REFERAT ILMU BEDAH PENYAKIT - PENYAKIT KULIT Disusun untuk memenuhi sebagian syarat kepanitraan klinik di Bagian Ilmu Bedah RS Bethesda pada Program Pendidikan Dokter Tahap Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana
Disusun Oleh : Nabella Septiana Wibawa
42160085
KEPANITERAAN KLINIK BEDAH RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA 24 April 2017 - 1 Juli 2017 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA YOGYAKARTA 2017
SELULITIS I. LATAR BELAKANG Penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus atau oleh keduanya disebut pioderma. Penyebab utamanya ialah Staphylococcus aureus dan Streptococcus B hemolyticus, sedangkan Staphylococcus epidermidis merupakan penghuni normal di kulit dan jarang menyerang infeksi. Faktor predisposisi pioderma adalah higiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh dan telah ada penyakit lain di kulit. Salah satu bentuk pioderma adalah selulitis yang akan dibahas pada referat ini. Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan dermis dan subkutis. Faktor risiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pembuluh vena maupun pembuluh getah bening. Lebih dari 40% penderita selulitis memiliki penyakit sistemik. Penyakit ini biasanya didahului trauma, karena itu tempat predileksinya di tungkai bawah. Gejala prodormal selulitis adalah demam dan malaise, kemudian diikuti tanda-tanda peradangan yaitu bengkak (tumor), nyeri (dolor), kemerahan (rubor), dan teraba hangat (kalor) pada area tersebut. Prevalensi selulitis di seluruh dunia tidak diketahui secara pasti. Sebuah studi tahun 2006 melaporkan insidensi selulitis di Utah, AS, sebesar 24,6 kasus per 1000 penduduk pertahun dengan insidensi terbesar pada pasien laki-laki dan usia 45-64 tahun. Selulitis terjadi jika bakteri masuk ke dalam kulit melalui bagian kulit yang terbuka. Walaupun selulitis dapat terjadi di kulit bagian manapun, lokasi paling sering terjadi adalah di kaki, khususnya di daerah tulang kering dan punggung kaki. Pada anak-anak usia di bawah 6 tahun selulitis sering terjadi khususnya di daerah wajah dan lengan. II. DEFINISI Selulitis merupakan infeksi bakterial akut pada kulit. Infeksi yang terjadi menyebar ke dalam hingga ke lapisan dermis dan sub kutis. Infeksi ini biasanya didahului luka atau trauma dengan penyebab tersering adalah
Streptococcus betahemolitikus Grup A (GAS) dan Staphylococcus aureus. Terdapat tanda-tanda peradangan lokal pada lokasi infeksi seperti eritema, teraba hangat, dan nyeri serta terjadi limfangitis dan sering bergejala sistemik seperti demam dan peningkatan leukosit. Seluliti s yang mengalami supurasi disebut flegmon, sedangkan bentuk selulitis superfisial yang mengenai
pembuluh
limfe yang
disebabkan
oleh
Streptokokus
beta
hemolitikus grup A disebut erisepelas. Tidak ada perbedaan yang bersifat absolut antara selulitis dan erisipelas yang disebabkan oleh Streptokokus. Sebagian besar kasus selulitis dapat sembuh dengan pengobatan antibiotik. Infeksi dapat menjadi berat dan menyebabkan infeksi seluruh tubuh jika terlambatdalam memberikan pengobatan. III. ETIOLOGI Penyebab paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus aureus dan Streptokokus beta hemolitikus grup A, sedangkan penyebab selulitis pada anak adalah Haemophilus influenza tipe b (Hib), Streptokokus beta hemolitikus grup A dan Staphylococcus aureus.
IV. FAKTOR PREDISPOSISI Faktor predisposisi selulitis adalah kaheksia, diabetes melitus, malnutrisi, disgamaglobulinemia, alkoholisme dan keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh terutama bila disertai higiene yang jelek. Selulitis umumnya terjadi akibat komplikasi suatu luka atau ulkus atau lesi kulit yang lain, namun dapat terjadi secara mendadak pada kulit yang normal terutama pada pasien dengan kondisi edema limfatik, penyakit ginjal kronik atau hipostatik. V. GEJALA KLINIS Gambaran klinis tergantung akut at au tidaknya infeksi. Umumnya semua bentuk ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak. Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau ulkus disertai dengan demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul bula. Dapat dijumpai limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif dapat terjadi supurasi lokal (flegmon, nekrosis atau gangren). Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam, menggigil dan malaise. Daerah yang terkena terdapat kardinal peradangan yaitu rubor(eritema), color (hangat), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan). Lesi tampak merah gelap, tidak berbatas tegas, pada tepi lesi tidak dapat diraba atau tidak meninggi. Pada infeksi yang berat dapat ditemukan pula vesikel, bula, pustul atau jaringan neurotik. Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional dan limfangitis ascendens. Pada pemeriksaan darah tepi biasanya ditemukan leukositosis. Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala prodormal berupa: malaise anoreksia/ demam, menggigil dan berkembang dengan
cepat,
sebelum
menimbulkan
imunokompromais rentan mengalami
infeksi
gejala-gejala
khasnya.
walau dengan patogen
Pasien yang
patogenisitas rendah. Terdapat gejala berupa nyeri yang terlokalisasi dan nyeri tekan. Jika tidak diobati, gejala akan menjalar ke sekitar lesi terutama ke proksimal. Kalau sering residif di tempat yang sama dapat terjadi elefantiasis. Lokasi selulitis pada anak biasanya dikepala dan leher, sedankan pada orang dewasa paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan riwayat seringnya
trauma di ekstremitas. Pada penggunaan salah obat, sering berlokasi dilengan atas. Komplikasi jarang ditemukan, tetapi termasuk glomerulonefritis akut (jika disebabkan oleh strain nefritogenik streptococcus, limfadenitis, endokarditis bakterial subakut). Kerusakan pembuluh limfe dapat menyebabkan selulitis rekurens.
A. Selulitis orbita Selulitis orbita adalah infeksi yang menyerang mata dan jaringan kulit disekitar mata. Apabila tidak cepat ditindak lanjuti dapat menyebabkan kerusakan struktur mata hingga terjadi peradangan diseluruh rongga mata. Infeksi tersebut dapat menyerang semua umur, semua jenis kelamin dan harus segera di lakukan penanganan. Infeksi ini ditandai dengan pembengkakan kelopak mata, sulit menggerakkan bola mata, kemerahan dan nyeri pada area kulit sekitar mata dan
febris. Kondisi ini harus segera mendapatkan penatalaksanaan yang tepat, guna mencegah kerusakan yang permanen pada mata.
B. Selulitis Kulit Kepala ( Scalp Cellulitis ) Saat infeksi kulit tersebut terjadi di kulit kepala, infeksi ini disebut dengan Selulitis kulit kepala. Infeksi tersebut biasanya menyerang anak-anak dan dewasa, terutama pada penderita dengan penurunan daya tahan tubuh atau pada anak-anak yang masih memiliki daya imun yang lemah. Infeksi biasanya diawali dengan infeksi primer seperti tinea kapitis, scabies kemudian berlanjut menjadi infeksi sekunder karena ada jalan masuk kuman ke dalam jaringan kulit. Sehingga berakibat menimbulkan selulitis scalp atau selulitis kulit kepala.
Gambar 4. Scalp Cellulitis
C. Selulitis Pada Ekstremitas Sellulitis sering terjadi di kulit tangan atau kaki, karena daerah tangan dan kaki adalah daerah yang sering mengalami trauma, dan daerah kulit pada ekstremitas memiliki hygiene yang paling kotor. Pada penderita diabetes mellitus sering terjadi selulitis di daerah ekstremitas terutama kaki. Karena pada penderita diabetes mellitus didapatkan pada banyak kasus dimana pembuluh darah mengalami atherosclerosis yang menyebabkan supply nutrisi menuju ujung kaki menurun, sehingga menyebabkan jaringan kaki menjadi mati atau mengalami nekrosis mengakibatkan penetrasi kuman ke dalam kulit.
VI. PATOGENESIS Bakteri patogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi sering berjangkit pada orang gemuk, rendah gizi, kejemuan atau orang tua pikun dan pada orang yang menderita diabetes mellitus yang pengobatannya tidak adekuat. Setelah menembus lapisan luar kulit, infeksi akan menyebar ke jaringan-jaringan dan menghancurkannya, hyaluronidase memecah substansi polisakarida, fibrinolysin mencerna barrier fibrin, dan lecithinase menghancurkan membran sel.
VII. DIAGNOSIS Diagnosis selulitis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pada pemeriksaan klinis selulitis ditemukan makula eritematous, tepi tidak meninggi, batas tidak jelas, edema, infiltrat dan teraba panas, dapat disertai limfangitis dan limfadenitis. Penderita biasanya demam dan dapat menjadi septikemia. Dengan
menyentuh daerah kulit yang terinfeksi, akan terasa lunak, hangat, dan si penderita merasa nyeri, tampak ruam merah pada daerah kulit yang terinfeksi. Untuk memastikannya kita periksa, apakah terdapat luka terbuka yang memfasilitasi masuknya bakteri ke dalam pembuluh darah orang tersebut sehingga menyebabkan infeksi kulit, pada pemeriksaan darah tepi selulitis terdapat leukositosis dan dengan hitung jenis bergeser ke kiri.
Pemeriksaan laboratorium sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan pada sebagian besar pasien dengan selulitis. Seperti halnya pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan pencitraan juga tidak terlalu dibutuhkan. Pada pemeriksaan darah lengkap, ditemukan leukositosis pada selulitis penyerta penyakit berat, leukopenia juga bisa ditemukan pada toxin-mediated cellulitis. ESR dan C-reactive protein (CRP) juga sering meningkat terutama penyakit yang membutuhkan perawatan rumah sakit dalam waktu lama. Pada banyak kasus, pemeriksaan Gram dan kultur darah tidak terlalu penting dan efektif. VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang terdiri dari : o Pemeriksaan darah, terdapat leukositosis. Laju endap darah dan kadar C-reactive protein juga meningkat, terutama pada pasien dengan penyakit berat yang membutuhkan rawat inap jangka panjang. o Fungsi cairan pada bagian yang terinfeksi di biakkan dan dipulas dengan pulasan gram. o Kultur darah positif (hanya pada beberapa pasien).
o Jika infeksi berulang dari selulitis diduga sebagai infeksi sekunder dari tinea pedis, disarankan untuk melakukan tes atau kultur mikologis. o Biopsi kulit tidak disarankan untuk dikerjakan, kecuali pada pasien dengan dugaan etiologi infeksi non bakteri, atau pada pasien dengan Immunocompromised.
IX. DIAGNOSIS BANDING Deep thrombophlebitis, dermatitits statis, dermatitis kontak, giant urticaria, insect bite (respons hipersensitifitas), erupsi obat, eritema nodosum, eritema migran (Lyme borreliosis), perivascular herpes zooster, acute Gout, Wells syndrome (selulitis eosinofilik), Familial Mediterranean fever-associated cellulitis like erythema, cutaneous anthrax, pyoderma gangrenosum, sweet syndrome (acute febrile neutrophilic dermatosis), Kawasaki disease, carcinoma erysipeloides. Selulitis sering didiagnosis banding dengan erysipelas. Perbedaan selulitis dan erisipelas adalah : Selulitis batas lesi tidak jelas, sedangkan pada enisipelas jelas. Juga pada selulitis terdapat infiltrat dijaringan subkutan. Sering pada kasus tertentu sukar dibedakan antara selulitis dan erysipelas, sehingga praktisi sering mendiagnosisnya sebagai erysipeloselulitis. X. PENGOBATAN Selulitis karena streptokokus diberi penisilin prokain G 600.000-2.000.000 IU IM selama 6 hari atau dengan pengobatan secara oral dengan penisilin V 500 mg setiap 6 jam, selama 10-14 hari. Pada selulitis karena H. Influenza diberikan Ampicilin untuk anak (3 bulan sampai 12 tahun) 100-200 mg/kg/d (150-300 mg), >12 tahun seperti dosis dewasa. Pada selulitis yang ternyata penyebabnya bukan staphylococcus aureus penghasil penisilinase (non SAPP) dapat diberi penisilin. Pada yang alergi terhadap penisilin, sebagai alternatif digunakan eritromisin (dewasa: 250-500 gram peroral; anak-anak: 30-50 mg/kgbb/hari) tiap 6 jam selama 10 hari. Dapat juga digunakan klindamisin (dewasa 300-450 mg/hari PO; anak-anak 16-20 mg/kgbb/hari). Pada yang penyebabnya SAPP selain eritromisin dan klindamisin, juga dapat diberikan dikloksasilin 500 mg/hari secara oral selama 7-10 hari. Terapi non farmakologi,
Perawatan lokal meliputi elevasi dan imobilisasi pada daerah selulitis untuk mengurangi pembengkakan. Melakukan pengompresan untuk mengurangi rasa sakit. Intervensi bedah (insisi dan drainase) tetapi hal ini jarang dilakukan pada kasus selulitis XI. PENCEGAHAN Untuk mencegah terjadinya selulitis atau infeksi kulit lainnya, setiap ada luka terbuka kita dapat melakukan hal-hal berikut ini:
Cuci luka tersebut setiap hari dengan air dan sabun.
Oleskan krim atau salep antibiotik.
Tutupi luka dengan perban. Hal ini dapat menjaga kebersihan luka dan mencegah masuknya bakteri.
Ganti perban secara teratur. Ganti perban sekurang-kurangnya sehari sekali, atau bila perban sudah kotor atau basah.
Waspada terhadap adanya infeksi awal selulitis. Bila terdapat nyeri, bengkak dan kemerahan di kulit, penderita dianjurkan memeriksakan diri ke sarana kesehatan (puskesmas atau rumah sakit).
XII. Komplikasi Pada anak dan orang dewasa yang immunocompromised, penyulit pada selulitis dapat berupa gangren, metastasis, abses dan sepsis yang berat. Selulitis pada wajah merupakan indikator dini terjadinya bakteriemia stafilokokus beta hemollitikus grup A, dapat berakibat fatal karena mengakibatkan trombosis sinus cavernpsum yang septik. Selulitis pada wajah dapat menyebabkan penyulit intrakranial berupa meningitis.
XIII. KESIMPULAN Selulitis merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Streptoccocus dan S. aureus, yang menyerang jaringan subkutis dan daerah superfisial. Faktor resiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pada pembuluh balik (vena) maupun pembuluh getah bening. Daerah predileksi yang sering terkena yaitu wajah, badan, genitalia, dan ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. Pada pemeriksaan klinis selulitis: adanya makula erimatous, tepi tidak meninggi, batas tidak jelas, edema, infiltrat dan teraba panas. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis. Penanganan perlu memperhatikan faktor predisposisi dan komplikasi yang ada
ERISIPELAS I. PENDAHULUAN Penyakit kulit karena infeksi bakteri yang sering diterjadi disebut pioderma. Pioderma disebabkan oleh bakteri gram positif staphyllococcus, terutama S. aureus dan streptococcus atau keduanya. Faktor predisposisinya yaitu higiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh (mengidap penyakit menahun, kurang gizi, keganasan/kanker dan sebagainya) dan adanya penyakit lain di kulit yang menyebabkan fungsi perlindungan kulit terganggu. Erisipelas dan Selulitis merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri, yang menyerang jaringan subkutis dan daerah superficial (epidermis dan dermis). Faktor resiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pada pembuluh vena maupun pembuluh getah bening. Angka kejadian infeksi kulit ini kira-kira mencapai 10% pasien yang dirawat di rumah sakit. Daerah predilesi yang sering terkena yaitu wajah, badan, genitalia dan ekstremitas atas dan bawah. Sekitar 85% kasus erysipelas dan selulitis terjadi pada kaki daripada wajah dan pada individu dari semua ras dan kedua jenis kelamin.
