Referat Scrotal Mass.docx

  • Uploaded by: chya
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Scrotal Mass.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,611
  • Pages: 26
REFERAT SCROTAL MASS

Disusun Oleh: Chyncia Vriesca 1865050013

Pembimbing: dr. Ronald Tanggo, Sp.U

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia RSU UKI Periode 25 Februari 2019 – 4 Mei 2019

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan atas segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Scrotal Mass”. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia di RS UKI Periode 25 Februari– 4 Mei 2019. Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar–besarnya kepada dr. Ronald Tanggo, Sp.U selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini, serta kepada dokter– dokter pembimbing lain yang telah membimbing penulis selama di Kepaniteraan Ilmu Bedah di RS UKI. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan–rekan anggota Kepaniteraan Ilmu Bedah RS UKI serta berbagai pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang sebesar–besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita semua.

Jakarta,

Chyncia Vriesca

BAB I PENDAHULUAN Skrotum merupakan sebuah kantung yang berisi testis dan berfungsi sebagai memproduksi, menyimpan, transportasi sperma dan beberapa hormon seks pria. Skrotum mempunyai dua lapis kulit dan fasia superfisialis. Fasia superfisialis memiliki selembar otot polos yang tipis, dikenal sebagai tunika dartos, yang berkontraksi sebagai reaksi terhadap suhu dingin dan dengan demikian akan mempersempit luas permukaan kulit, namun lapisan ini tidak mengandung jaringan lemak. Skrotum dibagi oleh septum menjadi dua kompartemen, masing-masing berisi testis. Testis merupakan organ yang berada dalam skrotum. Testis memiliki beberapa sel sel didalam nya yang berfunsgi sebagai penghasil hormon testosteron, dan sel sel tersubut juga dapat menutrisi sperma.1,2 Massa skrotum merupakan kelainan yang terjadi isi pada skrotum. Sebuah massa skrotum mungkin dapat terjadi berupa terdapatnya akumulasi cairan, pertumbuhan jaringan abnormal, atau isi normal skrotum yang telah menjadi bengkak, mengeras dan terlihat kemerahan akibat terjadinya peradangan pada skrotum. Massa skrotum bisa menjadi keadaan yang berat seperti kanker tumor atau kondisi lain yang mempengaruhi fungsi dan kesehatan testis apabila tidak cepat dilakukan tindakan. Keadaan adanya gangguan massa skrotum dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesuburan pada pria karena dapat menyebabkan gangguan pada fungsi dari masing masing organ yang ada didalam skrotum dan juga testis. Tanda dan gejala dari massa skrotum bervariasi, tergantung pada sifat dari kelainan. Dalam beberapa kasus, satu-satunya gejala yang paling banyak terjadi adalah adanya benjolan di dalam skrotum yang dapat dirasakan dengan jari jari, selain itu gejala berupa terdapat nya rasa nyeri pada skrotum. 1,2

BAB II TUNJAUAN PUSTAKA

II.I Anatomi dana Fisiologi Skrtoum dan Testis 1. Skrotum

Skrotum merupakan kantung fibromuskular, berpigmen, dengan kelenjar sebaceous dan kelenjar keringat. Skrotum dibagi oleh septum menjadi dua kompartemen, masing-masing berisi testis, epididymis, spermatic cord, dan bagian lain yang melapisinya. . Skrotum mempunyai dua lapis yaitu kulit dan fasia superfisialis. Fasia superfisialis tidak mengandung jaringan lemak, tetapi pada fasia superfisialis terdapat selembar otot polos yang tipis, dikenal sebagai tunika dartos, yang berkontraksi sebagai reaksi terhadap dingin dan dengan demikian mempersempit luas permukaan kulit. Ke arah ventral fasia superfisialis dilanjutkan menjadi lapis dalamnya yang berupa selaput pada dinding abdomen ventrolateral, dan ke arah kaudal dilanjutkan menjadi fasia superfisialis perineum. Skrotum diperdarahi oleh A. Pudenda interna, A. Pudenda externa dari A. Femoralis. A. Kremasterika dari A. Epigastrika inferior. Vena scrotalis mengiringi arteri-arteri tersebut. Pembuluh

limfe ditampung oleh limfonodi inguinalis superfisialis. Persarafan pada skrotum antara lain sebagai berikut: -

Ramus genitalis dari N. genitofemoralis (L1,L2) yang bercabang menjadi cabang sensoris pada permukaan skrotum ventral dan lateral.

-

Cabang N. ilioinguinalis (L1), juga untuk permukaan skrotum ventral.

