1
REFERAT ILMU KESEHATAN MATA HORDEOLUM
Pembimbing: dr. Yulia Fitriani, Sp.M
Disusun oleh: Ziyan Bilqis Amran
G1A014003
SMF ILMU KESEHATAN MATA RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2018
2
LEMBAR PENGESAHAN TUGAS REFERAT
HORDEOLUM
Diajukan untuk memenuhi persyaratan mengikuti program profesi dokter SMF Ilmu Penyakit Mata RSUD Prof. Margono Soekarjo Purwokerto
Disusun oleh: Ziyan Bilqis Amran
G1A014003
Telah disetujui dan dipresentasikan pada
September 2018
Mengetahui, Pembimbing,
dr.Yulia Fitriani, Sp.M NIP 19820730 201412 2 001
3
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim. Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas referat ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta pengikut setianya. Terima kasih kepada para pengajar, fasilitator, dan narasumber SMF Ilmu Kesehatan Mata, terutama dr. Yulia Fitriani, Sp.M selaku pembimbing penulis. Penulis menyadari referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan. Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga referat ini bermanfaat bagi penulis yang sedang menempuh pendidikan dan dapat dijadikan pelajaran bagi yang membacanya. Purwokerto, 7 September 2018 Penulis
4
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ii KATA PENGANTAR ........................................................................................iii DAFTAR ISI .......................................................................................................iv I.
PENDAHULUAN ......................................................................................1 A. Latar Belakang ......................................................................................1 II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................2 A. Anatomi Palpebra..................................................................................2 B. Definisi Hordeolum ..............................................................................4 C. Etiologi ..................................................................................................4 D. Epidemiologi .........................................................................................5 E. Patogenesis ............................................................................................5 F. Manifestasi Klinis .................................................................................6 G. Penegakan Diagnosis ............................................................................6 H. Tatalaksana ...........................................................................................7 I. Komplikasi ............................................................................................9 J. Prognosis ...............................................................................................9 III. KESIMPULAN .........................................................................................10 A. Kesimpulan ...........................................................................................10 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................11
5
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan indra pengelihatan merupakan hal yang penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, dalam rangka mewujudkan manusia Indonesia yang cerdas, produktif, maju, mandiri, dan sejahtera lahir batin (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2016). Salah satu bagian dari mata yang tidak boleh dilupakan adalah kelopak mata (palpebra). Palpebra berperan penting dalam memberikan proteksi fisik mata. Selain itu, palpebra juga berperan dalam mempertahankan film air mata serta drainase air mata (Sutrisna, 2011). Hordeolum merupakan peradangan yang biasa menyerang kelopak mata, biasanya karena infeksi bakteri. Infeksi ini mempengaruhi kelenjar minyak dan keringat kelopak mata (Lindsey, Nichols, & Dickersin, 2014). Pasien dengan hordeolum biasanya mengalami perdangan eritematosa pada kelopak mata (Bragg & Le, 2017). Perawatan yang biasa dilakukan pada hordeolum adalah kompres hangat yang bisa dilakukan di rumah, dengan obat topikal yang dijual bebas, atau dengan antibiotik atau steroid. Dalam banyak kasus, hordeolum dapat sembuh tanpa perawatan, namun juga bisa menyebar ke kelenjar atau jaringan okular lainnya. Jika dibiarkan, hordeolum bisa berkembang menjadi kalazion (Lindsey et al., 2014).
6
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Kelopak Mata Kelopak mata atau palpebra adalah lipatan tipis yang terdiri dari kulit, otot, dan jaringan fibrosa, yang berfungsi sebagai pelindung struktur mata di dalamnya (Riordan-Eva & Whitcher, 2010) dan mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Kelopak mata memiliki lapisan kulit tipis pada bagian depan, sedangkan di bagian belakang terdapat selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal (Ilyas, 2008). Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat dilihat dengan melakukan eversi kelopak. Konjungtiva merupakan membran mukosa yang mempunyai sel goblet yang menghasilkan musin (Snell, 2012). Palpebra diperdarahi oleh arteri palpebra. Otot yang terdapat pada kelopak adalah M. Orbikularis Okuli (N.VII) dan M. Levator Palpebra (N.III). Persarafan sensorik kelopak mata atas berasal dari ramus frontal n. V, sedangkan kelopak mata bawah dipersarafi oleh cabang ke II n. V (Snell, 2012). Kelenjar yang terdapat pada kelopak mata di antaranya adalah kelenjar Moll (kelenjar keringat), kelenjar Zeiss (kelenjar minyak), dan kelenjar Meibom (kelenjar minyak) (Ilyas, 2008).