Permulaan erysipelas dan selulitis didahului oleh gejala prodormal, seperti demam dan malaise, kemudian diikuti dengan tanda-tanda peradangan yaitu bengkak, nyeri, dan kemerahan. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis. Penanganannya perlu memperhatikan faktor predisposisi dan komplikasi yang ada. Dari referat ini diharapkan agar pembaca dapat mendiagnosis dan memberikan terapi yang sesuai terhadap pasien erisipelas dan selulitis yang akan ditemui pada praktik kedokteran. II. DEFINISI Erisipelas merupakan bentuk selulitis superfisial yang mengenai pembuluh limfe dan disebabkan oleh Streptokokus betahemolitikus grup A (jarang ditemukan streptococcus grup C dan G) dan jarang yang disebabkan oleh S.aureus. Erisipelas dapat terjadi pada semua usia dan semua bangsa atau ras , namun paling sering terjadi pada bayi, anak dan usia lanjut. Sekitar 85 % Erysipelas terjadi di kaki dan wajah, sedangkan sebagian kecil dapat terjadi di tangan, perut dan leher serta tempat lainnya. III. ETIOLOGI Streptococcus adalah penyebab utama erisipelas. Sebagian besar infeksi erysipelas wajah disebabkan oleh streptokokus grup A, sedangkan infeksi erysipelas pada ekstrimitas atas dan bawah disebabkan oleh non-kelompok streptokokus A (streptococcus G atau C). Racun streptococcus ini diperkirakan berkontribusi terjadinya peradangan cepat yang menjadikan pathognomonic infeksi ini. Baru-baru ini, bentuk atipikal dilaporkan telah
disebabkan
oleh
Streptococcus
pneumoniae,
Klebsiella
pneumoniae,
Haemophilus influenzae, enterocolitica Yersinia, dan spesies Moraxella. IV. FAKTOR PREDISPOSISI Erysipelas terjadi oleh penyebaran infeksi yang diawali dengan berbagai kondisi yang berpotensi timbulnya kolonisasi bekteri, misalnya: luka, koreng, infeksi penyakit kulit lain, luka operasi dan sejenisnya, serta kurang bagusnya hygiene. Selain itu, Erisipelas dapat terjadi pada seseorang yang mengalami penurunan daya tahan tubuh, misalnya: diabetes millitus, malnutrisi (kurang gizi), dan lain-lain.
V. GEJALA KLINIS Erisipelas pada umumnya diawali dengan gejala-gejala prodormal, yaitu panas, menggigil, sakit kepala, nyeri sendi, muntah dan rasa lemah. Pada kulit nampak kemerahan, berbatas tegas dengan bagian tepi meninggi, nyeri dan teraba panas pada area tersebut. Di permukaan kulit adakalanya dijumpai gelembung kulit (bula) yang berisi cairan kekuningan (seropurulen). Pada keadaan yang berat, kulit nampak melepuh dan kadang timbul erosi (kulit mengelupas). Biasanya menyerang wajah, ekstremitas atas atau bawah, badan dan genitalia. Kelenjar getah bening di sekitar daerah yang terinfeksi, sering membesar dan terasa nyeri. Gejala pada selulitis memang mirip dengan erisipelas, karena selulitis merupakan diagnosis banding dari erysipelas, yang membedakan adalah bahwa selulitis sudah menyerang bagian jaringan subkutaneus dan cenderung semakin luas dan dalam, serta tepi tidak meninggi. Sedangkan erisipelas menyerang bagian superfisial kulit.
VI. DIAGNOSA BANDING Selulitis : Pada penyakit ini terdapat infiltrat yang difus pada subkutan dengan tanda-tanda radang akut Urtikaria : Pada urtikaria warna merah akan hilang dengan penekanan Furunkulosis : Biasanya nyeri, berbentuk seprti kerucut dan berbatas tegas. VII. KOMPLIKASI Bila tidak diobati atau dosis tidak adekuat, maka kuman penyebab erisipelas akan menyebar melalui aliran limfe sehingga terjadi abses subkutan, septikemi dan infeksi ke organ lain (nefritis). Pengobatan dini dan adekuat dapat mencegah terjadinya komplikasi supuratif dan non supuratif. Pada bayi dan penderita usia lanjut yang lemah, serta penderita yang sementara mendapat pengobatan dengan kortikosteroid, erisipelas dapat progresif bahkan bisa terjadi kematian (mortalitas pada bayi bisa mencapai 50%). Erisipelas cenderung rekuren pada lokasi yang sama, mungkin disebabkan oleh kelainan imunologis, tetapi faktor predisposisi yang berperan pada serangan pertama harus dipertimbangkan sebagai penyebab misalnya obstruksi limfatik akibat mastektomi radikal (merupakan faktor predisposisi erisipelas rekuren). VIII. PENGOBATAN Penisilin merupakan obat pilihan untuk erisipelas. Biasanya digunakan Procaine Penicilline G 600.000-1200000 IU IM atau dengan pengobatan secara oral dengan penisilin V 500mg setiap 6 jam, selama 10-14 hari. Pada anak-anak Penisilin G prokain, untuk berat badan<30 kg: 300,000 U/d , sedangkan >30kg: dosis seperti pada orang dewasa . Untuk Penicillin VK: <12 years: 25-50 mg/kg/hr PO dibagi tid / qid; tidak melebihi 3 g /hr, sedangkan >12 tahun: dosis seperti pada orang dewasa. Perbaikan secara umum terjadi dalam 24-48 jam tetapi penyembuhan lesi kulit memerlukan beberapa hari. Pengobatan yang adekuat minimal selama 10 hari. Pada penderita yang alergi terhadap penisilin diberikan eritomisin (dewasa 250-500 gram peroral; anak-anak: 30-50 mg/kgbb/ hari tiap 6 jam) selama 10 hari.
Dapat juga digunakan klindamisin (dewasa 300-450 mg/hr PO; anak-anak 16-20 mg/kgbb/hari setiap 6-8jam). Penderita dianjurkan istirahat (masuk rumah sakit) atau bed rest total dirumah. Bila lokasi lesi pada tungkai bawah dan kaki, maka bagian yang terserang ini ditinggikan. Secara lokal, dapat diberikan kompres terbuka yaitu kompres dingin untuk mengurangi rasa sakit. Bila terdapat vesikula atau bulla dapat dikompres dulu dengan rivanol 1%, setelah cairan mengering dilanjutkan dengan pemberian topikal antibiotika seperti kombinasi basitrasin dan polimiksin B atau framisetin sulfat. Pembedahan dibutuhkan pada kasus yang sangat jarang yaitu ketika penyakit bertambah parah dengan cepat dan menyebabkan jaringan sehat menjadi mati. Pembedahan dibutuhkan untuk memotong jaringan tubuh yang mati.
GANGLION I. PENGERTIAN Kista Ganglion atau biasa disebut Ganglion merupakan kista yang terbentuk dari kapsul suatu sendi atau sarung suatu tendo. Kista ini berisi cairan kental jernih yang mirip dengan jelly yang kaya protein. Kista merupakan tumor jaringan lunak yang paling sering didapatkan pada tangan. Ganglion biasanya melekat pada sarung tendon pada tangan atau pergelangan tangan atau melekat pada suatu sendi; namun ada pula yang tidak memiliki hubungan dengan struktur apapun. Kista ini juga dapat ditemukan di kaki. Ukuran kista bervariasi, dapat bertambah besar atau mengecil seiring berjalannya waktu dan bahkan menghilang. Selain itu kadang dapat mengalami inflamasi jika teriritasi. Konsistensi dapat lunak hingga keras seperti batu akibat tekanan tinggi cairan yang mengisi kista sehingga kadang didiagnosis sebagai tonjolan tulang.
Kista Ganglion Ganglion timbul pada tempat-tempat berikut ini o Pergelangan tangan – punggung tangan ("dorsal wrist ganglion"), pada telapak tangan ("volar wrist ganglion"), atau kadang pada daerah ibu jari. Kista ini berasal dari salah satu sendi pergelangan tangan, dan kadang diperberat oleh cedera pada pergelangan tangan. o Telapak tangan pada dasar jari-jari ("flexor tendon sheath cyst"). Kista ini berasal dari saluran yang menjaga tendon jari pada tempatnya, dan kadang terjadi akibat iritasi pada tendon - tendinitis. o Bagian belakang tepi sendi jari ("mucous cyst"), terletak di sebelah dasar kuku. Kista ini dapat menyebabkan lekukan pada kuku, dan dapat menjadi terinfeksi dan menyebabkan infeksi sendi walaupun jarang. Hal ini biasanya disebabkan arthritis atau taji tulang pada sendi. II. ANATOMI Ganglion terjadi pada sendi, oleh karena itu perlu diketahui mengenai anatomi sendi. Ganglion ditemukan pada sendi diartrodial yang merupakan jenis sendi yang dapat digerakkan dengan bebas dan ditemukan paling sering pada wrist joint. Hal ini mungkin diakibatkan banyaknya gerakan yang dilakukan oleh wrist joint sehingga banyak gesekan yang terjadi antar struktur di daerah tersebut sehingga memungkinkan terjadinya reaksi inflamasi dan pada akhirnya mengakibatkan timbulnya ganglion. Selain itu wrist joint merupakan sendi yang kompleks karena terdiri dari beberapa tulang sehingga kemungkinan timbulnya iritasi atau trauma jaringan lebih besar. Jenis sendi diartrodial mempunyai unsur-unsur seperti rongga sendi dan kapsul
sendi. Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat serta sinovium yang membentuk suatu kantung yang melapisi seluruh sendi dan membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi. Sinovium tidak terlalu meluas melampaui permukaan sendi tetapi terlipat sehingga memungkinkan gerakan sendi secara penuh. Lapisan-lapisan bursa di seluruh persendian membentuk sinovium. Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental yang membasahi permukaan sendi. Cairan sinovial normalnya bening, tidak membeku, dan tidak berwarna. Jumlah yang ditemukan pada tiap sendi relatif sedikit (1-3 ml). Asam hialuronidase adalah senyawa yang bertanggung jawab atas viskositas cairan sinovial dan disintesis oleh sel-sel pembungkus sinovial. Bagian cair dari cairan sinovial diperkirakan berasal dari transudat plasma. Cairan sinovial juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi. III. EPIDEMIOLOGI Kista ganglion merupakan tumor jaringan lunak yang paling sering ditemukan pada tangan dan pergelangan tangan. Kista ini dapat terjadi pada berbagai usia termasuk anak-anak; kurang lebih 15% terjadi pada usia di bawah 21 tahun. Tujuhpuluh persen terjadi pada dekade kedua dan keempat kehidupan. Perempuan tiga kali lebih banyak menderita dibandingkan laki-laki. Tidak ditemukan predileksi antara tangan kanan dan kiri, dan tampaknya pekerjaan tidak meningkatkan resiko timbulnya ganglion, namun referensi lain menyebutkan bahwa ganglion banyak ditemukan pada pesenam dimana terjadi tekanan yang besar pada pergelangan tangan. IV. ETIOLOGI Penjelasan yang paling sering digunakan untuk mengungkapkan pembentukan kista hingga degenerasi mukoid dari kolagen dan jaringan ikat. Teori ini menunjukkan bahwa sebuah ganglion mewakili struktur degeneratif yang melingkupi perubahan miksoid dari jaringan ikat. Teori yang lebih baru, yang dipostulasikan oleh Angelides pada 1999, menjelaskan bahwa kista terbentuk akibat trauma jaringan atau iritasi struktur sendi yang menstimulasi produksi asam hialuronik. Proses ini bermula di pertemuan sinovial-kapsular. Musin yang terbentuk membelah sepanjang ligamentum sendi serta kapsul yang melekat untuk kemudian membentuk duktus kapsular dan kista utama. Duktus pada akhirnya akan bergabung menjadi kista ganglion soliter yang besar. Seperti yang telah disebutkan, penyebab ganglion tidak sepenuhnya diketahui, namun ganglion dapat terjadi akibat robekan kecil pada ligamentum yang
melewati selubung tendon atau kapsul sendi baik akibat cedera, proses degeneratif atau abnormalitas kecil yang tidak diketahui sebelumnya. V. PATOFISIOLOGI Kista ganglion dapat berupa kista tunggal ataupun berlobus. Biasanya memiliki dinding yang mulus, jernih dan berwarna putih. Isi kista merupakan musin yang jernih dan terdiri dari asam hialuronik, albumin, globulin dan glukosamin. Dinding kista terbuat dari serat kolagen. Kista dengan banyak lobus dapat saling berhubungan melalui jaringan duktus. Tidak terdapat nekrosis dinding atau selularitas epitel atau sinovia yang terjadi. • Normalnya, sendi dan tendon dilumasi oleh cairan khusus yang terkunci di dalam sebuah kompartemen kecil. Kadang, akibat arthritis, cedera atau tanpa sebab yang jelas, terjadi kebocoran dari kompartemen tersebut. Cairan tersebut kental seperti madu dan jika kebocoran tersebut kecil maka akan seperti lubang jarum pada pasta gigi, jika pasta gigi ditekan, walaupun lubangnya kecil dan pasta di dalamnya kental, maka akan mengalir keluar dan begitu keluar, tidak dapat masuk kembali. Hal ini bekerja hampir seperti katup satu arah dan akan mengisi ruang di luar area lubang. Ketika kita menggunakan tangan kita untuk bekerja, sendi akan meremas dan menyebabkan tekanan yang besar pada kompartemen yang berisi cairan tersebut, ini dapat menyebabkan benjolan dengan tekanan yang besar sehingga sekeras tulang. • Cairan pelumas mengandung protein khusus yang menyebabkannya kental dan pekat dan menyulitkan tubuh untuk me-reabsorbsi jika terjadi kebocoran. Tubuh akan mencoba untuk menyerap kembali cairan tersebut, tapi hanya sanggup menyerap air yang terkandung di dalamnya sehingga membuatnya lebih kental lagi. Biasanya, pada saat benjolan cukup besar untuk dilihat, cairan tersebut telah menjadi sekental jelly. Kadang disebutkan bahwa ganglion berasal dari protrusi dari membran sinovial sendi atau dari selubung suatu tendo. Namun, kami tidak dapat memperlihatkan adanya hubungan antara rongga kista dengan selubung tendon atau sendi yang berhubungan. Namun, terdapat kemungkinan bahwa kista berasal dari bagian kecil membran sinovia yang mengalami protrusi dan kemudian terjadi strangulasi sehingga terpisah dari tempat asalnya; bagian ini kemudian berdegenerasi dan terisi oleh materi koloid yang berakumulasi dan membentuk kista.
