Referat
Mioma Uteri
Nama : Manisah Binti Mohd Aroff NIM : 11 2016 186 Dokter pembimbing : dr. Isrin Ilyas Sp. OG
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA SMF ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN RSUD TARAKAN PERIODE 27/11/2017- 3/2/2018
1
PENDAHULUAN
Mioma Uteri merupakan tumor jinak yang struktur utamanya adalah otot polos rahim. Mioma uteri terjadi pada 20-25% perempuan di usia reproduktif, tetapi oleh faktor yang tidak diketahui secara pasti. Insidennya 3-9 kali lebih banyak pada rass kulit berwarna dibandingkan dengan ras kulit putih. Selama 5 dekade terakhir, ditemukan 50% kasus mioma uteri terjadi pada ras kulit berwarna. Penyebab pasti mioma uteri tidak diketahui secara pasti. Mioma jarang sekali ditemukan sebelum usia pubertas, sangat dipengaruhi oleh hormone reproduksi, dan hanya bermanifestasi selama usia reproduktif. Umumnya mioma uteri terjadi di beberapa tempat. Pertumbuhan mikroskopis terjadi masalah utama dalam penanganan mioma karena tumor soliter dan tampak secara makroskopis yang memungkinkan untuk ditangani dengan cara enukleasi. Ukuran rerata tumor ini adalah 15cm.1 Walaupun seringkali asimptomatik, gejala yang mungkin ditimbulkan sangat bervariasi, seperti metoragia, nyeri, menoragia, hingga infertilitas. Perdarahan hebat yang disebabkan mioma uteri merupakan indikasi utama histerektomi di Amerika Syarikat. Yang menyulitkan adalah anggapan klasik bahwa mioma adalah asimptomatik karena hal ini seringkali menyebabkan gejala yang ditimbulkan dari organ sekitarnya (tuba, ovarium, atau usus) menjadi terabaikan. Masalah lain terkait dengan asimptomatik mioma adalah mengabaikan pemeriksaan lanjutan dari specimen hasik enukleasi atau histerektomi sehingga miosarkoma menjadi tidak dikenali. Tidak ada bukti yang kuat untuk mneyatakan bahwa estrogen menjadi penyebab mioma. Telah diketahui bahwa hormone memang menjadi precursor pertumbuhan miomatosa, Konsentrasi reseptor estrogen dalam jaringan mioma memang lebih tinggi disbandingkan dengan miometrium sekitarnya tetapi lebih rendah dibandingkan dengan endometrium. Mioma tumbuh cepar saat penderita hamil atau terpapar estrogen dan mengecil atau menghilang setelah menopause. 1 Walaupun mioma tidak mempunyai kapsul yang sesungguhnya tetapi jaringannya dengan sangat mudah dibebaskan dari miometrium sekitarnya sehingga mudah dikupas (enukleasi). Mioma berwarna lebih pucat, relative bulat, kenyal, berdinding licin dan apabila dibelah bagian dalamnya akan menonjol keluar sehingga mengesankan bahwa permukaan luarnya adalah kapsul.1
2
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Mioma Uteri Klasifikasi Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena. 1. Lokasi a. Cerivical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi. b. Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius. c. Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa gejala.
Gambar 1. Jenis Mioma Uteri Berdasarkan Lokasinya
2. Lapisan Uterus Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasi dibagi menjadi 4 jenis 2-5
a. Submukosa Mioma submukosa dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks disebut mioma geburt. Hal ini dapaat menyebabkan dismenore, namun
3
ketika telah dikeluarkan dari serviks dan menjadi nekrotik, akan memberikan gejala pelepasan darah yang tidak regular dan dapat disalah artikan dengan kanker serviks. Yang harus diperharikan dalam menangani mioma bertangkai adalah kemungkinan terjadinya torsi dan nekrosis sehingga risiko infeksi sangatlah tinggi. Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga sebagai terapinya dilakukan histerektomi. b. Mioma Uteri Subserosa Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau mesenterium di sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik. c. Mioma Uteri Intramural Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih kecil tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim dominan). Secara makroskopis terlihat uterus berbenjol-benjol dengan permukaan halus. Pada potongan, tampak tumor berwarna putih dengan struktur mirip potongan daging ikan. Tumor berbatas tegas dan berbeda dengan miometrium yang sehat, sehingga tumor mudah dilepaskan. Konsistensi kenyal, bila terjadi degenerasi kistik maka konsistensi menjadi lunak. 4
Bila terjadi kalsifikasi maka konsistensi menjadi keras. Secara histologik tumor ditandai oleh gambaran kelompok otot polos yang membentuk pusaran, meniru gambaran kelompok sel otot polos miometrium. Fokus fibrosis, kalsifikasi, nekrosis iskemik dari sel yang mati. Setelah menopause, sel-sel otot polos cenderung mengalami atrofi, ada kalanya diganti oleh jaringan ikat. Pada mioma uteri dapat terjadi perubahan sekunder yang sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan ini terjadi secara sekunder dari atropi postmenopausal, infeksi, perubahan dalam sirkulasi atau transformasi maligna. d. Mioma Intraligamenter Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada serviks dapat menonjol ke dalam satu saluran serviks sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari berkas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorle like pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan sarang mioma ini. Bila terjadi kalsifikasi maka konsistensi menjadi keras. Secara histologik tumor ditandai oleh gambaran kelompok otot polos yang membentuk pusaran, meniru gambaran kelompok sel otot polos miometrium. Fokus fibrosis, kalsifikasi, nekrosis iskemik dari sel yang mati. Setelah menopause, sel-sel otot polos cenderung mengalami atrofi, ada kalanya diganti oleh jaringan ikat. Pada mioma uteri dapat terjadi perubahan sekunder yang sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan ini terjadi secara sekunder dari atropi postmenopausal, infeksi, perubahan dalam sirkulasi atau transformasi maligna.
