Referat Tht 2.docx

  • Uploaded by: elhaan
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Tht 2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,491
  • Pages: 17
REFERAT FAKTOR RISIKO NOISE INDUCED HEARING LOSS Diajukan untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Disusun Oleh:

Luthfi Hannan, S.Ked Muhammad Alim Abdul Majid Hidayatullah, S. Ked Munafiah, S. Ked Nita Dewi Novitasari, S. Ked Nurhayati, S. Ked Selly Anniszavuri Primadhani S.Ked

Pembimbing:

DR. Dr. H. Iwan Setiawan Adji, Sp. THT-KL Dr. Dimas Adi Nugroho, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN UMUM ILMU PENYAKIT THT RSUD KABUPATEN KARANGANYAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2018

REFERAT FAKTOR RISIKO NOISE INDUCED HEARING LOSS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Program Profesi Dokter Stase Ilmu THT Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Diajuk Oleh :

Luthfi Hannan, S.Ked Muhammad Alim Abdul Majid Hidayatullah, S. Ked Munafiah, S. Ked Nita Dewi Novitasari, S. Ked Nurhayati, S. Ked Selly Anniszavuri Primadhani S.Ked

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada hari

, tanggal

Desember 2018.

Pembimbing:

DR. Dr. H. Iwan Setiawan Adji, Sp. THT-KL

(............................)

Dr. Dimas Adi Nugroho, Sp. THT-KL

(............................)

Dipresentasikan dihadapan

Dr. Dimas Adi Nugroho, Sp. THT-KL

(............................)

BAB I LATAR BELAKANG

Gangguan Loss/NIHL) oleh

pendengaran

akibat

bising

hilangnya

pendengaran

secara

bertahap

yang Setiap

adalah

paparan

menjumpai

suara

suara

keras

dalam

(Noise-Induced

selama

jangka

waktu

tertentu.

lingkungan

kita,

seperti

suara

dari

kita

yang

terpapar

lama,

aman

yang

suara

struktur

yang

sensitif

tidak

merusak

terlalu dalam

pendengaran

keras

atau

suara

telinga

kita

dapat

kita.

keras

hari,

dan

kita radio,

berada pada

Namun,

dalam

rusak

disebabkan

televisi,

peralatan rumah tangga dan lalu lintas. Biasanya suara tersebut tingkat

Hearing

ketika

waktu

yang

menyebabkan

gangguan pendengaran. Suara

diukur

disebut

kurun

waktu

yang

lama,

tetapi

paparan

yang

berulang-ulang

dan

lama

dapat

mengakibatkan

dapat

Hilangnya

menjadi

menyebabkan

desibel.

dalam

tetapi

tidak

yang

dari

2013).

desibel

satuan

kurang

(NIDCD,

75

dalam

pendengaran

permanen

dengan

gangguan

dini

suara

Paparan

pendengaran lebih

dari

gangguan

dapat

walaupun 85

desibel

pendengaran

bersifat

meningkatnya

suara

paparan

sementara, terhadap

kebisingan (Mosby, 2013). Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising antara lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekwensi tinggi, lebih lama terpapar bising, kepekaan individu dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian (Soetirto, 2001). Hobi menembak, mendengarkan pemutar musik atau MP3 player dengan

volume

tinggi

melalui

piranti

dengar

dapat

membuat

seseorang

berisiko menderita NIHL (NIDCD, 2013). Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis ingin mempelajari beberapa faktor yang menyebabkan gangguan pendengaran.

BAB II TINJAUAN PUATAKA Definisi NIHL merupakan gangguan pendengaran akibat terpapar bising di suatu lingkungan kerja dalam jangka waktu yang lama dan terus menerus. NIHL merupakan jenis tuli sensorineural dan umumnya terjadi pada kedua telinga. Bising adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat- alat proses produksi dan alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Secara audiologik bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising dengan intensitas berlebih dapat merusak organ pendengaran (Kirchner, 2012) Pengaruh Kebisingan Pada Pendengaran Menurut Oedono, 1996 perubahan ambang dengar akibat paparan bising tergantung pada frekwensi bunyi, intensitas dan lama waktu paparan, dapat berupa : 1.

