Referat
PNEUMONIA NEONATUS
Oleh : Adelin Prima Devita 1740312402 Hengki Prasetia
1840312468
Nadrah
1840312302
Widiya Tussakinah 1840312312
Preseptor :
dr. Lila Indriati, Sp. Rad
BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUP DR. M. DJAMIL PADANG 2019
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunian-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Pneumonia Neonatus”. Makalah ini merupakan salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Radiologi Universitas Andalas. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Lila Indriati, Sp. Rad selaku pembimbing yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Padang, Februari 2019
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar
Halaman i ii iii
BAB 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1.2. Batasan Masalah 1.3. Tujuan Penulisan 1.4. Manfaat Penulisan
1 1 1 1
BAB 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Definisi 2.2. Epidemiologi 2.3. Etiologi 2.4. Patogenesis 2.5. Manifestasi Klinis 2.6. Diagnosis 2.6.1. Pemeriksaan Ultrasonografi 2.6.2. Pemeriksaan Toraks Konvensional 2.6.3. Pemeriksaan CT Scan 2.7. Diagnosis Banding 2.8. Tatalaksana 2.8.1. Perawatan Supportif 2.9. Pencegahan 2.10. Prognosis
3 3 3 3 4 6 7 7
BAB 3. Kesimpulan Daftar Pustaka
9 21
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1: Gambar 3.2:
Skabies pada sela jari tangan Hasil pemeriksaan KOH
Halaman 11 13
iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah kelainan pada saluran nafas, terutama parenkim paru yang terjadi akibat infeksi dari mikroorganisme, kecuali Mycobacterium tuberculosis.1 Pneumonia neonatus merupakan varian dari kasus pneumonia yang terjadi pada seorang individu dimulai sejak saat setelah lahir sampai dengan usia 28 hari.2 Kelainan pada parenkim paru tersebut akan mengakibatkan akumulasi cairan di alveolus sebagai hasil dari reaksi inflamasi yang terjadi, hal ini akan menyebabkan gangguan pertukaran oksigen dan carbondioksida di dalam alveoli, pada akhirnya akan terjadi gangguan perfusi oksigen ke berbagai sel tubuh sebagai sumber utama untuk proses metabolisme.1,2 Penyelidikan awal terhadap penyebab kematian bayi di 48 jam pertama kehidupan ditemukan pneumonia dalam 20-38% kasus, dengan insiden tertinggi pada kelompok sosial ekonomi rendah.3 Kultur bakteriologis konvensional merupakan tes yang paling banyak digunakan untuk diagnosis. Selain pengujian hematologi, biokimia darah, dan kultur bakteri, pencitraan dada radiografi dianggap komponen penting dalam membuat diagnosis pneumonia neonatal. Pencitraan diagnostik tidak hanya dilakukan pada penilaian awal kondisi neonatus dan untuk menegakkan diagnosis, tetapi juga untuk memantau perkembangan penyakit dan efek dari tindakan terapi intervensi.2,3 1.2 Batasan Masalah Referat ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, pemeriksaan radiologis diagnosis banding dan penatalaksanaan dari pneumona neonatus. Dalam referat ini pembahasan terutama dititikberatkan pada peranan radiologi dalam diagnosis pneumonia neonatus. 1.3 Tujuan Penulisan Penulisan referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan mengenai penyakit dan peranan radiologi dalam diagnosis pneumonia neonatus.
