Referat Pcp.pdf

  • Uploaded by: Linda Pratiwi Sulaeman
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Pcp.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 3,154
  • Pages: 21
REFERAT PNEUMOCYSTIS CARINII/JIROVECI PNEUMONIA (PCP)

Disusun oleh: Linda Pratiwi Sulaeman 1111103000035 Pembimbing: Dr. dr. Debbie Latupeirissa, SpA (K) MODUL KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017

1

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim. Assalamu’alaikum Wr.Wb. Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehinggamakalah referat dengan judul “Pneumocystis Carinii/Jiroveci Pneumonia (PCP)” ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa kita junjungkan kehadirat Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya, Terima kasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan kepada Dr. dr. Debbie Latupeirissa, SpA (K), selaku pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan saya dalam menyusun referat ini. Saya menyadari makalah referat saya ini ini masih jauh dari kesempurnaan. Saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak agar terdapat perbaikan di masa yang akan datang. Semoga makalah referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi saya dan rekan-rekan mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan kepaniteraan klinik. Wassalamualaikum Wr.Wb.

Jakarta, Maret 2017

Penyusun

2

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

………………………………………………………………

2

Daftar Isi

………………………………………………………………

3

BAB I Pendahuluan ………………………………………………………………

4

………………………………………………………

5

BAB II Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi Pneumocystis Carinii Pneumonia (PCP)…………………………..……

5

2.2 Etiologi

………………………………………………………………

5

2.3 Epidemiologi

………………………………………………………………

6

2.4 Manifestasi klinis ………………………………………………………………

8

………………………………………………

8

………………………………………………………………

9

2.5 Patogenesis dan Patofisiologi 2.6 Diagnosis

2.7 Langkah Preventif ………………………………………………………………

10

2.8 Tatalaksana

………………………………………………………………

10

2.9 Prognosis

………………………………………………………………

11

BAB III Kesimpulan ………………………………………………………………

12

………………………………………………………………

13

Daftar Pustaka

3

BAB I PENDAHULUAN

Pneumocystis Pneumonia (PCP) adalah salah satu penyakit infeksi oportunistik yang disebabkan oleh Pneumocystis Jiroveci (dulu dikenal dengan nama Pneumocystis Carinii).1 Infeksi ini terjadi pada pasien yang menderita gangguan system imun (immunocompromise), atau mendapat terapi imunosupresi dalam jangka waktu lama.1,2 PCP merupakan salah satu penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada bayi-bayi yang terinfeksi HIV.3 di Afrika, Sekitar 29-67% dari kematian yang disebabkan oleh gangguan system pernapasan berkaitan dengan PCP, dan prevalensi PCP pada anak-anak yang terinfeksi HIV dan belum mendapat ARV sebanyak 20-49%.4,5 Insiden tertinggi dari PCP pada anak yang terinfeksi HIV adalah saat 1 tahun pertama kehidupan, dengan puncak insiden pada usia 3 – 6 bulan.6 PCP disebabkan oleh jamur Pneumocystis Jiroveci (Pneumocystis Carinii yang ditemukan pada manusia) yang berasal dari family jamur ascomycetous.7 P. Jiroveci memiliki 2 bentuk yang memiliki peran penting dalam infeksi PCP, yaitu bentuk tropozoit (siklus aseksual) dan bentuk kista (seksual). Akhir dari siklus P.Jiroveci adalah dengan terbentuknya kista-kista yang baru.8 Pada PCP terdapat dua gambaran klinis. Gambaran klinis yang pertama adalah tipe infantile dominan yang dijumpai pada bayi dengan kondisi lemah dan bayi premature. Gambaran klinis mulai muncu, pada usia 3-6 bulan. Awalnya gejala tidak spesifik, seperti minum dan aktifitas menurun. Lalu umumnya terjadi takipneu dan sering terdengar ronkhi pada pemeriksaan fisik. Gejala akan memberat dalam 1-2 minggu, namun keluhan demam dan batuk jarang ditemukan. Gambaran klinis yang kedua adalah pada anak dengan status imunosupresi. Awitan akan terjadi tiba-tiba dan demam umumnya akan terjadi. Gejala lainnya berupa batuk, tampak biru, dan diare. Kedua gambaran klinis akan bersifat fatal jika tidak segera diterapi.9

