REFERAT LUKA BAKAR
Oleh: Anisa Nuraisa Djausal, S. Ked Rifka Humaida, S. Ked Wayan Ferly Aryana, S. Ked Yusi Farida, S. Ked
Pembimbing: dr. Pirma Hutauruk, Sp.B(K) Trauma
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL MOELOEK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015
BAB I PENDAHULUAN
Luka bakar merupakan cedrea yang cukup sering dihadapi oleh para dokter. Luka bakar berat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang cukup tinggi dibandingan cidera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan untuk penangananya pun cukup tinggi. Di amerika serikat, kurang lebih 250 orang mengalami luka bakar setiap tahunnya. Dari angka tersebut, 112.000 menderita luka bakar membutuhkan tindakan emergency dan 210 penderita luka bakar meninggal dunia di Indonesia, belum ada angka pasti mengenai luka bakar tetapi dengan bertambahnya jumalah penduduk dan industri, angka luka bakar tersebut terus meningkat.
Luka bakar menyebabakan hilangnya intergritas kulit dan juga menimbulkan efek sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka bakar. Beratnya luka bergantung pada dalam, luas, dan letak luka selain beratnya luka bakar, umur dan keadaan sehatan penderita sebelumnya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi prognosis.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. KULIT Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.
A. ANATOMI KULIT Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan
lapisan dalam yang berasal dari mesoderm
adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat. Epidermis Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu. Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) : 1. Stratum Korneum Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti. 2. Stratum Lusidum Berupa garis translusen, biasaya terdapat pada kulit tebal telapak
kaki dan telapak tangan. Tidak tampak kulit tipis 3. Stratum Granulosum Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang
dinamakan
granula keratohialin
yang
mengandung
protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans. 4. Stratum Spinosum Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril, dianggap filamen- filamen tersebut memegang peranan penting untuk mempertahankan kohesi sel dan
melindungi
terhadap
efek abrasi. Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril. Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel Langerhans. 5. Stratum Basale (Stratum Germinativum) Terdapat jawab
aktifitas
mitosis
yang
hebat
dan
bertanggung
dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan.
Epidermis
diperbaharui
setiap
28 hari untuk migrasi ke
permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit. Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).
Dermis Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis
dan menghubungkannya
dengan
jaringan
subkutis.
Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Dermis terdiri dari dua lapisan : 1. Lapisan papiler Mengandung jaringan ikat jarang, tipis
2. Lapisan retikuler Mengandung jaringan ikat padat, tebal Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal, kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan serabut elastin berkurang menyebabkan kulit terjadi kehilangan kelemasannya dan tampak mempunyai banyak keriput. Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di dalam dermis. Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respons inflamasi.
Subkutis Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak.
Lapisan
ini terdapat
jaringan
ikat
yang
menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi. Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.
B. VASKULARISASI KULIT Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan jaringan subkutis. Cabang
kecil
meninggalkan
pleksus
ini
memperdarahi papilla dermis, tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang vena. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat nutrient dari dermis melalui membran epidermis
C. FISIOLOGI KULIT Kulit merupakan
organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh
diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan,
sebagai
barier
infeksi,
mengontrol
suhu
tubuh
(termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme.
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur
perifer
mengalami
proses
keseimbangan melalui
keringat,
insessible loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat
terjadi vasodilatasi
mengurangi temperatur
pembuluh
darah, kemudian
tubuh akan
dengan melepas panas dari kulit dengan cara
mengirim sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur
yang menurun,
pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang
kemudian akan mempertahankan panas.
2.2. LUKA BAKAR Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ketubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn).4
A. ETIOLOGI Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah 1. Luka bakar suhu tinggi(Thermal Burn) : gas, cairan, bahan padat Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald), jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya(logam panas, dan lain-lain) 2. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn) Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah 3. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang
bagian tubuh yang
memiliki resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khusunya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun grow. 4. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury ) Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif. Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan
luka
bakar
radias
B. PATOFISIOLOGI 1. Cedera termal menyebabkan nekrosis koagulasi pada kulit dan jaringan di bawahnya dengan kedalaman yang bervariasi. Luka bakar juga memberikan efek merusak pada semua sistem organ lainnya. 2. Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam 3. Keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbon monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual, dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal. 4. Hemodinamik - pada 24 jam pertama setelah luka bakar ditandai dengan penurunan volume darah, meningkatnya viskositas darah, dan penurunan cardiac output. Permeabilitas mikrovaskuler akan meningkat secara langsung oleh panas dan secara tidak langsung oleh mediator endogen. Berkurangnya volume darah dan curah jantung menyebabkan oliguria, yang dapat berkembang menjadi gagal ginjal akut. Sejumlah faktor telah dilaporkan dapat meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan infiltrasi leukosit yaitu : a. Histamin b. Metabolit asam arakidonat (Tromboksan A2 dan Leukotrien) c. Substansi P d. Hasil degradasi fibrin
e. Protease aktif f. Platelet-activating factor (PAF) g. Sitokin seperti interleukin-1 (IL-1) dan tumor nekrosis faktor (TNF) 5. Sistem imun – humoral maupun seluler keduanya terganggu menyebabkan
berkurangnya
kadar
imunoglobulin,
berkurangnya
aktivasi komplemen, dan berkurangnya stimulasi proliferasi dan respon limfosit. 6. Hematologi – terdapat penghancuran cepat sel darah merah pada daerah yang mengalami luka bakar, khususnya luka bakar derajat tiga. Cedera endotel dapat menyebabkan pelepasan thromboplastin dan paparan kolagen; yang kemudian akan menginisiasi adhesi platelet, agregasi, dan aktivasi faktor XII. Luka bakar dengan ketebalan penuh yang parah akan menginduksi penggunaan faktor koagulasi di lokasi luka bakar, yang dapat menyebabkan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC). Selain itu menyebabkan kerusakan sel darah yang ada didalamnya sehingga bisa menyebabkan terjadi anemia. 7. Gastrointestinal – Ileus bersifat universal pada pasien dengan luka bakar lebih dari 25% total luas permukaan tubuh (TBSA). Kerusakan lambung dan mukosa duodenum, yang timbul sekunder akibat iskemia fokal, dapat diamati sedini mungkin pada 3-5 jam setelah luka bakar. Stres atau beban faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling. Yang dikhawatirkan pada tukak Curling ini adalah penyulit perdarahan yang tampil sebagai hematemesis dan/atau melena. 8. Endokrin – Pada periode postburn awal setelah luka bakar, pola katabolisme endokrin berkembang yang ditandai dengan peningkatan kadar glukagon, kortisol, dan katekolamin dengan penurunan kadar insulin dan triiodothyronine. Hal ini akan menyebabkan peningkatan
laju metabolisme, aliran glukosa, dan keseimbangan nitrogen negatif. Besarnya tingkat katabolisme berkorelasi dengan besarnya luka bakar.
