Referat Gna Anastasia.docx

  • Uploaded by: Anastasia Wibianto
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Gna Anastasia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,573
  • Pages: 31
BAB I PENDAHULUAN

Glomerulonefritis

merupakan

penyakit

peradangan

ginjal

bilateral.

Peradangan dimulai dalam gromerolus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromerolus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi. Glomerulonefritis adalah penyakit yang sering dijumpai dalam praktik klinik sehari-hari dan merupakan penyebab penting penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain sepertis diabetes mellitus, lupus eritematosus sistemik (LES), myeloma multiple, atau amiloidosis. Pada tahun 1995 di Indonesia dilaporkan terdapat 170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2:1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%). Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal. Di Indonesia glomerulonefritis masih merupakan penyebab PGTA yang menjalani terapi pengganti dialysis walaupun data US Renal Data System menunjukkan bahwa diabetes merupakan penyebab PGTA yang tersering. Manifestasi klinik glomerulonefritis sangat bervariasi mulai dari kelainan urin seperti proteinuria atau hematuri saja sampai dengan glomerulonefritis progresif cepat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Ginjal Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen, retroperitoneal antara vertebra lumbal 1 dan 4. Ginjal terdiri dari korteks dan medula. Tiap ginjal terdiri dari 8-12 lobus yang berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di korteks dan puncaknya yang disebut papilla bermuara di kaliks minor. Pada daerah korteks terdapat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan distal. Panjang dan beratnya bervariasi yaitu ±6 cm dan 24 gram pada bayi lahir cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya umur.

Tiap ginjal mengandung ± 1 juta nefron (glomerulus dan tubulus yang berhubungan dengannya ). Pada manusia, pembentukan nefron selesai pada janin 35 minggu. Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah lahir. Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur yang sudah ada disertai maturasi fungsional. Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman, tubulus proksimal, anse henle dan tubulus distal. Glomerulus bersama dengan kapsula bowman juga disebut badan maplphigi. Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerulus tetapi peranan tubulus dalam pembentukan urine tidak kalah pentingnya.

2

2.2 Fungsi Ginjal Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volumer dan komposisi cairan ekstrasel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikotnrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpasi dan sekresi tubulus. Fungsi Utama Ginjal Fungsi Ekskresi Mempertahankan osmolalitis plasma sekitar 258 m osmol dengna mengubah-ubah ekresi air. Mempertahankan pH plasma skitar 7,4 dengna mengeluarkan kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3. Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein, terutama urea, asam urat dan kreatinin.

Fungsi Non-ekskresi Menghasilkan renin-penting untuk pengaturan tekanan darah. Menghasilkan eritropoietin-faktor penting dalam stimulasi produk sel darah merah oleh sumsum tulang. Metabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya. Degenerasi insulin Menghasilkan prostaglandin

Filtrasi Glomerulus Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel, mengandung semua substansi plasma seperti elektrolit, glukosa, fosfat, ureum, kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul rendah kecuali protein yang berat molekulnya lebih dari 68.000 (sepertI albumin dan globulin). Filtrat dikumpulkan dalam ruang Bowman dan masuk ke dalam tubulus sebelum meninggalkan ginjal berupa urin. Filtrasi glomerulus adalah hasil akhir dari gaya-gaya yang berlawanan melewati dinding kapiler. Gaya ultrafiltrasi (tekanan hidrostatis kapiler glomerulus) 3

berasal dari tekanan arteri sistemik, yang di ubah oleh tonus arteriole aferen dan eferen. Gaya utama yang melawan ultrafiltrasi adalah tekanan onkotik kapiler glomerulus, yang dibentuk oleh perbedaan tekanan antara kadar protein plasma yang tinggi dalam kapiler dan ultrafiltrat yang hampir saja bebas protein dalam ruang bowman. Filtrasi dapat diubah oleh kecepatan aliran plasma glomerulus, tekanan hidrostatis dalam ruang bowman, dan permeabilitas dari dinding kapiler glomerulus. Permeabilitas, seperti yang diukur dengan koefisien ultrafiltrasi (K1) adalah hasil kali permeabilitas air pada membran dan luas permukaan kapiler glomerulus total yang tersedia untuk filtrasi. Laju filtrasi glomelurus (LFG) sebaiknya ditetapkan dengan cara pengukuran klirens kreatinin atau memakai rumus berikut: LFG = k . Tinggi Badan (cm) Kreatinin serum (mg/dl) Nilai “k” pada: 

BBLR < 1 tahun

= 0,33



Aterm < 1 tahun

= 0,45



1 – 12 tahun

= 0,55

4

BAB III GLOMERULONEFRITIS AKUT 3.1 Definisi Glomerulonefritis Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan

oleh

suatu

mekanisme

imunologis.

Sedangkan

istilah

akut

(glomerulonefritis akut = GNA) mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.