5
Gambar 2. Jenis Mioma Uteri Berdasarkan Lapisan Uterus
Gambar 3. Jenis- jenis Mioma
Gambar 3. Gambaran uterus dengan mioma
6
Epidemiologi Seleksi uteri dilakukan dari 100 wanita yang menjalankan histerektomi ditemukan 77% mempunyai mioma uteri termasuk yang berukuran sekecil 2mm. Mioma uteri juga sering ditemukan pada wanita yang menjalankan histerektomi untuk indikasi yang lain walaupun ditemukan kecil dan tidak banyak. Ini karena kebanyakan tehnik pemeriksaan imaging tidak mempunyai resolusi di bawah 1 cm maka insidensi kejadian sebenar mioma uteri tidak dapat dipastikan meskipun mioma uteri yang kecil tidak memberikan gejala klinis. Spesimen histerektomi daripada wanita premenopause dengan mioma uteri adalah rata – rata 7,6. Wanita postmenopause pula adalah 4,2. Random sampling daripada wanita berusia 35 – 49 tahun yang menjalani pemeriksaan rutin, hasil rekam medis dan pemeriksaan sonografi didapatkan pada usia 35 tahun insidensi terjadinya mioma uteri adalah sebanyak 60% untuk wanita Afrika-Amerika; insidensi ini meningkat sehingga 80% pada usia 50 tahun. Wanita caucasia pula mempunyai insidensi setinggi 40% pada usia 35 tahun dan meningkat sehingga 70% pada usia 50 tahun. 6,7 Keluhan utama terbanyak pada penderita mioma uteri adalah perdarahan pervaginam abnormal (44,1%). Mioma uteri tipe intramural adalah yang terbanyak dari tipe mioma uteri secara patologi anatomi (51,3%). Kadar haemoglobin (Hb) rata-rata penderita mioma uteri adalah 10,92 gr% dan 37,6% diantaranya dilakukan transfusi darah. Histerektomi total ditemukan sebagai tindakan penatalaksanaan terbanyak pada kasus-kasus mioma uteri (91,5%).6,7 Etiologi Walaupun mioma uteri ditemukan terjadi tanpa penyebab yang pasti, namun dari hasil penelitian Miller dan Lipschlutz dikatakan bahwa mioma uteri terjadi tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada “Cell Nest” yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh hormon estrogen. Namun demikian, beberapa faktor yang dapat menjadi faktor pendukung terjadinya mioma adalah wanita usia 35-45 tahun, hamil pada usia muda, genetik, zat-zat karsinogenik, sed angkan yang menjadi faktor pencetus dari terjadinya mioma uteri adalah adanya sel yang imatur.2,3,8 Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas 7
kromosom, khususnya pada kromosom lengan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone. a. Estrogen. Mioma Uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia endometrium (9,3%). Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. 17B hidroxydesidrogenase, enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal. b. Progesteron Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor. c. Hormon Pertumbuhan Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu Human Placental Lactogen (HPL), terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen. 2,3,8 Faktor Risiko a. Usia penderita Wanita kebanyakannya didiagnosa dengan mioma uteri dalam usia 40-an tetapi masih tidak diketahui pasti apakah mioma uteri yang terjadi disebabkan oleh peningkatan formasi atau peningkatan pembesaran secara sekunder terhadap perubahan hormon pada waktu usia ini. Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma. Mioma belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke dan setelah menopause hanya 10% mioma yang masih bertumbuh. 2,3,8,9 8
b. Hormon endogen (Endogenous Hormonal) Mioma uteri jarang ditemukan pada spesimen yang diambil dari hasil histerektomi wanita yang telah menopause. Hormon esterogen endogen pada wanita-wanita menopause berada pada kadar yang rendah atau sedikit. Awal menarke (usia di bawah 10 tahun) dijumpai peningkatan resiko dan setelah menarke (usia setelah 16 tahun) menurunkan resiko untuk menderita mioma uteri. c. Riwayat Keluarga Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama penderita mioma uteri mempunyai peningkatan risiko 2,5 kali untuk menderita mioma uteri dibanding dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri mempunyai 2 kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF-α (Vascular Endothelial Growth Factor alfa) dibandingkan dengan penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri. d. Etnik Dari studi yang dijalankan melibatkan laporan sendiri oleh pasien mengenai mioma uteri, rekam medis, dan pemeriksaan sonografi menunjukkan golongan etnik Afrika-Amerika mempunyai kemungkinan risiko menderita mioma uteri setinggi 2,9 kali berbanding wanita etnik caucasia, dan risiko ini tidak mempunyai kaitan dengan faktor risiko