BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL
REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
Maret, 2019
UNIVERSITAS TADULAKO
ANALOGY, DIGITAL AND HYBRID HEARING AID
Disusun Oleh : AYUROSITA N 111 17 156
Pembimbing Klinik : dr. Bastiana, M.Kes., Sp.THT-KL
DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO PALU 2019
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :
Nama
: AYUROSITA
No. Stambuk
: N 111 17 156
Fakultas
: Kedokteran
Judul Referat
: ANALOGY, DIGITAL AND HYBRID
HEARING
AID Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan – Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako.
Palu Maret 2019 Mengetahui,
Pembimbing
dr. Bastiana, M.Kes. Sp. THT-KL
Co-Assisten
Ayurosita
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PENGESEHAN
ii
DAFTAR ISI
iii
I.
PENDAHULUAN
1
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2
BAB I PENDAHULUAN
Hearing aid atau alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dirancang untuk membantu orang yang kehilangan pendengarannya. Kebanyakan kehilangan pendengaran pada orang dewasa secara permanen (tidak dapat diobati secara medis ataupun dengan pembedahan). Tetapi dalam banyak kasus sebuah alat bantu pendengaran dapat membantu. Seberapa besar alat bantu pendengaran membantu, bervariasi tergantung individunya, tingkat kehilangan pendengaran, keadaan lingkungannya. Salah satu kelemahan alat bantu dengar (hearing aid) adalah menguatkan semua gelombang suara yang diterima, termasuk suara yang tidak diinginkan (back-ground noise). Bahkan tidak jarang dalam situasi ramai, suara bising dari latar belakang ini justru dominan sehingga menutup suara yang diinginkan. Salah satu pemecahan yang cerdas adalah dengan menerapkan teknologi digital, di mana gelombang suara yang diterima mikrofon alat bantu dengar dipisahkan secara digital dan hanya menguatkan sinyal suara yang dibutuhkan. Dengan cara digital ini bukan hanya suara yang diharapkan bisa lebih jelas, tetapi juga sangat menekan noise internal yang dihasilkan alat bantu dengar itu sendiri.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Telinga Telinga terdiri atas telinga bagian Keluar, telinga bagian Tengah dan telinga bagian dalam.
a. Telinga bagian Luar Telinga luar terdiri dari pinna, meatus akustikus eksterna dan membran timpani (eardrum). Pinna adalah struktur menonjol yang merupakan kartilago terbalut kulit. Fungsi utamanya adalah mengumpulkan dan menghubungkan suara menuju meatus akustikus eksterna.
Telinga (Aurikula) aurikula mempunyai kerangka dari tulang rawan yang dilapisi oleh kulit. Di bagian anterior aurikula, kulit tersebut melekat erat
pada perikondrium sedangkan dibagian posterior kulit melekat secara longgar. Bagian aurikula yang tidak mempnyai tulang rawan disebut lobulus.
Liang telinga ( Meatus Akustikus Eksterna-MAE) MAE
merupakan saluran yang menuju ke arah telinga tengah dan berakhir membran timpani. MAE mempunyai diametr 0,5 cm dan panjang 2,5-3 cm. MAE merupakan saluran yang tidak lurus, tapi berbelok dari arah postero-superior di bagian luar ke arah antero-inferior. Selain itu, terdapat penyempitan dibagian medial yang dinamakan ismus. Dinding MAE sepertiga bagian lateral dibentuk oleh tulang rawan yang merupakan kelanjutan dari tulang rawan aurikula dan disebut pars kartilagenus. Bagian ini bersifat elastis dan dilapisi kulit yang melekat erat pada perikondrium. Kulit pada bagian ini mengandung jaringan subkutan, folikel rambut, kelenjar lemak (Glandula sebacea) dan kelenjar serumen (glandula Ceruminosa). Dinding MAE dua pertiga bagian medial dibentuk oleh tulang dan disebur pars osseus. Kulit yang meliputi bagian ini sangat tipis dan melekat erat pada periosteum. Pada bagian ini tidak didapatkan folikel rambut ataupun kelenjar. Dengan demikian dapat dimengerti jika serumen dan furunkel hanya dapat ditemukan di sepertiga bagian lateral MAE. Pada daerah telinga dijumpai adanya bebrbagai saraf sensorik yang merupakan cabang dari N.X( N.Arnold ), N. V (N. Aurikulotemporalis), N. VII, N.IX dan cabang dari N. Servikalis 2 dan Servikalis 3 (N. Aurikula Magnus ) aliran getah bening dari MAE dan Aurikula menuju ke Kelenjar-kelenjar getah bening di daerah parotis, retro-aurikuler dan kelenjar di daerah servikal.