3.2 Etiologi Faktor-faktor penyebab yang mendasari GNA dapat dibagi menjadi kelompok infeksi dan bukan infeksi.

Kelompok Infeksi Penyebab infeksi yang paling sering GNA adalah infeksi oleh spesies Streptococcus (yaitu, kelompok A, beta-hemolitik). Dua jenis telah dijelaskan, yang melibatkan serotipe yang berbeda: 

Serotipe M1, 2, 4, 12, 18, 25 - nefritis Poststreptococcal akibat infeksi saluran pernapasan atas, yang terjadi terutama di musim dingin



Serotipe 49, 55, 57, 60 - nefritis Poststreptococcal karena infeksi kulit, biasanya diamati pada musim panas dan gugur dan lebih merata di daerah selatan Amerika Serikat. GNA pasca infeksi streptokokus (GNAPS) biasanya berkembang 1-3 minggu

setelah infeksi akut dengan strain nephritogenic spesifik grup A streptokokus betahemolitik. Insiden GN adalah sekitar 5-10% pada orang dengan faringitis dan 25% pada mereka dengan infeksi kulit. GN pascainfeksi Nonstreptococcal mungkin juga hasil dari infeksi oleh bakteri lain, virus, parasit, atau jamur. Bakteri selain streptokokus grup A yang dapat menyebabkan GNA termasuk diplococci, streptokokus lainnya, staphylococci, dan

5

mikobakteri.

Salmonella

typhosa,

Brucella

suis,

Treponema

pallidum,

Corynebacterium bovis, dan actinobacilli juga telah diidentifikasi. Cytomegalovirus (CMV), coxsackievirus, Epstein-Barr virus (EBV), virus hepatitis B (HBV), rubella, rickettsiae (seperti dalam tifus scrub), dan virus gondong diterima sebagai penyebab virus hanya jika dapat didokumentasikan bahwa infeksi streptokokus beta-hemolitik tidak terjadi. GNA telah didokumentasikan sebagai komplikasi langka hepatitis A. Menghubungkan glomerulonefritis ke etiologi parasit atau jamur memerlukan pengecualian

dari

infeksi

streptokokus.

Organisme

diidentifikasi

meliputi

Coccidioides immitis dan parasit berikut: Plasmodium malariae, Plasmodium falciparum, Schistosoma mansoni, Toxoplasma gondii, filariasis, trichinosis, dan trypanosomes.

Kelompok Non-infeksi Penyebab non-infeksi dari GNA dapat dibagi menjadi penyakit ginjal primer, penyakit sistemik, dan kondisi lain-lain atau agen.

Penyakit sistemik multisistem yang dapat menyebabkan GNA meliputi: 

Vaskulitis (misalnya, Wegener granulomatosis)

- Ini menyebabkan

glomerulonefritis yang menggabungkan nephritides granulomatosa atas dan bawah. 

Penyakit kolagen-vaskular (misalnya, lupus eritematosus sistemik [SLE]) Ini menyebabkan glomerulonefritis melalui deposisi kompleks imun pada ginjal.



Vaskulitis hipersensitivitas - Ini mencakup sekelompok heterogen gangguan pembuluh darah kecil dan penyakit kulit.



Cryoglobulinemia - Hal ini menyebabkan jumlah abnormal cryoglobulin dalam plasma yang menghasilkan episode berulang dari purpura luas dan ulserasi kulit pada kristalisasi.



Polyarteritis nodosa - ini menyebabkan nefritis dari vaskulitis melibatkan arteri ginjal.

6



Henoch-Schönlein

purpura

-

Ini

menyebabkan

vaskulitis

umum

mengakibatkan glomerulonefritis. 

Sindrom Goodpasture - Ini menyebabkan antibodi yang beredar pada kolagen tipe IV dan sering mengakibatkan kegagalan ginjal progresif cepat (minggu ke bulan).

Penyakit ginjal primer yang dapat menyebabkan GNA meliputi: 

Membranoproliferatif glomerulonefritis (MPGN) - Hal ini disebabkan perluasan dan proliferasi sel mesangial akibat pengendapan komplemen. Tipe I mengacu pada deposisi granular dari C3, tipe II mengacu pada proses yang tidak teratur.



Penyakit Berger (IgG-immunoglobulin A [IgA] nefropati) - ini menyebabkan GN sebagai akibat dari deposisi mesangial difus IgA dan IgG.



GN proliferatif mesangial “murni”



Idiopatik glomerulonefritis progresif cepat - Bentuk GN ditandai dengan adanya glomerulus crescent. Terdapat 3 tipe: Tipe I adalah antiglomerular basement membrane disease, tipe II dimediasi oleh kompleks imun, dan tipe III diidentifikasi dengan antibodi sitoplasmik antineutrophil (ANCA).

Penyebab noninfeksius lainnya dari GNA meliputi: 

Sindrom Guillain-Barré



Iradiasi tumor Wilms



Vaksin Difteri Pertusis Tetanus (DPT)



Serum sickness

3.3 Patofisiologi Lesi pada glomerulus di GNA adalah hasil dari deposisi kompleks imun pada glomerulus atau in situ. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon 7

terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodulnodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN. Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus. Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi. Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh Streptokokus,

merubah

IgG

menjadi autoantigenic. Akibatnya,

terbentuk

autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal. Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen.7 8

Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel. Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler do bawah epitel, sementara komplekskompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain. Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.1,2 Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut : 1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis glomerulus dan kemudian merusaknya. 2. Proses

auto-imun

kuman

Streptococcus

yang

nefritogen

dalam

tubuh

menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus. 3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal. 9

3.4 Prevalensi GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada golongan umur 5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain menyebutkan paling sering ditemukan pada anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki laki dua kali lebih sering dari pada perempuan. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Suku atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat

3.5 Manifestasi Klinis ANAMNESIS Kebanyakan biasanya, anak dengan GNA akan terlihat karena terjadinya perubahan warna urin mendadak. Pada kesempatan itu pula, keluhan mungkin berhubungan dengan komplikasi dari penyakit: kejang hipertensi, edema, dan sebagainya. Selanjutnya perlu digali lebih jauh mengenai rincian lebih lanjut mengenai perubahan warna urin. Hematuria pada anak dengan GNA biasanya digambarkan sebagai "coke," "teh," atau berwarna seperti asap. Warna darah merah terang dalam urin lebih mungkin konsekuensi masalah anatomi seperti urolithiasis dari glomerulonefritis. Warna urin pada GNA seragam di sepanjang aliran. Hematuria pada GNA hampir selalu tidak sakit; disuria yang menyertai gross hematuria lebih mengarah pada cystitis hemorrhagik akut daripada penyakit ginjal. Riwayat keluhan serupa sebelumnya akan menunjuk ke eksaserbasi proses kronis seperti IgA nefropati. Hal ini penting berikutnya adalah memastikan gejala sugestif dari komplikasi GNA tersebut. Ini mungkin termasuk sesak napas atau setelah beraktifitas yang menunjukkan overload cairan atausakit kepala, gangguan penglihatan, atau perubahan status mental dari hipertensi. Sejak GNA dapat muncul dengan keluhan dari organ multisistem, review lengkap dari seluruh sistem sangat penting. Perhatian khusus harus diberikan untuk 10

ruam, ketidaknyamanan sendi, perubahan berat badan, kelelahan, perubahan nafsu makan, keluhan pernafasan, dan paparan obat terakhir. Sejarah keluarga harus membahas kehadiran setiap anggota keluarga dengangangguan autoimun, sebagai anak-anak dengan baik SLE dan membranoproliferatif glomerulonefritis (MPGN) mungkin memiliki kerabat yang juga menderita penyakit serupa. Sebuah riwayat keluarga gagal ginjal (khususnya bertanya tentang dialisis dan transplantasi ginjal) mungkin menjadi petunjuk untuk proses seperti sindrom Alport, yang mungkin awalnya hadir dengan gambar GNA. Adanya riwayat infeksi streptokokus sebelumnya seperti faringitis, tonsilitis, atau pioderma. Berikut merupakan beberapa keadaan yang didapatkan dari anamnesis: a) Periode laten 

Terdapat periode laten antara infeksi streptokokus dengan onset pertama kali muncul gejala.



Pada umumnya, periode laten selama 1-2 minggu setelah infeksi tenggorok dan 3-6 minggu setelah infeksi kulit



Onset gejala dan tanda yang timbul bersamaan dengan faringitis biasanya merupakan imunoglobulin A (IgA) nefropati daripada GNA PS.

b) Urin berwarna gelap 

Merupakan gejala klinis pertama yang timbul



Urin gelap disebabkan hemolisis eritrosit yang telah masuk ke membran



basalis glomerular dan telah masuk ke sistem tubular.

c) Edema periorbital 

Onset munculnya sembab pada wajah atau mata tiba-tiba. Biasanya tampak jelas saat psaat bangun tidur dan bila pasien aktif akan tampak pada sore hari.



Pada beberapa kasus edema generalisata dan kongesti sirkulasi seperti dispneu dapat timbul.



Edema merupakan akibat dari tereksresinya garam dan air.



Tingkat keparahan edema berhubungan dengan tingkat kerusakan ginjal.

d) Gejala nonspesifik 11



Yaitu gejala secara umum penyakit seperti malaise, lemah, dan anoreksia, muncul pada 50% pasien.



15 % pasien akan mengeluhkan mual dan muntah.



Gejala lain demam, nyeri perut, sakit kepala.

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik diawali dengan penilaian yang cermat mengenai tanda-tanda vital, terutama tekanan darah. Tekanan darah 5 mm di atas persentil ke-99 untuk usia anak, jenis kelamin, dan tinggi, terutama jika disertai dengan perubahan dalam status kejiwaan, dibutuhkan perhatian. Takikardia dan tachypnea mengarah ke gejala overload cairan. Pemeriksaan hidung dan tenggorokan dengan cermat dapat memberikan bukti perdarahan, menunjukkan kemungkinan salah satu ANCA positive vaskulitides seperti Wegner’s granulomatosis. Limfadenopati servikal mungkin residua dari faringitis streptokokus barubaru ini. Pemeriksaan kardiopulmoner akan memberikan bukti overload cairan atau keterlibatan paru yang memiliki karakteristik sindrom langka ginjal-paru. Pemeriksaan perut sangat penting. Ascites mungkin hadir jika ada komponen nefrotik pada GNA. Hepato-splenomegali mungkin menunjuk ke gangguan sistemik. Nyeri perut yang signifikan dapat menyertai HSP. Beberapa edema perifer dari retensi garam dan air terlihat pada GNA, tapi ini cenderung menjadi edema"berotot" yang lebih halus daripada karakteristik edema pitting dari sindrom nefrotik. Yang paling mudah terlihat adalah edema periorbital atau mata tampak sembab. Edema skrotum dapat terjadi pada sindrom nefrotik juga, dan orchitis merupakan temuan sesekali di HSP. Pemeriksaan yang sangat berhati-hati dari kulit adalah penting dalam GNA. Ruam pada HSP, memiliki karakteristik ketika kemerahan, awalnya mungkin halus dan terbatas pada bokong atau punggung kaki. Keterlibatan sendi terjadi pada beberapa gangguan multisistem dengan GNA. Sendi kecil (misalnya, jari) lebih khas SLE, sementara atau keterlibatan lutut terlihat dengan HSP. a) Sindrom Nefritis Akut 12



Gejala yang timbul adalah edema, hematuria, dan hipertensi dengan atau tanpa klinis GNA PS.