yang lain. Didapati juga wanita golongan Afrika-Amerika menderita mioma uteri dalam usia yang lebih muda dan mempunyai mioma yang banyak dan lebih besar serta menunjukkan gejala klinis. Namun masih belum diketahui jelas apakah perbedaan ini disebabkan masalah genetik atau perbedaan pada kadar sirkulasi estrogen, metabolisme estrogen, diet, atau peran faktor lingkungan. Walau bagaimanapun, pada penelitian terbaru menunjukkan Val/Val genotype untuk enzim essensial kepada metabolisme estrogen, catechol-O-methyltransferase (COMT) ditemui sebanyak 47% pada wanita Afrika - Amerika berbanding hanya 19% pada wanita kulit putih. Wanita dengan genotype ini lebih rentan untuk menderita mioma uteri. Ini menjelaskan mengapa prevalensi yang tinggi untuk menderita mioma uteri dikalangan wanita Afrika - Amerika lebih tinggi. e. Berat Badan Satu studi prospektif dijalankan dan dijumpai kemungkinan risiko menderita mioma uteri adalah setinggi 21% untuk setiap kenaikan 10 kg berat badan dan dengan peningkatan indeks 9
massa tubuh. Temuan yang sama juga dilaporkan untuk wanita dengan 30% kelebihan lemak tubuh. Ini terjadi kerana obesitas menyebabkan peningkatan konversi androgen adrenal kepada estrone dan menurunkan hormon sex-binding globulin. Hasilnya menyebabkan peningkatan estrogen secara biologikal yang menyebabkan peningkatan prevalensi mioma uteri dan pertumbuhannya. Beberapa penelitian menemukan hubungan antara obesitas dan peningkatan insiden mioma uteri. Suatu studi di Harvard yang dilakukan oleh Dr. Lynn Marshall menemukan bahwa wanita yang mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT) di atas normal, berkemungkinan 30,23% lebih sering menderita mioma uteri.
f. Diet Ada studi yang mengaitkan dengan peningkatan terjadinya mioma uteri dengan konsumsi makanan tertentu seperti daging sapi atau daging merah atau ham dapat meningkatkan insidensi mioma uteri dan sayuran hijau bisa menurunkannya. Studi ini sangat sukar untuk diintepretasikan kerana studi ini tidak menghitung nilai kalori dan pengambilan lemak tetapi sekadar informasi saja dan juga tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubung dengan mioma uteri. g. Kehamilan dan paritas Peningkatan paritas menurunkan insidensi terjadinya mioma uteri. Mioma uteri menunjukkan karakteristik yang sama dengan miometrium yang normal ketika kehamilan termasuk peningkatan produksi extracellular matrix dan peningkatan ekspresi reseptor untuk peptida dan hormon steroid. Miometrium postpartum kembali kepada berat asal, aliran darah dan ukuran asal melalui proses apoptosis dan diferensiasi. Proses remodeling ini kemungkinan bertanggungjawab dalam penurunan ukuran mioma uteri. Teori lain mengatakan pembuluh darah di uterus kembali kepada keadaan atau ukuran asal pada postpartum dan ini menyebabkan mioma uteri kekurangan suplai darah dan nutrisi untuk terus membesar. h. Kebiasaan merokok Merokok dapat mengurangi insidensi mioma uteri. Banyak faktor yang bisa menurunkan bioavalibiltas hormon estrogen pada jaringan seperti penurunan konversi androgen kepada estrone dengan penghambatan enzim aromatase oleh nikotin. 2,3,8,9\\
10
Patofisiologi Penyebab utama mioma uteri belum diketahui secara pasti, berbagai penelitian telah dilakukan untuk memahami keterlibatan faktor hormonal, faktor genetik, growth factor, dan biologi molekular untuk tumor jinak ini. Faktor yang diduga berperan untuk inisiasi pada perubahan genetik pada mioma uteri adalah abnormalitas intrinsik pada miometrium, peningkatan reseptor estrogen secara kongenital pada miometrium, perubahan hormonal, atau respon pada cedera iskemik ketika haid. Setelah terjadinya mioma uteri, perubahan-perubahan genetik ini akan dipengaruhi oleh promotor (hormon) dan efektor (growth factors). 2-4,8,9 Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell nest atau teori genitoblast. Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen pada kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau testosteron. Puukka dan kawan - kawan pula menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak didapati daripada miometrium normal. Menurut Meyer asal mioma adalah sel imatur, bukan dari selaput otot yang matur. Mioma uteri berasal dari sel otot polos miometrium, berdasarkan teori onkogenik, patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator dan promotor. Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma masih belum diketahui pasti. Dari penelitian menggunakan glucose-6-phosphatase dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan uniseluler. Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan growth factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan tumor. Tidak dapat dibuktikan bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab mioma, namun diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma. Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dari miometrium sekitarnya namun konsentrasinya lebih rendah dibanding endometrium. Hormon progesteron meningkatkan aktifitas mitotik dari mioma pada wanita muda namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti. 2-4,8,9
