Referat Pipit Layakharisma.docx

  • Uploaded by: pipit
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Pipit Layakharisma.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,241
  • Pages: 25
HEMORRHAGIC DISEASE OF THE NEWBORN Pipit Layakharisma, Yeni Haryani A.

Pendahuluan Hemorhagic disease of the newborn (HDN) merupakan salah satu kelainan darah yang sering ditemukan pada masa neonatus yang juga dikenal dengan Penyakit perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK) adalah suatu gangguan koagulasi yang ditemukan pada bayi yang berusia kurang dari 1 bulan.2 HDN merupakan pernyakit perdarahan yang terjadi pada neonatus akibat kekurangan vitamin K yang ditandai dengan menurunnya faktor II, VII, IX, X.3 Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Towsend pada tahun 1894 yang melaporkan 50 kasus HDN pada neonatus. yang diartikan sebagai perdarahan yang bukan disebabkan oleh trauma, asfiksia, ataupun infeksi pada hari pertama sampai kelima kehidupan. Kaitan antara defisiensi vitamin K dengan adanya perdarahan spontan diperhatikan pertama kali oleh Dam pada tahun 1929 yang terjadi pada ayam, sedangkan hubungan antara defisiensi vitamin K dengan HDN dikemukakan pertama kali oleh Brinkhous dkk. pada tahun 1937.2,3 The American Academy of Pediatrics (AAP) pada tahun 1961 memberi batasan HDN sebagai suatu penyakit perdarahan yang terjadi pada hari-hari pertama kehidupan yang disebabkan oleh kekurangan vitamin K dan ditandai dengan kekurangan protrombin, prokonvertin dan mungkin juga faktor-faktor lain. Batasan awal ini telah berubah menjadi Vitamin K

dependent bleeding (VKDB) / perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK), karena pada batasan awal masih tercakup bayi-bayi yang mengalami perdarahan karena faktor lain.3 Angka kejadian HDN pada bayi yang tidak mendapat vitamin K profilaksis di berbagai negara dilaporkan berbeda-beda. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kejadian HDN lebih sering didapatkan pada bayi-bayi yang mendapat air susu ibu (ASI) dibandingkan dengan yang mendapat susu formula.3 Manifestasi klinis HDN dapat diklasifikasikan menjadi 3 bentuk, yaitu bentuk dini, klasik dan lambat. Manifestasi perdarahan umumnya nonspesifik dan bervariasi dari memar ringan sampai ekimosis generalisata, perdarahan saluran cerna dan perdarahan intrakranial yang mematikan. 3 B.

Definisi Hemorrhagic Disease of the Newborn (HDN) atau penyakit perdarahan perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK) adalah suatu gangguan koagulasi yang ditemukan pada bayi yang berusia kurang dari 1 bulan dan dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.2 Protein tersebut disekresi ke dalam darah untuk mengkonversikan fibrinogen menjadi fibrin dan pembentukan hemostatik trombus. Oleh karena itu bayi yang mengalami akumulasi faktor koagolasi vitamin K-dependen cenderung akan mengalami perdarahan.8

1

HDN atau PDVK dapat diklasifikasikan dalam 3 bentuk berdasarkan umur dan onset, yaitu: 1. Bentuk dini terjadi sebelum bayi berusia 24 jam, 2. Bentuk klasik perdarahan terjadi setelah bayi berusia diatas 24 jam biasanya antara hari kedua dan ketujuh dan lebih sering terjadi pada bayi yang kondisinya tidak optimal pada saat lahir atau yang terlambat mendapatkan suplementasi makanan. 3. Bentuk lambat terjadi setelah masa neonatus, menurut Stoll (2000) terjadi pada umur 1 – 6 bulan. 1,2,3 C.

Epidemiologi Angka kejadian VKDB bervariasi antara 0,25-1,5% pada tahun 1961, dan menurun menjadi 0–0,44% pada 10 tahun terakhir dengan adanya program pemberian profilaksis vitamin K di Amerika Serikat. Insiden VKDB lambat sebesar 3,2 per 100.000 kelahiran di Belanda, 20–25 per 100.000 kelahiran di Jepang, bahkan mencapai 116 per 100.000 kelahiran di Hanoi, Vietnam. Angka kematian akibat VKDB di Asia mencapai 1:1200 sampai 1:1400 kelahiran. Di Thailand angka kesakitan bayi karena perdarahan akibat defisiensi vitamin K1 berkisar 1 : 1.200 sampai 1 : 1.400 kelahiran hidup. Angka tersebut dapat turun menjadi 10 : 100.000 kelahiran hidup dengan pemberian profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir. Data PDVK secara nasional di Indonesia belum tersedia. 3 Di Pakistan, bayi yang lahir di rumah, atau di klinik pribadi atau bahkan di klinik bersalin, tidak diberikan profilaksis vitamin K. Oleh karena 2

