Referat Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (drg).docx

  • Uploaded by: Iyunn Mohamadd
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (drg).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,028
  • Pages: 23
REFERAT METODE KONTRASEPSI JANGKA PANJANG

Disusun Oleh : Darius Revin Gozali 1361050195

Pembimbing : dr. Hindar Jaya. SpOG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD BEKASI PERIODE 01 OKTOBER 2018 – 08 DESEMBER 2018 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA JAKARTA

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan penyusunan referat ini yang berjudul “Metode Kontrasepsi Jangka Panjang”. Referat ini saya susun untuk melengkapi tugas di Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan RSUD Bekasi. Saya mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Hindar Jaya Sp.OG yang telah membimbing dan membantu saya dalam melaksanakan kepaniteraan dan dalam menyusun referat ini. Saya menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format referat ini. Oleh karena itu, segala kritik dan saran saya terima dengan tangan terbuka. Akhir kata saya berharap referat ini dapat berguna bagi rekan-rekan serta semua pihak yang ingin mengetahui sedikit banyak tentang “ Metode Kontrasepsi Jangka Panjang”.

Jakarta, November 2018

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN

Penduduk merupakan modal dasar dan faktor dominan pembangunan harus menjadi titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan. Jumlah penduduk yang besar dengan kualitas rendah dan pertumbuhan yang cepat, akan memperlambat tercapainya kondisi yang ideal antara kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan (UU.No 52, 2009: 1). Pertumbuhan penduduk diperkirakan akan sangat dramatis di negaranegara berkembang di dunia. Menurut perkiraan dan proyeksi populasi oleh PBB Revisi tahun 2012, populasi penduduk dunia dari 7,2 miliar pada pertengahan 2013 diproyeksikan meningkat hampir satu miliar orang dalam dua belas tahun ke depan, mencapai 8,1 miliar pada tahun 2025, dan lebih meningkat menjadi 9,6 miliar pada tahun 2050 dan 10,9 miliar pada tahun 2100 (ESA, 2013: 2). Berdasarkan data proyeksi pertumbuhan penduduk tersebut dapat diperkirakan pertumbuhan penduduk di dunia cukup pesat, dimana jumlah penduduk di dunia meningkat hampir satu miliar orang dalam dua belas tahun. Persoalan kependudukan di Indonesia sangat kompleks dan memerlukan penanganan secara komprehensif. Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan penduduk tinggi, kualitas rendah dan persebaran tidak merata (Kemendagri, 2010: 12). Untuk itu diperlukan upaya-upaya pengendalian jumlah penduduk, salah satunya melalui program KB (Keluarga Berencana) yang telah dimulai sejak tahun 1968. Program Keluarga Berencana Nasional diatur dalam Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Dalam UU Nomor 52 Tahun 2009 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Keluarga Berencana (KB) adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas (UU No 52, 2009: 4). Peserta KB Baru (PB) adalah pasangan usia subur yang baru pertama kali menggunakan alat/cara kontrasepsi dan atau pasangan usia subur yang kembali menggunakan metode kontrasepsi setelah melahirkan / keguguran. Secara nasional peserta KB baru pada bulan Oktober 2013 sebanyak 723.456 peserta. Apabila dilihat per mix kontrasepsi maka persentasenya adalah sebagai berikut : 53.435 peserta IUD (7,39%), 10.160 peserta MOW (1,40%), 81.000 peserta implant (11,20% ), 334.011 peserta suntikan (46,17%), 195.761 peserta pil (27,06%), 2.174 peserta MOP (0,30%) dan 46.915 peserta kondom (6,48%). Mayoritas peserta KB baru bulan Oktober 2013, didominasi oleh peserta KB yang menggunakan Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (Non MKJP), yaitu sebesar 79,71% dari seluruh peserta KB baru. Sedangkan peserta KB baru yang menggunakan metode jangka panjang seperti IUD, MOW, MOP dan Implant hanya sebesar 20,29% (BKKBN, 2013: 10). Rendahnya cakupan peserta KB baru yang menggunakan MKJP, menunjukkan kurangnya minat masyarakat untuk menggunakan MKJP dan dapat dilatar belakangi oleh banyak faktor. Menurut hasil penelitian terdahulu, adapun faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan peserta KB baru yang menggunakan MKJP diantaranya, jaringan komunikasi dalam mensosialisasikan program Keluarga Berencana dalam rangka peningkatan partisipasi pria dengan Medis Operasi Pria (MOP) tergolong buruk. Partisipasi masyarakat pun masih