95% kasus klinis memiliki 2 manifestasi, dan 40% memiliki semua manifestasi akut nefritik sindrom

b) Edema 

Edema tampak pada 80-90% kasus dan 60% menjadi keluhan saat ke dokter.



Terjadi penurunan aliran darah yang bermanifestasi sedikit eksresi natrium dan urin menjadi terkonsentrasi. Adanya retensi natrium dan air ini menyebabkan terjadinya edema.

c) Hipertensi 

Hipertensi muncul dalam 60-80% kasus dan biasanya pada orang yang lebih besar.



Pada 50% kasus, hipertensi bisa menjadi berat.



Jika ada hipertensi menetap, hal tersebut merupakan petunjuk progresifitas ke arah lebih kronis atau bukan merupakan GNA PS.



Hipertensi disebabkan oleh retensi natrium dan air yang eksesif.



Meskipun terdapat retensi natrium, kadar natriuretic peptida dalam plasma meningkat.



Aktivitas renin dalam plasma rendah.



Ensefalopati hipertensi ada pada 5-10% pasien,biasanya tanpa defisit neurologis.

d) Oliguria 

Tampak pada 10-50% kasus, pada 15% output urin <200ml.



Oliguria mengindikasikan bentuk cresentic yang berat.



Biasanya transien, dengan diuresis 1-2 minggu.

a) Hematuria 

Muncul secara umum pada semua pasien.



30% gross hematuria.

b) Disfungsi ventrikel kiri 

Disfungsi ventrikel kiri dengan atau tanpa hipertensi atau efusi perikardium dapat timbul pada kongestif akut dan fase konvalesen.

13



Pada kasus yang jarang, GNA PS dapat menunjukkan gejala perdarahan pulmonal.

3.6 Pemeriksaan Penunjang A) Laboratorium Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberikan antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen streptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi streptokokus, antara lain antistreptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antistreptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen streptokokus. Titer anti streptolosin O meningkat pada 75-80% pasien dengan glomerulonefritis akut pasca streptokokus dengan faringitis, meskipun beberapa strain streptokokus tidak memproduksi streptolisin O. Bila semua uji dilakukan uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi streptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus glomerulonefritis akut pascastreptokokus atau pascaimpetigo, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen streptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi streptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali lipat berarti adanya infeksi. Tetapi , meskipun terdapat bukti adanya infeksi streptokokus, hal tersebut belum dapat memastikan bahwa glomerulonefritis tersebut benar-benar disebabkan karena infeksi streptokokus. Gejala klinis dan perjalanan penyakit pasien penting untuk menentukan apakah biopsi ginjal memang diperlukan. Titer antibodi streptokokus positif pada >95 % pasien faringitis, dan 80% pada pasien dengan infeksi kulit. Antistreptolisin, antinicotinamid dinucleotidase (anti-NAD), antihyaluronidase (Ahase) dan anti-DNAse B positif setelah faringitis. Titer antibodi meningkat dalam 1 minggu puncaknya pada satu bulan dan akan menurun setelah beberapa bulan. Pada pemeriksaan serologi didapatkan penurunan komponen serum CH50 dan konsentrasi serum C3. Penurunan C3 terjadi ada >90% anak 14

dengan GNA PS. Pada pemeriksaan kadar komplemen, C3 akan kembali normal dalam 3 hari atau paling lama 30 hari setelah onset. Peningkatan BUN dan kreatinin. Peningkatannya biasanya transien. Bila peningkatan ini menetap beberapa minggu atau bulan menunjukkan pasien bukan GNA PS sebenarnya. Pasien yang mengalami bentuk kresentik GN mengalami perubahan cepat, dan penyembuhan tidak sempurna. Adanya hiperkalemia dan asidosis metabolik menunjukkan adanya gangguan fungsi ginjal. Selain itu didapatkan juga hiperfosfatemi dan Ca serum yang menurun. Pada

urinalisis

menggambarkan

abnormalitas,

hematuria

dan

proteinuria muncul pada semua kasus. Pada sedimen urin terdapat eritrosit, leukosit, granular. Terdapat gangguan fungsi ginjal sehingga urin menjadi lebih terkonsentrasi dan asam. Ditemukan juga glukosuria. Eritrosit paling baik didapatkan pada urin pagi hari, terdapat 60-85% pada anak yang dirawat di RS. Hematuria biasanya menghilang dalam waktu 3-6 bulan dan mungkin dapat bertahan 18 bulan. Hematuria mikroskopik dapat muncul meskipun klinis sudah membaik. Proteinuria mencapai nilai +1 sampai +4, biasanya menghilang dalam 6 bulan. Pasien dengan proteinuria dalam nephrotic-range dan proteinuria berat memiliki prognosis buruk. Pada pemeriksaan darah tepi gambaran anemia didapatkan,anemia normositik normokrom. B) Pemeriksaan Pencitraan 

Foto toraks dapat menunjukkan Congestif Heart Failure.



USG ginjal biasanya menunjukkan ukuran ginjal yang normal.