itu, bayi-bayi tersebut sangat mudah mendapatkan HDN. Menurut penelitian yang didapatkan oleh National Institute of Child Health (NICH) kejadian HDN 0,4% terjadi pada bayi dengan berat badan lahir normal, dan 1,5% pada bayi dengan berat badan lahir rendah.2 Angka kejadian tersebut ditemukan lebih tinggi, mencapai 1:1500 kelahiran di daerah yang tidak memberikan profilaksis vitamin K secara rutin pada bayi baru lahir. Data mengenai VKDB secara nasional belum tersedia. Hingga tahun 2004 didapatkan 21 kasus di RSCM Jakarta, 17 kasus (81%) mengalami komplikasi perdarahan intrakranial dengan angka kematian 19%, 6 kasus di RS Dr. Sardjito Yogyakarta dan 8 kasus di RSU Dr. Soetomo Surabaya.5 D.

Etiologi Etiologi pada penyakit ini dapat disebabkan oleh karena: 1. Rendahnya kadar vitamin dalam plasma dan cadangan di hati. 2. Rendahnya kadar vitamin K dalam ASI. 3. Tidak mendapat injeksi vitamin K pada saat baru lahir. 4. Prematuritas : pada bayi prematur fungsi hati masih belum matang dan respons terhadap vitamin K subnormal. 5. Kekurangan Vitamin K pada Ibu. 3,11

E.

Faktor Risiko

3

Faktor risiko yang dapat menyebabkan timbulnya HDN antara lain obat-obatan yang mengganggu metabolisme vitamin K, yang diminum ibu selama

kehamilan,

seperti

antikonvulsan

(karbamasepin,

fenitoin,

fenobarbital), antibiotika (sefalosporin), antituberkulostik (INH, rifampicin) dan antikoagulan (warfarin). Faktor resiko lain adalah kurangnya sintesis vitamin K oleh bakteri usus karena pemakaian antibiotika berlebihan, gangguan fungsi hati (koletasis), kurangnya asupan vitamin K pada bayi yang mendapatkan ASI ekslusif, serta malabsorbsi vitamin K akibat kelainan usus maupun akibat diare.6 F.

Patofisiologi 1.

Hemostasis pada Neonatus Mekanisme hemostasis pada neonatus tidak sama dengan pada dewasa atau pada anak yang lebih besar. Perbedaan tersebut diantaranya adalah: a.

Beberapa protein yang dibutuhkan untuk pembentukan fibrin dan fibrinolisis jumlahnya sedikit dibandingkan dengan anak yang lebih besar.

b. Pada fase plasma dari pembekuan dan fibrinolisis neonatus kadar beberapa faktor pembekuan termasuk faktor pembekuan yang bergantung pada vitamin K (II, VII, IX, X), faktor XII, XI dan fibrinogen; juga

high molecular weight kininogen

(HMWK), protein C, protein S, dan anti thrombin III (AT III)

4

rendah. Secara umum, tingkat aktivitas koagulan dan inhibitor ini proporsional terhadap kadar protein. c.

Plasma neonatus resisten terhadap activator plasminogen eksogen (streptokinase).

d. Dalam 24 jam pertama neonatus mengalami reduksi mekanisme fibrinolisis karena kurangnya kadar proenzim plasminogen dan meningkatnya jumlah inhibitor. Walaupun telah diketahui adanya perbedaan dalam fase plasma dari mekanisme hemostasis neonatus dan anak yang lebih besar, namun perbedaan ini belum begitu dipahami. 3 2.

Peranan Vitamin K dalam Fisiologi Pembekuan Brinkhous dkk., membuktikan bahwa HDN ditandai oleh hipoprotrombinemia. Pemberian vitamin K dapat mengoreksi menurunnya aktivitas protrombin pada neonatus yang mengalami keadaan ini, hal ini menunjukkan peranan vitamin K dalam sintesis protrombin (faktor II).3, Molekul-molekul faktor II, VII, IX, dan X disintesis dalam sel hati dan disimpan dalam bentuk prekursor tidak aktif. Molekul yang dikenal sebagai dezcarboxy protein ini disebut PIVKA (proteins induced by vitamin K absence). Vitamin K dibutuhkan untuk konversi prekursor tidak aktif menjadi faktor pembekuan yang aktif. Proses konversi ini terjadi pada tahap postribosomal, dimana radikal karboksil dengan vitamin K sebagai katalis akan menempel pada

5

residu asam glutamate dari prekursor molekul untuk membentuk carboxyglutamic acids yang mampu mengikat Ca2+. Faktor pembekuan (faktor II, VII, IX, X) yang memiliki kemampuan mengikat Ca2+ memegang peranan dalam mekanisme hemostasis fase plasma.3, 3.

