LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa : Nama
: Ridha Suryanti Muslimah, S.Ked
NIM
: 10542 0503 13
Judul Referat
: Anemia dalam kehamilan
Telah menyelesaikan tugas tersebut dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar. Makassar, April 2019
Pembimbing,
dr.Hj. A. Fatimah Arsyad, Sp.OG.(K)
1
KATA PENGANTAR Assalamu Alaikum Wr. Wb. Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayah, kesehatan dan kesempatan-Nya sehingga laporan kasus dengan judul “ANEMIA DALAM KEHAMILAN” ini dapat terselesaikan. Salam dan shalawat senantiasa tercurah kepada baginda Rasulullah SAW, sang pembelajar sejati yang memberikan pedoman hidup yang sesungguhnya. Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing dr.Hj. A. Fatimah Arsyad, Sp.OG.(K) yang telah memberikan petunjuk, arahan dan nasehat yang sangat berharga dalam penyusunan sampai dengan selesainya laporan kasus ini. Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan dalam penyusunan referat ini, baik dari isi maupun penulisannya. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak senantiasa penulis harapkan demi penyempurnaan referat ini. Demikian, semoga referat ini bermanfaat bagi pembaca secara umum dan penulis secara khususnya. Billahi Fi Sabilill Haq Fastabiqul Khaerat Wassalamu Alaikum WR.WB.
Makassar, April 2019 Penulis
2
BAB I PENDAHULUAN Anemia adalah salah satu gangguan medis yang paling sering ditemui selama masa kehamilan. Di negara berkembang hal itu menjadi penyebab serius, selain banyak efek samping lainnya pada ibu dan janin yang dapat berkontribusi sangat tinggi kematian pada ibu. Diperkirakan secara global dua miliar orang menderita anemia atau kekurangan zat besi.1 Anemia adalah suatu kondisi dimana konsentrasi hemoglobin (Hb) di sirkulasi rendah. Menurut WHO untuk diagnosis anemia pada kehamilan adalah konsentrasi Hb kurang dari 11 g / dl (7,45 mmoL / L) dan hematokrit kurang dari 33%.1 Sebagian besar perempuan mengalami anemia selama kehamilan, baik di Negara maju maupun berkembang. Badan kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa 35-75% ibu hamil di negara berkembang dan 18% ibu hamil di Negara maju mengalami anemia. Namun, banyak diantara mereka yang telah menderita anemia pada saat konsepsi, dengan perkiraan prevalensi sebesar 43% pada perempuan yang tidak hamil di negara berkembang dan 12% di negara yang lebih maju. Berdasarkan data Riskesdas 2018, persentase ibu hamil yang mengalami anemia tersebut meningkat dibandingkan hasil Riskesdas tahun 2013 yaitu sebesar 37,1 persen. Dari data tahun 2018, jumlah ibu hamil yang mengalami anemia paling banyak pada usia 15-24 tahun sebesar 84,6 persen, usia 25-34 tahun sebesar 33,7 persen, usia 35-44 tahun sebesar 33,6 persen, dan usia 45-54 tahun sebesar 24 persen.1,3 Penyebab anemia tersering adalah defesiensi zat-zat nutrisi. Seringkali defesiensinya bersifat multiple dengan manifestasi klinik yang disertai infeksi, gizi buruk, atau kelaianan herediter seperti hemoglobinopati. Namun, penyebeb mendasar anemia nutrisional meliputi asupan yang tidak cukup, absorbsi yang tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang, kebutuhan yang berlebihan dan kurangnya 3
utilisasi nutrisi hemopoietik. Sekitrar 75% anemia dalam kehamilan disebabkam oleh defesisensi besi yang memperlihatkan gambaran eritrosit mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi. Penyebab tersering kedua adalah anemia megaloblastik yang dapat disebabkan oleh defesiensi vitamin B12. Penyebab anemia lainnya yang jarang ditemui antara lain adalah hemoglobinopati, proses inflamasi, toksitas zat kimia dan keganasan.3 Sebagian besar studi tentang efek anemia pada kehamilan, seperti Klebanoff dkk mempelajari lebih dari 27.000 wanita dan mendapatkan peningkatan ringan resiko persalinan kurang bulan pada anemia midtrimester. Ren dkk mendapatkan bahwa konsentrasi hemoglobin