Referat Flu Babi_r Fitri Annisa_26102009

  • Uploaded by: fitri annisa
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Flu Babi_r Fitri Annisa_26102009 as PDF for free.

More details

  • Words: 5,469
  • Pages: 37
REFERAT

FLU BABI DITINJAU DARI ASPEK MEDIS DAN PUBLIC HEALTH

Disusun Oleh:

KELOMPOK IV Farida, S.Ked

110.2003.094

Ida Farida, S.Ked

110.1999.095

R. Fitri Annisa , S.Ked

110.2003.228

Yoga Samwibisono, S.Ked

110.2001.292

Pembimbing: Dr. dr. Artha Budi Susila Duarsa, M.Kes

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI OKTOBER, 2009

KATA PENGANTAR

Assalaamualaikum Wr. Wb Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada sehingga kami mampu menyelesaikan tugas referat kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat yang berjudul FLU BABI DITINJAU DARI ASPEK MEDIS DAN PUBLIC HEALTH dengan tepat waktu. Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas YARSI. Dalam pembuatan referat ini kami mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. dr. Artha Budi Susila Duarsa, M.Kes sebagai Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat. 2. dr.H. Sumedi Sudarsono, MPH sebagai Koordinator Kepaniteraan 3. Kholis Ernawati, Ssi, M.Kes, Rifqatussa’adah, SKM, M.Kes, Rifda Wulansari, SP.M.Kes, dr. Dian Mardhiyah, dr. Fathul Jannah., MSi, Dr.drg. Helwiyah, MPH, dr. Sugma Agung, MARS sebagai staf bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas YARSI. 4. Orang tua kami tercinta, yang telah memberikan dukungan materil dan spiritual. 5. dr. Joseph Joko Hendratno, suami tercinta dari Ida Farida, S.Ked, yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada kami. Kami menyadari bahwa dalam tugas ini masih banyak kekurangan, sehingga kritikan yang membangun sangat dibutuhkan untuk perbaikan kedepannya dan untuk lebih memahami ilmu kedokteran. Wassalamu’alaikum. Wr. Wb

Jakarta, 26 Oktober 2009 Tim Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................

i

DAFTAR ISI............................................................................................

ii

DAFTAR GAMBAR ...............................................................................

iii

DAFTAR TABEL ....................................................................................

iv

BAB I

PENDAHULUAN ..........................................................

1

1.1

Latar belakang Masalah ........................................

1

1.2

Tujuan Penulisan ..................................................

2

BAB II

ASPEK MEDIS ..............................................................

3

2.1

Definisi .................................................................

3

2.2

Epidemiolologi .....................................................

4

2.3

Etiologi .................................................................

7

2.4

Cara Penularan ......................................................

10

2.5

Patogenesis ...........................................................

10

2.6

Kriteria Diagnosis .................................................

13

2.7

Pemeriksaan Penunjang ......................................... 16

2.8

Penatalaksanaan ..................................................... 18

2.9

Prognosis ...............................................................

20

BAB III

ASPEK PUBLIC HEALTH ...............................................

21

BAB IV

KESIMPULAN .................................................................

30

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

32

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

Distribusi Pandemik Virus H1N1 .....................................

4

Gambar 2.2

Virus H1N1 ......................................................................

7

Gambar 2.3

Patogenesis Flu Babi ........................................................

12

Gambar 2.4

Gejala Flu Babi Pada Manusia .........................................

14

Gambar 2.5

Gejala Infeksi H1N1 pada Babi ........................................

14

Gambar 2.6

Gejala Infeksi H1N1 pada Manusia .................................

15

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1.

Jumlah Kasus Kesakitan dan Kematian Flu Babi Tahun 2009 di Beberapa Negara ...............................................

6

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

LATAR BELAKANG MASALAH Flu Babi atau Swine Flu/Influenza adalah penyakit saluran pernafasan

pada babi, yang disebabkan virus influenza jenis A. Virus flu ini menyebabkan kesakitan yang berat pada babi tetapi angka kematiannya rendah. Virus ini (type A H1N1 virus) pertama kali di isolasi dari babi pada tahun 1930. Penyakit ini merupakan penyakit alat pernafasan yang seringkali secara enzootik / endemik (kejadian penyakit dalam periode tertentu pada suatu daerah yang seringkali terjadi kasus penyakit dengan jumlah yang selalu relatif sama dan biasa terjadi) berjangkit pada perusahaan-perusahaan babi. (4) Namun demikian kasus Flu Babi yang terjadi pada manusia saat ini sudah bersifat pandemik (penyakit sudah tersebar ke mancanegara), dan penyakit Flu Babi yang saat ini baru muncul diinformasikan pertama terjadi di Meksiko sejak bulan Maret 2009. Tidak kurang dari 1400 orang terjangkit Flu Babi dan 103 orang diantaranya meninggal. Selain itu dilaporkan ada 20 kasus Flu Babi di Amerika Serikat, empat kasus di Kanada dan 10 kasus di Selandia Baru. (3,4) Menurut Situs Center for Control and Prevention (CDC) AS, normalnya virus Flu Babi hanya berjangkit pada babi dengan kematian rendah. Namun saat ini secara sporadis terjadi infeksi pada manusia. Menurut dokumentasi yang dimiliki CDC, pada bulan September 1988 ditemukan kasus yang cukup

mengagetkan di Wisconsin AS, yaitu seorang wanita hamil meninggal akibat Flu Babi setelah mengunjungi sebuah pameran babi. (4)

1.2.