C. KLASIFIKASI LUKA BAKAR 1. Klasifikasi Berdasarkan Kedalama Luka Bakar a. Luka Bakar Derajat I (Superficial Burn) : Gejala yang timbul adalah eritema , nyeri, tidaka terdapat bulla Luka bakar derajat I hanya menegnai epidermis dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya akibat tersengat matahari, luka tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitivitas setempat. Luka dapat sembuh tanpa bekas. b. Luka Bakar Derajat II (Partial Thicness Burn) Luka bakar derajat II mencapai kedalaman dermis, tetapi masih ada elemen epitel sehat yang tersisa. Elemen epitel sehat tersebut misalnya epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut. Dengan adanya sisa epitel ini, luka dapat sembuh sendiri. Gejala yang timbul adalah kemerahan/campuran bulla, epidermis rusak, bengkak, permukaan basah, berair, nyeri, sensitif pada udara. Dapat dibedakan atas 2 yaitu :
Derajat II A ( dangkal) Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dermis. Penyembuhan dapat terjadi spontan 10-14 hari tanpa terbentuk sikiatrik.
Derajat II B (dalam) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa-sisa jaringan epitel sehat sangat sedikit. Penyembuhan dapat terjadi >1bulan dan penyembuhan dapat disertai parut hipertrofi.
c. Luka Bakar Derajat III (Full Thickness Burn) Luka bakar derajat III meliputi seluruh kedalaman kulit dan
mungkin subkutis atau organ yang lebih dalam. Tidak ada lagi elemen epitel hidup yang tersisa yang memungkinkan peneymbuhan dari dasar luka, biasanya diikuti dengan terbentuknya eskar yang merupakan jaringan nekrosis akibat denaturasi protein jarinngan kulit. Kulit tampak pucat abu-abu gelap atau hitam, dengan permukaan lebih rendah dari jaringan sekeliling yang masih sehat tidak ada bulla dan tidak terdapat nyeri.
2. Klasifikasi Berdasarkan Berat Ringannya Luka Bakar a. Luka Bakar Ringan
Luka bakar derajat II<15%
Luka bakar derajat II<10% pada anak-anak
Luka bakar derajat II<2%
b. Luka Bakar Sedang
Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa
Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak
Luka bakar derajat III<10%
c. Luka Bakar Berat
Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak
Luka bakar derajat III 10 % atau lebih
Luka bakar derajat II 10% atau lebih
Luka bakar menegnai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan genital/perineum
Luka bakar dengan cidera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.
D. PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR 1. Manajemen Awal a. Indikasi masuk rumah sakit: Berikut ini adalah kriteria penerimaan untuk semua pasien dengan luka bakar menurut American Burn Association.
Luka bakar derajat dua dan derajat tiga yang melebihi 10 % total luas permukaan tubuh pada pasien usia dibawah 10 tahun atau lebih dari 50 tahun
Luka bakar derajat dua yang melebihi 20 % total luas permukaan tubuh pada pasien usia 10 hingga 50 tahun
Luka bakar derajat 3 yang melebihi 5 % total luas permukaan tubuh pada semua usia
Luka bakar yang signifikan pada wajah, tangan, kaki, genitalia, atau perineum
Cedera listrik/petir yang signifikan
Luka bakar kimiawi yang signifikan
Cedera Terkait inhalasi, trauma mekanik yang bersamaan, atau adanya penyakit medis yang signifikan yang sudah ada sebelumnya
Luka bakar yang memerlukan dukungan sosial, emosional, atau rehabilitasi jangka panjang, termasuk kasus dugaan atau aktual pelecehan anak
b. Perawatan
awal:
ABCDEF
(A=airway,
B=breathing,
C=circulation, D=disability, E=expose, F=fluids). Seperti halnya pada semua pasien trauma, prioritas pertama adalah pemeliharaan jalan napas. c. Evaluasi pada luka bakar meliputi: d. Derajat luka bakar: Meskipun tidak akurat "Rule of 9" klasik masih digunakan di banyak senter.