Patomekanisme HDN Semua neonatus dalam 48 – 72 jam setelah kelahiran secara fisiologis mengalami penurunan kadar faktor koagulasi yang bergantung vitamin K (faktor II, VII, IX, dan X) sekitar 50%, kadar faktor-faktor tersebut secara berangsur akan kembali normal dalam usia 7-10 hari. Keadaan transien ini mungkin diakibatkan oleh kurangnya vitamin K ibu dan tidak adanya flora normal usus yang bertanggung jawab terhadap sintesis vitamin K sehingga cadangan vitamin K pada bayi baru lahir rendah.3,6,11 Bayi baru lahir mengalami defisiensi faktor pembekuan yang tergantung vitamin K (vitamin K-dependent coagulation factor), konsentrasi faktor pembekuan ini rendah dalam plasma beberapa hari setelah lahir dan mencapai titik terndah pada hari ketiga. hal ini disebabkan karena bayi baru lahir mengalami defesiensi vitamin K yang disebabkan karena rendahnya cadangan vitamin k pada saat lahir, rendahnya kadar vitamin k pada ASI, prematuritas, bayi yang lahir dari ibu yang mendapat pengobatan luminal, hidantoin, salisilat, kumarin, rifampisin, dan isoniazid. faktor lain adalah terlambatnya

6

kolonisasi bakteri usus disebabkan oleh terlambatnya pemberian diet, ASI eksklusif, diare hebat, pemberian antibiotik dalam jangka yang lama.13 Vitamin K sangat sedikit yang dapat melewati sawar plasenta dimana kadar pada plasma ibu 1-2 mikrogram/l sedangkan kadar pada tali pusat kurang dari 0,05 mikrogram/l. kadar vitamin K pada ASI 1,5-2,1 mikrogram/l, kolostrum 2,3 mikrogram/l sedangkan pada susu formula 6 mikrogram/l. Kombinasi berbagai keadaan ini menimbulkan gangguan hemostasis pada bayi baru lahir yang menyebabkan perdarahan pada bayi akibat defisiensi vitamin K.14 Defisiensi vitamin K dapat terjadi oleh malabsorbsi lemak yang mungkin menyertai disfungsi pancreas, penyakit biliaris, atrofi mukosa intestinal atau penyebab steatore lainnya. Di samping itu, sterilisasi usus besar oleh antibiotik juga dapat mengakibatkan defisiensi vitamin K. Defisiensi vitamin K juga disebabkan oleh rendahnya cadangan vitamin K pada saat lahir, prematuritas, kadar vitamin K yang rendah pada air susu ibu, terlambatnya kolonisasi bakteri usus yang disebabkan oleh terlambatnya pemberian makanan, ASI eksklusif, diare berat dan

pemberian antibiotik

terutama jangka lama.14 Di antara neonatus (lebih sering pada bayi prematur dibanding yang cukup bulan) ada yang mengalami defisiensi ini lebih berat dan

7

lebih lama sehingga mekanisme hemostasis fase plasma terganggu dan timbul perdarahan spontan.3,6 G.

Gambaran Klinis Manifestasi klinik yang sering ditemukan adalah perdarahan, pucat, dan hepatomegali ringan. Salah satu dari tanda yang paling sering di kaitkan dengan anemia adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan karena kerusakan sel darah merah sehingga janin akan menderita hypoxia (kekurangan oksigen) sehingga menyebabkan berkurangnya volume darah, Kemudian akan terjadi berkurangnya hemoglobin dan vasokonstriksi untuk memaksimalkan pengiriman O2 ke organ-organ vital. Limpa umumnya membesar karena organ ini menjadi tempat penyimpanan eritrosit yang dihancurkan dan tempat pembuatan sel darah ekstrameduler. Dan aktifnya erythtopoiesus menimbulkan erythroblast sehingga mengakibatkan terjadinya hepatosplenomegaly. Pada kebanyakan kasus perdarahan terjadi pada kulit, mata, hidung, dan saluran cerna. Perdarahan kulit sering berupa purpura, ekimosis atau perdarahan melalui bekas tusukan jarum suntik. Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi tersering (63%), 80100% berupa perdarahan subdural dan subarachnoid. Berdasarkan lokasi pendarahan yang terjadi di daerah otak, perdarahan intrakranial pada neonatus dibagi dalam empat daerah yaitu : 1.

Epidural Hemorrhage, terjadi karena rupturnya cabang-cabang arteri atau vena meningia media di antara tulang kepala dan durameter.