TUJUAN PENULISAN Penulisan ini dibuat untuk mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi,

patogenesis, dan gejala klinis influenza, khususnya swine flu

atau Flu Babi.

Sehingga dokter yang berperan sebagai medicus praktikus dapat menegakkan diagnosis guna melakukan penanganan atau penatalaksanaan yang cepat dan tepat. Sedangkan peran dokter sebagai public health diharapkan dapat melakukan usaha pencegahan dengan cara pendekatan sosial budaya dan bekerjasama dengan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ASPEK MEDIS

2.1.

DEFINISI Flu babi atau swine flu adalah adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

H1N1 dan menyerang pada binatang babi. Flu babi merupakan penyakit zoonosis, yaitu dapat menular dari hewan ke manusia. Gejala yang umum dapat menyerang manusia yaitu demam lebih dari 380C, disertai dengan batuk, pilek, nyeri otot, nyeri tenggorokan dan memiliki riwayat pernah kontak dengan binatang tersebut dalam tujuh hari terakhir. Virus H1N1 dapat menyebabkan terjadinya pnuemonia sehingga dapat terjadi respiratory distress yang merupakan suatu keadaan gagal nafas yang ditunjukan oleh keadaan klinis seperti sesak nafas, sianosis, penurunan kesadaran, syok, dan pada pemeriksaan analisa gas darah menujukan tekanan partiel O2 (PaO2) <50mmHg dan tekanan partiel Co2 (PaCo2) < 50 mmHg. (1,2,3,4) Seperti pada semua virus influenza, virus flu babi pun berubah secara konstan. Babi bisa terinfeksi virus avian influenza (virus flu burung) dan virus flu manusia. Jika berbagai virus ini menyerang babi, maka virus ini akan mampu membentuk spesimen-spesimen virus baru, yang merupakan gabungan virus avian, manusia dan swine. Sampai saat ini sudah berhasil diisolasi sebanyak empat sub-type A, yaitu: H1N1, H1N2, H3N2, and H3N1. H1N1 yang merupakan virus jenis baru yang baru saja ditemukan pada babi. (1,2,3,4,5)

2.2.

EPIDEMIOLOGI Flu babi adalah virus pertama kali yang berhubungan dengan influenza

pada manusia yang menyebabkan flu pandemik pada sekitar tahun 1918, dimana saat itu ditemukan babi sakit atau menderita flu dan kemudian saat yang bersamaan manusia juga mengalaminya. Identifikasi virus influenza yang menyebabkan penyakit pada babi baru diketemukan 10 tahun kemudian yaitu tahun 1930, dan hampir selama 60 tahun virus flu babi di kenal dengan strain H1N1. Kemudian pada tahun 1997 dan 2002, strain baru dengan tiga subtipe dan lima genotipe baru yag menyebabkan influenza pada babi di Amerika Utara. Saat ini Flu Babi merebak di beberapa negara, lalu masuk ke Indonesia. (3,4)

Gambar 2.1. Distribusi Pandemik virus H1N1

(Sumber : situs resmi WHO)

Penyebaran flu babi diawali dari Mexico City dan dikhawatirkan banyak pihak akan menjadi pandemik ke seluruh dunia. Saat ini saja, sudah sejumlah negara diduga sudah tercemar flu babi, antara lain Amerika Serikat, Kanada, Perancis, Israel, Australia dan New Zealand. Hingga bulan April 2009, di Mexico dilaporkan sudah 150 orang tewas, 400 orang dirawat di rumah sakit serta 1.600 lainnya diduga terjangkit virus Flu Babi. Penyebaran Flu Babi berasal dari hewan ternak babi yang terinfeksi virus H1N1, sehingga sejumlah negara sudah menghentikan impor babi terutama yang berasal dari Meksiko. (3,4)

Dahulu CDC menerima laporan hanya satu s/d dua kasus flu babi setiap satu s/d dua tahun. Tetapi sejak Desember 2005 s/d Februari 2009, 12 kasus telah dilaporkan. Bahkan dalam bulan April 2009 dilaporkan telah terjadi kejadian luar biasa (out break) seperti tabel dibawah ini. (4)

Tabel 2.1. Jumlah Kasus Kesakitan dan Kematian Flu Babi tahun 2009 di beberapa negara Negara

Laboratorium

Kasus

lain

Konfirmasi cases

mungkin

Mexico

172

1,995

152

United States

50

212+

0

Canada

6

28+

0

United Kingdom

2

21

0

Spain

1

39

0

New Zealand

0

67

0

Australia

0

40

0

Colombia

0

12

0

Brazil

0

11

0

Chile

0

8

0

Switzerland

0

5

0

Denmark

0

4

0

Ireland

0

4

0

Czech Republic

0

3

0

Poland

0

3

0

France

0

3

0

Guatemala

0

3

0

Israel

0

2

0

South Korea

0

2

0

Argentina

0

1

0

Costa Rica

0

1

0

Peru

0

1

0

Russia

0

1

0

Norway

0

1

0

Total

231

2,467

152

(Sumber : Situs Center for Control and Prevention (CDC), AS)

yg

Jumlah kematian

2.3.

ETIOLOGI Virus Swine flu sesungguhnya secara normal tidak menginfeksi manusia.