b. Telinga bagian tengah Terdiri dari 3 tulang pendengaran utama yakni maleus atau Martil, incus atau Landasan, dan Stapes atau Sanggurdi
Telinga Tengah merupakan ruangan yang berisi udara dan terletak didalam tulang temporal. Auris media terdiri dari : 1. Kavum timpani 2. Tube Eustachius 3. Mastoid yang terdiri dari antrum dan selula mastoid Semua ruangan yang membentuk auris media dilapisi oleh mukosa dengan epitel selapis kubis yang sama dengan mukosa kavum nasi dan nasofaring. Selain itu, mukosa auris media merupakan kelanjutan mukosa nasofaring dan mukosa tuba eustachius. Secara klinis hal ini mempermudah keradangan pada nasofaribg meluas ke kavum timpani dan menimbulkan keradangan pada kavum timpani. Kavum timpani merupakan bagian terpenting dari auris media, mengingat
banyaknya
struktur
yang
ada
didalamnya
yaitu
tulang,otot,ligamen,saraf, dan pembuluh darah. Kavum timpani dapat dibayangkan sebagai kotak dengan dinding enam, dan dindingnya berbatsan dengan organ-organ penting. Jarak anterior sampai medial adalah 6 mm, tempat ada bagian tersempit yang hanya berjarak 2 mm. Kavum timpani dibagi menjadi 3 bagian yaitu epitimpanum, mesotimpanum dan hipotimpanum. Pada kavum timpani terdapat :
a. Osikula yang terdiri atas : Maleus, dengan bagian bagiannya yaitu kaput, kolum, prosesus brevis, prosesus longus, dan manubrium malei. Kaput malei mengisi epitimpanum, sedangkan bagian yang lain mengisi mesotimpanum. Inkus, terdiri atas kaput, prosesus brevis dan prosesus longus. Sebagian besar bagian inkus mengisi epitimpanium dan hanya sebagian dari prosesus longus yang mengisi mesotimpanum. Stapes, terdiri atas kaput, kolum, krus anterior, krus posterior dan basis. Ketiga tulang pendengaran tersebut satu dengan yang lain dihubungkann dengan suatu persendian, sehingga merupakan suatu rangkaian yang disebut rantai osikula. Basis stapes menutup foramen ovale dengan perantaraan jaringan ikat yang disebut ligamen anulare. Rantai osikula dan gerakan basis stapes sangat penting artinya bagi sistem konduksi pada fungsi pendengaran. b. Muskuli, terdiri dari M. Tensor timpani yang mempunyai fungsi meregangkan
membran
timpani
dan
M.