VI. GEJALA DAN TANDA Meskipun kista ganglion umumnya asimtomatik, gejala yang muncul dapat berupa keterbatasan gerak, parestesia dan kelemahan. Kista ganglion umumnya soliter, dan jarang berdiameter di atas 2 cm. Dapat melibatkan hampir semua sendi pada tangan dan pergelangan tangan. Dorsal wrist, volar wrist, volar retinakular dan distal interfalangeal merupakan kista ganglion yang paling sering ditemukan pada tangan dan pergelangan tangan. Ganglion terbesar terletak di belakang lutut dan biasa disebut Kista Baker. Ahli bedah tangan yang berpengalaman juga dapat mengenali ganglion dorsal okulta (tersembunyi), yang dapat timbul dengan tekanan lembut pada regio fossa scapholunate. Nyeri terjadi dengan gerakan pergelangan tangan yang ekstrim. Temuan radiografik biasanya normal, dan MRI berguna dalam mengkonfirmasi diagnosis. Eksisi bedah pada ganglion okulta dapat menghilangkan nyeri dan gejala pada sebagian besar kasus. Sebagian pasien mengeluhkan benjolan di bawah kulit yang sebagian besar terletak pada bagian belakang pergelangan tangan, sisi telapak pada pergelangan tangan, di atas tendon pada dasar jari pada sisi telapak tangan, atau pada sendi jari terdekat ke ujung jari. Ganglion umumnya tidak nyeri; namun dapat menyebabkan nyeri ketika digerakkan atau menyebabkan masalah mekanis (terbatasnya ruang gerak) tergantung dari lokasi ganglion tersebut. Kista ganglion memiliki kecenderungan untuk membesar dan mengecil, kemungkinan karena cairan yang terdapat dalam kista terserap kembali ke dalam sendi atau tendon untuk kemudian diproduksi kembali. Masalah terbesar dengan ganglion adalah ketakutan pasien bahwa benjolan tersebut merupakan sesuatu yang gawat. Diagnosis didasarkan atas riwayat penyakit, pemeriksaan fisis, dan kemungkinan foto sinar x polos atau USG. Kista dapat dibedakan dari tumor padat melalui transiluminasi (berkas sinar akan melewati cairan yang memenuhi ganglion, tapi tidak jika merupakan massa tumor yang padat). Pencitraan USG juga telah digunakan untuk membedakan massa padat dan kistik di tangan. VII. DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis dan kadang melalui pemeriksaan radiologik. Dari anamesis bisa didapatkan benjolan yang tidak bergejala namun kadang ditemukan nyeri serta riwayat penggunaan lengan yang berlebihan. Pada pemeriksaan fisis ditemukan benjolan lunak yang tidak nyeri tekan.
Melalui transiluminasi diketahui bahwa isi benjolan bukan merupakan massa padat tapi merupakan cairan. Pada aspirasi diperoleh cairan dengan viskositas yang tinggi dan jernih. Sering juga ditemukan adanya gangguan pergerakan dan parestesia dan kelemahan pada pergelangan tangan ataupun lengan. VIII. DIAGNOSIS BANDING Ganglion dapat didiagnosis banding dengan benjolan lain yang mungkin didapatkan di tangan seperti lipoma, kista sebasea dan nodul rheumatoid arthritis. IX. PENATALAKSANAAN Terdapat tiga pilihan utama penatalaksanaan ganglion. Pertama, membiarkan ganglion tersebut jika tidak menimbulkan keluhan apapun. Setelah diagnosis ditegakkan dan pasien diyakinkan bahwa massa tersebut bukanlah kanker atau hal lain yang memerlukan pengobatan segera, pasien diminta untuk membiarkan dan menunggu saja. Jika ganglion menimbulkan gejala dan ketidaknyamanan ataupun masalah mekanis, terdapat dua pilihan penatalaksanaan: aspirasi (mengeluarkan isi kista dengan menggunakan jarum) dan pengangkatan kista secara bedah. Aspirasi melibatkan pemasukan jarum ke dalam kista dan mengeluarkan isinya setelah mematirasakan daerah sekitar kista dengan anestesi lokal. Karena diperkirakan bahwa inflamasi berperan dalam produksi dan akumulasi cairan di dalam kista, obat anti inflamasi (steroid) kadang diinjeksikan ke dalam kista sebagai usaha untuk mengurangi inflamasi serta mencegah kista tersebut terisi kembali oleh cairan kista. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa menggunakan substansi lain seperti hialuronidase bersama dengan steroid setelah aspirasi meningkatkan angka kesembuhan dari 57% (aspirasi dan steroid) menjadi 89% dengan substansi tambahan.
Pembedahan Kista Ganglion Jika kista rusak, menimbulkan nyeri, masalah mekanis dan komplikasi saraf (hilangnya fungsi motorik dan sensorik akibat tekanan ganglion pada saraf) atau timbul kembali setelah aspirasi, maka eksisi bedah dianjurkan. Hal ini melibatkan insisi di atas kista, identifikasi kista, dan mengangkatnya bersama dengan sebagian selubung tendo atau kapsul sendi dari mana kista tersebut berasal. Lengan kemudian dibalut selama 7-10 hari. Eksisi kista ini biasanya merupakan prosedur minor, tapi dapat menjadi rumit tergantung pada lokasi kista dan apakah kista tersebut melekat pada struktur lain seperti pembuluh darah, saraf atau tendon. X. KOMPLIKASI Komplikasi yang mungkin terjadi tergantung pada lokasi dan ukuran ganglion. Komplikasi utama adalah keterbatasan gerak pada sendi dimana terdapat ganglion. Tidak seperti tumor lain, ganglion tidak pernah berubah menjadi ganas. Komplikasi yang dapat terjadi akibat prosedur bedah yang dilakukan berupa rekurensi walaupun kemungkinannya tidak besar. Selain itu juga terdapat resiko infeksi, keterbatasan gerak, kerusakan serabut saraf atau pembuluh darah. XI. PROGNOSIS Prognosis penyakit tergantung dari beberapa hal: • Kista yang berasal dari selaput tendon lebih mudah sembuh dengan suntikan kortikosteroid dbandingkan dengan yang berasal dari sendi • Kista dari pergelangan tangan bagian depan (volar wrist ganglion) akan lebih mudah kembali setelah pembedahan dibandingkan kista pada bagian dorsal Tingkat
rekurensi
setelah
penanganan
nonoperatif
mencapai
30-60%
dibandingkan dengan yang dioperasi (5-15%). Total ganglionektomi menghasilkan angka kesembuhan 85-95% jika kista dan akar diangkat bersamaan dengan pemotongan sedikit dari kapsul tendo. Rekurensi setelah operasi biasanya diakibatkan oleh pengangkatan kapsul atau membrane sinovial yang tidak lengkap.
KELOID DAN PARUT HIPERTROFIK
I. DEFINISI Keloid merupakan suatu tumor jinak jaringan fibrosa padat yang berkembang dari respon abnormal terhadap penyembuhan cedera kulit, dimana terjadi pertumbuhan berlebihan kolagen yang meluas keluar dari batas luka atau inflamasi. Keloid terjadi karena sintesis dan penumpukan kolagen yang berlebihan dan tidak terkontrol pada kulit yang sebelumnya terjadi trauma dan mengalami penyembuhan luka. Keloid berbeda dengan skar hipertrofik karena keloid menyebar melewati garis batas luka awal, menginvasi kulit normal di sekitarnya, dan cenderung rekuren setelah eksisi. II. EPIDEMIOLOGI Data epidemiologi keloid masih terbatas, namun dari data tersebut terlihat perbedaan di antara kelompok ras. Keloid lebih sering dijumpai pada ras Afrika, Amerika Latin dan Asia. Secara umum risiko untuk terjadi keloid pada ras dengan kulit lebih gelap 15 kali lebih tinggi dibanding ras kulit putih. Insidens keloid pada kulit hitam dan Hispanik bervariasi dari 4,5-16% dan pada ras Kaukasian di Inggris dilaporkan <1%. Insidens meningkat pada pubertas dan kehamilan. Sama halnya dengan skar hipertropik, keloid umumnya mengenai kelompok umur 10 – 30 tahun dan tidak umum pada usia yang lebih kecil dan orang usia tua. III. ETIOLOGI Kebanyakan jenis luka pada kulit dapat menjadi penyebab keloid, diantaranya: Bekas jerawat, Luka bakar, Luka bekas cacar, Tindik telinga, Luka goresan, Luka bedah (operasi), Suntikan vaksinasi. Menurut National Center for Biotechnology Information, keloid paling sering terjadi di usia 10 sampai 20 tahun. Beberapa faktor etiologi terjadinya keloid spontan tanpa adanya trauma jarang meskipun beberapa kasus telah dilaporkan. Namun, kejadian spontan seperti itu bisa menjadi hasil dari anak di bawah umur,akibat trauma yang diabaikan pada kulit.
Namun, telapak kaki dan telapak tangan yang merupakan lokasi tinggi ketegangan kulit jarang menjadi tempat pembentukan keloid, dan tempat yang paling terpengaruh adalah daun telinga yang berada di bawah tekanan minimal. Peran faktor imunologi dalam pembentukan keloid belum diteliti secara rinci dan masih harus dijelaskan. Infiltrasi sel kekebalan pada keloid termasuk limfosit T dan sel dendritik dan peningkatan jumlah makrofag , epidermal sel-sel langerhans dan sel mast telah dicatat juga. Beberapa penulis telah melaporkan hubungan dengan membran sel protein, seperti HLA - DRB - 16 , B - 14 , dan BMW - 16, peningkatan tingkat jaringan dari IgG , IgA , dan IgM , dan respon imun yang abnormal untuk sebum. Hipotesis sebum memberikan penjelasan untuk adanya keloid di lokasi anatomi yang memiliki sedikit kelenjar sebaceous, seperti telapak tangan dan kaki. Cedera dermal pada unit pilosebasea ke sirkulasi sistemik, memulai respon imun yang diperantarai sel pada orang yang memiliki T limfosit yang peka terhadap sebum. Yang berperan berikutnya sitokin , termasuk berbagai interleukin dan TGF - beta , merangsang kemotaksis dari sel mast dan produksi kolagen oleh fibroblas. Hipotesis ini juga memberikan alasan yang masuk akal mengapa hanya manusia, satu-satunya mamalia dengan kelenjar sebaceous, dipengaruhi oleh keloid jaringan parut. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa banyak sitokin yang berbeda dan faktor pertumbuhan yang terlibat dalam pembentukan keloid. Faktor lain yang mungkin mendasari pertumbuhan dan pembentukan keloid adalah resistensi terhadap apoptosis. Fibroblas keloid ditemukan lebih tahan terhadap Fase dimediasi apoptosis dan yang berlebih dari reseptor insulin-like growth factor1( IGF - 1 ) menghambat ceramid - induced apoptosis. Selain itu penurunan ekspresi gen proapoptotik dan peningkatan ekspresi inhibitor dari apoptosis juga telah diamati pada keloid fibroblas. Hipoksia jaringan bisa menjadi faktor lain untuk patogenesis peningkatan tingkat penanda hipoksia , hipoksia diinduksi faktor - 1α ( HIF - 1α ) terdeteksi pada keloid jaringan dan hipoksia tampaknya meningkatkan ekspresi plasminogen activator inhibitor – 1 (PAI - 1). Peningkatan aktivitas PAI - 1 berkorelasi dengan tingginya ekspresi kolagen gel fibrin fibroblas pada keloid ( Tuan et al . 2003). Hipoksia –derivat VEGF juga meningkat pada keloid.
Sementara sebagian besar penelitian in vitro fokus pada fibroblast keloid , bukti terbaru menunjukkan interaksi antara keratinosit dan fibroblast di keloid . Untuk menguji epitel-mesenchymal cross-talk di kulit , percobaan menggunakan keratinosit normal atau keloid co-kultur dengan fibroblast normal atau keloid, keratinosit keloid menginduksi terjadinya proliferasi fibroblas keloid ke tingkat yang lebih besar daripada keratinosit normal, sedangkan proliferasi paling terlihat di fibroblas keloid tanpa keratinoctyes. Selain itu , co-kultur normal atau keloid fibroblast dengan keratinosit keloid mengakibatkan peningkatan ekspresi kolagen I dan III dibandingkan dengan non co – kultur. Data ini menunjukkan bahwa interaksi epitel – mesenchymal dapat memberikan kontribusi untuk patogenesis keloid. IV. GAMBARAN KLINIS Keloid umumnya dianggap sebagai hasil dari penyembuhan luka yang berlebihan, meskipun beberapa juga percaya bekas luka ini menjadi jenis tumor jinak berserat. Keloid ditandai oleh pertumbuhan berlebih dari jaringan fibrosa padat ditambah dengan deposisi berlebihan komponen matriks ekstraseluler (ECM) seperti kolagen dan fibronectin. Keloid hanya terjadi pada manusia, dan dapat terjadi bahkan dari luka kulit paling kecil, seperti gigitan serangga atau jerawat. Keloid sering terkait dengan gatal-gatal, rasa sakit , bila melibatkan kulit di atasnya sendi, terbatas rentang gerak. Untuk alasan yang tidak diketahui, keloid lebih sering terjadi pada dada, bahu, punggung bagian atas, belakang leher, dan telinga. Jaringan parut keloid pada kornea juga telah diamati.
PARUT HIPERTROFIK Jaringan parut hipertrofik (JPH) merupakan variasi proses penyembuhan luka, yaitu terjadinya reaksi jaringan penyambung dermis yang berlebihan akibat trauma, yang tumbuh hanya terbatas pada daerah trauma semula. Etiologi terjadinya JPH hingga saat ini masih belum diketahui dengan pasti, begitu juga mengenai patogenesisnya. Namun terdapat beberapa hal yang dianggap sebagai faktor pencetus terjadinya JPH. Trauma sering dianggap merupakan faktor utama yang dapat menyebabkan JPH karena JPH sering terjadi pada tempat pasca trauma kulit, misalnya seksio sesaria, abrasi, insisi, luka bakar, terkena cairan kimia,
dan tato.1-3 Prevalensi JPH dan keloid sebesar 4,5-16% dari populasi. Insidens pada orang hitam 2-20 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih. Banyak studi yang telah dilakukan untuk mengetahui patofisiologi JPH di tingkat selular. Salah satu penelitian mendapatkan fibroblas pada JPH meningkat produksi kolagennya dalam jumlah yang sedang di tingkat basal. Gambaran klinis JPH berupa peninggian kulit dengan bentuk tidak teratur, berbatas tegas, berwarna merah muda sampai keunguan, kadang hiperpigmentasi, tampak licin dan tidak berambut, serta teraba keras. Lesi tumbuh lambat dan jarang terjadi ulserasi dan keganasan, kecuali pada pasca luka bakar yang lama. JPH cenderung mengalami regresi spontan dalam 18 bulan, tetapi dapat kambuh pasca terapi. JPH biasanya asimtomatik, tetapi dapat juga terasa gatal dan nyeri pada saat tumbuh. Dapat terjadi di seluruh kulit, tetapi lebih sering di daerah predileksi, yaitu dada, punggung bagian atas, bahu, cuping telinga, dagu, leher, dan tungkai bawah. Pada kulit kepala, kelopak mata, bibir, genitalia, telapak tangan dan kaki, serta membran mukosa jarang ditemukan. Secara histopatologi JPH mempunyai gambaran berupa nodus yang tersusun oleh kolagen yang menyerupai kumparan tebal dan padat akibat tahap inflamasi yang berlangsung lebih lama. Bila dilihat dengan mikroskop elektron terlihat gambaran kolagen dengan hialinisasi tebal dan tidak teratur serta matriks mukoid yang lebih sedikit. Banyak pilihan pengobatan JPH dengan hasil bervariasi, namun hingga saat ini tak satupun dari pilihan tersebut dapat menyembuhkan total seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena rekurensinya masih sangat tinggi, yaitu > 50%. Dasar terapi yang digunakan ialah dengan mengkoreksi pembentukan dan degradasi kolagen yang abnormal, memanipulasi proses penyembuhan luka, serta menghambat respons inflamasi. Terapi JPH dapat berupa eksisi, bedah beku, kortikosteroid topikal atau intralesi, radioterapi, tekanan secara mekanik, gel silikon, interferon, 5-fluorourasil, laser vaskular, serta terapi kombinasi. Terapi kombinasi yang banyak digunakan adalah terapi bedah eksisi dengan penyuntikan kortikosteroid intralesi, radiasi, bedah beku, laser, 5-luorourasil, dan tekanan mekanik atau bedah beku dengan penyuntikan kortikosteroid intralesi. Pengobatan kortikosteroid topikal dengan menggunakan steroid berpotensi I dan II sering digunakan. Cara kerja steroid, yaitu
selain mempunyai efek anti-inflamasi yang kuat, juga sebagai antimitotik terhadap keratinosit dan fibroblas. Dilaporkan satu kasus JPH besar pada wajah seorang anak yang dapat mengganggu secara kosmetik dan juga perkembangan psikologis di kemudian hari. V. PATOFISIOLOGI KELOID Keloid dapat dijelaskan sebagai suatu variasi dari penyembuhan luka. Pada suatu luka, proses anabolik dan katabolik mencapai keseimbangan selama kurang lebih 6-8 minggu setelah suatu trauma. Pada stadium ini, kekuatan luka kurang lebih 30-40% dibandingkan kulit sehat. Seiring dengan maturnya jaringan parut (skar), kekuatan meregang dari skar juga bertambah sebagai akibat pertautan yang progresif dari serat kolagen. Pada saat itu, skar akan nampak hiperemis dan mungkin menebal, tepi penebalan ini akan berkurang secara bertahap selama beberapa bulan sampai menjadi datar, putih, lemas, dapat diregangkan sebagai suatu skar yang matur. Jika terjadi ketidakseimbangan antara fase anabolik dan katabolik dari proses penyembuhan, lebih banyak kolagen yang diproduksi dari yang dikeluarkan, dan skar bertumbuh dari segala arah. Skar sampai diatas permukaan kulit dan menjadi hiperemis. Skar yang meluas ini akan timbul sebagai keloid dengan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : semua rangsang fibroplasia yang berkelanjutan (infeksi kronik, benda asing dalam luka, tidak ada regangan setempat waktu penyembuhan, regangan berlebihan pada pertautan luka), usia pertumbuhan, bakat, ras dan lokasi. VI. PENATALAKSANAAN
Suntikan cortisone (injeksi steroid intralesi). Obat suntik keloid ini termasuk aman dan tidak begitu menyakitkan. Suntikan biasanya diberikan sebulan sekali sampai diperoleh manfaat maksimal. Suntik keloid ini aman karena sangat sedikit steroid yang masuk ke aliran darah dan terbukti efektif membantu menghilangkan keloid, namun suntikan steroid juga bisa membuat keloid yang rata menjadi merah, karena merangsang pembentukan pembuluh darah yang lebih dangkal. Keloid akan terlihat lebih kecil setelah penyuntikan rutin, tapi hasil terbaik sekalipun akan tetap meninggalkan bekas berupa kulit yang terlihat agak kasar dan berbeda warna dari normalnya.