iv
1.4 Metode Penulisan Penulisan referat ini menggunakan tinjauan kepustakaan yang merujuk pada berbagai literatur
v
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pneumonia adalah kelainan pada saluran nafas, terutama parenkim paru yang terjadi akibat infeksi dari mikroorganisme, kecuali Mycobacterium tuberculosis. Kelainan pada parenkim paru tersebut akan mengakibatkan akumulasi cairan di alveolus sebagai hasil dari reaksi inflamasi yang terjadi, hal ini akan menyebabkan gangguan pertukaran oksigen dan carbondioksida di dalam alveoli, pada akhirnya akan terjadi gangguan perfusi oksigen ke berbagai sel tubuh sebagai sumber utama untuk proses metabolisme.1,2 Pneumonia neonatus merupakan varian dari kasus pneumonia yang terjadi pada seorang individu dimulai sejak saat setelah lahir sampai dengan usia 28 hari. Pneumonia neonatus merupakan kasus yang cukup serius pada anak-anak, karena 10% kematian pada anak-anak disebabkan oleh penyakit ini. Gejala awal yang sering timbul pada neonatus yang diduga menderita pneumonia adalah distress pernafasan dan juga demam yang biasanya muncul lebih lambat. Gejala klinis yang muncul bisa dalam 48 jam pertama setelah kelahiran, namun onset juga bisa terjadi lebih lambat dimana terjadi pada usia 3 minggu. 2,3 Gangguan pernapasan dapat berupa takipneu, bising, sulit bernapas, retraksi dinding dada, batuk, atau pun mendengus. Karena angka kematian yang cukup tinggi, maka pemberian antibiotik perlu dipertimbangkan pada bayi baru lahir yang mengalami distress pernafasan. 2 2.2. Epidemiologi Pneumonia pada neonatus dapat diklasifikasikan sebagai penyakit infeksi bawaan atau infeksi patogen yang didapat. Intrauterine pneumonia merupakan neonatal pneumonia yang bisa dikelompokan ke dalam infeksi bawaan dan memiliki mortalitas tinggi bagi bayi setelah lahir. 3 Studi otopsi neonatal telah menunjukkan bahwa infeksi intrauterin dan onset awal pneumonia terjadi pada 10-38% dari bayi yang lahir meninggal dan 20-63% dari bayi lahir hidup yang kemudian meninggal. Penyelidikan awal terhadap penyebab kematian bayi di 48 jam pertama kehidupan ditemukan
1
pneumonia dalam 20-38% kasus, dengan insiden tertinggi pada kelompok sosial ekonomi rendah. Berat lahir dan onset usia sangat menentukan risiko kematian akibat pneumonia. Tingkat kasus kematian yang lebih tinggi untuk bayi berat badan lahir rendah, infeksi intrauterin dan onset awal pneumonia. Epidemiologi dari postpartum terutama pada onset akhir pada umumnya cenderung terkait dengan infeksi nosokomial, seperti bakteri pathogen yang berasal dari chorioamnionitis atau intervensi medis. 3 Pneumonia yang didapat dalam komunitas merupakan salah satu infeksi yang paling serius pada masa kanak-kanak, yang menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas yang signifikan di Amerika Amerika. Di Eropa dan Amerika Utara dalam setahun didapatkan anak-anak dibawah umur 5 tahun ditemukan 34-40 kasus per 1000 penduduk. Meskipun ada beberapa definisi untuk pneumonia, namun defenisi yang paling umum diterima adalah adanya demam, gejala pernapasan akut, atau keduanya, ditambah bukti foto toraks dimana didapatkan infiltrat pada parenkim paru. 4 2.3. Etiologi Penyebab pneumonia adalah mikroorganisme selain Mycobacterium tuberculosis. Mikroorganisme penyebab bervariasi sesuai dengan kelompok usia. Pada neonatus, kelompok mikroorganisme yang umum didapatkan ialah Streptokokus B dan bakteri gram negati seperti Escherichia coli. Biasaya bakteri tersebut menginfeksi bayi baru lahir akibat penularan yang bersumber dari ibu. Keberadaan flora normal di sistem genitourinaria ibu dan flora normal pada saluran pencernaan akan semakin memungkinkan terjadi penularan bakteri pada neonates.4 Infeksi oleh bakteri streptokokus Grup B biasanya menginfeksi janin akibat dari kolonisasi bakteri di vagina dan leher rahim. Selain penularan intrauterine, mikroorganisme ini juga dapat diperoleh melalui aspirasi saat proses persalinan, atau melalui kontak setelah kelahiran dengan orang lain atau peralatan yang terkontaminasi. 5 Penyebab nosokomial tersering adalah bakteri gram negatif, terutama klebsiella spp. Agen infeksi kongenital kronis, seperti CMV, Treponema pallidum (penyebab
pneumonia
alba),
Toxoplasma
gondii,
dan
lain-lain,
dapat
menyebabkan pneumonia pada 24 jam pertama kehidupan. 5
2
