Referat Kulit Almarchiano Sandi.docx

  • Uploaded by: Marchian
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Kulit Almarchiano Sandi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,733
  • Pages: 18
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Gonore adalah salah satu penyakit menular seksual paling umum yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae (Irianto, 2014). Neisseria gonorrhoeae (N. Gonorrhoeae) merupakan bakteri diplokokkus gram negatif dan manusia merupakan satu-satunya faktor host alamiah untuk gonokokus, infeksi gonore hampir selalu ditularkan saat aktivitas seksual (Sari et al., 2012). Menurut Irianto (2014) bahwa setiap tahunnya kasus gonore lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria. Ties et al. (2015) memperkirakan setiap tahun terdapat 78 juta penderita baru penyakit menular seksual dan pada tahun 2012 tercatat data yang diperoleh untuk penderita baru penyakit yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae sebanyak 78,3 juta diseluruh dunia. Kementerian Kesehatan Indonesia pada tahun 2007 dan 2011 melakukan survei yang dikenal dengan nama surveilans terpadu biologis dan perilaku (STBP) dilakukan di 11 provinsi dan 33 kota di Indonesia. Hasil STBP 2007 yang ditulis Mustikawati et al. (2009) menyebutkan prevalensi penyakit gonore berjumlah 4.339 kasus terdiri dari wanita pekerja seks langsung (WPSL) sebanyak 1.872 kasus, wanita pekerja seks tidak langsung (WPSTL) sebanyak 1.105 kasus, waria sebanyak 512 kasus dan lelaki seks lelaki (LSL) sebanyak 850 kasus. Hasil STBP 2011 yang ditulis oleh Kementerian Kesehatan RI (2011)a menyebutkan prevalensi penyakit gonore berjumlah 4.644 kasus terdiri dari WPSL sebanyak 2.279 kasus, WPSTL sebanyak 1.484 kasus, waria sebanyak 468 kasus dan LSL sebanyak 413 kasus. Dalam profil kesehatan provinsi Jawa Tengah yang ditulis oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2014) menyebutkan bahwa jumlah kasus baru penyakit menular seksual pada tahun 2011 sebanyak 10.752 kasus, tahun 2012 sebanyak 8.671 kasus, tahun 2013 sebanyak 10.471 kasus.

1

2

Heryani (2011) telah melakukan penelitian terhadap penderita gonore meliputi insidensi, karakteristik dan penatalaksanaan pengobatan pada periode 2008-2010 di RS Al-Islam Bandung. Hasil penelitian tersebut dari 83 data rekam medis penderita gonore, insidensi tertinggi yaitu pada tahun 2010 (48,2%), mayoritas penderita gonore adalah laki-laki dengan usia kategori dewasa 25-40 tahun (54,22%), bekerja sebagai wiraswasta (38,55%) dan berstatus telah menikah (53,01%), mayoritas penatalaksanaan adalah pemberian antibiotik siprofloksasin (33,74%). 1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui definisi, klasifikasi, mekanisme, dan penatalaksanaan Urethritis Gonorrheae. 1.2.2 Tujuan Khusus 1. Untuk memenuhi tugas kepaniteraan di bagian Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin RSUD dr. Slamet, Garut, 2. Untuk memenuhi syarat mengikuti ujian di bagian bagian Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin RSUD dr. Slamet, Garut,

BAB II Tinjauan Pustaka a. Definisi gonore Menurut Centers for Disease Control and Prevention (2015), gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae yang dapat menginfeksi baik pria dan wanita yang mengakibatkan infeksi pada alat kelamin, rektum dan tenggorokan.

b. Klasifikasi gonore Centers for Disease Control and Prevention (2015) mengklasifikasikan gonore menjadi 4 golongan yaitu: 1) Infeksi gonokokal non komplikasi/ Uncomplicated Gonococcal Infections. Infeksi gonokokal yang termasuk dalam golongan ini adalah infeksi gonokokal urogenital (serviks, uretra dan rektum), faring dan gonokokal konjungtivitis. Contoh infeksi gonokokal non komplikasi untuk lebih jelas ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Contoh infeksi gonokokal non komplikasi (A) infeksi gonokokal serviks (B) infeksi gonokokal uretra (C) infeksi gonokokal faring (D) infeksi gonokokal konjungtivis (Centers for Disease Control and Prevention, 2005).