C) Biopsi Ginjal Biopsi ginjal diindikasikan bila terjadi perubahan fungsi ginjal yang menetap, abnormal urin dalam 18 bulan, hipokomplemenemia yang menetap, dan terjadi sindrom nefrotik. Indikasi Relatif : 

Tidak ada periode laten di antara infeksi streptokokus dan GNA



Anuria 15



Perubahan fungsi ginjal yang cepat



Kadar komplemen serum yang normal



Tidak ada peningkatan antibodi antistreptokokus



Terdapat manifestasi penyakit sistemik di ekstrarenal



GFR yang tidak mengalami perbaikan atau menetap dalam 2 minggu



Hipertensi yang menetap selama 2 minggu

Indikasi Absolut: 

GFR yang tidak kembali normal dalam 4 minggu



Hipokomplemenemia menetap dalam 6 minggu



Hematuria mikroskopik menetap dalam 18 bulan



Proteinuria menetap dalam 6 bulan

3.7 Diagnosis Glomerulonefritis akut didiagnosis dengan menemukan riwayat hematuria, edema, hipertensi, atau gejala nonspesifik seperti malaise, demam, nyeri abdomen. Didukung dengan pemeriksaan fisik yang menunjukkan adanya overload cairan (edema dan hipertensi), perubahan berat badan baru-baru ini, asites atau efusi pleura, kemerahan pada kulit, pucat, nyeri ketok pada sudut kostovertebra, pemeriksaan neurologis yang abnormal, dan lain-lain.

Diagnosis

Clinical Manifestations

Poststreptococcal

Microscopic or gross hematuria,

glomerulonephritis

proteinuria, hypertension, and edema

Hemolytic-uremic syndrome

Microscopic hematuria, hypertension, gastroenteritis (bloody diarrhea), oliguria, and petechiae

Henoch-Schönlein purpura

Microscopic hematuria, palpable

nephritis

purpura, abdominal pain, tender subcutaneous edema, arthralgias

16

sometimes present Immunoglobulin A nephropathy

Microscopic hematuria ± proteinuria; intermittent gross hematuria with viral infections

Systemic lupus erythematosus

Gross hematuria ± microscopic, rash (malar, discoid, vasculitic) and arthralgias or arthritis

Alport syndrome

Microscopic or gross hematuria, sensorineural hearing loss, family history of renal failure, cataracts

3.8 Komplikasi Pengembangan menjadi sclerosis jarang pada pasien yang khas, namun pada 0,5-2% dari pasien dengan GNA, tentu saja berlangsung ke arah gagal ginjal, berakibat pada kematian ginjal dalam waktu singkat. Urinalisis yang abnormal (yaitu, microhematuria) dapat bertahan selama bertahuntahun. Penurunan ditandai dalam laju filtrasi glomerulus (GFR) jarang. Edema paru dan hipertensi dapat terjadi. Edema anasarka dan hipoalbuminemia dapat terjadi akibat proteinuria berat. Sejumlah komplikasi yang mengakibatkan terkait kerusakan akhir organ dalam sistem saraf pusat (SSP) atau sistem kardiopulmoner dapat berkembang pada pasien yang hadir dengan hipertensi berat, ensefalopati, dan edema paru. Komplikasi GNA meliputi: 

hipertensi retinopati



hipertensi ensefalopati



Cepat progresif GN



Gagal ginjal kronis



Sindrom nefrotik 17

3.9 Penatalaksanaan Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus. 1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlak selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya. 2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi

beratnya

glomerulonefritis,

melainkan

mengurangi

menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis. 3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi. 4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis. 18

5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga. 6. Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhirakhir ini pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus. 7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.

3.10 Prognosis Sebagian besar pasien akan sembuh sempurna, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus. Angka kematian dari GNA pada kelompok usia yang paling sering terkena, pasien anak-anak, telah dilaporkan 0-7%. Kasus sporadis nefritis akut sering berkembang menjadi bentuk yang kronis. Perkembangan ini terjadi pada sebanyak 30% dari pasien dewasa dan 10% dari pasien anak. GN merupakan penyebab paling umum dari gagal ginjal kronis (25%). Pada GNAPS, prognosis jangka panjang yang umumnya baik. Lebih dari 98% dari individu tidak menunjukkan gejala setelah 5 tahun, dengan gagal ginjal kronis dilaporkan 1-3%. Dalam seminggu atau lebih onset, kebanyakan pasien dengan GNAPS mulai mengalami resolusi spontan retensi cairan dan hipertensi. Tingkat C3 dapat kembali normal dalam waktu 8 minggu setelah tanda pertama GNAPS. Proteinuria dapat bertahan selama 6 bulan dan hematuria mikroskopik hingga 1 tahun setelah onset nefritis. Akhirnya, semua kelainan kemih harus menghilang, hipertensi harus mereda, dan fungsi ginjal harus kembali normal. Pada orang dewasa dengan GNAPS, pemulihan penuh fungsi ginjal dapat diharapkan hanya dalam waktu setengah dari pasien, dan prognosis suram pada pasien dengan diabetes glomerulosclerosis 19

mendasarinya. Beberapa pasien dengan nefritis akut mengembangkan gagal ginjal progresif cepat. Sekitar 15% dari pasien pada 3 tahun dan 2% dari pasien pada 7-10 tahun mungkin memiliki proteinuria persisten ringan. Prognosis jangka panjang belum tentu berbahaya. Beberapa pasien mungkin mengembangkan hipertensi, proteinuria, dan insufisiensi ginjal selama 10-40 tahun setelah penyakit awal. Imunitas terhadap protein M adalah tipe-spesifik, tahan lama, dan pelindung. Episode berulang dari GNAPS karena itu tidak biasa.