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Pneumocystis Pneumonia (PCP) adalah salah satu penyakit infeksi oportunistik

yang disebabkan oleh Pneumocystis Jiroveci (dulu dikenal dengan

nama Pneumocystis Carinii).1 Infeksi ini terjadi pada pasien yang menderita gangguan system imun (immunocompromise), atau mendapat terapi imunosupresi dalam jangka waktu lama.1,2

2.2

Etiologi PCP disebabkan oleh jamur Pneumocystis Jiroveci (Pneumocystis Carinii yang ditemukan pada manusia) yang berasal dari family jamur ascomycetous.7 Secara umum, P. Jiroveci memiliki empat bentuk, yaitu trofozoit, kista, prekista, dan sporozoit (juga disebut dengan badan intrakistik). Trofozoit berbentuk pleomorfik, yang memiliki ukuran 2-4 µm. Trofozoit memiliki struktur uniseluler dengan dinding sel dengan jumlah nucleus 2 atau lebih.10 Kista merupakan bentuk diagnostic dari P. Jiroveci dan dapat dicari dengan metode pewarnaan Giemsa, Papanicolau, Grocott methenamine dan imunositokimia.10 Kista yang didapat ada yang kosong ataupun mengandung sporozoit. Kista yang mengandung sporozoit akan terdapat titik-titik hitam ditengah dan memiliki struktur sferis dengan 3 lapir, yaitu plasmalemma dalam, lapisan tengah dengan electron lucent, dan lapisan luar yang padat dengan electron. Satu kista P.Jiroveci dapat mengandung sampai 8 sporozoit.10

5

Gambar 2.1 Kista P.Jiroveci terlihat dengan pewarnaan Grocott methenamine.10 Organisme P.Jiroveci memiliki sifat yang khas yaitu pneumositis yang menginfeksi hewan tidak dapat menginfeksi manusia, namun jika ditularkan pada hewan sejenis akan meningkatkan virulensi.10

2.3

Epidemiologi Pneumocystis Jiroveci sebenarnya telah menginfeksi hampir seluruh manusia, terutama pada masa awal kehidupan. Pada usia 2 – 4 tahun, lebih dari 80% anak hampir di seluruh Negara memiliki antibody terhadap Pneumocystis.11 Bayi-bayi yang imunokompeten tidak akan merasakan gejala atau hanya terdapat gejala gangguan pernafasan ringan. PCP hanya terjadi pada pasien dengan immunocompromised.11 PCP merupakan salah satu penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada bayi-bayi yang terinfeksi HIV.3 di Afrika, Sekitar 29-67% dari kematian yang disebabkan oleh gangguan system pernapasan berkaitan dengan PCP, dan prevalensi PCP pada anak-anak yang terinfeksi HIV dan belum mendapat ART sebanyak 2049%.4,5 Insiden tertinggi dari PCP pada anak yang terinfeksi HIV adalah saat 1 tahun pertama kehidupan, dengan puncak insiden pada usia 3 – 6 bulan.6 Data yang didapat dari Centers for Disease Control and Prevention Pediatric Spectrumm of Disease Project mengindikasikan penurunan tingkat infeksi PCP dari 25 per 1000 anak yang terkena HIV di tahun 1994 menjadi 6 per 1000 anak yang terkena HIV di tahun 2001, dan menurun dengan pesat menjadi 0.5 kasus per 1000 anak terkena HIV pada periode 6

penggunaan ART.12 Walaupun HAART menurunkan angka insiden PCP pada anak, HAART tidak mengeliminasi penyakit tersebut, hal ini terjadi karena kegagalan deteksi Ibu hamil yang terinfeksi HIV. Sebuah penelitian di Inggris mendapatkan 83 dari 531 bayi yang terinfeksi HIV saat perinatal terinfeksi PCP. 79% dari bayi yang terinfeksi itu berasal dari Ibu yang belum terdiagnosis HIV saat kehamilan.HAART hanya memiliki efek yang kecil pada insiden penyakit di populasi tersebut dan membuktikan bahwa screening ibu hamil sangat penting untuk pencegahan penyakit.21