Namun secara sporadis dilaporkan adanya infeksi virus ini pada manusia seperti yang terjadi di United State dan Mexico. Seringnya orang yang terkena adalah orang-orang yang bekerja pada peternakan/industri yang berhubungan dengan babi. Juga dilaporkan adanya penyebaran antar manusia. (1,2,3,4,5) Penyebab Flu Babi adalah virus Influenza Type A subtype H1N1 dari familia Orthomyxoviridae. Flu atau Influenza ada 2 Type yaitu (1,2,3,4,5) : 1. Type A: menular pada unggas (ayam, itik dan burung ) dan Babi 2. Type B dan Type C: menular pada manusia. Sedangkan nama Influenza berasal dari bahasa Italia yang berarti “pengaruh“. Virus Influenza Type A ini pertama kali diisolasi pada tahun 1980. Saat ini ada subtype Flu Babi yang teridentifikasi ada empat, yaitu : H1N1, H1N2, H3N1 dan H2N2. Selain pada manusia, penyakit juga berjangkit pada unggas, babi, anjing, kucing, dan kuda. (2,6)

Gambar 2.2. Virus H1N1

(Sumber : International Committee on Taxonomy of Viruses, http://www.ncbi.nlm.nih.gov)

Virus influenza A sebenarnya sejak dulu sangat menarik perhatian para dokter hewan, peneliti kesehatan dan ilmuwan karena seringkali menyebabkan kasus flu yang dapat dan pernah menimbulkan pandemik. Sebut saja flu babi dan flu burung, kedua penyakit ini ditimbulkan oleh virus influenza tipe A tersebut dan selain itu karena jalur virus yang berbeda menyebabkan influenza pada babi, kuda, unggas dan manusia. Virus influenza mamalia menyebabkan infeksi lokal, biasanya terbatas pada saluran pernafasan, sedangkan infeksi oleh virus influenza unggas menyebabkan infeksi pada saluran pencernaan. Virus influenza B dan C menyebabkan penyakit pada manusia tetapi tidak pada spesies ternak yang penting. Virus influenza babi diisolasi pada tahun 1931 dan virus influenza manusia tahun 1933. Sedangkan virus influenza pada unggas baru berhasil diidentifikasi pada tahun 1955 meskipun sampar unggas telah dikenal di Eropa sejak abad ke-19. Virus influenza kuda pertama kali diisolasi pada tahun 1956. (2,5)

Sifat Virus Influenza A Virion yang memiliki ciri khas dari virus influenza A adalah membulat dan berdiameter sekitar 100 nm, dan bentuk yang lebih besar dan lebih tidak beraturan. Ciri-ciri fisik tersebut lebih sering ditemukan. Bentuk nukleokapsid helikoidal dan spiral berdiameter 9 s/d 10 nm. Virus berbentuk bundar atau lonjong. Mempunyai delapan protein virion, lima merupakan protein berstruktur dan tiga berkaitan dengan polymerase RNA. Yang terbanyak adalah protein matriks (M1) yang tersusun dari banyak monomer kecil. Protein kecil lain M2 terdapat pada sejumlah kecil cetakan dan menonjol sebagai pori-pori melewati

membrane, merupakan tempat bekerjanya obat amantidin. Virus ini mempunyai dua jenis peplomer, molekul hemaglutinin (H) bentuk batang yang merupakan trimer dan molekul neuraminidase (N) bentuk jamur yang merupakan tetramer. Kedua molekul H dan N itu merupakan glikoprotein dann membawa epitop khusus. Ketiga spesies virus influenza A, B dan C tidak mempunyai antigen yang sama. Virus influenza A dibedakan atas subtipe yang semuanya mempunyai nukleoprotein dan protein matriks yang berkerabat tetapi berbeda dalam hemaglutinin (H) dan neuraminidasenya (N). Sejauh ini telah ditemukan 14 subtipe dari H (H1-H14) dan sembilan subtipe dari N (N1- N9) pada unggas, beberapa diantaranya ditemukan dalam berbagai kombinasi antara H dan N pada berbagai spesies mamalia. Karena konstelasi gen yang baru dapat terjadi melalui penggabungan kembali genetik, setiap kombinasi subtipe H dan N secara teori mungkin terjadi, tetapi hanya terbatas pada subtipe yang sejauh ini ditemukan pada spesies mamalia, walaupun semua subtipe terdapat pada unggas. Virus influenza peka terhadap pengaruh fisis (suhu tinggi 56°C selama 30 menit, membeku dan meleleh, sinar ultraviolet), pH asam (pH 3), dan pelarut lemak/detergen. Karena itu virus sangat stabil pada kondisi lingkungan biasa. (1,2,5,6)

2.4.

CARA PENULARAN

Penularan flu babi dapat terjadi dalam beberapa cara, yaitu (1,3,4 ): 1. Melalui Human to Human infection. 2. Orang yang terinfeksi flu babi dapat menyebarkan germ flu (Basil Kuman) sehari sebelum gejala flu mereka muncul hingga tujuh hari setelah mereka sakit. 3. Penularan melalui udara. 4. Penularan melalui kontak tangan dengan selaput lendir, misalnya kita menyentuh objek yang dipegang oleh orang yang terinfeksi Swine Flu, tanpa kita sadari kita menyentuh mata kita sendiri karena gatal atau kucek mata , hidung & mulut. 5. Pada daerah subtropis (daerah yang mempunyai empat musim). Tetapi kita yang berada di daerah tropis tidak boleh lengah begitu saja.