trisemester pertama yang rendah resiko berat lahir rendah, persalinan kurang bulan dan bayi kecil untuk usia kehamilan. Dalam sebuah poenelitian dari Tanzania, Kidanto dkk melaporkan bahwa insiden persalinan kurang bulan dan berat lahir rendah meningkat seiring dengan keparahan anemia. Namun, mereka tidak memperhitungkan penyebab-penyebab anemia, yang didiagnosis pada hamper 80 persen populasi obstetric mereka. Kadyrov dkk, menyajikan bukti bahwa anemia ibu mempengaruhi vaskularisasi plasenta dengan mengubah angiogenesis selama awal kehamilan.4 Suplementasi besi atau pemberian tablet besi adalah salah satu strategi pencegahan dan penanggulangan anemia gizi yang paling efektif meningkatkan kadar hemoglobin pada ibu hamil. Upaya ini telah direkomendasikan secara universal di negara-negara berkembang. Sejak tahun 1970-an, program program pemberian tablet telah di buktikan hasilnya di beberapa negara, dengan pemberian tablet Fe dapat menurunkan prevalensi anemia pada ibu hamil sebesar 20-25%. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 88 tahun 2014 menjelaskan program suplementasi tablet Fe untuk mengatasi kekurangan konsumsi zat besi, yaitu pemerintah membuat program suplemen tambah darah kepada setiap ibu hamil sebanyak 90 tablet selama kehamilan.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI Anemia adalah suatu kondisi dimana terdapat kekurangan sel darah merah atau hemoglobin. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mendefinisikan anemia sebagai kadar hemoglobin yang lebih rendah dari 11 g/dL pada akhir trimester pertama dan ketiga, dan kurang dari 10 g/dL pada trimester kedua.4 B. EPIDEMIOLOGI4 Sebagian besar perempuan mengalami anemia selama kehamilan, baik di negara maju maupun berkembang. Badan kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa 35-75% ibu hamil di negara berkembang dan 18% ibu hamil di negara maju mengalami anemia. Namun, banyak diantara mereka yang telah menderita anemia pada saat konsepsi, dengan perkiraan prevalensi sebesar 43% pada perempuan yang tidak hamil di Negara berkembang dan 12% di negara yang lebih maju. 8
Berdasarkan data Riskesdas 2018, persentase ibu hamil yang mengalami
anemia tersebut meningkat dibandingkan hasil Riskesdas tahun 2013 yaitu sebesar 37,1 persen. Dari data tahun 2018, jumlah ibu hamil yang mengalami anemia paling banyak pada usia 15-24 tahun sebesar 84,6 persen, usia 25-34 tahun sebesar 33,7 persen, usia 35-44 tahun sebesar 33,6 persen, dan usia 4554 tahun sebesar 24 persen. Adapun jumlah pasien hamil yang anemia di RSUD Syekh Yusuf Gowa pada bulan Februari yaitu 4 orang, 2 orang ibu hamil yang usianya di bawah 20 tahun, 1 orang ibu hamil usia 20 tahun dan 1 orang ibu hamil usia diatas 20 tahun.
5
NO NAMA
UMUR
PEKERJAAN
PARITAS
HB
1
Ny. R
23
IRT
G1P0A0
10,7 gr/dl
2
Ny. SM
19
IRT
G1P0A0
10,2 gr/dl
3
Ny.I
18
IRT
G2P1A0
10,6 gr/dl
4
Ny. DS
20
IRT
G2P1A0
10,1 gr/d;
C. ETIOLOGI > Fisiologis > Kekurangan zat besi adalah penyebab umum anemia pada kehamilan, baik di negara maju maupun berkembang. > Penyebab anemia lainnya termasuk anemia megaloblastik karena defesiensi vitamin B12 dan asam folat, thalassaemia, kehilangan darah, keadaan hemolitik (penyakit sel sabit, malaria dan pre-eklampsia), infeksi cacing dan keganasan yang mendasari dan penyakit kronis.2 D. PATOFISIOLOGI4 Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi eritropoetin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit) meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat hemodilusi. Eksapansi volume plasma merupakan penyebab anemia fisiologik pada kehamilan. Volume plasma yang terekspansi menurunkan hematokrit (Ht), konsentrasi hemoglobin darah (Hb) dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut Hb atau eritrosit dalam sirkulasi. Mekanisme yang mendasari perubahan ini belum jelas. Ada spekulasi bahwa anemia
6