Adaptasi Bila telinga terpapar oleh kebisingan mula-mula telinga akan merasa terganggu oleh kebisingan tersebut, tetapi lama-kelamaan telinga tidak merasa terganggu lagi karena suara terasa tidak begitu keras seperti pada awal pemaparan.

2.

Peningkatan ambang dengar sementara Terjadi kenaikan ambang pendengaran sementara yang secara perlahanlahan akan kembali seperti semula. Keadaan ini berlangsung beberapa menit sampaibeberapa jam bahkan sampai beberapa minggu setelah pemaparan. Kenaikanambang pendengaran sementara ini mula-mula terjadi pada frekwensi 4000 Hz, tetapi bila pemeparan berlangsung lama maka kenaikan nilai ambang pendengaran sementara akan menyebar pada frekwensi sekitarnya. Makin tinggi intensitas dan lama waktu pemaparan makin besar perubahan nilai ambang pendengarannya. Respon tiap individu terhadap kebisingan tidak sama tergantung dari sensitivitas masingmasing individu.

3.

Peningkatan ambang dengar menetap Kenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan, terutama terjadi pada frekwensi 4000 Hz. Gangguan ini paling banyak ditemukan dan bersifat permanen, tidak dapat disembuhkan . Kenaikan ambang pendengaran yang menetap dapat terjadi setelah 3,5 sampai 20 tahun terjadi pemaparan, ada yang mengatakan baru setelah 10-15 tahun setelah terjadi pemaparan. Penderita mungkin tidak menyadari bahwa pendengarannya telah berkurang dan baru

diketahui setelah dilakukan pemeriksaan audiogram. Hilangnya pendengaran sementara

akibat

pemaparan

bising

biasanya

sembuh

setelah istirahat beberapa jam ( 1 – 2 jam ). Bising dengan intensitas tinggi dalam waktu yang cukup lama ( 10 – 15 tahun ) akan menyebabkan robeknya sel-sel rambut organ Corti sampai terjadi destruksi total organ Corti. Proses ini belum jelas terjadinya, tetapi mungkin karena rangsangan bunyi yang berlebihan dalam waktu lama dapat mengakibatkan perubahan metabolisme dan vaskuler sehingga terjadi kerusakan degeneratif pada struktur sel-sel rambut organ Corti. Akibatnya terjadi

kehilangan

pendengaran

yang

permanen.

Umumnya

frekwensi

pendengaran yang mengalami penurunan intensitas adalah antara 3000 – 6000 Hz dan kerusakan alat. Klasifikasi 1. Noise Induced Temporary Threshold Shift Noise Induced Temporary Threshold Shift (NITTS) atau biasa dikenal dengan trauma akustik merupakan istilah yang dipakai untuk menyatakan ketulian akibat pajanan bising atau tuli mendadak akibat ledakan hebat, dentuman, tembakan pistol atau trauma langsung ke telinga. Trauma ini menyebabkan kerusakan pada saraf di telinga bagian dalam akibat pajanan akustik yang kuat dan tiba-tiba. Seseorang yang pertama kali terpapar suara bising akan mengalami berbagai gejala, gejala awal adalah ambang pendengaran bertambah tinggi pada frekuensi tinggi. Pada gambaran audiometri tampak sebagai “notch“ yang curam pada frekuensi 4000 Hz, yang disebut juga acoustic notch. Gangguan yang dialami bisa terjadi pada satu atau kedua telinga. Pada tingkat awal terjadi pergeseran ambang pendengaran yang bersifat sementara, apabila penderita beristirahat diluar lingkungan bising maka pendengarannya akan kembali normal. Salah satu bidang pekerjaan yang berisiko tinggi terhadap terjadinya trauma akustik ini adalah militer (Altmann, 2011)