-

Ramus perinealis dari N. pudendalis (S2-S4) untuk permukaan skrotum dorsal. Ramus perinealis dari N. Cutaneus Femoris Posterior (S2,S3) untuk permukaan skrotum

kaudal

2. Testis

`

Testis merupakan organ genitalia pria yang terletak di dalam skrotum. Ukuran testis pada

orang dewasa adalah 4 x 3 x 2,5 cm, dengan volume 15-25 ml berbentuk ovoid. Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada testis. Di luar tunika albuginea terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis, lapisan parietalis, dan tunika dartos. Testis dapat mempertahankan suhu nya agar tetap stabil dengan cara menggerakkan testis mendekati rongga abdomen dengan bantuan otot kremaster yang berada di sekitar testis. Secara histopatologis, testis terdiri atas ± 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri atas tubuli seminiferus. Di dalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel spermatogonia dan sel Sertoli, sedangkan di antara tubuli seminiferus terdapat sel-sel Leydig. Sel-sel spermatogonium pada proses spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi sebagai pemberi makan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau disebut sel-sel interstisial testis berfungsi dalam menghasilkan hormon testosteron. Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis disimpan dan mengalami pematangan/maturasi di epididimis. Setelah mature (dewasa) sel-sel spermatozoa bersamasama dengan getah dari epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ke ampula vas deferens. Sel-sel itu setelah bercampur dengan cairan-cairan dari epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, serta cairan prostat membentuk cairan semen atau mani. Cairan intratubular yang mengandung sperma yang membasahi sel Sertoli mengalir dari tubulus seminiferus ke dalam rete testis dan kemudian ke dalam capid epididymis. Cairan ini, isosmotik dengan plasma, diperkirakan berasal dari tubulus seminiferus. Reabsorpsi cairan ini dalam rete testis dan duktula eferen diatur oleh estrogen, Komposisi cairan tubular sangat berbeda dari plasma darah atau limfatik, hal itu menunjukkan bahwa zat tidak bebas berdifusi masuk dan keluar dari tubulus.1,2,3,4

Testis di perdarahi dari beberapa cabang arteri, yaitu (1) arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta, (2) arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior, dan (3) arteri kremasterika yang merupakan cabang arteri epigastrika. Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus Pampiniformis. Pleksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal sebagai varikokel.2 Testis tidak memiliki persarafan somatik yang diketahui. Ia menerima persarafan otonom terutama dari saraf intermesenterik dan pleksus ginjal. Saraf ini mengalir di sepanjang arteri testis ke dalam testis. Persarafan adrenergik testis dibatasi terutama untuk pembuluh darah kecil yang memasok kluster sel Leydig yang dapat mengatur steroidogenesis sel Leydig.1,2,4

II.2 Definisi dan Klasifikasi Masa Skrotum Massa skrotum merupakan kelainan yang terjadi isi pada skrotum. Sebuah massa skrotum mungkin dapat terjadi berupa terdapatnya akumulasi cairan, pertumbuhan jaringan abnormal, atau isi normal skrotum yang telah menjadi bengkak, mengeras dan terlihat kemerahan akibat terjadinya peradangan pada skrotum. 1. Hidrokel Hidrokel merupakan keadaan terjadinya penumpukan cairan serosa yang berlebih di antara lapisan parietalis dan lapisan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada di dalam rongga tersebut memang ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya. 1,2,3 a. Etiologi Pada bayi baru lahir hidrokel dapat terjadi karena beberapa sebab yaitu karena belum sempurnanya proses penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan peritoneum ke prosesus vaginalis atau belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam melakukan

reabsorbsi cairan hidrokel. Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan sekunder. Penyebab sekunder terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan di kantong hidrokel. Kelainan pada testis itu mungkin suatu tumor, infeksi, atau trauma pada testis/epididimis. b. Gambaran klinis dan Diagnosis Pasien mengeluh adanya benjolan pada daerah skrotum dan tidak terasa nyeri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan konsistensi kistus dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi. Pada hidrokel yang terinfeksi atau kulit skrotum yang sangat tebal kadang-kadang sulit melakukan pemeriksaan ini, sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan ultrasonografi. Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa macam hidrokel, yaitu : 

Hidrokel testis



Hidrokel funikulus



Hidrokel komunikan.