fisiologik dalam kehamilan bertujuan menurunkan vaskositas darah maternal sehingga meningkatkan perfusi plasenta dan membantu penghantaran oksigen serta nutrisi ke janin. Ekspansi volume plasma dimulai pada minggu ke-6 kehamilan dan mencapai maksimum pada minggu ke-24 kehamilan, namun dapat terus meningkat sampai minggu ke-37. Volume plasma meningkat sebesar 45-65 % dimulai pada trimester II kehamilan dan mencapai maksimum pada bulan ke-9 yaitu meningkat sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali normal dalam tiga bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta yang menyebabkan peningkatan sekresi aldosteron. Volume plasma yang bertambah banyak ini menurunkan hematokrit, konsentrasi hemoglobin darah, dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut Hb atau eritrosit dalam sirkulasi. Penurunan hematokrit, konsentrasi hemoglobin, dan hitung eritrosit biasanya tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan dan terus menurun sampai minggu ke-16 hingga ke-22 ketika titik keseimbangan tercapai. Oleh sebab itu, apabila ekspansi volume plasma yang terus-menerus tidak diimbangi dengan peningkatan produksi
eritropoetin sehingga menurunkan kadar Hct,
konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas “normal”, timbullah anemia. Penyebeb mendasar anemia nutrisional meliputi asupan yang tidak cukup, absorbsi yang tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang, kebutuhan yang berlebihan dan kurangnya utilisasi nutrisi hemopoietik. Sekitrar 75% anemia dalam kehamilan disebabkam oleh defesisensi besi yang m,emperlihatkan gambaran eritrosit mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi. Penyebab tersering kedua adalah anemia megaloblastik yang dapat disebabkan oleh defesiensi vitamin B12. Penyebab anemia lainnya yang
7
jarang ditemui antara lain adalah hemoglobinopati, proses inflamasi, toksitas zat kimia dan keganasan. E. GEJALA KLINIS 5 Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan dari berkurangnya volume darah, berkurangnya
hemoglobin
dan
vasokonstriksi
untuk
memaksimalkan
pengiriman O2 ke organ-organ vital. Bantalan kuku, telapak tangan dan membran mukosa mulut serta konjungtiva merupakan indikator yang lebih baik untuk menilai pucat. Jika telapak tangan tidak lagi berwarna merah muda, hemoglobin biasanya kurang dari 8 gram. Takikardi dan bising jantung (suara disebabkan oleh peningkatan kecepatan aliran darah) mencerminkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Angina (nyeri dada), khusunya pada orang tua dengan stenosis coroner, dapat disebabkan oleh iskemia miokardium. Pada anemia berat, gagal jantung kongestif dapat terjadi karena otot jantung yang anoksik tidak dapat beradaptasi terhadap beban kerja jantung yang meningkat.Dispnea (kesulitan bernapas), napas pendek dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing, pingsan dan tinnitus (telinga berdengung) dapat mencerminkan berkurangnya oksigen pada sistem saraf pusat. Pada anemia yang berat dapat juga timbul gejala-gejala saluran cerna seperti anoreksia, mual, konstipasi atau diare dan stomatitis (nyeri pada ;lidah dan membran mukosa mulut), gejal-gejal umumnya disebabkan oleh keadaan defesiensi, seperti defesisensi zat besi.
8
F. KLASIFIKASI2 Anemia sering diklasifikasikan dengan cara berikut berdasarkan indeks sel darah merah: > Anemia normositik, normokromik - MCV, MCH dan MCHC normal: kehilangan darah akut, anemia defisiensi besi, fisiologis (penurunan
delusional
pada
hemoglobin),
hemolisis,
anemia
multifaktorial, anemia kronis penyakit / peradangan dan penyakit ginjal kronis. > Anemia mikrositik, hipokromik - MCV rendah, MCH rendah dan / atau
MCHC:
defesiensi
zat
besi,
talasemia
dan
beberapa
hemoglobinopati. > Anemia makrositik, normokromik- peningkatan MCV, MCH dan MCHC normal: anemia megaloblastik - defisiensi B12 atau folat, penyakit hati, myelodysplasia dan hipotiroidisme.