Grafik Lund dan Browder lebih
mudah digunakan dan dikoreksi sesuai usia
e. Kedalaman luka bakar umumnya sulit untuk dinilai dengan cepat. Yang penting pada pemeriksaan awal harus dapat membedakan antara eritema dan kerusakan kulit yang sebenarnya. f. Luka bakar derajat Pertama – merupakan luka bakar dangkal dengan hanya kerusakan epidermis. Daerah ini eritem, lembut, dan biasanya sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari. g. Luka bakar derajat kedua – merupakan luka bakar dengan kerusakan epidermis dan lapisan kulit bagian atas. Kulit berwarna merah, melepuh, dan terdapat kerusakan saraf sensorik yang menyebabkan rasa sakit yang hebat. h. Luka bakar derajat Ketiga – merupakan luka bakar dengan kerusakan epidermis dan dermis. Daerah putih, kasar, hangus, dan rasa sakit tidak ada rasa sakit karena kerusakan saraf sensorik i. Luka bakar derajat Keempat – merupakan luka bakar dengan kerusakan kulit, otot, dan tulang. j. Resusitasi cairan: Resusitasi cairan harus dimulai pada semua pasien dengan luka bakar dengan TBSA> 15%. Tujuannya adalah untuk memulihkan dan mempertahankan perfusi jaringan yang memadai dan mencegah iskemia organ. Formula resusitasi yang digunakan sebagai guideline adalah formula Baxter atau formula Parkland (4 ml Ringer laktat / kg /% TBSA selama 24 jam pertama) banyak digunakan di Amerika Serikat. Setengah volume diinfuskan dalam 8 jam pertama pasca luka bakar, dan setengah sisanya selama 16 jam berikutnya. Koloid biasanya diberikan pada 24 jam kedua, setelah pergeseran masif cairan terjadi. Cara Evans Untuk menghitung kebutuhan pada hari pertama hitunglah :
Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc Nacl
Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc larutan koloid
3.2000cc glukosa 5%
Separuh dari jumlah (1). (2), (3) diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairn hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan yang diberikan hari
kedua.
Sebagai
monitoring
pemberian
lakukan
penghitungan diuresis.
Cara Baxter Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai. Jumlah kebutuhan cairan pada hari pertama dihitung dengan rumus : Baxter = % luka bakar X BB (kg) X 4cc Separuh dari jumlah cairan yang diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan ringer laktat karena terjadi hiponatremi. Untuk hari kedua diberikan setengah dari jumlah pemberian hari pertama. k. Darah – diberikan pada luka bakar ketebalan penuh yang lebih dari 10% TBSA, kebutuhan darah diperkirakan sebanding dengan 1% dari volume darah pasien normal untuk setiap 1% luka bakar yang dalam. l. Pemantauan resusitasi cairan – urine output 0,5-1 cc / kg / jam adalah parameter yang paling akurat untuk resusitasi. Teknik pengukuran invasif (tekanan vena sentral) harus dihindari sebisa mungkin. m. Pengobatan: Obat penghilan gnyeri golongan narkotik diberikan secara intravena untuk luka bakar yang berat. Patient-controlled analgesia (PCA) dapat disarankan bila pasien sadar dan berorientasi. n. Profilaksis tetanus rutin diberikan namun tidak ada manfaat dalam pemberian antibiotik profilaksis.
o. Escharotomi dan fasciotomi mungkin diperlukan pada luka bakar konstriksi mengurangi
yang
melingkar.
iskemia
distal
Keduanya pada
bermanfaat
ekstremitas.
untuk
Escharotomy
digunakan di dada untuk mencegah eksisi eschar luka bakar yang cepat dan pencangkokan kulit.
2. Perawatan Luka Bakar Local Management 1. perawatan awal melibatkan debridement jaringan nekrotik dan lecet terbuka, perlindungan dari lingkungan, dan pengurangan edema. 2. enzimatik debridement dipraktekkan di beberapa pusat. 3. eksisi awal tangensial jaringan luka bakar memberikan hasil yang lebih baik terhadap fungsional dan estetika. 4. Pasca eksisi luka idealnya ditutup dengan kedap autografts ketebalan parsial. Agen topikal 1.
Perak sulfadiazin (1% Silvadene) merupakan agen yang paling umum digunakan. Aktif terhadap sebagian besar organisme Grampositif dan Gram-negatif.
2.
Sulfamylon (Mafenide asetat) -telah dapat mempenetrasi eschar. Pilihan yang sangat baik untuk telinga, hidung, dan beberapa luka bakar listrik. namun kerugiannya dapat menyebabkan rasa sakit pada aplikasi dan berhubungan dengan asidosis metabolik.
3.
Perak nitrat (0,5%) - efektif sebagai profilaksis terhadap kolonisasi Pseudomonas. Kekurangannya meliputi produksi noda hitam, hiponatremia, dan methemoglobinemia.
4.
Povidone iodine-tidak efektif, diinaktivasi oleh eksudat luka
Kulit pengganti/kulit buatan 1. Integra® kolagen sapi dan matriks dermal kondroitin-6-sulfat dengan lapisan karet silikon "epidermis".
2. AlloDerm®
transplantasi
kulit
yang
inert
imunologis.