8

Pengumpulan darah di dalam ruangan durameter disebut hematoma epidural. Perdarahan ini sering berlokasi di daerah parietal dan oksipital. Perdarahan epidural biasanya disertai fraktur linier tulang kepala dan tanda shock hipovolemik. Gangguan fungsi otak bergantung pada luas dan banyaknya perdarahan. Bila perdarahan sedikit, tidak dijumpai tanda-tanda gangguan fungsi otak. Jika perdarahan banyak, dalam beberapa jam setelah lahir akan tampak tanda-tanda dan gejala peninggian tekanan intrakranial seperti iritabel, menangis melengking (cephalic cry), ubun-ubun tegang dan menonjol, deviasi mata, sutura melebar, kejang, hemiparase, atau tanda-tanda herniasi unkal seperti dilatasi pupil homolateral. 2.

Subdural Hemorrhage dengan laserasi tentorium disebabkan oleh rupturnya vena galen, sinus strait, dan kadang-kadang sinus transversal. Perdarahan ini sering di infratentorial. Bila perdarahan banyak, dapat meluas ke fossa posterior dan menyebabkan kompresi batang otak (brain stemp). Kadang-kadang, perdarahan ini dapat meluas ke permukaan superior atau posterior dari serebellum. Perdarahan subdural dengan laserasi falks serebri terjadi karena rupturnya sinus sagitalis inferior. Perdarahan biasa terjadi di tempat pertemuan falks serebri dan tenterium. Perdarahan ini kurang sering bila dibandingkan dengan laserasi tenterium. Lokasi perdarahan di dalam fisura serebri longitudinal berada di atas korpus kollosum. Rupturnya vena superfisial serebri (bridging vein), mengakibatkan

9

perdarahan subdural pada permukaan hemisfer serebri. Perdarahan ini sering unilateral dan biasanya diikuti perdarahan subaraknoid. 3.

Subarachnoid Hemorrhage, perdarahan dalam rongga araknoid akibat rupturnya vena-vena dalam rongga araknoid (bridging veins), rupturnya pembuluh darah kecil di daerah leptomeningen, atau perluasan perdarahan. Timbunan darah biasanya berkumpul di lekukan serebral bagian posterior dan di fossi posterior.Hal yang ditakutkan adalah terjadi hidrosefalus karena penyumbatan trabekula araknoid oleh darah dan menyebabkan peninggian tekanan intrakranial.

4.

Intraventricular hemorrhage adalah pendarahan yang terjadi di bagian lateral ventrikel ketiga dan keempat. Terjadi perdarahan flexus choroid dan pemanjangan dari matriks subependymal atau thalamus.

5.

Intraparenchymal hemorrhage adalah pendarahan yang terjadi diantara jaringan parenkim otak. Biasanya terjadi edema vasogenik dalam jumlah yang besar. Pada perdarahan intrakranial didapatkan gejala peningkatan tekanan

intrakranial bahkan kadang tidak menunjukkan gejala atau tanda. Pada sebagian besar kasus (60%) didapatkan sakit kepala, muntah, anak menjadi cengeng, ubun-ubun besar menonjol karena adanya tekanan intrakranial. Kejang yang terjadi dapat bersifat fokal atau umum. Gejala lain yang

10

ditemukan adalah fotofobia, edema papil, penurunan kesadaran, perubahan tekanan nadi, pupil anisokor serta kelainan neurologis fokal.3 Manifestasi klinis HDN dapat diklasifikasikan menjadi 3 bentuk (Tabel 1), yaitu bentuk dini, klasik, dan lambat. 1.

HDN dini (early onset) Kelainan ini jarang sekali dan biasanya terjadi pada bayi dari ibu yang mengonsumsi obat-obatan yang dapat mengganggu metabolisme vitamin K, misalnya bayi yang lahir dari ibu epilepsy yang mendapat pengobatan fenitoin atau fenobarbital, atau dalam bentuk yang jarang terjadi pada bayi dari ibu yang mendapat tuberkulostatika, seperti isoniazid atau rifampisin. Perdarahan pada bentuk ini bervariasi dari bentuk yang sedang pada kulit dan umbilikus sampai bentuk fatal seperti perdarahan intratorakal, intraabdominal, atau intrakranial.3

2.

HDN klasik (classic disease) Perdarahan dapat bersifat setempat, seperti hematom sefal, perdarahan saluran cerna, atau berbentuk ekimosis menyeluruh. Perdarahan yang paling sering berasal dari saluran cerna berupa melena atau hematemesis, kemudian dari hidung, kulit kepala, tali pusat atau bekas sirkumsisi. Pada bentuk yang berat (jarang terjadi) perdarahan dapat mengenai susunan saraf pusat. 2,3

11

Manifestasi klinis pada pada HDN cepat dan klasik bervariasi, dengan perdarahan yang sering terjadi di saluran gastrointestinal 53%; dan di umbilikus 29%..8 3.