9
Gambar 1. Apusan darah tepi normositik normokrom, mikrositik hipokrom dan makrositik hiperkrom. 1. Anemia defesiensi besi3,4 Anemia defesiensi besi merupakan tahap defesiensi besi yang paling parah, yang ditandai dengan penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferrin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun. Pada
10
kehamilan kehilangan zat besi terjadi akibat pengalihan besi maternal ke janin untuk eritropoesis, kehilangan pada saat persalinan dan laktasi yang jumlah keseluruhannya dapat mencapai 900 mg atau setara dengan 2 liter darah. Oleh karena sebagian besar perempuan mengawali kehamilan dengan cadangan besi yang rendah, maka kebutuhan tambahan ini berakibat pada anemia defesiensi besi. Bukti morfologis klasik anemia defesisensi besi yaitu hipokromia dan mikrositosis eritrosit kurang mencolok pada wanita hamil dibandingkan dengan pada wanita tak hamil. Anemia defesisensi besi derajat sedang biasanya tidak disertai oleh perubahan morfologis yang nyata pada eritrosit. Namun, kadar feritin serum lebih rendah dari pada normal, dan tidak terdapat besi yang terwarnai di sumsung tulang. Anemia defesiensi besi pada kehamilan terutama terjadi karena eklspansi volume plasma tanpa ekspansi normal massa hemoglobin ibu. Evaluasi awal seorang wanita hamil dengan anemia sedang seyogyanya mencakup pengukuran hemoglobin, hematokrit dan indeks-indeks sel darah merah; pemeriksaan cermat apusan darah tepi; preparat sel sabit jika wanita bersangkutran keturunan Afrika; dan pengukuran besi serum, feritin, atau keduanya. Angka-angka yang diharapkan pada kehamilan dapat ditemukan di Apendiks. Kadar feritin serum biasanya menurun selama kehamilan. Kadar yang kurang dari 10 samkpai 15 mg/L memastikan anemia defesiensi besi. Konsentrasi ferritin selama kehamilan, serta pengukuran lain yang digunakan untuk menilai ini, diperlihatkan di Apendiks. Secara praktis diagnosa defesiensi besi pada wanita hamil dengan anemia derajat sedang bersifatr presumtif dan terutama didasarkan pada eksklusi. Jika wanita hamil dengan defesiensi besi derajat sedang diberi tetap besi yang memadai maka respons hematologis terdeteksi dengan 11
meningkatnya hitung retikulosit. Laju peningkatan konsentrasi hemoglobin atau hematokrit biasanya lebih lambat daripada wanita tak hamil karena meningkatnya dan lebih besarnya volume darah selama kehamilan. Terapi dengan pemberian senyawa-senyawa besi sederhana, fero sulfat, fumarat atau glukonat yang memberikan sekitar 200 mg besi elemental per hari. Jika wanita yang bersangkutan tidak dapat atau tidak mau minum perparat besi oral maka dapat diberkan secara parenteral. Meskipun keduanya diberikan secara intravena, fero sukrosa diperlihatkan lebih aman dari pada besi dekstran. Kadar hemoglobin pad wanita meningkat setara dengan terapi besi oral atau parenteral. Pencegahan anemia defesiensi besi dapat dilakukan dengan suplementasu besi dan asam folat. WHO menganjurkan unutk memberikan 60 mg besi selama 6 bulan untuk memenughi kebutuhan fisiologik selama kehamilan. Namun, banyak literatur menganjurkan dosis 100 mg besi setaip hari selama 16 minggu atau lebih pada kehamilan. Di wilayah-wilayah dengan prevalensi anemia yang tinggi, dianjurkan untuk memberikan suplementasi sampai tiga bulan postpartum. Pemberian suplementasi besi setiap hari pada ibu hamil sampai minggu ke 28 kehamilan pada ibu hamil yang belum mendapat besi dan nonanemik (hb < 11 g/dl dan ferritin > 20 µg/l) menurunkan prevalensi anemia dan bayi berat lahir rendah.
12
Gambar 2. Anemia Mikrositik Hipokromik 2. Anemia megaloblastik3 Anemia ini ditandai oleh kelainan darah dan sumsung tulang akibat gangguan sintesis DNA. Di seluruh dunia, prevalensi anemia megaloblastoik pada wanita hamil sangat bervariasi, dan di Amerika serikat penyakit ini jarang dijumpai. a.
Defesiensi Asam Folat Di Amerika Serikat, anemia megaloblastik yang dimulai selama kehamilan hamper selalu terjadi karena defesiensi asam folat. Dahulu, penyakit ini disebut anemia pernisiosa kehamilan. Penyakit ini biasanya dijumpai pada wanita yang tidak mengonsumsi sayuran berdaun hijau, leguminosa, atau protein hewani.seiring dengan memburuknya defesiensi folat dan anemia, anoreksia menjadi parah, mebuat defesiensi gizinya bertambah buruk.