Memungkinkan keberhasilan penggunaan ultrathin autografts sekaligus memaksimalkan jumlah dermis yang dikirim ke lokasi luka. 3. Apligraf®-lapisan yang setara dengan bilayer kulit hidup; berasal dari kulup neonatal; telah digunakan dalam luka akut dan lokasi donor ketebalan parsial. Apligraf berperan mirip dengan ketebalan autograft parsial, dan aman dan efektif (lihat Bab 7). 4. Cultured epidermal autografts (CEA) yang digunakan pada luka bakar yang luas dimana ada kekurangan dari tempat donor. Berbudaya CEA kekurangan daya tahan dan penghalang fungsi.. 5. kulit biologis lainnya termasuk homografts (kulit mayat), xenograft (kulit babi), atau amnion, digunakan di beberapa pusat. 6. Biobrane adalah kain nilon rajut buatan yang terikat ke membran karet silikon ultrathin yang secara kovalen terikat peptida kolagen yang berasal dari kulit babi. Hal ini transparan, fleksibel, elastis, sesuai dengan luka, dan sederhana untuk disimpan. Hal ini dapat digunakan secara efektif pada sebagian ketebalan luka bakar, terutama dalam pengelolaan rawat jalan.
3. Perawatan Pendukung A. Respon metabolik yang mengikuti cedera luka bakar meningkat sesuai besarnya tingkat luka bakar. hipermetabolisme pasca luka bakar dimanifestasikan dengan peningkatan konsumsi oksigen, peningkatan curah jantung dan ventilasi per menit, peningkatan suhu inti, pengurangan massa tubuh, dan meningkatkan ekskresi nitrogen urin. Kebutuhan kalori harian diperkirakan dengan rumus Curreri:
Dewasa: (25 kcal/kg)+(40 kcal/% TBSA)
Anak-anak: (60 kcal/kg)+(35 kcal/% TBSA)
B. Manajemen luka bakar meliputi beberapa disiplin ilmu lainnya, seperti terapi fisik dan pekerjaan, pelayanan sosial, dan psikologi.
4. Perawatan Rawat Jalan a. Melakukan perhatian segera terhadap semua luka bakar minor b. Pencucian daerah luka bakar, dan debridement, diterapkan secara rutin. Pasien dianjurkan kontrol teratur di klinik bakar untuk memantau kemajuan penyembuhan. c. Semua luka bakar ketebalan penuh yang lebih besar dari satu inci persegi harus dicangkokkan. d. Penerapan Unna kompresi untuk cangkok kulit ekstremitas memberikan perlindungan yang sangat baik dan memungkinkan ambulasi dan jangkauan gerak segera.
5. Luka Bakar Area Khusus A. Kelopak Mata 1. Kelopak mata diterapi dengan eksisi awal dan pencangkokan kulit untuk mencegah paparan kornea dan ulserasi. 2. Tidak ada peran bagi tarsorrhaphy. B. Telinga 1. Mafenide
asetat
(Sulfamylon)
topikal
mafenide
asetat
(Sulfamylon) digunakan untuk penetrasi eschar yang lebih baik.digunakan untuk penetrasi eschar yang lebih baik. 2. Pasien diminta untuk menghindari bantal 3. chondritis supuratif diterapi dengan debridement yang cepat dari tulang rawan nekrotik. C.Wajah 1. Kebanyakan ahli bedah menunggu 10-21 hari sebelum melakukan eksisi dan okulasi luka bakar wajah. Jaringan dahi dan leher memberikan kecocokan yang terbaik untuk luka bakar wajah. 2. Cangkokan diterapkan sesuai dengan unit estetika wajah. 3. Masker dikenakan selama beberapa bulan untuk memberikan penekanan yang berguna untuk mengurangi pembentukan bekas luka hipertrofik.
D. Payudara 1. Parut dinding dada akibat luka bakar pada masa kanak-kanak menghambat perkembangan payudara normal. 2. Bila kompleks puting-areola utuh, jaringan payudara yang mengerut dapat dilepas dan dicangkokkan. E. Tangan 1. Lembaran cangkokan lebih disukai daripada cangkok menyatu di tangan untuk meminimalkan kontraktur 2. Tangan diimobilisasi pada pergelangan tangan di 15-20 ° ekstensi, sendi metakarpal-phalangeal di fleksi 75-80 °, dan sendi interphalangeal di ekstensi penuh. F. Kontraktur Axilar 1. Jaring Solitary anterior atau posterior dapat dilepaskan dengan menggunakan Z-plasties, Mulitpel V-Y plasti, atau flaps lokal. 2. Parascapular flaps fasciocutaneous berguna untuk rekonstruksi cacat ketiak. G. Perineum 1. kontraktur adalah yang paling sering. 2. Mulitpel V-Y plasti dan flap lokal dapat melepaskan kontraktur ini.