2) Infeksi gonokokal diseminasi/ Disseminated Gonococcal Infections. Infeksi gonokokal diseminasi ditandai dengan munculnya lesi pada kulit, arthritis dan seringkali komplikasi perihepatitis, endokarditis dan meningitis. Contoh infeksi gonokokal diseminasi untuk lebih jelas ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Contoh infeksi diseminasi gonokokal (A) infeksi gonokokal lesi pada jari (B) infeksi gonokokal lesi pada kaki (C) infeksi gonokokal arthritis (Centers forDisease Control and Prevention, 2005).

3) Infeksi gonokokal pada neonatus/ Gonococcal Infections Among Neonates. Infeksi gonokokal dapat menjadi masalah serius bagi ibu hamil yang terinfeksi dikarenakan dapat mengakibatkan ophtalmia neonatorum/ infeksi konjungtivitis pada bayi baru lahir sehingga terjadi kebutaan pada bayi baru lahir. Infeksi gonokokal pada neonatus terdiri dari ophtalmia neonatorum dan gonococcal scalp abscesses, untuk lebih jelas ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

Gambar 3. Contoh infeksi gonokokal neonatus (A) ophtalmia neonatorum (B) gonococcal scalp abscesses (Centers for DiseaseControl and Prevention, 2005)

4) Infeksi gonokokal pada bayi dan anak/ Gonococcal Infections Among Infants and Children. Golongan klasifikasi ini sama dengan golongan infeksi gonokokal non komplikasi dan infeksi gonokokal diseminasi, tetapi golongan ini dibuat untuk memberikan panduan pengobatan yang lebih efektif berdasarkan usia.

.

c. Etiologi dan morfologi Infeksi gonore disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Bakteri Neisseria gonorrhoeae bersifat gram negatif, yang terlihat di luar atau di dalam sel polimorfonuklear (leukosit), tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati pada keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 39° C dan tidak tahan terhadap zat desinfektan (Jawas & Murtiastutik, 2008).

Gambar 4. Bakteria Neisseria gonorrhoeae (Centers for Disease Control and Prevention, 2005).

Kumar (2012) membagi bakteri Neisseria gonorrhoeae menjadi 4 macam morfologi koloni yaitu T1, T2, T3, T4. Koloni T1 dan T2 kecil dan memiliki pili sedangkan koloni T3 dan T4 lebih besar, lebih datar dan tidak memiliki pili. Pili akan memfasilitasi adhesi cocci ke permukaan mukosa dan meningkatkan virulen sehingga strain yang memiliki pili (T1 dan T2) lebih efisien serta memiliki virulensi yang lebih tinggi dibandingkan non pili (T3 dan T4). Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan menimbulkan reaksi inflamasi. Hanya pili tipe I dan II yang patogen terhadap manusia.

d. Faktor resiko Manhart et al. (2004) dalam penelitiannya menjelaskan beberapa faktor resiko penularan infeksi gonore antara lain: 1) Usia muda (18-39 tahun) 2) Berganti-ganti pasangan seksual 3) Homoseksual 4) Status sosial ekonomi yang rendah 5) Mobilitas penduduk yang tinggi 6) Tidak menggunakan kondom

7

7) Seks anal 8) Memiliki riwayat penyakit menularseksual e. Gejala klinik Gejala klinis pada gonorrhea secara umum Pada laki-laki : 

Rasa terbakar dan nyeri ketika miksi



Peningkatan frekuensi urin dan urgensi



Keluar Discharge dari penis (warna putih, kuning atau hijau)



Kemerahan atau bengkak pada ujung penis(urethra)