13
Pada wanita tak hamil, kebutuhan asam folat 50 - 100 µl/hari. Selama hamil, kebutuhan asam folat meningkat, dan dianjurkan sampai 400 µl/hari. Gejala-gejala defesiensi asam folat sama dengan anemia secara umum ditambah kulit yang kasar dan glositis. Perubahan fisiologis dini biasanya mencakup neutrophil yang mengalami hipersegmentasi dan eritrosit yang baru terbentuk yang makrositik.jika terdapat defesiensi besi maka
eritrosit
makrositik
tidak
dapat
terdeteksi
oleh
pengukuran volume rerata sel darah merah. Namun, demikian pemeriksaan
cermat
atas
apusan
darah
tepi
biasanya
memperlihatkan beberapa makrosit. Seiring dengan semakin parahnya anemia, muncul eritrosit berinti di darah tepi dan pemeriksaan
sumsung
tulang
memperlihatkan
adanya
eritropoesis megaloblastik. Janin dan plasenta mengekstraksi folat dari sirkulasi ibu sedemikian efektifnya sehingga janin tidak anemia meskipun ibunya mengalami anemia berat. Terapi
anemia
megaloblastik
yang
dipacu
oleh
kehamilan seyogyanya mencakup asam folat, diet bergizi dan besi. Asam folat 1 mg per oral setiap hari sudah dapat menghasilkan respon hematologis yang mencolok. Dalam 4-7 hari permulaan terapi, hitung retikulosit akan meningkat dan leukopenia dan trombositopenia terkoreksi. Untuk pencegahannya, dengan diet cukup mengandung asam folat akan mencegah anemia megaloblastik. American College of Obstetricians and gynecologsts telah menganjurkan bahwa semua usia subur mengonsumsi paling sedikit 400 µg asam folat setiap harinya.
14
b. Defesiensi vitamin B12 Anemia megaloblastik selama kehamilan akibat kekurangan vitamin B12, yaitu sianokobalamin, sangat jarang dijumpai. Pada anemia pernisiosa Addison, terjadi kekurangan factor instirinsik yang menyebabkan kegagalan penyerapan vitamin B12. Ini adalah penyakit autoimun yang sangat jarang pada usia subur dan biasanya memiliki awitan stelah usia 40 tahun. Kecualki jika diobat dengan vitamin B12. Pasien dapat mengalami penyulit infertilitas. Berdasarkan pengalam kami yang terbatas, defesisensi vitamin B12 pada wanita hamil lebih besar kemungkinannya dijumpai setelah reseksi lambung parsial atrau total. Penyebab-penyebab lain adalah penyakit Chron, reaksi Ileum dan pertumbuhan berlebihan bakteri di usus halus. Selama kehamilan, kadar vitamin B12 lebih rendah dari pada kadar tak-hamil karena berkurangnya kadar protein-protein pengikat yang mencakup haptokorin. 3. Anemia Aplastik4 Ada beberapa laporan mengenai anemia aplastic yang terkait dengan kehamilan, tetapi hubungan antara kedunya tidak jelas. Pada beberapa kasus, yang terjadi adalah eksaserbasi anemia aplastik yang telah ada sebelumnya oleh kehamilan dan hanya membaik setelah terminasi kehamilan dan dapat kambuh pada kehamilan berikutnya. Terminasi kehamilan atau persalinan dapat meperbaiki fungsi sumsung tulang, tetapi penyakit dapat memperburuk bahkan menjadi fatal setelah persalinan. Tetapi meliputi terminasi kehamilan efektif, terapi suportif, imunosupresi, atau transplantasi sumsung tulang setelah persalinan. 15
Gambar 3. Anemia Aplastik 4. Anemia Penyakit Sel Sabit4 Kehamilan pada perempuan penderita anemia sel sabit disertai dengan peningkatan insidens pielonefritis, infark pulmonal, pneumonia, perdarahan antepartum,
prematuritas
dan
kematian
janin.