HDN lambat (late onset) Bentuk lambat HDN terjadi setelah masa neonates, sebagian besar timbul pada umur 1 sampai 3 bulan. Bentuk lambat ini paling sering bermanifestasi sebagai perdarahan susunan saraf pusat (3050%) dan ekimosis yang dalam dan luas, sedangkan perdarahan dari saluran cerna lebih jarang. Bentuk perdarahan lambat ini merupakan akibat sekunder dari berbagai penyakit seperti fibrosis kistik, atresia biliaris, defisiensi α-1-AT, hepatitis, penyakit seliak dan diare kronik. 2,3

Pasien dengan HDN onset lambat idiopatik memiliki beberapa

gejala spesifik berikut: (i) lebih banyak di-temukan pada bangsa Asia; (ii) terutama pada bayi yang mendapat ASI; (iii) terbanyak pada usia 1-2 bulan; (iv) lebih sering pada laki-laki; (v) sering dengan perdarahan intrakranial.1 Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendeteksi adanya defisiensi vitamin K meliputi uji skrining hemostasis meliputi pemeriksaan waktu pembekuan, PT (prothrombine time), aPTT (activated partial thromboplastine time), PTT substitution test, TT (thrombine time), assay faktor pembekuan. Pemeriksaan penunjang lain dilakukan atas indikasi seperti pemeriksaan USG, CT-scan, MRI.

12

Tabel 1. Bentuk klinis HDN (Dikutip dari Kepustakaan 2)

Penyebab/risik

HDN dini HDN klasik <24 jam 2 – 7 hari Obat selama hamil: Asupan vit

o

antikonvulsan,

Umur

HDN lambat 0,5 – 6 bulan K Malabsorpsi

kurang Pemberian ASI

vit K, fibrosis

antikoagulan,

kistik,

antibiotic

hepatitis,

diare,

defisiensi α-1AT, Lokasi

yang Intrakranial,

sering

umbilikus,

GIT, Intrakranial,

peny.

Seliak GIT, Intrakranial,

intra- umbilikus, daerah GIT,

abdominal, hematoma THT, sefal

tempat daerah

suntik, sirkumsisi

kulit, THT,

tempat suntik, saluran kemih,

Insidensi Profilaksis

Sangat jarang Hindari obat berisiko,

intratorakal 1,5% - 1/10.000 4 – 10/10.000 yang Beri vit. K Beri vit. K

profilaksis adekuat: vitamin K adekuat:

vit. K pada ibu

peroral,

susu vitamin K IM,

formula Bagan

di

bawah

ini

memperlihatkan

susu formula alur

pemeriksaan

laboratorium pada penderita dengan defisiensi faktor pembekuan.3

13

Gambar 1. Uji pembekuan dan interpretasinya (Dikutip dari Kepustakaan 3) H.

Sistem Hemostasis pada Neonatus Sistem hemostasis pada bayi tidak sama dengan anak dan dewasa. hal ini karena secara fisiologis sistem hemostasis pada bayi belum matur. maturitas sistem ini terjadi pada 6 bulan pertama kehidupan. beberapa perbedan itu diantaranya, pertama; protein yang dibutuhkan untuk pembentukan fibrin dan fibrinolisis jumlahnya sedikit dibandingkan dengan anak yang lebih besar, kedua; pada fase plasma dari pembekuan dan fibrinolisis neonatus kadar beberapa faktor pembekuan yang bergantung pada vitamin K rendah, ketiga; plasma neonatus resisten terhadap aktivator plasminogen eksogen, dan keempat; dalam 24 jam pertama neonatus mengalami reduksi mekanisme fibrinolisis karena kurang nya kadar proenzim plasminogen dan meningkatnya jumlah inhibitor.13 14

Perdarahan intrakranial dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terbagi menjadi dua; faktor maternal dan perinatal. Faktor maternal berupa penggunaan obat-obatan seperti aspirin selama kehamilan, hipertensi kehamilan dan gangguan autoimun, sedangkan faktor perinatal berupa trauma lahir, nilai Apgar yang rendah, bayi yang diberi ASI dan tidak diberi vitamin K, persalinan spontan, persalinan lama, dan persalinan dengan forceps.12. Perdarahan intrakranial pada bayi merupakan jenis perdarahan yang sering dihubungkan dengan Hemorrhagic Disease of Newborn (HDN) atau Penyakit Perdarahan Akibat Defisiensi Vitamin K (PDVK) terutama pada onset lambat, yaitu yang muncul pada bayi berusia lebih dari 7 hari. PDVK terjadi karena rendahnya kadar faktor pembekuan darah yang tergantung pada vitamin K yaitu faktor II, VII, IX, dan X. PDVK

diklasifikasi

berdasarkan waktu munculannya yaitu onset dini (24 jam pertama), klasik (2-7 hari), dan lambat (2-12 minggu). Sebanyak 2/3 bayi dengan PDVK tipe lambat datang dengan perdarahan intrakranial. Bayi baru lahir hanya mempunyai kemampuan aktivitas koagulasi 20-50% dibanding orang dewasa. Kurangnya pemberian vitamin K saat lahir, pemberian ASI eksklusif, diare kronik dan penggunaan antibiotik jangka panjang membuat bayi lebih rentan terhadap PDVK.12 I.