Stapedius
yang
mempunyai fungsi mengatur gerakan stapes. c. Ligamen, mempunyai fungsi mempertahankan posisi osikula didalam kavum timpani d. Saraf yang berada dalam kavum timpani adalah N. Korda timpani. Saraf ini merupkan cabang dari pars vertikalis N. VII (N. Fasialis). Batas-Batas kavum timpani Kavum timpani yang diibaratkan suatu kotak memounyai batas sebagai berikut : a. Dinding Superior, merupakan tulang yang sangat tipis (1mm) dan merupakan batas antara kavum timpani (Epitimpanum) dengan
fosa kranii media (lobus temporalis). Hal ini menyebabkan radang dalam kavum timpani dapar meluas ke dalam endokranium. b. Dinding inferior, berbentuk tulang tipis yang merupakan pembatas antara hipotimpanum dengan bulbus V. Jugularis. Keadaan ini menyebabkan
radang
dalam
kavum
timpani
dan
dapat
antrum
yang
menimbulkan tromboplebitis. c. Dinding
posterior,
terdapat
aditus
ad
menghubungkan kavum timpani dengan antrum mastoid dan bagian vertikal dari kanal N. VII d. Dinding Anterior, terdapat A. Karotis interna, muara tuba Eustachius dan M. Tensor timpani. e. Dinding Medial, merupakan batas kavum timpani dengan labirin. Di bagian ini terdapat struktur penting yaitu kanalis semisirkularis pars horizontal yang merupakan bagian dari labirin, kanalis N. VII pas horizontal, dan foramen ovale yang ditutup oleh basis stapes. Promontorium berbentuk tonjolan ke arah kavum timpani, merupakan lingkaran pertama koklea. Foramen rotundum ditutup oleh membran yang disebut membrana timpani sekundaria, menjadi batas antara kavum timpani dengan skala timpani (bagian dari labirin) f. Dinding lateral, terdiri atas 2 bagian yaitu pars oseus yang merupakan dinding lateral dari eptelium, membentuk sebagian kecil dari dinding lateral kavum timpani pars membranaseus, yang disebut juga membran timpani. Membran timpani memisahkan kavum timpani dengan meatus akustikus ekterna. Bentuknya seperti kerucut dengan basis oval dan puncak kerucut cekung ke arah medial. Tepi membran timpani disebut margo timpani. Membran timpani terpasang miring dengan melekat pada suatu lekukan tulang yang disebut sulkus timpanikus dengan perantaraan jaringan pada suaty ikat (Annulus timpanicus ).
Bagian atas membran timpani yang berbentuk bulan sabit disebut pars flaksida atau membrana Shrapnelli. Pars flaksida ini lebih tipis dan lebih lentur. Bagian bawah berbentuk oval dengan warna putih mutiara yang disebut pars tensa. Pars tensa ini merupakan bagian terbesar dari membran timpani dan merupakan selaput lebih tebal.
Tuba Eustachius merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring, berbentuk terompet, panjang 37 mm. Tuba eustachius dari kavum timpani menuju nasofaring terletak dengan posisi infero-antero-medial sehingga ada perbedaan ketinggian antara muara pada kavum timpani dengan muara pada nasofaring sekitar 15 mm. Pada bayi, tuba eustchius terletak lebih horizontal, lebih pendek dan lumen lebih lebar sehingga mudah terjadi keradangan telinga tengah. Muara pada kavum timpani selalu terbuka, sedangkan muara pada naso faring selalu terrtutup dan baru terbuka bila ada kontraksi M. Levator dan M. Tensor veli palatini yaitu pada waktu menguap atau
menelan. Fungsi tuba eustachius antara lain adalah untuk menjaga agar tekanan didalam kavum timpani sama dengan tekanan udara luar (1 atm) dan untuk menjamin ventilasi udara didalam kavum timpani. Mastoid Dalam laitan dengan penyakit telinga tengah, terdapat 2 hal penting yang
perlu
dipelajari
tentang mastoid,
yaitu
topografi
dan
pneumatisasi mastoid. a. Topografi Mastoid Dinding anterior mastoid merupakan dinding posterior kavum timpani dan meatus akustikus eksterna. Antrum mastoid dan kavum timpani dihubungkan lewat aditus ad amtrum. Dinding atas antrum mastoid disebut tegmen antri, merupakan dinding tipis seperti juga pada tegmen timpani dan merupakan dinding tulang tipis membatasi mastoid dengan sinus sigmoid. Keadaan ini menyebabkan suatu keradangan dalam mastoid dapat meluas ke endokranium dan ke sinus sigmoid sehingga dapat menimbulkan keradangan di otak maupun tromboplebitis.