Bedah / operasi. Terapi keloid dengan operasi ini termasuk tindakan yang berisiko, karena memotong keloid dapat memicu pembentukan keloid yang sama atau bahkan lebih besar. Beberapa ahli bedah mencapai keberhasilan dengan menyuntikkan steroid atau menerapkan pressure dressing ke situs luka setelah memotong keloid. Metode radiasi setelah eksisi bedah juga sering digunakan.
Menghilangkan keloid dengan Laser. Terapi keloid dengan laser bisa efektif meratakan keloid dan mengurangi kemerahan pada keloid. Terapi ini aman dan tidak begitu menyakitkan, tetapi diperlukan beberapa sesi terapi. Hal ini yang mungkin membuat biaya jadi membengkak.
Cryotherapy Metode cyotherapy akan membekukan keloid dengan nitrogen cair, efeknya akan meratakan keloid tetapi sering kali meninggalkan warna gelap pada kulit.
Interferon. Interferon adalah protein yang diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh yang membantu melawan virus, bakteri, dan lainnya. Dalam studi terbaru, suntikan interferon telah menjanjikan dalam mengurangi ukuran keloid, meskipun itu belum bisa dipastikan apakah efeknya akan permanen atau tidak. Penelitian yang masih berlangsung saat ini yakni dengan menggunakan varian dari metode ini, dengan cara menerapkan imiquimod topikal (salep keloid merek Aldara), yang merangsang tubuh untuk menghasilkan interferon.
Fluorouracil. Obat keloid yang satu ini merupakan kemoterapi, fungsinya untuk membunuh sel-sel keloid. Suntikan agen kemoterapi ini, secara sendiri atau bersama-sama dengan steroid, telah digunakan juga untuk pengobatan keloid.
Radiasi. Beberapa dokter telah melaporkan bahwa radiasi cukup efektif dalam mengobati keloid dan terbukti aman. Itulah beberapa terapi atau obat keloid yang terbukti efektif hingga saat ini dalam mengurangi bahkan menghilangkan keloid, semoga bermanfaat
VIII. KOMPLIKASI KELOID • Trauma pada keloid dapat menyebabkan erosi lesi dan menjadi sarang infeksi bakteri. • Rekurensi • Stress psikologik jika keloid sangat luas dan menimbulkan cacat.
IX. PROGNOSIS KELOID • Keloid secara medis biasanya tidak berbahaya, tetapi sangat berpengaruh pada penampilan (kosmetik). • Keloid jarang sembuh secara spontan, tetapi dengan pengobatan keloid dapat menjadi lebih kecil dan lembut, tanpa nyeri dan gatal. • Pada beberapa kasus, keloid dapat mengecil secara spontan seiring waktu. • Terapi keloid dengan eksisi tanpa terapi yang lain dapat menimbulkan rekurensi
CLAVUS DAN CALLUS
I. PENGERTIAN Kapalan atau Callus adalah penebalan atau pengerasan kulit akibat tekanan dan gesekan yang berlebihan. Umumnya kulit yang mengalami kapalan akan berwarna kekuningan. Kulit kapalan yang menebal akan membuat bagian kulit tersebut juga menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan. Clavus (klavus) adalah istilah kedokteran, di masyarakat awam biasanya disebut mata ikan. Clavus bukanlah tumor, bukan pula tanda awal kanker, melainkan penebalan dari kulit. Mata ikan adalah kelainan pada kaki berupa kulit yang menebal, tidak merata , tampak seperti kerucut terbalik dengan alasnya ada pada permukaan kulit. Kalau dipegang akan terasa keras, namun kalu dibawa berjalan akan terasa nyeri. Sumber lain mengatakan bahwa clavus ini adalah semacam tumor jinak yang biasanya tumbuh pada kulit permukaan kaki. Bentuk mata ikan itu sendiri biasanya bulat dan berwarna putih persisi seperti mata ikan beneran. Ada juga yang berpendapat clavus merupakan pertumbuhan semacam “kapalan” dimana hanya terlokasi hanya pada satu sisi dan menimbulkan rasa sakit tertekan yaitu pertumbuhan sel-sel tanduk yang tidak normal. Biasanya ditelapak kaki dan pertumbuhannya yang pesat menekan sel-sel sekitarnya termasuk jaringan dibawahnya ataupun sel-sel syaraf Berbagai profesi akrab dengan clavus misalnya pemain gitar di jari-jari yang menekan senar pada keher (neck) gitar, sepatu pada jari kaki, penjahit pada jari telunjul, dsb. Lokasi akan menentukan apakah ia akan basah atau kering. Ia akan
kering bila terjadi di permukaan kulit dan basah bila terjadi disela jari. Bila terjadi demikian jangan menutup clavus dengan kapas karena tidak menyerap air. Mata ikan biasa berubah menjadi borok terinfeksi.
II. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS Klavus dan kalus terjadi akibat pajanan trauma mekanis atau gesekan yang berlebihan pada kulit secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama. Secara teoritis, kondisi tersebut memicu terjadinya hiperkeratinisasi, yang mengakibatkan penebalan dari stratum korneum, namun mekanisme terjadinya belum diketahui secara pasti. Jika kondisi itu terjadi pada permukaan yang luas (misal: lebih dari 1cm) akan terbentuk kalus. Sedangkan klavus, terjadi pada kondisi yang sama, namun pada lokasi tertentu, dimana lamellae dari stratum korneum menjadi terkena dampak sehingga membentuk sebuah inti yang keras di tengah, yang biasa disebut radix atau nucleus. III. TANDA DAN GEJALA
Klavus dan Kalus terjadi akibat pajanan tekanan atau gesekan yang berkepanjangan pada kulit dan menimbulkan rasa nyeri
Rentan terjadi pada setiap orang yang harus menumpu berat badannya
Lesi terjadi pada lokasi-lokasi tertentu pada telapak kaki
Klavus dan Kalus memperlihatkan adanya perubahan pada lapisan epidermis, dermis dan adipose
Tidak berhubungan dengan kelainan sistemik
Terdapat berbagai terapi yang bervariasi tingkat agresivitasnya
Gambaran klinisnya adalah penebalan/hiperkeratosis kulit, kuning hingga kecoklatan dengan inti sentral. Klavus terdiri dari 2 jenis yaitu : A. Klavus yang keras : biasanya terdapat pada telapak kaki atau pada tumit, tampak mengkilap
B. Klavus yang lunak : biasanya maserasi oleh karena keringat, infeksi sekunder dari jamur atau bakteri Letak yang paling sering adalah pada kaki terutama pada daerah dorsolateral dan plantar kaki.
GAMBAR. CLAVUS
IV. PENTALAKSANAAN CLAVUS Bila tidak mengganggu biarkan saja, bila mengganggu pengobatannya adalah operasi. Hanya clavus akan tumbuh kembali bila faktor tekanannya tidak dihilangkan. Sebenarnya pengangkatan clavus dengan operasi kecil merupakan cara cepat untuk
menghilangkan nyeri yaitu dengan mengeluarkan inti mata ikan atau eksisi total. Tapi jika ingin mencoba cara tanpa operasi, mungkin dapat dicoba dengan mengoleskan salep keratolik pada mata ikan, memberikan obat-obat oles yang dapat menipiskan lapisan kulit yeng menebal yaitu yang mengandung urea, asam glikolat/malat/salisilat. Untuk mengurangi nyeri, sementara dapat ditempelkan plester tebal pada clavus. Harus memperhatikan sepatu atau sandal yang dipakai selama ini. Apakah sudah nyaman atau terlalu sempit. Jika perlu , gantilah alas kaki selama ini. Yang penting, hindari hak tinggi. Jika clavus berulang kembali dan anda juga menderita rematik, mungkin perlu dirontgen untuk melihat kondisi tulang-tulang kaki dan sendi-sendinya, karena dikhawatirkan sudah terjadi perubahan pada tulang dan sendi. Bila hal ini terjadi ada baiknya konsultasi juga dengan dokter spesialis penyakit dalam, konsultan rematologi.
CALLUS
Ganti sepatu, pakai kaus kaki, pakai sarung tangan, jangan nyeker dll.
Memakai proteksi seperti pads pada bagian yang ditumbuhi calluses. Ini dilakukan untuk mengurangi penekanan pada permukaan kulit
Pakai lotion untuk melunakkan corns & calluses. Biasanya yang mengandung urea 10-20%.
Gunakan amplas kulit yang biasa dijual pada set manicure dan pedicure untuk menipiskan permukaannya.
Rajin merendam kaki dalam cairan sabun juga dapat melunakkannya.
Jangan pernah memotongnya sendiri, karena bisa terjadi infeksi
Menangani penyakit utama agar tidak memperburuk keadaan
Memberikan antibiotik bila dicurigai terjadi suatu infeksi
Memberikan keratolytic agents
Tindakan operasi untuk membuang kelebihan kulit calluses atau mengangkat seluruh bagian dari callus yang biasanya menyebabkan rasa nyeri
Menyarankan untuk memakai custom shoes yang dirancang sesuai dengan struktur tulang kaki
Jika kapalan tetap terasa sakit meski sudah diberikan pengobatan di rumah,maka beberapa pengobatan kapalan secara medis yang biasa dilakukan dokter adalah:
Pemotongan kulit keras. Mungkin dokter ahli kulit akan memotong sebagian kapalan yang menebal dan mengeras agar menurunkan tekanan pada jaringan di bawah kulit keras tersebut.
Plester anti kapalan. Dokter Anda mungkin memberikan plester dengan asam salisilat untuk ditempelkan pada kapalan. Dokter Anda akan menentukan seberapa sering Anda harus mengganti plester ini setiap hari.
Salep antibiotik. Dokter mungkin akan memberikan salep antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi.
Alas sepatu khusus. Jika pengidap kapalan memiliki kelainan bentuk kaki, dokter mungkin akan menyarankan alas kaki untuk dimasukkan ke sepatu agar kaki terhindar dari gesekan yang menimbulkan kapalan.
Operasi. Meskipun kemungkinannya kecil sekali, namun dokter bisa saja menyarankan tindakan operasi untuk memperbaiki posisi atau struktur tulang yang selama ini menyebabkan kapalan.
V. PENCEGAHAN Pencegahan dapat dilakukan dengan sebisa mungkin menghindari kaki dari tekanan yang terus-menerus. Sebaiknya pilih alas kaki yang baik, waktu yang tepat untuk memilih alas kaki adalah siang hari, karena saat itu kaki berada pada bentuk aslinya. Memakai alas kaki (sepatu) yang cukup (tidak terlalu sempit) pastikan kaki nyaman memakainya, selal ganti secara rutin kaos kaki, selalu jaga kebersihan kaki kalau perlu secara rutin dilakukan perawatan yang lebih intensif lagi. Jangan dibiasakan berjalan tanpa alas kaki meskipun itu didalam rumah, karena bisa beresiko kemasukan benda asing.
KISTA SEBASEA
I. DEFINISI Kista sebasea (kista keratinosa) adalah suatu kantung tertutup yang ditemukan tepat di bawah kulit mati, ekskresi kulit dan bagian-bagian kulit lainnya. II. PENYEBAB Penyebabnya tidak diketahui. Kista sebasea sering kali berasal dari selubung akar rambut (folikel) yang membengkak atau sumbatan dari kelenjar sebasea. Cedera pada kulit juga bisa merangsang terbentuknya sebuah kista.
III. GAMBARAN KLINIS Kista ini berukuran kecil dan bisa ditemukan dibagian tubuh manapun, tetapi paling sering muncul di kulit kepala, telinga, wajah, leher, punggung dan skrotum. Kista ini teraba kenyal dan mudah digerakkan, biasanya tidak menimbulkan nyeri. Warnanya bisa kekuningan atau berwarna daging, jika pecah akan mengeluarkan bahan berminyak yang menyerupai keju. Kadang bisa terjadi infeksi.
IV. PENATALAKSANAAN Kista sebasea biasanya dipecahkan dengan tusukan jarum atau sayatan pisau bedah dan isinya dikeluarkan. Jika terjadi infeksi, sebelum kista diangkat melalui pembedahan, terlebih dahulu diberikan antibiotik.
KARBUNKEL I. DEFINISI Karbunkel adalah infeksi bakteri pada sekelompok folikel rambut dan jaringan sekitarnya yang berdekatan. Karbunkel terbentuk dari gabungan beberapa furunkel yang berkelompok dan dibatasi oleh trabekula fibrosa yang berasal dari jaringan subkutan yang padat.. Karbunkel merupakan nodul inflamasi pada daerah folikel rambut yang lebih luas dan dasarnya lebih dalam daripada furunkel.