2.5.

PATOGENESIS Transmisi virus influenza lewat partikel udara dan lokalisasinya pada

traktus respiratorius. Penularan bergantung pada ukuran partikel (droplet) yang membawa virus tersebut masuk ke dalam saluran napas. Pada dosis infeksius, 10 virus/droplet, maka 50% orang-orang yang terserang dosis ini akan menderita influenza. Virus akan melekat pada epitel sel di hidung dan bronkus. Setelah virus berhasil menerobos masuk kedalam sel, dalam beberapa jam sudah mengalami replikasi. Partikel-partikel virus baru ini kemudian akan menggabungkan diri

dekat permukaan sel, dan langsung dapat meninggalkan sel untuk pindah ke sel lain. Virus influenza dapat mengakibatkan demam tetapi tidak sehebat efek pirogen lipopoli-sakarida kuman Gram-negatif. (6) Masa inkubasi dari penyakit ini yakni satu hingga empat hari (rata-rata dua hari). Pada orang dewasa, sudah mulai terinfeksi sejak satu hari sebelum timbulnya gejala influenza hingga lima hari setelah mulainya penyakit ini. Anakanak dapat menyebarkan virus ini sampai lebih dari sepuluh hari dan anakanak yang lebih kecil dapat menyebarkan virus influenza kira-kira enam hari sebelum tampak gejala pertama penyakit ini. Para penderita imunocompromise dapat menebarkan virus ini hingga berminggu-minggu dan bahkan berbulanbulan. (6) Patogenesis dari infeksi virus influenza babi dan kuda mirip dengan manusia. Infeksi terjadi melalui saluran pernafasan, melalui butir air yang keluar pada waktu batuk dan bersin. Virion melekat pada silia sel epitel hidung, trakea dan bronkus, atau dapat dimasukkan secara langsung ke dalam alveoli. Dalam waktu dua jam antigen virus dapat ditemukan dalam sel tersebut. Virus menyebar ke seluruh saluran pernafasan dalam waktu satu s/d tiga hari. Viremia sementara dapat ditemukan pada influenza kuda tetapi dampaknya jarang terjadi. Nekrosis sel epitel timbul bersamaan dengan tanda klinis terparah, demam dan pneumonia. Infeksi virus influenza menurunkan daya tahan terhadap infeksi bakteri sekunder yang dapat menyebabkan bronkopneumonia. (2,5)

(Gambar 2.3 Patogenesa Flu babi

(Sumber : Ma W, Vincent AL, Gramer MR, Brockwell CB, Lager KM, Janke BH, Gauger PC, Patnayak DP, Webby RJ, Richt JA. December 2007)

2.6.

KRITERIA DIAGNOSIS

Tanda-tanda Kondisi Emergency di rumah : 1. Penderita mengeluh sakit dada dan atau kesulitan bernafas. 2. Daerah di sekitar bibir menjadi biru atau keunguan. 3. Muntah dan diare yang berlanjut. 4. Tanda tanda dehidrasi (kekurangan cairan) 5. Respon lebih lambat dari biasanya, kebingungan atau penurunan kesadaran.

Kelompok yang beresiko terkena penyakit lebih berat (cepat beralih ke kondisi Emergency) 1. Penderita berumur 65 tahun keatas 2. Semua golongan yang mempunyai penyakit Kronik ataupun Metabolik 3. Penderita penyakit Paru , Jantung & Immune System 4. Trimester ke-3 dari kehamilan atau setelah melahirkan

Gejala-gejala klinis Flu babi , yaitu : 1. Demam lebih dari 37,7 derajat 2. Rasa Capek 3. Kurangnya nafsu maka 4. Batuk

Beberapa penderita disertai dengan gejala tambahan, yaitu : 1. Pilek 2. Sakit Tenggorokan 3. Mual 4. Muntah

Gambar 2.4. Gejala Flu Babi pada Manusia

Gambar 2.5. Gejala infeksi H1N1 pada Babi

(Sumber : Ma W, Vincent AL, Gramer MR, Brockwell CB, Lager KM, Janke BH, Gauger PC, Patnayak DP, Webby RJ, Richt JA. December 2007)

Gambar 2.6 Gejala infeksi H1N1 pada Manusia

(Sumber : Ma W, Vincent AL, Gramer MR, Brockwell CB, Lager KM, Janke BH, Gauger PC, Patnayak DP, Webby RJ, Richt JA. December 2007)

Kriteria diagnosis berdasarkan klasifikasi kasus 

Kasus Observasi  Panas 380C  Disirtai satu dari gejala berikut : batuk, radang tengorokan,sesak nafas,yang pemeriksaan laboratorium dan foto rontgen sedang berlangsung.



Kasus Tersangka (Posible)  Demam 380C dan satu atau lebih gejala batuk, nyeri tengorokan dan sesak nafas dan salah satu gejala berikut hasil tes laboratorium positif untuk virus influenza A tanpa mengetahui subtipenya.

