroblas kornea. Natrium askorbat 10% topikal diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis sitemik dapat diberikan sampai dosis 2 gr. 4. Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan tekanan intra okular dan mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder. Diberikan secara oral asetazolamid (diamox) 500 mg. 5. Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis. Tetrasiklin efektif untuk menghambat kolagenase, menghambat aktifitas netrofil dan mengurangi pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan antara topikal dan sistemik (doksisiklin 100 mg). 6. Asam hyaluronik untuk membantu proses re-epitelisasi kornea dan menstabilkan barier fisiologis. Asam Sitrat menghambat aktivitas netrofil dan mengurangi respon inflamasi. Natrium sitrat 10% topikal diberikan setiap 2 jam selama 10 hari. Tujuannya untuk mengeliminasi fagosit fase kedua yang terjadi 7 hari setelah trauma. 

Pembedahan13,14 1. Segera. Pembedahan yang sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi limbus, mengembalikan populasi sel limbus dan mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur berikut dapat digunakan untuk pembedahan: 

Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan untuk mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan ulkus kornea.



Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau dar donor (allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea menjadi normal.



Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis

2. Lanjut. Penanganan bedah pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut: 

Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands dan simblefaron.



Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.



Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.



Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik, hal ini untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.



Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.



Penatalaksanaan berdasarkan fase lamanya trauma kimia dapat dibagi menjadi:10,12,14,15 a. Fase kejadian (immediate) Tujuan tindakan pada fase ini adalah untuk menghilangkan materi penyebab sebersih mungkin.Tindakan ini merupakan tindakan yang utama dan harus dilakukan sesegera mungkin, sebaiknya pasien langsung mencuci matanya di rumah sesaat setelah kejadian. Tindakan yang dilakukan adalah irigasi bahan kimia meliputi pembilasan yang dilakukan segera dengan anestesi topikal terlebih dahulu.Pembilasan dilakukan dengan larutan steril sampai pH air mata kembali normal.Jika ada benda asing dan jaringan bola mata yang nekrosis harus dibuang. Bila diduga telah terjadi penetrasi bahan kimia kedalam bilik mata depan maka dilakukan irigasi bilik mata depan dengan larutan RL. 

Teknik irigasi : 1. Jelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan. 2. Gunakan anestesi lokal jika diperlukan.

3. Buka kelopak mata secara hati-hati dengan penekanan di tulang, bukan di bola mata. 4. Bilas kornea dan forniks secara lembut menggunakan larutan steril 30 cm di atas mata. 5. Bersihkan semua partikel dengan menggunakan kapas aplikator atau dengan forceps. 6. Lakukan pembilasan juga pada konjungtiva palpebral dengan mengeversi kelopak mata. b. Fase Akut (sampai 7 hari) Tujuan tindakan pada fase ini adalah mencegah terjadinya penyulit dengan prinsip sebagai berikut : a. Mempercepat proses reepitelisasi kornea. Untuk perbaikan kolagen bisa digunakan asam askorbat.Disamping itu juga diperlukan pemberian air mata buatan untuk mengatasi pengurangan sekresi air mata karena hal ini juga berpengaruh pada epitelisasi. b. Mengontrol tingkat peradangan : -Mencegah infiltrasi sel-sel radang -Mencegah pembentukan enzim kolagenase. Mediator inflamasi dapat menyebabkan nekrosis jaringan dan dapat menghambat reepitelisasi sehingga perlu diberikan topikal steroid. Tapi pemberian kortikosteroid ini baru diberikan pada fase pemulihan dini. c. Mencegah infeksi sekuder d. Mencegah peningkatan TIO e. Suplemen/antioksidan f. Tindakan pembedahan c. Fase Pemulihan Dini (hari ke-7 sampai hari ke-21) Tujuan tindakan pada fase ini adalah membatasi penyulit lanjut setelah fase akut. Yang menjadi masalah adalah :

-

Hambatan reepitelisasi kornea

-

Gangguan fungsi kelopak mata

-

Hilangnya sel goblet

-

Ulserasi stroma yang dapat menjadi perforasi kornea

d. Fase Pemulihan Akhir (setelah hari ke-21) Tujuan pada fase ini adalah rehabilitasi fungsi penglihatan dengan prinsip: o

Optimalisasi fungsi jaringan mata (kornea, lensa dan seterusnya) untuk penglihatan.

o

Pembedahan. Jika sampai fase pemulihan akhir reepitelisasi tidak juga sukses, maka sangat penting untuk dilakukan operasi.

2.8

Komplikasi Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma, dan

jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma kimia pada mata antara lain: 11,12,14 1.

Simblefaron adalah adhesi antara konjungtiva palpebra dan konjungtiva

bulbi. Dengan gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus, sehingga kornea dan penglihatan terganggu. 2.