2. Noise Induced Permanent Threshold Shift Noise Induced Permanent Threshold Shift (NIPTS) merupakan ketulian akibat pemaparan bising yang lebih lama dan atau intensitasnya lebih besar. Jenis tuli ini bersifat permanen. Faktor-faktor yang merubah NITTS menjadi NIPTS adalah : masa kerja yang lama di lingkungan bising, tingkat kebisingan dan kepekaan seseorang terhadap kebisingan.5 NIPTS terjadi pada frekuensi bunyi 4000 Hz. Pekerja yang mengalami NIPTS mula-mula tanpa keluhan, tetapi apabila sudah menyebar sampai

ke frekuensi yang lebih rendah (2000 Hz dan 3000 Hz) keluhan akan timbul. Pada mulanya seseorang akan mengalami kesulitan untuk mengadakan pembicaraan di tempat yang ramai, tetapi bila sudah menyebar ke frekuensi yang lebih rendah maka akan timbul kesulitan untuk mendengar suara yang sangat lemah. Notch bermula pada frekuensi 3000–6000 Hz setelah beberapa lama gambaran audiogram menjadi datar pada frekuensi yang lebih tinggi. Kehilangan pendengaran pada frekuensi 4000 Hz akan terus bertambah dan menetap setelah 10 tahun dan kemudian perkembangannya menjadi lebih lambat (Altmann, 2011). Etiologi Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan : 1.

Intensitas kebisingan

2.

Frekwensi kebisingan

3.

Lamanya waktu pemaparan bising

4.

Kerentanan individu

5.

Jenis kelamin

6.

Usia

7.

Kelainan di telinga tengah

Faktor Risiko NIHL Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya NIHL ialah intesitas bising, frekuensi, lama pajanan perhari, masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian. Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah pajanan

energi

bising

didapat.(Rajgurur, 2013)

yang

diterima

akan

sebanding

dengan

kerusakan

yang

Dalam terjadinya NIHL biasanya bising tidak muncul sebagai

faktor pajanan tunggal, tetapi dapat juga dipengaruhi oleh pajanan lain. Beberapa faktor yang berinteraksi dengan bising adalah: 1. Faktor internal: usia, aterosklerosis, hipertensi, gangguan telinga tenga dan proses penuaan. 2. Faktor eksternal: suhu abnormal, getaran, obat atau zat ototoksik. 3. Intensitas dan lamanya Pemaparan Bising 4. Dalam menentukan nilai

ambang batas tiap negara memiliki

standarnya

masingmasing. Untuk Indonesia, nilai ambang batas faktor fisika ditempat kerja sudah diatur dalam keputusan menteri tenaga kerja RI no. KEP-51/MEN/1999. 5. Frekuensi Bising Frekuensi yang sering menyebabkan kerusakan pada organ Corti di koklea adalah bunyi dengan frekuensi 3000 Hz sampai dengan 8000 Hz, gejala timbul

pertama kali pada frekuensi 4000 Hz. Hearing loss biasanya tidak disadari pada percakapan dengan frekuensi 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz dan 3000 Hz ˃25 dB. Apabila bising dengan intensitas tinggi terus berlangsung dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan ketulian. Epidemiologi 1. Amerika Serikat Menurut Occupational Health and Safety Administration (OSHA), 5-10 juta orang Amerika beresiko mengalami gangguan pendengaran akibat kebisingan (NIHL) karena mereka terpapar suara lebih keras dari 85 dBA secara terusmeneruh di tempat kerja (Mahbuboi, et al). Empat puluh delapan juta orang Amerika menyukai olahraga menembak, penyebab paling umum dari NIHL non-sosial (socioacusis). Dobie melaporkan bahwa 1,8% pria Amerika memiliki cacat NIHL. Hasil evaluasi audiogram untuk 1,4 juta pekerja AS, termasuk lebih dari 17.000 pekerja di sektor pertanian, kehutanan, perikanan, dan perburuan, Masterson dkk menyatakan bahwa prevalensi gangguan pendengaran di sektor tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pekerja industri (15% vs 19%). 2. Internasional Sebuah tinjauan pustaka oleh Lie et al menunjukkan bahwa kejadian ONIHL menurun di negara-negara industri, kemungkinan disebabkan melakukan tindakan pencegahan, di negara berkembang angka kejadian gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan (NIHL) bukan menjadi masalah utama. 3. Jenis Kelamin Lebih banyak pria daripada wanita dengan gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan (NIHL). 4. Usia Tidak ada perbedaan yang jelas antara orang muda dan orang tua dalam gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan (NIHL).