Pembagian ini penting karena berhubungan dengan metode operasi yang akan dilakukan pada saat melakukan terapi hidrokel. Pada hidrokel testis, kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tak dapat diraba. Pada anamnesis, pasien akan menyatakan besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang hari. Pada hidrokel funikulus, kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah kranial dari testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar kantong hidrokel. Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari. Pada hidrokel komunikan terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga peritoneum sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada anamnesis, kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah besar pada saat anak menangis. Pada palpasi, kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat dimasukkan ke dalam rongga abdomen.2,3 c. Terapi Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun dengan harapan

setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri tetapi jika hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu difikirkan untuk dilakukan koreksi. Tindakan untuk mengatasi cairan hidrokel adalah dengan aspirasi dan operasi. Aspirasi cairan hidrokel tidak dianjurkan karena selain angka kekambuhannya tinggi, kadang kala dapat menimbulkan terjadinya infeksi. Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah: 

Hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah,



Indikasi kosmetik



Hidrokel permagna yang dirasakan mengganggu pasien dalam melakukan aktivitasnya sehari hari.

Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali hidrokel ini disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada saat operasi hidrokel, sekaligus melakukan herniorafi. Pada hidrokel testis dewasa dilakukan pendekatan skrotal dengan melakukan eksisi dan marsupialisasi kantong hidrokel sesuai cara Winkelman atau plikasi kantong hidrokel sesuai cara Lord. Pada hidrokel funikulus dilakukan ekstirpasi hidrokel secara in toto.2 2 .Varikokel Varikokel merupakan dilatasi vena yang abnormal dari pleksus pampiniformis dalam skrotum akibat dari gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Meskipun varikokel hampir selalu lebih besar dan lebih umum pada sisi kiri. Hingga 50% pria dengan varikokel, memiliki varikokel bilateral. Varikokel sisi kanan yang jarang terisolasi biasanya menunjukkan bahwa vena spermatika internal kanan memasuki vena renalis kanan, tetapi harus segera diselidiki lebih lanjut karena temuan ini mungkin terkait dengan situs inversus atau tumor retroperitoneal. Secara umum varikokel terdapat pada 15% dari populasi pria pada umumnya, pada 35% pria dengan infertilitas primer, dan pada 80% pria dengan infertilitas sekunder.1,23

a. Etiologi Penyebab varikokel harus multi-faktorial. Perbedaan anatomi dalam drainase vena antara vena spermatika internal kiri dan spermatika internal kanan. Hal ini disebabkan karena vena spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan posisi tegak lurus, sedangkan vena spermatika kanan bermuara pada vena kava dengan posisi miring dan vena spermatika interna kiri lebih panjang daripada yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten. Selain itu, ketidakmampuan katup vena menghasilkan refluks darah vena dan terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik. Peningkatan tekanan hidrostatik pada vena spermatika interna dari refluks vena renalis bertanggung jawab dalam terjadinya varikokel. Hipertermia skrotum kemungkinan merupakan mekanisme utama dimana varikokel mempengaruhi fungsi endokrin dan spermatogenesis, keduanya peka terhadap peningkatan suhu. Refluks adrenal dan metabolit ginjal (didukung oleh studi radiografi anatomi awal) merupakan mekanisme potensial lainnya .2 b. Patogenesis Varikokel dapat menimbulkan bebrapa gangguan proses spermatogenesis sehingga dapat mempengaruhi penurunan kesuburan pada pria melalui beberapa cara, antara lain : 

Terjadi stagnasi aliran darah balik pada sirkulasi testis sehingga menyebabkan testis menjadi hipoksia karena berkurangnya pasokan oksigen.



Terjadinya refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (katekolamin dan prostaglandin) melalui vena spermatika interna ke testis.



Peningkatan suhu pada testis.



Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan, sehingga memungkinkan zat hasil metabolit tersebut dapat dialirkan melalui testis kiri ke testis kanan sehingga menyebabkan gangguan spermatogenesis testis kanan dan pada akhirnya menyebabkan terjadinya infertilitas.

c. Gambaran klinis dan diagnosis Pasien datang ke dokter biasanya dengan keluhan belum mempunyai anak setelah beberapa tahun menikah, dan mengeluh adanya benjolan di atas testis dan terasa nyeri. Varikokel klinis teraba dan dapat dinilai berdasarkan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan dilakukan dengan keadaan pasien dalam posisi berdiri, dengan memperhatikan keadaan skrotum kemudian dilakukan pemeriksaan secara palpasi. Jika diperlukan, pasien diminta untuk melakukan manuver valsava atau mengedan. Jika terdapat varikokel, pada inspeksi dan palpasi akan didapatkan bentukan seperti kumpulan cacing-cacing di dalam kantung yang berada di sebelah kranial testis.2 Secara klinis varikokel dibedakan dalam 3 tingkatan/derajat: 