Gambar 5. Resolusi pada kasus GNAPS berdasarkan waktu

Prognosis untuk GN pascainfeksi nonstreptococcal tergantung pada agen yang mendasari, yang harus diidentifikasi dan ditangani. Umumnya, prognosis yang lebih buruk pada pasien dengan proteinuria berat, hipertensi berat, dan peningkatan yang signifikan dari tingkat kreatinin. Nefritis terkait dengan methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dan infeksi kronis biasanya sembuh setelah pengobatan infeksi. Penyebab lain GNA memiliki hasil yang bervariasi dari pemulihan lengkap untuk menyelesaikan gagal ginjal. Prognosis tergantung pada penyakit yang mendasarinya dan kesehatan keseluruhan dari pasien. Terjadinya komplikasi kardiopulmoner atau neurologis memperburuk prognosis.

20

3.11 Pembagian Glomerulonefritis GN pada umumnya dibagi atas dasar gambaran histopatologik dan atas dasar gambaran klinisnya 1. Berdasarkan gambaran histopatologisnya dapat dibedakan atas; a. GN lesi minimal = nefrosis lipoid b. GN membranosa = ekstramembranosa = epimembranosa c. GN proliferative = endokapiler = post streptococcal d. GN kresentik = progresif cepat e. GN membranoproliferatif = mesangiokapiler : tipe 1 dan 2 f. GN proloferatif fokal segmental = proliferative mesangial g. Glomerulosklerosis fokal segmental 2. Diagnosis GN dapat ditegakkan dengan pemeriksaan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang lain. Pemeriksaan sederhana pada umunya dapat membantu menegakkan diagnosis klinik. Pemeriksaan penunjang berupa biopsy ginjal dapat diperiksa dengan mikroskop electron, kadar immunoglobulin, dan kadar komplemen. Berdasarkan gambaran klinisnya GN dikenal 5 macam bentuk, yaitu; a. Sindroma nefritis akut b. Sindroma nefrotik c. Kelainan urin persisten d. Gagal ginjal akut progresif cepat e. Gagal ginjal kronik

21

BAB IV SINDROM NEFROTIK

4.1 Definisi Sindrom Nefrotik Sindrom

nefrotik

adalah

penyakit

dengan

gejala

edema,

proteinuria,

hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal. Penyakit ini terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat. Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh: 

Peningkatan protein dalam urin secara bermakna (proteinuria)



Penurunan albumin dalam darah



Edema



Serum cholesterol yang tinggi (hiperlipidemia)

Tanda – tanda tersebut dijumpai disetiap kondisi yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan permiabilitas glomerulus

4.2 Etiologi Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi. Umumnya etiologi dibagi menjadi: 1. Sindrom nefrotik bawaan Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya. 2. Sindrom nefrotik sekunder Disebabkan oleh : 

Malaria kuartana atau parasit lainnya.



Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.



Glumerulonefritis akut atau kronik,



Trombosis vena renalis. 22



Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik.



Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa.

3. Sindrom nefrotik idiopatik Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churk dkk membaginya menjadi : 4. Kelainan minimal Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus. 5. Nefropati membranosa Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik. 6. Glomerulonefritis proliferatif 

Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.



Dengan penebalan batang lobular. Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.



Dengan bulan sabit ( crescent) Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk.



Glomerulonefritis membranoproliferatif Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk.



Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas.

7. Glomerulosklerosis fokal segmental

23

Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus. Prognosis buruk.

4.3 Patofisiologi Terjadi proteinuria akibat peningkatan permiabilitas membran glomerulus. Sebagian besar protein dalam urin adalah albumin sehingga jika laju sintesis hepar dilampui, meski telah berusaha ditingkatkan, terjadi hipoalbuminemia. Hal ini menyebabkan retensi garam dan air. Menurunnya tekanan osmotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskuler kedalam ruang cairan ekstra seluler. Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem imun angiotensin, menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut. Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia). Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan karena hypoalbuminemia, hyperlipidemia atau defisiensi seng. Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia.

4.4 Klasifikasi Histopatologis Klasifikasi kelainan histopatologis glomerulus pada SN yang digunakan sesuai dengan rekomendasi Komisi Internasional (1982). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan dengan pemeriksaaan mikroskop cahaya, ditambah dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi. Pada tabel di bawah ini dipakai istilah / terminologi yang sesuai dengan laporan ISKDC (1970) dan Habib dan Kleinknecht (1971).

Tabel 6.1 KLASIFIKASI KELAINAN GLOMERULUS PADA SN PRIMER Kelainan minimal (KM) Glomerulosklerosis (GS) Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) 24

Glomerulosklerosis fokal global (GSFG) Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD) Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus EKSUDATIF Glomerulonefritis kresentik (GNK) Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP) GNMP tipe I dengan deposit subendotlial GNMP tipe II dengan deposit intramembran GNMP tipe IIi dengan deposit subendotlial transmembran/subepitelial Glomerulopati membranosa (GM) Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

4.5 Manifestasi Klinis Gejala utama yang ditemukan adalah : 

Proteinuria > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-anak.



Hipoalbuminemia < 30 g/l. o

Edema generalisata. Edema terutama jelas pada kaki, namun dapat ditemukan edema muka, ascxites dan efusi pleura.

o

Anorexia

o

Fatigue

o

Nyeri abdomen

o

Berat badan meningkat

o

Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia.

o

Hiperkoagualabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan arteri.