Gambar 1. Otot – otot palpebra Muskulus orbicularis oculi terbagi menjadi bagian orbital, praseptal, dan pratarsal. Bagian orbital yang berfungsi untuk menutup mata dengan kuat, adalah suatu otot sirkular tanpa insersio temporal. Otot praseptal dan pratarsal
7
memiliki caput medial superfisial dan profundus yang berperan dalam pemompaan air mata (Riordan-Eva & Whitcher, 2010). Muskulus yang disebut sebagai M. Rioland M.Orbicularis ini berfungsi untuk menutup mata yang dipersarafi N.VII, melingkar di dalam kelopak atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. Otot ini (Snell, 2012). M. Levator Palpebra berorigo pada Annulus Orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan menembus m. orbicularis okuli menuju kulit kelopak bagian tengah. Otot ini dipersarafi oleh N.III yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau membuka mata (Snell, 2012). Gerakan membuka mata adalah kontraksi M.Levator Palpebra Superior (N.III) dan M. Muller mempertahankan mata tetap terbuka. Gerakan menutup mata adalah kontraksi M. Orbicularis Okuli (N.VII) dan relaksasi M. Levator Palpebra Superior M. Riolani menahan bagian belakan palpebra terhadap dorongan bola mata. Gerakan mata berkedip adalah refleks (didahului stimuli) dan spontan (tidak didahului oleh stiuli) dari kontraksi M. Orbicularis Okuli pars palpebra (Snell, 2012).
Gambar 2. Kelenjar di palpebra (McAlinden, Gonzales-Andrades, & Skiadaresi, 2016) Terdapat bagian-bagian berupa kelenjar-kelenjar dan otot pada kelopak. Kelenjar yang terdapat pada kelopak mata di antaranya adalah kelenjar Moll atau kelenjar keringat; kelenjar Zeiss pada pangkal rambut yang berhubungan
8
dengan pangkal rambut dan menghasilkan sebum; dan kelenjar Meibom (kelenjar Tarsalis) yang terdapat di dalam tarsus, menghasilkan sebum. Kelenjar ini bermuara pada margo palpebra (Ilyas, 2008). B. Definisi Hordeolum Hordeolum adalah infeksi kelenjar di palpebra. Bila mengenai kelenjar meibom, timbul pembengkakan besar yang disebut hordeolum interna, dan bila mengenai kelenjar Zeiss dan kelenjar Moll, timbul hordeolum eksterna yang ukurannya lebih kecil dan lebih superfisial (Riordan-Eva & Whitcher, 2010). Menurut Ilyas (2008), hordeolum merupakan peradangan supuratif (abses) di dalam kelenjar palpebra. Hordeolum biasanya merupakan infeksi Staphylococcus pada kelenjar sebasea palpebra dan sembuh sendiri. Pada hordeolum eksterna, nanah dapat keluar dari pangkal rambut. Pada hordeolum interna, penonjolan ke arah konjungtiva tarsal.
Gambar 3.
Hordeolum eksterna Gambar 4.