Gambar 2.2 Tingkat infeksi oportunistik per 1000 anak yang terinfeksi HIV tahun 1994-2001.12 Kejadian PCP pada bayi tidak berhubungan dengan nilai CD4+ cell count layaknya pada orang dewasa, walaupun pada bayi kejadian PCP berhubungan dengan persentasi CD4+ pada anak kurang dari satu tahun yang terkena PCP.12 Cara transmisi P.Jiroveci pada bayi dan anak yang terkena HIV belum diketahui secara jelas, tetapi kemungkinan yang terbesar adalah transmisi manusia-kemanusia lewat udara. Transmisi intrauterine dianggap langka terjadi, namun pada satu

7

penelitian, didapatkan 1 dari 8 bayi baru lahir dari wanita yang menderita AIDS dan PCP saat kehamilan memiliki infeksi PCP.13,14

2.4

Manifestasi Klinis Terdapat dua gambaran gejala klinis dari PCP. Gambaran klinis yang pertama adalah tipe infantile dominan yang dijumpai pada bayi dengan kondisi lemah dan bayi prematur. Gambaran klinis mulai muncul pada usia 3-6 bulan. Awalnya gejala tidak spesifik, seperti minum dan aktifitas menurun. Lalu umumnya terjadi takipneu dan sering terdengar ronkhi pada pemeriksaan fisik. Gejala akan memberat dalam 1-2 minggu, ditandai dengan takipneu, nafas cuping hidung, retraksi sterna dan tampak sianosis, namun keluhan demam dan batuk jarang ditemukan. Jika tidak diobati maka 25-50% pasien akan meninggal. Gambaran klinis yang kedua adalah pada anak dengan status imunosupresi. Awitan akan terjadi tiba-tiba dan demam umumnya akan terjadi. Gejala lainnya berupa batuk, tampak biru (sianosis), nafas cuping hidung, dan diare. Gejala ini bersifat progresif dan sering berakhir dengan kematian. Kedua gambaran klinis akan bersifat fatal jika tidak segera diterapi.9 Pada sebagian pasien mungkin tidak terdapat keluhan demam, namun hampir seluruh pasien akan mengalami takipneu saat PCP dapat dilihat pada radiologi thoraks. Biasanya pada pemeriksaan fisik akan didapatkan rales dikedua lapang paru pada pasien PCP yang mengalami gangguan pernapasan dan hipoksia.9 Pada anak dengan AIDS, keadaan lain sering timbul mendahului timbulnya PCP, diantaranya adalah gagal tumbuh (70%), kandidiasis mukosa mulut (67%), kelainan neurologis (52%), diare (7%) dan pneumonia cytomegalovirus (4%).1,9 pada pasien PCP tanpa adanya AIDS umumnya ditandai dengan sesak nafas, awitan tidak jelas (kemungkinan berkaitan dengan dosis imunosupresan.9 Gambaran radiologis yang umumnya didapatkan pada pasien PCP adalah infiltrate intersisial parahiler bilateral, yang menjadi lebih homogen dan difus seiring berjalannya penyakit. Gambaran lain yang dapat terlihat adalah adanya nodul soliter atau multiple, infiltrate pada lobus atas, terdapatnya pneumatokel atau bahkan pneumotoraks. Jika gambaran foto thoraks didapat dalam batas normal, maka pada CT-scan dapat terlihat bayangan ground glass atau lesi kistik.1,15 8

Gambar 2.3 Gambaran radiologi Foto Thoraks pada Pneumocystis Pneumonia.16 Pada pemeriksaan laboratorium tidak ada penemuan yang khas pada penyakit ini dan umumnya menggambarkan keadaan penyakit dasar. Kadar LDH serum biasanya meningkat akibat dari kerusakan paru. Pada analisa gas darah dijumpai PaO2 dapat mencapai kurang dari 70mmHg pada kasus PCP yang berat.17