Patofisiologi Ketika hewan yang terpapar dengan kebisingan diperiksa, terjadi perubahan anatomis stereocilia yang terdistorsi dari sel-sel rambut dalam dan luar untuk melengkapi organ Corti yang hilang dan ditemukan pecahnya membran Reissner. Umumnya, tidak ada perubahan di pembuluh darah, ligamen spiral, atau limbus. Beberapa menit setelah terpapar suara bising, edema vaskularis stria muncul dan dapat menetap selama beberapa hari.

Respon inflamasi koklea juga dimulai sebagai respons terhadap trauma akustik dan melibatkan perekrutan lekosit yang bersirkulasi ke telinga bagian dalam ( Tornabene et al, 2006) Sel-sel rambut luar lebih rentan terhadap paparan kebisingan daripada sel-sel rambut bagian dalam. Pergeseran ambang batas sementara (TTS; Temporary threshold shifts) secara anatomis berkorelasi dengan penurunan kekakuan stereocilia sel-sel rambut luar. Stereocilia menjadi tidak beraturan dan jatuh, dalam keadaan seperti itu sterocilia merespons dengan buruk. Minimal, terjadi pergeseran ambang permanen (PTS; permanent threshold shifts) terkait dengan fusi stereocilia yang berdekatan dan hilangnya stereocilia. Dengan eksposur yang lebih parah, cedera dapat berlanjut dari hilangnya sel pendukung yang berdekatan untuk menyelesaikan gangguan organ Corti. Secara histopatologi, tempat utama cedera terdapat pada akar yang menghubungkan stereocilia dengan bagian atas sel rambut. Dengan hilangnya stereocilia, sel-sel rambut menjadi mati. Kematian sel sensorik dapat menyebabkan degenerasi Wallerian yang progresif dan hilangnya serabut saraf pendengaran primer. NIHL dan hilangnya sel rambut hanya menunjukkan korelasi kurang kuat karena NIHL tidak hanya disebabkan oleh jumlah sel-sel rambut yang mati tetapi juga rusaknya selsel rambut. Sel-sel rambut dengan frekuensi tinggi di koklea tikus relatif mati lebih cepat setelah cedera, hal ini menunjukkan hubungan yang linear, tetapi sel-sel rambut frekuensi rendah dapat bertahan hidup meskipun fungsi pendengaran telah rusak. Dua teori diatas telah menjelaskan mekanisme cedera. NIHL dari paparan kebisingan yang konstan yang menyebabkan microtrauma dan memiliki mekanisme yang mirip dengan cedera yang dihasilkan dari suara impuls. Di sisi lain, TTS mungkin karena kelelahan metabolik. Akibatnya, TTS kadang-kadang disebut sebagai kelelahan pendengaran. Kelelahan metabolik yang berlngsung lama dapat menyebabkan kematian sel. Terjadi apoptosis (kematian sel terprogram) pada koklea yang terpapar suara bising. Src-protein tyrosine kinase (PTK) terlibat dalam inisiasi metabolisme dan mekanis yang menginduksi apoptosis dari sel-sel sensorik koklea, dan dapat mengaktifkan sel-sel rambut luar setelah terpapar kebisingan. Penelitian ini, diperoleh dari studi tentang chinchilla dengan inhibitor Src-PTK seperti KXI-004, KXI-005, dan KXI-174 dengan meletakkan inhibitor SrcPTK pada membran jendela bulat dan mencatat efek pencegahan pada NIHL. Hasil penelitian ini mengarah pada pengembangan pengobatan yang lebih efektif untuk mencegahan NIHL. Sebuah studi tentang sel-sel rambut luar setelah terpapar trauma akustik atau zat ototoxic menghasilkan sisa-sisa sel-sel rambut luar yang telah difagositosis oleh sel-sel dalam epitel (Brashkinh KA et al, 2006).