 Kontak satu minggu sebelum timbul gejala dengan penderita yang dipastikan sudah terinfeksi. Selain itu kontak satu minggu sebelum timbul gejala dengan babi yang mati karena sakit.  Bekerja di laboratorium satu minggu sebelum gejala timbul, yang memproses sampel orang atau binatang yang di sangka terinfeksi 

Kasus Probable  Kasus Posible dan hasil laboratorium tertentu positif untuk virus influenza A Seperti tes antibody spesifik pada 1 spesimen serum



Kasus Confirmed  Hasil biakan positif untuk virus influenza A  Hasil dengan pemeriksaan PCR positif untuk influenza H5 atau peningkatan titer antibody spesifik H5 sebesar >4 kali  Hasil degan IFA positif untuk antigen H5

2.7.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1) Pemeriksaan Laboratorium 

Petugas laboratorium telah melakukan standar universal precaution



Spesimen darah (EDTA, beku atau serum) dapat diambil ditriage instalasi gawat darurat atau di ruangan , specimen darah, usap tengorok dikirim oleh petugas laboratorium atau oleh petugas yang ditunjuk ke badan Litbangkes untuk konfirmasi diagnosis.



Rutin : darah lengkap: hemoglobin, hitug leukosit, trombosit dan laju endap darah (LED), albumin, globulin, SGOT, SGPT, ureum, kreatinin, kreatinin kinase, analisa gas darah,



Mikrobiologi : pemeriksaan gram dan basil tahan asam, kultur sputum / usap tenggorok.



Pemeriksaan serologi : dapat dilakukan rapid test, terhadap virus influenza, walupun mungkin hasilnya tidak terlalu tepat, dan deteksi antibody (ELIZA), serta deteksi antigen (HI,IF/FA). (3,4,8)

2) Radiologi 

Petugas instasi radiologi telah mempersiapkan diri dengan universal precaution sebelum melaksanakan tugas.



Pemeriksaan akan dilakukan dalam 24 jam dengan mengunakan dua peasawat radiologi, satu pada ruang instalasi radiologi, dan satu lagi adalah unit yang bergerak didalam ruang perawatan.



Pemeriksaan foto thorax dengan infiltrate yang tersebar adalah menunjukan kasusu ini adalah pneumonia. (3,4,8)

3) Pemeriksaan Mikrobiologi Semua virus influenza bereplikasi dengan sempurna pada telur ayam bertunas berembrio umur 10 hari, melalui inokulasi lewat amnion atau alantois dan diinkubasi pada 35 s/d 37°C selama tiga s/d empat hari. Replikasi virus dapat diketahui melalui adanya aktivitas hemaglutinasi dalam zalir amnion

atau alantois yang diambil untuk tujuan tersebut. Sistem biakan sel yang digunakan untuk riset meliputi fibroblast embrio ayam dan sel lestari ginjal anjing Madin-Darby (Madin-Darby canine kidney cell line-MDCK). Bahan terbaik untuk pengisolasian virus dari babi dan kuda adalah lender hidung yang diambil pada saat infeksi dini, atau bahan paru-paru yang didapatkan melalui nekropsi. Diagnosis serologis retrospeksi dapat dilakukan pada babi, kuda dan manusia dengan menggunakan uji hambatan hemaglutinasi menggunakan serum sepasang. (3,4,8)

2.8.

PENATALAKSANAAN

Triage instalasi rawat darurat, antara lain : 

Rawat darurat adalah suatu keadaan dimana penderita memerlukan pemeriksaan dan tidakan medis segera dan apabila tidak segera dilakukan dapat menimbulkan hal yang fatal bagi penderita.



Triage adalah ruangan yang mempunyai fungsi untuk melakukan seleksi terhadap penderita flu babi dan di mana semua petugas setelah melakukan standar universal precaution.



Seleksi pertama dilakukan oleh perawat yang terlatih dengan berpedoman terhadap gejala gejala flu babi dan faktor resikonya sekaligus melakukan pemeriksaa awal sebelum dokter yang bertugas melakukan pemeriksaan lebih lanjut.



Seleksi yang kedua adalah yang dilakukan oleh dokter triage yang melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai standar pelayanan medis terhadap flu burung.



Jika diperlukan pemeriksaan diagnostik yang menunjang maka dokter harus segera memerintahkan untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium sederhana dan foto thorax terhadap penderita tersebut.



Dari hasil pemeriksaan diagnostik fisik dan penunjang tersebut, dokter dapat memulangkan adan atau segera merawat pasien tersebut sesuai dengan indikasi. (3,4,8)

Pengobatan 

Obat-obatan antivirus digunakan untuk mencegah virus bereproduksi.



Efektif apabila diberikan dalam 48 jam setelah gejala awal muncul.



Obat-obatan flu dapat mempersingkat durasi selama 1-2 hari apabila diberikan pada pweiode awal.



Ada dua jenis obat-obatan flu, yaitu (1) : 1) Adamantanes (amantadine danremantadine) 2) Inhibitors of influenza neuraminidase (oseltamivir dan zanamivir)



Oseltamivir atau tamiflu direkomendasikan dalam pengobatan dan profilaksis influneza



Dosis yang direkomendasikan untuk pengobatan influenza, yaitu (1) : -

Dewasa : 75 mg, 2x1 selama 5 hari.

-

Anak-anak > 1 tahun : dosis tergantung berat badan.