Derajat 1 Varikokel yang hanya dapat teraba selama dilakukannya pemeriksaan Manuver Valsalva



Derajat 2 Varikokel yang mudah teraba dengan atau tanpa Valsava tetapi tidak terlihat



Derajat 3 Varikokel besar yang mudah teraba dan dapat dideteksi dengan inspeksi visual skrotum. Pemeriksaan auskultasi dengan memakai stetoskop Doppler sangat membantu, karena alat ini

dapat mendeteksi adanya peningkatan aliran darah pada pleksus pampiniformis. Pemeriksaan tersebut dilakukan apabila terjadinya kesulitan dalam penilaian varikokel. Penilaian lain yang harus diperhatikan adalah konsistensi testis maupun ukurannya, dengan membandingkan testis kiri dengan testis kanan. Untuk lebih objektif dalam menentukan besar atau volume testis dilakukan pengukuran dengan alat orkidometer. Pada beberapa keadaan mungkin kedua testis teraba kecil dan lunak, karena telah terjadi kerusakan pada sel-sel germinal. Untuk menilai seberapa jauh varikokel telah menyebabkan kerusakan pada tubuli seminiferi harus dilakukan pemeriksaan

analisis semen. Menurut McLeod, hasil analisis semen pada varikokel menujukkan pola stress yaitu menurunnya motilitas sperma, meningkatnya jumlah sperma muda (immature) dan terdapat kelainan bentuk sperma (tapered).1,2,3,5

d. Terapi

Masih terjadi silang pendapat di antara para ahli tentang perlu tidaknya melakukan operasi pada varikokel. Di antara mereka berpendapat bahwa varikokel yang telah menimbulkan gangguan fertilitas atau gangguan spermatogenesis merupakan indikasi untuk mendapatkan suatu terapi.

Tindakan yang dikerjakan adalah: 

Ligasi tinggi vena spermatika interna secara Palomo melalui operasi terbuka atau bedah laparoskopi,



Varikokelektomi (cara Ivanisevich)



atau secara perkutan dengan memasukkan bahan sklerosing ke dalam vena spermatika interna (embolisasi). 3. Hematokel

Hematokel adalah penimbunan darah yang terjadi akibat skrotum mengalami cedera. Jika darah dalam jumlah yang sedikit biasanya darah tersebut dapat diserap kembali, tetapi bila banyak perlu dilakukan pembedahan untuk mengeluarkan darah tersebut. Gambaran klinik adanya benjolan pada testis Pemeriksaan Fisik ditemukannya: - Masa kistik -Transiluminasi (-)

4. Spermatokel Spermatokel adalah suatu massa di skrotum menyerupai kista yang mengandung cairan dan sel sperma yang mati. Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya massa didalam skrotum yang: 9 

Unilateral



Lunak



Licin, berkelok-kelok, dan bentuknya tidak teratur.



Berfluktuasi, berbatas tegas, dan padat.

5. Torsio Testis

Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang menyebabkan terjadinya gangguan aliran darah pada testis. a. Patogenesis Secara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakkan testis mendekati dan menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan suhu ideal untuk testis. Adanya kelainan sistem penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu, antara lain

adalah

perubahan suhu yang mendadak (seperti pada saat berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum. Terpluntirnya funikulus spermatikus menyebabkan obstruksi aliran darah testis sehingga testis mengalami hipoksia, edema testis, dan iskemia. Pada akhirnya testis akan mengalami nekrosis.1,2,3

b. Gambaran klinis dan diagnosis Pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan itu dikenal sebagai akut skrotum. Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah sehingga jika tidak diwaspadai sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Pada bayi gejalanya tidak khas yakni gelisah, rewel atau tidak mau menyusui. Pada pemeriksaan fisis, testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada testis sisi kontralateral. Kadang-kadang pada torsio testis yang baru saja terjadi, dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus. Keadaan ini biasanya tidak disertai dengan demam. Pemeriksaan sedimen urine tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urine dan pemeriksaan darah tidak menunjukkan tanda inflamasi, kecuali pada torsio testis yang sudah lama dan telah mengalami keradangan steril. Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis dengan keadaan akut skrotum yang lain adalah dengan memakai: stetoskop Doppler, ultrasonografi Doppler, dan sintigrafi testis yang kesemuanya bertujuan menilai adanya aliran darah ke testis. Pada torsio testis tidak didapatkan adanya aliran darah ke testis sedangkan pada keradangan akut testis, terjadi peningkatan aliran darah ke testis. c. Diagnosis Banding 1. Epididimitis akut. Penyakit ini secara klinis sulit dibedakan dengan torsio testis. Nyeri skrotum akut biasanya disertai dengan kenaikan suhu tubuh, keluarnya nanah dari uretra, ada riwayat coitus suspectus (dugaan melakukan senggama dengan bukan isterinya), atau pernah menjalani kateterisasi uretra sebelumnya. Jika dilakukan elevasi (pengangkatan) testis,