Infeksi virus yang didapat dalam komunitas masyarakat sering juga terjadi pada pada bayi baru lahir dan jarang pada bayi yang lebih tua. Virus yang paling sering terisolasi adalah respiratory syncytial virus (RSV), human rhinovirus, dan virus influenza. Infeksi akibat virus biasa disebabkan akibat nosokomial. Antibodi yang berasal dari ibu penting dalam melindungi bayi baru lahir dari infeksi tersebut. Pada bayi prematur diduga tidak mendapatkan cukup imunoglobulin transplasenta igg, sehingga sangat rentan untuk mendapatkan infeksi. 5 Umur
Penyebab tersering
Penyebab terjarang
Lahir-20 hari
Bacteria Escherichia coli
Bacteria Anaerobic organisms
Group B streptococci
Group D streptococci
Listeria monocytogenes
Haemophilus influenza Streptococcus pneumonia Ureaplasma urealyticum Viruses Cytomegalovirus Herpes simplex virus
3 mgg - 3 bln
Bacteria
Bacteria
Chlamydia trachomatis
Bordetella pertussis
S. pneumonia
H. influenzae type B and nontypeable
Viruses Adenovirus
Moraxella catarrhalis
Influenza virus
Staphylococcus aureus
Parainfluenza virus 1,2,and 3 U. urealyticum
4 Bln – 5 Thn
Respiratory syncytial virus
Virus Cytomegalovirus
Chlamydia pneumoniae
Bacteria H. influenzae type B
Mycoplasma pneumoniae
M. catarrhalis
S. pneumonia
Mycobacterium tuberculosis
Viruses Adenovirus
Neisseria meningitis
Influenza virus
S. aureus
Parainfluenza virus
Virus Varicella-zoster virus
Rhinovirus Respiratory syncytial virus Tabel 1. Penyebab Pneumonia berdasarkan kelompok usia 6
3
2.4. Patogenesis Infeksi pneumonia ini terjadi akibat mikroorganisme penyebab masuk ke parenkim paru dan menyebabkan reaksi inflamasi di jaringan sekitar. Reaksi inflamasi akan mengakibatkan kerusakan epitel alveolus, sehingga akan menyebabkan perpindahan cairan dan protein ke dalam alveolus. Akumulasi cairan ini akan menyebabkan gangguan fungsi dari surfaktan. Pada neonatus proses masuknya mikroorganisme tersebut bisa terjadi selama masa kehamilan, saat proses persalinan, atau pun setelah proses persalinan. Pada masa intra uterin atau masa kehamilan, infeksi bisa terjadi akibat cairan amnion atau mekoneum yang terinfeksi atau penyebaran transplasenta-hematogen. Saat persalinan bisa terjadi akibat aspirasi, dan setelah lahir bisa terjadi akibat intubasi atau pun infeksi dari lingkungan. 7 Selain hal tersebut juga perlu diperhatikan faktor predisposisi pada pneumonia neonatus, yaitu bayi lahir tidak cukup bulan, berat badan lahir rendah, ketuban pecah dini, korioamnionitis, dan tindakan invasive segera setelah lahir. 7 2.4 Manifestasi Klinis Pneumonia pada nonatus merupakan gangguan pernapasan pada bayi baru lahir, dengan gejala seperti
pernafasan yang bising atau sulit, Takipnea >
60x/menit, retraksi dada, batuk dan mendengus. WHO tidak membedakan antara pneumonia neonatal dan bentuk lain dari sepsis berat, seperti bakteremia, karena gejala-gejala yang tampak hampir sama, dan keterlibatan organ dan pengobatan empirik rejimen yang sama. Takipnea merupakan tanda yang paling sering didapatkan dalam 60-89% kasus, termasuk tanda lain seperti retraksi dada (3691% kasus), demam (30-56%), ketidakmampuan untuk makan (43 -49%), sianosis (12-40%), dan batuk (30-84%).9 Tanda awal dan gejala pneumonia mungkin tidak spesifik, seperti malas makan, letargi, iritabilitas, sianosis, ketidakstabilan temperatur, dan keseluruhan kesan bahwa bayi tidak baik. Gejala pernapasan seperti grunting (mendengus), tachypnea, retraksi, sianosis, apnea, dan kegagalan pernafasan yang progresif. Pada bayi dengan ventilasi mekanik, kebutuhan untuk dukungan ventilasi meningkat dapat menunjukkan infeksi. Tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan fisik, seperti pekak pada perkusi, perubahan suara napas, dan adanya ronki,
4
radiografi thorax didapatkan infiltrat baru atau efusi pleura. Tanda akhir pneumonia pada neonates tidak spesifik seperti apnea, takipnea, malas makan, distensi abdomen, jaundice, muntah, respirasi distress, dan kolaps sirkulasi.8 2.5 Diagnosis Kultur bakteriologis konvensional merupakan tes yang paling banyak digunakan untuk . Aerobik inkubasi dari kultur sudah cukup untuk mendapatkan agen pathogen yang menyebabkan infeksi. Meskipun air ketuban berbau busuk yang sering disebabkan oleh bakteri anaerob, tetapi organisme ini jarang menjadi penyebab infeksi. Kultur jamur, virus, dan U. urealyticum merupakan tes yang lainnya yang dapat dilakukan tetapi harus