tergolong rendah, hal ini terlihat dari rendahnya peran serta pria dalam ber-KB. Selama ini belum ada forum yang mempertemukan antara petugas (PKB) maupun kader dengan para pria sebagai sasaran dari program KB Pria. Selain itu, kemitraan antara pemerintah dnegan organisasi lokal belum nampak, organisasi lokal seperti RT, RW kurang berperan dalam membantu mensosialisasikan program yang ada. Sikap dari para penerima program dalam hal ini pria, masih tergolong kurang baik. Sebagian besar masih enggan menerima program yang ada dikarenakan mereka tidak benar-benar memahami manfaat MOP itu sendiri. Mereka masih menilai bahwa MOP itu buruk, Sehingga dapat dikatakan bahwa sikap masyarakat terhadap program adalah sikap yang negatif, sebagian besar dari mereka menolak adanya MOP (Anastasia O, 2012: 17). Metode Kontrasepsi Jangka Panjang yang disingkat MKJP adalah metode kontrasepsi yang dikenal efektif karena dapat memberikan perlindungan dari risiko kehamilan untuk jangka waktu sampai sepuluh tahun yang terdiri dari Metode Operasi Wanita (MOW), Metode Operasi Pria (MOP), Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) dan implant atau yang dikenal dengan susuk KB merupakan alat kontrasepsi bawah kulit (AKBK) dengan masa berlaku tiga tahun (Sri L N, 2011: 6). Menurut Saifudin kehamilan dan kelahiran terbaik artinya saat mempunyai resiko rendah untuk ibu dan anak yaitu pada usia 20 sampai 35 tahun. Perempuan berusia lebih dari 35 tahun memerlukan kontrasepsi yang aman dan efektif untuk mengakhiri kelahiran karena kelompok ini akan mengalami peningkatan morbiditas dan mortalitas jika mereka hamil. Dalam pemilihan alat kontrasepsi, perempuan berusia lebih dari 35 tahun diarahkan pada Metode Kontrasepsi Jangka Panjang. Langkah yang akan diambil untuk bisa mencapai target penurunan kelahiran dan lain-lain, antara lain meningkatkan akses pelayanan KB MKJP. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2010-2014, salah satu fokus penggarapan program kependudukan dan KB tahun 2013 juga diarahkan pada penggunaan MKJP (Idam N, 2014: 3). Permasalahan yang lain yaitu dukungan masyarakat yang masih kurang terhadap program KB, nampak pada unmet need untuk PUS usia 42 tahun ke atas masih rendah diketahui dari data peserta KB aktif bulan Desember 2014 jumlah PUS yang tidak berKB kategori tidak ingin punya anak lagi sebanyak 12907 atau 26 % dari total PUS yang tidak berKB. Selain itu, persepsi bahwa KB adalah tanggung jawabnya kaum perempuan saja membuat minimnya pengguna alat kontrasepsi pria khususnya untuk MKJP MOP (Metode Kontrasepsi Pria), dimana angkanya hanya 911 akseptor atau 0,5% dari total jumlah PUS yang saat ini menjadi peserta KB aktif. Dapat disimpulkan bahwa baik itu input maupun partisipasi masyarakat dalam program KB MKJP di Kabupaten Magelang masih buruk, sehingga menjadi suatu permasalahan dalam pelaksanaan program KB MKJP di Kabupaten Magelang. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penting untuk kita lebih memahami mengenai Program KB MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Program KB 2.1.1 Definisi Program KB Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga menyebutkan bahwa Keluarga Berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas (UU.No 52, 2009: 10). Kelurga Berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, dan peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujukkan keluarga kecil bahgia dan sejahtera (BKKBN Jateng, 2012: 4). Pengaturan kehamilan adalah upaya untuk membantu pasangan suami istri untuk melahirkan pada usia yang ideal, memiliki jumlah anak, dan mengatur jarak kelahiran anak yang ideal dengan menggunakan cara, alat, dan obat kontrasepsi (UU.No 52, 2009: 10). 2.1.2 Epidemiologi

Gambar 1.Penggunaan Kontrasepsi di Indonesia Dibandingkan dengan Negara-negara Anggota ASEAN (Sumber : World Health Statistics, 2013, data rata-rata tahun 2005-2012) Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa angka kontrasepsi Indonesia melebihi ratarata penggunaan kontrasepsi di negara ASEAN.

Gambar 2.Pemakaian MKJP dan Non MKJP Tahun 1991-2012(Sumber : SDKI) Pada grafik di atas dapat kita lihat rasio penggunaan Non-MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang) dan MKJP setiap tahun semakin tinggi, atau pemakaian kontrasepsi nonMKJP lebih besar dibandingkan dengan pemakaian kontrasepsi MKJP. Padahal Couple Years Protection (CYP) Non-MKJP yang berkisar 1-3 bulan memberi peluang besar untuk putus penggunaan kontrasepsi (20-40%). Sementara itu CYP dari MKJP yang berkisar 3-5 tahun memberi peluang untuk kelangsungan yang tinggi, namun pengguna metode ini jumlahnya kurang banyak. Hal ini mungkin disebabkan karena penggunaan metode ini membutuhkan tindakan dan keterampilan profesional tenaga kesehatan yang lebih kompleks.

Gambar 3. Distribusi pemilihan metode KB pada perempuan yang pernah kawin usia 15 – 49 tahun, Menurut provinsi di Indonesia,2010. Pemilihan metode KB jika menurut lokasi perkotaan dan perdesaan (Gambar 2), terlihat bahwa perkotaan sedikit lebih tinggi persentasenya (47,3%) dibandingkan daerah perdesaan (45,2%) untuk ketidaksertaan KB 47; demikian juga untuk metoda KB MKJP perkotaan lebih tinggi persentasenya (9,4%) dibandingkan perdesaan (7,6%).