Hordeolum interna
(Bragg & Le, 2017)
C. Etiologi Penyebab hordeolum tersering adaah bakteri Staphyolococcus yang menginfeksi folikel bulu mata. Hordeolum eksternal disebabkan oleh penyumbatan kelenjar sebacea (Zeis) atau kelenjar keringat (Moll). Penyumbatan terjadi di garis bulu mata dan berkembang menjadi pustul. Hordeolum internal disebabkan oleh penyumbatan di kelenjar Meibom, dan
9
pustul terbentuk di permukaan bagian dalam kelopak mata. Hordeolum dapat muncul di kedua kelopak mata atas dan bawah (Takayashi et al., 2013). D. Epidemiologi Hordeolum tidak memiliki korelasi langsung dengan ras, jenis kelamin. Orang dewasa akan lebih rentan terkena hordeolum karena peningkatan viskositas sebum. Pasien dengan kondisi seperti blepharitis, dermatitis seboroik, rosacea, diabetes, dan lipid tinggi, akan meningkatkan resiko hordeolum (Bragg & Le, 2017). Hordeolum biasanya menyerang pada dewasa muda, namun dapat juga terjadi pada semua umur, terutama orang-orang dengan taraf kesehatan yang kurang. Hordeolum mudah timbul pada individu yang menderita blefaritis dan konjungtivitis menahun. Blefaritis, jerawat rosasea, trikiasis dan ektropion sikatrik adalah kondisi yang sering dikaitkan dengan hordeolum internal (Lindsey et al., 2014). Setiap usia dan demografi tidak terkait dengan insidensi hordeolum. Namun ada sedikit peningkatan insidensi pada pasien usia 30 sampai 50 tahun. Tidak ada perbedaan prevalensi dari populasi di dunia (Davis & Melanson, 2017). E. Patogenesis Tiga kelenjar berbeda yang beada di dalam kelopak mata terlibat dalam pathogenesis hordeolum ketika terinfeksi oleh S.aureus. infeksi kelenjar Zeis dan kelenjar Moll menyebabkan rasa nyeri dan bengkak berupa absel lokal di dasar bulu mata. Hal ini disebut dengan hordeolum eksterna dengan penampilan khas pustul lokal dari kelopak mata (Davis & Melanson, 2017). Kelenjar meibom merupakan kelenjar sebasea yang terletak di tarsal palpebra. Kelenjar ini menghasilkan minyak di permukaan mata yang membantu mempertahankan pelumasan mata. Ketika kelenjar meibom terinfeksi akut, maka akan menyebabkan hordeolum interna. Karena posisinya lebih dalam di kelopak mata, maka hordeolum interna memiliki penampilan yang kurang jelas dibandingkan dengan hordeolum (Davis & Melanson, 2017).
eksterna
10
Infeksi terjadi karena penebalan, pengeringan, atau stasis sekresi kelenjar Zeis, Moll, atau Meibom. Kelanjar Zeis dan Moll adalah kelenjar silia. Kelenjar Zeis mengeluarkan sebum dengan sifat antiseptik yang dapat mencegah
pertumbuhan
bakteri.
Kelenjar
Moll
menghasilkan
immunoglobulin A, musin 1, dan lisosom, yang penting dalam pertahanan kekebalan terhadap bakteri di mata. Ketika kelenjar ini menjadi tersumbat atau terhalang, pertahanan mata terganggu. Stasis dapat menyebabkan infeksi bakteri staphylococcus aureus. Setelah respon inflamasi lokal terjadi dengan infiltrasi oleh leukosit, maka berkembang kantong purulen atau abses (Bragg & Le, 2017). F. Manifestasi klinis Gejala utama pada hordeolum
yaitu nyeri, bengkak, dan merah.
Intensitas nyeri menandakan hebatnya pembengkakan palpebra. Gejala dan tanda yang lain pada
hordeolum yaitu eritema, terasa panas dan tidak
nyaman, sakit bila ditekan serta ada rasa yang mengganjal. Biasanya disertai dengan adanya konjungtivitis yang menahun. 1.
Benjolan pada kelopak mata, rasa mengganjal, warna merah, mengkilat.
2.
Nyeri tekan, saat menunduk rasa sakit bertambah.
3.
Pseudoptosis, ptosis
4.
Kadang-kadang mengakibatkan astigmatisme dan pandangan kabur. Ada 2 stadium pada hordeolum, yaitu stadium infiltrat yang ditandai
dengan kelopak mata bengkak, kemerahan, nyeri tekan dan keluar sedikit kotoran. Stadium supuratif yang ditandai dengan adanya benjolan yang berisi pus. G. Penegakan Diagnosis Penegakan diagnosis hordeolum (ICD X: H00.0 Hordeolum and other deep inflammation of eyelid) menurut Permenkes 2014 adalah sebagai berikut (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2014): 1.
Anamnesis Pasien datang dengan keluhan kelopak mata bengkak disertai rasa sakit. Gejaka utama hordeolum adalah kelopak yang bengkak disertai
11
rasa sakit dan mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan, serta perasaan tidak nyaman dan sensasi terbakar di kelopak mata. 2.
Tanda klinis Pemeriksaan fisik oftalmologik ditemukan kelopak mata bengkak, merah, dan nyeri pada perabaan. Nanah dapat keluar dari pangkal rambut (hordeolum externa) apabila terjadi abses dapat timbul undulasi.
3.