11
Patologi Anatomi Pada gambaran makroskopik menunjukkan suatu tumor berbatas jelas, bersimpai, pada penampang menunjukkan massa putih dengan susunan lingkaran-lingkaran konsentrik di dalamnya. Tumor ini bisa terjadi secara tunggal tetapi kebiasaanya terjadi secara multipel dan bertaburan pada uterus dengan ukuran yang berbeda-beda. Perubahan-perubahan sekunder yang terjadi pada mioma uteri adalah sebagai berikut. 1-4 1. Atrofi: Sesudah kehamilan atau sesudah menopause mioma uteri mengalami pengecilan. 2. Degenerasi Hialin: terjadi pada mioma yang telah matang atau “tua” di mana bagian yang semula aktif tumbuh kemudian terhenti akibat kehilangan pasokan nutrisi dan berubah warnanya menjadi kekuningan, melunak, atau melebur, menjadi cairan gelatin sebagai tanda terjadinya degenerasi hialin. 3. Degenerasi Kistik: setelah mengalami hialinisasi, proses degenerasi akan berlanjut dengan cairnya gelatin sehingga mioma konsistensinya menjadi kistik. Adanya kompresi atau tekanan fisik pada bagian tersebut dapat menyebabkan keluarnya cairan kista ke kavum uteri, kavum peritoneum, atau retroperitoneum. 4. Kalsifikasi: disebut juga degenerasi kalkareus yang umumnya mengenai mioma subserosa yang sangat rentan terhadap defisit sirkulasi yang dapat yang dapat menyebabkan pengendapan kalsium karbonat dan fosfat di dalam tumor. 5. Septik: defisit sirkulasi dapat menyebabkan mioma mengalami nekosis di bagian tengah tumor yang berlanjut dengan infeksi yang ditandai dengan nyeri, kaku, dinding perut, dan demam akut. 6. Degenerasi merah (Kaneus): diakibatkan oleh trombosis yang diikuti dengan terjadinya bendungan vena dan perdarahan sehingga menyebabkan perubahan warna mioma. Degenerasi jenis ini seringkali terjadi bersamaan dengan kehamilan karena kecepatan pasokan nutrisi bagi hipertrofi miometrium lebih diprioritaskan sehingga mioma mengalami defisit pasokan dan terjadi degenerasi aseptik dan infark. Degenerasi merah tampak khas apabila pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar. Degenerasi ini disertai rasa nyeri tetapi akan menghilang sendiri. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah bewarna merah disebabkan
12
oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin. Dampak pada kehamilannya sendiri adalah dapat terjadi partus prematurus atau koagulasi diseminata intravaskuler. 7. Miksomatosa: disebut juga degenerasi lemak yang terjadi setelah proses degenerasi hialin dan kistik. Degenerasi ini sangat jarang dan umumnya asimtomatik. 8. Miosarkoma: merupakan transformasi ke arah keganasan, terjadi pada 0,1% - 0,5% penderita mioma uteri. Manifestasi Klinik Pada penderita memang tidak mempunyai keluhan apa-apa dan tidak sadar bahwa mereka sedang mengandung satu tumor dalam uterus. Adanya mioma tidak selalu memberikan gejala karena itu mioma sering ditemukan tanpa disengaja, yaitu pada saat pemeriksaan ginekologik. Gejala yang ditemukanpun sangat tergantung pada tempat
sarang mioma itu berada, besarnya tumor,
perubahan dan komplikasi yang terjadi. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik meliputi: 2-6 1. Besarnya mioma uteri 2. Lokalisasi mioma uteri 3. Perubahan-perubahan pada mioma uteri Gejala klinik terjadi hanya pada sekitar 35 % - 50% dari pasien yang terkena. Adapun gejala klinik yang dapat timbul pada mioma uteri: a. Perdarahan abnormal uterus Merupakan gejala klinik yang sering ditemukan (30%). Bentuk perdarahan yang ditemukan berupa menoragi, metroragi, dan hipermenorrhea. Bila terjadi secara kronis maka dapat terjadi anemia defisiensi zat besi dan bila berlangsung lama dan dalam jumlah yang besar maka sulit dikoreksi dengan suplementeasi zat besi. Penyebab perdarahan ini adalah:
Permukaan endometrium yang lebih luas dari biasa. Permukaan endometrium yang menjadi lebih luas akibat pertumbuhan mioma sehingga lebih banyak dinding endometrium yang terkikis ketika menstruasi dan ini menyebabkan perdarahan abnormal.