2.1.3 Tujuan Program KB Kebijakan keluarga berencana dilaksanakan untuk membantu calon atau pasangan suami istri dalam mengambil keputusan dan mewujudkan hak reproduksi secara bertanggung jawab tentang: a.Usia ideal perkawinan; b.Usia ideal untuk melahirkan; c.Jumlah ideal anak; d.Jarak ideal kelahiran anak; dan e.Penyuluhan kesehatan reproduksi. Kebijakan keluarga berencana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga bertujuan untuk: 1. mengatur kehamilan yang diinginkan; 2. menjaga kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak; 3. meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi; 4. meningkatkan partisipasi dan kesertaan pria dalam praktek keluarga berencana; 5. mempromosikan penyusuan bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan. (UU.No 52, 2009: 17) Hawkins et al. (1995) mengamati bahwa pelayanan KB menawarkan berbagai manfaat ekonomi bagi rumah tangga, negara dan dunia pada umumnya. 1. Keluarga berencana memungkinkan individu untuk mengatur waktu dan jumlah kelahiran, yang akan menyelamatkan kehidupan anak-anak. 2. Dengan mengurangi kehamilan yang tidak diinginkan, pelayanan KB dapat mengurangi cedera, penyakit dan kematian yang berhubungan dengan kelahiran anak, aborsi dan infeksi menular seksual (IMS) termasuk HIV / AIDS. 3. Keluarga berencana memberikan kontribusi untuk penurunan pertumbuhan penduduk, pengurangan kemiskinan dan pelestarian lingkungan hidup serta permintaan barang dan jasa. (Timothy C et al, 2011: 4) 2.1.4 Kepesertaan

Peserta program keluarga berencana yaitu Pasangan Usia Subur (PUS). Pasangan Usia Subur adalah pasangan suami-istri yang istrinya berumur antara 15-49 tahun, dan secara operasional pula pasangan suami-istri yang istri berumur kurang dari 15 tahun dan telah kawin atau istri berumur lebih dari 49 tahun tapi belum menopause. Tingkat kesertaan berKB diukur dari angka persentase PUS yang menjadi peserta KB (BKKBN, 2013: 14). 2.2. Kontrasepsi Kontrasepsi berasal dari kata “kontra” dan “konsepsi”. Kontra berarti mencegah atau melawan; konsepsi berarti pertemuan antara sel telur (sel wanita) yang matang dengan sel sperma yang mengakibatkan terjadinya kehamilan. Kontrasepsi berarti menghindari/ mencegah terjadinya pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma, sehingga tidak terjadi kehamilan (BKKBN, 2015). 2.2.1 Macam - Macam Metode Kontrasepsi Ø Jenis kontrasepsi menurut SDKI 1. Cara tradisional meliputi pantang berkala, senggama terputus, dan lainnya seperti pijt dan jamu. 2. Cara modern meliputi penggunaan IUD, susuk KB/implant, sterilisasi pria/Medis Operasi Pria, sterilisasi wanita/Metode Operasi Wanita, suntikan, pil, dan kondom (Bappennas, 2010: 18). Ø Jenis kontrasepsi yang tersedia berdasarkan kandunganya 1. Kontrasepsi hormonal (pil, suntikan, implant dan iud-mirena atau LNG-IUS ) 2. Kontrasepsi non-hormonal (kondom, IUD-TCu, dan metode kontap) Ø Jenis kontrasepsi berdasarkan efektivitasnya 1. MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk dalam kategori ini adalah susuk (implant) IUD, MOP dan MOW. 2. Non MKJP yaitu kondom, pil, suntik dan metode lainnya. Sampai saat ini belum ada suatu cara kontrasepsi yang 100 persen ideal. Suatu cara kontrasepsi dapat dikatakan ideal apabila: 1. pemakaiannya aman dan dapat dipercaya; 2. harganya murah dan terjangkau oleh masyarakat; 3. alkon dapat diterima oleh pasangan suami istri; 4. tidak memerlukan motivasi terus menerus;

