REFERAT INFERTILITAS
Disusun Oleh : Mirantika Audina I 4061172033
Pembimbing : dr. Novi Salita, Sp. OG, M.Kes 197511142002122005
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN WANITA PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA RSUD DR ABDUL AZIZ SINGKAWANG 2018
BAB I PENDAHULUAN
Infertilitas merupakan masalah yang dihadapi oleh pasangan suami istri yang telah menikah selama minimal satu tahun, melakukan hubungan sanggama teratur, tanpa menggunakan kontrasepsi, tetapi belum berhasil memperoleh kehamilan. Pada prinsipnya masalah yang terkait dengan infertilitas ini dapat dibagi berdasarkan masalah yang sering dijumpai pada perempuan dan masalah yang sering dijumpai pada lelaki.1 Pendekatan yang digunakan untuk menilai faktor-faktor yang terkait dengan infertilitas tersebut digunakan pendekatan organik, yang tentunya akan sangat berbeda antara lelaki dan perempuan. Faktor tersebut dapat saja merupakan kelainan langsung organnya, tetapi dapat pula disebabkan oleh faktor lain yang mempengaruhinya seperti faktor infeksi, faktor hormonal, faktor genetik, dan faktor proses penuaan. 1 Mengingat faktor usia merupakan faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan pengobatan, maka bagi perempuan berusia 35 tahun atau lebih tentu tidak perlu harus menunggu selama satu tahun. Minimal enam bulan sudah cukup bagi pasien dengan masalah infertilitas untuk datang ke dokter untuk melakukan pemeriksaan dasar.2 American Society for Reproductive Medicine (ASRM) telah mempublukasikan guidelines untuk evaluasi infertilitas dasar yaitu: (1) analisis semen; (2) penilaian ovulasi; (3) pemeriksaan cadangan ovarium; (4) histerosalpingografi; dan (5) laparaskopi.3 Infertilitas dikatakan sebagai infertilitas primer jika sebelumnya pasangan suami isteri belum pernah mengalami kehamilan. Sementara itu, dikatakan sebagai infertilitas sekunder jika pasangan suami isteri gagal untuk memperoleh kehamilan setelah satu tahun pascapersalinan atau pascaabortus, tanpa menggunakan kontrasepsi apa pun.1 Delapan puluh empat persen (85%) perempuan akan mengalami kehamilan dalam kurun waktu satu tahun pertama pernikahan bila mereka melakukan hubunga suami isteri secara teratur tanpa menggunakan kontrasepsi. Angka kehamilan kumulatif akan meningkat menjadi 93% ketika lama usia pernikahan dua tahun.4
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Infertilitas merupakan masalah yang dihadapi oleh pasangan suami istri yang telah menikah selama minimal satu tahun, melakukan hubungan sanggama teratur, tanpa menggunakan kontrasepsi, tetapi belum berhasil memperoleh kehamilan.1 Berdasarkan kejadiannya infertilitas dibagi menjadi dua, yaitu infertilitas primer apabila istri belum pernah hamil walaupun bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan, sedangkan disebut sebagai infertilitas sekunder apabila istri pernah hamil, akan tetapi kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan. 1
2.2. Epidemiologi Infertilitas masih merupakan masalah kesehatan di dunia termasuk di Indonesia. Kejadian infertil meskipun tidak berpeng-aruh pada aktivitas fisik dan tidak mengancam jiwa, bagi banyak pasangan hal ini berdampak besar pada kehidupan keluarga karena selain menyebabkan masalah medis, infertilitas juga dapat menyebabkan masalah ekonomi maupun psikologis.5 World Health Organization (WHO) secara global memperkirakan adanya kasus infertil pada 8%-10% pasangan, jika dari gambaran global populasi maka sekitar 5080 juta pasangan (1 dari 7 pasangan) atau sekitar 2 juta pasangan infertil baru setiap tahun dan jumlah ini terus meningkat. Berdasarkan National Survey of Family Growth (NSFG) di Amerika Serikat, persentase wanita infertil pada tahun 1982, tahun 1988 hingga tahun 1995 terus mengalami peningkatan dari 8.4% menjadi 10.2% (6.2 juta). Kejadian ini diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai 7.7 juta pada tahun 2025.6 Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2012 kejadian infertil di Indonesia mengalami peningkatan setiap
tahun. Prevalensi
pasangan infertil di Indonesia tahun 2013 adalah 15-25% dari seluruh pasangan yang ada.7
3
2.3. Faktor Penyebab Infertilitas Secara garis besar penyebab infertilitas dapat dibagi menjadi faktor tuba dan pelvik (35%), faktor lelaki (35%), faktor ovulasi (15%), faktor idiopatik (10%), dan faktor lain (5%).1 (Tabel 2-1) Tabel 2-1. Faktor-faktor penyebab infertilitas1 Penyebab Infertilitas
Persen
Faktor tuba dan faktor pelvik (sumbatan atau kerusakan tuba akibat perlekatan
35
atau akibat endometriosis) Faktor lelaki (abnormalitas jumlah, motilitas dan/atau morfologi sperma)
35
Disfungsi ovulasi (ovulasi jarang atau tidak ada ovulasi)
15
Idiopatik
10
Lain-lain (fibroid, polip endometrium/dan kelainan bentuk uterus)
5
Penelitian yang dilakukan Wang 2003, berdasarkan pengamatan terhadap 518 pasangan suami isteri yang berusia antara 20-34 tahun dijumpai 5O%- kehamilan terjadi di dalam dua siklus haid pertama dan 90%, kehamilan terjadi di dalam enam siklus haid pertama. Wang menemukan bahwa angka fekunditas per bulan adalah berkisar antara 30 - 35%.1 1.