b. Penumatisasi Mastoid Proses pneumatisasi ,astoid di dalam prosesus mastoid terjadi setelah bayi lahir. Peetumbuhan dan bentuknya dikenal 4 jenis : 1. Infantil, selula yang terjadi akbibat proses penumatisasi sangat sedikit jumlahnya. Akibatnya bagian korteks di prosesus mastoid sangat tebal sehingga jika terjadi perluasan abses lebih mudah ke arah endokranium. 2. Normal, selula yang terjadi meluas sedemikian rupa sehingga hampir meliputi seluruh prosesus mastoid. Akibatnya bagian
korteks diprosesus mastoid menjadi sangat tipis dan abses mudah pecah keluar sehingga timbul fistel retroaurikuler. 3. Hiperpneumatisasi, selula yang terjadi tidak hanya terbatas pada prosesus mastoid saja, akan tetapi juga meluas sampai os zigomatikum dan bahkan sampai pada apeks piramidalis. Akibatnya, keradangan pada mastoid dapat meluas sampai menimbulkan abses preaurikularis dan bahkan sampai abses supraaurikularis. 4. Sklerotik, berbentuk seperti pneumatisasi tipe infantil. Tipe sklerotik ini terjadi akibat adanya keradangan kronik dalam kavum timpani dan kavum mastoid (otitis media kronika dan mastoiditis). Akibatnya keradangan lebih mudah meluas ke arah tegmen antri, masuk ke fosa kranii media dan timbul meningitis atau abses otak.
c. Telinga bagian dalam Telinga dalam terdiri dari dua bagian yaitu labirin tulang dan labirin membranosa. Labirin tulang merupakan susunan ruangan yang terdapat dalam pars petrosa os temporalis (ruang perilimfatik) dan merupakan salah satu tulang terkeras. Labirin tulang terdiri dari vestibukum, kanalis semisirkularis dan koklea.
Auris interna disebut juga labirin. Di dalamnya terdapat dua alat yang saling berdekatan yaitu organ status (alat Imbang) dan organ auditus (Alat dengar ). Keduanya berbentuk tabung yang masing-masing berisi endolimf dan perilimf. Cairan endolimf keluar melalui duktus endolimfatikus sedangkan cairan perilimf berhubungan dengan likuo serebrospinalis melalui duktus perilimfatikus. Hal ini berakibat bahwa melalui jalur tersebut, keradangan dalam kavum timpani dapat menjalar ke dalam endokranium.
Organ Status Terdiri atas 3 kanalis semisirkularis yaitu kanalis semisurkularis horizontal, kanalis semisirkularis vertikal posterior (Inferior) dan kanalis semisirkularis vertikal anterior (Superior). Alat keseimbangan inilah yang membuat seseorang menjadi sadar akan posisi tubuhnya dalam suatu ruangan. Jika alat ini terganggu akan timbul keluhan pusing atau vertigo. Organ auditus Alat pendengaran terdiri dari koklea yang berbentuk rumah siput dengan dua setengah lingkaran yang akan mengubah getaran suara dari sistem konduksi menjadi sistem saraf. Jika alat ini terganggu akan timbul keluhan kurang pendengaran atau tuli.
2.2 Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga (pinna) dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaranyang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan oval window. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan oval window sehingga perilimf pada skala vestibuli bergerak. 1 Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimf, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.
Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area broadmann 39-40) di lobus temporalis.
2.3 Gangguan Pendengaran
Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural serta tuli campur (mixed deafness). Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan
tuli
konduktif,
sedangkan
gangguan
telinga
dalam
menyebabkan tuli sensorineural, yang terbagi atas tuli koklea dan tuli retrokoklea.3 Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan oleh kelainan atau penyakit ditelinga luar atau di telinga tengah. Pada tuli sensorineural (perseptif) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam), nervus VIII atau di pusat pendengaran, sedangkan tuli campur, disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli sensorineurineural. Tuli campur dapat merupakan satu penyakit, misalnya radang telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam atau merupakan dua penyakit yang berlainan, misalnya tumor nervus VIII (Tuli saraf) dengan radang telingah (Tuli konduktif) 3. Derajat Gangguan Pendengaran4.
2.4 Pemeriksaan Pendengaran Untuk memeriksa pendengaran diperlukan pemeriksan hantaran melalui udara dan melalui tulang dengan memakai garpu tala atau audiometri nada murni. Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli koduktif, bererti ada kelainan di telinga luar atau tengah sednagkan kelainan ditelinga dalam menyebabkan tuli sensorineural 3 Secara fisiologik telinga dapat mendengar nada antara 20 sampai 18.000 Hz. Untuk pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 5002000 Hz. Pemeriksaan pendengaran dilakukan secara kualitatif dengan mempergunakan garpu tala dan kuantitatif menggunakan audiometri. 2.4.1
Tes Penala Pemeriksaan ini merupakan tes kualitatif dengan menggunakan garpu tala 512 Hz. Terdapat beberapa macam tes penala, seperti tes Rinne, tes Weber dan tes Schwabach.3 2.4.1.1 Tes Rinne Tujuan : membandingkan hantaran melalui udara dengan hantaran melalui tulang pada satu telinga penderita.4
Cara kerja : garpu tala digetarkan, letakkan tangkainya tegak lurus pada prosesus mastoid penderita sampai penderita tidak mendengar, kemudian cepat pindahkan ke depan liang telinga penderita kira-kira 2,5 cm.