2.5

Patogenesis dan Patofisiologi Jamur P. jiroveci adalah organism yang jarang menyebabkan penyakit pada individu dengan limfosit T normal. Infeksi terjadi pada individu dengan defek pada sistem imunitas. Port de entry P. jiroveci masuk lewat cara inhalasi, menetap di alveolus dan kemudian hidup di lapisan surfaktan permukaan alveolus tipe I. Saat terjadi gangguan system imun P.jiroveci mengalami reaktivasi dan bertambah jumlahnya sehingga mengisi alveolus.18 Pada gambaran patologi anatomi akan didapatkan alveolus terisi oleh sel-sel epitel alveolus yang berdeskuamasi, monosit, kista dan cairan.19

9

Gambar 2.4 Siklus hidup Pneumocystis Jiroveci.19 Respon imun pada infeksi P. Jiroveci melibatkan interaksi antara limfosit CD4+, makrofag alveolar, dan neutrofil. Makrofag alveolar berperan untuk fagositosis organism yang masuk ke dalam alveolus. Setelah di fagositosis oleh makrofag, organism dimasukkan ke dalam fagolisososm dan akhirnya dihancurkan.15 Fungsi makrofag terganggu pada pasien dengan HIV/AIDS atau pada penyakit immunocompromise lainnya. Pada penelitian didapatkan binatang dengan penurunan makrofag, resolusi P. jiroveci akan terganggu.15 Penurunan jumlah CD4+ di bawah 200 sel/mm3 akan meningkatkan terjadinya infeksi P.Jiroveci. Sel CD4+ memiliki peran sebagai sel memori untuk menumbuhkan respon inflamasi pada pejamu dengan cara mengaktivasi sel-sel imun efektor, seperti monosit dan makrofag.15 Mediator proinflamasi TNF alfa dan IL-1 yang dilepaskan makrofag diduga memegang peran penting dalam mengenali respon imun yang dimediasi oleh sel T CD4+. Sel CD4+ berproliferasi sebagai respon terhadap antigen P. jiroveci dan kemudian melepaskan sitokin limfotaktin dan interferon gamma. Limfotaktin berperan agar menarik sel-sel limfosit ke area infeksi. Interferon gamma berfungsi untuk merangsang makrofag melepaskan TNF alfa, superoksida yang berperan dalam menghancurkan p. jiroveci.15

10

Gambar 2.5 Patogenesis Pneumocystis jiroveci.18 2.6

Diagnosis Kebanyakan anak dengan penyakit PCP memiliki keadaan hipoksia dengan PaO2 rendah (<70mmHg) . presentase CD4+ sering berada pada level dibawah 15%, dan pada anak usia 6 tahun keatas CD4+ counts biasanya dibawah 200 sel/mm3. Pada pemeriksaan radiologi umumnya didapatkan infiltrate difuse parenkim bilateral dengan gambaran ground glass.20 Menginduksi sputum untuk analisa sputum dengan inhalasi nebulizer NaCl 3% akan sulit pada anak berusia dibawah 2 tahun karena kecilnya jalan nafas dan rendahnya kemampuan untuk memproduksi sputum. Bila terdapat aspirasi nasogastrik dan positif saat analisa dapat dijadikan sebagai penegak diagnosis. P. jiroveci ditemukan pada 48% aspirasi nasogastrik anak dengan infeksi HIV.20

11

Gambar 2.6. Algoritma diagnosis Pneumocystis Pneumonia.21 Bronkoskopi

dengan

pencucian

bronkoalveolar

merupakan

prosedur

diagnostic pilihan pada bayi dan anak. Sensitifitas cara ini berkisar 55 sampai 97% dan hasilnya akan terlihat kurang lebih 72 jam setelah perlakuan.20 Bronkoskopi Fiberoptik dengan biopsy trans-bronkial hanya dilakukan jika pencucian bronkoalveolar memunculkan hasil negatif. Sensitifitas Bronkoskopi Fiberoptik berkisar 87% sampai 95%, dan kista dapat diidentifikasi sampai 10 hari setelah terapi awal. Komplikasi dari tindakan ini adalah pneumotoraks dan perdarahan, prosedur ini dikontraindikasikan pada anak dengan trombositopenia.20 Ko-infeksi dengan organism lain seperti cytomegalovirus (CMV) atau pneumococcus telah banyak dilaporkan pada anak yang terinfeksi HIV. Anak-anak dengan infeksi ganda akan memiliki keadaan klinis yang lebih buruk.20