Penelitian terbaru menunjukkan dengan jelas adanya jalur glukokortikoid pada koklea dan peran protektif glukokortikoid terhadap gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang biomolekuler dan farmakologi pemberian sinyal GC dalam gangguan pendengaran lebih lanjut (Jin DX, Lin Z, Lei D, Bao , 2009). Sebuah studi asosiasi gen pada NIHL yaitu seseorang yang memiliki gen PCDH15 dan MYH14, hal ini perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut (Hu BH, Guo W, Wang PY, Henderson D, Jiang SC,2000). Hipotesis persamaan energi mengasumsikan bahwa kerusakan pendengaran disebakan fungsi total energi akustik yang diterima. Organ pendengaran bereaksi sama terhadap bunyi dengan berbagai intensitas dan durasi, asalkan total energi bunyi yang diterima tetap konstan. Sebuah studi oleh Pourbakht dkk menemukan bahwa, meskipun energi total suara intermiten dari kebisingan 125 dB lebih besar daripada tingkat tekanan suara 115 dB yang terus menerus, dapat menyebabkan PTS secara signifikan dan hilangnya sel rambut. Kehilangan pendengaran yang disebabkan oleh paparan kebisingan yang terusmenerus harus dibedakan dengan trauma akustik. Trauma akustik terjadi karena satu kali paparan singkat diikuti dengan kehilangan pendengaran permanen. Rangsangan suara umumnya melebihi 140 dB selama kurang dari 0,2 detik. Patofisiologi trauma adalah robekan mekanik membran dan gangguan fisik dinding sel yang menyebabkan pencampuran perilymph dan endolymph. Kerusakan akibat suara bising merupakan gangguan mekanik langsung pada jaringan telinga bagian dalam karena melampaui batas elastisitas telinga tengah. Pada energi tinggi, trauma akustik dapat menyebabkan gangguan pada membran timpani dan cedera tulang pendengaran. Banyak trauma akustik disebabkan oleh suara impuls, yang biasanya karena efek ledakan dan ekspansi gas yang cepat. Trauma akustik sering disebabkan oleh karena ledakan. Dampak kebisingan disebabkan oleh tabrakan logam dari ledakan tersebut. Hal tersebut sangat menggema, memiliki puncak dan lembah, dan cenderung tidak mencapai level kritis. Bunyi berdampak lebih banyak pada paparan kebisingan yang diakibatkan oleh pekerjaan. Hal ini dikarenakan frekuensi kebisingan yang terus-menerus. Boettcher telah menunjukkan dampak kebisingan yang berlangsung terus menerus, berpotensi meningkatkan NIHL. Kondisi fisiologis lain yang mempengaruhi perkembangan NIHL telah diidentifikasi. Dalam literatur bahwa penurunan suhu tubuh, peningkatan tekanan oksigen, penurunan pembentukan radikal bebas, dan pengangkatan kelenjar tiroid dapat mengurangi sensitivitas seseorang terhadap NIHL. Hipoksia mempotensiasi kerusakan yang disebabkan oleh suara.

Bukti eksperimental menunjukkan bahwa paparan berkelanjutan pada tingkat kebisingan yang cukup tinggi dapat mengurangi sensitivitas individu terhadap NIHL pada tingkat kebisingan yang lebih tinggi. Proses ini disebut sebagai pengkondisian suara. Patogenesis Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama sel-sel rambut. Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang menunjukkan adanya degenerasi yang meningkat sesuai dengan intensitas dan lama paparan. Stereosilia pada selsel rambut luar menjadi kurang kaku sehingga mengurangi respon terhadap stimulasi. Dengan bertambahnya intensitas dan durasi paparan akan dijumpai lebih banyak kerusakan seperti hilangnya stereosilia. Daerah yang pertama kali terkena adalah daerah basal. Dengan hilangnya stereosilia, sel-sel rambut mati dan digantikan oleh jaringan parut. Semakin tinggi intensitas paparan bunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-sel penunjang juga rusak. Dengan semakin luasnya kerusakan pada sel-sel rambut, dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga dapat dijumpai di nukleus pendengaran pada batang otak (Dobie, 2003). Gejala Klinis Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara ( speech discrimination ) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekwensi tinggi dapat menyebabkan kesulitan dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi dengan nada tinggi, seperti suara bayi menangis atau deringan telepon dapat tidak didengar sama sekali. Ketulian biasanya bilateral. Selain itu tinnitus

merupakan gejala yang sering dikeluhkan

dan akhirnya dapat mengganggu ketajaman pendengaran dan konsentrasi (Alberti, 2007). Secara umum gambaran ketulian

pada tuli akibat bising ( noise induced hearing loss )

adalah : 1. Bersifat sensorineural 2. Hampir selalu bilateral 3. Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat ( profound hearing loss ) Derajat ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB. 4. Apabila

paparan

bising

dihentikan,

tidak

dijumpai

lagi

penurunan

pendengaran yang signifikan. 5. Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz, dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekwensi 4000 Hz. 6. Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 10 – 15 tahun.