13
Atrofi endometrium di atas mioma submukosa akibat hambatan pasokan darah pada endometrium.
Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal kerana adanya sarang mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
Tekanan dan bendungan pembuluh darah di daerah tumor atau ulserasi endometrium di atas tumor.
Pada suatu penelitian yang mengevaluasi wanita dengan mioma uteri dengan atau tanpa perdarahan abnormal, didapat data bahwa wanita dengan perdarahan abnormal secara bermakna menderita mioma intramural (58% banding 13%) dan mioma submukosum (21% banding 1%) dibanding dengan wanita penderita mioma uteri yang asimtomatik. b. Nyeri Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Nyeri panggul yang disebabkan mioma uteri bisa juga disebabkan degenerasi akibat oklusi vaskuler, infeksi, torsi dari mioma yang bertangkai maupun akibat kontraksi miometrium yang disebabkan mioma subserosum. Tumor yang besar dapat mengisi rongga pelvik dan menekan bagian tulang pelvik yang menekan saraf sehingga menyebabkan rasa nyeri yang menyebar ke bagian punggung dan ekstremitas posterior. c. Penekanan rahim yang membesar Gangguan ini tergantung pada tempat dan ukuran mioma uteri. Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urin, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat menyebabkan obstipasi, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul
Terasa berat di abdomen bagian bawah.
Gejala traktus urinarius: poliuri/anuria, retensi urine, obstruksi ureter, hidroureter dan hidronefrosis.
Gejala intestinal: konstipasi dan obstruksi intestinal.
Terasa nyeri karena tertekannya saraf.
14
Mioma intramural sering dikaitkan dengan penekanan terhadap organ sekitar. Parasitik mioma dapat menyebabkan obstruksi saluran cerna perlekatannya dengan omentum menyebabkan strangulasi usus. Mioma serviks dapat menyebabkan sekret serosanguinea vaginal, perdarahan, dispareunia, dan infertilitas. Bila ukuran tumor lebih besar lagi, akan terjadi penekanan ureter, kandung kemih dan rektum. Semua efek penekanan ini dapat dikenali melalui pemeriksaan IVP, kontras saluran cerna, rontgen, dan MRI. Abortus spontan dapat disebabkan oleh efek penekanan langsung mioma terhadap kavum uteri. d. Infertilitas Akibat penekanan saluran tuba oleh mioma yang berlokasi di kornu. Perdarahan kontinu pada pasien dengan mioma submukosa dapat menghalangi implantasi. Terdapat peningkatan insiden aborsi dan kelahiran prematur pada pasien dengan mioma intramural dan submukosa. Mekanisme gangguan fungsi reproduksi dengan mioma uteri adalah:
Gangguan transportasi gamet dan embrio.
Pengurangan kemampuan bagi pertumbuhan uterus.
Perubahan aliran darah vaskuler.
Perubahan histologi endometrium
e. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan. f. Abortus spontan. Biasanya mioma akan mengalami involusi yang nyata setelah kelahiran. Kebanyakan mioma uteri tumbuh tanpa menimbulkan keluhan atau gejala. Pada perempuan lain mungkin mengeluh perdarahan menstruasi lebih banyak dari biasa, atau nyeri sewaktu menstruasi, perasaan penuh dan ada tekanan-tekanan pada rongga perut, atau keluhan anemia karena kurang darah atau nyeri pada waktu berhubungan seksual, atau nyeri pada waktu bekerja. Perempuan lain yang mengidap mioma mengeluh susah hamil atau mudah keguguran. Pada mioma yang klasik, uterus membesar merata, dan sekitar 80% perempuan yang menderita mioma uterus bertambah beratnya sampai 80 gram (berat normal uterus hanya sekitar 50 gram). Pernah dilaporkan sampai ada uterus yang menderita mioma dengan berat lebih 200 gram. Mioma sering bersama-sama dengan kelainan uterus lain endometriosis pada 11% penderita dan 7% penderita mioma juga menderita polip endometrium, hingga kondisi ini mengacaukan diagnosa mioma. 2-6 15
Mioma Uteri dan Kehamilan Pengaruh Mioma pada Kehamilan dan Persalinan Terdapatnya mioma uteri dapat memungkinkan beberapa hal terjadi, yaitu:
Mengurangi kemungkinan perempuan menjadi hamil, terutama pada mioma uteri submukosum.
Kemungkinan abortus bertambah.
Kelainan letak janin dalam rahim, terutama pada mioma yang besar dan letak subserosum.
Menghalangi lahirnya bayi, terutama pada mioma yang letaknya di serviks.
Inersia uteri dan atonia uteri, terutama pada miomayang letaknya di dalam dinding rahim atau apabila terdapat banyak mioma.