5. tidak memerlukan bantuan medik atau kontrol yang ketat selama pemakaiannya; 6. cara penggunaannya sederhana; dan 7. efek samping yang merugikan minimal. Berikut adalah beberapa alat dan obat kontrasepsi cara modern dengan berbagai manfaat, efek samping, dan cara kerjanya (Bappennas, 2010: 18). Beberapa metode kontrasepsi modern MKJP seperti sterilisasi perempuan dan lakilaki, IUD dan implant memiliki tingkat kegagalan 1% atau kurang, yang berarti bahwa pasangan memiliki kesempatan 1% atau kurang dari kehamilan yang tidak diinginkan dalam 12 bulan pertama menggunakan MKJP. Tingkat kegagalan untuk kontrasepsi suntik dan oral masing-masing 7% dan 9%, karena beberapa wanita lupa atau menunda suntikan atau pil. Probabilitas kegagalan kondom agak lebih tinggi sebanyak 17%, terutama karena tidak sempurna atau penggunaan yang tidak konsisten. Pasangan yang menggunakan metode kesadaran kesuburan memiliki tingkat risiko kegagalan yang lebih tinggi dari 25%, meskipun penggunaan metode tersebut masih jauh lebih efektif daripada tidak menggunakan metode sama sekali. Sehingga dapat disimpulkan bahwa KB MJKP jauh lebih efektif dan meminimalisasi kegagalan dalam penggunaan alat kontrasepsi (Megan L. Kavanaugh et al, 2013: 6). 2.2.2 Metode Kontrasepsi Jangka Panjang Metode Kontrasepsi Jangka Panjang adalah metode kontrasepsi yang dapat digunakan dalam waktu relatif lama. Metode kontrasepsi yang termasuk dalam MKJP adalah IUD, implan, dan kontrasepsi mantap (BKKBN, 2010). Metode Kontrasepsi Jangka Panjang sangat membantu menurunkan angka kematian ibu dan kehamilan yang tidak diinginkan, serta aborsi (BKKBN, 2010). Beberapa arahan kebijakan dalam rangka menciptakan pertumbuhan penduduk yang terkendali dan keluarga kecil yang berkualitas sebagai sasaran program KB yaitu peningkatan pemakaian kontrasepsi yang lebih efektif serta efisien untuk jangka waktu panjang (BKKBN,2005). Kegiatan KB sementara ini masih kurang dalam pengggunaan metode kontrasepsi jangka panjang. 2.2.2.1 Intra Uterine Device ( IUD ) 1). Pengertian IUD Alat ini disebut dengan spiral ataupun IUD (Intra Uterine Device) atau dalam bahasa terjemahannya disebut alat yang dimasukan ke dalam tubuh. Metode ini menggunakan alat kontrasepsi yang ditanam di dalam rahim perempuan. Alat ini bekerja dengan 2 tujuan yakni untuk mencegah terjadinya penempelan sel telur pada dinding rahim ataupun mencegah terjadinya pembuahan sel telur oleh sperma. Alat kontrasepsi ini paling umum terbuat dari plastik maupun plastik bercampur tembaga. Alat kontrasepsi ini termasuk metode reversibel. Generasi terbaru IUD memiliki efektifitas hingga 99% dalam mencegah kehamilan pada pemakaian 1 tahun atau lebih. IUD bisa bertahan hingga sepuluh tahun di dalam rahim dan kemudian harus dikeluarkan dan diganti. Masa panjang dan pendeknya IUD serta penggantian IUD juga ditentukan oleh jenis IUD yang dipakai. Jadi, tidak semua IUD memiliki masa efektif selama 10 tahun. 2). Jenis IUD

IUD juga dikenal sebagai AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim), saait ini AKDR yang ada termasuk dalam tiga golongan utama : inert, mengandung tembaga, dan melepaskan hormon. Bentuk dan ukuran AKDR bermacam – macam. Semua alat kontrasepsi ini memiliki satu atau dua benang nilon yang melekat ke ujung bawah untuk mempermudah pengeluaran dan mengontrol posisi IUD dalam tubuh. IUD jenis inert merupakan IUD tanpa penggunaan obat. Tipe ini kini tidak lagi diproduksi karena kurang efektif. IUD yang mengandung tembaga hingga kini masih diproduksi bahkan sangat dianjurkan karena keefektifitasannya mencegah kehamilan. IUD yang mengandung tembaga biasanya dilisensi antara 5-10 tahun. Jenis Nova-T 380 dilisensikan untuk pemakaian 5 tahun dan Coper-T 380 untuk pemakaian kesinambungan di Eropa barat. IUD yang mengandung tembaga ini terdiri dari rangka plastik dengan kawat tembaga melingkari batang dan sebagian memiliki sarung tembaga di lengannya. Efektifitas dan masa aktif alkon ini ditentuan oleh luas permukaan tembaga. Selain Nova-T juga terdapat alkon spiral tanpa rangka, Gynefix. Alat ini memiliki dampak bagus untuk mengurangi efek samping yang sering ditimbulkan tembaga yang memiliki rangka. IUD tanpa rangka ini dilisensi untuk pemakaian 5 tahun. IUD jenis ketiga adalah IUD yang melepaskan hormon. Sistem IUD penghasil levonorgestrel dikembangkan oleh Population Council, dan beredar dengan merk dagang Mirena (Levonova). LNG IUS terdiri dari sebuah rangka Nova-T dengan sebuah kolom LNG di dalam suatu membran (yang berfungsi membatasi pengekuaran zat) yang membungkus batang vertikal alat. Alat ini mengandung 52 mg LNG yang dilepaskan dengan kecepatan 20ug/ hari. 3). Cara Kerja IUD Dalam kondisi apa adanya (tidak memakai IUD ataupun sedang hamil), rahim berada dalam kondisi kosong kecuali adanya proses penebalan dinding dan luruhnya sel darah. Maka ketika sebuah alat dimasukan ke dalam rahim, tentu akan menimbulkan reaksi benda asing di endometrium. Hal ini disertai peningkatan produksi prostaglandin dan infiltrasi leukosit. Menurut Meera Kishen (2002) dalam reaksi ini ditingkatkan oleh tembaga yang mempengaruhi enzim – enzim endometrium, metabolisme glikogen, dan penyerapan estrogen, serta menghambat transportasi sperma. Pada pemakai IUD yang mengandung tembaga, jumlah spermatozoa yang mencapai saluran genitalia atas berkurang. Perubahan cairan tuba dan uterus mengganggu viabilitas gamet, baik sperma ataupun ovum yang diambil dari pemakaian IUD yang mengandung tembaga memperlihatkan degenerasi mencolok (WHO,1997). Secara singkat cara kerja IUD adalah sebagai berikut : 1. Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii. 2. Mempengarui fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri. 3. IUD bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun IUD membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi.

4. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus. 4) Kontraindikasi Pemasangan IUD Kontraindikasi pemasangan IUD yaitu keadaan dimana seorang wanita tidak dapat dilakukan pemasangan IUD dengan alasan : 1. Hamil dan kemungkinan hamil. 2. Perdarahan pervagina yang tidak diketahui penyebabnya. 3. Sedang menderita infeksi alat genital. 4. Sedang atau sering mederita penyakit radang panggul atau abortus septik selama 3 bulan terakhir. 5. Kelainan bawaan uterus atau tumor jinak rahim yang dapat mempengaruhi kavum uteri. 6. Penyakit trofoblas yang ganas. 7. Menderita TBC pelvik. 8. Kanker alat genital. 9. Ukuran kavum uteri kurang dari 5 cm. 5) Penentuan Waktu Pemasangan Asalkan tidak ada indikasi kehamilan, IUD bisa dipasang setiap saat selama siklus menstruasi. IUD bisa dipasang segera setelah 6 minggu persalinan, baik persalinan pervaginam maupun secara sectio caesarea. Jika pun dipasang setelah 48 jam pasca persalinan, sebenarnya cukup aman. Namun, yang perlu diingat pemasangan di masa ini berpotensi sangat besar terjadi ekspulsi. Pemasangan di masa menstruasi secara konvensional dianjurkan karena beberapa alasan berikut : kemungkinan adanya kehamilan sangatlah kecil, kemungkinan pemasangannya sangat mudah, perdarahan setelah pemasangan tersamar oleh menstruasi, serviks lebih lunak dan os internus sedikit terbuka. Namun, kekurangan pemasangan di masa menstruasi adalah angka ekspulsi sedikit lebih tinggi karena kontraktilitas uterus meningkat. 6) Saran Pasca Pemasangan Tubuh secara wajar akan bereaksi terhadap pemasangan IUD. Akseptor akan merasakan mual, nyeri di bagian bawah perut yang ringan hingga sedang, dan juga sinkop walaupun jarang terjadi. Jika mengalami hal ini akseptor diharapkan beristirahat sejenak sekitar 10-15 menit setelah pemasangan IUD. Catatan yang perlu diberikan kepada akseptor yaitu tentang tanggal pemasangan IUD dan jenis IUD yang dipasang. Akseptor juga diminta untuk memeriksa IUD secara berkala

benang IUD untuk memastikan posisi IUD berada dalam posisinya yang benar. Biasanya, pada minggu – minggu pertama akseptor harus sering memeriksa benang IUD, dan setelah itu sebulan sekali pada akhir menstruasi. dimaksudkan untuk antisipasi bahwa tidak ada permasalahan permasalahan apa pun terkait dengan IUD yang dipasang. 7) Cara Memeriksa Benang IUD 1. Cuci tangan dengan air sabun mengalir 2. Berjongkok. Masukan jari dalam vagina sejauh mungkin. Raba tali vagina yang menjulur di sana. Namun, jangan menarik tali tersebut. 3. Keluarkan jari – jari dan cuci bersih. 8) Keuntungan Menggunakan IUD 1. Sebagai kontrasepsi mempunyai efektifitas yang tinggi (0,6-0,8 kehamilan per 100 perempuan dalam satu tahun pertama). 2. IUD dapat efektif segera setelah pemasangan. 3. Metode jangka panjang. 4. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat. 5. Tidak mempengaruhi hubungan seksual. 6. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut hamil. 7. Tidak ada efek samping hormonal dengan CuT-380A. 8. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI. 9. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi). 10. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir). 11. Tidak ada interaksi dengan obat – obatan. 12. Membantu mencegah kehamilan ektopik. 13. Reversibilitas tinggi 9) Kekurangan Menggunakan IUD Kekurangan menggunakan IUD adalah timbulnya beberepa efek samping yang umumnya terjadi, diantaranya adalah perubahan siklus haid terutama pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan, haid lebih lama dan banyak, perdarahan (spotting) antar siklus menstruasi, serta nyeri saat haid.

Selain efek samping yang umumnya terjadi, beberapa komplikasi juga memungkinkan dialami oleh akseptor, diantaranya rasa sakit dan kejang perut selama 3 sampai 5 hari pasca pemasangan, perdarahan hebat saat haid yang dapat menyebabkan anemia, serta perforasi dinding uterus namun jarang terjadi. IUD tidak dapat mencegah penularan IMS termasuk juga HIV/ AIDS. Perempuan dengan IMS, sering berganti pasangan, maupun perempuan yang menderita radang panggul tidak dianjurkan memakai IUD karena dapat memicu infertilitas.

