Referat Psoriasis Irin.docx

  • Uploaded by: Rilo Dirgantara
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Psoriasis Irin.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,217
  • Pages: 14
BAB I PENDAHULUAN

Psoriasis

merupakan

suatu

penyakit

kulit

kelompok

dermatosis

eritroskuamosa bersifat kronik residif yang sering dijumpai dan penting di negaranegara barat dan sebagian di Asia. Penelitian yang ada menyebutkan prevalensi kasus psoriasis di negara Indonesia juga termasuk masih banyak ditemukan.1,2 Jenis psoriasis vulgaris merupakan bentuk yang paling lazim ditemukan, kira-kira 90% dari seluruh penderita psoriasis.1,3 Penyakit ini dapat mengenai seluruh kelompok umur, walaupun pada bayi dan anak-anak jarang. Tidak ada perbedaan pada laki-laki dan wanita. Umur rata-rata pada waktu gejala pertama timbul pada laki-laki 29 tahun dan wanita 27 tahun.1 Prevalensi psoriasis vulgaris sangat bervariasi pada berbagai populasi, antara 0,1-11,8%. Pada bangsa kulit hitam seperti di Afrika dan Indian jarang ditemukan. Insiden tertinggi yang pernah dilaporkan terdapat di Denmark sebesar 2,9%, di Amerika Serikat berkisar antara 2,2-2,6%. Insiden psoriasis vulgaris di Asia rendah, sekitar 0,4%. Di Poliklinik Divisi Dermatologi Anak Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, pada tahun 2003 sampai dengan 2007 terdapat 56 (0,6%) kasus baru psoriasis vulgaris berusia kurang dari 15 tahun dari 8970 kunjungan baru. Data dari beberapa rumah sakit di Indonesia tahun 2003-2006 terdapat 96 (0,4%) kasus baru psoriasis vulgaris dari 22.070 kunjungan baru golongan usia yang sama.1

1

2

Penyebab psoriasis vulgaris sendiri belum diketahui secara pasti. Terdapat banyak faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit ini, terutama faktor genetik dan imunologik, serta interaksi dengan faktor lingkungan sebagai pencetus. Pada banyak kasus ada pengaruh yang kuat terutama dari faktor genetik bila dimulai dari remaja atau dewasa muda. Tetapi, walaupun terdapat riwayat keluarga, sering tidak ditemukan pola garis keturunan yang jelas. Beberapa penelitian menyebutkan pemicu timbulnya psoriasis pada mereka yang rentan terkena yaitu trauma dan infeksi, serta stres.1 Pada psoriasis vulgaris terdapat lesi sangat khas, sering disebut dengan plak karena terdapat peninggian pada kulit yang berwarna merah dan berbatas tegas. Di atas plak tersebut terdapat skuama yang berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan bervariasi : lentikular, numular atau plakat, dapat berkonfluensi.3 Diagnosis psoriasis vulgaris didasarkan gambaran klinis, dan pemeriksaan yang khas pada psoriasis diantaranya fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner (isomorfik), psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan pada kuku yang disebut pitting nail atau nail pit berupa lekukan – lekukan miliar.3 Penyakit ini tidak menyebabkan kematian namun hampir semua pasien bermasalah dengan gangguan kosmetik yang tak jarang menimbulkan kendala dalam kehidupan sehari-hari. Ditambah lagi perjalanan penyakit ini bersifat menahun dan residif, dengan demikian pengobatan simptomatik dan berkesinambungan menjadi sangat penting.3

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Psoriasis Vulgaris Psoriasis adalah suatu penyakit kulit kelompok dermatosis eritroskuamosa, penyebabnya autoimun, bersifat kronik residif dengan lesi berupa makula eritem berbatas tegas, ditutupi oleh skuama tebal berlapis, berwarna putih bening seperti mika, disertai fenomena tetesan lilin dan tanda Auspitz. Psoriasis juga disebut psoriasis vulgaris yang berarti psoriasis yang biasa atau paling lazim ditemukan. Psoriasis bisa muncul pada seluruh usia, tetapi jarang pada usia kurang dari 10 tahun, biasanya muncul pada usia 15-30 tahun.3

2.2. Epidemiologi Psoriasis Vulgaris Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Insiden pada orang kulit putih lebih tinggi daripada penduduk kulit berwarna. Prevalensi psoriasis bervariasi antara 0,1-11,8% di berbagai populasi dunia. Di Eropa dilaporkan sebanyak 3-7%, di Amerika 1-2%, sedangkan di Jepang 0,6%. Pada bangsa kulit hitam, misalnya di Afrika, jarang dilaporkan, demikian pula bangsa Indian di Amerika. Tidak ada perbedaan insidens pada pria ataupun wanita.3,4 Penyakit ini terjadi pada segala usia, tersering pada usia 15-30 tahun. Puncak usia kedua adalah 57-60 tahun. Bila terjadi pada usia dini (15-35 tahun), terkait HLA (Human Leukocyte Antigen) I antigen (terutama