30mg, 2x1  ≤ 15 kg 45mg, 2x1  >15 - 23 kg 60mg, 2x1  >23 - 40kg 75mg, 2x1  >40kg 

Dosis yang direkomendasikan untuk profilaksis influenza, yaitu (1) : -

Dewasa dan remaja > 13 tahun : 75 mg, 1x1 selama 7 hari.

-

Anak-anak 1 s/d 13 tahun. Anank-anak < 1 tahun tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi obat-obat influenza sebagai therapy profilaksis. 30m, 1x1  ≤ 15 kg 45mg,1x1  >15 - 23 kg 60mg, 1x1  >23 - 40kg 75mg, 1x1  >40kg

2.9.

PROGNOSIS Virus H1N1 ini menyebabkan kesakitan yang berat pada babi tetapi angka

kematiannya rendah. Bila dibandingkan dengan, infeksitas virus H1N1 ini lebih ganas daripada Avian Flu, keganasannya 3 s/d 5 kali akan tetapi dalam populasi jauh lebih kecil dari Avian Flu. Bila 100 orang terinfeksi Avian flu maka kemungkinannnya 80 orang akan meninggal dunia. Bila 100 orang terinfeksi flu babi maka kemungkinannnya tujuh orang akan meninggal dunia Penyakit ini menyerang Paru paru dan menyebabkan kematian karena bisa menyebabkan kegagalan pernafasan (Respiratory Failure) yang merupakan akibat dari pembuluh darah paru yang pecah. (2,4)

BAB III TINAJUAN PUSTAKA ASPEK PUBLIC HEALTH

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan CDC memberikan perhatian lebih pada virus H1N1, karena virus yang menyebabkan penyakit flu babi ini ditemukan bisa menular dari manusia ke manusia dengan kematian cukup tinggi. Selain itu penyakit ini berpotensi menimbulkan pandemi. Penanganan yang harus dilakukan haruslah tiga arah, yaitu penangan pada sumber penularan (reservoir), penanganan pada manusia (host) dan pencegahan transmisi agent dari reservoir ke host. Penanganan pada sumber penularan dipusatkan pada peternakan babi, yang perlu diperhatikan antara lain (4,8) :  Pemeriksaan klinis yang rutin pada babi  Kandang harus selalu bersih dan penyemprotan kandang dengan disinfektan sesering mungkin.  Jika ada babi yang terinfeksi oleh virus Flu Babi, maka segera dimusnahkan.

Petunjuk secara terperinci untuk pencegahan dan pengendalian influenza dikeluarkan setahun sekali oleh CDC dan WHO, antara lain (3) : A. Cara Pencegahan 1) Berikan penyuluhan kepada masyarakat dan tenaga pelayanan kesehatan tentang dasar-dasar kebersihan perorangan, khususnya mengenai bahayanya batuk

dan bersin tanpa menutup mulut dan hidung, dan bahaya penularan melalui tangan ke selaput lendir. 2) Imunisasi dengan menggunakan vaksin virus yang tidak aktif dapat memberikan 70%-80% perlindungan terhadap infeksi pada orang dewasa muda yang sehat apabila antigen yang ada didalam vaksin sama atau dekat dengan strain virus yang orang bersirkulasi. Pada orang dengan usia lanjut, pemberian imunisasi mungkin kurang bermanfaat untuk pencegahan infeksi namun pemberian imunisasi mungkin dapat mengurangi beratnya penyakit dan terjadinya komplikasi sebesar 50%-60% dan terjadinya kematian rata-rata 80%. Mereka yang dirawat di rumah sakit yang berusia 65 tahun keatas yang menderita pneumonia dan influenza di Amerika Serikat selama kurun waktu lebih tahun 1989 – 1992 telah turun sekitar 30%-50% dengan pemberian imunisasi. Imunisasi influenza harus diberikan bersamaan dengan pemberian imunisasi terhadap pneumonia akibat peneumococci (q.v.) Satu dosis tunggal sudah cukup bagi mereka yang sebelumnya pernah terpajan dengan virus influenza A dan B; 2 dosis vaksin dengan interval 1 bulan diperlukan bagi mereka yang sebelumnya belum pernah diimunisasi. Imunisasi rutin diarahkan terutama kepada mereka yang paling berisiko mendapatkan komplikasi serius atau kematian kalau terserang influenza (lihat Identifikasi yang diuraikan di atas) dan terhadap mereka yang dapat menularkan penyakit kepada mereka yang rentan (tenaga kesehatan atau kontak serumah yang brisiko tinggi). Imunisasi bagi anak-anak yang mendapatkan juga disarankan untuk mencegah terjadinya sindroma Reye karena infeksi influenza. Vaksin yang diberikan intra nasal, yaitu vaksin influenza trivalent cold