12

Gambaran klinis PCP sangat bervariasi tergantung dengan status imun pasien. Diagnosis banding PCP adalah influenza, infeksi virus RSV, cytomegalovirus, adenovirus, dan pneumonia bakteri.9

Tabel 2.1 Gambaran radiologi paru sesuai organisme penyebab pada pasien dengan gangguan imun.9 2.7

Langkah Preventif Kemoprofilaksis merupakan langkah yang sangat efektif dalam preventif PCP. Kriteria penggunaan kemoprofilaksis tergantung pada usia dan persentase CD4+ pasien. Profilaksis direkomendasikan untuk semua anak yang terinfeksi HIV berusia ≥ 6 tahun yang memiliki CD4+ count < 200 sel/mm3 atau persentase CD4< 15%. Untuk anak usia 1 sampai < 6 tahun direkomendasikan pemberian profilaksis dengan CD4 count < 500 sel/mm3 atau persentase CD4< 15%. Kemoprofilaksis direkomendasikan pada bayi berusia < 12 bulan tanpa memandang persentase CD4.20 Bayi baru lahir pada ibu yang terinfeksi HIV direkomendasikan pemberian kemofilaksis pada awal usia 4 sampai 6 minggu. Bayi yang terinfeksi HIV harus diberikan profilaksis sampai usia 1 tahun. Setelah usia 1 tahun, pasien harus diases kembali kembali sesuai dengan batas jumlah CD4 sesuai dengan usianya. Profilaksis tidak direkomendasikan pada bayi yang dapat dipastikan atau masuk dalam kriteria tidak terinfeksi HIV.20,22

13

TMP-SMX (cotrimoxazole) merupakan obat pilihan untuk profilaksis PCP karena efikasi yang tinggi, realtif aman dan merupakan merupakan antimikroba spectrum luas. Dosis yang direkomendasikan adalah TMP 150mg/m2/hari luas permukaan tubuh dan SMX 750mg/m2/hari luas permukaan tubuh. Dosis maksimal profilaksis tidak boleh melebihi TMP 320mg dan SMX 1600mg per hari. Pada pasien dengan gangguan ginjal, direkomendasikan untuk menurunkan dosis.20,23

Tabel 2.2 Rekomendasi Dosis untuk Profilaksis Pneumocystis Pneumonia.20

14

Pada pasien yang intoleran dengan TMP-SMX, dapat diberikan dapsone setiap hari dengan dosis 2mg/kgBB/hari atau 4mg/kgBB/hari per oral. Sebanyak 2/3 pasien yang intoleran terhadap TMP-SMX secara efektif dapat diberikan dapsone.20 Profilaksis juga diberikan pada kasus sindrom defisiensi imun berat, mendapat transplantasi organ, atau yang mendapat terapi imunosupresif untuk penyakit kanker. Penelitian mendapatkan bahwa pemberian steroid yang setara dengan 16mg prednisone atau lebih selama periode 8 bulan pada kasus tanpa AIDS memiliki resiko signifikasn mendapatkan PCP.1,20 Profilaksis primer PCP direkomendasikan untuk dihentikan pada anak dengan infeksi HIV ketika setelah mendapatkan cART lebih atau selama 6 bulan, persentasi CD4 ≥ 15% atau CD4 count ≥ 200 sel/mm3 pada anak usia 6 tahun keatas, dan persentasi CD4 ≥ 15% atau CD4 count ≥ 500 sel/mm3 pada anak 1 sampai kurang dari 6 tahun selama lebih dari 3 bulan berturut-turut.20 Persentasi CD4 dan CD4 count harus dieveluasi kembali setidaknya setiap 3 bulan sekali dan profilaksis dilakukan kembali jika criteria untuk profilaksis didapatkan. Profilaksis PCP tidak boleh dihentikan pada bayi < 1 tahun.20