Diagnosis Sebagaimana diagnosis pada umumnya, pendekatan diagnosis HDN juga melalui tahapan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium.

15

Anamnesis difokuskan terhadap awitan perdarahan, lokasi perdarahan, pemberian ASI atau susu formula, riwayat ibu minum obat-obatan antikoagulan atau antikonvulsan dan anamnesis untuk menyingkirkan kemungkinan lain dengan pemeriksaan atas keadaan umum dan lokasi fisik perdarahan pada tempat-tempat tertentu seperti saluran cerna berupa hematemesis atau melena, dari hidung, kulit kepala, tali pusat atau bekas sirkumsisi.3 Penting untuk diketahui adalah jika ditemukan neonatus dengan keadaan umum baik tetapi ada perdarahan segar dari mulut atau feses berdarah maka harus dibedakan apakah itu darah ibu yang tertelan saat persalinan atau memang perdarahan saluran cerna. Cara membedakannya dengan melakukan uji Apt, warna merah muda menunjukkan darah bayi sedangkan warna kuning kecoklatan menunjukkan darah ibu.3 Diagnosis laboratorium dari HDN menunjukkan adanya waktu pembekuan yang memanjang, Prothrombine time (PT) dan Partial Thromboplastine Time (PTT) memanjang bervariasi, Thrombine time (TT) normal. Masa perdarahan dan jumlah leukosit normal. Kebanyakan kasus disertai anemia normokrom normositik.3 Tes lain yang dapat membantu dalam diagnosis HDN adalah tes spesifik factor berupa penurunan aktivitas faktor II, VII, IX, dan X tanpa trombositopenia atau kelainan faktor pembekuan lain, pengukuran tingkat bentuk dekarboksilasi vitamin faktor K-dependent, uji protein yang

16

disebabkan oleh antagonis vitamin K, dan pengukuran langsung dari kadar vitamin K.6 Perdarahan intrakranial dapat dilihat jelas dengan pemeriksaan USG kepala, CT-scan atau MRI. Pemeriksaan ini selain untuk diagnostik, juga digunakan untuk meneruskan prognosis. 3 Respons yang baik terhadap pemberian vitamin K memperkuat diagnosis.3 J.

Diagnosis Banding HDN merupakan salah satu dari penyakit gangguan hemostatis yang didapat, sehingga harus dibedakan dengan penyakit gangguan Hemostatis lainnya dan juga dengan yang bersifat congenital. Gangguan fungsi hati dapat menyebabkan timbulnya perdarahan akibat ketidakmampuan hati dalam mensintesis faktor-faktor pembekuan, sedangkan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan gangguan perdarahan yang didapat

akibat

koagulopati

konsumtif.

Disseminated

Intravascular

Coagulation (DIC) adalah proses patofisiologi dan bukan merupakan suatu penyakit tersendiri. Gangguan yang terjadi meliputi ketidaktepatan, berlebihan dan aktivasi proses hemostasis yang tidak terkontrol. Manifestasi klinis DIC berhubungan dengan sumbatan pembuluh darah kecil (microvessel) selama fase obstruksi dan perdarahan karena konsumsi plasma dan komponen seluler pada sistem hemostasis. Proses DIC kemungkinan karena berlanjutnya stimulus dan atau konsumsi inhibitor alami hemostasis. Pada awalnya DIC muncul dengan kompensasi yang

17

adekuat, namun jika proses berlanjut menjadi berat, maka gejala klinis akan muncul sebagai perdarahan sistemik dan biasanya berkaitan dengan kerusakan organ. Kompensasi sekunder DIC adalah fibrinolisis, dimana pada beberapa kasus justru meningkatkan perdarahan.3,7 Tabel di bawah memperlihatkan gambaran laboratorium dari ketiga kelainan tersebut. Tabel 2. Gambaran laboratorium HDN dan DIC (Dikutip dari kepustakaan 3) Komponen Morfologi eritrosit

HDN Normal

DIC Sel target, sel burr, fragmentosit,

PTT Memanjang PT Memanjang Fibrin split product Normal

sferosit Memanjang Memanjang Naik

(FSP) Trombosit Faktor

Menurun I, II, V, VIII, XIII

Normal yang II, VII, IX, X

menurun

K.