Peningkatan
anemia
megaloblastik yang responsif dengan asam folat, terutama pada akhir masa kehamilan, juga meningkat frekuensinya. Berat lahir bayi dari ibu yang menderita anemia sel sabit dibawah rata-rata dan kematian janin tinggi. Penyebab kematian neonatal tidak jelas, tetapi kadang-kadang disebabkan oleh vasooklusi plasenta, dengan temua postmortem yang menggambarkan anoksia intrapartum. Mortalitas ibu dengan penyakitn sel sabit telah menurun dari sekitar 33 % menjadi 1,5% pada masa kini karena perbaikan pelayanan prenatal. Masa kehamilan dan periode postpartum masih berpotensi berbahay bagi ibu dengan penyakit sel sabit sehingga harus dipantau ketat selama kehamilan. Pemberian transfuse darah profilatik belum tebukti efektivitasnya walaupun beberapa pasien tampaknya memberi hasil yang memuaskan. 16
Gambar 4. Anemia sel sabit 5. Anemia Akibat Kehilangan Darah Akut Pada kehamilan dini, anemia akibat kehilangan darah akut merupakan hal yang umum pada kasus-kasus abortus, kehamilan ektopik, dan mola hidatidifrmis. Anemia pascapartrum jauh lebih sering disebabkan oleh perdarahan obstetrik. Perdarahan massif mengharuskan terapi segera. Jika seorang wanita dengan anemia derajat sedang didefinisikan sebagai kadar hemoglobin >7 gr/dl secara hemodinamis stabil, dapat beraktivitas tanpa mengalami gejala-gejala menyimpang, dan tidak septik, transfuse darah tidak diindikasikan, tetapi diberi terapi besiselama sebanyak 3 bulan. Dalam suatu uji klinis teracak, Van Wyck dkk (2007) melaporkanb bahwa pemberian feri karboiksimalat intravena setiap minggu sama efektifnya dengan tablet fero sulfat per oral setiap hari untuk regenerasi hgemoglobin pada anemia pascapartum. 6. Anemia yang Berkaitan dengan Penyakit Kronik Rasa lesu, penurunan berat dan pucat telah mala diketahui sebagai karakteristik penyakit kronik. Beragam penyakit, misalnya 17
gagal ginjal kronik, kanker dan kemoterapi, infeksi human immunodeficiency virus (HIV), dan peradangan kronik, menyebabkan anemia derajat sedang dan kadang, berat, biasanya dengan eritrosit yang sedikit hipokromik dan mikrositik. Pada pasien tak hamil dengan penyakit peradangan kronik, konsentrasi hemoglobin jarang kurang dari 7 gr/dL; morfologi sel sumsum tulang tidak berubah dan konsentrasi besi serum menurun sementara kadar ferritin biasanya meningkat. Karena itu, meskipun secara mekanistis sedikit berbeda satu sama lain, anemia-anemia ini memperlihatkan gambaran serupa yang mencakup perubahan fungsi retikuloendotel, metabolism besi, dan penurunan eritropoesis. Selama
kehamilan,
sejumlah
penyakit
kronik
dapat
menyebabkan anemia, termasuk insufisiensi ginjal, supurasi, penyakit radang usus, neoplasma ganas, dan artritis rematoid. Anemia kronik biasanya meningkat seiring dengan ekspansi volume plasma yang melebihi ekspansi massa sel darah merah. Insufisiensi ginjal kronik mungkin disertai oleh anemia, biasanya akibat defesisensi eritropoietin dengan elemen anemia penyakit kronik. Selama kehamilan, derajat ekspansi sel darah merah berbanding terbalik dengan gangguan ginjal. Namun, karena ekspansi volume plasma normal maka anemia akan bertambah parah. Wanita yang mengidap pielonefritis akut disertai sepsis sering mengalami anemia yang nyata. Hal ini disebabkan oleh destruksi akut sel darah merah oleh sepsis yang diperantarai oleh endotoksin, tetapi dengan produksi eritropoietin yang normal. Simpanan besi harus dipastikan adekuat. Tetapi dengan eritropoietin rekombinan telah dibuktikan berhasil digunakan untuk mengobati
anemia
insufisiensi
ginjal
kronik. kronik,
Pada
kehamilan
eritroppoietin
dengan
penyulit
rekombinan
biasanya 18
dipertimbangkan jika hematocrit mendekati 2o persen. Satu efek samping yang mengkhwatirkan adalah hipertensi, yang sudah prevalen pada wanita dengan penyakit ginjal. Selain itu, terjadinya aplasia sel darah merah murni dan antibody antieritropoietin pada 13 pasien tak hamil yang diberi eritropoietin. 7. Anemia Hemolitik Didapat Anemia Hemolitik Autoimun Ini adalah suatu penyakit autoimun dan penyaklit produksi antibody patologis ini tidak tak diketahui. Biasanya, baik uji antiglobulin langsung maupun tak langsung positif. Anemia yang berkaitan dengan faktor-faktor ini mungkin disebabkan oleh adanya autoantibodi aktif panas 80-90 persen, antibody aktif dingin atau kombinasinya. Sindrom-sindrom ini juga dapat dapat diklasifikasikan sebagai primer atau sekunder karena adanya penyakit atau factor lain. Contoh dari yang terakhir adalah limfoma atau leokimia, penyakit jaringan ikat,, infeksi, penyakit peradangan kronikdan antibody imbas obat. Penyakit agglutinin dingin dapat dipacu oleh berbagai agen infeksi
misalnya
Mycoplasma
Pneumonuiae
atau
mononucleosis Virus Epstein-Barr. Hemolysis dan uji antiglobulin yang positif dapat merupakan konsekuensi dan adanya antibody IgM atau IgG anti eritrosit. Sferositosis dan retikulositosis merupakan gambaran khas pada apusan darah tepi. Antibody IgM tidak melewati plasenta dan karenanya sel darah merah janin tidak terpengaruh. Pada anemia hemolitik autoimun mungkin terjadi percepatan
mencolok
hemolysis
selama
kehamilan.