pengobatan aspirin jangka panjang 288 adapted live attenuated masih dalam uji klinis tahap akhir untuk melihat efikasi pada anak-anak dan dewasa dan diharapkan sudah beredar pada awal millennium ini. Pemberian Imunisasi harus juga dipertimbangkan untuk diberikan kepada mereka yang bergerak pada bidang pelayanan masyarakat dan kepada personil militer. Namun sebetulnya jika diberikan maka, setiap orang akan memperoleh keuntungan dari imunisasi. Imunisasi harus diberikan setiap tahun sebelum penularan influenza terjadi di masyarakat (yaitu pada bulan November sampai dengan bulan Maret di Amerika Serikat). Bagi mereka yang tinggal dan bepergian ke luar Amerika Serikat, waktu pemberian imunisasi harus didasarkan pada pola musiman dari virus influenza dinegara tersebut (biasanya dari bulan April sampai dengan bulan September di wilayah Bumi bagian Selatan dan didaerah topis). Rekomendasi biannual untuk menentukan jenis komponen yang harus ada dalam vaksin yang akan dibuat didasarkan pada strain virus yang sedang beredar saat ini yang dapat diketahui dari kegiatan surveilans Internasional. Kontraindikasi: Mereka yang hipersensitif dan alergi terhadap protein telur atau terhadap komponen vaksin yang lain merupakan kontraindikasi pemberian imunisasi. Selama dilakukan program vaksinasi untuk babi pada tahun 1976, peningkatan risiko berkembangnya sindroma Guillain-Barre (GBS) 6 minggu setelah vaksinasi di Amerika Serikat. Vaksin yang dibuat pada periode belakangan ini yang dibuat dari strain virus yang berbeda belum jelas mempunyai kaitan dengan peningkatan risiko GBS.

3) Hydrochloride amantadine (Symmetrel®, Symadine®) atau rimantadine hydrochloride (Flumadine®) efektif sebagai obat kemoprofilaksis untuk influenza A, namun tidak efektif untuk influenza tipe B. Amantadine dapat menyebabkan terjadinya efek samping pada SSP pada 5%-10% dari mereka yang divaksinasi; mereka yang mendapat komplikasi lebih parah adalah kelompok usia lanjut atau mereka dengan fungsi ginjal yang tidak baik. Untuk alasan ini, seseorang dengan penurunan fungsi ginjal harus diberikan dosis vaksin yang dikurangi sesuai dengan tingkat kerusakan ginjal. Rimantadine dilaporkan mengakibatkan lebih banyak terjadinya efek pada SSP. Penggunaan obat-obatan tersebut harus dipertimbangkan benar bagi mereka yang belum pernah diimunisasi atau bagi mereka yang mempunyai risiko tinggi terjadinya komplikasi, seperti penghuni asrama atau penghuni rumah-rumah jompo, atau obat ini diberikan apabila vaksin yang tepat tidak tersedia atau sebagai suplemen terhadap vaksinasi yang sedang diberikan apabila perlindungan maksimal sangat mendesak diperlukan terhadap infeksi influenza A. Pemberian obat harus dilanjutkan selama terjadinya wabah; hal itu tidak akan mempengaruhi respons terhadap vaksin influenza. Inhibitor terhadap neuraminidase influenza cukup aman dan cukup efektif untuk pencegahan dan pengobatan terhadap influenza A dan B. Obat-obat baru tersebut pada awalnya digunakan di Australia dan Swedia, dan pada pertengahan tahun 1999 digunakan di Amerika Serikat. Neuraminidase Inhibitor diharapkan tersedia secara luas dipasaran pada awal millennium ini. (3)

B. Penanganan Penderita, Kontak dan Lingkungan sekitar 1) Laporan ke institusi kesehatan setempat; laporan terjadinya KLB dan konfirmasi laboratorium dapat membantu kegiatan surveilans penyakit. Laporan penyebab infeksi pada KLB bila mungkin harus ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium, Kelas 1 A (lihat pelaporan tentang penyakit menular). 2) Isolasi: Tidak dilakukan karena tidak praktis oleh karena keterlambatan diganosa, kecuali diagnosa dapat ditegakkan dalam waktu singkat, maka isolasi bermanfaat pemeriksaan langsung virus tersedia. Pada keadaan epidemik, dengan adanya peningkatan jumlah penderita, perlu dilakukan isolasi terhadap penderita (khususnya terhadap bayi dan anak-anak usia muda) yang diduga menderita influenza dengan cara menempatkan mereka di ruangan yang sama (secara cohort) selama lima s/d tujuh pada minggu pertama sakit. 3) Disinfeksi serentak: Tidak diperlukan. 4) Karantina: Tidak ada. 5) Perlindungan Kontak: Pemberian obat kemofrofilaksis seperti amantadine atau rimantadine cukup bermanfaat terhadap strain tipe A . 6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Tidak praktis. 7) Pengobatan spesifik: Amantadine atau rimantadine diberikan dalam 48 jam setelah timbulnya gejala akibat influenza A dan diberikan selama tiga s/d lima hari untuk mengurangi gejala dan titer virus di dalam sekret saluran pernafasan. Dosis pemberian adalah 5 mg/kg/hari yang dibagi dalam 2 dosis bagi mereka yang berusia antara 1-9 tahun dan 100 mg dua kali sehari bagi mereka yang berumur 9 tahun ke atas (jika berat badan kurang dari 45 kg, gunakan 5 mg/kg/hari dalam

dua dosis selama 2 s/d 5 hari. Dosis harus dikurangi bagi mereka yang berusia 65 tahun keatas atau mereka dengan penurunan fungsi ginjal dan hati. Neuramididase inhibitor baru yang saat ini sedang berkembang dapat dipertimbangkan dipakai untuk pengobatan influenza A dan B, preparat ini beredar di Amerika Serikat pada musim influenza 1999/2000. Selama dilakukan pengobatan dengan obat tersebut, mungkin muncul virus yang resisten terhadap obat tersebut dan selama berlangsungnya pengobatan dapat ditularkan kepada orang lain; oleh karena itu perlu dilakukan Cohorting pada waktu melakukan pengobatan antiviral, khususnya pada populasi yang tertutup dengan banyak individu yang mempunyai risiko tinggi. Penderita harus diamati terus untuk melihat terjadinya komplikasi bakteri untuk dapat segera diberikan antibiotik. Karena ada kaitannya dengan munculnya sindroma Reye, maka salisilat tidak dibolehkan diberikan pada anakanak. (3)