Non-Organik 1) Usia Usia, terutama usia istri, sangat menentukan besarnya kesempatan Pasangan suami.istri untuk mendapatkan keturunan. Terdapat hubungan yang terbalik antara bertambahnya usia istri dengan penurunan kemungkinan untuk mengalami kehamilan. Sembilan puluh empat persen (94%) perempuan subur di usia 35 tahun atau 77% perempuan subur di usia 38 tahun akan mengalami kehamilan dalam kurun waktu tiga tahun lama pernikahan. Ketika usia istri mencapai 40 tahun maka kesempatan untuk hamil hanya sebesar lima persen per bulan dengan kejadian kegagalan sebesar 34 - 52%.1 Akibat masalah ekonomi atau adanya keinginan segolongan perempuan unruk meletakkan kehamilan sebagai prioritas kedua setelah upaya mereka untuk meraih jenjang jabatan yang baik di dalam pekerjaannya, merupakan alasan bagi perempuan untuk menunda kehamilannya sampai berusia sekitar
4
30 tahun atau bahkan lebih tua lagi. Hal ini menyebabkan usia rata-rata perempuan masa kini melahirkan bayi pertarnanya 3,5 tahun lebih tua dibandingkan dengan usia perempuan yang dilahirkan pada 30 tahun yang lalu. Tentu hal ini akan memberikan pengaruh yangkuat terhadap penurunan kesempatan bagi perempuan masa kini untuk mengalami kehamilan. 1 2) Frekuensi Senggama Angka kejadian kehamilan mencapai puncaknya ketika pasangan suami istri melakukan hubungan suami istri dengan frekuensi 2-3 kali dalam seminggu. Upaya penyesuaian saat melakukan hubungan suami istri dengan terjadinya ovulasi, justeru akan meningkatkan kejadian stres bagi pasangan suami istri tersebut, upaya ini sudah tidak direkomendasikan lagi. 1 3) Pola Hidup a. Alkohol Pada perempuan tidak terdapat cukup bukti ilmiah yang menyatakan adanya hubungan antara minuman mengandung alkohol dengan peningkatan risiko kejadian infertilitas. Namun, pada lelaki terdapat sebuah laporan yang menyatakan adanya hubungan antara minum alkohol dalam jumlah banyak dengan penunrnan kualitas sperma. 1 b. Merokok Dari beberapa penelitian yang ada, dijumpai fakta bahwa merokok dapat menurunkan fertilitas perempuan. Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk menghentikan kebiasaan merokok jika perempuan memiliki masalah infertilitas. Penurunan fertilitas perempuan juga terjadi pada perempuan perokok pasif. Penurunan fertilitas juga dialami oleh lelaki yang memiliki kebiasaan merokok. 1 c. Berat Badan Perempuan dengan indeks massa tubuh yang lebih daripada 29, yang termasuk di dalam kelompok obesitas, terbukti mengalami keterlambatan hamil. Usaha yang paling baik untuk menurunkan berat badan adalah dengan cara menjalani olahraga teratur serta mengurangi asupan kalori di dalam makanan. 1
5
2.
Organik 1) Masalah Vagina Vagina merupakan hal yang penting di dalam tata laksana infertilitas. Terjadinya proses reproduksi manusia sangat terkait dengan kondisi vagina yang sehat dan berfungsi normal. Masalah pada vagina yang memiliki kaitan erat dengan peningkatan kejadian infertilitas adalah sebagai berikut. 1 a. Dispareunia Merupakan masalah kesehatan yang ditandai dengan rasa tidak nyaman atau rasa nyeri saat melakukan sanggama. Dispareunia dapat dialami perempuan ataupun lelaki. Pada perempuan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antaralain adalah sebagai berikut. 1 - Faktor infeksi, seperti infeksi kandida vagina, infeksi klamidia trakomatis vagina, infeksi trikomonas vagina, dan pada saluran berkemih. - Faktor organik, seperti vaginismus, nodul endometriosis di vagina, endometriosis pelvik, atau keganasan vagina. Dispareunia pada lelaki dapat disebabkan oleh beberapa faktor berikut:
Faktor infeksi, seperti uretritis, prostitis atau sistitis. Beberapa kuman penyebab infeksi antara lain adalah Niseria gonore.