2.2.2.2 Implan 1). Pengertian Implan Implan biasa dikenal sebagai susuk. Implan dimasukkan ke bawah permukaan kulit di sebelah dalam lengan. Implan berupa tabung yang sangat kecil dan lunak berisi hormon progestin. Cara pemasangan implan dengan membuat irisan kecil di lengan untuk jalan masuk tabung implan. Sistem ini terbuat dari polimer yang tidak terurai secara hayati. Zat progesteron aktif biasanya dikandung di tengah kapsul ataupun berada di sepanjang batang polimer. Implan menghasikan kadar steroid kontrasepsi yang rendah dan konstan dalam darah, melalui difusi dari batang atau kapsul secara terus menerus secara perlahan sepanjang usia alat tersebut. 2) Jenis Implan 1.Norplant Norplant terdiri dari enam batang silastik yang lembut berongga dan berisi 36 mg Levonogestrel. Norplant mempunyai masa kerja 5 tahun. 2.Implanon Impalnon terdiri dari satu batang putih dan lentur dan yang berisi 68 mg etonogestrel. Implanon mempunyai masa kerja 3 tahun. Implanon melepaskan 60-70 μg/ hari pada minggu kelima sampai keenam, menurun menjadi 35-45 μg/ hari pada akhir tahun pertama, dan 25-30 μg/ hari pada akhir tahun ketiga. 3.Jedena atau indoplant Jedena atau indoplant terdiri dari dua batang implant yang berisi 75 mg Levonogestrel. Indoplant mempunyai masa kerja 3 tahun. 3) Cara Kerja Implan 1. Mengentalkan lendir serviks 2. Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi implantasi hasil konsepsi.

3. Mengurangi transportasi sperma 4. Menekan ovulasi. 4) Keuntungan Menggunakan Implan 1. Efektifitas tinggi yaitu mempunyai angka kegagalan 0,2-1 kehamilan per 100 perempuan. 2. Bebas dari pengaruh estrogen. 3. Tidak mempengaruhi produksi ASI. 4. Perlindungan jangka panjang. 5. Pengembalian kesuburan yang cepat setelah pencabutan. 6. Tidak menggangu senggama. 7. Tidak memerlukan pemeriksaan dalam. 8. Dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan akseptor. 5) Kekurangan Menggunakan Implan 1. Sebagian besar akseptor mengalami perubahan pola haid berupa perdarahan bercak ( spotting ), hipermenorea, atau meningkatnya jumlah darah haid, serta amenorea. 2. Nyeri kepala 3. Peningkatan/ penurunan berat badan 4. Nyeri payudara 5. Perasaan mual 6. Memerlukan tindakan pembedahan minor untuk pemasangan maupun pencabutan. 7. tidak melindungi dari IMS 8. Efektifitas berkurang jika mengkonsumsi obat TBC maupun epilepsi. 6) Kontraindikasi Menggunakan Implan 1. Hamil atau dicurigai hamil 2. Perdarahan pervagina yang belum jelas penyebabnya

3. Mengalami maupun riwayat benjolan/ kanker pada payudara 4. Mioma uteri 5. Gangguan intoleransi glukosa. 7) Penentuan Waktu Mulai Menggunakan Implan 1. Pada hari kedua sampai ketujuh siklus haid tidak diperlukan metode kontrasepsi tambahan. 2. Setiap saat dalam siklus haid dan dipastikan tidak dalam kondisi hamil. Bila insersi dilakukan setelah hari ketujuh siklus haid, diperlukan menggunakan kontrasepsi tambahan selama 7 hari. 3. Bila akseptor tidak haid, insersi dapat dilakukan setiap saat dan dipastikan tidak dalam keadaan hamil dengan disertai penggunaan kontrasepsi lain selama tujuh hari. 4. Ibu menyusui secara eksklusif dan belum haid, insersi dapat dilakukan setiap saat dan dipastikan tidak dalam keadaan hamil lagi tanpa menggunakan kontrasepsi lain. 5. Ibu pasca salin yang telah haid kembali dapat dilakukan insersi kapan saja dengan menggunakan kontrasepsi lain selama 7 hari. 6. Akseptor KB hormonal yang ingin mengganti KB implan, insersi dapat dilakukan kapan saja dan dipastikan akseptor tidak sedang hamil, serta menggunakan kontrasepsi yang terdahulu dengan benar. 7. Akseptor KB suntik yang ingin berganti menggunakan implan, pemasangan dilakukan pada jadwal suntikan berikutnya dan tidak memerlukan kontrasepsi lain pasca pemasangan. 8. Akseptor IUD yang inggin berganti menggunakan implan, pemasangan dilakukan pada hari ke 7 haid dengan menggunakan kontrasepsi lain selama 7 hari. 9. Pemasangan implan dapat segera dilakukan pada pasien pasca keguguran. 2.2.2.3 Tubektomi 1. Pengertian Tubektomi Tubektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan fertilitas perempuan. Tindakan tubektomi yaitu dengan melakukan penyumbatan pada kedua tuba falopi melalui tindakan laparotomi atau laparoskopi. Selain dilakukan penyumbatan, tindakan tubektomi juga dapat dilakukan dengan pengangkatan kedua tuba falopi apabila terdapat indikasi medis. Mekanisme kerja tubektomi yaitu dengan mengoklusi tuba sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum. Waktu yang terbaik untuk melakukan tubektomi pascapersalinan ialah tidak lebih dari 48 jam sesudah melahirkan karena posisi tuba mudah dicapai dari subumbilikus dan

