Laboratorium / SMF Ilmu Penyakit Saraf
Referat
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
MENINGITIS
Disusun oleh: Shafira Tamara 1710029061
Pembimbing: dr. H. Luthfi Widyastono, Sp.S
Laboratorium / SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda 2018
2
Referat
MENINGITIS
Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian stase Ilmu Penyakit Saraf
Shafira Tamara
Menyetujui,
dr. H. Luthfi Widyastono, Sp.S
Laboratorium / SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda 2018
3
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, hidayat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul “Meningitis”. Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan referat ini tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada: 1.
dr. H. Aswad Muhammad, Sp.S selaku Kepala SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUD AWS Samarinda.
2.
dr. Yetty Octavia Hutahaean, Sp.S selaku Kepala Laboratorium Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
3.
dr. H. Luthfi Widyastono, Sp.S sebagai dosen pembimbing klinik selama stase Ilmu Penyakit Saraf.
4.
Dosen-dosen klinik dan preklinik FK UNMUL khususnya staf pengajar Lab/SMF Ilmu Penyakit Saraf, terima kasih atas ilmu yang telah diajarkan kepada kami.
5.
Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUD AWS/FK UNMUL dan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam penulisan referat ini,
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaannya. Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan para pembaca.
Samarinda, Oktober 2018
Penulis
4
DAFTAR ISI
Hal. HALAMAN JUDUL .......................................................................................i KATA PENGANTAR ......................................................................................ii DAFTAR ISI ....................................................................................................iii BAB 1: PENDAHULUAN..............................................................................1 BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA....................................................................8 BAB 3: KESIMPULAN..................................................................................25 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................iv
5
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningitis adalah penyakit infeksi dari cairan yang mengelilingi otak dan korda spinalis. Classic triad dari meningitis adalah demam, leher kaku, dan perubahan status mental. Sistem saraf pusat manusia dilindungi dari benda-benda asing oleh Blood Brain Barrier dan tengkorak, sehingga apabila terjadi gangguan pada pelindung tersebut, sistem saraf pusat dapat diserang oleh patogen [ CITATION Yoe09 \l 1057 ]. Angka kejadian meningitis mencapai 1-3 orang per 100.000 orang. Faktor risiko meningitis yaitu pasien yang mengalami defek dural, pasien yang sedang menjalani spinal procedure, bacterial endocarditis, diabetes melitus, alkoholisme, splenektomi, dan sickle cell disease [ CITATION Yoe09 \l 1057 ]. Patogen penyebab meningitis berbeda pada setiap grup umur. Pada neonatus, patogen yang paling sering adalah Group B beta-haemolitic streptococcus, Listeria monocytogenes, dan Escherichia coli. Pada bayi dan anakanak, patogen yang paling sering adalah Haemophilus influenza (bila lebih muda dari 4 tahun dan belum divaksinasi), meningococcus (Neisseria meningitis), dan Streptococcus pneumonie (pneumococcus). Pada orang remaja dan dewasa muda, patogen yang paling sering adalah S. pneumonie, H. influenza, N. meningitis, gram negative Bacilli, Streptococci, dan Listeria monocytogenes. Pada dewasa tua dan
pasien
immunocompromised,
patogen
yang
paling
sering
adalah
Pneumococcus, Listeria monocytogenes, tuberculosis, gram negative organis, dan Cryptococcus. Sedangkan penyebab meningitis bukan infeksi yang paling sering antara lain sel-sel malignan (leukemia, limpoma), akibat zat-zat kimia (obat intratekal, kontaminan), obat (NSAID, trimetoprim), Sarkoidosis, sistemis lupus eritematosus (SLE), dan Bechet’s disease [ CITATION van16 \l 1057 ]. Meningitis juga dapat disebabkan oleh tindakan medis, seperi prosedur craniotomi (0,8-1,5%), pasien yang menggunakan IV Cath (4-17%), pasien yang memakai EV Cath (8%), dan pasien yang menjalani lumbar catheter (5%).