Faktor organik, seperti prepusium yang terlampau sempit, luka parut di penis akibat infeksi sebelumnya dan sebagainya.
b. Vaginismus Merupakan masalah pada perempuan yang ditandai dengan adanya rasa nyeri saat penis akan melakukan penetrasi kedalam vagina. Hal ini bukan disebabkan oleh kurangnya zat lubrikans atu pelumas vagina, tetapi terutama disebabkan oleh diameter liang vagina yang terlalu sempit, akibat kontraksi refleks ott pubokoksigeus yang terlalu sensitif, sehingga terjadi kesulitan penetrasi penis ke vagina. Penyempitan liang vagina ini dapat disebabkan oleh faktor psikogenik atau disebabkan oleh kelainan anatomik. Faktor anatomi yang terkait dengan vaginismus dapat disebabkan oleh operasi di vagina sebelumnya seperti episiotomi atau
6
karena luka trauma di vagina yang sangat hebat sehingga meninggalkan jaringan parut.1 c. Vaginitis Beberapa infeksi kuman seperti klamidia trakomatis, Niseria Gonore dan bakterial vaginosis seringkali tidak menimbulkan gejala klinik sama sekali. Namun, infeksi klamidia trakomatis memiliki kaitan erat dengan infertilitas melalui kerusakan tuba yang dapat ditimbulkan.1 2) Masalah Uterus Uterus dapat menjadi penyebab terjadinya infertilitas. Faktor uterus yang memiliki kaitan erat dengan kejadian infertilitas adalah srviks, kavum uteri dan korpus uteri.1 a. Faktor Serviks Servisitis adalah inflamasi mukosa dan kelenjar serviks yang dapat terjadi ketika organism mencapai akses ke kelenjar servikal setelah berhubungan seksual, aborsi, manipulasi intrauterine, atau persalinan. Servisitis yang berat dapat menyebabkan infertilitas melalui deformitas dan penutupan serviks oleh eksudat
yang secara bersamaan
menimbulkan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi sperma.1 Tindakan operatif tertentu pada serviks seperti konisasi atau upaya abortus profokatus sehingga menyebabkan cacat pada serviks, dapat menjadi penyebab infertilitas.1 b. Faktor Kavum Uteri
Kelainan anatomi kavum uteri Adanya septum pada kavum uteri tentu akan mengubah struktur
anatomi dan struktur vaskularisasi endometrium. Tidak terdapat kaitan yang erat antara septum uteri ini dengan peningkatan kejadian infertilitas. Namun, terdapat kaitan yang erat antara septum uteri dengan peningkatan kejadian kegagalan kehamilan muda berulang. Kondisi uterus bikornis atau uterus arkuatus tidak memiliki kaitan yang erat dengan kejadian infertilitas.1
7
Faktor endometriosis Hubungan endometriosis dengan infertilitas dinyatakan bahwa ketika
terdapat jaringan parut yang luas, infertilitas dapat menjadi efek dari endometriosis dalam analog bahwa infertilitas berhubungan dengan adhesi yang terjadi akibat pelvic inflamatory disease. Jika endometriosis minimal tanpa adanya adhesi menyebabkan adanya infertilitas, hal ini dipastikan adanya penurunan kesuburan pada wanita. Banyak mekanisme diajukan untuk menerangkan hubungan tersebut, semuanya perlu dipertimbangkan secara teoritik. Tidak ada mekanisme yang berperan sendirian dan antara mekanisme tersebut berhubungan satu sama lain.1 c. Faktor Miometrium Mioma uteri merupakan tumor jinak uterus yang berasal dari peningkatan kativitas proliferasi sel-sel miometrium. Berdasarkan lokasi mioma uteri terhadap miometrium, serviks dan kavum uteri, maka mioma uteri dapat dibagi menjadi 5 klasifikasi sebagai berikut. Mioma subserosum, mioma intramural, mioma submukosum, mioma serviks dan mioma dirongga peritoneum. Pengruh mioma uteri terhadap infertilitas hanyalah berkisar 30-50%. Mioma uteri mempengaruhi fertilitas kemungkinan terkait dengan sumbatan