didasarkan pada gejala klinis yang ada.9 Selain pengujian hematologi, biokimia darah, dan kultur bakteri,pencitraan dada radiografi dianggap komponen penting dalam membuat diagnosis pneumonia neonatal. Pencitraan diagnostik tidak hanya dilakukan pada penilaian awal kondisi neonatus dan untuk menegakkan diagnosis, tetapi juga untuk memantau perkembangan penyakit dan efek dari tindakan terapi intervensi. Penyakit paru merupakan penyebab utama dari distres pernapasan pada neonatus yang mana ini dapat menyebabkan gagal pernafasan dan juga kematian pada beberapa kasus. Modalitas pencitraan dapat digunakan untuk mengetahui penyakit pada paru ini. USG merupakan salah satu modalitas pencitraan yang dapat dilakukan untuk mengetahui penyakit paru. Semua metode diagnostik ultrasound didasarkan pada prinsipi USG yang tercermin antara media dengan impedensi akustik yang berbeda. Garis pleural dan garis horizontal yang berulang hiperechoic (A-lines) dapat. Garis pleural adalah garis hiperecoic yang halus dan teratur yang bergerak-gerak selama respirasi (Sliding paru). Saat udara berkurang, misal pada edema intersisial subpleural, sinar USG menghasilkan ketidakcocokan akustik antara cairan yang dikelilingi udara berulang kali dan memantul pada bagian yang lebih dalam, hal ini membentuk gema vertikal (B-Lines). B-lines berkorelasi dengan kadar cairan intersisial paru-paru dengan penurunan kadar udara paru-paru.Saat kandungan udara semakin menurun misalnya pada konsolidasi paru-paru, parekinkim parusecara langsung dapat divisualisasikan sebagai daerah perbatasan hiperecoic, kurang jelas atau berbentuk baji. Oleh
5
karena itu dengan adanya bronkogram udara atau pola vaskuler, maka kita dapat membantuka identifikasi etiologi konsolidasi. 9,10,11 USG paru-paru adalah alat yang dapat diandalkan untuk mendiagnosis pneumonia neonatal dan cocok digunakan sebagai modalitas pencitraan rutin yang dilakukan di NICU. Dari beberapa penelitian dikatan bahwa USG memiliki tingkat sensitiviatas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 96% dan 93% , untuk mendiagnostik pneumonia pada anak. Akan tetapi, ada tingkat keterbatasan tertentu karena sensitivitas rendah pada USG untuk menilai pneumonia didaerah perihiler. Temuan USG pada pneumonia neonatus adalah adanya konsolidasi paru-paru dengan garis tepi tidak teratur dan adanya B-line, garis pleural tidak terlihat dan juga tidak ada terlihat “sliding paru”, bronkogram udara terlihat pada konsolidasi besar.10,11,12
Gambar 1. A-line pada paru normal dan B-line pada saat udara paru berkurang
Gambar 3. Compact B-lines (White lung)
6
Gambar 4. Konsolidasi paru subpleural dengan bronkogram udara
Gambar 5. Pneumonia neonatal Aerasi normal pada paru neonatal akan sempurna kurang lebih dalam 2 atau 3 kali siklus respiratori setelah kelahiran dan lapangan paru akan tampak simetris aerasinya pada X-Ray apabila diafragma turun hingga kosta 8 pada posterior dan kosta 6 pada anterior. Ukuran jantung sering sulit dinilai karena proyeksi supinasi AP dan adanya bayangan timus. Umumnya penyakit yang berdampak pada aerasi paru neonatus berhubungan dengan kelainan opasitas paru pada X-Ray Toraks. Opasitas paru akan meningkat pada keadaan: inspirasi yang buruk, TTN, IRDS, infeksi streptococcus grup B, sindrom aspirasi mekonium, Oedema paru, aspirasi dan efusi paru bilateral. Radiografi thorax konvensional tetap menjadi diagnosis andalan pada neonatus dengan gejala distress pernapasan. Pada neonatus, radiografi thorax sebagian besar dilakukan dengan posisi supine
7
dan dalam proyeksi anteroposterior.12 Gambaran X-Ray pada pneumonia neonatal adalah infiltrat paru yang menyebar atau konfluen atau bisa juga meningkatnya bayangan intersisial. Selain itu pada pneumonia didapatkan gambaran infiltrat dengan pola garis di perihilar yang dapat menyerupai TTN, Perbercakan pada pneumonia akibat S. Pneumonia group B dapat menyerupai HMD (IRDS) dengan penurunan volume paru. Bayi aterm dengan gambaran HMD (IRDS) harus dianggap sebagai pneumonia sampai terbukti sebaliknya. Efusi pleura pada 25% kasus. Oleh karena itu pneumonia neonatal sering di diagnosis banding dengan HMD (IRDS) dan TTN karena dapat memberikan gambaran yang hampir sama. 13, 14, 15,16
Gambar 16. Foto thorax normal anak usia 2 hari
Gambar 6. Pneumonia Neonatal
8
Gambar 7. Perbercakan asimetris dan hiperaerasi.