Penatalaksanaan Secara garis besar pengelolahan HDN dibagi atas penatalaksanaan antenatal untuk mencegah terjadinya penyakit ini dan penatalaksanaan setelah bayi lahir untuk mencegah dan mengobati bila terjadi perdarahan. 1.

Pemberian vitamin K profilaksis

18

Hasil penelitian terakhir menunjukkan, bahwa dalam mencegah terjadinya HDN bentuk klasik pemberian vitamin K peroral sama efektif, lebih murah dan lebih aman daripada pemberian secara intramuscular (IM), namun untuk mencegah HDN bentuk lambat pemberian vitamin K oral tidak seefektif IM. Efikasi profilaksis oral meningkat dengan pemberian berulang 3 kali dibanding dosis tunggal, dan efikasi lebih tinggi bila diberikan dalam dosis 2 mg dari pada dosis 1 mg. Pemberian vitamin K oral yang diberikan tiap hari atau tiap minggu sama efektifnya dengan profilaksis vitamin K IM.9 AAP tahun 2003 merekomendasikan bahwa vitamin K harus diberikan kepada semua bayi baru lahir 0,5 - 1 mg IM, dosis tunggal.3 AAP juga menyatakan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efikasi, keamanan, bioavailabilitas dan dosis optimal vitamin K oral sediaan baru untuk mencegah HDN/PDVK lambat. Cara pemberian oral merupakan alternative pada kasus-kasus bila orangtua pasien menolak cara pemberian IM untuk melindungi bayi mereka karena injeksi. Disamping itu untuk keamanan, bayi yang ditolong oleh dukun bayi sebaiknya diberikan secara oral.3 Cara pemberian vitamin K secara IM lebih disukai dengan alasan sebagai berikut:10 a.

Absorpsi vitamin K1 oral tidak sebaik vitamin K1 IM, terutama pada bayi diare.

19

b.

Beberapa dosis vitamin K1 oral diperlukan selama beberapa minggu, sebagai konsekuensinya tingkat kepatuhan orangtua pasien dapat merupakan masalah.

c.

Kemungkinan terdapat asupan vitamin K1 oral yang tidak adekuat karena absorpsinya atau adanya regurgitasi

d.

Efektifitas vitamin K1 oral belum diakui secara penuh.10 Ada 3 bentuk vitamin K yang diketahui, yaitu:

1.

Vitamin K1 (phytomenadione), terdapat dalam sayuran hijau

2.

Vitamin K2 (menaquinone) merupakan vitamin K sintetik yang sekarang jarang diberikan kepada neonati karena dilaporkan dapat menyebabkan anemia hemolitik.

3.

Vitamin K3 (menadione) merupakan vitamin K sintetik yang sekarang jarang diberikan kepada neonatus karena dilaporkan dapat menyebabkan anemia hemolitik. Sampai saat ini tidak ada cukup bukti yang mendukung

hubungan profilaksis vitamin K dengan insidens kanker pada anak dikemudian hari.3 Health Technology Assessment (HTA) Departemen Kesehatan RI (2003) mengajukan rekomendasi sebagai berikut: a.

Semua bayi baru lahir harus mendapat profilaksis vitamin K1

b.

Jenis vitamin K yang digunakan adalah K1

c.

Cara pemberian vitamin K1 adalah secara IM atau oral.

d.

Dosis yang diberikan untuk semua bayi baru lahir adalah:

20

-

IM, 1 mg dosis tunggal

-

Oral, 3 kali 2mg, diberikan pada waktu bayi baru lahir, umur 3-7 hari, dan pada saat bayi berumur 1-2 tahun.

e.

Untuk bayi baru lahir yang didorong oleh dukun bayi maka diwajibkan pemberian profilaksis vitamin K1 secara oral.

f.

Kebijakan ini harus dikoordinasikan bersama Direktorat Pelayanan Farmasi dan Peralatan dalam penyediaan vitamin K1 dosis injeksi 2 mg/ml/ampul, vitamin K1 dosis 2 mg/tablet yang dikemas dalam bentuk strip 3 tablet atau kelipatannya.

g.

Profilaksis vitamin K1 pada bayi baru lahir dijadikan sebagai program nasional. Ibu hamil yang mendapat pengobatan antikonvulsan harus

mendapat vitamin K profilaksis 5 mg sehari selama trisemester ketiga atau 24 jam sebelum melahirkan diberi vitamin K 10 mg IM. Kemudian kepada bayinya diberikan vitamin K1 mg dan diulang 24 jam kemudian.

2.