4

HLA Cw6), serta ada riwayat keluarga, lesi kulit akan lebih luas dan persisten.5 Beberapa variasi klinisnya antara lain psoriasis vulgaris (85-90%) dan arthritis psoriatika (10%). Seperti lazimnya penyakit kronis, mortalitas psoriasis rendah namun morbiditas tinggi, dengan dampak luas pada kualitas hidup pasien ataupun kondisi sosio ekonominya.5

2.3. Etiopatogenesis Psoriasis Vulgaris Penyebab pasti psoriasis vulgaris adalah belum jelas. Faktor yang diduga menimbulkan penyakit ini antara lain genetik, imunologik, dan beberapa faktor pencetus lainnya seperti stres psikis, infeksi lokal, trauma, gangguan

metabolik,

obat,

alkohol

dan

merokok.3,4

Kepustakaan

menunjukan bahwa seseorang dengan orang tua tidak menderita psoriasis, resiko untuk mengalami psoriasis adalah sebesar 12%, sedangkan jika salah seorang orang tuanya menderita psoriasis, resiko seseorang untuk menderita psoriasis meningkat menjadi 34% - 39% dan jika kedua orang tua menderita penyakit ini maka probabilitasnya menjadi 60%. Secara imunologik, psoriasis vulgaris merupakan reaksi imun kompleks yang melibatkan komponen sel inflamatori berupa elemen innate immune system dan adaptive immune systems disertai dengan adanya proliferasi dan diferensiasi sel keratinosit. Aktivasi antigen presenting cells mengakibatkan perkembangan sel T yang akan segera bermigrasi menuju sel kulit yang terlibat. Pada hiperparakeratosis epidermal yang terjadi,

5

terdapat angiogenesis yang menyebabkan abnormalitas kapiler pada lapisan dermis bagian atas, infiltrat limfositik, serta adanya perubahan histopatologi yang ditandai dengan influks neutrofil yang akan membentuk abses steril pada epidermis (abses Munro). Pada psoriasis vulgaris terjadi perubahan morfologik dan kerusakan sel epidermis akan menimbulkan akumulasi sel monosit dan limfosit pada puncak papil dermis dan di dalam stratum basalis sehingga menyebabkan pembesaran dan pemanjangan papil dermis. Sel epidermodermal bertambah luas, lipatan di lapisan bawah stratum spinosum bertambah banyak. Proses ini menyebabkan pertumbuhan kulit lebih cepat dan masa pertukaran kulit menjadi lebih pendek dari normalnya 28 hari menjadi 3-4 hari. Stratum granulosum tidak terbentuk dan di dalam stratum korneum terjadi parakeratosis. Stres psikis merupakan faktor pencetus utama, selain itu trauma (fenomena Kobner, garukan, pembedahan) dapat menyebabkan terjadinya lesi psoriasis di tempat yang terkena. Khusus faktor pencetus dari Scalp Psoriasis adalah garukan pada kulit kepala, cara menyisir rambut dan bahan bahan iritan misalnya cat rambut maupun bahan kosmetik rambut lainnya, sehingga predileksi Scalp Psoriasis pada umumnya pada daerah perbatasan kulit kepala yang berambut dan tidak berambut misalnya di dahi, kepala belakang dan post auricular. Obat-obatan yang dapat menyebabkan eksaserbasi adalah beta-adrenergic blocking agents, litium, anti malaria, IFN α dan γ, ACE inhibitor dan penghentian mendadak kortikosteroid

6

sistemik. Gangguan metabolik seperti hipokalemia dan dialisis juga dapat menjadi faktor pencetus. Infeksi lokal, khususnya oleh Streptococcus, dikatakan dapat mencetuskan kumatnya Scalp Psoriasis. Paparan terhadap sinar matahari dapat menjadi faktor pencetus, walaupun pada 10% kasus memberikan keuntungan.6

2.4. Gambaran Klinis Psoriasis Vulgaris Pada penderita psoriasis vulgaris keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada psoriasis yang menjadi eritroderma. Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Tempat predileksinya pada skalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral. Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhan sering eritema yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapislapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan bervariasi: lentikuler, numular atau plakat, dapat berkonfluensi.3 Pada psoriasis vulgaris terdapat fenomena tetesan lilin (Karsvlek phenomena), Auspitz dan Kobner (isomorfik). Kedua fenomena yang disebut lebih dahulu diangggap khas, sedangkan yang terakhir tak khas, hanya kira-kira 47% yang positif dan didapati pula pada penyakit lain, misalnya liken planus dan veruka plana juvenilis. Pada fenomena tetesan lilin ialah skuama dikerok, maka akan timbul garis-garis putih pada goresan