Testikel yang bengkak



Pada gonorrhea faringitis(timbul radang tenggorokan)

Gejala pada wanita jarang terjadi atau biasanya nonspesifik 

Discharge Vagina



Rasa terbakar dan nyeri ketika miksi



Peningkatan frekuensi miksi



Nyeri tenggorokan pada faringitis gonorrhea



Nyeri saat koitus



Nyeri berat pada abdomen bagian bawah



Demam Dapat terjadi infeksi sistemik seperti demam, ruam maupun gejala yang

menyerupai arthritis (NCBI, 2012).

f. Diagnosis Kementerian Kesehatan RI (2011)b memberikan pedoman tentang tata cara melakukan diagnosis gonore yang terdiri dari: 1) Anamnesis Anamnesis dapat dilakukan oleh tenaga medis atau paramedis dengan menanyakan beberapa informasi terkait penyakit kepada pasien untuk membantu menentukan faktor resiko pasien, menegakkan diagnosis sebelum melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya.

2) Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik dilakukan di daerah sekitar genital pria atau wanita dengan bantuan lampu sorot yang dilakukan oleh tenaga kesehatan ahli. Jenis pemeriksaan yang dilakukan pada wanita dan pria memiliki perbedaan seperti: a) Pasien wanita, diperiksa dengan berbaring pada meja ginekologik dengan posisi litotomi. Pemeriksaan dilakukan dengan memisahkan kedua labia dan diperhatikan adanya tanda kemerahan, pembengkakan, luka/ lecet, massa atau duh tubuh vagina (cairan yang keluar dari dalam vagina, bukan darah dan bukan air seni).

Gambar 5. Posisi litotomi (Kementerian Kesehatan RI, 2011) b.

b) Pasien pria, diperiksa dengan posisi duduk/ berdiri. Pemeriksaan dilakukan dengan melihat pada daerah penis adanya tanda kemerahan, luka/ lecet, duh tubuh uretra (cairan yang keluar dari uretra, bukan darah dan bukan air seni) dan lesi lain. Pada pasien pria sebelum dilakukan pemeriksaan diharapkan untuk tidak berkemih selama 1 jam (3 jam lebih baik). 3) Pengambilan spesimen Pengambilan spesimen berdasarkan Kementerian Kesehatan RI (2011)b dengan gejala duh tubuh uretra terdiri dari: Pasien laki-laki, pengambilan bahan duh tubuh genitalia dengan sengkelit steril atau dengan swab berujung kecil.

Gambar 6. Pengambilan spesimen pada pria (Kementerian Kesehatan RI, 2011)b.

b) Pasien wanita sudah menikah, pengambilan spesimen dilakukan dengan menggunakan spekulum steril yang dimasukkan kedalam vagina. c) Pasien wanita belum menikah, pengambilan spesimen dilakukan tidak menggunakan spekulum karena dapat merusak selaput darahnya, tetapi

9

digunakan sengkelit steril untuk pengambilan spesimen dari dalam vagina. 4) Pemeriksaan laboratorium Menurut Daili (2009), pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan cara: a) Pemeriksaan gram Pemeriksaan gram dengan menggunakan sediaan langsung dari duh uretra yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi terutama pada duh uretra pria, sedangkan duh endoserviks memiliki sensitivitas yang tidak terlalu tinggi. Pemeriksaan ini akan menunjukkan Neisseria gonorrhoeae yang merupakan bakteri gram negatif dan dapat ditemukan di dalam maupun luar sel leukosit. b) Kultur bakteri Kultur untuk bakteri N.gonorrhoeae umumnya dilakukan pada media pertumbuhan Thayer-Martin yang mengandung vankomisin untuk menekan pertumbuhan kuman gram positif dan kolimestat untuk menekan pertumbuhan bakteri gram negatif dan nistatin untuk menekan pertumbuhan jamur. Pemeriksaan kultur ini merupakan pemeriksaan dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, sehingga sangat dianjurkan dilakukan pada pasien wanita. c) Tes definitif Tes definitif dengan oksidasi akan ditemukan semua Neisseria gonorrhoeae yang mengoksidasi dan mengubah warna koloni yang semula bening menjadi merah muda sampai merah lembayung, sedangkan pada tes fermentasi dapat dibedakan N.gonorrhoeae yang hanya dapat meragikan glukosa saja. d) Tes betalaktamase Tes ini menggunakan cefinase TM disc dan akan tampak perubahan warna koloni dari kuning menjadi merah.