15

2.8

Tatalaksana Tatalaksana kasus PCP terdiri dari tatalaksana umum dan spesifik. Tatalaksana umum merupakan pemberian oksigen dan makanan. Oksigen diberikan untuk menjaga tekanan oksigen arteri (PaO2) di atas 70mmHg. Ventilator dapat dipasangkan bila PaO2 kurang dari 60mmHg. Pemberian bronkodilator dapat dicoba walau tidak memberikan hasil signifikan. Pasien harus dirawat dalam kamar terisolasi.1,9 Penanganan

spesifik

yaitu

berupa

Trimetoprim-sulfametoksasol

yang

merupakan terapi paling efektif untuk PCP. Cara kerja trimetoprim belum diketahui secara pasti, sedangkan sulfametoksasol dapat menghambat sintesis

folat dalam

pembentukkan enzim dihydropteroate synthase (DHPS).16 Dosis TMP-SMX dalam terapi PCP pada bayi > 2 bulan yaitu TMP 3.75 sampai 5mg/kgBB/kali dan SMX 19 sampai 25mg/kgBB/kali diadministrasikan intravena setiap 6 jam, dengan setiap dosis iv selama 1 jam selama 21 hari.20 Pentamidine isethonate intravena 4mg/kgBB sekali sehari direkomendasikan untuk pasien yang intoleran terhadap TMP-SMX atau yang menunjukkan kegagalan terapi setelah 5-7 hari setelah mulai terapi TMP-SMX.20

16

Tabel 2.3. Dosis rekomendasi terapi spesifik untuk Pneumocystis Pneumonia.20

17

2.9

Prognosis Angka kematian masih tinggi pada kasus gangguan sistem imun yang terlambat mendapat terapi,kematian terjadi dalam 3-4 minggu setelah awitan penyakit. Dengan perbaikan manajemen penanganan, terjadi penurunan angka kematian sampai 15% pada kasus terinfeksi HIV.1,17

18

BAB III KESIMPULAN

Pneumocystis Pneumonia (PCP) adalah salah satu penyakit infeksi oportunistik yang disebabkan oleh Pneumocystis Jiroveci (dulu dikenal dengan nama Pneumocystis Carinii). Infeksi ini terjadi pada pasien yang menderita gangguan system imun (immunocompromise), atau mendapat terapi imunosupresi dalam jangka waktu lama.

5

Insiden tertinggi dari PCP pada anak yang terinfeksi HIV adalah saat 1 tahun pertama kehidupan, dengan puncak insiden pada usia 3 – 6 bulan. Kebanyakan anak dengan penyakit PCP memiliki keadaan hipoksia dengan PaO2 rendah (<70mmHg) . presentase CD4+ sering berada pada level dibawah 15%, dan pada anak usia 6 tahun keatas CD4+ counts biasanya dibawah 200 sel/mm3. Tatalaksana kasus PCP terdiri dari tatalaksana umum dan spesifik. Tatalaksana umum merupakan pemberian oksigen dan makanan. Penanganan spesifik yaitu berupa Trimetoprimsulfametoksasol yang merupakan terapi paling efektif untuk PCP.