Pengobatan defisiensi vitamin K Bayi-bayi

yang

dicurigai

mengalami

HDN

berdasarkan

konfirmasi laboratorium, harus segera mendapat pengobatan vitamin K. Vitamin K tidak boleh diberikan secara IM karena dari tempat suntikan akan terbentuk hematoma yang besar. Sebaiknya diberikan suntikan secara subkutan karena absorpsinya cepat, dan efeknya

21

hanya sedikit lebih lambat dibanding cara pemberian sistemik. Pemberian secara intravena dapat juga dilakukan, tetapi harus hatihati.Komplikasi pemberian vitamin K antara lain reaksi anfilaksis (bila

diberikan

secara

intravena),

anemia

hemolitik,

hiperbilirubinemia (dosis tinggi) dan hematoma pada lokasi suntikan. 6 Selain pemberian vitamin K, bayi yang mengalami HDN dengan perdarahan luas juga harus mendapat plasma. Menurut Goorin (1998) plasma yang diberikan adalah Fresh Frozen Plasma (FFP) dengan dosis 10-15 ml/kg. Respon yang cepat terjadi dalam waktu 46 jam. 3 L.

Prognosis HDN ringan prognosisnya baik, biasanya sembuh sendiri atau membaik setelah mendapat vitamin K, dalam waktu lebih kurang 24 jam. HDN dengan manisfestasi perdarahan intracranial, intratorakal dan intraabdominal dapat mengancam jiwa, 27% kasus HDN dengan manisfestasi perdarahan intrakranial meninggal.3 DAFTAR PUSTAKA

1.

Izzah, ZA, Iskandar S. 2008. Perdarahan Intrakranial Pada Bayi di Rumah Sakit Dr. M. Djamil. Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/RS DR. M Djamil, Padang. Majalah Kedokteran Andalas Vol 32(1).Hal: 89-92.

22

2.

Shah, Faridullah, dkk. 2013. Hemorrhagic Disease of the Newborn: Clinical Presentation and Response to Treatment with Vitamin K. Departemen of Pediatrics, Hayatabad Medical Complex. Pakistan. Gomal Journal of Medical Sciences Vol 11(1). Hal: 101-104

3.

Raspati H, Reniarti L, Susanah S. 2013. Hemorrhagic Disease of the Newborn. Dalam: Permono B, Sutaryo, Windiastuti E, Abdulsalam M, editors. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. Hal: 197-206

4.

MD, Rachel Schulte, et al. 2014. Rise in Late Onset Vitamin K Deficiency Bleeding in Young Infants Because of Omission or Refusal of Prophylaxis at Birth. Pediatric Neurology. Hal: 564-568

5.

Surjono, Edward; dkk. 2011. Pentingnya Profilaksis Vitamin K1 pada Bayi Baru Lahir. Damianus Journal of Medicine Vol 10(1). Hal: 5156

6. Pansatiankul, B., Jitapunkul, S. 2008. Risk factors of Acquaired Prothrombin Complex Deficiency Syndrome: A Case-Control Study. Journal Med Assoc Thai 91:S1-8. 7.

Suyasa, AB; dkk. 2014. Disseminated Intravascular Coagulation pada Cedera Otak Traumatik. Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Yogyakarta Vol 3(3). Hal: 199-205

8.

Palau, MA, at al. 2017. Vitamin K Deficiency Presenting in an Infant with an Anterior Mediastinal Mass: A Case Report and Rewiew of the

23

Literature. School of Medicine, University of Colorado, Boulder. USA. Hindawi. Hal : 1-5. 9.

Tulchinsky TH. 2007. Vitamin K prophylaxis for newborns : A position paper. Israel: Hebrew University.

10. Hamrick, HJ, at al. 2016. Reasons for Refusal of Newborn Vitamin K Prophylaxis: Implications for Management and Education. American Academy of Pediatri. Hospital Pediatrics Vol 6(1). Hal:15-21 11. Pudjadi, HA dkk. 2011. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid II. Jakarta. Hal: 37 12. Hanita R, dkk. 2017. Gambaran Perdarahan Intrakranial pada Perdarahan Akibat Defisiensi vit K (PDVK) di RSUP Dr. M. Jamil. Jurnal Kesehatan Andalas. Hal: 379-382. 13. Manco-Johnson MJ. 2000. Hemostasis in the neonate. Neo Reviews. Vol. 1 No. 10. Hal : 191-195 14. Asrul, Nancy. 2007.Perbandingan

dan Aterm Terhadap Masa

Protrombin. Sari Pediatri Vol 9 No.1.Universitas Sumatera Utara. Medan Hal : 17-22

24

Related Documents

Ang Pipit
May 2020 4
Burung Pipit
November 2019 15
Artikel Remaja Pipit
July 2020 4
Referat
May 2020 53
Referat Skizoid.docx
April 2020 17

More Documents from "Garry Saragih"