pada epididimitis akut terkadang nyeri akan berkurang sedangkan pada torsio testis nyeri tetap ada (tanda dari Prehn). Pasien epididimitis akut biasanya berumur lebih dari 20 tahun dan pada pemeriksaan sedimen urine didapatkan adanya leukosituria atau bakteriuria. 2. Hernia skrotalis inkarserata yang biasanya didahului dengan anamnesis didapatkan benjolan yang dapat keluar dan masuk ke dalam skrotum. 3. Hidrokel terinfeksi dengan anamnesis sebelumya sudah ada benjolan di dalam skrotum 4. Tumor testis. Benjolan tidak dirasakan nyeri kecuali terjadi perdarahan di dalam testis. 5. Edema skrotum yang dapat disebabkan oleh hipoproteinemia, filariasis, adanya pembuntuan saluran limfe inguinal, kelainan jantung, atau kelainan-kelainan yang tidak diketahui sebabnya (idiopatik) d. Terapi 

Detorsi Manual

Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan jalan memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke medial maka dianjurkan untuk memutar testis ke arah lateral dahulu, kemudian jika tidak terjadi perubahan, dicoba detorsi ke arah medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah berhasil. Jika detorsi berhasil operasi harus tetap dilaksanakan.

2

Operasi Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan posisi testis pada arah yang benar (reposisi) dan setelah itu dilakukan penilaian apakah testis yang mengalami torsio masih viable (hidup) atau sudah mengalami nekrosis. Jika testis masih hidup, dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Orkidopeksi dilakukan dengan mempergunakan benang yang tidak diserap pada 3 tempat untuk mencegah agar testis tidak terpluntir kembali, sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan berada di dalam skrotum akan merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga mengurangi kemampuan fertilitas dikemudian hari.1,2 6. Orchitis Orchitis merupakan suatu reaksi inflamasi akut dari testis terhadap infeksi. Sebagian besar kasus berhubungan dengan infeksi virus gondong, namun virus lain dan bakteri juga dapat menyebabkan terjadinya orchitis.1,7 a. Etiologi 

Virus: orchitis gondong (mumps) paling umum. Infeksi Coxsackievirus tipe A, varicella, dan echoviral jarang terjadi.



Infeksi bakteri dan pyogenik: E. coli, Klebsiella, Pseudomonas, Staphylococcus, dan Streptococcus



Granulomatous: T. pallidum, Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium leprae, Actinomycetes



Trauma pada daerah sekitar testis



Virus lain meliputi coxsackievirus , varicella , dan echovirus .



Beberapa laporan kasus telah dijelaskan imunisasi gondong, campak, dan rubella (MMR) dapat menyebabkan orchitis



Bakteri penyebab biasanya menyebar dari epididimitis terkait dalam seksual pria aktif atau laki-laki dengan BPH; bakteri termasuk Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae , Pseudomonas aeruginosa , Staphylococcus, Streptococcus



Idiopatik

b. Faktor Risiko Pemasangan kateter merupakan faktor risiko yang umum untuk epididymis akut. Urethritis atau prostatitis juga bisa menjadi faktor risiko selain itu, refluks urin terinfeksi dari urethra prostatik ke epididymis melalui saluran sperma dan vas deferens bisa dipicu melalui Valsalva atau pendesakan kuat sehingga menyebabkan terjadinya orchitis.3,7 c. Diagnosis Anamnesis  Orchitis ditandai dengan nyeri testis dan pembengkakan.  Nyeri berkisar dari ketidaknyamanan ringan sampai nyeri yang hebat.  Kelelahan / mialgia  Kadang-kadang pasien sebelumnya mengeluh gondongan  Demam dan menggigil  Mual  Sakit kepala

d. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik inspeksi ditemukan adanya pembesaran pada testis dan skrotum erythematous pada kulit skrotum, pembengkakan pada kelenjar getah bening regio inguinal. Lalu, pada pemeriksaan palpasi teraba hangat pada daerah skrotum. e. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis orchitis lebih baik ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang seperti usg dilakukan untuk membedakan atau menyingkirkan kemungkinan terjadi torsio testis. f. Terapi Pengobatan suportif: Bed rest, analgetik, elevasi skrotum. Yang paling penting adalah membedakan orchitis dengan torsio testis karena gejala klinisnya hampir sama. Tidak ada obat yang diindikasikan untuk pengobatan orchitis karena virus. Pada pasien dengan kecurigaan bakteri, dimana penderita aktif secara seksual, dapat diberikan antibiotik pada peneybab akibat menular seksual (terutama gonore dan klamidia) dengan ceftriaxone, doksisiklin, atau azitromisin. Antibiotik golongan Fluoroquinolon tidak lagi direkomendasikan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) untuk pengobatan gonorrhea karena sudah resisten.1,7 7. Tumor Testis Keganasan testis relatif jarang ditemukan, <1% dari semua tumor ganas pada laki - laki. Umumnya tumor testis (>90%) berasal dari sel germinal dan ditemukan pada usia 15-45 tahun. Puncak kedua keganasan testis terjadi pada usia 80-90 tahun dan kebanyakan merupakan tumor metastasis. Tumor sel germinal dibagi atas dua jenis yaitu seminoma dan non seminoma. Jenis seminoma terdapat pada 30-40% dari seluruh tumor testis.2,3,7

a. Etiologi Penyebab terjadinya peningkatan insiden tumor ini di seluruh dunia masih belum jelas. Tetapi, ada beberapa faktor yang berkaitan dengan terjadinya peningkatan kejadian tumor testis, antara lain: (1) maldesensus testis, (2) trauma testis, (3) atrofi atau infeksi testis, dan (4) pengaruh hormon. Kriptorkismus merupakan salah satu faktor resiko timbulnya karsinoma testis. Dikatakan bahwa 7-10% pasien karsinoma testis, menderita kriptorkismus. Kriptorkismus merupakan keadaan dimana testis tidak berada didalam skrotum. Proses tumorigenesis pasien maldesensus 48 kali lebih banyak daripada testis normal. Meskipun sudah dilakukan orkidopeksi, resiko timbulnya degenasi maligna masih tetap ada.2,8 b. Klasifikasi Sebagian besar (± 95%) tumor testis primer, berasal dari sel germinal sedangkan sisanya berasal dari non germinal. Tumor germinal testis terdiri atas seminoma dan non seminoma. Seminoma berbeda sifat-sifatnya dengan non seminoma, antara lain sifat keganasannya, respon terhadap radioterapi, dan prognosis tumor. Tumor yang bukan berasal dari sel-sel germinal atau non germinal diantaranya adalah tumor sel Leydig, sel sertoli, dan gonadoblastoma. 2,3,7 c. Stadium Tumor Beberapa cara penetuan stadium klinis yang lebih sederhana dikemukakan oleh Boden dan Gibb, yaitu : 

Stadium A atau I untuk tumor testis yang masih terbatas pada testis



Stadium B atau II untuk tumor yang telah mengadakan penyebaran ke kelenjar regional (para aorta)

-

Stadium II dibedakan menjadi stadium IIA untuk pembesaran limfonudi para aorta yang belum teraba,



dan stadium IIB untuk pembesaran limfonudi yang telah teraba (>10 cm).

Stadium C atau III untuk tumor yang telah menyebar keluar dari kelenjar retroperitoneum atau telah mengadakan metastasis supradiafragma.2 d. Penyebaran Tumor testis awal mulanya berupa lesi intratestikuler yang akhirnya mengenai seluruh

parenkim testis. Sel-sel tumor kemudian menyebar ke rete testis, epididimis, funikulus spermatikus, atau bahkan ke kulit skrotum. Tunika albuginea merupakan barier yang sangat kuat bagi penjalaran tumor testis ke organ sekitarnya, sehingga kerusakan tunika albuginea oleh invasi tumor membuka peluang sel-sel tumor untuk menyebar keluar testis. Kecuali korio karsinoma, tumor testis menyebar melalui pembuluh limfe menuju ke kelenjar limfe retroperitoneal (para aorta) sebagai stasiun pertama, kemudian menuju ke kelenjar limfe mediastinal dan supraklavikula menyebar secara hematogen ke paru, hepar, dan otak. 2,3,7,9 e. Gambaran Klinis Pasien biasanya mengeluh adanya ketidaknyamanan saat aktivitas karena terdapat benjolan pada organ genital testis yang terkadang tidak ada rasa nyeri. Namun 30% mengeluh nyeri dan terasa berat pada kantung skrotum, sedang 10% mengeluh nyeri akut pada skrotum. Tidak jarang pasien mengeluh karena merasa ada massa di perut sebelah atas (10%) karena pembesaran kelenjar para aorta, benjolan pada kelenjar leher, dan 5% pasien mengeluh adanya ginekomastia. Ginekomastia adalah manifestasi dari beredarnya kadar β HCG di dalam sirkulasi sistemik yang banyak terdapat pada koriokarsinoma. Pada pemeriksaan fisis testis terdapat benjolan padat keras, tidak nyeri pada palpasi, dan tidak menunjukkan tanda transiluminasi. Diperhatikan adanya