Gambar 8. Perbercakan retikulogranular
Gambar 9. Konsolidasi pada lobus superior kiri
9
Gambar 10. Penyakit b-hemolytic streptococcal grup B dan efusi pleura
Gambar 11. Pneumonia aspirasi. Meskipun pneumonia neonatal tidak memiliki tanda karakteristik yang jelas, Banyak hasil radiografi thorax yang ditemukan konsisten dengan pneumonia neonatal. Ada beberapa tanda seperti kekeruhan yang luas pada parenkim paru yang menyerupai tanda “ground-glass appearance” dari sindrom distress pernapasan . Tanda ini tidak spesifik ditemukan pada proses hematogen. Aspirasi cairan yang terinfeksi dapat memberikan gambaran serupa.13 Kekeruhan yang merata atau konsolidasi umumnya dianggap sebagai komplikasi antepartum atau aspirasi intrapartum, terutama ketika bagian perifer dari paru-paru terlibat. Densitas yang merata bagian basal kedua paru terutama paru kanan menunjukkan aspirasi postnatal.13
10
Hiperinflasi terkait dengan konsolidasi merata menunjukkan obstruksi jalan napas parsial yang disebabkan oleh sumbatan lender dan debris inflamasi. Tanda air bronchogram biasanya menunjukkan konsolidasi yang luas, tetapi tanda ini tidak spesifik dan mungkin berkaitan dengan perdarahan paru atau edema. Kehadiran pneumatoceles terkait dengan efusi pleura menunjukkan proses infeksi pneumonia.13 Dalam sebuah studi tentang radiografi thorax didapatkan 30 bayi yang di otopsi dengan paru-paru yang terinfeksi, kelainan yang paling umum diidentifikasi adalah densitas alveolar bilateral (77%). Dari pasien ini, sepertiga memiliki karakteristik yang luas, perubahan densitas alveolar dengan air bronchograms yang banyak. Kehadiran efusi pleura pada penyakit membran hialin dan transien takipnea yang menetap selama 1-2 hari merupakan tanda yang sangat membantu membantu dalam diagnosis pneumonia neonatal. Perubahan radiografi yang didapat dapat membantu dalam diagnosis pneumonia neonatal, terutama jika informasi ini berkorelasi dengan gambaran klinis.13 CT scan dapat membantu menyingkirkankan kemungkinan tumor, kelainan pembuluh darah, kelainan lobus, dan untuk menetapkan adanya infiltrate.
Gambar 12. CT scan axial 2.6 Diagnosis Banding Terdapat diagnosis differensial dari patologi paru, diagnosis banding berikut berdasarkan volume dan densitas paru. Pneumonia neonatal sering di diagnosis banding dengan HMD (IRDS) dan TTN karena dapat memberikan gambaran yang hampir sama.15,17
11
Tabel . Diagnosis banding pneumonia neonatal
1. Idiopathic Respiratory Distress Syndrome (IRDS) IRDS atau penyakit membran hialin merupakan penyebab utama dari distres pernapasan pada neonatal . Kejadian ini meningkat akibat berkurangnya surfaktan paru. Bayi dengan IRDS akan memberikan gambaran respirasi yang mendengus disertai RIC menurun dan adanya retrasi sternal. Kondisi ini umumnya terjadi pada bayi prematur usia gestasi < 32 minggu atau pada bayi normal dengan persalinan secara sesar, bayi dari ibu yang diabetes dan bayi dengan asfiksia perinatal. Gambaran USG pada IRDS adalah tampak compact B-Lines dan tampak ekografis paru memutih, terdapat garis pleural yang menebal dan ireguler dan konsolidasi multipel pada subpleural paru mengindikasikan adanya kolaps alveolar (Gambar 13). Sedangkan gambaran X-Ray tergantung pada tingkat keparahan penyakit dan semakin memburuknya paruakan mempengaruhi gambaran jantung. Pada derajat ringan, pada paru tampak bayangan “ ground glass” yang homogen (derajat I) akan tetapi pada keadaan yang lebih berat, bronkogram udara akan terlihat (derajat II) apabila diikuti bayangan alveolar yang konfluen (derajat III) dan saat lapangan paru menjadi putih disertai batas jantung yang mengabur pada kasus yang paling berat (derajat IV). 12, 15, 18