II. EPIDEMIOLOGI Karbunkel memiliki prevalensi yang kecil. Umumnya terjadi pada anak-anak, remaja sampai dewasa muda3. Berdasarkan statistik Departemen Kesehatan Inggris, pada tahun 2002 dan 2003 terdapat sekitar 0,19% atau 24.525 penderita yang berobat ke Rumah Sakit Inggris dengan diagnosa furunkel abses kutaneus dan karbunkel. Dari 24.525 pasien tersebut terdapat 90% yang memerlukan rawat inap. 54% dari pasien yang berobat tersebut adalah laki-laki dan 46% pasien adalah perempuan. Usia rata-rata dari pasien yang berobat adalah 37 tahun. 72% berusia 15-59 tahun dan 6% berusia diatas 75 tahun. III. ETIOLOGI Karbunkel disebabkan infeksi bakteri, umumnya stafilokokus (Stafilokokus aureus). Bakteri S.aureus berbentuk bulat (coccus), memiliki diameter 0,5 – 1,5 μm, memiliki susunan bergerombol seperti anggur, tidak memiliki kapsul, nonmotil, katalase positif dan pada pewarnaan gram tampak berwarna ungu. IV. PATOGENESIS Kulit memiliki flora normal, salah satunya S.aureus. yang merupakan flora residen pada permukaan kulit dan kadang-kadang pada tenggorokan dan saluran hidung. Predileksi terbesar penyakit ini pada wajah, leher, ketiak, pantat atau paha. Bakteri tersebut masuk melalui luka, goresan, robekan dan iritasi pada kulit. Selanjutnya, bakteri tersebut berkolonisasi di jaringan kulit. Respon primer host terhadap infeksi S.aureus adalah pengerahan sel PMN ke tempat masuk kuman tersebut untuk melawan infeksi yang terjadi. Sel PMN ini ditarik ke tempat infeksi oleh komponen bakteri seperti formylated peptides atau peptidoglikan dan sitokin TNF (tumor necrosis factor) dan interleukin (IL) 1 dan 6 yang dikeluarkan oleh sel endotel dan makrofag yang teraktivasi. Hal tersebut menimbulkan inflamasi dan pada akhirnya membentuk pus yang terdiri dari sel darah putih, bakteri dan sel kulit yang mati. V. FAKTOR RESIKO Setiap orang dapat beresiko terkena karbunkel, namun terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko, antara lain:
1. Karier S.aureus kronik (pada hidung, aksila, perineum, vagina). 2. Diabetes. Pada diabetes terjadi gangguan fungsi leukosit sehingga membuat tubuh sulit untuk melawan infeksi. 3. Higiene yang buruk. Hal ini mempermudah bakteri berkolonisasi di permukaan kulit, sehingga meningkatkan resiko infeksi. 4. Pakaian yang ketat. Iritasi yang terus menerus dari pakaian yang ketat dapat menyebabkan luka pada kulit, membuat bakteri mudah untuk masuk kedalam tubuh. 5. Kondisi kulit tertentu. Karena kerusakan barier protektif kulit, masalah kulit seperti jerawat, dermatitis, scabies, atau pedukulosis membuat kulit rentan menjadi furunkel atau karbunkel. 6. Penggunaan kortikosteroid. Hal ini terkait dengan efek kortikosteroid berupa supresi sistem imun tubuh. VI. DIAGNOSIS Anamnesa Penderita datang dengan keluhan terdapat nodul yang nyeri. Ukuran nodul tersebut meningkat dalam beberapa hari dan dapat mencapai diameter 3-10 cm atau bahkan lebih. Beberapa pasien mengeluh demam dan malaise. Pemeriksaan Fisik Terdapat nodul berwarna merah, hangat dan berisi pus. Supurasi terjadi setelah kira-kira 5-7 hari dan pus dikeluarkan melalui saluran keluar yang multipel (multiple follicular orifices). Karbunkel yang pecah dan kering kemudian membentuk lubang yang kuning keabuan ireguler pada bagian tengah dan sembuh perlahan dengan granulasi. Pemeriksaan Penunjang Karbunkel biasanya menunjukkan leukositosis. Pemeriksaan histologis dari karbunkel menunjukkan proses inflamasi dengan PMN yang banyak di dermis dan lemak subkutan. Pada karbunkel, abses multipel yang dipisahkan oleh trabekula jaringan ikat
menyusup dermis dan melewati sepanjang pinggir folikel rambut, mencapai permukaan melalui lubang pada epidermis yang terkikis.
VII. DIAGNOSA BANDING 1. Kista Epidermal Diagnosa banding yang paling utama dari karbunkel adalah kista epidermal yang mengalami inflamasi. Kista epidermal yang mengalami inflamasi dapat dengan tiba-tiba menjadi merah, nyeri tekan dan ukurannya bertambah dalam satu atau beberapa hari sehingga dapat menjadi diagnosa banding karbunkel. Diagnosa banding ini dapat disingkirkan berdasarkan terdapatnya riwayat kista sebelumnya pada tempat yang sama, terdapatnya orificium kista yang terlihat jelas dan penekanan lesi tersebut akan mengeluarkan masa seperti keju yang berbau tidak sedap sedangkan pada karbunkel mengeluarkan material purulen. 2. Hidradenitis Suppurativa Hidradenitis suppurativa (apokrinitis) sering membuat salah diagnosis karbunkel. Berbeda dengan karbunkel, penyakit ini ditandai oleh abses steril dan sering berulang. Selain itu daerah predileksinya berbeda dengan karbunkel yaitu pada aksila, lipat paha, pantat atau dibawah payudara. Adanya jaringan parut yang lama, adanya saluran sinus serta kultur bakteri yang negatif memastikan diagnosis penyakit ini dan juga membedakannya dengan karbunkel.
VIII. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan karbunkel meliputi pembedahan untuk mengeluarkan pus, pemberian antibiotik sistemik dan terapi adjuvans. 1. Pembedahan Terapi adekuat dari karbunkel adalah insisi dan drainase pus. Persetujuan tindakan medis diperlukan sebelum melakukan tindakan. Selanjutnya semua perlengkapan operasi disiapkan. Pertama disinfeksi area karbunkel dan sekitarnya didisinfeksi dan dibatasi dengan duk steril. Anastesi lokal yang umumnya digunakan adalah lidokain 1%. Scalpel dipegang menggunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk membuat initial entry. insisi dilakukan langsung ke pusat abses. Insisi dibuat searah dengan skin-tension line. Insisi dilebarkan untuk membuat ruang yang cukup memadai sehingga semua pus dapat keluar. Hal ini dapat mencegah terjadinya rekurensi. Pengambilan pus utuk kultur dapat menggunakan hapusan atau spuit ke dalam ruang abses. Setelah pus mengalir spontan. klem yang berujung bengkok untuk membuka seluruh ruang abses. Klem dimasukkan ke dalam ruang abses ke dalam sampai menyentuh jaringan yang sehat, kemudian ujung klem dibuka dan digerakkan melingkar untuk mengeksplorasi memisahkan jaringan sehat dan ruang abses. Selanjutnya dilakukan irigasi menggunakan spuit tanpa jarum dengan normal saline sampai cairan irigasi yang keluar dari ruang abses jernih. Wound-packing material ukuran seperempat atau setengan inchi dimasukkan dalam ruang abses. Kemudian tutup luka dengan kasa steril dan plester. Penderita follow-up setelah 2-3 hari, jika tidak ada pus, wound-packing material di ambil
IX. PROGNOSIS Umumnya pasien mengalami resolusi, setelah mendapatkan terapi insisi dan drainase pus serta antibiotic sistemik. Beberapa pasien mengalami komplikasi bakteremia dan bermetastasis ke organ lain. Beberapa pasien mengalami rekurensi, terutama pada penderita dengan penurunan kekebalan tubuh
FOLIKULITIS
I. PENDAHULUAN Folikulitis adalah peradangan pada selubung akar rambut( folikel) yang umumnya di sebabkan oleh bakteri staphylococcus aureus. Folikulitis timbul sebagai bintik – bintik kecil di sekeliling folikel rambut. Sebagian besar infeksi hanya superfisial yang hanya mempengaruhi bagian atas folikelnya. Biasanya gatal dan jarang menimbulkan keluhan sakit. Folikulitis dapat terjadi hampir pada seluruh tubuh dimana lebih sering terjadi pada kulit kepala, dagu, ketiak dan extremitas. Folikulitis seringkali di awali dengan kerusakan folikel rambut sebagai akibat dari penyumbatan folikel rambut, gesekan pakaian ataupun bercukur. Sekali cedera folikel akan lebih mudah terinfeksi oleh bakteri, ragi, ataupun jamur.
II. DEFINISI Folikulitis adalah peradangan pada selubung akar rambut atau folikel rambut, yang umumnya disebabkan oleh gram positif staphylococcus aureus. Berdasarkan lokasinya dalam jaringan, folikulitis dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Folikulitis superfisialis Folikulitis superfisialis adalah radang folikel rambut dengan pustul berdinding tipis pada orifisium folikel yang terbatas pada epidermis. 2. Folikulitis profunda
Folikulitis profunda adalah radang folikel rambut dengan pustul perifolikular kronik yang ditandai dengan adanya pustul, papul dan sering terjadi rekurensi,
merupakan folikulitis piogenik dengan infeksi yang meluas ke dalam folikel rambut sampai subkutan. III. GAMBARAN KLINIS Gejala klinis folikulitis berbeda beda tergantung jenis infeksinya. Pada bentuk kelainan superfisial, bintik-bintik kecil (papul) berkembang di sekeliling satu atau beberapa folikel. Papul kadang-kadang mengandung pus (pustul), di tengahnya mengandung rambut serta adanya krusta di sekitar daerah inflamasi. Infeksi terasa gatal dan agak sakit, tetapi biasanya tidak terlalu menyakitkan. Tempat predileksi folikulitis superfisial yaitu di tungkai bawah. Folikulitis profunda akan merusak seluruh folikel rambut sampai ke subkutan sehingga akan teraba infiltrat di subkutan dan dapat menimbulkan gejala yang lebih berat yaitu sangat sakit, adanya pus yang akhirnya dapat meninggalkan jaringan ikat apabila telah sembuh. Pustula supertisial atau nodul inflamasi sekitar rambut mungkin menjadi kronik terutama pada daerah jenggot (sikosis barbe). Furunkulosis nodul menjadi pustula dengan nekrosis di bagian tengah dan pengeluaran cairan yang mengandung bahan nekrotik purulen, dan bercampur darah dapat hilang timbul. Gejala folikulitis antara lain : - Ruam (daerah kulit memerah) - Jerawat atau pustula yang terletak di sekitar folikel rambut - Gatal di kulit - Di sekitar folikel rambut tampak beruntus-beruntus kecil berisi cairan yang bisa pecah lalu mengering dan membentuk keropeng
IV. PATOFISIOLOGI FOLIKULITIS Mikroorganisme penyebab ini memasuki tubuh dan biasanya lewat retakan sawar kulit (serta tempat luka). Kemudian mikroorganisme tersebut menyebabkan reaksi inflamasi dalam folikel rambut. V. PENCEGAHAN a. Perawatan hiegine perorangan serta keluarga yang baik b. Untuk menghindari penularan bakteri kepada anggota keluarga lain, beri tahu pasien agar menggunakan handuk dan lap mukanya sendiri. Beri tahu pula bahwa barang-barang ini harus direndam dulu dalam air panas sebelum dicuci (atau cuci dengan mesin cuci yang menggunakan air panas) c. Pasien harus mengganti pakaian dan perlengkapan tidurnya (seperti sprei, selimut, sarung bantal, dll) setiap hari dan semua barang ini harus dicuci memakai air panas d. Anjurkan pasien untuk mengganti perban dengan sering dan segera membuangnya dalam kantung kertas ke tempat sampat. VI. PENATALAKSANAAN - Kadang folikulitis dapat sembuh sendiri setelah dua atau tiga hari, tetapi pada beberapa kasus yang persisten dan rekurens perlu penanganan lebih lanjut. - Pengobatan dapat diberikan antibiotik sistemik. - Antibiotik topikal serta penggunaan antiseptik (contoh, chlorhexidine) dapat diberikan sebagai terapi tambahan, tetapi jangan digunakan tanpa pemberian antibiotik sistemik. Dianjurkan pemberian antibiotik sistemik dengan harapan dapat mencegah terjadinya infeksi kronik VII. KOMPLIKASI Pada beberapa kasus folikulitis ringan, tidak menimbulkan komplikasi meskipun infeksi dapat rekurens atau menyebar serta menimbulkan plak. Komplikasi pada folikulitis yang berat, yaitu : a. Selulitis Sering terjadi pada kaki, lengan, atau wajah. Meskipun infeksi awal hanya superfisial, akhirnya akan mengenai jaringan di bawah kulit atau menyebar ke nodus limfatikus dan aliran darah.
b. Furunkulosis Kondisi ini terjadi ketika furunkel berkembang ke jaringan dibawah kulit (subkutan). Furunkel biasanya berawal sebagai papul berwarna kemerahan. Tetapi beberapa hari kemudian dapat berisi pus, sehingga akan membesar dan lebih sakit. c. Skar Folikulitis yang berat akan meninggalkan skar atau jaringan ikat (hipertropik/skar keloid) atau hipopigmentasi. d. Kerusakan folikel rambut Hal ini akan mempermudah terjadinya kebotakan permanen
KONTRAKTUR I. PENDAHULUAN Kontraktur dapat terjadi pada setiap sendi pada tubuh. Gangguan fungsi persendian ini mungkin sebagai hasil dari immobolisasi yang disebabkan trauma atau penyakit., cedera saraf seperti kerusakan pada medulla spinalis dan stroke atau penyakit otot, tendon ataupun ligamentum. Keadaan ini tentunya akan sangat merugikan dikemudian hari bagi penderita kontraktur sendi karena adanya keterbatasan gerakan yang akan mengakibatkan ketidakmampuan fisik dalam melakukan aktivitas maupun rasa tidak nyaman karena posisi statis yang terus menerus dirasakan. Dengan kemajuan ilmu kedokteraan sekarang, penyebab berkurangnya ruang gerak akibat kontraktur dapat dikurangi secara efektif. II. DEFINISI Kontraktur didefinisikan sebagai pengikatan permanen kulit yang dapat mempengaruhi otot dan tendon yang berada dibawahnya yang akan membatasi ruang gerak, serta kemungkinan defek maupun degenerasi saraf di daerah tersebut. Kontraktur
adalah
pemendekan
permanen
dari
kulit
dan
dibawahnya yang menyebabkan deformitas dan keterbatasan gerak.