infiltrasi tumor pada funikulus atau epididimis. Perlu dicari kemungkinan adanya massa di abdomen, benjolan kelenjar supraklavikuler, ataupun ginekomasti. f. Diagnosis Pemeriksa ulltrasonografi yang berpengalaman dapat membedakan dengan jelas lesi intra atau ekstratestikuler dan massa padat atau kistik. Namun ultrasonografi tidak dapat mempelihatkan tunika albuginea, sehingga tidak dapat dipakai untuk menentukan derajat tumor testis. Berbeda halnya dengan ultrasonografi, MRI dapat mengenali tunika albuginea secara terperinci sehingga dapat dipakai untuk menentukan luas ekstensi tumor testis. Pemakaian CT scan berguna untuk menentukan ada tidaknya metastasis pada retroperitoneum. Sayangnya pemeriksaan CT tidak mampu mendeteksi mikrometastasis pada kelenjar limfe retroperitoneal. 2,3,7,9 Penanda tumor yang paling sering diperiksa pada tumor testis adalah: 1. αFP (Alfa Feto Protein) adalah suatu glikoprotein yang diproduksi oleh karsinoma embrional, teratokarsinoma, atau tumor yolk sac, tetapi tidak diproduksi oleh koriokarsinoma murni dan seminoma murni. Penanda tumor ini mempunyai masa paruh 57 hari. 2. HCG (Human Chorionic Gonadotropin) adalah suatu glikoprotein yang pada keadaan normal diproduksi oleh jaringan trofoblas. Penanda tumor ini meningkat pada semua pasien koriokarsinoma, pada 40%-60% pasien karsinoma embrional, dan 5%-10% pasien seminoma murni. HCG mempunyai waktu paruh 24-36 jam. g. Terapi Untuk penegakan diagnosis bisa dilakukan uji patologi anatomi, lalu bahan jaringan yang diperlukan harus diambil melalui tindakan orkidektomi. Orkidektomi dilakukan melalui pendekatan inguinal setelah mengangkat testis dan funikulus spermatikus sampai anulus inguinalis

internus. Biopsi tidak dianjurkan dalam kasus ini. Biopsi atau pendekatan trans-skrotal tidak diperbolehkan karena ditakutkan akan membuka peluang sel-sel tumor mengadakan penyebaran.2,3,7,9

8. Epididimitis Epididimitis merupakan terjadinya peradangan pada epididimis. Epididmitis dibagi menjadi dua yaitu epididimitis akut dan epididmitis kronik. Gejala yang terjadi pada epididimitis akut

meliputi nyeri dan pembengkakkan pada epididmis. Epididimitis kronis mengacu pada peradangan dan rasa sakit pada epididimis, biasanya tanpa pembengkakan (tetapi dengan indurasi pada kasus yang sudah berlangsung lama), bertahan selama lebih dari 6 minggu. 1 a. Klasifikasi