6
Meningitis juga terjadi pada 1 dari setiap 50.000 kasus pasien yang menjalani lumbar puncture [ CITATION van16 \l 1057 ] Secara keseluruhan, mortality rate pasien meningitis adalah 21%, dengan kematian pasien pneumococcal meningitis lebih tinggi dari pasien meningococcal meningitis. Di Afrika, antara tahun 1988 dan 1997, dilaporkan terdapat 704.000 kasus dengan jumlah kematian 100.000 orang. Di antara tahun 1998 dan 2002 dilaporkan adanya 224.000 kasus baru meningococcal meningitis. Tetapi angka ini dapat saja lebih besar di kenyataan karena kurang bagusnya sistem pelaporan penyakit [ CITATION van16 \l 1057 ].
1.2 Tujuan Penulisan 1.2.1 Tujuan Umum Tujuan umum pembuatan referat ini adalah untuk mengetahui dan menambah pemahaman mengenai meningitis. 1.2.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus pembuatan referat ini: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Untuk mengetahui dan memahami definisi meningitis. Untuk mengetahui dan memahami epidemiologi meningitis. Untuk mengetahui dan memahami etiologi meningitis. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi meningitis. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi meningitis. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinik meningitis. Untuk mengetahui dan memahami penegakkan diagnosis meningitis.
8. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan meningitis. 1.3 Manfaat Penulisan 1.3.1
Manfaat Ilmiah Referat ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah informasi di
bidang Ilmu Penyakit Saraf terutama mengenai meningitis. 1.3.2 Manfaat Bagi Penulis Hasil referat ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana untuk: 1. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis mengenai meningitis
7
2. Mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama pembelajaran di bidang Ilmu Penyakit Saraf terkait meningitis. 3. Menambah wawasan penulis mengenai tata cara melakukan penulisan referat secara baik dan benar.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1 Anatomi dan Fisiologi Meningen Meningen (selaput otak) adalah selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang, melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan serebrospinalis), memperkecil benturan atau getaran yang terdiri dari tiga lapisan: [ CITATION Lum16 \l 1057 ] 1. Duramater (lapisan luar) Duramater merupakan selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat. Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Duramater lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium dan juga membentuk periosteum, dan mengirimkan perluasan pembuluh darah dan fibrosa ke dalam tulang itu sendiri; sedangkan lapisan dalam berlanjut menjadi dura spinalis [ CITATION Lum16 \l 1057 ]. 2. Arakhnoid (lapisan tengah) Arakhnoid merupakan selaput halus yang memisahkan duramater dengan piamater dan membentuk sebuah kantong berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral. Membran arakhnoid melekat erat pada permukaan dalam dura yang dipisahkan oleh spatium subdural [ CITATION Lum16 \l 1057 ]. Pada lapisan arakhnoid terdapat tonjolan-tonjolan yang mengarah ke dalam sinus-sinus venosus utama yaitu granulationes pacchioni (villi arachnoidea). Diduga bahwa liquor cerebrospinalis memasuki circulus venosus melalui villi. Cavum subarakhnoid adalah rongga di antara arakhnoid dan piamater yang relatif sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum, namun rongga tersebut bertambah lebar di daerahdaerah dasar otak dan disebut dengan cisterna arakhnoid [ CITATION Lum16 \l 1057 ]. 3. Piamater (lapisan dalam)
9
Piamater merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak. Ruangan di antara arakhnoid dan pia mater disebut sub arakhnoid di mana mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang. Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulkus, fisura dan sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fisura transversal di abwah corpus callosum. Di tempat ini pia membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel ini [ CITATION Lum16 \l 1057 ].
Gambar 2.1 Anatomi Meningen 2.2 Meningitis 2.2.1 Definisi Peradangan atau inflamasi pada selaput otak (meninges) termasuk duramater, arachnoid dan piamater yang melapisi otak dan medulla spinalis yang dapat disebabkan oleh beberapa etiologi (infeksi dan non infeksi) dan dapat diidentifikasi oleh peningkatan kadar leukosit dalam likuor cerebrospinal (LCS) [ CITATION Yoe09 \l 1057 ].