Pemeriksaan penunjang Tidak diperlukan. Tidak ada tes diagnostik yang terkait dengan hordeolum. Pencitraan tambahan akan diperlukan jika terjadi komplikasi dan infeksi menyebar dan menyebabkan selulitis periorbital atau orbital.
4.
Diagnosis banding Selulitis praseptal, kalazion, granuloma piogenik, dakriosistitis, konjungtiva sel basal, dan karsinoma sel basal.
H. Tatalaksana Dalam banyak kasus, hordeolum dapat sembuh tanpa pengobatan. Kompres hangat juga bermanfaat dengan pijatan di kelopak. Kompres hangat ditujukan untuk melembutkan jaringan granulomatosa dan memfasilitasi drainase. Namun sampai saat ini belum ada penelitian yang menunjukkan bahwa metode ini dapat memperpendek durasi kejadian atau hasil yang baik (Bragg & Le, 2017). Pijatan di kelopak membantu membuka drainase purulen dari area yang terinfeksi. Cara menggosok kelopak dengan salin atau shampo bayi (tidak perih di mata dan pH seimbang), dapat meningkatkan drainase karena membersihkan debris dari saluran yang tersumbat. Sabun juga dapat membantu menghilangkan bakteri dengan memecah membran sel. Perlu dicermati, metode ini harus dilakukan sangat hati-hati karena dapat menyebabkan iritasi atau deformasi kornea (McMonnies, Korb, & Blackie, 2012). Lesi yang persisten atau lebih luas memerlukan antibiotik. Pengobatan ini dapat membantu mempersingkat durasi dan keparahan. Salep antibiotik macrolide seperti salep oftalmik eritromisin sering digunakan untuk manfaat
12
lubrikasi. Jika pembengkakan tersebut signifikan menyebabkan tekanan pada kornea, steroid topikal dapat digunakan dalam jangka waktu pendek. Jika infeksi menyebar dan berkembang menjadi selulitis periorbital atau orbital, maka diperlukan antibiotik sistemik (Wald, 2007). Dalam Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2014), tatalaksana untuk hordeolum adalah sebagai berikut: 1.
Mata dikompres hangat 4-6 kali sehari selama 15 menit setiap kalinya untuk membantu drainase. Tindakan dilakukan dengan mata tertutup.
2.
Kelopak mata dibersihkan dengan air bersih atau dengan sabun atau sampo yang tidak menimbulkan iritasi, seperti sabun bayi. Hal ini dapat mempercepat proses penyembuhan. Tindakan dilakukan dengan mata tertutup.
3.
Jangan menekan atau menusuk hordeolum, hal ini dapat menimbulkan infeksi yang lebih serius.
4.
Hindari pemakaian make-up pada mata, karena kemungkinan hal itu menjadi penyebab infeksi.
5.
Jangan memakai lensa kontak karena dapat menyebarkan infeksi ke kornea.
6.
Pemberian terapi topikal dengan Oxytetrasiklin salep mata atau kloramfenikol salep mata setiap 8 jam. Apabila menggunakan kloramfenikol tetes mata sebanyak 1 tetes tiap 2 jam.
7.
Pemberian terapi oral sistemik dengan Eritromisin 500 mg pada dewasa dan anak sesuai dengan berat badan atau Dikloksasilin 4 kali sehari selama 3 hari. Konseling dan edukasi pasien hordeolum dapat dilakukan berulang
sehingga pasien dan keluarga pasien mengetahui pentingnya menjaga higienitas dan kebersihan lingkungan (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2014) Kriteria rujukan hordeolum adalah bila tidak berespon dengan pengobatan konservatif dan hordeolum berulang. Bila dengan pengobatan
13
konservatif tidak merespon, maka prosedur pembedahan diperlukan untuk membuat drainase pada hordeolum. Insisi hordeolum terlebih dahulu diberikan anestesi topikal (pantokain tetes mata) lalu anestesi filtrasi dengan prokain atau lidokain di daerah hordeolum, lalu dilakukan insisi sesuai jenis hordeolum (Ehrenhaus & Sturridge, 2017): 1.
Hordeolum interna: insisi di daerah fluktuasi pus, tegak lurus pada margo palpebra
2.
Hordeolum ekstena: insisi sejajar dengan margo palpera Setelah dilakukan insisi, maka dilakukan ehkoleasi atau kuretase
seluruh isi jaringan meradang di dalam kantungnya dan kemudian diberikan salep antibiotik (Ilyas, 2008). I.