Glukokortikoid biasanya efektif dan terapinya adalah dengan 19
prednison 1 mg/kg per oral per hari atau ekivalennya. Trombositopenia yang meyertainya dikoreksi dengan terapi. Transfusi sel darah merah diperumit oleh adanya antibodi antieritrosit di dalam darah. Namun, pemanasan sel-sel donor hingga mendekati suhu tubuh mengurangi perusakan sel-sel ini oleh aglutinin dingin.
Gambar 5. Anemia hemolitik G. DIAGNOSIS4 Kadar Hb < 11 g/dl (pada trimester I dan III) atau < 10,5 g/dl (pada trimester II) Bila Hb < 11 g/dL atau hematorit < 33%, harus dilakukan investigasi klinik yang baik untuk menghindari tranfusi darah kelak. Sebagian besar AG adalah akibat defisiensi zat besi, tetapi di belahan dunia lain dapat pula disebabkan oleh thalassemia atau “sickle cell” anemia. Pada anemia yang berat (kurang dari 6.5 g/L) hal ini mungkin disebabkan oleh anemia megaloblastik. Pemeriksaan hemoglobin dilakukan pada kunjungan ANC pertama, minggu ke 30 dan minggu ke 36 . Bila anemia terdeteksi secara
20
klinis ( Hb < 10 g/L) maka MCV dan serum ferritin harus diperiksa. Dapat dilakukan pula pemeriksaan apusan darah tepi untuk meilhat morfologi sel darah merah. H. Tatalaksana6 a. Tatalaksana Umum
Apabila diagnosis anemia telah ditegakkan, lakukan pemeriksaan apusan darah tepi untuk melihat morfologi sel darah merah.
Bila pemeriksaan apusan darah tepi tidak tersedia, berikan suplementasi besi dan asam folat. Tablet yang saat ini banyak tersedia di Puskesmas adalah tablet tambah darah yang berisi 60 mg besi elemental dan 250 μg asam folat. Pada ibu hamil dengan anemia, tablet tersebut dapat diberikan 3 kali sehari. Bila dalam 90 hari muncul perbaikan, lanjutkan pemberian tablet sampai 42 hari pascasalin. Apabila setelah 90 hari pemberian tablet besi dan asam folat kadar hemoglobin tidak meningkat, rujuk pasien ke pusat pelayanan yang lebih tinggi untuk mencari penyebab anemia.
Berikut ini adalah tabel jumlah kandungan besi elemental yang terkandung dalam berbagai jenis sediaan suplemen besi yang beredar :
Jenis sediaan
Dosis sediaan
Kandungan
besi
elemental Sulfas ferosus
325
65
Fero fumarat
325
107
Fero glukonat
325
39
Besi polisakarida
150
150
21
b. Tatalaksana Khusus
Bila tersedia fasilitas pemeriksaan penunjang, tentukan penyebab anemia berdasarkan hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan apus darah tepi.
Anemia mikrositik hipokrom dapat ditemukan pada keadaan : o Defisiensi
besi:
lakukan
pemeriksaan
ferritin.
Apabila
ditemukan kadar ferritin < 15 ng/ml, berikan terapi besi dengan dosis setara 180 mg besi elemental per hari. Apabila kadar ferritin normal, lakukan pemeriksaan SI dan TIBC. o Thalassemia: Pasien dengan kecurigaan thalassemia perlu dilakukan tatalaksana bersama dokter spesialis penyakit dalam untuk perawatan yang lebih spesifik
Anemia normositik normokrom dapat ditemukan pada keadaan : o Perdarahan: tanyakan riwayat dan cari tanda dan gejala aborsi, mola, kehamilan ektopik, atau perdarahan pasca persalinan o Infeksi kronik
Transfusi untuk anemia dilakukan pada pasien dengan kondisi berikut: o Kadar Hb <7 g/dl atau kadar hematokrit <20 % o Kadar Hb >7 g/dl dengan gejala klinis: pusing, pandangan berkunang- kunang, atau takikardia (frekuensi nadi >100x per menit) o Lakukan penilaian pertumbuhan dan kesejahteraan janin dengan memantau pertambahan tinggi fundus, melakukan pemeriksaan USG, dan memeriksa denyut jantung janin secara berkala.