10
Gambar 2.2 Perbedaan Meningen Normal dengan Meningitis 2.2.2
Epidemiologi Faktor risiko utama meningitis adalah respons imunologi terhadap patogen
spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Risiko terbesar pada bayi (1 – 12 bulan); 95 % terjadi antara 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi pada setiap umur. Risiko tambahan adalah kolonisasi baru dengan bakteri patogen, kontak erat dengan individu yang menderita penyakit invasif, perumahan padat penduduk, kemiskinan, ras kulit hitam, jenis kelamin laki-laki dan pada bayi yang tidak diberikan ASI pada umur 2 – 5 bulan [ CITATION van16 \l 1057 ]. Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan droplet infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan tenggorok penderita. Saluran nafas merupakan port d’entree utama pada penularan penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekret tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam cairan serebrospinal dan memperbanyak diri di dalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak [ CITATION van16 \l 1057 ].
11
2.2.3
Etiologi dan Faktor Risiko Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit [ CITATION Yoe09 \l 1057 ]. 1. Meningitis Bakterial Bakteri non spesifik: Meningokokus, H. influenzae, S. pneumoniae, Stafilokokus, Streptokokus, E. coli, S. typhosa. Bakteri spesifik : M. tuberkulosa. 2. Meningitis Virus Virus Mumps Virus Herpes, termasuk Epstein-Barr virus, herpes simplex, varicellazoster, Measles, dan Influenza Virus yang menyebar melalui nyamuk dan serangga lainnya (Arbovirus) 3. Meningitis Jamur Jamur patogenik: dapat menginfeksi orang normal setelah inhalasi
atau implantasi spora. Jamur patogenik menyebabkan histiplasmosis, blastomycosis, coccidiodomycosis dan paracoccidiodomycosis.
Jamur oportunistik: tidak menginfeksi orang normal. Jamur oportunistik menyebabkan aspergilosis, candidiasis, cryptococcosis, mucormycosis (phycomycosis) dan nocardiosis.
4. Meningitis karena parasit, seperti toksoplasma dan amoeba. Beberapa faktor risiko yang menempatkan seseorang pada risiko tinggi untuk meningitis bakteri meliputi: [ CITATION Yoe09 \l 1057 ] -
Usia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 60 tahun
-
Alkoholisme dan pengguna narkoba
-
Sickle cell anemia
-
Pasien kanker, terutama yang menerima kemoterapi
-
Pasien yang telah menerima transplantasi dan memakai obat yang menekan sistem kekebalan tubuh
2.2.4
-
Diabetes melitus
-
Riwayat meningitis di lingkungan sekitar Patofisiologi dan Patogenesis 12
Gambar 2.3 Patofisiologi Meningitis
Gambar 2.4 Patogenesis Meningitis
Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui : 13
1. Alian darah (hematogen) oleh karena infeksi di tempat lain seperti faringitis, tonsillitis, endokarditis, pneumonia, infeksi gigi. 2. Perluasan langsung dari infeksi (perkontinuitatum) yang disebabkan oleh infeksi dari sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus cavernosus. 3. Implantasi langsung: trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi lumbal dan mielokel. 4. Meningitis pada neonatus dapat terjadi oleh karena: Aspirasi cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir atau oleh kuman-kuman yang normal ada pada jalan lahir Infeksi bakteri secara transplacental terutama Listeria [ CITATION
Yoe09 \l 1057 ] a.) Meningitis Bakterial Proses terjadinya meningitis bakterial melalui jalur hematogen mempunyai tahap-tahap sebagai berikut : 1. Bakteri melekat pada sel epitel mukosa nasofaring (kolonisasi) 2. Bakteri menembus rintangan mukosa 3. Bakteri memperbanyak diri dalam aliran darah (menghindar dari sel fagosit dan aktivitas bakteriolitik) dan menimbulkan bakteriemia. 4. Bakteri masuk ke dalam cairan serebrospinal 5. Bakteri memperbanyak diri dalam cairan serebrospinal 6. Bakteri menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak
[ CITATION Yoe09 \l 1057 ]
14
Gambar 2.5 Patogenesis Meningitis Bakterial b.) Meningitis Virus Virus masuk tubuh manusia melalui beberapa jalan. Tempat permulaan masuknya virus dapat melalui kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Setelah masuk ke dalam tubuh virus tersebut akan menyebar keseluruh tubuh dengan beberapa cara: [ CITATION Yoe09 \l 1057 ]
Setempat: virus terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.
Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
Penyebaran hematogen sekunder: virus berkembang biak di daerah pertama kali masuk (permukaan selaput lendir) kemudian menyebar ke organ lain.
Penyebaran melalui saraf: virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf. Berikut contoh cara transmisi virus :12
Enterovirus: melalui rute oral-fekal atau rute saluran respirasi.
Arbovirus: melalui artropoda menghisap darah, biasanya nyamuk.
Virus limfositik koriomeningitis: melalui kontak dengan tikus dan sejenisnya ataupun bahan eksresinya.
15
c.) Meningitis Jamur Infeksi pertama terjadi akibat inhalasi yeast dari lingkungan sekitar. Pada saat dalam tubuh host, Cryptococcus membentuk kapsul polisakarida yang besar dan resisten terhadap fagositosis yang meyebabkan jamur beradaptasi sangat baik dalam host. Reaksi inflamasi ini menghasilkan reaksi kompleks primer paru kelenjar limfe (primary lung lymp node complex) yang biasanya membatasi penyebaran organisme. Pada pasien lain dapat terbentuk lesi pulmonar fokal atau nodular [ CITATION Yoe09 \l 1057 ]. Cryptococcus dapat dorman dalam paru atau limfenodus sampai pertahanan host melemah. Cryptococcus neofarmans dapat menyebar dari paru dan limfenodus torakal ke aliran darah terutama pada host yang sistem kekebalannya terganggu. Keadaan ini dapat terjadi selama infeksi primer atau selama masa reaktivasi bertahun-tahun kemudian. Jika terjadi infeksi jauh, maka tempat yang paling sering terkena adalah susunan saraf pusat [ CITATION Yoe09 \l 1057 ]. 2.2.5
Manifestasi Klinis
Gambar 2.6
Manifestasi Klinis
Meningitis a.
Gejala-gejala
tanda non spesifik
yang terkait dengan disertai
dengan
infeksi sistemik atau bakteremia meliputi: demam, anoreksia, ISPA, mialgia, arthralgia, takikardia, hipotensi dan tanda-tanda kulit seperti ptechie, purpura, atau
16
ruam macular eritematosa. Mulainya tanda-tanda tersebut diatas mempunyai dua pola dominan yaitu: (Hasbu, 2013) - Akut/timbul mendadak: manifestasi syok progresif, DIC, penurunan kesadaran cepat, sering menunjukkan sepsis akibat meningokokus dan pada akhirnya menimbulkan kematian dalam 24 jam. - Sub akut: timbul beberapa hari, didahului gejala ISPA atau gangguan GIT yang disebabkan oleh H.influenza dan Streptokokus. b. Tanda-tanda peningkatan TIK: muntah, nyeri kepala dapat menjalar ke tengkuk dan punggung, moaning cry, kejang umum, fokal, twitching, UUB menonjol, paresis, paralisis saraf N.III (okulomotorius) dan N.VI (abdusens), strabismus, hipertensi dengan bradikardia, apnea dan hiperventilasi, sikap dekortikasi atau deserebrasi, stopor, koma. Selain tersebut diatas, hal lain yang juga meningkatkkan TIK dikarenakan: (Hasbu, 2013) • Peningkatan protein pada CSS Karena adanya peningkatan permeabilitas pada sawar otak (Blood Brain Barier) dan masuknya cairan yang mengandung albumin ke subdural. • Penurunan kadar glukosa dalam LCS Karena adanya gangguan transpor glukosa yang disebabkan adanya peradangan pada selaput otak dan pemakaian gula oleh jaringan otak • Peningkatan metabolisme yang menyebabkan terjadinya asidosis laktat. 2.2.6 a.