atau
jaringan
Keterbatasan ruang gerak sendi karena kerusakan yang bersifat anatomis, fisiologis maupun neurologis dapat berakibat pada pemendekan jaringan ikat sekitar sendi tersebut. Kontraktur terjadi ketika jaringan ikat normal yang bersifat elastis digantikan oleh jaringan fibrous yang tidak elastis. Keterbatasan gerakan yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang bersifat multipel dan komplikatif secara medis. Namun pada umumnya sebagian besar restriksi pada sendi ditandai oleh pemendekan jaringan ikat sendi dan bersifat reversibel jika mendapat perawatan yang tepat. Untuk merencanakan perawatan yang efektif harus diperhatikan bahwa pemendekan jaringan ikat sendi bukan merupakan penyebab dari kontraktur, tetapi lebih merupakan konsekuensi lanjutan dari etiologi perimernya. Oleh karena itu perawatan harus difokuskan pada sebab utama terjadinya kontraktur. Berdasarkan jaringan yang menyebabkan ketegangan, kontraktur dibagi menjadi : 1. Kontraktur Dermatogen. Erat hubungannya dengan : Parut (scar), Hypertropic scar, Keloid Setiap penyembuhan luka memberikan jaringan parut, hipertropic scar dan keloid, penyebabnya adalah infeksi, ketegangan , kehilangan kulit luas
Keloid Penyebab belum jelas, kemungkinan faktor ketururnan, Orang berkulit gelap lebih mudah terkena. Anak-anak dan orang tua jarang terkena. Bagian yang mudah terkena : sternum, muka, leher, aurikula, deltoid
Parut hipertropi
Penyebabnya adalah : Penyembuhan luka yang lama sehingga sintesa kolagen berlebihan akibat menonjol, Imobilisasi luka yang kurang misalnya di saerah sendi. Pengaruh pada sendi : kontraktur Beda dengan keloid : tidak dipengaruhi ras dan bakat, dengan terapi yang adekuat tidak residif, tumbuh tidak melebihi batas luka, mulai melunak sesudah 6 bulan, setelah luka 3 mingu secara histologis dapat dibedakan dengan keloid Penyembuhan luka dipengaruhi oleh : Keadaan umum penderita, Luasnya luka, Infeksi, Penyakit penyerta (diabetes melitus), Keadaan setempat (basah, lembab, bekas radiasi), Immobilisasi, Obat-obat kortikosteroid
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kontraktur : 1. Banyaknya jaringan parut pada luka yang sembuh perprimam persecundam: hematom, benda asing, vaskularisasi daerah luka 2. Posisi luka terhadap garis langer. Arah parut sesuai garis langer maka kemungkinan kontraktur kecil. 3. Bentuk jaringan parut: Lingkaran atau garis lururs dan tipis. 4. Posisi jaringan parut terhadap sendi
Daerah ini sering mendapat tarikan-tarikan yang kuat dan menetap
Tarikan kontraktur : tidak sama ke semua arah, mengurang pada axis yang memanjang, menegang pada axis yang pendek
Pada persendian : tiap gerakaannya memeberikan tekanan berbeda pada kelompok otot fleksor/ekstensor, possisi kontraktur ada pada keadaan fleksi/ekstensi
2. Kontraktur Tendogen a. Dupuytren kontraktur Terutama di negara-negara dingin. Gangguan pada tendo dan fasia, laki laki lebih sering daripada wanita. Penyebab belum jelas : - Trauma kronis - Kebiasaaan minum alkohol - Pemakaian obat yang lama - Penyakit endpkrin, syaraf, artritis - Penyakit menururn Gejala-gejala : - Dimulai nyeri/tidak
- Nodul-nodul kecil, nyeri tekan menyebar seluruh telapak tangan mengikuti lokasi fasia palmaris b. Kontraktur Volkman Penyebab belum jelas. Terdapat fibrosis otot-otot ekstrinsik pada volar antebrachii Penyebab : - Manipulasi operator - Pemasangan Toumiquet dan gips sirkuler terlalu keras - Perdarahan, hematom - Bengkak sehingga gangguan aliran a. Brachialis dan syarafnya terganggu akibat oksigenasi berkurang, terjadi fobrosis daerah distal. Posisi tangan kontraktur Volkman : - Pergelangan tangan fleksi - Metacarphal joint extensi - Interphalanng fleksi c. Kontraktur Tendo Achiles Akibat posisi salah, misal : luka bakar tungkai bawah, luka daerah fleksor yang luas. Usaha penderita mengurangi nyeri : tiduran terus, meluruskan sendi pergelangan kaki sehingga tendo achiles memendek d. Trigger Finger Penyebab : proses yang mendahului (inflamasi/artritis sendi), Tendo tak dapat meluncur dengan baik dalam selaput tendo, Sendi interphalang tak bisa diluruskan oleh kerena perlekatan tendo pada selaput sarung tendoflexor yang menyempit.
III. ETIOLOGI Proses terjadinya kontraktur didasarkan pada empat etiologi primer yaitu immobilisasi eksternal, trauma, beberapa penyakit sendi, dan kerusakan neurologis. 1. Immobilisasi eksternal- terjadi ketika sendi dalam posisi stasioner dalam periode waktu yang lama, terjadi adhesi antar jaringan ikat sendi. 2. Trauma- jaringan ikat di sekitar sendi mengalami tarikan atau robekan 3. Penyakit sendi— diantaranya adalah rheumatoid arthritis. 4. Defek Neurologis—trauma pada sistem saraf sentral maupun perifer dapat menghasilkan impuls abnormal yang berakibat restriksi pada jaringan sendi.
IV. MEKANISME Adanya fibroblast like cells dalam trauma kulit terbuka yang mengalami kontraktur dimana terdapat komponen otot polos pada sitoplasma, terdapat pula sifat-sifat fibroblas, hal ini dinamakan myofibroblas. Ketika stripe dari jaringan granulasi pada trauma terbuka ditempatkan pada air, terjadi kontraktur, dibuktikan dengan adanya smooth muscle antagonist, selanjutnya myofibril diidentifikasi berdasarkan jumlah dari jaringan tubuh yang mengalami kontraktur, antara lain dupuytren’s contracture, burn contracture, dan kontraktur kapsul di sekeliling payudara yang dipasang silikon. V. DIAGNOSIS Tes manual akan dapat mendeteksi indikasi adanya restriksi struktur dari persedian. Keterbatasan ruang sendi dapat diukur dengan gonlometer namun secara klinis kontraktur sendi dapat berupa trauma yang ditandai dengan kerusakan otot, kapsul, ligamen, tendong, kulit dan syaraf di sekitar sendi sehingga harus dilakukan pemerikasaan yang sangat teliti pada setiapkomponen tersebut. Sinar X dapat bermanfaat untuk mendiagnosis kontraktur karena penyempitan ruang sendi yang terlihat mengindikasikan sendi yang rapat dan kontraksi, dilakukan
juga pemeriksaaan fisik yang melibatkan tes fisik dan manual untuk menguji gerakan sendi. VI. PENATALAKSANAAN 1. Kontraktur Dermatogen (oleh karena kehilangan kulit) a. Jaringan parut lurus/linear scar Release dengan Z plasti/ W plasti kalau perlu ditambah dengan skin graft b. Jaringan parut melingkar/ ½ lingkaran Multiple Z plasti c. Jaringan parut luas dan dalam Eksisi scar Skin graft/flap local dari kulit sekitarnya: transpotition flap 2. Kontrraktur Tendogen a. Volkman Kontraktur Terapi susah dan tidak adekuat untuk mengembalikan fungsi tangan sebisanya dengan: Arthroplasti, Arthrodese, Kalau perlu transplantasi tendon. Pencegahan Jangan memanipulasi terlalu kasar dan bersemangat Gips sirkuler jangan terlalu ketat b. Dupuytren Kontraktur Insisi di banyak tempat, Fasciestomi, Z-plasti dan atau dibiarkan terbuka, Sering hasil tidak adekuat pada eksisi fascia palmaris, Operasi dilakukan beberapa kali sehingga mengurangi trauma besar perdarahan c. Kontraktur/pemendekan Achilles - Memperpanjang tendo
- Dengan irisan Z atau bertangga d. Trigger Finger - Insisi sarung tendo yang menyempit sehingga tendo dapat meluncur lagi dan iritasi hilang Pada luka bakar, kontraktur biasanya muncul ketika garis skar vertical dengan garis tension kulit, dan melintasi persendian. Harus ditekankan bahwa penanganan primer pada luka bakar haruslah bertujuan untuk menghindari skar kontraktur dengan menggrafting pasien secepat mungkin. Pada beberapa kasus pedicle flap atau free flap secara primer dapat digunakan untuk menengani defek dan mencegah kontraktur. Terapi pilihan untuk skar kontraktur adalah scar revision dikombinasi dengan prosedur bedah lainnya, sesuai dengan lokasi, luas dan bentuk kontraktur. Sebagai contoh, Z-plasti dapat langsung mengurangi skar dan mengurangi skin tension. Bila skar kontraktur kemungkinan menyebabkan retriksi ruang gerak, skin grafting atau flap diindikasikan untuk menutup defek jaringan. Perluasan jaringan dapat digunakan akhir-akhir ini dengan berbagai bentuk dan volume sebagai prosedur sekunder untuk merekonstruksi defek. Perluasan jaringan tidak digunakan sebagai penutupan primer pada luka terbuka. Pada kontraksi yang parah, skin graft tetap memberikan hasil yang baik sebagai myocutaneus atau fasciocutaneus axial flap. Merupakan pilihan dokter bedah untuk menggunakan metode mana yang akan digunakan. Metode: 1. Skin flap (Pedicle Flap) Suatu teknik operasi untuk dapat memperbaiki skar dan kontraktur dimana kulit dan subkutan dll dipindah dari suatu bagian badan ke bagian badan yang lain dengan suatu pedicle vascular. Design flap harus memperhatikan :
Supply vaskuler
Daerah jangkauannya
Arah putar rotasi
Ikut sertanya fascia profunda yang kaya pembuluh darah
Macam: a. Random Flap
Misal: Z-plasti, advancement flap, rotation flap, transpotition, interpolation. b. Axial Flap Vaskularisasi langsung dari pembuluh darah arteri kulit, Panjang flap tergantung daerah vaskularisasi arteri. Misal: Forehead flap, deltopectoral flap, inguinal flap. c. Musculocutaneus Flap Pedicle vascular di dalam otot-otot tertentu (perlu tahu vascularisasi otot-otot tertentu) d. Free Flap Flap kulit / musculocutaneus dilepaskan dari vaskularisasinya disambungkan kembali pada pembuluh darah resipien. Perlu teknik bedah mikro. Macam-macam skin graft: 1. STSG (Split Thickness Skin Graft/Tandur Alih Kulit Sebagian) Jenis-jenis: a. Thin Split Thickness Graft (tipis) b. Medium (tebal kulit sedang) c. Thick split Thickness Graft (tebal) Berbagai lokasi donor menurut kebutuhan resipien (paling sering paha). Alat untuk mengambil: dermatom
- Ketebalan kulit dapat diatur 10-25 perseribu inchi - Misal: pisau humby, brown elektrik, brown air driver dermatom, reese dermatome. 2. FTSG (Full Thickness Skin Graft/Tandur Kulit Seluruh Tebal) Ketebalan : epidermis dan seluruh dermis Sifat-sifat: -
Mendekati
tekstur
kulit
normal
meliputi:
tekstur/kelenturan,
warna,
pertumbuhan rambut, retraksi kulit lebih sedikit. Donor: Makin dekat resipien sifat makin mirip Paling sering dipakai: retro auricular, supra clavicular, lengan atas sebelah dalam, lipat paha (inguinal), abdomen bagian bawah. Alat mengambil: pisau bedah (lemak dibuang dengan gunting) Baik untuk: muka, daerah sendi 3. Ekspansi/Perluasan jaringan Pada prosedur ekspansi jaringan, sebuah balon dimasukkan ke dalam kulit di sekitar jaringan parut, balon diisi dengan cairan saline agar kulit dapat meregang. Setelah jumlah kulit yang meregang cukup, yaitu setelah beberapa minggu atau beberapa bulan, balon dilepaskan. Selanjutnya, kulit baru yang terbentuk ditarik untuk menggantikan jaringan parut yang ada. 4. Resurfacing kulit dengan laser Terdapat dua macam laser yang digunakan untuk memperbaiki permukaan jaringan parut yang tidak rata, yaitu laser CO2 dan laser Erbium (laser YAG). Laser CO2 digunakan pada jaringan parut yang lebih superficial. Kedua jenis laser tersebut bekerja dengan cara mengelupas lapisan kulit paling luar, sehingga jaringan kulit baru dan lebih halus terbentuk.
5. Dermabrasi Metode dermabrasi dapat memperhalus permukaan jaringan parut yang tidak rata dengan cara mengelupas lapisan paling atas kulit. Kulit akan diinjeksi dengan cairan anestesi, kemudian diampelas dengan hati-hati menggunakan sikat yang berputar atau butiran permata sampai sejumlah kulit yang diharapkan hilang terkelupas. VII. PENCEGAHAN Kontraktur sering disebabkan karena kelalaian, maka pencegahan sedini mungkin terjadinya kontraktur lebih mudah daripada pengobatan. 1. Luka luas, kehilangan jaringan luas tutup sedini mungkin, misal dengan skin graft. 2. Penilaian terhadap jaringan mati segera dibuang tidak infeksi tidak terjadi kelambatan penyembuhan, jaringan granulasi yang menyebabkan terjadinya kontraktur. 3. Luka luas dan fraktur terbuka. Perhatikan kerusakan-kerusakan setempat, perabaan sirkulasi bagian distalnya. Pemasangan tourniquet dan gips sirkuler harus dilakukan dengan baik dan observasi ketat 4. Penyambungan otot-otot yang luka, syaraf, pembuluh darah harus teliti dan adekuat oleh karena dapat berakibat cacat seumur hidup. 5. Pemasangan traksi, gips immobilisasi yang lebih dari 3-4 minggu dapat mengakibatkan kekakuan menetap. Maka harus dilakukan penilaian yang teliti pada pemasangan gips yang lama terutama pada sendi. Terapi fisik dan okupasional merupakan salah satu bagian terpenting pada rehabilitasi pasien dengan kontraktur, deformitas atau jaringan parut setelah luka bakar. Pembatasan gerak akan memberikan dampak yang sangat besar bagi kehidupan pasien selanjutnya. Proses rehabilitasi ini merupakan proses yang panjang yang bertujuan mempertahankan ruang gerak dengan maksimal.
1. Massage Therapy (Terapi Pijat)
Pemijatan berulang pada jaringan yang mengalami proses penyembuhan setelah luka bakar dapat membantu terbentuknya jaringan yang lebih lembut dan fleksibel, menghindari terjadinya kontraktur, serta mengurangi rasa nyeri dan kemerahan. 2. Pressure garment Garment elastik, pembalut elastik dan pembalut dengan tekanan (menyerupai kaus kaki) dirancang khusus untuk memberikan tekanan yang menetap pada area tubuh yang mengalami proses penyembuhan setelah luka bakar. 3. Terapi fisik (aktif dan pasif) Latihan merupakan suatu komponen rehabilitasi setelah luka bakar yang sangat penting. Latihan fisik akan mempertahankan ruang gerak dan fleksibilitas sendi dan otot. Latihan secara teratur akan meningkatkan mobilitas dan gerakan serta mempertahankan kekuatan dan sikap tubuh yang baik. Latihan terbaik adalah dengan berjalan, dimana tidak hanya meningkatkan fleksibilitas tetapi juga mencegah terjadinya trombus atau bekuan darah. VIII. PROGNOSIS Prognosis kontraktur tergantung dari penyebabnya. Secara umum, semakin awal kontraktur ditangani, semakin baik prognosisnya. Restorasi integritas anatomis dan gerakan sendi merupakan hal yang dapat dilakukan pada sebagian besar kontraktur. Prognosis kemajuan tergantung pada kecepatan intervensi dini saat munculnya gejala awal dari ruang gerak sendi yang terbatas, sementara penegakkan etiologi sangat berkaitan dengan metode penatalaksanaan kontraktur.