Mempersulit lepasnya plasenta, terutama pada mioma yang submukosum dan intramural.10
Pengaruh Kehamilan dan Persalinan pada Mioma Uteri Kehamilan dan persalinan dapat mempengaruhi mioma uteri menjadi:
Tumor tumbuh lebih cepat dalam kehamilan akibat hipertrofi dan edema terutama dalam bulan-bulan pertama, mungkin karena pengaruh hormonal. Setelah kehamilan 4 bulan tumor tidak bertambah besar lagi.
Tumor menjadi lebih lunak dalam kehamilan, dapat berubah bentuk, dan mudah terjadi gangguan sirkulasi di dalamnya, sehingga terjadi perdarahan dan nekrosis, terutama di tengah-tengah tumor. Perubahan ini menyebabkan rasa nyeri di perut yang disertai gejala rangsangan peritoneum dan gejalan-gejala peradangan, walaupun dalam hal ini peradangan bersifat suci hama (steril). Lebih sering lagi komplikasi ini terjadi dalam masa nifas karena sirkulasi dalam tumor mengurang akibat perubahan-perubahan sirkulasi yang dialami oleh perempuan setelah bayi lahir.
Mioma uteri subserosum yang bertangkai dapat mengalami putaran tangkai akibat desakan uterus yang makin lama makin membesar. Torsi menyebabkan gangguan
16
sirkulasi dan nekrosis yang menimbulkan gambaran klinik nyeri perut mendadak (akut abdomen). 9 Diagnosis a. Anamnesis Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi. 2,3 b. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat diduga dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak teratur, gerakan bebas, tidak sakit. 2,3 c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Darah Lengkap: Hb turun, Albumin turun, Leukosit turun/meningkat, Eritrosit turun.
USG: terlihat massa pada daerah uterus.
Vaginal Toucher: didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan ukurannya.
Sitologi: menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.
Rontgen: untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat tindakan operasi.
ECG: Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi tindakan operasi. 2,3
d. Kuretase Kuretase berfungsi untuk mendeteksi abnormalitas dari enodometrium intrauterine dan sebagai penanganan terhadap perdarahan yang abnormal. Kuret dilakukan untuk diagnostic histologi endometrium. Indikasi diagnostik dilatasi dan kuretase, adalah sebagai berikut:
Perdarahan abnormal uterus: perdarahan tidak teratur, menorrhagia, suspek keganasan atau kondisi premaligna.
Evaluasi dan mengeluarkan cairan yang tertahan dalam endometrium (hematometra, pyometra)
17
Mendapatkan sample endometrium terkait dengan prosedur diagnostic lain, seperti histeroskopi dan laparoskopi.11
Penatalaksanaa Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma uteri tidak membutuhkan pengobatan dalam bentuk apa pun, terutama apabila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulkan gangguan. Walaupun demikian mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 3 - 6 bulan. Penanganan mioma uteri menurut usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor, serta konservasi fungsi reproduksi terbagi kepada: 3-5 1. Kuretase sebagai terapi untuk perdarahan Kuret selain dapat digunakan sebagai prosedur terapi. Beberapa indikasi kuret antara lain:
Prosedur penatalaksanaan untuk perdarahan uterus
Pengeluaran hasil konsepsi (contohnya abortus inkomplit, missed abortion, septic abortion, induksi terminasi kehamilan)
Penanganan dan evaluasi terhadap penyakit tropoblastik gestasional
Penatalaksanaan terhadap perdarahan yang tidak respon dengan terapi hormonal.
Berkaitan dengan ablasi endometrium untuk evaluasi histologi endometrium.10
2. Terapi medisinal (hormonal) Saat ini pemakaian Gonadotropin - releasing hormone (GnRH) agonis memberikan hasil yang baik memperbaiki gejala klinis mioma uteri. Tujuan pemberian GnRH agonis adalah mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan tindakan pembedahan. Terapi hormonal yang lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan mengurangi gejala pendarahan tetapi tidak mengurangi ukuran mioma uteri. 3-5 3. Terapi pembedahan Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan American Society of Reproductive Medicine (ASRM) adalah
Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif.
Curiga adanya keganasan.
18
Pertumbuhan mioma pada masa menopause.
Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun kerana oklusi tuba.
Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu.
Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius.