Penegakkan Diagnosis Anamnesis Pada anamnesis dapat diketahui adanya trias meningitis seperti demam, nyeri kepala dan kaku kuduk. Gejala lain seperti mual muntah, penurunan nafsu makan, mudah mengantuk, fotofobia, gelisah, kejang dan penurunan kesadaran. Anamnesis dapat dilakukan pada keluarga pasien yang dapat dipercaya jika tidak memungkinkan untuk autoanamnesis (Hasbu, 2013).
b. Pemeriksaan Rangsang Meningeal -
Pemeriksaan Kaku Kuduk Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila 17
didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala (Hasbu, 2013). -
Pemeriksaan Tanda Kernig Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135° (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa
-
nyeri (Hasbu, 2013). Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Brudzinski Leher) Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi
-
involunter pada leher (Hasbu, 2013). Pemeriksaan Tanda Brudzinski II (Brudzinski Kontra Lateral Tungkai) Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral (Hasbu, 2013).
b.
Pemeriksaan Penunjang -
Pemeriksaan Lumbal Pungsi Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial. Hasil lumbal pungsi, ditemukan hitung leukosit > 1.000/mm3. Kekeruhan CSS terlihat leukosit pada CSS melampaui 200 – 400/mm3 (Hasbu, 2013).
18
Pada CSS dilakukan pemeriksaan terhadap adanya bakteri, jumlah sel, protein dan glukosa level. Pada pemeriksaan bakteri dapat ditemukan cairan jernih dengan beberapa sel mengandung banyak bakteri. Jumlah sel dalam CSS > 60/µl dan yang terbanyak adalah sel neutrofil. Konsentrasi protein yang meningkat dan penurunan glukosa juga dapat ditemukan. Pada meningitis kadar proteinnya dapat mencapai beberapa ratus sampai beberapa ribu mg/dl. Kadar glukosanya kurang dari 40 mg/dl dan 50% lebih rendah dari glukosa darah yang waktu pengambilan darahnya bersamaan dengan pengambilan likuor (Hasbu, 2013).
Tabel 2.1 Pemeriksaan Lumbal Pungsi pada Meningitis Opening Agent
Pressure
WBC count
Glucose
Protein
(cells/µL)
(mg/dL)
(mg/dL)
(mm H2 O) 200-300
100-5000;
< 40
90-200
>80% PMNs 10-300;
Normal, reduced Normal but
lymphocytes
in LCM and
may be slightly
180-300
100-500;
mumps Reduced, < 40
elevated Elevated, >100
meningitis Cryptococcal
180-300
lymphocytes 10-200;
Reduced
50-200
meningitis Aseptic
90-200
lymphocytes 10-300;
Normal
Normal but
Bacterial meningitis Viral meningitis Tuberculous
meningitis Normal values
lymphocytes 80-200
0-5;
>100
may be slightly 50-75
elevated 15-40
lymphocytes
-
Pemeriksaan Darah
19
Dilakukan pemeriksaan darah rutin, Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum dan kreatinin, fungsi hati, elektrolit. 1) Pemeriksaan LED meningkat pada meningitis TB 2) Pada meningitis bakteri didapatkan peningkatan leukosit polimorfonuklear dengan shift ke kiri. 3) Elektrolit diperiksa untuk menilai dehidrasi. 4) Glukosa serum digunakan sebagai perbandingan terhadap glukosa pada cairan serebrospinal. 5) Ureum, kreatinin dan fungsi hati penting untuk menilai fungsi organ dan penyesuaian dosis terapi. 6) Tes serum untuk sipilis jika diduga akibat neurosipilis (Hasbu, 2013). -
Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan radiologis meliputi pemeriksaan foto thorax, foto kepala, CT-Scan dan MRI. Foto thorax untuk melihat adanya infeksi sebelumnya pada paru-paru misalnya pada pneumonia dan tuberkulosis, foto kepala kemungkinan adanya penyakit pada mastoid dan sinus paranasal. Pemeriksaan CT-Scan dan MRI tidak dapat dijadikan pemeriksaan diagnosis pasti meningitis. Beberapa pasien dapat ditemukan adanya enhancemen meningeal, namun jika tidak ditemukan bukan berarti meningitis dapat disingkirkan (Hasbu, 2013). Berdasarkan pedoman pada Infectious Diseases Sosiety of America (IDSA), berikut ini adalah indikasi CT-Scan kepala sebelum dilakukan lumbal pungsi yaitu :
1) 2) 3) 4) 5) 6)
Dalam keadaan Immunocompromised Riwayat penyakit pada sistem syaraf pusat (tumor, stroke, infeksi fokal) Terdapat kejang dalam satu minggu sebelumnya Papiledema Gangguan kesadaran Defisit neurologis fokal Temuan pada CT-Scan dan MRI dapat normal, penipisan sulcus, enhancement kontras yang lebih konveks. Pada fase lanjut
20
dapat pula ditemukan infark vena dan hidrosefalus komunikans (Hasbu, 2013). 2.2.7
Penatalaksanaan
a. Meningitis Bakterial Meningitis bakterial adalah suatu kegawatan dibidang neurologi karena dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Oleh karena itu pemberian antibiotik empirik yang segera dapat memberikan hasil yang baik (Hasbu, 2013). a. Neonatus-1 bulan 1) Usia 0-7 hari, Ampicillin 50 mg/kgBB IV/ 8 jam atau dengan tambahan gentamicin 2.5 mg/kgBB IV/ 12 jam. 2) Usia 8-30 hari, 50-100 mg/kgBB IV/ 6 jam atau dengan tambahan gentamicin 2.5 mg/kgBB IV/ 12 jam. b. Bayi usia 1-3 bulan 1) Cefotaxim (50 mg/kgBB IV/ 6 jam) 2) Ceftriaxone (induksi 75 mg/kg, lalu 50 mg/kgBB/ 12 jam) Ditambah ampicillin (50-100 mg/kgBB IV/ 6 jam) Alternatif lain diberikan Kloramfenikol (25 mg/kgBB oral atau IV/ 12 jam) ditambah gentamicin (2.5 mg/kgBB IV atau IM / 8 jam). c. Bayi usia 3 bulan sampai anak usia 7 tahun 1) Cefotaxime (50 mg/kgBB IV/ 6 jam, maksimal 12 g/hari) 2) Ceftriaxone (induksi 75 mg/kg, lalu 50 mg/kgBB IV/ 12 jam, maksimal 4 g/hari) d. Anak usia 7 tahun sampai dewassa usia 50 tahun 1) Dosis anak Cefotaxime (50 mg/kgBB IV/ 6 jam, maksimal 12 g/hari) Ceftriaxone (induksi 75 mg/kg, lalu 50 mg/kgBB IV/ 12 jam, maksimal 4 g/hari) Vancomycin – 15 mg/kgBB IV/ 8 jam 2) Dosis dewasa Cefotaxime – 2 g IV/ 4 jam Ceftriaxone – 2 g IV/ 12 jam
21
Vancomycin – 750-1000 mg IV/ 12 jam atau 10-15 mg/kgBB IV/ 12 jam Beberapa pengalaman juga diberikan rifampisin (dosis anak-anak, 20 mg/kgBB/hari IV; dosis dewasa, 600 mg/hari oral). Jika dicurigai infeksi listeria ditambahkan ampicillin (50 mg/kgBB IV/ 6 jam). e. Usia > 50 tahun 1) Cefotaxime – 2 g IV/ 4 jam 2) Ceftriaxone – 2 g IV/ 12 jam Dapat ditambahkan dengan Vancomycin – 750-1000 mg IV/ 12 jam atau 10-15 mg/kgBB IV/ 12 jam atau ampicillin (50 mg/kgBB IV/ 6 jam). Jika dicurigai basil gram negatif diberikan ceftazidime (2 g IV/ 8 jam). Selain antibiotik, pada infeksi bakteri dapat pula diberikan kortikosteroid (biasanya digunakan dexamethason 0,25 mg/kgBB/ 6 jam selama 2-4 hari). meskipun pemberian kortikosteroid masih kontroversial, namun telah terbukti dapat meningkatkan hasil keseluruhan pengobatan pada meningitis akibat H. Influenzae, tuberkulosis, dan meningitis pneumokokus. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Brouwer dkk., pemberian kortikosteroid dapat mengurangi gejala gangguan pendengaran dan gejala neurologis sisa tetapi secara umum tidak dapat mengurangi mortalitas.