E. KOMPLIKASI Penyebab kematian yang paling umum adalah bronkopneumonia (2%). Sepsis bertanggung jawab untuk 0,7%; memadai resusitasi cairan, 1%; cedera inhalasi, 1%; dan GI perdarahan, 0,1%. A. Infeksi Luka Bakar 1. Infeksi luka bakar dapat diklasifikasikan atas dasar organisme penyebab, kedalaman invasi, dan respon jaringan. luka bakar sepsis didefinisikan sebagai > 105 organisme per gram jaringan. Biopsi untuk bakteriologi kuantitatif dan kualitatif secara rutin diperoleh. Pemeriksaan histologis dari spesimen biopsi, yang memungkinkan pementasan proses invasif, adalah satu-satunya cara yang dapat
diandalkan untuk membedakan kolonisasi luka dari infeksi invasif. antibiotik spektrum luas yang sesuai diberikan untuk mengobati infeksi. Tanda-tanda klinis luka bakar sepsis adalah:
Konversi luka bakar derajat dua menjadi fullthickness nekrosis
Perubahan warna focal yang bewarna hitam atau coklat tua
Degenerasi luka dengan pembentukan eschar baru
Perubahan warna hemoragis lemak subeschar
Tepi luka yang eritematous dan edematous
2. Infeksi Candida (jamur) dan noncandidal (filamen) pada luka bakar menjadi semakin penting terkait morbiditas dan mortalitas. 3. Pneumonia-situs yang paling umum infeksi pada pasien luka bakar adalah paru-paru. Pneumonia dianggap menjadi penyebab utama kematian di lebih dari setengah dari luka bakar yang fatal. Bronkopneumonia umumnya disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan bakteri oportunistik Gramnegative. 4. tromboflebitis supuratif dapat terjadi di setiap vena perifer atau bahkan sentral yang terpasang kanulasi. Keterbatasan yang ketat dari kanula menjadi 3 hari atau kurang pada pasien luka bakar telah dikaitkan dengan penurunan kejadian komplikasi ini dari 4,3% menjadi 2,5%. Pengobatan melibatkan bedah eksisi seluruh vena yang terlibat dalam proses supuratif dan administrasi sistemik antibiotik. 5. akut endokarditis-Identifikasi karakteristik murmur sulit dilakukan pada pasien luka bakar karena sirkulasi hiperdinamik mereka. Pemeriksaan ekokardiografi dua dimensi dapat mendeteksi lesi katup, namun vegetasi kecil mungkin tetap tidak terdeteksi. Staphylococcus aureus adalah agen penyebab paling umum. Terapi antibiotik maksimum dosis sistemik diresepkan untuk setidaknya 3 minggu. 6. sinusitis supuratif yang paling mungkin terjadi pada pasien yang membutuhkan transnasal intubasi jangka panjang, terutama yang
dengan tabung baik di saluran napas dan saluran pencernaan. CT scan berguna sebagai tes diagnostik. Terapi dimulai dengan antibiotik spektrum luas, tetapi drainase bedah sinus yang terlibat mungkin
diperlukan.Bakteremia
dan
septikemia-Untuk
meminimalkan perkembangan bakteri resisten antibiotik, antibiotik sistemik tidak harus diberikan secara profilaksis. Mereka diberikan hanya atas dasar diagnosis klinis atau laboratorium Antibiotik biasanya diberikan perioperatif untuk pasien yang mengalami luka bakar. 7. Pada pasien luka bakar dengan septikemia, terapi antibiotik awal harus berdasarkan hasil dari program lembaga pengawasan mikroba dan temuan histologis pada spesimen biopsi luka bakar atau pewarnaan Gram dari sekresi dan bahan yang terinfeksi lainnya. B. Gastrointestinal 1. ulserasi dari saluran pencernaan-ulserasi akut lambung dan duodenum (ulkus Curling’) kini secara efektif dikendalikan oleh antasida profilaksis atau terapi antagonis H2-reseptor. 2. Acalculous kolesistitis 3. Pankreatitis 4. dilatasi akut usus besar (sindrom Ogilvie) dapat terjadi pada pasien luka bakar yang menjadi sepsis. 5. Pemberiann awal makanan enteral meningkatkan aliran darah mukosa, mengurangi atrofi mukosa dan translokasi bakte. C. Parut Hipertropik/Keloid 1. Bekas luka ini bewarna merah, tebal, keras, gatal, dan kering. 2. Perawatan dimulai secara konservatif dengan pijat, pelembab, antihistamin, pakaian bertekanan, dan terapi lembaran silikon. 3. suntikan intralesi dari triamsinolon juga digunakan. 4. revisi Scar dengan Z-plasty, VY plasty, atau W-plasty mungkin diperlukan.
D. Kontraktur 1. Setiap upaya dilakukan dalam perawatan awal pasien luka bakar adalah untuk mencegah kontraktur. Ketika kontraktur terbentuk, kontraktur dilepaskan dan direkonstruksi dengan cangkokan kulit atau flaps tergantung pada kebutuhan estetika dan fungsional 2. ekspander Jaringan dapat digunakan untuk menyediakan jaringan dengan kecocokan terdekat. 3. Kadang-kadang, transfer jaringan bebas telah digunakan untuk menutupi cacat yang besar. E. Formasi Tulang Heterotopik 1. Hal ini dapat terjadi di sekitar sendi dan jaringan lunak, biasanya di daerah luka bakar. 2. Hal ini tampaknya terjadi sekunder atas imobilisasi yang terjadi, atau sekunder terhadap rasa sakit, atau kontraktur. F. Ulkus Marjolin’s 1. Karsinoma sel skuamosa muncul di bekas luka bakar kronis setelah masa laten sekitar 35 tahun. 2. Tumor ini sangat invasif, dan metastasis nodus regional yang tampak dalam 35% kasus.