22
I. KOMPLIKASI 4 Efek anemia pada kehamilan, seperti Klebanoff dkk mempelajari lebih dari 27.000 wanita dan mendapatkan peningkatan ringan resiko persalinan kurang bulan pada anemia midtrimester. Ren dkk mendapatkan bahwa konsentrasi hemoglobin trisemester pertama yang rendah resiko berat lahir rendah, persalinan kurang bulan dan bayi kecil untuk usia kehamilan. Dalam sebuah poenelitian dari Tanzania, Kidanto dkk melaporkan bahwa insiden persalinan kuerang bulan sdan berat lahir rendah meningkat seiring dengan keparahan anemia. Namun, mereka tidak memperhitungkan penyebabpenyebab anemia, yang didiagnosis pada hamper 80 persen populasi obstetric mereka. Kadyrov dkk, menyajikan bukti bahwa anemia ibu mempengaruhi vaskularisasi
plasenta
dengan
mengubah
angiogenesis
selama
awal
kehamilan. J. PROGNOSIS3,4 Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan pada umumnya baik bagi ibu dan anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa pendarahan banyak atau adanya komplikasi lain. Anemia berat meningkatkan morbiditas dan mortalitas wanita hamil. Walaupun bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita anemia defisiensi besi tidak menunjukkan hemoglobin (Hb) yang rendah, namun cadangan zat besinya kurang sehingga baru beberapa bulan kemudian akan tampak sebagai anemia infantum.
Anemia megaloblastik dalam kehamilan mempunyai prognosis cukup baik tanpa adanya infeksi sistemik, preeklampsi atau eklampsi. Pengobatan dengan asam folat hampir selalu berhasil. Apabila penderita mencapai masa
23
nifas dengan selamat dengan atau tanpa pengobatan maka anemianya akan sembuh dan tidak akan timbul lagi. Hal ini disebabkan karena dengan lahirnya anak, kebutuhan asam folat jauh berkurang. Anemia megaloblastik berat dalam kehamilan yang tidak diobati mempunyai prognosis buruk.
K. KESIMPULAN3,4 Anemia dalam kehamilan memberi resiko pada ibu dan janin sehingga setiap wanita hamil perlu diberi sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus, cukup 1 tablet sehari. Selain itu, wanita dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang tinggi protein serta sayuran yang mengandung banyak mineral dan vitamin. Pada umumnya asam folat tidak diberikan secara rutin, kecuali di daerah dengan frekuensi anemia megaloblastik yang tinggi. Apabila pengobatan anemia dengan zat besi tidak memberikan hasil yang memuaskan, maka harus ditambah dengan asam folat.
24
DAFTAR PUSTAKA 1. Sharma JB, Shankar Menakshi . 2010. Anemia in Pregnancy. JIMSA October - December 2010 Vol. 23 No. 4. India. 1-2 2. Clinical Guidline Anemia In Pregnancy. 2016. Departement of Health, Government of South Australia. 3. Hudono S.T. Penyakit darah. Dalam : Wiknjosastro H, Saifuddin A.B, Rachimhadhi T, eds. Ilmu kebidanan. Edisi keempat. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2014;774-780 4. Cunningham F.G, Hauth J.C, Bloom S.L, Leveno K.J et al. Obstetri. In : William obstetrics. 23nd edition. New York : Mc-Graw Hill Medical Publishing Division, 2005; 1143, 1145, 1148 5. Price Sylvia, Wilson Lorraine, 2005. Patofiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Edisi 6. Jakarta. 256 6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. edisi pertama. Jakarta. 2013. p160-1 7. Natalia Sylvia, dkk. 2016. Cakupan ANC dan Cakupan Tablet FE Hubungan dengan Prevalensi Anemia di Jawa Timur. Surabaya. 1
25
8. Riskesdas.
2018.
Availablefrom:
Kementrian
Kesehatan
Republik
Indonesia.
https://www.cendananews.com/2018/11/riskesdas-2018-
hampir-separuh-bumil-indonesia-alami-anemia.html
26