12
Gambar 13. Respiratory Distress Syndrome
Gambar 14. IRDS berat (derajat IV) 2. Transient Tachypnoea of the Newborn (TTN) Normalnya dalam 3 hari kehidupan derajat retensi cairan pada neonatus masih dapat terlihat. TTN atau dikenal juga dengan paru-paru basah, terjadi karena tertundanya clearance dari cairan pada paru. Gambaran USG pada TTN tampak “Double lung points” dan gambaran sindrom alveolar intersisialatau paru-paru putih. Garis pleura normal, baik dan reguler di kedua paru. Gambaran “double lung points” atau compact B-Lines sering terlihat di lapangan paru inferior dan jarang terlihat pada lapangan paru superior (gambar 15). Gambaran X-Ray pada TTN tampak normal atau sedikit meningkat lapangan paru dengan bayangan garis-garis intersisial (gambar 16)
13
dan meluas hingga perifer lapangan paru dan ini juga adapat disertai dengan normal atau sedikit pembesaran jantung dan adanya efusi pleura minimal. 12,15
Gambar 15. Transient tachypnea of the Newborn A
B
Gambar 16. Transient Tachypnoea of the Newborn dengan tanda peningkatan garis-garis intersisial 2.5. Tatalaksana WHO merekomendasikan penggunaan ampicillin (50mg/kg) setiap 12 jam dalam minggu pertama kehidupan, kemudian pada umur 2-4 minggu diberikan tiap 8 jam, ditambah dengan dosis tunggal gentamicin. Pengobatan lini pertama dapat diberikan ampicilin seperti benzylpenicillin atau amoxicillin, sedangkan gentamicin seperti amikasin atau tobramycin. Jika bakteri S. Aureus yang didapat, dengan resisten terhadap penicillin seperti flucloxacillin atau cloxacillin maka harus diganti dengan ampicillin. 3
14
Dalam sebuah percobaan acak pada bayi Kenya, pemberian sehari sekali gentamicin dengan dosis loading 8 mg/kg, pada bayi < 2 kg diberikan 2 mg/kb, sedangkan pada bayi > 2 kg diberikan 4 mg dalam minggu pertama kehidupan. Pemberian 4 mg/kg pada bayi yang berat < 2 kg atau 6 mg/kg dengan berat > 2 kg dalam minggu kedua tau lebih. Jika bayi tidak berespon terhadap pemberian antibiok lini pertama, WHO merekomendasikan untuk mengganti antibiotic dengan generasi ketiga cephalosporin atau kloramfenikol terutama pada bayi yang tidak premature dan level obat dapat di monitor.3 Prinsip-prinsip umum pengobatan serupa dengan anak, yaitu hidrasi, anti-piretik dan ventilasi dukungan jika diperlukan. Pada bayi yang berumur kurang dari 1 bulan jika penyebabnya bakteri dapat diberikan ampicillin 75-100 mg/kg/hr dan gentamicin 5 mg/kg, untuk umur 1-3 bulan dapat diberikan Cefuroxime 75–150 mg/kg/hr atau co-amoxiclav 40 mg/kg/hari. Sedangkan pada umur lebih dari 3 bulan diberikan Benzylpenicillin atau erythromycin, jika tidak berespon segera ganti dengan cefuroxime atau amoxicillin.5 Pengobatan pendukung pada pneumonia non bakteri, jika penyebabnya Chlamydia dan mycoplasma harus diterpi dengan erythromycin 40– 50 mg/kg/hari dan diberikan peroral. Jika pneumonia yang disebabkan oleh pneumocystis carinii dapat diberikan co-trimoxazole 18–27 mg/kg/hr.13 Prioritas awal pada anak dengan pneumonia meliputi identifikasi dan pengobatan gangguan pernapasan, hipoksemia, dan hiperkarbia. Pada neonatus dengan hipoksia, dibantu dengan oksigen, nasal continous positive airflow pressure, ventilasi mekanis mungkin diperlukan. Anak-anak yang berada dalam kesulitan pernapasan yang parah harus menjalani intubasi trakea jika mereka tidak mampu untuk mempertahankan oksigenasi atau mengalami penurunan tingkat kesadaran.14 Rekomendasi WHO, bayi yang dirawat di rumah sakit dan dengan infeksi berat diberikan terapi antibiotik parenteral; ampicillin (50 kg/kg setiap 8 jam) pada minggu pertama kehidupan dan aminoglikosida (seperti gentamisin 7.5 mg/kg perhari). Bila terdapat sepsis Listeria Monocytogenes pemberian ampicillin dapat di ganti dengan penicillin.14