4.6 Komplikasi 

Infeksi (akibat defisiensi respon imun)



Tromboembolisme (terutama vena renal)



Emboli pulmo



Peningkatan terjadinya aterosklerosis



Hypovolemia



Hilangnya protein dalam urin 25



Dehidrasi

4.7 Pemeriksaan Diagnostik 

Adanya tanda klinis pada anak



Riwayat infeksi saluran nafas atas



Analisa urin : meningkatnya protein dalam urin



Menurunnya serum protein



Biopsi ginjal

4.8 Penatalaksanaan Kasus SNP dengan KM pada pemeriksaan histologisnya dapat sembuh dengan pengobatan prednison dalam waktu sebulan atau dapat meninggal dalam waktu setahun. Sebenarnya kalau anak sembuh atau apabila penyakitnya berlangsung progresif cepat dan mengakibatkan kematian tidak merupakan masalah. Namun akan menimbulkan masalah psikologis apabila manifestasi klinis penyakitnya hilang timbul, kambuh berulang, disertai gejala edema, asites dan proteinuria. Di samping itu pemberian obat yang lama dapat menimbulkan efek samping seperti muka rembulan, obesitas, hipertensi, katarak, osteoporosis, dan gangguan pertumbuhan. Efek samping yang paling seirng dijumpai adalah obesitas, habitus, cushingoid, katarak, hipertensi, osteopororis, gangguan pertumbuhan dan gangguan psiko-emosi. Sebetulnya semua sistem di dalam tubuh dapat terkena efek samping obat tersebut. Banyak peneliti yang melaporkan hasil yang dapat menurunkan frekuensi dengan obat sitostatika, steroid jangka lama dengan dosis rendah, atau pemberian levamisol. 1. Kortikosteroid Pengobatan baku kortikosteroid menurut ISKDC (1978) adalah prednison atau prenisolon dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kgBB) setiap hari selama 4 minggu, dilanjutkan denan 40 mg/m2/hari secara intermiten (3 hari dalam 1 minggu) atau dosis alternating (selang sehari) selama 4 minggu. Studi kolaboratif Jerman (1990) melaporkan bahwa dengan memperpanjang cara pemberian sehari seperti yang dilaporkan ISKDC didapatkan penurunan angka 26

relaps 12 bulan setelah obat dihentikan 36% kasus pada pemberian 12 minggu dibandingkan dengan 81% kasus dengan cara pemberian baku ISKDC 8 minggu. Bila terjadi kambuh setelah pengobatan dihentikan, maka pengobatan diulang dengan cara buku ISKDC yaitu dosis penuh tiap hari sampel terjadi remisi dan dilanjutkan dengan 4 minggu dosis intermiten atau selang sehari. Menurut Ehrich dkk. dengan memperpanjang pemberian prednison tersebut diharapkan akan mengurangi terjadinya kambuh sering, tanpa menambah risiko efek samping steroid. 2. Sitostatika Penggunaan obat sitostatika pada kasus SNP-KS dan SNP-DS telah dilaporkan oleh beberapa peneliti dan dapat memperpanjang remisi, bahkan pada beberapa penderita menimbulkan remisi permanen. Apabila dibandingkan pengobatan sitostatika pada penderita SNP-DS dengan SNP-KS, hasilnya lebih

baik

pada

kambuh

sering

daripada

yang

dependen

steroid.

Siklosfosfamid dan klorambusil merupakan obat yang banyak dipakai dengan efek yang hampir sama. a. Siklofosfamid Siklofosfamid diberikan dengan dosis 2-3 mg/kgBB selama 8 minggu dilaporkan efektif dalam mengurangi jumlah kambuh pada SNP-KS. Sekitar 60% kasus yang diberi siklofosfamid tetap remisi selama 2 tahun setelah obat dihendikan dan 40% kasus tetap remisi selama 5 tahun. b. Klorambusil Klorombusil mempunyai efek sama dengan siklofosfamid dalam memperpanjang masa remisi SNP-KS dan SNP-DS. Studi kolaboratif Jerman mendaptkan remisi 87% kasus selama 30 bulan pada penderita kambuh sering. Alatas dkk. dalam suatu studi kontrol pada 20 kasus SNP-KS melaporkan pada kelompok yang diberi klorambusil (8 minggu) dengan prednison interminten selama pengobatan 12 bulan hanya 12% kasus yang mengalami kekambuhan, sedangkan pada kelompok kontrol yang diberi plasebo dengan prednison intermiten, 88% kasus mengalami kekambuhan. 27