b. Meningitis Tuberkulosa Pengobatan meningitis tuberkulosa dengan obat anti tuberkulosis sama dengan tuberkulosis paru-paru. Dosis pemberian adalah sebagai berikut: (Hasbu, 2013). a. b. c. d. e.
Isoniazid 300 mg/hari Rifampin 600 mg/hari Pyrazinamide 15-30 mg/kgBB/hari Ethambutol 15-25 mg/kgBB/hari Streptomycin 7.5 mg/kgBB/ 12 jam
22
Atau dapat menggunakan acuan dosis sebagai berikut :
Tabel 2.2 Dosis Obat Antituberkulosis Pengobatan dilakukan selama 9-12 bulan. Jika sebelumnya telah mendapat obat antituberkulosis, pengobatan tetap dilanjutkan tergantung kategori. Pemberian kortikosteroid diindikasikan pada meningitis stadium 2 atau 3. Hal ini dapat mengurangi inflamasi pada proses lisis bakteri karena obat anti tuberkulosis. Biasanya dipilih dexamethason dengan dosis 60-80 mg/hari yang diturunkan secara bertahap selama 6 minggu (Hasbu, 2013). c. Meningitis Viral Sebagian besar kasus meningitis viral dapat sembuh sendiri. Penatalaksanaan umum meningitis virus adalah terapi suportif seperti pemberian analgesik, antpiretik, nutrisi yang adekuat dan hidrasi. Meningitis enteroviral dapat sembuh sendiri dan tidak ada obat yang spesifik, kecuali jika terdapat hipogamaglobulinemia dapat diberikan imunoglonbulin. Pemberian asiklovir masih kontroversial, namun dapat diberikan
sesegera
mungkin
jika
kemungkinan
besar
meningitis
disebabkan oleh virus herpes. Beberapa ahli tidak menganjurkan pemberian asiklovir untuk herpes kecuali jika terdapat ensefalitis. Dosis asiklovir intravena adalah (10mg/kgBB/8jam) (Hasbu, 2013). Gansiklovir efektif untuk infeksi Cytomegalovirus (CMV), namun karena toksisitasnya hanya diberikan pada kasus berat dengan kultur CMV
23
positif atau pada pasien dengan imunokompromise. Dosis induksi selama 3 minggu 5 mg/kgBB IV/ 12 jam, dilanjutkan dosis maintenans 5 mg/kgBB IV/24 jam (Hasbu, 2013). d. Meningitis Jamur Pada meningitis akibat kandida dapat diberikan terapi inisial amphotericin B (0.7 mg/kgBB/hari), biasanya ditambahkan Flucytosine (25 mg/kgBB/ 6 jam) untuk mempertahankan kadar dalam serum (40-60 µg/ml) selama 4 minggu. Setelah terjadi resolusi, sebaiknya terapi dilanjutkan selama minimal 4 minggu. Dapat pula diberikan sebagai follow-up golongan azol seperti flukonazol dan itrakonazol (Hasbu, 2013). 2.2.8 Komplikasi Meningitis Komplikasi meningitis pada onset akut dapat berupa perubahan status mental, edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial, kejang, empiema atau efusi subdural, parese nervus kranialis, hidrosefalus, defisit sensorineural, hemiparesis atau quadriparesis, kebutaan. Pada onset lanjut dapat terjadi epilepsi, ataxia, abnormalitas serebrovaskular, intelektual yang menurun dan lain sebagainya. Komplikasi sistemik dari meningitis adalah syok septik, disseminated intravascular coagulaton (DIC), gangguan fungsi hipotalamus atau disfungsi endokrin, kolaps vasomotor dan bahkan dapat menyebabkan kematian (Emad, 2013). 2.2.9 Prognosis Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik yang menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis meningitis dan lama penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-anak dan dewasa tua mempunyai prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan kematian (Emad, 2013). Pengobatan
antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas
meningitis purulenta, tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami sequelle (akibat sisa). Lima puluh persen meningitis purulenta mengakibatkan
24
kecacatan seperti ketulian, keterlambatan berbicara dan gangguan perkembangan mental, dan 5 – 10% penderita mengalami kematian (Emad, 2013). Pada meningitis Tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada umumnya tinggi. Prognosa jelek pada bayi dan orang tua. Angka kematian meningitis TBC dipengaruhi oleh umur dan pada stadium berapa penderita mencari pengobatan. Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu (Emad, 2013). Penderita
meningitis karena virus biasanya menunjukkan gejala klinis yang
lebih ringan,penurunan kesadaran jarang ditemukan. Meningitis viral memiliki prognosis yang jauh lebih baik. Sebagian penderita sembuh dalam 1 – 2 minggu dan dengan pengobatan yang tepat penyembuhan total bisa terjadi (Emad, 2013).
BAB III KESIMPULAN Meningitis merupakan suatu penyakit akibat inflamasi yang terjadi pada selaput otak yaitu meninges. Meningitis dapat terjadi karena adanya faktor resiko tertentu seperti pada usia yang kurang dari 5 tahun atau lebih 25
dari 60 tahun, kekebalan tubuh yang menurun, adanya penyakit sistemik atau penyakit lain sebelumnya seperti tuberkulosis, mastoiditis dan sinusitis, atau adanya riwayat kontak dengan penderita meningitis. Kejadian meningitis berhubungan dengan suatu wilayah dan musim tertentu. Misalnya pada afrika ada suatu istilah yang disebut the african meningitis belt, yang menunjukkan kecenderungan meningitis pada wilayah-wilayah tertentu. Meningitis terjadi karena berbagai penyebab, pada umumnya karena infeksi berbagai macam mikroorganisme, dimana penyebab infeksi terbanyak adalah virus dan bakteri. Meningitis akibat virus biasanya dapat sembuh dengan sendirinya, sementara meningitis karena bakteri dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi, morbiditas yang lama akibat gejala sisa neurologis atau bahkan menyebabkan kematian. Pembuatan diagnosis yang segera dan manajemen terapi yang sesuai dapat menghentikan perjalanan penyakit dan mencegah timbulnya komplikasi. Prognosis meningitis tergantung pada usia, tingkat keparahan penyakit, agen penyebab infeksi dan respon pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA Emad, 2012. Neurologic Complications of Bacterial Meningitis. Journal. In tech. Available at http://cdn.intechopen.com/pdfs/34319/InTechNeurologic_complications_of_bacterial_meningitis.pdf
26
Hasbu, Rodrigo. 2013. Meningitis. Article. Available at http://emedicine.medscape.com/article/232915-overview#showall Lumbantobing, S. (2016). Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pedoman Nasional, 2006. Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
van de Beek, D., Brouwer, M., Hasbun, R., Koedel, U., Whitney, C., & Wijdicks, E. (2016). Community-Acquired Bacterial Meningitis. Nature Reviews Disease Primers, Vol. 2.
Yoes, R. (2009). Meningitis. In Harsono, Kapita Selekta Neurologi, 2nd ed. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
27