Interpretasi: Bila penderita masih mendengar disebut Rinne positif, bila penderita tidak mendengar disebut Rinne negatif . Pada tuli campuran, Tes Rinne positif tetapi kadang juga negatif.4 2.4.1.2 Tes Weber Tujuan : Membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga penderita.
Cara kerja : Garpu tala digetarkan, letakkan di garis tengah kepala (verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau di dagu). Apabila bunyi garpu tala terdengar keras padasalah satu telinga disebut weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan, kearah mana bunyi terdengar lebih keras disebut weber tidak ada leteralisasi. Pada tuli campuran, lateralisasi kearah telinga yang sehat.3 2.4.1.3 Tes Schwabach Tujuan
:
Membandingkan
hantaran
tulang
penderita
denganpemeriksa yang pendengarannya normal. Cara kerja : Garpu tala digetarkan, letakkan garpu tala pada prosesus mastoideus penderita sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus pemeriksa. Interpretasi : Bila pemeriksa masih mendengar getaran garpu tala, disebut schwabach memendek. Ini mempunyai arti klinis tuli semsorineural. Bila pemeriksa tidak mendengar getaran garpu tala, maka pemeriksaan diulangi dengan garpu tala diletakkan terlebih dahulu di prosesus mastoideus pemeriksa. Jika penderita masih dapat mendengar disebut schwabach memanjang
(tuli
konduktif)
dan
jika
penderita
tidak
mendengar disebut schwabach normal.4
2.4.1.4 Tes Bing (tes oklusi) Tes bing ialah aplikasi dari apa yang disebut sebagai efek oklusi, dimana garpu tala terdengar lebih keras dari telinga normal ditutup. Bila liang telinga ditutup dan dibuka bergantian saat penala yang bergetar ditempelkan dimastoid, maka telinga normal akan menangkap bunyi yang mengeras dan melemah (bing positif).
Cara pemeriksaan: tragus telinga yang diperiksa ditekan smapai menutup liang telinga, sehingga terdapat tuli konduktif kira-kira 30dB. Penala digetarkan dan diletakkan pada pertengahan kepala (seperti pada tes Weber). Penilaian: bila terdapat lateralisasi ketelingan yang ditutup, berarti telinga tersebut normal. Bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif.3
2.4.1.5 Tes Stenger Tes ini digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (simulasi atau pura-pura tuli).
Cara pemeriksaan: menggunakan prinsip masking. Misalnya pada seseorang yang berpura-pura tuli pada telinga kiri. Dua buah penala yang identik digetarkan dan masing-masing diletakan didepan telinga kiri dan kanan, dengan cara tidak kelihatan oleh yang diperiksa. Penala pertama digetarkan dan diletakkan didepan telinga kanan (yang normal) sehingga jelas terdengar. Kemudian penala yang kedua digetarkan lebih keras dan diletakkan didepan telinga kiri (yang pura-pura tuli). Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga kiri yang mendengar bunyi; jadi telinga kanan tidak akan mendengar bunyi. Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga kanan tetap mendengar bunyi.3
2.4.2
Tes Berbisik Pemeriksan ini bersifat semi-kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara kasar. Hal yang perlu diperhatikan ialah ruangan cukup tenang, dengan panjang minimal 6 meter. Pada nilai normal tes berbisik: 5/6 – 6/6.4
2.4.3
Audiometri Pada pemeriksaan audiometri, dibuat grafik (audigram) yang merupakan ambang pendengaran penderitalewat hantaran tulang (bone conduction = BC) dan hantaran udara (air condation = AC) dan pemeriksaan audiometri ini bersifat kuantitatif dengan frekuensi suara 125, 500, 1000, 2000, 4000, dan 8000 Hz. 4
Pada Tuli campur, dari penilaian audiogram didapatkan : AC dan BC lebih dari 25 Db. AC dan BC terdapat gap.