15
2.8.1. Perawatan Supportif Perawatan supportif pada neonatus dengan pneumonia akan memberikan hasil akhir yang lebih baik dan menurunkan angka kematian. Hal ini termasuk penggunaan
oksigen,
deteksi
dan
pengobatan
hipoksemia
dan
apnea,
termoregulasi, deteksi dan pengobatan hipoglikemia, dan meningkatkan penggunaan cairan intravena dan suplemen gizi melalui nasogastrik tube. Pemberian ASI yang sering sangat dianjurkan kecuali bila ada kontraindikasi yang pasti, seperti muntah, intoleransi gastrointestinal atau risiko tinggi aspirasi. Pemberian intravena yang mengandung garam isotonik dengan dextrose 5-10% yang lebih sedikit dibanding dosis maintenance merupakan rekomendasi, disebabkan karena ekskresi air cairan bebas menurun pada bayi dengan infeksi pneumonia akut.3 2.6. Pencegahan Strategi
untuk
mencegah
dan
mengobati
pneumonia
neonatal
membutuhkan intervensi di semua tingkat penyediaan layanan kesehatan, yaitu masyarakat, perawatan primer, kabupaten dan rumah sakit tersier.3 Langkah-langkah yang telah terbukti efektif dalam pencegahan pneumonia neonatal meliputi: (1) manajemen aktif pada penanganan pecah ketuban (2) Inisiasi menyusi dini dan pemberian ASI eksklusif, dan (3) Menghindari pneumonia nosokomial pada unit perawatan intensif di mana akibat infeksi yang umum ditemukan seperti
enterik basil Gram negatif (E. coli, Klebsiella,
Enterobacter dan Pseudomonas spp), staphylococcus koagulase negatif dan S. Aureus multiresisten. Bakteri kolonisasi pada tabung endotrakeal, humidifers, ventilator tabung, infus, probe temperatur. Peralatan (misalnya stetoskop) dan sarung tangan tangan merupakan awal terjadinya infeksi neonatal. Mencuci tangan adalah hal yang paling sederhana dan dan paling efektif untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Identifikasi dan pembersihan peralatan yang terkontaminasi juga mencegah infeksi nosokomial.3 Pencegahan antenatal dapat dilakukan dengan tatalaksana infeksi maternal, peningkatan kewaspadaan tindakan kebidanan, dan kontrol infeksi pada layanan neonatus. Imunisasi ibu influenza, pertusis dan RSV masih dalam
16
perkembangan. Pada ibu dengan HIV disarankan untuk pemberian ARV dan profilaksis trimethoprim-cotrimoxazole.14 2.7. Prognosis Bayi yang sembuh dari infeksi neonatus dapat menyebabkan perburukan perkembangan saraf. Penelitian systematic review dan meta analisis di Asia Selatan, Sub-sahara Afrika, dan Amerika Latin pada bayi premature (usia gestasi kurang dari 32 minggu), tercata 1,7 juta kasus sepsis neonatal, dengan 510.000 diantaranya merupakan kasus pneumonia.15 Perburukan perkembangan saraf sedang-berat di temukan terjadi pada kurang lebih 23% bayi yang sembuh dari meningitis, namun minimnya data perburukan perkembangan saraf pada neonatus akibat pneumonia.16 Penegakkan diagnosis dan tatalaksana segera infeksi neonatal dapat mengurangi angka kematian dan meningkatkan hasil jangka panjang. Hipotermia, pneumonia, premature, nilai APGAR rendah pada menit pertama, dan BBLR merupakan faktor mortalitas pada bayi dan perawatan yang lebih lama di NICU. Pneumonia adalah penyebab tersering hipoksia, apabila perawatan medis tidak mencukupi dan sumber daya langka, kematian dapat terjadi akibat tidak tersedianya oksigen di banyak negara.
17
BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan Pneumonia neonatus merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada
neonatus.