Anemia akibat perdarahan
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah: a. Enukleasi Mioma Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan anak atau mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman, efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau sarkoma uterus, juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit dan diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan dengan endometrium, kehamilan berikutnya harus dilahirkan dengan seksio sesarea. 3-5 b. Miomektomi Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Miomektomi ini dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukosum dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Apabila miomektomi ini dikerjakan karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-50%. Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun dengan laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk mengangkat mioma dari uterus. Keunggulan melakukan miomektomi adalah lapangan pandang operasi yang lebih luas sehingga penanganan terhadap perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan miomektomi dapat ditangani dengan segera. Namun pada miomektomi secara laparotomi resiko terjadi perlengketan lebih besar, sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien, disamping masa penyembuhan paska operasi lebih lama, sekitar 4 – 6 minggu. Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap mioma 19
submukosum yang terletak pada kavum uteri.Keunggulan tehnik ini adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar 2 hari. Komplikasi yang serius jarang terjadi namun dapat timbul perlukaan pada dinding uterus, ketidakseimbangan elektrolit dan perdarahan. Miomektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi. Mioma yang bertangkai diluar kavum uteri dapat diangkat dengan mudah secara laparoskopi. Mioma subserosum yang terletak didaerah permukaan uterus juga dapat diangkat dengan tehnik ini. Keunggulan laparoskopi adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar 2 - 7 hari. Resiko yang terjadi pada pembedahan ini termasuk perlengketan, trauma terhadap organ sekitar seperti usus, ovarium,rektum serta perdarahan. Sampai saat ini miomektomi dengan laparoskopi merupakan prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri yang masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya. 3-5 c. Histerektomi Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah tindakan terpilih. Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus. Histerektomi dijalankan apabila didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12 - 14 minggu. Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal (laparotomi), vaginal dan pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi. Pilihan ini bergantung pada jenis histerektomi yang akan dilakukan, jenis penyakit yang mendasari, dan berbagai pertimbangan lainnya. Histerektomi abdominal tetap merupakan pilihan jika uterus tidak dapat dikeluarkan dengan metode lain. Histerektomi vaginal awalnya hanya dilakukan untuk prolaps uteri tetapi saat ini juga dikerjakan pada kelainan menstruasi dengan ukuran uterus yang relatif normal. Histerektomi vaginal memiliki resiko invasif yang lebih rendah dibandingkan histerektomi abdominal. Pada histerektomi laparoskopik, ada bagian operasi yang dilakukan secara laparoskopi. 3-5 Jenis-jenis histerektomi yaitu : 1. Histerektomi Parsial (Subtotal) Pada jenis ini, histerektomi dilakukan dengan pengangkatan rahim akan tetapi mulut rahim (serviks) tetap dibiarkan/ditinggal.sehingga oleh karena itu, penderita masih
20
dapat terkena kanker mulut rahim. Sehingga diperlukan pemerikasaan papsmear (pemeriksaan leher rahim) secara rutin. 2. Histerektomi Total Histerektomi ini dilakukan dengan mengangkat secara keseluruhan rahim beserta mulut rahim. 3. Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral. Histerektomi ini mengangkat uterus, mulut rahim, kedua tuba falopii, dan kedua ovarium. Pengangkatan ovarium menyebabkan keadaan penderita seperti menopause meskipun usianya masih muda. 4. Histerektomi Radikal Histerektomi ini dilakukan dengan mengangkat bagian atas vagina, jaringan dan kelenjar limfe disekitar kandungan . operasi ini biasanya dilakukan pada beberapa jenis
kanker
tertentu
guna
menyelamatkan
nyawa
penderita.
Histerektomi
perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal hysterectomy (TAH) dan subtotal abdominal hysterectomy (STAH). Masing - masing prosedur ini memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan untuk menghindari resiko operasi yang lebih besar seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan STAH kita meninggalkan serviks, di mana kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada tungkul vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan paska operasi di mana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH. 3-5
Gambar 3. Jenis – Jenis Histerektomi 21
Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginam, dimana tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Secara umum histerektomi vaginal hampir seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi. Maka histerektomi pervaginam tidak terlihat parut bekas operasi sehingga memuaskan pasien dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi lebih minimal dan masa penyembuhan lebih cepat dibandng histerektomi abdominal. 3-5
Histerektomi laparoskopi ada bermacam - macam tehnik. Tetapi yang dijelaskan hanya 2 yaitu; histerektomi vaginal dengan bantuan laparoskopi (Laparoscopically assisted vaginal
histerectomy
/
LAVH)
dan
classic
intrafascial
serrated
edged