1 0

e) Tes thomson Tes ini dilakukan dengan menampung urin setelah bangun pagi ke dalam 2 gelas dan tidak boleh menahan kencing dari gelas pertama ke gelas kedua. Hasil dinyatakan positif jika gelas pertama tampak keruh sedangkan gelas kedua tampak jernih. 5) Pemeriksaan lain Jenis pemeriksaan lain yang dapat digunakan untuk menunjang diagnosis gonore sesuai Kementerian Kesehatan RI (2011)b terdiri dari pemeriksaan bimanual dan pemeriksaan anoskopi.

g. Penatalaksana gonore Penatalaksana gonore menurut Kemenkes RI (2011)b dilakukan secara kombinasi yaitu terhadap kuman gonokokus (N.gonorrhoeae dan non gonokokus (Chlamydia trachomatis) yang dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Penatalaksanaan gonore dilakukan dengan pemberian salah satu terapi antibiotik yang disebabkan oleh kuman gonokokus yaitu sefiksim, levofloksasin, kanamisin, tiamfenikol, dan seftriakson yang dikombinasikan dengan salah satu antibiotik untuk kuman non gonokokus yaitu azitromisin, doksisiklin, dan eritromisin.

Pemberian kombinasi antibiotik tersebut diatur dalam Permenkes No. 874 Tahun 2011c Tentang Pedoman Penggunaan Antibiotik. Tujuan pengobatan kombinasi pada penyakit gonore menurut Knodel (2008) karena gonore merupakan penyakit koinfeksi dengan klamidia. h. .Prognosis Bila di tangani dengan tepat,prognosis dari penyakit ini cukup baik untuk di lakukan pentalaksanaan dan bisa di lakukan pencegahan dari penyebaran penyakit ini (Siregar,2005). Quo ad vitam: ad bonam Quo ad functionam: ad bonam Quo ad sanationam : ad bonam (Siregar, 2005) i.

Komplikasi Komplikasi dari penyakit ini di bedakan dari wanita dan pria dan juga di lihat dari infeksi pertama yang terjadi serta dari susunan anatominya (Djuanda,2002). Pada pria dengan infeksi pertama uretritis terdapat komplikasi lokal dan ascenden. Komplikasi lokal terdiri dari penyakit tysonitis, parauteritis, littritis, cowperitis. Sedangkan komplikasi ascenden terdiri dari penyakit prostatitis, vesikulitis, funikulitis, vas deferentitis, epididimitis, dan trigonitis (Djuanda,2002). Tysonitis Kelenjar Tyson adalah kelenjar yang menghasilkan smegma. Infeksi biasanya terjadi pada penderita dengan preputium yang sangat panjang dan kebersihan yang kurang baik. Diagnosis dibuat berdassarkan ditemukannnya butir pus atau pembengkakan pada daerah frenulum yang nyeri tekan. Bila duktus tertutup akan timbul abses dan merupakan sumber infeksi laten (Daili, 2010). Parauretritis Sering pada orang dengan orifisium uretra eksternum terbuka atau hipospadia. Infeksi pada duktus ditandai dengan butir pus pada kedua muara parauretra (Daili, 2010). Littritis Tidak ada gejala khusus, hanya pada urin ditemukan benang-benang atau butirbutir. Bila salah satu saluran tersumbat, dapat terjadi abses folikular. Didiagnosis dengan uretroskopi (Daili, 2010).