Penyebab
pneumonia
adalah
mikroorganisme
selain
Mycobacterium tuberculosis. Mikroorganisme penyebab bervariasi sesuai dengan kelompok usia. Pada neonatus, kelompok mikroorganisme yang umum didapatkan ialah Streptokokus B dan bakteri gram negati seperti Escherichia coli. Gejala klinis yang terjadi seperti
pernafasan yang bising atau sulit, Takipnea >
60x/menit, retraksi dada, batuk dan mendengus.3 Selain pengujian hematologi, biokimia darah, dan kultur bakteri, pencitraan radiografi penting dalam membuat diagnosis pneumonia neonatal. Pengobatan lini pertama menurut WHO dapat diberikan ampicilin seperti benzylpenicillin atau amoxicillin, sedangkan gentamicin seperti amikasin atau tobramycin.
18
DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
17. 18.
19. 20.
Rizkianti, A. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita. Skripsi. Jakarta : Universitas Indonesia; 2009. Duke T. Neonatal Pneumonia in Developing Countries. Arch.Dis.Child. 2005; Fetal Neonatal(90): p. 211-9. Nissen DM. Congenital and Neonatal Pneumonia. In Pediatric Respiratory Reviews; 2007; Australia: Elsevier. p. 195-203. Shah S, Sharieff GQ. Emergency Medicine Clinics of North America. Pediatric Respiratory Infections ed. USA: Elsevier; 2007. Green RJ, Kolberg JM. Neonatal pneumonia in sub-Saharan Africa. Pneumonia (Nathan). 2016 April; 12(8): p. 3. Ostapchuk M, Roberts MD, Haddy R. Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children. Am Fam Physician. 2004 September; 1(7): p. 899-908. Reiterer F. Neonatal Pneumonia. 2013. available in http://dx.doi.org/10.5772/54310 . Stoll BJ, Shane AL. Infections of the Neonatal Infant. In Kliegman RM, Stanton BF, Geme JW, Schor NF, Behrman RE, editors. Nelson Textbook of Pediatrics. 20th ed. Phyladelphia: Elsevier; 2016. p. 909-25. Nissen DM. Congenital and Neonatal Pneumonia. In Pediatric Respiratory Reviews; 2007; Australia: Elsevier. p. 195-203. Duke T. Neonatal Pneumonia in Developing Countries. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed 2005; 90: F211-9 Copetti R, Cattarossi L. Ultrasound diagnosisof pneumonia in children. Radiol Med 2008; 113: 190-8. Liang HY, et.al. Ultrasound in Neonatal Lung Disease. Department of Ultrasound medicine. China; 2018. p. 535-546 Ostapchuk M, Roberts MD, Haddy R. Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children. Am Fam Physician. 2004 September; 1(7): p. 899-908. Soetikno DR. Pneumonia neonatus. In Aditama R. Kegawatdaruratan pada Pediatri. Radiologi Emergency. Bandung; 2011. p. 260-2 Artur R. The Neonatal Chest X-Ray. X-Ray and Ultrasound Department. UK; 2001. p. 311-323 Maciej LC. Assessment of Chest X-Ray Images in Newborns with Respiratory Disorders. Department of Diagnostic Imaging. Poland; 2015. p. 83-86. Heller OJ, Slovis LT, Aparana H. The Chest in the Neonate and Young Infant. In Pediatric Radiology. 3rd ed. New York: Springer; 2005. p. 64-94 Geoffrey A, et.al. Lung Disease in Premature Neonates: RadiologicPathologic Correlation. North America; 2005. Published online: https://doi.org/10.1148/rg.254055019 Sutton D. The Pediatric Chest. Textbook of Radiology and Imaging. In. UK: Elsevier; 2003. p. 247-64 Stack C, Dobbs P. Pneumonia. Essentials of Pediatrics Intensive Care. In. New York: Greenwich; 2003. p. 1180-81
19
21. Seale AC, Blencowe H, Zaidi A, Ganatra H, Syed S, Engmann C. Neonatal severe bacterial infection impairment estimates in South Asia, sub-Saharan Africa, and Latin America for 2010. Pediatr Res. 2013; 74(Suppl 1): p. 73-85 22. Shah S, Zemichael O, Meng HD. Factors associated with mortality and length of stay in hospitalised neonates in Eritrea, Africa: a cross-sectional study. BMJ Open. 2012; 2: p. e000792 23. Belle J, Cohen H, Shindo N, Lim M, Velazquez-Berumen A, Ndihokubwayo JB. Influenza preparedness in low-resource settings: a look at oxygen delivery in 12 African countries. J Infect Dev Ctries. 2010; 4: p. 419-24
20
1