2.3. WOUND HEALING A. DEFINISI Penyembuhan luka atau wound healing adalah suatu proses biologi yang diawali dengan luka pada jaringan, sampai pengembalian integritas jaringan. Hasil akhir dari proses perbaikan tersebut adalah fibrosis dan luka pada sistem organ, kecuali pada tulang dan kondisi tertentu dari perlukaan hepar. Pembedahan
dapat
menyebabkan
terjadinya
perlukaan
jaringan,
pemahaman tentang penyembuhan luka adalah hal penting yang mendasari
praktek pembedahan, maka pembedahan dan penyembuhan luka merupakan suatu hubungan erat yang tidak dapat dipisahkan saat dilakukannya suatu operasi pembedahan. Proses penyembuhan luka terdiri dari inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Pada fase inflamasi, muncul hemostatis dan infiltrat inflamasi akut. Pada fase proliferasi terjadi fibroplasia, granulasi, kontraksi, dan epitelisasi. Fase terakhir adalah remodeling, yang umum digambarkan dengan maturasi luka. B. KLASIFIKASI PENYEMBUHAN LUKA Penyembuhan luka dibagi menjadi dua yaitu penyembuhan primer (primary intention) dan sekunder (scondary intention).Penyembuhan primer yaitu pada luka bersih dan teraproksimasi baik dan sembuh tanpa komplikasi. Sedangkan penyembuhan skunder terjadi pada luka terbuka kemudian tertutup oleh jaringan granulasi dan akhirnya tertutup oleh selsel epitel. Luka terinfeksi dan luka bakar sembuh dengan cara ini. Penyembuhan primer lebih sederhana dan membutuhkan waktu yang lebih sedikit dibandingkan dengan penyembuhan skunder. Kedua macam penyembuhan tersebut dapat terkombinasi dan disebut penyembuhan primer tertunda (tertiary intention/delayed primary intention healing) yang terjadi ketika luka primer mengalami infeksi, terbuka sekitar 5 hari dan dibiarkan tumbuh jaringan granulasi dan kemudian ditutup. Jenis ini biasanya mengakibatkan skar yang lebih luas dan lebih dalam daripada intension primer atau sekunder.
C. TAHAP PENYEMBUHAN LUKA Injur y
Major event
3d
Clot formation Hemostatis
7d
3 weeks
Grow factor elaboration
1-2 years
Collagen cross-linking
Collagen deposition
Inflmamatory Proliferation
Repair phase
Remodeling Fibrosis Lymphocyte s Macrophage s Neutrophils
Cellular influx
Vascular response
Vasodilation Vasoconstrictio n
a. Fase Inflamasi Fase inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai
adalah
menghentikan
perdarahan
(hemostasis)
dan
membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan (fogositosis). Pada awal fase ini, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan substansi “vasokonstriksi”
yang
mengakibatkan
pembuluh
darah
kapiler
vasokonstriksi, selanjutnya terjadi penempelan endotel yang yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit, dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler stimulasi saraf sensoris (local sensoris nerve ending), local reflex action, dan adanya substansi vasodilator: histamin,
serotonin dan sitokins. Histamin kecuali menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan meningkatnya permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi edema jaringan dan keadaan lokal lingkungan tersebut asidosis. Eksudasi ini juga mengakibatkan migrasi sel lekosit (terutama netrofil) ke ekstra vaskuler. Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing dan bakteri di daerah luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh sel makrofag yang berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil pada proses penyembuhan luka. Fungsi makrofag disamping fagositosis adalah:
Sintesa kolagen
Pembentukan jaringan granulasi bersama-sama dengan fibroblas
Memproduksi growth factor yang berperan pada re-epitelisasi
Pembentukan pembuluh kapiler baru atau angiogenesis
Dengan berhasilnya dicapai luka yang bersih, tidak terdapat infeksi atau kuman serta terbentuknya makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat dipakai sebagai pedoman/parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan adanya: eritema, hangat pada kulit, edema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4. b. Fase Proliferasi Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab
pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan.
Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan profeoglycans) yang berperan dalam membangun (rekonstruksi) jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya subtrat oleh fibroblast, memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai satu kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka.
Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam di dalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi, sedangkan proses proliferasi fibroblas dengan aktifitas sintetiknya disebut fibroplasia. Respons yang dilakukan fibroblas terhadap proses fibroplasia adalah:
Proliferasi
Migrasi
Deposit jaringan matriks
Kontraksi luka
Angiogenesis suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru didalam luka, mempunyai arti penting pada tahap proliferasi proses penyembuhan luka. Kegagalan vaskuler akibat penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau obat (preparat steroid) mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena terbentuknya ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler yang melakukan invasi kedalam luka merupakan suatu respons untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka karena biasanya pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik dan turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis merupakan proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet dan makrofag (Growth Factors). Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblas mengeluarkan keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk barrier yang menutupi permukaan luka. Dengan
sintesa kolagen oleh fibroblas, pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan dengan defek luka minimal. Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth factor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet. c. Fase Maturasi / Remodeling Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi
jaringan
penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan dilanjutkan pada fase maturasi. Kecuali pembentukan kolagen juga akan terjadi pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen muda ( gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan
berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat dan struktur yang lebih baik (proses re-modelling). Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka. Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan kulit mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas yang normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung dari kondisi biologik masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan kurang gizi, disertai dengan penyakit sistemik (diabetes melitus).
Gambar1. Fase penyembuhan luka
D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA 1. Usia Sirkulasi darah dan pengiriman oksigen pada luka, pembekuan, respon inflamasi,dan fagositosis mudah rusak pada orang terlalu muda dan orang tua, sehingga risiko infeksi lebih besar. Kecepatan pertuumbuhan sel dan epitelisasi pada luka terbuka lebih lambat pada usia lanjut sehingga penyembuhan luka juga terjadi lebih lambat 2. Nutrisi Diet yang seimbang antara jumlah protein, karbohidrat, lemak,
mineral dan vitamin yang adekuat diperlukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap patogen dan menurunkan risiko infeksi. Pembedahan, infeksi luka yang parah, luka bakar dan trauma, dan kondisi defisit nutrisi meningkatkan kebutuhan akan nutrisi. Kurang nutrisi dapat meningkatkan resiko infeksi dan mengganggu proses penyembuhan
luka.