Selain pengaruh terhadap pendengaran ( auditory ), bising yang berlebihan juga mempunyai pengaruh non

auditory seperti

pengaruh terhadap komunikasi wicara, gangguan

konsentrasi, gangguan tidur sampai memicu stress akibat gangguan pendengaran yang terjadi (Stach, 2008). Pemeriksaan Penunjang Ada berbagai tes untuk mendiagnosis jenis dan tingkat keparahan hearing loss (Salawati, 2013), yaitu: 1. konduksi udara 2. audiometri konvensional atau standar 3. bone conduction 4. pengenalan kata 5. immittance akustic 6. emisi otoacoustic 7. auditory brainstem response 8. audiometri

Tatalaksana Penanganan hearing loss menurut Salawati pada tahun 2013 harus dilakukan secara menyeluruh dimulai dari pencegahan hingga tahap rehabilitatif. Bagi pekerja yang belum atau sudah terpajan dengan kebisingan diberikan perlindungan menurut tata cara medis berupa:

1. Monitoring paparan bising a. Melakukan identifikasi sumber bising : 1) Menilai intensitas bising dan frekuensinya. Tujuannya untuk menilai keadaan maksimum, rata-rata, minimum, fluktuasi jenis intermiten dan steadiness bising. Untuk pengukuran bising dipakai alat Sound Level Meter. Ada yang dilengkapi dengan Octave Band Analyser; 2) Mencatat jangka waktu terkena bising. Makin tinggi intensitas bising, jangka waktu terpajan yang diizinkan menjadi semakin pendek. Hal ini sudah ditetapkan dalam keputusan menteri tenaga kerja RI no. KEP-51/MEN/1999 tentang nilai ambang batas faktor fisika di tempat kerja. b. Pengurangan jumlah bising di sumber bising : 1) Pengurangan bising di tahap perencanaan mesin dan bangunan (engineering control program);

2) Pemasangan peredam, penyekat mesin dan bahan-bahan penyerap suara. c. Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan bising ataupun menggunakan ear protector seperti : 1) Penggunaan ear plug/mold yaitu suatu alat yang dimasukkan ke dalam telinga, alat ini dapat meredam suara bising sebesar 30-40 dB; 2) Ear muff/valve, dapat menutup sendiri bila ada suara yang keras dan membuka sendiri bila suara kurang keras; 3) Helmet, suatu penutup kepala yang melindungi kepala sekaligus sebagai pelindung telinga. d. Menerapkan sistem komunikasi, informasi dan edukasi serta menerapkan penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) secara ketat dan melakukan pencatatan dan pelaporan data. Pemasangan poster dan tanda pada daerah bising adalah salah satu usaha yang dapat dilakukan. 2. Pemeriksaan pendengaran para pekerja dengan audiometri nada murni, yang terdiri atas : a. Pengukuran pendengaran sebelum karyawan diterima bekerja di lingkungan bising (pre employment hearing test). Termasuk masyarakat yang berada di lingkungan bising diperiksa pendengarannya. b. Pengukuran pendengaran secara berkala dan teratur 6 bulan sekali. Agar didapatkan gambaran dasar dari kemampuan pendengaran pekerja dan masyarakat di lingkungan bising. 3. Bila hearing loss sudah mengganggu komunikasi dapat dicoba dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Jika dengan hearing aid masih susah untuk berkomunikasi maka diperlukan psikoterapi agar dapat menerima keadaanya. Latihan pendengaran (auditory training) bertujuan agar penderita dapat menggunakan sisa pendengarannya dengan alat bantu dengar, secara efisien dapat dibantu dengan membaca gerakan ucapan bibir (lip reading), mimik dan gerakan anggota badan serta bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi. Bila penderita mendengar suaranya sendiri sangat lemah, maka dapat dilakukan rehabilitasi suara agar dapat mengendalikan volume, tinggi rendah dan irama percakapan. Pada penderita yang telah mengalami tuli total bilateral dapat dipertimbangkan pemasangan implan koklea.