Komplikasi Komplikasi hordeolum adalah mata kering, simblefaron, abses palpebra (Lang, 2000), dan selulitis palpebra yang merupakan radang jaringan ikat longgar palpebra di depan septum orbita. Peradangan yang terkait dengan hordeolum dapat menyebar ke jaringan yang berdekatan dan menyebabkan selulitis preseptal sekunder (Ehrenhaus & Sturridge, 2017). Jika hordeolum tidak diterapi dengan baik dapat berkembang menjadi kalazion. Kalazion bisa mengakibatkan astigmatisma. Astigmatisma dapat terjadi jika massa pada palpebra sudah mengubah kontur kornea. Astigmatisma adalah kelainan refraksi sehingga sinar tidak bisa difokuskan pada satu titik. Hal ini bisa disebabkan oleh kalazion yang besar, sehingga massa tersebut menekan permukaan kornea lalu mengakibatkan terjadinya perubahan kelengkungan kornea. Kelengkungan kornea yang bertambah mengakibatkan berkas cahaya yang masuk ke retina tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam tetapi pada 2 titik, sehingga bayangan yang dihasilkan tampak silindris (Ehrenhaus & Sturridge, 2017).
J.
Prognosis Ad vitam
: bonam
Ad functionam
: bonam
14
Ad sanationam
: bonam III.
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN 1.
Hordeolum merupakan infeksi lokal berupa peradangan palpebra karena mengenai kelenjar Zeis, Moll, dan Meibom.
2.
Penyebab tersering hordeolum adalah infeksi Staphyloccus aureus.
3.
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik oftalmologis. Dari anamesis, pasien mengelukan benjolan di kelopak mata disertai rasa nyeri. Dari pemeriksaan fisik otfalmoloisdidapatkan benjolan di palpebra disertai edema palpebra, hiperemis, dan nyeri tekan. Kadang ditemukan pseudoptosis akibat bertambahberatnya kelopak.
4.
Penatalaksanaan hordeolum terdiri dari kompres hangat, antibiotik topikal maupun sistemik, dan pembedahan.
15
DAFTAR PUSTAKA
Bragg, K., & Le, J. (2017). Hordeolum. Stat Pearls, 1(1), 1–14. Davis, W., & Melanson, S. (2017). Stye. Stat Pearls. Treasure Island: Stat Pearls. Ehrenhaus, M., & Sturridge, K. (2017). Hordeolum. Retrieved from http://emedicine.medscape.com/article/1212080-oerview#a5. Ilyas, S. (2008). Ilmu Penyakit Mata (3rd ed.). Jakarta: FKUI. Lang, G. (2000). Ophtalmology -- A Short Textbook. New York: Thieme Stutgart. Lindsey, K., Nichols, J., & Dickersin, K. (2014). Interventions for Acute Internal Hordeolum. National Institute of Health, 4(1), 1–20. McAlinden, C., Gonzales-Andrades, M., & Skiadaresi, E. (2016). Hordeolum: Acute Abcess Within an Eyelid Sebaceous Gland. Cleveland Clinic Journal of Medicine, 83(5), 332–334. McMonnies, C., Korb, D., & Blackie, C. (2012). The Role of Heat in Rubbing and Massage-related Corneal Deformation. Contact Lense and Anterior Eye, 4(1), 148–154. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Nomor 5 Tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/291/2016 tentang Komite Nasional untuk Penangulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan. Riordan-Eva, P., & Whitcher, J. P. (2010). Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum (17th ed.). Jakarta: EGC. Snell, R. S. (2012). Anatomi Klinik berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC. Sutrisna, L. (2011). Rasionalitas Penggunaan Antibiotika dalam Penatalaksanaan Hordeolum di Bagin Mata RSUP Dr. Kariadi Semarang Tahun 2010. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Takayashi, Y., Watanabe, A., Matsuda, H., Nakamura, Y., Nakano, T., Asamoto, K., … Kakizaki, H. (2013). Anatomy od Secretory Glands in The Eyelid and Conjunciva: a Photograph. Ophtalmic Plastic and Reconstructive Surgery, 3(1), 215–219. Wald, E. (2007). Periorbital and Orbital Infections. Infectious Disease Clinic of North America, 2(1), 393–408.