pada tuba, sumbatan pada kanalis servikalis atau mempengaruhi implantasi.1 3) Masalah Tuba Tuba falopi memiliki peran yang besar dalam proses infertilitas, karena tuba berperan dalam proses transpor sperma, kapasitas sperma proses infertilasi dan transpor embrio. Adanya kerusakan dan kelainan tuba tentu akan berpengaruh terhadap angka infertilitas. Kelainan tuba yang seringkali dijumpai pada penderita infertilitas adalah sumbatan tuba baik pada pangkal, pada bagian tengah tuba, maupun pada ujung distal dari tuba. Berdasarkan bentuk dan ukurannya, tuba yang tersumbat dapat tampil dengan bentuk dan ukuran yang normal, tetapi dapat pula tampil dalam bentuk hidrosalping. Sumbatan tuba dapat disebabkan oleh infeksi atau dapat disebabkan oleh
8
endometriosis. Infeksi Klamidia trakomatis memiliki kaitan yang erat dengan terjadinya kerusakan tuba.1 4) Masalah Ovarium Ovarium memiliki fungsi sebagai penghasil oosit dan penghasil hormon. Masalah utama yang terkait dengan fertilitas adalah terkait dengan fungsi ovulasi. Sindrom ovarium polikistik merupakan masalah gangguan ovulasi utama yang seringkali dijumpai pada kasus infertilitas. Saat ini untuk menegakkan diagnosis sindrom ovarium polikistik jika dijumpai dari 3 gejala dibawah ini:1 a. Terdapat siklus haid oligoovulasi atau anovulasi b. Terdapat
gambaran
ovarium
polikistik
pada
pemeriksaan
ultrasonografi (USG) c. Terdapat
gambaran
hiperandrogenisme
baik
klinis
maupun
biokimiawi Sebanyak 47% kasus sindrom ovarium polikistik ternyata memiliki kaitan erat dengan kejadian resistensi insulin. Penderita infertilitas dengan obesitas seringkali menunjukan gejala sindrom ovarium polikistik. Masalah gangguan ovulasi yang lain adalah yang terkait dengan pertumbuhan kista ovarium nonneoplastik ataupun kista ovarium neoplastik. Kista ovarium yang sering dijumoai oada penderita infertilitas adalah kista endometrium yang sering dikenal dengan istilah kista cokelat. Kista endometriosis tidak hanya menganggu fungsi ovulasi tetapi juga dapat mempengaruhi fungsi maturasi oosit.1 Untuk menilai derajat keparahan endometriosis, saat ini digunakan klasifikasi berdasarkan revisi American Fertility (AFS). Pada kista endometriosis dengan AFS derajat sedang atau berat kejadian infertilitas dapat dikaitkan dengan kegagalan ovulasi, kegagalan fungsi tuba akibat deformitas tuba. Tindakan operatif untuk pengangkatan kista ovarium jika tidak dilakukan dengan hati-hati dapat berakibat meningkatnya kejadian kegagalan fungsi ovarium yang akan semakin memperburuk prognosis infertilitasnya.1
9
3.
Faktor BerkontribusiLaki-Laki Infertilitas dapat juga disebabkan oleh faktor laki-laki, dan setidaknya
sebesar 30-40% dari infertilitas disebabkan oleh faktor laki-laki, sehingga pemeriksaan pada laki-laki penting dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan infertilitas Fertilitas laki-laki dapat menurun akibat dari:8 a. Infeksi saluran urogenital b. Kelainan urogenital kongenital atau didapat c. Suhu skrotum yang meningkat (contohnya akibat dari varikokel) d. Kelainan endokrin e. Kelainan genetik f. Faktor imunologi Di Inggris, jumlah sperma yang rendah atau kualitas sperma yang jelek merupakan penyebab utama infertilitas pada 20% pasangan. Kualitas semen yang terganggu, azoospermia dan cara senggama yang salah, merupakan faktor yang berkontribusi pada 50% pasangan infertilitas. Infertilitas laki-laki idiopatik dapat dijelaskan karena beberapa faktor, termasuk disrupsi endokrin yang diakibatkan karena polusi lingkungan, radikal bebas, atau kelainan genetik.9