7

seperti lilin yang digores, disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Sedangkan pada fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintikbintik yang disebabkan oleh papilomatosis yaitu dengan dikerok terus secara hati-hati sampai ke dasar skuama. Truma pada kulit penderita psoriasis misalnya garukan, dapat menyebabkan kelainan psoriasis dan disebut fenomena Kobner yang timbul kira-kira setelah 3 minggu.3

Gambar 1. Predileksi Psoriasis

Gambar 2. Gambaran Klinis Psoriasis vulgaris

8

2.5. Pemeriksaan Laboratorium Psoriasis Vulgaris Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan gambaran hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis, papilomatosis dan hilangnya stratum granulosum. Pada stratum spinosum terdapat kelompok leukosit yang disebut dengan abses Munro dan ditemukan pula papilomatosis dan vasodilatasi subepidermis. Pemeriksaan darah rutin juga kadang dilakukan untuk mencari penyakit infeksi, pemeriksaan gula darah, kolesterol untuk penyakit diabetes mellitus.3

Gambar 3. Histopatologi Psoriasis Vulgaris 2.6. Diagnosis Psoriasis Vulgaris Diagnosis ditegakkan dengan menemukan gambaran klinis yang khas, yaitu makula papula eritema dengan batas tegas, ditutup skuama kasar,

9

putih mengkilat seperti perak, disertai adanya fenomena bercak lilin (Karsvlek phenomena), tanda Auspitz dan Koebner phenomena.4 Bila gambaran klinis kurang jelas, dilakukan pemeriksaan histopatologi.4 Derajat penyakit ditentukan dengan menggunakan Psoriasis Area Severity Index (PASI). Skor PASI adalah metode yang paling sering digunakan dalam uji klinis. Metode ini praktis dan cepat, namun memiliki variabilitas yang tinggi. Skor PASI berkisar antara 0,0-72,0 dengan peningkatan sebesar 0,1 unit. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Fredriksson dan Pettersson. Ada 4 area tubuh yang diperiksa yaitu kepala leher, ekstremitas atas, truncus, dan ekstremitas bawah. Langkah pertama ditentukan berdasar cakupan area dan lesi yang terlihat akan didapatkan nilai A1 – A4. Karakteristik lesi yang harus diperiksa adalah adanya eritema (merah terang, merah tetapi tidak terlalu gelap, sangat merah, merah tua), indurasi atau ketebalan(1=0,25mm ; 2=0,5mm ; 3=1mm ; 4=1,25mm), dan scaling (1=lesi datar ; 2=lesi tipis kasar ; 3=lesi tebal kasar ; 4=lesi sangat tebal dan sangat kasar). Pada setiap bagian tubuh yang berbeda mempunyai perbedaan kualitas dari lesi, skor PASI digunakan terpisah untuk menilai setiap bagian. Langkah kedua, mengalikan setiap subtotal dari jumlah setiap bagian pada area permukaan tubuh (A1x0,1 untuk kepala, A2x0,2 untuk ekstremitas atas, A3x0,3 untuk bagian truncus, dan A4x0,4 untuk ekstremitas bawah) untuk mendapatkan nilai B1 – B4. Langkah ketiga,

10

menentukan derajat dari setiap bagian tubuh yang terkena lesi dengan satuan % (kepala leher 10%, ekstremitas atas 20%, truncus 30%, dan ekstremitas bawah 40%.) dan skor 0 – 6, kemudian masing-masing skor dikalikan dengan setiap nilai B dengan hasil C1 – C4. Langkah terakhir yaitu dengan menjumlahkan nilai C1 – C4 akan didapatkan skor PASI.2 C1 + C2 + C3 + C4 = skor PASI A. Psoriasis ringan: PASI < 8, luas lesi <5% dari permukaan kulit. B. Psoriasis sedang: PASI 8-12, luas lesi 5-20% dari permukaan kulit. C. Psoriasis berat: PASI >12, luas lesi >20%, komplikasi pustular psoriasis, mengenai telapak tangan dan kaki, tidak responsif dengan kortikosterid topikal.

2.7. Diagnosis Banding Psoriasis Vulgaris Ada beberapa diagnosis banding dari psoriasis vulgaris. Pada stadium penyembuhan dari psoriasis vulgaris dapat terjadi eritema yang hanya terdapat pada pinggir lesi yang menyerupai dermatofitosis. Hal ini dapat dibedakan dari keluhan yakni pada dermatofitosis pasien merasa sangat gatal dan ditemukan hifa pada pemeriksaan mikroskopik. Selain itu terdapat pitiriasis rosea yang memiliki gambaran lesi menyerupai psoriasis vulgaris. Pada pitiriasis rosea biasanya berjalan subakut, lesi berbentuk oval, tepi sedikit meninggi dan ditutupi skuama halus. Predileksi biasanya di daerah badan yang tertutup pakaian.