Cowperitis Bila hanya duktus yang terkena biasanya tanpa gejala. Kalau infeksi terjadi pada kelenjar Cowper dapat terjadi abses. Keluhan berupa nyeri dan adanya benjolan pada daerha perineum disertai rasa penuh dan panas, nyeri pada waktu defekasi, dan disuria. Jika tidak diobati abses akan pecah melalui kulit perineum, uretra, atau rektum dan mengakibatkan proktitis (Daili, 2010). Asenden: Prostatitis Prostatitis akut ditandai dengan perasaan tidak enak pada daerah perineum dan suprapubis, malaise, demam, nyeri kencing samapi hematuri, spasme otot uretra sehingga terjadi retensi urin, tenesmus ani, sulit buang air besar, dan obstipasi.Pada pemeriksaan teraba pembesaran prostat dengan konsistensi kenyal, nyeri tekan, dan didapatkan fluktuasi bila telah terjadi abses. Jika tidak diobati, abses akan pecah, masuk ke uretra posterior atau ke arah rektum mengakibatkan proktitis (Daili, 2010). Bila prostatitis menjadi kronik, gejalanya ringan dan intermiten, tetapi kadangkadang menetap. Terasa tidka enak pada perineum bagian dalam dan rasa tidak enak bila duduk terlalu lama. Pada pemeriksaan prostat terasa kenyal, berbentuk nodus, dan sedikit nyeri pada penekanan. Pemeriksaan dengan pengurutan prostat biasanya sulit menemukan kuman diplokok atau gonokok (Daili, 2010). Vesikulitis Vesikulitis adalah radang akut yang mengenani vesikula seminalis dan duktus ejakulatorius, dapat timbul menyertai protatitis akut atau epididimitis akut. Gejala subyektif menyerupai gejala prostatitis akut, berupa demam, polakisuria, hematuria terminal, nyeri pada waktu ereksi atau ejakulasi, dan spasme mengandung darah. Pada pemeriksaan melalui rektum dapat diraba vesikula seminalis yang membengkak dan keras seperti sosis, memanjang di atas prostat. Ada kalanya sulit menemukan batas kelenjar prostat yang membesar (Daili, 2010). Vas deferentitis/funikulitis Gejala berupa perasaan nyeri pada daerah abdomen bagian bawah pada sisi yang sama (Daili, 2010). Epididimitis Epididimitis akut biasanya unilateral, dan setiapepididimitis biasanya disertai derefentitis. Keadaan yang mempermudah timbulnya epididimitis adalah trauma pada uretra posterior yang disebabkan oleh salah penanganan atau kelalaian penderita sendiri. Faktor yang mempenngaruhi keadaan ini antara lain irigasi yang terlalu sering

dilakukan, cairan irigator terlalu panas atau terlalu pekat, instrumentasi yang kasar, pengurutan prostat yang berlebihan, atau aktivitas seksual dan jasmani yang berlebihan. Epididimitis dan tali spermatika membengkak dan teraba panas, juga testis, sehingga menyerupai hidrokel sekunder. Pada penekanan terasa nyeri sekali. Bila mengenai kedua epididimitis dapat menngakibatkan sterilitas (Daili, 2010). Trigonitis Infeksi asenden dari uretra posterior dapat mengenai trigonum vesika urinaria. Trigonitis menimbulkan gejala poliuria, disuria terminal, dan hematuria (Daili, 2010).

Sama seperti pria, wanita pun di lihat dari infeksi pertama nya serta terdapat komplikasi lokal dan ascenden. Infeksi pertama uretritis dapat menimbulakan komplikasi lokal seperti parauteritis, dan bartholitis dan bila yang terjadi infeksi pertama servisitis maka dapat terjadi komplikasi ascenden nya berupa salpingitis dan P.I.D (Djuanda,2002). Infeksi pertama Uretritis Komplikasi Lokal: Parauretritis Kelenjar parauretra dapat terkena, tetapi abses jarang terjadi. Bartholinitis Labium mayor pada sisi yang terkena membengkak, merah dan nyeri tekan. Kelenjar Bartholin membengkak, terasa nyeri sekali bila penderita berjalan dan penderita sukar duduk. Bila saluran kelenjar tersumbat dapat timbul abses dan dapat pecah melalui mukosa atau kulit. Kalau tidka diobati dapat terjadi rekuren atau menjadi kista. (Daili, 2010)