ULKUS DEKUBITUS
I. DEFINISI Ulkus dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan di bawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Ulkus dekubitus ini disebabkan karena tekanan yang berlebihan dan gesekan kuat yang terjadi pada jaringan atau tulang yang menonjol. Sedangkan MOH (2001) mendefinisikan ulkus dekubitus adalah sebagai suatu area kerusakan kulit, otot dan jaringan dibawahnya yang terlokalisir akibat peregangan, gesekan dan penekanan yang terus menerus. Black dan Hokarison (2005) mendefinisikan ulkus decubitus adalah lesi pada kulit yang disebabkan karena adanya tekanan yang berlebihan dan mengakibatkan kerusakan pada bagian dasar jaringan. Tekanan akan mengganggu mikrosirkulasi jaringan lokal dan mengakibatkan hipoksia, serta memperlancar pembuangan metabolik yang dapat menyebabkan nekrosis. II. ETIOLOGI Ulkus dekubitus disebabkan oleh tekanan yang cukup kuat dalam jangka waktu lebih pendek atau dengan tekanan yang rendah dalam jangka waktu yang lebih lama sehingga mengganggu jalannya aliran darah ke kapiler. Kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan juga terganggu. Tekanan ini lebih besar dari tekanan arteri yang menyebabkan gangguan aliran darah sehingga terjadi iskemia dan kerusakan jaringan. Tekanan darah kapiler berkisar antara 16-33 mmHg. Pada usia lanjut yang mengalami immobilisasi tidak dapat merubah posisi, maka tekanan pada sakrum akan terjadi sekitar 60–70 mmHg atau tumit sekitar 35-45 mmHg, tekanan ini melebihi tekanan kapiler sehingga berakibat timbulnya daerah iskemia yang bila berlanjut akan terjadi nekrosis sehingga timbul ulkus decubitus. Daerah yang sering mengalami ulkus dekubitus adalah sacrum, tumit, tuberosita ischail trochanter major dan malleolus lateral. Menurut Bouten, ulkus dekubitus disebabkan oleh 3 teori, teori pertama karena tekanan yang terus menerus pada jaringan tertentu yang menyebabkan kerusakan pada jaringan karena terhambatnya alirah darah ke kapiler yang akhirnya jaringan menjadi hipoksia. Teori yang kedua menjelaskan bahwa ulkus dekubitus
dapat disebabkan karena tegangan geser. Gesekan ini mengakibatkan keadaan yang lebih parah dan secara signifikan mempercepat timbulnya ulkus dekubitus.Teori yang terakhir ditujukan pada interstitium diantara sel dan kapiler terminal. Tekanan mekanis dari luar akan mengubah tekanan interstitial, aliran cairan interstitial dan konsentrasi dari molekul dan ion. Tekanan ini juga mempengaruhi transport nutrisi ke dalam sel yang dimana sel berfungsi sebagai drainase limfatik produk buangan metabolisme tubuh. Daerah yang paling sering terjadi ulkus dekubitus adalah sakrum, tumit, tuberosita ischial, trochanter major dan malleolus lateral. Lokasi yang paling sering terjadi ulkus dekubitus
III. FAKTOR RESIKO Terdapat 2 faktor resiko pada ulkus dekubitus, faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor ekstrinsik atau faktor dari lingkungan terdiri dari tekanan, gesekan, kelembapan, panas, tinggal lama di internal care unit, istirahat dalam waktu lama, menjalani proses operasi dalam waktu lama, dan menunggu waktu operasi dalam waktu yang lama. Sedangkan pada faktor intrinsik berhubungan dengan struktur, fungsi tubuh dan faktor personal. Faktor tersebut meliputi malnutrisi, diabetes mellitus, memiliki riwayat memiliki ulkus dekubitus sebelumnya, riwayat kandung kencing dan buang air besar inkontinen, usia lanjut, penyakit kardiovaskular, penyakit saluran pernafasan, terganggunya persepsi sensoris, serum albumin yang rendah, kadar hemoglobin yang rendah, menurunnya status mental, jenis kelamin, patah tulang, edema, penyakit kritis, menurunnya aliran darah, stroke, terganggunya mobilitas dan berat badan.
Tipe Ulkus Dekubitus Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus decubitus dan perbedaan temperature dari ulkus dengan kulit sekitarnya, decubitus dapat dibagi menjadi tiga tipe :
1. Tipe normal 2. Tipe arteriosklerotik 3. Tipe terminal Ulkus dekubitus tipe normal, mempunyai beda temperatur sampai dibawah lebih kurang 2,5℃ dibandingkan kulit sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan sekitar 6 minggu. Ulkus ini terjadi karena iskemia jaringan setempat akibat tekanan, tetapi aliran darah dan pembuluh – pembuluh darah sebenarnya baik.Ulkus dekubitus tipe arteriosklerotik, mempunyai beda temperatur kurang dari 1℃ antara daerah ulkus dengan kullit sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat penyakit pada pembuluh darah (arterosklerotik) ikut berperan untuk terjadinya decubitus disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini diharapkan sembuh dalam 16 minggu.Sedangkan untuk ulkus dekubitus tipe terminal terjadi pada penderita yang akan meninggal dan tidak dapat menyembuh IV. PATOFISIOLOGI Patofisiologi dari ulkus decubitus dimulai dari meningkatnya tekanan cairan interstitial, lalu terjadi penurunan sirkulasi arteri, akibat tertekannya arteri yang terlalu lama, maka kapiler akan kolaps dan mengalami thrombosis. Terjadi kehilangan cairan interstitial melalui kapiler.Tidak lama kemudian, terjadi edema pada jaringan, lalu terjadi lisis pada jaringan. Setelah lisis, maka nutrisi dan oksigen jaringan akan menurun. Pada akhirnya terjadi proses inflamasi lalu iskemik,tidak lama kemudian jaringan nekrosis / mati dan ulkus muncul. Tekanan darah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg – 33 mmHg. Kulit akan tetap utuh karena sirkulasi darah terjaga, bila tekanan padanya masih berkisar pada batas – batas tersebut. Tetapi sebagai contoh bila seorang penderita imobilisasi pada tempat tidur secara pasif dan berbaring di atas kasur busa biasa maka tekanan daerah sacrum akan mencapai 60 – 70 mmHg, dan daerah tumit mencapai 30 – 45 mmHg. Tekanan ini akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nekrosis jaringan kulit. Percobaan pada binatang didapatkan bahwa sumbatan total pada kapiler masih bersifat reversible bila kurang dari 2 jam. Seseorang yang terpaksa berbaring berminggu minggu tidak akan mengalami dekubitus selama dapat berganti posisi perjamnya. Selain faktor tekanan
ada beberapa faktor lain yang dapat memengaruhi timbulnya dekubitus yaitu sebagai berikut : - Terjadinya regangan pada kulit oleh karena tubuh bergerak melorot ke bawah pada penderita yang berada pada posisi setengah duduk atau separuh berbaring - Pada penderita usia lanjut yang cachectis atau sangat kurus, kulit pada daerah yang terkena yang terkena tekanan dapat terlipat oleh karena gesekan dengan alas tempat tidur sehingga kulit seakan akan tertinggal dari bagian tubuh yang lain. Lokasi Ulkus Dekubitus Lokasi ulkus dekubitus seebenarnya bisa terjadi diseluruh permukaan tubuh bila mendapat penekanan secara terus menerus.Namun yang paling sering terbentuk pada daerah kulit diatas tulang yang menonjol. Lokasi tersebut diantaranya adalah - Tuberositas Ischii (Frekuensinya mencapai 30%) dari lokasi tersering - Trochanter Mayor (Frekuensinya mencapai 20% dari lokasi tersering - Sacrum (Frekuensinya mencapai 15%) dari lokasi tersering - Tumit (Frekuensinya mencapai 10%) dari lokasi tersering - Maleolous - Genu - Lainnya meliputi cubiti scapula dan processus spinosus vertebrae
TIPE
MANIFESTASI KLINIS
PERKIRAAN PERAWATAN
Normal
Beda
temperatur
dengan
kulit 6 minggu
sekitarnya hingga dibawah ± 2,5℃ Arteriosklerosis Selain
faktor
gangguan
tekanan,
aliran
terdapat 16 minggu
darah
akibat
ateriosklerosis. Beda temperatur dengan kulit sekitar < 1℃ Terminal
Terjadi
pada
meninggal
pasien
yang
akan Tidak sembuh
LAMA
V. MANAJEMEN ULKUS DEKUBITUS Pengelolaan dekubitus diawali dengan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya dekubitus dengan mengenal penderita dengan resiko tinggi terjadinya decubitus, misalnya pada penderita yang im-mobil dan konfusio. Usaha untuk meramalkan akan terjadinya dekubitus ini antara lain dengan memakai system skor dari Norton. Skor dibawah 14 menunjukkan adanya resiko tinggi untuk terjadinya dekubitus. Dengan evaluasi skor ini dapat dilihat perkembangan penderita.
Tindakan berikutnya adalah menjaga kebersihan penderita khususnya kulit dengan memandikan setiap hari.Sesudah dikeringkan dengan baik dan digosok dengan lotion, terutama di bagian kulit yang ada pada tonjolan – tonjolan tulang.Sebaiknya masase untuk melancarkan sirkulasi darah. Semua eksreta/sekreta, harus dibersihkan dengan hati – hati agar tidak menyebabkan lecet pada kulit penderita. Tindakan selanjutnya yang berguna baik untuk pencegahan maupun setelah terjadinya dekubitus adalah : a. Meningkatkan status kesehatan penderita : o Umum : Memperbaiki dan menjaga keadaan umum penderita misalnya anemia diatasi, hipoalbuminemi dikoreksi, nutrisi dan hidrasi yang cukup, vitamin (vitamin C) dan mineral (Zn) ditambahkan. o Khusus: Coba mengatasi / mengobati penyakit – penyakit yang ada pada penderita, misalnya diabetes yang belum terkontrol baik, paru dan sebagainya. b. Mengurangi/memeratakan factor tekanan yang mengganggu aliran darah : o Alih posisi/alih baring / tidur selang seling, paling lama tiap dua jam Keberatan cara ini adalah ketergantungan pada tenaga perawat yang kadang – kadang sudah sangat kurang, dan dapat mengganggu istrahat penderita bahkan menyakitkan o Kasur khusus untuk lebih membagi rata tekanan yang terjadi pada tubuh penderita, misalnya : Kasur dengan gelombang tekanan udara yang naik turun, Kasur air yang temperature airnya dapat diatur Keberatan perlengkapan canggih ini adalah harganya mahal, perawatannya sendiri harus baik dan dapat rusak. Regangan kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah setempat terganggu, dapat dikurangi antara lain : Menjaga posisi penderita, apakah ditidurkan rata pada tempat tidurnya atau sudah memungkinkan untuk duduk di kursi. Bantuan dai balok penyangga kedua kaki, bantal – bantal kecil untuk menahan tubuh penderita, “kue donat” untuk tumit, dapat mendukung usaha pencegahan dan pengobatan decubitus. Di luar negeri sering dimanfaatkan kulit domba dengan bulu yang lembut dan tebal sebagai alas
tubuh penderita. Begitu tampak darah yang hiperemis pada tubuh penderita, khususnya pada tempat tempat yang sering terjadi dekubitus, semua usaha – usaha di atas harus dikerjakan dengan lebih cermat untuk memperbaiki iskemia yang terjadi. Sebab sekali terjadi kerusakan jaringan upaya penyembuhan akan lebih rumit. 1. Pada suspected deep tissue injury dan Dekubitus stadium I : Kulit kemerahan dibersihkan hati – hati dengan air hangat dan abun, diberi lotion, pemijatan secara hati – hati 2 – 3 kali sehari. 2. Dekubitus stadium II : Perawatan luka secara septik dan aseptik.Daerah yang terkena diberi rangsang dingin dan panas berganti ganti untuk merangsang sirkulasi. Salep topical dapat diberikan untuk merangsang jaringan granulasi 3. Dekubitus stadium III : Usahakan luka selalu bersih, eksudat sedapatnya dapat mengalir keluar. Pembalut tidak terlalu tebal agar jaringan tetap mendapatkan oksigen dan penguapan secara optimal.Kelembapan luka dijaga tetap bersih, hal ini untuk mempermudah regenerasi sel – sel kulit.Luka yang kotor dapat dibersihkan dengan cadiran NaCl fisiologis. Antibiotik sistemik juga dapat diberikan. 4. Dekubitus stadium IV : Penatalaksanaan seperti derajat III. Dilakukan nekrotomi, agar jaringan–jaringan dapat timbul dan tidak terhalang jaringan nekrotik. Beberapa usaha untuk mempercepat penyembuhan luka antara lain adalah preparat enzim, fototerapi dengan infra merah monokromatik, obat anti-agregaai platelet untuk maksud preventif dan preparat topical yang mengandung kolagenase. 5. Pada dekubitus yang unstageable harus dilakukan debridemen sebelum dilakukan terapi selanjutnya Debridement adalah membersihkan jaringan nekrotik dan debris yang memicu infeksi, menghambat granula dan penyembuhan. Penentuan stadium ulkus juga tidak dapat dilakukan dengan tepat jika jaringan nekrotik belum dibersihkan. Terdapat tiga prosedur debridemen yang umum digunakan yaitu debridemen enzimatis, debridemen mekanik, dan debridemen tajam.Sedangkan untuk dressing luka, bertujuan untuk memelihara kelembapan luka. Kelembapan luka yang baik akan meningkatkan
kecepatan penyembuhan dibandingkan apabila luka dibiarkan terpapar udara. Pemilihan jenis dressing tergantung pada kondisi ulkus dan karakteristik dressing.Berikut adalah tabel pilihan berbagai jenis dressing untuk ulkus dekibitus Pemilihan terapi, tergantung pada stadium ulkus dekubitus dan tujuan pengobatan.seperti proteksi, pelembaban dan membuang jaringan nekrosis. Hal yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan ulkus dekubitus adalah 1. Perawatan luka harus dibedakan ke dalam metode operatif dan nonoperatif. 2. Perawatan luka dengan metode nonoperatif dilakukan untuk ulkus dekubitus stadium 1 dan 2 sedangkan untuk stadium 3 dan 4 harus menggunakan metode operatif. 3. Sekitar 70-90% ulkus dekubitus adalah superfisial dan sembuh dengan penyembuhan sekunder. 4. Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus
TUKAK DIABETIK
I. LATAR BELAKANG Dengan bertambahnya angka harapan hidup bangsa Indonesia perhatian masalah kesehatan beralih dari penyakit infeksi ke penyakit degeratif. Selain penyakit jantung koroner dan hipertensi, diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeratif yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia. Penderita diabetes mellitus rentan terhadap serangkaian komplikasi kronis yang menyebabkan kematian dan kesakitan prematur. Dari seluruh penderita diabetes mellitus sebagian penderita tidak pernah mengalami masalah ini tetapi penderita lain dapat mengalaminya sejak awal, rata-rata gejala terjadi 15 sampai 20 tahun setelah terjadinya hiperglikemia yang nyata. Penderita diabetes mellitus dapat mengalami beberapa komplikasi bersama-sama atau terdapat satu masalah yang mendominasi, yang meliputi kelainan vaskuler, retinopati, nefropati diabetik, neuropati diabetik dan ulkus kaki diabetik. Menurut beberapa ahli kira-kira 4% dari penduduk dunia menderita diabetes mellitus dan 50% dari penderita ini memerlukan perawatan bedah. Dari jumlah penduduk Indonesia yang 200 juta jiwa, prevalensi penderita diabetes mellitus adalah sekitar 1,4 1,6% dan sekitar 15% diantaranya akan mengalami gangren selama hidupnya. Penanggulangan gangren diabetik atau sering disebut kaki diabetik ini merupakan bagian penting dalam klinik diabetes, dan seringkali menimbulkan masalah berupa tindakan amputasi pada ekstremitas bawah. II. DEFINISI Diabetes mellitus merupakan penyakit endokrin akibat defek dalam sekresi dan kerja insulin atau keduanya sehingga terjadi defisiensi insulin relatif atau absolut dimana tubuh mengeluarkan terlalu sedikit insulin atau insulin yang dikeluarkan resisten sehingga mengakibatkan kelainan metabolisme kronis berupa hiperglikemia
kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan komplikasi kronik pada sistem tubuh. Kaki diabetik merupakan tukak yang timbul pada penderita diabetes mellitus yang disebabkan karena angiopati diabetik, neuropati diabetik atau akibat trauma. III. ETIOLOGI Penyebab kaki diabetik biasanya melibatkan banyak komponen. Penelitian terbaru menyatakan bahwa 63% kaki diabetik disebabkan oleh neuropati perifer yang menimbulkan gangguan sensorik, motorik dan autonom yang masing-masing memegang peranan penting pada terjadinya luka kaki. Faktor lain yang berperan adalah iskemia, pembentukan kalus dan edema. Paralisis otot kaki menyebabkan perubahan keseimbangan di sendi kaki, perubahan cara berjalan dan akan menimbulkan titik tekan baru pada telapak kaki sehingga terjadi kalus ditempat itu. Neuropati sensorik menyebabkan hilangnya sinyal terhadap rasa sakit (mati rasa) setempat dan hilangnya perlindungan terhadap trauma, sehingga penderita mengalami cedera tanpa disadari, akibatnya kalus yang sudah terbentuk berubah menjadi ulkus yang bila disertai infeksi berkembang menjadi selulitis dan berakhir dengan gangren. Neuropati motorik mengawali terjadinya kelemahan otot dan atrofi otot di ekstremitas. Hilangnya mekanisme vaskuler yang normal akibat angiopati diabetik dan gangguan regulasi termal menyebabkan vena membengkak dan selanjutnya menyebabkan terjadinya ulkus. Bila ulkus disertai infeksi akan mempermudah terjadinya
disfungsi
outonom
(neuropati
outonom)
yang selanjutnya
akan
mengakibatkan hilangnya sekresi kulit sehingga kulit akan kering dan mudah mengalami luka yang sukar sembuh yang selanjutnya mudah mengalami nekrosis. IV. PATOFISIOLOGI Kaki manusia terdiri dari 26 tulang dengan 29 sendi yang dikuasai sekitar 40 otot kecil kaki dan otot tungkai. Beban yang diterima setiap inci persegi pada telapak kaki kira-kira puluhan kilogram dan hal ini akan merangsang pembentukan kalus dan pembentukan kalus biasanya merupakan kelainan awal dari perjalanan kaki diabetik.