macromorcellated hysterectomy (CISH) tanpa colpotomy. Pada LAVH dilakukan dengan cara memisahkan adneksa dari dinding pelvik dengan memotong mesosalfing kearah ligamentum kardinale dibagian bawah, pemisahan pembuluh darah uterina dilakukan dari vagina. CISH pula merupakan modifikasi dari STAH, di mana lapisan dalam dari serviks dan uterus direseksi menggunakan morselator. Dengan prosedur ini diharapkan dapat mempertahankan integritas lantai pelvik dan mempertahankan aliran darah pada pelvik untuk mencegah terjadinya prolapsus. Keunggulan CISH adalah mengurangi resiko trauma pada ureter dan kandung kemih, perdarahan yang lebih minimal,waktu operasi yang lebih cepat, resiko infeksi yang lebih minimal dan masa penyembuhan yang cepat. Jadi terapi mioma uteri yang terbaik adalah melakukan histerektomi. Dari berbagai pendekatan, prosedur histerektomi laparoskopi memiliki kelebihan kerana masa penyembuhan yang singkat dan angka morbiditas yang rendah dibanding prosedur histerektomi abdominal. 3-5
22
4. Penanganan Radioterapi Tindakan ini bertujuan agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga penderita mengalami menopause radioterapi ini umumnya hanya dikerjakan kalau terdapat kontrak indikasi untuk tindakan operatif akhir-akhir ini kontraindikasi tersebut makin berkurang. Radioterapi hendaknya hanya dikerjakan apabila tidak ada keganasan pada uterus. Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient). Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum. Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan menopause. Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan. 3-5 Komplikasi a. Degenerasi ganas Mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma ditemukan hanya 0,32 - 0,6% dari seluruh mioma, serta merupakan 50 - 75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause. 2,4,5 b. Torsi (Putaran Tangkai) Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan - lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaklah dibedakan dengan suatu keadaan di mana terdapat banyak sarang mioma dalam rongga peritoneum. 2,4,5
c. Nekrosis dan infeksi Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan kerana gangguan sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan hingga perdarahan berupa metroragia atau menoragia disertai leukore dan gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri. 2,4,5
23
Prognosis Prognosis baik jika ditemukan mioma berukuran kecil, tidak cenderung membesar dan tidak memicu keluhan yang berarti, cukup dilakukan pemeriksaan rutin setiap 3-6 bulan sekali termasuk pemeriksaan USG. 55% dari semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apapun. Menopause dapat menghentikan pertumbuhan mioma uteri. Pengecilan tumor sementara menggunakan obat-obatan GnRH analog dapat dilakukan, akan tetapi pada wanita dengan hormon yang masih cukup (premenopause), mioma ini dapat membesar kembali setelah obat-obatan ini dihentikan. Jika tumor membesar, timbul gejala penekanan, nyeri hebat, dan
perdarahan
dari
kemaluan
yang
terus
menerus,
tindakan
operasi
sebaiknya
dilakukan. Rekurensi setelah miomektomi sebesar 15 - 40 %, 2/3-nya memerlukan pembedahan lagi. 8
24
KESIMPULAN
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang struktur utamanya adalah otot polos rahim. Mioma uteri terjadi pada 20-25% perempuan di usia reproduktif, tetapi oleh faktor yang tidak diketahui secara pasti. Kebanyakan mioma uteri tumbuh tanpa menimbulkan keluhan atau gejala. Pada perempuan mungkin mengeluh perdarahan menstruasi lebih banyak dari biasa, atau nyeri sewaktu menstruasi, perasaan penuh dan ada tekanan-tekanan pada rongga perut, atau keluhan anemia karena kurang darah atau nyeri pada waktu berhubungan seksual, atau nyeri pada waktu bekerja. Perempuan lain yang mengidap mioma mengeluh susah hamil atau mudah keguguran.Terapi pilihan adalah histerektomi karena konservatif (hormonal) hanya akan menunda penyembuhan dan upaya untuk mengatasi keluhan penderita, termasuk gangguan kesehatan akibat perdarahan atau stress psikis yang berkepanjangan. Untuk tindakan tambahan (salpingo-ooforektomi) sangat tergantung pada usia, status fisik, tenggang waktu dari saat operaso hingga menopause, dan ada tidaknya gangguan lain pada ovarium.
25
DAFTAR PUSTAKA 1. Anwar M, Baziad A, Prajitno P. Ilmu kandungan, Edisi ke 3; Jakarta 2014; Hal 274-79 2. Yumru AE, Dincgez B, Dogru F, Ondes B, Bozkurt M, Yumru C. Ist it essentialto perform preoperative diagnostic curettage in patients scheduled for uterine myoma surgery? Obstetrics and Gynecology 2013; 3(2): 11. 3. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Obstetri Williams. Edisi ke-21, Volume 2. Jakarta: ECG; 2004. h.934,1035-7. 4. Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. Edisi ke-3. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008. 5. Howkin’s & Bourne. Shaw’s Textbook of Gynaecology. Edisi ke-12. New Delhi: B. I. Churchill Livingstone; 22: 275 - 284 6. Mioma
Uteri.
Diunduh
dari
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-
srirahayug-5147-2-bab2.pdf 2 Maret 2015 7. Hadibroto BR. Mioma Uteri. Majalah Kedokteran Nusantara. Volume 38. No. 3. 2005. Diunduh
dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15576/1/mkn-sep2005-
%20%289%29.pdf 2 Maret 2015 8. Baziad A. Pengobatan medikamentosa mioma uteri dengan analog GnRH. Dalam : Endokrinologi ginekologi edisi kedua. Jakarta : Media Aesculapius FKUI, 2003; 151 – 156. Diunduh dari http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/mioma-uteri/mrdetail/906/ 2 Maret 2015 9. Chelmow,
David.
Gynecologic
myomectomy.
2005.
Diunduh
dari
http://www.emedicine.com/med/topic3319.htm 15 Agustus 2014 10. DeCherney AH, Nathan L. Current Obstetri and Gynaecology Diagnosis and Therapy. McGraw-Hill, 2003; P: 693 – 699 11. Bacon JL, Chelmow D. Diagnostic Dilation and Curettage. Aug 8, 2013. Diunduh dari emedicine.medscape.com/article/1848239-author 2 Maret 2015
26