11

Lesi psoriasis vulgaris juga menyerupai lesi dermatitis seboroik, tetapi pada dermatitis seboroik skuama akan tampak berminyak dan berwarna kekuningan. Selain itu predileksi terjadi pada daerah seboroik. Sifilis stadium II dapat juga menyerupai psoriasis vulgaris dan disebut sebagai sifilis psoriasiforis. Pada sifilis terdapat coitus suspectus, pembesaran getah bening menyeluruh, dan tes serologik yang positif.

2.7. Penatalaksanaan Psoriasis Vulgaris Dalam kepustakaan terdapat banyak cara pengobatan. Pengobatan psoriasis ada dua macam meliputi pengobatan topikal dan sistemik.3,4 Pengobatan topikal diindikasikan pada psoriasis ringan dan sedang. Sediaan topikal yang digunakan antara lain : A. Salep campuran asam salisilat 3-5% dan tar (LCD 3-5%) B. Antralin 0.2-0.6% salep/krim. Mempunyai efek antiinflamasi dan menghambat proliferasi keratinosit. Efek sampingnya adalah bersifat iritasi dan mewarnai kulit dan pakaian. C. Kortikosteroid topikal potensi sedang hingga tinggi sebagai anti inflamasi dan anti mitosis. Jika telah terjadi perbaikan potensinya dan frekuensinya dikurangi. D. Kalsipotriol krim. Pengobatan sistemik diindikasi pada psoriasi berat. Sediaan untuk pengobatan sistemik antara lain:

12

A. Metrotreksat 7.5-25 mg p.o/minggu selama 4-6 minggu. B. Retinoid berupa acitretin 0.3-1 mg/kg/hari selama 2-4 bulan. Pengobatan sistemik dapat dikombinasi dengan fototerapi dengan menggunakan narrow band UVB atau broad band UVB atau menggunakan fotokemoterapi memakai psoralen (PUVA). Antihistamin dapat diberikan untuk pengobatan simptomatik yakni untuk mengurangi rasa gatal dan steroid sistemik hanya digunakan apabila terjadi eritroderma atau psoriasis pustola generalisata. Selain itu dilakukan juga eksplorasi untuk mencari infeksi lokal atau sistemik. Apabila ditemukan maka infeksinya diobati. Pasien juga perlu diedukasi untuk mengurangi stres atau mengurangi trauma fisik dengan mengenakan bantalan pada daerah yang sering terbentur atau mengalami truma tekan.

2.8. Prognosis Psoriasis Vulgaris Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat kronis dan residif. Belum ada cara yang efektif dan memberi penyembuhan yang sempurna.3,4

13

BAB III RINGKASAN

Psoriasis vulgaris adalah suatu penyakit kulit kelompok dermatosis eritroskuamosa, penyebabnya autoimun, bersifat kronik residif dengan lesi berupa makula eritem berbatas tegas, ditutupi oleh skuama tebal berlapis, berwarna putih bening seperti mika, disertai fenomena tetesan lilin, tanda Auspitz, dan fenomena Koebner. Psoriasis vulgaris bisa muncul pada seluruh usia, tetapi jarang pada usia kurang dari 10 tahun, biasanya muncul pada usia 15-30 tahun. Penyebab pasti psoriasis vulgaris adalah belum jelas. Faktor yang diduga menimbulkan penyakit ini antara lain genetik, imunologik, dan beberapa faktor pencetus lainnya seperti stres psikis, infeksi lokal, trauma, gangguan metabolik, obat, alkohol dan merokok. Pengobatan psoriasis ada dua macam meliputi pengobatan topikal dan sistemik. Selain pengobatan secara farmakologis, juga penting adanya KIE terhadap penderita mengenai penyakitnya sehingga kekambuhan dapat dicegah.

14

DAFTAR PUSTAKA

1.

Sugito, TL. Penyakit Papuloeritroskuamosa dan Dermatomikosis Superfisialis pada Bayi dan Anak. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang. 2008.

2.

Budiastuti A, Sugianto R. Hubungan Umur dan Lama Sakit terhadap Derajat Keparahan Penderita Psoriasis. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2009.

3.

Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa. Dalam : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keempat. Jakarta BP FKUI. 2006: 185-195

4.

Siregar, R. S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2004.

5.

Yuliatuti, Dwinidya. Psoriasis. Depok: RS Meilia. 2015

6.

Sularsito, Sri Adi. Dkk. Dermatologi Praktis. Perkumpulan Ahli Dermato ± Venereologi Indonesia. Jakarta. 1986.

Related Documents

Psoriasis
April 2020 23
Psoriasis
November 2019 36
Psoriasis
June 2020 18
Psoriasis
July 2020 16
Psoriasis
October 2019 26

More Documents from ""