rendahnya resiko infeksi. Bila masa 48 jam pascapersalinan telah terlampaui maka pilihan untuk tetap memilih tubektomi, dilakukan 6-8 minggu persalinan atau pada masa interval. 2. Teknik Tubektomi Tindakan yang dilakukan sebagai tindakan pendahuluan untuk mencapai tuba falopii terdiri atas : pembedahan transabdominal seperti laparotomi, mini laparotomi, laparoskopi; pembedahan transvaginal seperti kolpotomi posterior, kuldoskopi; dan pembedahan transservikal (transuterin) seperti penutupan lumen tuba histeroskopik.

Untuk menutup lumen dalam tuba, dapat dilakukan pemotongan tuba dengan berbagai macam tindakan operatif, seperti cara Pomeroy, cara Irving, cara Uchida, cara Kroener, cara Aldridge. Pada cara Madlener tuba tidak dipotong. Disamping cara-cara tersebut, penutupan tuba dapat pula dilakukan dengan jalan kauterisasi tuba, penutupan tuba dengan clips, Falope ring, Yoon ring, dll. Cara penutupan tuba : 

Cara Madlener Bagian tengah tuba diangkat dengan cunam pean, sehingga terbentuk suatu lipatan terbuka. Kemudian, dasar dari lipatan tersebut dijepit dengan cunam kuat-kuat dan selanjutnya dasar itu diikat dengan benang yang tidak diserap. Tidak dilakukan pemotongan tuba.

Gambar 4. Cara Madlener



Cara Pomeroy Cara ini paling banyak dilakukan. Dilakukan dengan mengangkat bagian tengah dari tuba sehingga membentuk suatu lipatan terbuka, kemudian dasarnya diikat dengan benang yang dapat diserap, tuba diatas dasar itu dipotong. Setelah benang pengikat diserap, maka ujung- ujung tuba akhirnya terpisah satu dengan yang lain.

Gambar 5. Cara Pomeroy 

Cara Irving Pada cara ini tuba dipotong antara dua ikatan benang yang dapat diserap, ujung proksimal dari tuba ditanamkan kedalam miometrium, sedangkan ujung distal ditanamkan ke dalam ligamentum latum.

Gambar 6. Cara Irving 

Cara Aldridge Peritoneum dari ligamentum latum dibuka dan kemudian tuba bagian distal bersama-sama dengan fimbria ditanam ke dalam ligamentum latum.



Cara Uchida Tuba ditarik ke luar abdomen melalui suatu insisi kecil (mini laparotomi) di atas simfisis pubis. Kemudian di daerah ampula tuba dilakukan suntikan dengan larutan Adrenalin dalam air garam dibawah serosa tuba. Akibatnya, mesosalping di daerah tersebut menggembung.lalu dibuat sayatan kecil di daerah yang kembung tersebut. Serosa dibebaskan dari tuba sepanjang kira-kira 4-5 cm; tuba dicari dan setelah ditemukan dijepit, diikat, lalu digunting. Ujung tuba yang proksimal akan

tertanam dengan sendirinya dibawah serosa, sedangkan ujung tuba yang distal dibiarkan berada diluar serosa. Luka sayatan dijahit dengan kantong tembakau. Angka kegagalan cara ini adalah 0. 

Cara Kroener Bagian fimbria dari tuba dikeluarkan dari lubang operasi. Suatu ikatan dengan benang sutera dibuat melalui bagian mesosalping dibawah fimbria. Jahitan ini diikat 2x, satu mengelilingi tuba dan yang lain mengelilingi tuba sebelah proksimal dari jahitan sebelumnya. Seluruh fimbria dipotong. Tehnik ini banyak digunakan. Keuntungan cara ini antara lain sangat kecil kemungkinan kesalahan mengikat ligamentum rotundum. Angka kegagalan 0,19%.

Gambar 7. Cara Kroener 3) Keuntungan Dilakukan Tubektomi 1. Sangat efektif (angka kegagalan 0,5 kehamilan per 100 perempuan selama satu tahun pertama penggunaan) 2. Tidak mempengaruhi proses menyusui 3. Tidak bergantung pada faktor senggama 4. Baik bagi akseptor yang apabila terjadi kehamilan mengalami gangguan kesehatan yang serius. 5. Tindakan pembedahan sederhana dengan menggunakan anastesi lokal. 6. Tidak ada efek samping kesehatan jangka panjang. 7. Tidak ada perubahan fungsi seksual karena tidak ada efek pada produksi hormon ovarium 4) Kekurangan Dilakukan Tubektomi

1. Perlu dipertimbangkan sifatnya yang permanen sehingga tidak dapat dikembalikan kesuburannya kecuali dengan operasi rekanalisasi. 2. Akseptor dapat menyesal di kemudian hari. 3. Resiko komplikasi kecil kecuali apabila digunakan anastesi umum. 4. Rasa sakit atau ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan. 5. Dilakukan oleh dokter yang terlatih. 6. Tidak melindungi dari IMS