2.4. Pemeriksaan Dasar Infertilitas 1.
Pemeriksaan Infertilitas Pada Laki-Laki 1) Anamnesis Anamnesis ditujukan untuk mengidentifikasi faktor risiko dan kebiasaan hidup pasien yang dapat secara bermakna mempengaruhi fertilitas pria. Anamnesis meliputi: 1) riwayat medis dan riwayat operasi sebelumnya, 2) riwayat penggunaan obat-obatan (dengan atau tanpa resep) dan alergi, 3) gaya hidup dan riwayat gangguan sistemik, 4) riwayat penggunaan alat kontrasepsi; dan 5) riwayat infeksi sebelumnya, misalnya penyakit menular seksual dan infeksi saluran nafas.10 Tabel 2-2. Komponen anamnesis pada Penanganan Infertilitas Laki-laki.10 Komponen Anamnesis Pada Penanganan Infertilitas Laki-Laki Riwayat Medis
10
Kelainan fisik : torsio testis, trauma testis, kriptorkidisme Penyakit sistemik : diabetes melitus, kanker, infeksi genitourinari, penyakit menular seksual, Kelainan genetik : sindrom klinefelter Riwayat Pembedahan Undescended testis Hernia Trauma testis, torsio testis Bedah pelvis, retroperitoneal, kandung kemih Riwayat Fertilitas Kehamilan sebelumnya – dengan pasangan saat ini atau sebelumnya Lama infertilitas Penanganan infertilitas sebelumnya Riwayat Sexual Ereksi atau masalah ejakulasi Frekuensi hubungan seksual Pengobatan Antihipertensi Kortikosteroid Sitostatika Riwayat Sosial Alkohol, rokok, penggunaan steroid Paparan radiasi dan panas Pestisida
2) Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada laki-laki penting untuk mengidentifikasi adanya penyakit tertentu yang berhubungan dengan infertilitas. Penampilan umum harus diperhatikan, meliputi tanda-tanda kekurangan rambut pada tubuh atau ginekomastia yang menunjukkan adanya defisiensi androgen. Tinggi badan, berat badan, IMT, dan tekanan darah harus diketahui.10 Palpasi skrotum saat pasien berdiri diperlukan untuk menentukan ukuran dan konsistensi testis. Apabila skrotum tidak terpalpasi pada salah satu sisi, pemeriksaan inguinal harus dilakukan. Orkidometer dapat digunakan untuk mengukur volume testis. Ukuran rata-rata testis orang dewasa yang dianggap normal adalah 20 ml. 10
11
Konsistensi testis dapat dibagi menjadi kenyal, lunak, dan keras. Konsistensi normal adalah konsistensi yang kenyal. Testis yang lunak dan kecil dapat mengindikasikan spermatogenesis yang terganggu. 10 Palpasi epididimis diperlukan untuk melihat adanya distensi atau indurasi. Varikokel sering ditemukan pada sisi sebelah kiri dan berhubungan dengan atrofi testis kiri. Adanya perbedaan ukuran testis dan sensasi seperti meraba “sekantung ulat” pada tes valsava merupakan tanda-tanda kemungkinan adanya varikokel.10 Pemeriksaan kemungkinan kelainan pada penis dan prostat juga harus dilakukan. Kelainan pada penis seperti mikropenis atau hipospadia dapat mengganggu proses transportasi sperma mencapai bagian proksimal vagina. Pemeriksaan colok dubur dapat mengidentifikasi pembesaran prostat dan vesikula seminalis.10 3) Analisis Sperma Pemeriksaan analisis sperma sangat penting dilakukan pada awal kunjugan pasutri dengan masalah infertilitas, karena dari berbagai penelitian menunjukan bahwa faktor lelaki turut memberikan kontribusi sebesar 40% terhadap kejadian infertilitas. 1 Beberapa syarat yang harus diperhatikan agar menjamin hasil analisis sperma yang baik adalah sebagai berikut: 1
Lakukan abstinensia (pantang sanggama) selama 2-3 hari
keluarkan sperma dengan cara masturbasi dan hindari dengan cara sanggama teputus
Hindari penggunaan pelumas pada saat masturbasi
Hindari penggunaan kondom untuk menampung sperma
Gunakan tabung dengan mulut yang lebar sebagai tempat penampungan sperma
Tabung sperma harus dilengkapi dengan nama jelas, tanggal dan waktu pengumpulan sperma, metode pengeluaran sperma yang dilakukan (masturbasi atau senggama terputus)
Kirimkan sampel secepat mungkin ke laboratorium sperma
12
Hindari paparan temperatur yang terlampau tinggu (>38oC) atau terlalu rendah (<15oC) atau menempelkannya ke tubuh sehingga sesuai dengan suhu tubuh Kriteria yang digunakan untuk menilai normalitas analisis sperma adalah
kriteria normal berdasarkan kriteria World Health Organization (WHO) (Tabel 2-3). Hasil dari analisis sperma tersebut menggunakan terminologi khusus yang diharapkan dapat menjelaskan kualitas sperma berdasarkan konsentrasi, mortalitas dan morfologi sperma.1 Tabel 2-3. Nilai normal analisis sperma berdasarkan kriteria WHO1 Kriteria