Selain dapat menentukan jenis tuli yang diderita, dengan audiogram kita juga menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya dengan ambang dengar (AD) hantaran udaranya (AC) saja. Ambang dengar (AD) : AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz Interpretasi derajat ketulian menurut ISO : 0 – 25 dB : normal >25 – 40 dB : tuli ringan >40 – 55 dB : tuli sedang >55 – 70 dB : tuli sedang berat
>70 – 90 dB : tuli berat >90 dB : tuli sangat berat
2.5 Alat Bantu dengar (ADB) Alat bantu dengar adalah perangkat elektronik kecil yang di kenakan di dalam atau di belakang telinga. Membuat beberapa suara lebih keras sehingga seseorang dengan gangguan pendengaran dapat mendengarkan, berkomunikasi, dan berpartisipasi lebih penuh dalam kegiatan sehari-hari. Alat bantu dengar dapat membantu orang mendengar lebih banyak dalam situasi yang sunyi dan bising. Namun, hanya sekitar satu dari lima orang yang akan mendapat manfaat dari alat bantu dengar yang benar-benar menggunakan satu. 5 Alat bantu dengar memiliki tiga bagian dasar: mikrofon, amplifier, dan speaker. Alat bantu dengar menerima suara melalui mikrofon, yang mengubah gelombang suara menjadi sinyal listrik dan mengirimkannya ke amplifier.
Penguat
meningkatkan
kekuatan
sinyal
dan
kemudian
mengirimkannya ke telinga melalui speaker. 5
Alat bantu dengar terdiri dari: a.
Microphone, bagian yang berperan menerima suara dari luar dan mengubah sinyal suara menjadi energi listrik, kemudian meneruskannya ke amplifier.
b.
Amplifier, berfungsi memperkeras suara dengan cara memperbesar energi listrik yang selanjutnya mengirimkannya ke receiver.
c.
Receiver atau loudspeaker, mengubah energi listrik yang telah diperbesar amplifier menjadi energi bunyi kembali dan meneruskannya ke liang telinga
d.
Batere, sebagai sumber tenaga.7,8
Gambar 6. Komponen Alat Bantu Dengar11 2.6 Jenis-jenis Alat Bantu Dengar a. Analog Alat bantu analog mengubah gelombang suara menjadi sinyal listrik, yang diperkuat. Alat bantu dengar analog / dapat disesuaikan dibuat khusus untuk memenuhi kebutuhan setiap pengguna. Bantuan diprogram
oleh
pabrikan
sesuai
dengan
spesifikasi
yang
direkomendasikan oleh audiolog Anda. Alat bantu dengar analog / yang dapat diprogram memiliki lebih dari satu program atau pengaturan. Seorang audiolog dapat memprogram bantuan dengan menggunakan komputer, dan Anda dapat mengubah program untuk lingkungan mendengarkan yang berbeda — dari ruangan kecil yang sunyi menjadi restoran yang ramai hingga area besar yang terbuka, seperti teater atau stadion. Sirkuit analog / yang dapat diprogram dapat digunakan di semua jenis alat bantu dengar. Alat bantu analog biasanya lebih murah daripada alat bantu digital.5
b. Digital Alat bantu digital mengubah gelombang suara menjadi kode numerik, mirip dengan kode biner komputer, sebelum memperkuatnya. Karena kode ini juga mencakup informasi tentang nada atau kenyaringan suara, bantuan dapat diprogram secara khusus untuk memperkuat
beberapa frekuensi lebih banyak daripada yang lain. Sirkuit digital memberi fleksibilitas lebih pada audiolog dalam menyesuaikan bantuan dengan kebutuhan pengguna dan lingkungan mendengarkan tertentu. Bantuan ini juga dapat diprogram untuk fokus pada suara yang datang dari arah tertentu. Sirkuit digital dapat digunakan di semua jenis alat bantu dengar.5
2.7 2.8