5) Kontraindikasi Dilakukan Tubektomi 1. Hamil atau dicurigai hamil 2. Perdarahan pervagina yang belum diketahui penyebabnya 3. Infeksi sistemik atau pelvik yang akut 4. Tidak boleh menjalani proses pembedahan 5. Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas di masa depan 6. Belum memberikan persetujuan medis 2.2.2.4 Vasektomi 1) Pengertian Vasektomi Vasektomi merupakan metode sterilisasi atau operasi pada laki-laki. Vasektomi dilakukan dengan cara pemotongan atau penyumbatan vas deferens sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi tidak terjadi. Pemotongan atau penyumbatan vas deferens dilakukan dengan insisi tunggal di garis tengah maupun dengan dua insisi, satu pada masing masing sisi. Vasektomi merupakan upaya menghentikan fertilitas dimana fungsi reproduksi merupakan ancaman atau gangguan terhadap kesehatan laki laki dan pasangannya serta melemahkan ketahanan dan kualitas keluarga. 2) Keuntungan Dilakukan Vasektomi 1. Tidak mengganggu senggama 2. Tidak menyebabkan impoten

3. Masih bisa mengeluarkan air mani tetapi tidak mengandung sperma 4. Proses operasi yang sederhana dan tidak memakan waktu 5. Dapat dilakukan anastesi lokal sebagai prosedur rawat jalan 4) Kekurangan Dilakukan Vasektomi 1. Setelah tindakan, harus menggunakan kontrasepsi lain sampai dengan 20 kali ejakulasi atau 3 bulan pasca tindakan karena dalam ejakulasi tersebut masih terdapat sperma. 2. Tidak melindungi dari IMS 3. Metode ini permanen sehingga sulit untuk mengembalikan kesuburan 5) Komplikasi Vasektomi Komplikasi dapat terjadi saat prosedur maupun beberapa saat setelah tindakan. Komplikasi selama prosedur dapat berupa komplikasi akibat reaksi anafilaksis yang disebabkan oleh penggunaan lidokain atau manipulasi berlebihan terhadap anyaman pembuluh darah sekitar vas deferens. Komplikasi pasca tindakan dapat berupa hematoma skrotalis, infeksi, atau abses pada testis, atrofi testis, epididimis kongesif, atau peradangan kronik granuloma di tempat insisi.

BAB III KESIMPULAN Kontrasepsi ialah suatu usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan. Dan usaha –usaha pencegahan itu dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanent. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang adalah metode kontrasepsi yang dapat digunakan dalam waktu relatif lama. Metode kontrasepsi yang termasuk dalam MKJP adalah IUD, implan, dan kontrasepsi mantap. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang sangat membantu menurunkan angka kematian ibu dan kehamilan yang tidak diinginkan, serta aborsi. Beberapa arahan kebijakan dalam rangka menciptakan pertumbuhan penduduk yang terkendali dan keluarga kecil yang berkualitas sebagai sasaran program KB yaitu peningkatan pemakaian kontrasepsi yang lebih efektif serta efisien untuk jangka waktu panjang. Kegiatan KB sementara ini masih kurang dalam pengggunaan metode kontrasepsi jangka panjang.

.

TINJAUAN PUSTAKA

1. Badan Pusat Statistik (2013). Survei Demografi dan Kesehatan 2012, Jakarta. 2. World Health Organization. World Health Statistics 2013, Italia World Health Organization, 2013. 3. Direktorat Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak, 2010,Evaluasi Pelayanan KB Bagi Masyarakat Miskin (Keluarga Prasejahtera/KPS dan Keluarga Sejahtera‐I/KS‐I), Bappenas, Jakarta.

4. Fienalia, AR, Faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) di wilayah kerja Puskesmas Pancoran Mas Depok tahun 2011, Skripsi, Univesitas Indonesia, Depok.

5. Direktorat Perkembangan Kependudukan Ditjen Administrasi Kependudukan, 2010, Sosialisasi UU No 52 Tahun 2009, Kementrian Dalam Negeri, diakses 15 novembar 2018, (http://www.kemendagri.go.id/media/filemanager/2010/03/19/s/o/sosialisas i_ uu_52_tahun_2009.ppt)

6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga

7. Okech, TC et al, 2011, Contraceptive Use among Women of Reproductive Age in Kenya’s City Slums, (Online) Vol. 2, No. 1, hlm 22-43, diakses pada 15 November 2018, (www.ijbssnet.comcontraceptive-use-among-women-ofreproductive-age-inkenya-city-slums.pdf)

8. Saifudin, AB, Affandi, B, Baharuddin, M, & Soekir, S, 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

9. Puslitbang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera, 2014, Survey Pemantauan Pasangan Usia Subur Peserta Aktif KB Indonesia 2014. Jakarta: BKKBN.

10.

Cunningham F G, Gant NF. Williams Obstetri. Edisi ke-21.Volume 2. Jakarta,Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006

Related Documents


More Documents from "Khoirunnisa Damayanti"