Paralisis otot kaki menyebabkan perubahan keseimbangan di sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan akan menimbulkan titik tekan baru pada telapak kaki sehingga terjadi kalus ditempat itu. Kalus (Callosity) merupakan hiperkeratosis berupa hiperplasia epidermis setempat akibat penekanan atau gesekan. V. MANIFESTASI KLINIS Secara sebagai
praktis
gambaran
klinik
kaki
diabetik
dapat
digolongkan
berikut :
Kaki neuropati Pada keadaan ini terjadi kerusakan saraf somatik, baik sensoris maupun motorik serta saraf otonom, tetapi sirkulasi masih utuh. Neuropati menghambat impul rangsangan dan memutus jaringan komunikasi dalam tubuh. Neuropati sensoris memberikan gejala berupa keluhan kaki kesemutan dan kurang rasa terutama di daerah ujung kaki. Neuropati motorik ditandai dengan kelemahan otot, atropi otot, mudah lelah, deformitas ibu jari dan sulit mengatur keseimbangan tubuh. Pada kaki neuropati kaki masih teraba hangat, denyut nadi teraba, reflek fisiologi menurun dan kulit jadi kering. Bila terjadi luka, sembuhnya lama. Kaki iskhemia Ditandai dengan berkurangnya suplai darah. Namun pada keadaan ini sudah ada kelainan neuropati pada berbagai stadium. Pasien mengeluh nyeri tungkai bila berdiri, berjalan atau saat melaksanakan aktivitas fisik lain. Kesakitan juga dapat terjadi pada arkus pedis saat istirahat atau malam hari.
Pada pemeriksaan terlihat
perobahan warna kulit jadi pucat, tipis dan berkilat atau warna kebiruan. Kaki teraba dingin dan nadi poplitea atau tibialis posterior sulit di raba. Dapat ditemukan ulkus akibat tekanan lokal. Ulkusnya sukar sembuh dan akhirnya menjadi ganggren. Berdasarkan berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetik menurut Wagner di bagi atas 6 derajat, yaitu: - Derajat 0 : Kulit utuh tapi kelainan bentuk kaki akibat neuropati. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon / tulang. Derajat III : Ulkus dengan atau tanpa osteomielitis. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan / tanpa selulitis. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau bagian tungkai bawah.
VI. KLASIFIKASI Menurut berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetik dibagi dalam enam derajat menurut Wagner, yaitu:
Tabel 1. sistem klasifikasi kaki diabetik, Wagner.
Tabel. sistem klasifikasi kaki diabetik, modifikasi Brodsky
VII. DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dengan penentuan tipe angiopati dan neuropati berupa kelainan mikroangiopati atau makroangiopati, sifat obstruksi, dan status vaskuler. Gangren diabetik akibat mikroangiopati disebut juga sebagai gangren panas karena walaupun terjadi nekrosis, daerah akral akan tampak tetap merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah. Bila sumbatan terjadi secara akut, emboli akan memberikan gejala klinis berupa 5P, yaitu Pain, Paleness, Paresthesia, Pulselessness dan Paralisis dan bila terjadi sumbatan secara kronis, akan timbul gambaran klinik menurut pola dari Fontaine, yaitu Pada stadium I; asimptomatis atau gejala tidak khas (semutan atau geringgingan), stadium II; terjadi klaudikasio intermiten, stadium III; timbul nyeri saat istirahat dan stadium IV; berupa manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus). VIII. PENATALAKSANAAN Berdasarkan pembagian berat ringannya lesi, maka tindakan pengobatan atau pembedahan dapat di tentukan sebagai berikut : 1.
Derajat 0 : Perawatan lokal secara khusus tidak ada
2.
Derajat I – IV : Pengelolaan medik dan tindakan bedah minor.
3.
Derajat V : Tindakan bedah minor, bila gagal di lanjutkan dengan tindakan bedah
mayor. Pengobatan kelainan kaki diabetik terdiri dari pengendalian diabetes dan penanganan terhadap kelainan kaki. A. Pengendalian Diabetes. Langkah awal penanganan pasien dengan kaki diabetik adalah dengan melakukan manajemen medis terhadap penyakit diabetes secara sistemik karena kebanyakan
pasien dengan kaki diabetik juga menderita malnutrisi, penyakit ginjal kronik, dan infeksi kronis. Diabetes mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik diabetes, salah satunya adalah terjadinya gangren diabetik. Jika kadar glukosa darah dapat selalu dikendalikan dengan baik, diharapkan semua komplikasi yang akan terjadi dapat dicegah, paling sedikit dihambat. Dalam mengelola diabetes mellitus langkah yang harus dilakukan adalah pengelolaan non farmakologis, berupa perencanaan makanan dan kegiatan jasmani. Baru kemudian kalau dengan langkah-langkah tersebut sasaran pengendalian diabetes yang ditentukan belum tercapai, dilanjut-kan dengan langkah berikutnya, yaitu dengan penggunaan obat atau pengelolaan farmakologis. Perencanaan makanan pada penderita diabetes mellitus masih tetap merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan diabetes mellitus, meskipun sudah sedemikian majunya riset dibidang pengobatan diabetes dengan ditemukannya berbagai jenis insulin dan obat oral yang mutakhir. Perencanaan makanan yang memenuhi standar untuk diabetes umumnya berdasarkan dua hal, yaitu; a). Tinggi karbohidrat, rendah lemak, tinggi serat, atau b). Tinggi karbohidrat, tinggi asam lemak tidak jenuh berikatan tunggal. Sarana pengendalian secara farmakologis pada penderita diabetes mellitus dapat berupa : a. Pemberian Obat Hipoglikemik Oral (OHO) :Golongan Sulfonylurea, Golongan Biguanid, Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase, Golongan Insulin Sensitizing b. Pemberian Insulin
Tabel 3. Jenis Obat Hipoglikemik Oral yang tersedia di Indonesia
B. Penanganan kelainan kaki 1) Strategi pencegahan Fokus utama penanganan kaki diabetik adalah pencegahan terhadap terjadinya luka. Strategi pencegahan meliputi edukasi kepada pasien, perawatan kulit, kuku dan kaki dan penggunaan alas kaki yang dapat melindungi. Pada penderita dengan risiko rendah diperbolehkan mengguna-kan sepatu, hanya saja sepatu yang digunakan tidak sempit atau sesak. Sepatu atau sandal dengan bantalan yang lembut dapat mengurangi risiko terjadinya kerusakan jaringan akibat tekanan langsung yang dapat memberi beban pada telapak kaki. Pada penderita diabetes mellitus dengan gangguan penglihatan sebaiknya memilih kaos kaki yang putih karena diharapkan kaos kaki putih dapat memperlihatkan adanya luka dengan mudah.
Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita diabetes mellitus adalah kuku-kuku harus dipotong secara transversal untuk mengurangi risiko terjadinya kuku yang tumbuh kedalam dan menusuk jaringan sekitar. Edukasi tentang pentingnya perawatan kulit, kuku dan kaki serta penggunaan alas kaki yang dapat melindungi dapat dilakukan saat penderita datang untuk kontrol.
Kaidah pencegahan kaki diabetik, yaitu; - Setiap infeksi meskipun kecil merupakan masalah penting sehingga menuntut perhatian penuh - Penderita dan keluarganya harus sadar akan penyulit berat pada tungkai - Kaki harus dibersihkan secara teliti dan dikeringkan dengan handuk kering setiap kali mandi - Kaki harus diinspeksi setiap hari termasuk telapaknya; dapat dengan menggunakan cermin - Kaki harus dilindungi dari kedinginan; pakai kaus kaki - Kaki harus dilindungi dari kepanasan,batu atau pasir panas dan api
- Sepatu harus diperiksa setiap hari - Sepatu harus cukup lebar dan pas - Dianjurkan memakai kaus kaki setiap saat - Kaus kaki harus cocok dan dikenakan secara teliti tanpa lipatan - Alas kaki tanpa pegangan, pita atau tali antara jari - Kuku dipotong secara lurus - Berhenti merokok 2) Penanganan ulkus Di klinik dibedakan 2 bentuk ulkus diabetik pada kaki, yaitu kaki neuropati dan kaki neuro-iskemik. Tabel . Jenis ulkus diabetik
Ulkus pada kaki neuropati biasanya terjadi pada kalus yang tidak terawat dengan baik. Kalus ini terbentuk karena rangsangan dari luar pada ujung jari atau penekanan oleh ujung tulang. Nekrosis terjadi dibawah kalus yang kemudian membentuk rongga berisi cairan serous dan bila pecah akan terjadi luka yang sering diikuti oleh infeksi sekunder. Penanganan ulkus diabetik dapat dilakukan dalam beberapa tingkatan, yaitu;
IX. PROGNOSIS Menurut penelitian pada penderita kaki diabetik yang telah dilakukan amputasi transtibial, dalam kurun waktu 2 tahun terdapat 36% penderita meninggal. Prognosis penderita kaki diabetik sangat tergantung dari usia karena semakin tua usia penderita diabetes mellitus semakin mudah untuk mendapatkan masalah yang serius pada kaki dan tungkainya, lamanya menderita diabetes mellitus, adanya infeksi yang berat, derajat kualitas sirkulasi, dan keterampilan dari tenaga medis atau paramedis.
DAFTAR PUSTAKA
Andersson, Bruce Carl, Dorsal Ganglion in Office Orthopedics for Primary Care: Treatment 3rd edition, Saunders Elsevier, Philadelphia, 2006. Arnold HL, Odom RB, James WD. Andrew’s Disieases of the Skin, Clinical Dermatology 8th. Philadelphia, London, Toronto: WB saunders Co.1990. Azwar, B. Clavus. http://www.suaradokter.com/2009/01/clavus/. Akses tanggal 28 Desember 2009. Canale S. Terry (Ed.), Tumors of Synovial Tissue in Campbell’s Operative Orthopaedics Volume One, 10th edition, Mosby, Toronto, 2003. Carr, Andrew J & William Hamilton, Hand and Wrist in Orthopaedics in Primary Care 2nd edition, Elsevier, London, 2005. Carter A. Michael, Anatomi Tulang dan Sendi dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, editor Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson, EGC, Jakarta, 1995. Concheiro J, Loureiro M, González-Vilas D, et al. 2009. Erysipelas and cellulitis: a retrospective study of 122 cases. 100(10): 888-988 Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2008 Eaglestein WH, AndrophyE. Erisipelas. In Current Dermatology Therapy Stuard Eaton Charles, Ganglion Cysts in www.e-hand.com accessed on June 21, 2007. Eron LJ. 2008. Cellulitis and Soft-Tissue Infections. American College of Physicians. Fitzpatrick, Thomas B. Dermatology in General Medicine, seventh edition. New York: McGrawHill: 2008
Healthline,
Connect
To
A
Better
Health,
2007.
http://www.barnesjewish.org/healthinfo/content.asp?pageid=P01110 Herchline TE. 2011. Cellulitis. Wright State University, Ohio, United State of America. Hochwald Neal L & Green Steven M in Tumors, Spivak Jeffrey M ed. et al in Orthopaedics A Study Guide, McGraw-Hill, New York, 2002. Isselbacher, Baraundwald, Wilson, Harrisons Principles of internal medicine, International edition, Mcgraw Hill Book Co.,Singapore,1994. Juan Barret. Clinical Review: Burns Reconstruction, BMJ 329 : pp : 274-276, July 31 2004. http://www.arabmedmag.com/issue-31-08-2004/dermatology/main01.htm Kertowigno S. 2011. 10 Besar Kelompok Penyakit Kulit. Unsri press, Palembang, Indonesia, hal: 146-149 Kouris George J, Ganglion Cyst in www.emedicine.com accessed on June 21, 2007. Loretta Davis, MD, Professor. Erysipelas. Department of Internal Medicine, Division of
Dermatology,
Medical
College
of
Georgia.
Available
at:
http://emedicine.medscape.com /article/10 52445 -overview. Diakses pada tanggal 11 januari 2010. Manju Saraswat, M. Radhakrishnan., Burns Contacture of Neck: Two Case Reports of Difficult Intubation. The Internet Journals of Anesthesiology. Vol 5 No. 3. 2006. Morris, AD. 2008. Cellulitis and erysipelas. University Hospital of Wales, Cardiff, UK. 1708 Moschella SL, Hurley HJ Dermatology, Vol. 1, 2nd ed. Philadelphia: Saunders Co, 1985 : 61819. Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 Pandaleke,
HEJ.
Erisipelas
dan
selulitis.
Fakultas
kedokteran
Samratulangi; Manado. Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997
Universitas
Schwartz S. I., 1994., Principle of Surgery, Sixth Edition. Mc. Grew-Hill, Inc, USA. pp : 289-90. Sjamsuhidayat R, De Jong WD : Buku ajar ilmu bedah, EGC; Jakarta, 1997 Staf Pengajar Bagian Bedah FK UI, Vaskuler, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara Jakarta, 1995; hal: 241-330. Swartz MN. 2004. Cellulitis. New England Journal of Medicine. 350:904- McNamara DR, Tleyjeh IM, Berbari EF, et al. 2007. Incidence of lower extremity cellulitis: a population based stud in Olmsted county, Minnesota. 82(7):817-21 Yasta. All about mata ikan (clavus). http://yuni23.blogspot.com/2008/07/allabout-mata-ikan-clavus.html. Akses tanggal 28 Desember 2009. Wolff K, Johnson RA, Fitspatricks: color atlas and synopsis of clinically dermatology. New York: McGrawHill. 2008