Kornea keruh, edema, neovaskuler akibat adanya denaturasi protein dan

kerusakan pada struktur kornea akibat zat kimia 3.

Sindroma mata kering.

4.

Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering

menyebabkan katarak. Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pH cairan akuos dan menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun perlahan-lahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata maka jarang terjadi katarak traumatik.

5.

Glaukoma sudut tertutup yang terjadi akibat tebentuk sumbatan pada

drainase cairan aqueous humour 6.

Entropion dan phthisis bulbi. Keadaan ini terjadi akibat komplikasi

jangka panjang pada trauma kimia. 2.9

Prognosis11,14 Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab

trauma tersebut. Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva merupakan

salah

satu

indikator

keparahan

trauma

dan

prognosis

penyembuhan.Iskemik yang paling luas pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva memberikan prognosis yang buruk. Bentuk paling berat pada trauma kimia ditunjukkan dengan gambaran cooked fish eye dimana prognosisnya adalah yang paling buruk, dapat terjadi kebutaan. Kebanyakan kasus dapat sembuh sempurna meskipun ada juga yang disertai komplikasi seperti glaukoma, kerusakan kornea, dry eye syndrome dan beberapa kasus menimbulkan kebutaaan.

Gambar cooked fish eye

BAB 3 KESIMPULAN Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan oftalmologi.Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut. Mekanisme cedera antara trauma asam dan trauma basa sedikit berbeda. Trauma yang disebabkan oleh bahan basa lebih cepat merusak dan menembus kornea dibandingkan bahan asam. Trauma basa biasanya memberikan dampak yang lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat masuk secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke sudut mata depan, bahkan sampai retina. Sementara trauma asam akan menimbulkan koagulasi protein permukaan, dimana merupakan suatu barier pelindung sehingga zat asam tidak penetrasi lebih dalam lagi. Gejala utama yang muncul pada trauma mata adalah epifora, blefarospasme dan nyeri yang hebat yang disertai dengan penurunan fungsi penglihatan. Penatalaksanaan yang terpenting pada trauma kimia adalah irigasi mata dengan segera sampai pH mata kembali normal dan diikuti dengan pemberian obat terutama antibiotik, multivitamin, antiglaukoma, dan lain lain. Terapi pembedahan merupakan pilihan terakhir pada kasus gawat darurat dan gagal dengan terapi non-operatif. Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab trauma tersebut.

DAFTAR PUSTAKA 1. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kelima. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2015 2. Randleman, J.B. Bansal, A. S. Burns Chemical. eMedicine Journal. 2009. 3. Arthur Lim Siew Ming and Ian J. Constable. Color Atlat of Ophthalmology Third Edition. Washington. 2005. 4. Centers for Disease Control and Prevention. Work-related Eye Injuries diakses pada tanggal 8 Februari 2019.http://www.cdc.gov/features/dsworkPlaceEye/ 5. Vaughan DG, Taylor A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika. Jakarta. 2000. 6. Mason H. Anatomy and Physiology of the Eye, in Mason, H. & McCall, S. Visual Impairment: Access to Education for Children and Young People, David Fulton Publishers, London, 1999. p:30-38. 7. American Academy of Ophthalmology. Clinical aspects of toxic and traumatic onjuries of the anterior segment: External Disease and Cornea. BSSC, section8.2016. p: 268-271 8. National Center for Biotechnology Information. The Epidemiology of chemical eye

injuries

diakses

pada

8

Februari

2019.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22667345 9. Tsai, James C. Denniston, Alastair K. Murray, Philip I. Oxford American Handbook of Ophthalmology.2014. Oxford University Press Inc.p84-85 10. Schlote, T. Rohrbach, J. Grueb, M. Mielke, J. Pocket Atlas of ophthalmology.2006. George Theime Verlag. p105-107. 11. James, bruce. Lecture notes on ophthalmology. 9th edition. Blackwell scientific.2003.p1-16,p194-195.

12. Drake B, Paterson R, Tabin G, Butler F, Cushing T. Treatment of Eye Injuries and Illnesses in the Wilderness.2012. Denver Health Medical Center. Denver,wilderness and environmental medicine 23, 325–336 13. Lippinot Williams, Wilkins. The Wills Eye Manual. Office and Emergency Room Diagnosis and Treatment of Eye Disease. Sixth Edition. 2012 14. Kanski, JJ. Chemical Injuries, 2000. Clinical Opthalmology. Edisi keenam. Philadelphia: Elseiver Limited. 15. Fish R, Davidson R. Management of ocular thermal and chemical injuries, including amniotic membrane therapy.2010. University of Colorado School of Medicine, Opinion in Ophthalmology 2010, 21:317–321

Related Documents

Referat Trauma Kepala.docx
November 2019 16
Trauma
November 2019 49
Trauma
April 2020 45
Trauma
April 2020 36