Nilai rujukan normal
Volume
2 ml atau lebih
Waktu likuefaksi
Dalam 60 menit
Ph
7,2 atau lebih
Konsentrasi sperma
20 jt per militer atau lebih
Jumlah sperma total
40 jt per ejakulat atau lebih
Lurus cepat (gerakan yang progesif
25% atau lebih
dalam 60 menit setelah ejakulasi) (1) Jumlah antara lurus lambat (2) dan lurus
50% atau lebih
cepat (1) Morfologi normal
30% atau lebih
Vitalitas
75% atau lebih yang hidup
Lekosit
Kurang dari 1 juta per mililiter
Keterangan: derajat 1 : gerak sperma cepat dengan arah yang lurus derajat 2 : gerak sperma lambat atau berputar putar Tabel 2-4. Terminologi dan Definisi Analisis Sperma Berdasarkan Kualitas Sperma1 Terminologi Definisi Normozoospermia Ejakulasi normal sesuai dengan nilai rujukan WHO Oligozoospermia Konsentrasi sperma lebih rendah daripada nilai rujukan WHO Astenospermia Konsentrasi sel sperma dengan motilitas lebih rendah daripada nilai rujukan WHO Teratozospermia Konsentrasi sel sperma dengan morfologi lebih rendah daripada nilai rujukan WHO
13
Azospermia Aspermia Kristoospermia
Tidak didapatkan sel sperma di dalam ejakulat Tidak terdapat ejakulat Jumlah sperma sangat sedikit yang dijumpai setelah sentrifugasi
Dua atau tiga nilai analisis sperma diperlakukan untuk menegakkan diagnosis adanya analisis sperma yang abnormal. Namun, cukup banyak melakukan analisis sperma tunggal jika pada pemeriksaan telah dijumpai hasil analisis sperma normal, karena pemeriksaan analisis sperma yang ada merupakan metode pemeriksaan yang sangat sensitif. Untuk mengurangi nilai positif palsu, maka pemeriksaan analisis sperma yang berulang hanya dilakukan jika pemeriksaan analisis sperma yang pertama menunjukkan hasil yang abnormal. Pemeriksaan analisis sperma kedua dilakukan dalam kurun waktu 2-4 minggu.1 Jika analisis semen tidak normal, maka harus diulang setelah setidaknya 1 bulan dengan laboratorium yang didasarkan pada World Health Organization (WHO) guidelines. Jika ada abnormalitas yang terdeteksi secara berulang pada analisis semen, mungkin dapat dirujuk kepada ahli urologi.2
2.
Pemeriksaan Infertilitas Pada Perempuan 1) Anamnesis Pada awal pertemuan, penting sekali untuk memperoleh data apakah pasangan suami istri atau salah satunya memiliki kebiasaan merokok atau minum, minuman beralkohol. Perlu juga diketahui apakah pasutri atau salah satunya menjalani terapi khusus seperti antihipertensi, kartikosteroid, dan sitostatika.1 Siklus haid merupakan variabel yang sangat penting. Dapat dikatakan siklus haid normal jika berada dalam kisaran antara 21 - 35 hari. Sebagian besar perempuan dengan siklus haid yang normal akan menunjukkan siklus haid yang beror,ulasi. Untuk mendapatkan rerata siklus haid perlu diperoleh informasi haid dalam kurun 3 - 4 bulan terakhir. Perlu juga diperoleh informasi apakah terdapat keluhan nyeri haid setiap bulannya dan perlu
14
dikaitkan dengan adanya penurunan aktivitas fisik saat haid akibat nyeri atau terdapat penggunaan obat penghilang nyeri saat haid terjadi.1 Perlu dilakukan anamnesis terkait dengan frekuensi sanggama yang dilakukan selama ini. Akibat sulitnya menentukan saat ovulasi secara tepat, maka dianjurkan bagi pasutri untuk melakukan sanggama secara teratur dengan frekuensi 2 - 3 kali per minggu. Upaya untuk mendeteksi adanya ovulasi seperti pengukuran suhu basal badan dan penilaian kadar luteinizing hormone (LH) di dalam urin seringkali sulit untuk dilakukan dan sulit untuk diyakini ketepatannya, sehingga hal ini sebaiknya dihindari saja. 1 2) Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan pada pasutri dengan masalah infertilitas adalah pengukuran tinggi badan, penilaian berat badan, dan pengukuran lingkar pinggang. Penentuan indeks massa tubuh perlu dilakukan dengan menggunakan formula berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan (m2). Perempuan dengan indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 25kg/m2 termasuk ke dalam kelompok kriteria berat badan lebih. Hal ini memiliki kaitan erat dengan sindrom metabolik. IMT yang kurang dari 19kg/m2 seringkali dikaitkan dengan penampilan pasien yang terlalu kurus dan perlu dipikirkan adanya penyakit kronis seperti infeksi tuberkulosis (TBC), kanker, atau masalah kesehatan jiwa seperti anoreksia nervosa atau bulimia nervosa. Adanya pertumbuhan rambut abnormal seperti kumis, jenggot, jambang, bulu dada yang lebat, bulu kaki yang lebat dan sebagainya (hirsutisme) atau pertumbuhan jerawat yang banyak dan tidak normal pada perempuan, seringkali terkait dengan kondisi hiperandrogenisme, baik klinis maupun biokimiawi.1 3) Pemeriksaan Penunjang a. Penilaian Ovulasi Gangguan ovulasi terjadi pada sekitar 15% pasangan infertilitas dan menyumbang sekitar 40% infertilitas pada perempuan. Gangguan ovulasi seringkali bermanifestasikan pada gangguan menstruasi. Penilaian ovulasi yang dapat dilakukan diantaranya:2