Sedangkan
obesitas
dapat
menyebabkan
penurunan suplay pembuluh darah, yang merusak pengiriman nutrisi dan elemen-elemen yang lainnya yang diperlukan pada proses penyembuhan. Selain itu pada obesitas penyatuan jaringan lemak lebih sulit, komplikasi seperti dehisens dan episerasi yang diikuti infeksi bisa terjadi. 3. Oksigenasi Penurunan oksigen arteri pada mengganggu sintesa kolagen dan pembentukan epitel, memperlambat penyembuhan luka. Mengurangi kadar hemoglobin (anemia), menurunkan pengiriman oksigen ke jaringan dan mempengaruhi perbaikan jaringan 4. Infeksi Bakteri merupakan sumber paling umum yang menyebabkan terjadinya infeksi. Infeksi menghematkan penyembuhan dengan memperpanjang fase inflamasi, dan memproduksi zat kimia serta enzim yang dapat merusak jaringan. Resiko infeksi lebih besar jika luka mengandung jaringan nekrotik, terdapat benda asing dan suplai darah serta pertahanan jaringan berkurang
5. Merokok Merokok dapat menyebabkan penurunan kadar hemoglobin dan kerusakan
oksigenasi
jaringan.
Sehingga merokok
menjadi
penyulit dalam proses penyembuhan luka 6. Diabetes Melitus Menyempitnya pembuluh darah (perubahan mikrovaskuler) dapat merusak perkusi jaringan dan pengiriman oksiken ke jaringan. Peningkatan kadar glukosa darah dapat merusak fungsi luekosit dan fagosit. Lingkungan yang tinggi akan kandungan glukosa adalah media yang bagus untuk perkembangan bakteri dan jamur. 7. Sirkulasi Aliran darah yang tidak adekuat dapat mempengaruhi penyembuhan luka hal ini biasa disebabkan karena arteriosklerosis atau abnormalitas pada vena Faktor Mekanik 8. Pergerakan dini pada daerah yang luka dapat menghambat penyembuhan 9. Steroid Steroid dapat menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera dan menghambat sintesa kolagen. Obat obat antiinflamasi dapat menekan sintesa protein, kontraksi luka, epitelisasi dan inflamasi (DeLaune & Ladner, 2002). 10. Antibiotik Penggunaan antibiotik jangka panjang dengan disertai perkembangan bakteri yang resisten, dapat menigkatkan resiko infeksi
E.
GANGGUAN PROSES PENYEMBUHAN LUKA Proses fisiologis yang kompleks dari penyembuhan luka dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu fase yang berkepanjangan dapat mempengaruhi hasil dari penyembuhan luka yaitu jaringan parut yang terbentuk. Penyembuhan luka dapat terganggu oleh penyebab dari dalam tubuh (endogen) atau dari luar tubuh (eksogen), penyebab tersebut antara lain kontaminasi bakteri atau benda asing, kekebalan tubuh yang lemah, ganguan koagulasi, obat-obatan penekan sistem imun, paparan radiasi, dan beberapa faktor lain. Suplai darah juga mempengaruhi proses penyembuhan, dimana suplai darah pada ekstremitas bawah adalah yang paling sedikit pada tubuh dan suplai darah pada wajah serta tangan cukup tinggi. Usia pasien yang tua juga memperpanjang proses penyembuhan. a. Jaringan Parut Hipertrofik dan Keloid Jaringan
parut
yang
terbentuk
sebagai
hasil
akhir
proses
penyembuhan bergantung pada jumlah kolagen yang terbentuk. Normalnya pada fase remodelling akan terjadi keseimbangan antara pembentukan kolagen dan pemecahannya oleh enzim. Apabila kolagen yang terbentuk melebihi degradasinya akan terjadi jaringan parut hipertrofik atau keloid, sedangkan apabila pemecahan lebih tinggi dari pembentukan akan terjadi jaringan parut hipotrofik.
Jaringan parut dengan proliferasi kolagen yang berlebihan adalah jaringan parut hipertrofik dan keloid. Keloid adalah jaringan parut
yang tumbuh melebihi batas awal luka, biasanya tidak mengalami regresi. Keloid ini lebih sering terjadi pada pasien dengan kulit gelap dan juga ada predisposisi genetik.
Jaringan parut hipertrofik adalah jaringan parut yang tumbuh tapi masih dalam batas luka awal dan biasanya sembuh secara spontan. Jaringan parut hipertrofik ini biasanya dapat dicegah, contohnya pada kasus luka bakar. Pada luka bakar, akan terjadi perpanjangan fase inflamasi yang menyebabkan terjadinya proliferasi berlebih akibat aktivasi fibroblast yang tinggi. Sehingga usaha utama untuk melakukan pencegahan adalah dengan membantu fase inflamasi agar berlangsung lebih singkat. Pembentukan luka yang perpendikular juga akan tampak rata, sempit dengan pembentukan kolagen yang lebih sedikit dibandingkan luka yang paralel dengan serat otot. b. Luka Kronis Abnormalitas dari fase – fase pada proses penyembuhan dapat mempengaruhi
masa
penyembuhan
luka.
Luka
kronis
didefinisikan sebagai luka akut yang disertai gangguan proses penyembuhan. Pada penelitian tentang luka kronis didapatkan bahwa aktivitas TNF-α dan IL-1 mengalami peningkatan. Pada penyembuhan luka diperlukan adanya keseimbangan degradasi proteolitik dari ECM dan restrukturisasi ECM untuk mengijinkan perlekatan sel dan pembentukan membran basal. Apabila proses ini terganggu, ECM akan mengalami kerusakan kemudian
mencegah
migrasi
dan perlekatan keratinosit, dan merusak
jaringan yang terbentuk.