b. Patogenesis dan Etiologi Epididimitis akut biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari kandung kemih, uretra, atau prostat melalui saluran ejakulasi dan vas deferens ke dalam epididimis secra hematogen. Dapat pula terjadi akibat adanya refluks urine melalui duktus ejakulatorius Epididimitis kronis dapat terjadi akibat epididimitis akut yang tidak cukup diobati, epididimitis berulang, atau penyebab lain termasuk hubungan dengan proses penyakit lain. Mikroorganisme penyebab yang paling umum pada kelompok usia anak-anak dan usia lanjut adalah organisme coliform yang menyebabkan bacteriuria. Pada pria yang lebih muda dari usia 35 yang aktif secara seksual dengan wanita, organisme penyebab paling umum yang menyebabkan epididimitis adalah bakteri biasa yang menyebabkan uretritis, yaitu N. gonorrhoeae dan C. trachomatis. Penyebab epididymitis tersering padada pria homoseksual yang melakukan hubungan seks anal adalah E. coli dan Haemophilus influenzae. Selain itu, tuberkulosis dan mikobakteri, seperti BCG, dapat dikaitkan dengan epididimitis. Seperti halnya orkitis, mikroorganisme virus, jamur, mikoplasma, dan parasit semuanya terlibat dalam terjadinya epididymitis.1 c. Diagnosis Pemeriksaan menunjukkan pembengkakan pada hemiskrotum dan kadang pada palpasi sulit untuk memisahkan antara epididimis dengan testis. Tes laboratorium harus mencakup pewarnaan Gram pada apusan uretra dan spesimen urin. Basil Gram-negatif biasanya dapat diidentifikasi pada pasien dengan sistitis yang mendasarinya. Jika apusan uretra mendapatkan adanya diplokokus gram negatif intraseluler, diagnosis infeksi N. gonorrhoeae dapat ditegakkan. Jika hanya sel darah merah yang terlihat pada apusan uretra, diagnosis C. trachomatis. Spesimen usap uretra dan urin midstream harus dilakukan untuk uji kultur dan sensitivitas. Dapat dilakukan pemeriksaan radiologi untuk diagnosa yang pasti yaitu dengan pemeriksaan ultrasonografi skrotum Doppler

duplex untuk mengetahui peningkatan aliran darah ke epididimis yang terkena dapat dilakukan (juga untuk menyingkirkan kelainan lainnya. Pemeriksaan ultrasonografi merupakan pemeriksaan lini pertama dan MRI merupakan lini kedua pada epididmitis.1 d. Terapi Terapi diberikan sesuai dengan kemungkinan penyebab dan organisme. Menurut pedoman Centers for Disease Control and Prevention 2006 pada pengobatan epididimitis akibat infeksi dapat diberikan ceftriaxone atau doxycycline, untuk pria yang lebih muda dari usia 35 tahun dan levofloxacin atau ofloxacin untuk pria yang berusia lebih dari 35 tahun. Pedoman tersebut belum mengubah rekomendasi ceftriaxone tetapi menyarankan bahwa azitromisin dapat digunakan sebagai pengganti doksisiklin. Untuk epididimitis kronis, percobaan antibiotik 4-6 minggu yang berpotensi efektif terhadap kemungkinan bakteri patogen dan khususnya C. trachomatis. Tindakan operasi pengangkatan epididimis (epididimektomi) harus dipertimbangkan ketika semua tindakan konservatif telah dilakukan tetapi kelainan masih terjadi dan memberi tahu pasien bahwa operasi memiliki peluang terbaik hanya 50% untuk menyembuhkan rasa sakitnya.1

DAFTAR PUSTAKA 1. Wein A, Kavoussi L, Partin A, Peters C, Campbell M. 2016. Campbell-Walsh urology. 11th ed. Philadelphia: Elsevier 2. Purnomo, Basuki B. 2003. Dasar-Dasar Urologi. Edisi Kedua. Malang : CV. Infomedika. Hal : 140 – 142, 152-153 3. Lue T. 2012. Smith and Tanagho's General Urology, Eighteenth Edition. 18th ed. New York: McGraw-Hill Professional 4. Charles F. Schwart’s Principle of Surgery. Edisi Kesepuluh. McGraw Hill Education. United States of America.hal 1495-516 5. Asian J Androl. 2016 Mar-Apr; 18(2): 179–181. Published online 2016 Jan 8. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4770482/ (diakses tanggal 22 maret 2019) 6. Blandy J, Kaisary A. Lecture notes Urology 6 edition. Published 2007. Hal 230-251 7. Junnila J, Lassen P. 1998. Testicular Masses. Am Fam Phycisian.Hal;57(4):685-92. 8. Pais VM. Spermatocele. Department of Surgery, Section of Urology, Dartmouth Medical School. United States. 2015. 9. Loho, Lily L. Seminoma Anaplastik dengan Yolk Sac Tumor Testis (Mixed Germ Tumor Testis), Jurnal Biomedik, Volume 4, Nomor 3, Suplemen, November 2012, hlm. S146-151.

Related Documents

Referat Scrotal Mass.docx
November 2019 9
Referat Scrotal Mass.docx
December 2019 40
Referat
May 2020 53
Referat Skizoid.docx
April 2020 17
Referat Carotid.docx
November 2019 20
Referat Faringitis.pptx
December 2019 28

More Documents from "Nurul Fitriani"

Referat Scrotal Mass.docx
November 2019 9
Sampul Depan.docx
May 2020 5