15
Basal Body Temperature (BBT) Rekaman BBT merupakan alat yang paling murah tetapi sulit untuk diinterpretasikan.2
Gambar 2.1. Contoh Grafik Rekaman Suhu Basal Tubuh.2
Kit Prediktor Ovulasi Berguna untuk perempuan yang tidak memiliki siklus menstruasi yang sangat panjang dan dapat digunakan oleh pasangan untuk menentukan waktu berhubungan inti secara tepat.2
Kadar Progesteron Fase Mid Luteal Diukur sekitar hari ke-21 pada wanita dengan siklus menstruasi yang teratur (28 hari). wanita dengan menstruasi tidak teratur lebih baik menggunakan kit prediktor ovulasi dan mengukur kadar progesteron 7-8 hari setelah peningkatan LH terdeteksi.2 Adanya ovulasi dapat ditentukan jika kadar progesteron fase luteal madia dijumpai lebih besar dari 9,4 mg/ml (30 nmol/l).1
b. Penilaian Cadangan Ovarium Evaluasi cadangan ovarium sebagai pemeriksaan lini pertama untuk infertilitas. Pemeriksaannya meliputi:
Siklus hari ke-3 serum FSH dan kadar estradiol
Perhitungan folikel antral ovarium melalui ultrasonografi
Kadar abnormal berkolerasi dengan berkurangnya respons untuk tatalaksana induksi ovulasi dan presentase kelahiran hidup yang lebih
16
rendah setalah in vitro fertilization (IVF). Wanita dengan usia lanjut atau dengan riwayat operasi ovarium sebelumnya memiliki resiko kehilangan fungsi atau cadangan ovariumnya.2 c. Histerosalpingografi Perempuan yang tidak memiliki riwayat penyakit radang panggul (PID), kehamilan ektopik atau endometriosis disarankan untuk melakukan histerosalpingografi (HSG) untuk menilai kontur uterus dan patensi tuba. HSG terdiri dari evaluasi radiografi dari kavitas uterin dan tuba fallopi setelah diinjeksikan medium radio-opak melalui canalis servikal.2
Gamber 2-2. Histerosalpinogram normal2
d. Laparaskopi Memiliki kemampuan pemeriksaan visual langsung pada bagian anatomi reproduksi pelvis. laparaskopi merupakan pilihan pemeriksaan untuk mengidentifikasi secara spesifik endometriosis dan pelvic adhesive. Berdasarkan pada guidelines ASRM, laparaskopi harus dilakukan pada wanita dengan unexplained infertility atau memiliki tanda dan gejala endometriosis atau pada seseorang yang dicurigai menderita penyakit tuba adhesive.2 e. Pemeriksaan uji pasca sanggama atau postcoial test (PCT) Merupakan metode pemeriksaan yang bertujuan untuk menilai interaksi antara sperma dan lendir serviks. Metode ini sudah tidak dianjurkan untuk digunakan karena memberikan hasil yang sulit untuk dipercaya. 1
17
2.5. Penatalaksanaan Infertilitas 1. Manajemen Ekspektatif Pasangan hanya diberi pengertian tentang masa subur, tidak diberi obat tambahan apapun. Pilihan terapi ini dilakukan bila usia pasien dibawah 28-30 tahun, dan lama infertilitas kurang dari 2-3 tahun.2 Pasangan wanita harus dikonsulkan untuk mendapatkan BMI yang normal, mengurangi konsumsi kafein hingga tidak lebih dari 250 mg/hari (2 cangkir kopi), dan mengurangi konsumsi alkohol.11 2. Controlled Ovarian Hyperstimulation (COH) Induksi ovulasi dapat menggunakan klomifen sitrat atau gonadotropin. Induksi ovulasi tersebut dapat memperbaiki disfungsi ovulasi ringan dan merangsang pertumbuhan folikel multipel. Pasangan kemudian disarankan melakukan hubungan seksual terjadwal dari hari ke-12 siklus haid.2,11 3. Intrauterine Insemination (IUI) Inseminasi intrauterin adalah dengan menempatkan
secara langsung
spermatozoa motil ke dalam uterus dalam jarak yang dekat terhadap 1 atau lebih oosit. Inseminasi dilakukan dekat dengan waktu terjadinya ovulasi.2,4 4. Conrolled Ovarian Hyperstimulation (COH) dan Intrauterine Insemination (IUI) IUI dengan induksi ovulasi (COH) meningkatkan angka kelahiran hidup dibandingkan dengan IUI itu sendiri. 2,4 5. In Vitro Fertilization (IVF) Pengobatan yang paling mahal, tetapi juga paling sukses untuk unexplained infertility. Pasien harus diajukan IVF jika gagal setelah 3 kali percobaan menggunakan COH dan IUI.2,4