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Gustawan, I Wayan; dkk. Pneumonia Pneumosistis. Sari Pediatri 9(5). Jakarta: IDAI. 2008 2. Hughes WT. Pneumocystis carinii. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders; 2004. h. 1154-5. 3. Morrow BM, Hsaio NY, Zampoli M, Whitelaw A, Zar HJ: Pneumocystis Pneumonia in South African Children With and Without Human Immunodeficiency Virus Infection in the Era of Highly Active Antiretroviral Therapy. Pediatr Infect Dis J 2010, 29:535–539. 4. Zar HJ, Dechaboon A, Hanslo D, Apolles P, Magnus KG, Hussey G: Pneumocystis carinii pneumonia in South African children infected with human immunodeficiency virus. Pediatr Infect Dis J 2000, 19:603–607. 5. Ruffini DD, Madhi SA: The high burden of Pneumocystis carinii pneumonia in African HIV-1-infected children hospitalized for severe pneumonia. AIDS 2002, 16:105–112. 6. Williams AJ, Duong T, McNally LM, et al. Pneumocystis carinii pneumonia and cytomegalovirus infection in children with vertically acquired HIV infection. AIDS. 2001;15(3):335-339. 7. Stringer JR, Beard CB, Miller RF, Wakefield AE. A new name (Pneumocystis jiroveci) for pneumocystis from humans. Emerg Infect Dis 2002; 8:891-6. 8. Brooks GF, Butel JS, Morse, SA. Medical microbiology. Edisi ke-23. Boston: McGraw Hill; 2004. h. 650-1. 9. Hughes WT. Pneumocystis carinii pneumonitis. Dalam: Chernick V, Boat TF, Kendig EL, penyunting. Kendig’s disorders ot the respiratory tract in children. Edisi ke 6. Philadelphia: Saunders; 1998. h. 503-11. 10. Wazir, Javed F; Ansari, Naseem A. Pneumocystis Carinii Infection. Arch Pathol Lab Med Vol 128. Bahrain:Arabian Gulf University. 2004. 11. Vargas SL, Hughes WT, Santolaya ME, et al. Search for primary infection by Pneumocystis carinii in a cohort of normal, healthy infants. Clin Infect Dis. Mar 15 2001;32(6):855-861.

20

12. Morris A, Lundgren JD, Masur H, et al. Current epidemiology of Pneumocystis pneumonia. Emerg Infect Dis. Oct 2004;10(10):1713-1720. 13. Rabodonirina M, Vanhems P, Couray-Targe S, et al. Molecular evidence of interhuman transmission of Pneumocystis pneumonia among renal transplant recipients

hospitalized

with

HIV-infected

patients.

Emerg

Infect

Dis.

2004;10(10):1766-1773. 14. Mortier E, Pouchot J, Bossi P, Molinie V. Maternal-fetal transmission of Pneumocystis carinii in human immunodeficiency virus infection. N Engl J Med. Mar 23 1995;332(12):825. 15. Thomas CF, Limper AH. Pneumocystis pneumonia. New Engl J Med 2004; 350:2487-98. 16. Kovacs JA, Gill VJ, Meshnick S, Masur H. New insight into transmission, diagnosis, and drug treatment of pneumocystis carinii pneumonia. JAMA 2001; 286:2450-60. 17. Hay WW, Levin MJ, Hayward AR, Sondheimer JM. Current pediatric diagnosis & treatment. Edisi ke-16. Boston: McGraw Hill; 2003. h. 1249-51. 18. Ryan KJ. Pneumocystis carinii. Dalam: Ryan KJ, Ray CG, penyunting. Medical microbiology. Edisi ke-4. New York: McGraw Hill; 2004. h. 685-9. 19. Collier L, Balows A, Sussman M. Topley and Wilson’s microbiology and microbial Infections. Edisi ke-9. New York: Arnold Publishing; 1998. h. 674 20. AIDS Info. Guidelines for the Prevention and Treatment of Opportunistic infections in

HIV-Exposed

and

HIV-Infected

Children.

2013.

Available

at:

http://aidsinfo.nih.gov/guidelines 21. Singh, Nina; Swindells Susan; Shafer, Robert W. HIV Clinical Manual. Esun Technologies. USA: 2003. 22. Panel on Antiretroviral Therapy and Medical Management of HIV-Infected Children. Guidelines for the Use of Antiretroviral Agents in Pediatric HIV Infection. August 11, 2011;

pp

1-268.

Available

at

http://aidsinfo.nih.gov/ContentFiles/PediatricGuidelines.pdf. 2011 23. Hughes WT, Kuhn S, Chaudhary S, et al. Successful chemoprophylaxis for Pneumocystis carinii pneumonitis. N Engl J Med. Dec 29 1977;297(26):1419-1426. Available at http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/412099.

21

Related Documents

Referat
May 2020 53
Referat Skizoid.docx
April 2020 17
Referat Carotid.docx
November 2019 20
Referat Faringitis.pptx
December 2019 28
Referat Cont.docx
December 2019 26
Referat Hnp.docx
June 2020 17

More Documents from "Nalda Nalda"