Salah satu contoh dari luka kronis adalah pressure ulcers menunjukkan peningkatan MMP, terutama MMP-1, -2, -8 dan -9, dan penurunan kadar tissue inhibitors of mettaloproteinase (TIMP). Hal ini membuktikan bahwa pada luka kronis terjadi ketidakseimbangan antara degradasi dan restrukturisasi ECM. Proteolisis yang berlebihan juga menyebabkan pemecahan jaringan ikat dan mengeluarkan produk yang merangsang sel inflamasi kembali aktif. Inflamasi yang berkepanjangan juga menambah kecenderungan penyembuhan luka menjadi lama.
c. PENANGANAN LUKA Penanganan luka terdiri dari beberapa cara sesuai dengan keperluan luka. Seiring berkembangnya ilmu tentang luka, ditemukan pula modalitas pengobatan terbaru seperti growth factor eksogen atau negative pressure wound therapy (NPWT). Langkah awal dari penanganan luka adalah anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pastikan juga tidak ada bahaya lain yang lebih mengancam nyawa pasien. Dalam anamnesis, dicari informasi penyebab luka, kapan terjadinya luka, apa saja yang dilakukan untuk mengurangi luka. Perlu juga ditanya tentang kebiasaan merokok atau pemakaian obat karena dapat mempengaruhi proses
penyembuhan. Apabila ada masalah atau penyakit tertentu yang dapat mengganggu penyembuhan lainnya juga perlu untuk diketahui.
Untuk pemeriksaan fisik, nilai status gizi, status jantung dan sirkulasi pasien. Lokasi luka diamati dengan baik melihat apakah luka termasuk luka bersih atau luka kotor yang terkontaminasi benda asing dan bakteri. Lihat warna kulit sekitar, apabila pucat menunjukkan sirkulasi yang buruk. Pastikan juga kerusakan menembus saraf, otot ataupun tulang. Status tetanus pasien harus dipertimbangkan. Apabila luka karena gigitan hewan, perlu diberikan antirabies.
Setelah evaluasi selesai dilaksanakan, langkah selanjutnya adalah penutupan luka. Dalam melakukan penutupan luka, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan. Apabila luka bersih dari benda asing, tidak terdapat kontaminasi bakteri dan pendarahan sudah berhenti dapat dilakukan penutupan luka primer. Penutupan luka primer tidak dilaksanakan apabila ada hal – hal di atas karena dapat terjadi hematoma atau pendarahan di bawah kulit serta terjadinya infeksi di dalam kulit yang sudah ditutup.
Pada kondisi dimana luka terkontaminasi berat ataupun pada luka
– luka kecil, luka dibiarkan untuk sembuh sendiri secara sekunder. Pada penutupan secara sekunder ini, fase penyembuhan akan dibiarkan secara alamiah. Hasil akhirnya adalah jaringan granulasi akan menutup luka menjadi jaringan parut. Penutupan secara sekunder ini akan menghasilkan jaringan parut yang tampak jelas pada kulit.
Pada beberapa kasus luka, dilakukan manajemen luka awal yaitu pembersihan luka dari benda asing dan bakteri serta debridement selama beberapa hari. Kemudian setelah luka dipastikan sudah bersih, baru dilakukan penutupan luka baik menggunakan jahitan atau sarana lainnya. Proses ini disebut penutupan primer tertunda. Apabila setelah dilakukan manajemen luka awal dan luka dipastikan bersih dalam beberapa hari, kemudian dilakukan penutupan menggunakan skin graft atau skin flap dinamakan penutupan tersier. Dilakukan irigasi dan debridement luka selama beberapa hari karena luka belum bisa dipastikan benar – benar bersih dari benda asing dan bakteri.
DAFTAR PUSTAKA 1. Anonymous, Urgent Management Of Minor Burns And Frosbite. In : Field Guide To Urgent And Ambulatory Care Procedurs. 2. Brunicardi F. Charles, Dana K. Anderson. 2005. Burn. In: Schwartz’s Principles of Surgery 8th edition James H. Holmes and David M. Heinbach. McGraw-Hill Medical Publishing Division. United States of America. 3. Galiano RD, Mustoe TA, 2007. Wound Care. Dalam: Thorne CH, penyunting. Grabb
and
Smith’s
Plastic
Surgery.
Edisi
ke-6.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; h. 23-32. 4. Gurtner GC, 2007. Wound Healing: Normal and Abnormal. Dalam: Thorne CH, penyunting. Grabb and Smith’s Plastic Surgery. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; h. 15-22. 5. Moenadjat Y. 2003. Luka Bakar, Pengetahuan Klinik Praktis, Edisi Kedua. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 6. Norton J., R.Randall Bollinger, Alfred E. Chang, Stephen F. Lowry. 2001. Surgery: Basic Science and Clinical Evidence. New York: Springer. 7. Schultz GS, 2007. The Physiology of Wound Bed Preparation. Dalam: Granick MS, Gamelli RL, penyunting. Surgical Wound Healing and Management. Switzerland: Informa Healthcare; h. 1-16. 8. Townsend
Jr.
Courtney
M., R.
Daniel
Beauchamp, B.
Mark
Evers, Kenneth L. Mattox. 2012. Sabiston Textbook of Surgery. Elsevier Health Sciences.
9. William C. Grabb, James W. Smith. Thermal Burn In: Plastic Surgery. J.B. Lynch.