18
Gamber 2-3. In Vitro Fertilization (IVF).4
6. Intracytoplasmic Sperm Injection (ICS) Sangat cocok untuk infertilitas pada pria. Sel kumulus disekitar ovum secara enzimatik dicerna kemudian satu sperma disuntikkan secara langsung melalui zona pelusida dan membran sel oosit. Tingkat keberhasilan dalam pencapaian kehamilan sebanding dengan IVF.2,4
Gamber 2-4. Intracytoplasmic Sperm Injection (ICS).4
2.6. Sistem Rujukan Dalam melakukan tata laksana terhadap pasutri dengan masalah infertilitas, diperlukan sistem rujukan yang baik untuk menghindari keterlibatan dalam menegakkan diagnosis atau tata laksana yang terkait dengan keterbatasan yang dimiliki oleh pusat layanan kesehatan primer.1
19
Terdapat indikator tertentu yang digunakan sebagai batasan untuk melakukan rujukan dari pusat layanan kesehatan primer ke pusat pelayanan kesehatan di atasnya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing pusat layanan kesehatan. (Tabel 2-5)1 Tabel 2-5. Indikator Rujukan ke Pusat Layanan Infertilitas Sekunder dan Tersier.1 Jenis Kelamin
Indikator Rujukan
Perempuan
Usia lebih dari 35 tahun Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya Riwayat kelainan tuba seperti hidrosalping. abses tuba, penyakit radang panggul. atau penyakit menular seksual Riwayat pembedahan tuba, ovarium, uterus, dan daerah panggul lainnya Menderita endometriosis Gangguan haid seperti amenorea atau oligomenorea Hirsutisme atau galaktore Kemoterapi
Laki-laki
Testis andesensus, orkidopeksi Kemoterapi atau radioterapi Riwayat pembedahan urogenital Varikokel Riwayat penyakit menular seksual (PMS)
Dengan mengetahui indikator ini, pasutri dengan kriteria tertentu akan langsung dirujuk ke pusat layanan kesehatan yang lebih tinggi tanpa dilakukan tata laksana sebelumnya di pusat layanan kesehatan primer.1
20
BAB III KESIMPULAN
Pasangan infertil adalah pasangan suami istri yang telah menikah selama satu tahun dan sudah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi tetapi belum hamil.5 Suatu kondisi dimana pasangan suami istri belum mampu memiliki anak walaupun telah melakukan hubungan seksual sebanyak 2 – 3 kali seminggu dalam kurun waktu 1 tahun tanpa menggunakan alat kontra-sepsi jenis apapun disebut dengan infertil.2 Secara garis besar penyebab infertilitas dapat dibagi menjadi faktor tuba dan pelvik (35%), faktor lelaki (35%), faktor ovulasi (15%), faktor idiopatik (10%) dan faktor lain.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010. 2. Quaas A, Dokras A. Diagnosis and treatment of unexplained infertility. Reviews in Obstetrics and Gynecology. 2008; 1(2): 69-76. 3. The Practice Committee of the American Society for Reproductive Medicine. Optimal evaluation of the infertile female. Fertil Steril. 2006;86 (5 suppl):S264S267. 4. Hoffman BL, Schorge JO, Bradshaw KD, Halvorson LM, Schaffer JL, Corton MM. Williams gynecology. 3rd edition. New York: McGraw Hill Education; 2016. 5. Hestiantoro A, Soebijanto S. Konsen-sus Penanganan Infertilitas. Himpun-an Endokrinologi Reproduksi dan Fer-tilitas Indonesia (HIFERI), Perhim-punan Fertilisasi In Vitro Indonesia (PERFITRI), Ikatan Ahli Urologi Indo-nesia (IAUI), Dan Perkumpulan Obs-tetri Dan Ginekologi Indonesia (POGI). 2013. 6. Chandra A, Casey E.C, Elizabeth H.S. Infertility And Impaired Fecundity In The United States 1982-2010. Data From The National Survey Of Family Growth. National Health Statistic Reports No.67. 2013 7. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2013. 8. World Health Organization. WHO Manual for the Standardised Investigation and Diagnosis of the Infertile Couple. Cambridge: Cambridge University Press 2000. 9. European Association of Urology (EAU) Guidelines on male infertility EAU;2010 10. Sigman M, Lipshultz L, Howards S. Office evaluation of the subfertile male. Cambridge. 2009. 11. Konsensus penanganan infertilitas. Jakarta: Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI), Perhimpunan Fertilisasi In Vitro Indonesia (PERFITRI), Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI), Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia; 2013.
22