Prognosis Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli saraf koklea yang sifatnya

menetap,

dan

tidak

dapat

diobati

secara

medikamentosa

maupun

pembedahan, maka prognosisnya kurang baik. Oleh sebab itu yang terpenting adalah pencegahan terjadinya ketulian (Oedono, 1996).

BAB III KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA Alberti PW. Noise and the ear. Dalam : Stephens D, Ed. Scott- Brown’s Adult audiology. 6th ed. Great Britain : Butterworth-Heinemann, 2007 Stach BA. Clinical audiology an introduction. San Diego : Singular Publishing Group Inc, 2008 Altmann, J. Acoustic Weapons- A Prospective Assessment. Science and Global Security. 2011. Vol 9. 165-234 Brashkin KA, Izumikawa M, Miyazawa T, et al. The fate of outer hair cells after acoustic or ototoxic insults. Hear Res. 2006 Aug. 218(1-2):20-9. Dobie RA. Noise induced hearing loss. Dalam : Bailey BJ, Ed. Head and neck surgeryotolaryngology.

Vol.2.

Philadelphia

:

JB

Lippincott

Company,

2003.h.1782-91. Dobie RA. The relative contributions of occupational noise and aging in individual cases of hearing loss. Ear Hear. 1992 Feb. 13(1):19-27. Hu BH, Guo W, Wang PY, Henderson D, Jiang SC. Intense noise-induced apoptosis in hair cells of guinea pig cochleae. Acta Otolaryngol. 2000 Jan. 120(1):19-24. Jin DX, Lin Z, Lei D, Bao J. The role of glucocorticoids for spiral ganglion neuron survival. Brain Res. 2009 Jun 24. 1277:3-11. Kirchner, DB et al. Occupational NoiseInduced Hearing Loss. American Journal of Occupational and Environmental Medicine. 2012. Vol 54. 106-108. Lie A, Skogstad M, Johannessen HA, et al. Occupational noise exposure and hearing: a systematic review. Int Arch Occup Environ Health. 2015 Aug 7 Mahboubi H, Zardouz S, Oliaei S, Pan D, Bazargan M, Djalilian HR. Noise-induced hearing threshold shift among US adults and implications for noise-induced hearing loss: National Health and Nutrition Examination Surveys. Eur Arch Otorhinolaryngol. 2012 Mar 3. Masterson EA, Themann CL, Calvert GM. Prevalence of hearing loss among noise-exposed workers within the agriculture, forestry, fishing, and hunting sector, 20032012. Am J Ind Med. 2018 Jan. 61 (1):42-50. Oedono

RMT.

Penatalaksanaan

penyakit

akibat

lingkungan

kerja

dibidang

THT. Disampaikan pada PIT Perhati, Batu-Malang, 27-29 Oktober, 1996. Pourbakht A, Yamasoba T. Cochlear damage caused by continuous and intermittent noise exposure. Hear Res. 2003 Apr. 178(1-2):70-8.

Rajgurur R. Military aircrew and noise induced hearing loss: prevention and management. AMJ. 2013;84(1):12-6. Salawati, L. Noise-Induced Hearing Loss. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Banda Aceh. 2013. Vol. 13. 45-49. Soetirto

I,

Bashiruddin

J.

Gangguan

pendengaran

akibat

bising.

Disampaikan

pada Simposium Penyakit THT Akibat Hubungan Kerja & Cacat Akibat Kecelakaan Kerja, Jakarta, 2 Juni, 2001. Tornabene SV, Sato K, Pham L, Billings P, Keithley EM. Immune cell recruitment following acoustic trauma. Hear Res. 2006 Dec. 222(1-2):115-24.

Related Documents

Referat Tht 2.docx
November 2019 17
Referat Tht Scrib.docx
December 2019 14
Referat Tht Revisi.docx
April 2020 31
Tht
November 2019 39
Tht
June 2020 23

More Documents from ""

Referat Tht 2.docx
November 2019 17