Infeksi pertama Servisitis Asenden: Salpingitis Peradangan dapat bersifat akut, subakut atau kronis. Ada beberapa faktor predisposisi, yaitu: 1.

masa puerpurium (nifas)

2.

dilatasi setelah kuretase

3.

pemakaian IUD, tindakan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)

Cara infeksi lanngsung dari serviks melalui tuba Fallopii sampai pada daerah salping dan ovarium sehingga dapat menimbulkan penyakit radang panggul (PRP) (Daili, 2010). Infeksi PRP ini dapat menimbulkan kehamilan ektopik dan sterilitas. Kira-kira 10% wanita dengan gonore akan berakhir dengan PRP. Gejalanya terasa nyeri pada abdomen bawah, duh tubuh vagina, disuria, dan menstruasi yang tidak teratur dan abnormal. Harus dibuat diagnosis banding dengan beberapa penyakit lain yang menimbulkan gejala hampir sama, misalnya: kehamilan di luar kandungan, apendisitis akut, abortus septik, endometriosis, ileitis regional, dan divertikulitis. Untuk menegakkan diagnosis dapat dilakukan pungsi kavum Douglas dan dilanjutkan kultur atau dengan laparoskopi mikroorganisme. Selain mengenai alat-alat genital, gonore juga dapat menyebabkan infeksi (Daili, 2010)

Terdapat juga komplikasi diseminata pada pria dan wanita dapat berupa artritis, miokarditis, endokarditis, perikarditis, meningitis dan dermatitis. Sedangkan kelainan yang timbul akibat hubungan kelamin selain cara genito-genital dapat berupa orofaringitis,proktitis dan konjungtivitis (Djuanda, 2002) . Komplikasi gonore sangat erat hubungannya dengan susunan anatomi dan faal genitalia. (Daili, 2010; Harkness, 2012).

j. Pencegahan 

Jangan bergonta-ganti pasangan seks



Gunakan alat pengaman semisal kondom dengan benar setiap kali melakukan hubungan seksual



Batasi kontak seksual dengan pasangan yang tidak terinfeksi.

DAFTAR PUSTAKA



Braun, Carie A. Anderson, Cindy. 2007. Pathophysiology: Functional Alterations in Human Health. Baltimore: Lippincot Williams and Wilkins



Brill, John R. 2010. Diagnosis and Treatment of Urethritis in Men. American Family Physician Volume 81(7): 873 – 878.



Burn, Tony et al. 2010. Rook’s Textbook of Dermatology. UK : Blackwell Publishing.



Centers for Disease Control and Preventif, 2008. Gonorrhea CDC Fact Sheet . 25Juni 2009



Daili, S.F., 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.



Djuanda, Adhi. 2002. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI



Djuanda, Adhi, Mochtar H, Siti Aisah dkk. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta; Badan penerbit FKUI. hal : 363-79.2.



Farer H. 2005. Perawatan Maternitas. EGC. Jakarta



Harkness, A.H., 2012. The Pathology of Gonorrhoea. Br J Vener Dis, 24, pp.137-47.



Jawas, Fitri Abdullah, Dwi Murtiastutik. 2008. Penderita Gonore di Divisi Penyakit Menular Seksual Unit Rawat Jalan Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSU Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2002-2006. Surabaya : Dep/SMF Kesehatan Kulit dan Kelamin, FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo.



Zenilman, Jonathan. Shahmanesh , Mohsen. 2012. Sexually Transmitted Infections: Diagnosis, Management, and Treatment. Sudbury: Jones and Barlett Learning

Related Documents

Kulit
August 2019 59
Kulit
June 2020 35
Kulit
April 2020 35

More Documents from "mohamad rafe"