3. Siklosporin A Siklosporin A (Si A) adalah suatu imunosupresan yang banyak digunakan pada transplantasi ginjal, merupakan obat alternatif lain di samping steroid. SiA besifat menghambatr generasi dan aktival sel T sitotoksik. Akhir-akhir ini SiA dicoba pada SNP-KS dan resisten steroid. Pada kasus SNP-KS dan SNPDS. Tejani dkk melaporkan 11 dari 13 kasus mengalami remisi dengan pemberian SiA selam 8 minggu. Niaudet dkk memberikan SiA 2-8 bulan, 80% dilaporkan mengalami remisi. Namun bila obat dihentikan akan terjadi kekambuhan kembali, sehingga dikatakan obat ini menimbulkan efek dependen SiA. Pada kasus SNP-RS pemberian SiA tidak memberiakn hasil memuaskan. Dosis yang dipakai adalah 5 mg/kgBB/hari, disesuaikan dengan kadar SiA darah 200-400 /ml. Obat ini dapat menimbulkan nefritis interstisialis sehingga pada pemberian jangka panjang perlu dilakukan pemantauan denan biopsi ginjal. karena obat ini mahal harganya dan hasilnya kurang memuaskan, pemakaian obat ini pada kasus SN belum dapat diterima sebagai pengobatan alternatif. Jika SiA akan dipakai sebaiknya untuk kasus yang sudah tidak mempan dengan obat sitostatika lainnya. 4. Levamisol Levamisol adalah suatu anti hemintik yang ternyata mempunyai efek imunologis menstimuloasi sel T. sesuai dengan teori Shalhoub pada sindrom nefrotik ditemukan adanya gangguan fungsi sel T. akhir-akhir perhatian pada levamisol muncul kembali dengan waktu pemberian yang lebih lama. Perhimpunan Nefrologi Pediatri Inggris melakukan uji klinis dengan kontrol pada kasus SNP-DS dan melaporkan bahwa levamisol dapat memperpanjang masa remisi. Efek samping yang dilaporkan hanya sedikit dan sebagaian besar penderita adalah SNP-KM. Dosis yang dipakai adalah 2-3 hari (+ 4 bulan) pada 61 kasus SNP-DS. Pada kasus yang diberi levamisol, 14 orang anak tetap dalam remisi sedangkan pada yang tidak diberi levamisol hanya 4 orang anak yang tetap remisi. Efek samping yang dapat ditemukan adalah gejala gastrointestinal, mual dan muntah, serta agranulositosis yang bersifat reversibel apabila obat dihentikan.

28

4.9 Prognosis Prognosis sindroma nefrotik tergantung dari beberapa factor antara lain umur, jenis kelamin, penyulit pada saat pengobatan dan kelainan histopatologi ginjal. prognosis pada umur muda lebih baik daripada umur lebih tua, pada wanita lebih baik daripada laki-laki. Makin dini terdapat penyulitnya, biasanya prognosisnya lebih buruk. Kelainan minimal mempunyai respons terahdap kortikosteroid lebih baik dibandingkan dengan lesi dan mempunyai prognosis paling buruk pada glomerulonefritis proliferatif. Sebab kematian pada sindroma nefrotik berhubungan dengan gagal ginjal kronis disertai sindroma uremia, infeksi sekunder (misalnya pneumonia).

29

BAB V KESIMPULAN Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Etilogi dari GNA sendiri dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian besar, yaitu kelompok infeksi (yang paling sering adalah infeksi streptokokus), dan kelompok non-infeksi. Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalah hematuria, oliguria,edema,hipertensi dan beberapa gejala non-spesifik seperti rasa lelah, anoreksia dan kadang demam,sakit kepala, mual, muntah. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisis, bakteriologis, serologis, imunologis, dan histopatologis. Pengobatan hanya bersifat suportif dan simtomatik. Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk meminimalkan kerusakan pada glomerulus, meminimalkan metabolisme pada ginjal, dan meningkatkan fungsi ginjal. Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan glomerulus. Pemberian pinisilin untuk memberantas semua sisa infeksi, tirah baring selama stadium akut, diet bebas bila terjadi edema atau gejala gagal jantung dan antihipertensi kalau perlu, sementara kortikosteroid tidak mempunyai efek pada glomerulofritis akut pasca infeksi strepkokus. Prognosis umumnya baik, namun ditentukan pula oleh faktor penyebab terjadinya GNA itu sendiri, dapat sembuh sempurna pada lebih dari 90% kasus. Observasi jangka panjang diperlukan untuk membuktikan kemungkinan penyakit menjadi kronik.

30

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi II. Penerbit EGC. Jakarta.2007 2. Husein, A, dkk. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi kedua. Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2002. h 345-353 3. Hay, William W, MD. Pediatric Diagnosis and Treatment Edisi keenambelas. Penerbit McGraw-Hill (Asia). Singapura. 2003. H 698 – 699 4. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta. 5. Glomerulonefritis. In: Syaifullah, Muhammad, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. 2002. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI pp. 323 6. Lyttle, John D. The Treatment of Acute Glomerulonephritis in Children. The Bulletin. Hlm : 212 – 221. 7. Sanjad, Sami. Acute Glomerulonephritis in Children : A review of 153 cases. Southern Medical Journal. 1977. Hlm : 1202 – 1206. 8. Geetha, Duvuru. Glomerulonephritis, Poststreptococcal [online]. 2010 [Dikutip tanggal 3 Desember 2012]. Tersedia pada http://emedicine.medscape.com/article/240337-overview 9. Anonim. Glomerulonephritis [online]. 2011[dikutip tanggal 4 Desember 2012]. Tersedia pada http://www.mayoclinic.com/health/glomerulonephritis/DS00503/DSECTION =causes 10. Rammelkamp, Jr., Charles H. Dan Robert S. Weaver. Acute Glomerulonephritis. The Significance of the Variations in the Incidence of the Disease. 1952. Hlm : 345 – 358. 11. Anonim. Acute Glomerulonephritis in Children [online]. 2009[dikutip tanggal 5 Desember 2012]. Tersedia pada http://mezology.blogspot.com/2009/06/acute-glomerulonephritis-inchildren.html 31

Related Documents

Referat
May 2020 53
Referat Skizoid.docx
April 2020 17
Referat Carotid.docx
November 2019 20
Referat Faringitis.pptx
December 2019 28

More Documents from "Nurul Fitriani"

Soal Radiologi.pptx
June 2020 1
Pemanasan Bumi
April 2020 18
Dimitroulia
April 2020 17