C. Upaya penanggulangan wabah 1) Akibat yang berat dan mengganggu yang disebabkan epidemi influenza disuatu masyarakat dapat dikurangi dengan melakukan penyuluhan kesehatan dan membuat perencanaan kesehatan yang efektif, khususnya perencanaan program imunisasi bagi penderita dengan risiko tinggi dan kepada orang-orang yang merawat penderita. Surveilans dan laporan penemuan kasus oleh petugas kesehatan pada saat merebaknya KLB dan sangat penting dilakukan. 2) Menutup kegiatan sekolah secara khusus tidak terbukti sebagai tindakan pengendalian yang efektif; oleh karena umumnya dilakukan cukup terlambat dan

biasanya penutupan sekolah dilakukan karena tingginya absensi murid dan staff. 3) Manajemen rumah sakit harus mengantisipasi terjadinya peningkatan kebutuhan akan pelayanan kesehatan lainnya selama masa berlangsungnya wabah; mungkin juga terjadi peningkatan absensi tenaga pelayanan kesehatan karena influenza. Untuk mencegah hal ini, petugas kesehatan harus diberikan imunisasi setiap tahun atau diberikan obat antiviral selama terjadinya wabah influenza A. 4) Penyediaan obat antiviral dalam jumlah yang cukup untuk mengobati penderita yang berisiko tinggi dan untuk melindungi mereka yang masuk kategori tenaga/staf penting pada saat terjadinya pandemi dengan strain baru dimana belum tersedia vaksin yang tepat pada waktu gelombang pertama kasus. (3)

D. Implikasi bencana Apabila orang berada pada lingkungan hunian yang berdesakan maka begitu virus influenza masuk maka akan terjadi KLB. (3)

E. Tindakan Internasional Termasuk Disease under Surveillance, WHO. Hal-hal berikut ini disarankan untuk dilakukan : 1) Laporkan apabila terjadi wabah (epidemic) disuatu negara kepada WHO. 2) Sebutkan jenis virus penyebab terjadinya KLB/wabah pada laporan, dan kumpulkan prototype strain kepada salah satu dari empat Pusat Referensi dan Riset Influenza WHO (Atlanta, London, Tokyo dan Melbourne). Sampel dari

sekret tenggorokan, aspirat nasofaring dan spesimen darah dapat dikirimkan ke Pusat Riset Influenza yang diakui oleh WHO. 3) Lakukan studi epidemiologi dan laporkan virus penyebab dengan segera kepada otoritas kesehatan. 4) Pastikan bahwa tersedia fasilitas pemerintah dan atau fasilitas swasta yang memadai untuk penyediaan vaksin dan obat antiviral dalam jumlah yang cukup, dan pertahankan kesinambungan program imunisasi dan pemberian obat antiviral kepada penduduk berisiko tinggi dan bagi orang-orang yang memerlukan. (3)

Dirjen P2PL (Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan) Departemen Kesehatan Republik Indonesia melalui surat edaran meminta kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala UPT di lingkungan Ditjen P2PL dan RS Vertikal melalui surat nomor PM.01.01/D/I.4/1221/2009 untuk melakukan langkah-langkah sebagai berikut (8) : 1) Mewaspadai kemungkinan masuknya virus tersebut ke wilayah Indonesia dengan meningkatkan kesiapsiagaan di pintu-pintu masuk negara terutama pendatang dari negara-negara yang sedang terjangkit. 2) Mewaspadai semua kasus dengan gejala mirip influenza (ILI) dan segera menelusuri riwayat kontak dengan binatang (babi) 3) Meningkatkan kegiatan surveilans terhadap ILI dan pneumonia serta melaporkan kasus dengan kecurigaan ke arah swine flu kepada Posko KLB Direktorat Jenderal PP dan PL dengan nomor contact person: (021) 4257125

4) Memantau perkembangan kasus secara terus menerus melalui berbagai sarana yang dimungkinkan. 5) Meningkatkan koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor serta menyebarluaskan informasi ke jajaran kesehatan di seluruh Indonesia.

Standar penanganan virus Flu Babi sama dengan penanganan virus Flu Burung. Agar terhindar dari Flu Babi yang harus diperhatikan pada manusia maka kita harus melakukan tindakan sebagai berikut (4,8) : 1) Mengajak masyarakat untuk menerapkan pola hidup bersih 2) Mencuci tangan dengan Sabun & Air atau Alkohol Based Hand Cleaner. Kondisi yang mengharuskan kita mencuci tangan : • Sebelum mulai bekerja • Sebelum mulai bekerja • Sesudah dari Toilet • Apapun yang di kotori oleh Pekerjaan • Sebelum memegang Sarung Tangan / Handuk / Alat Pelindung Diri (termasuk Pakaian dll ) 3) Memasak daging babi lebih dari 800C 4) Tidak cium pipi /tangan 5) Pergunakan masker di wilayah peternakan babi. 6) Jangan terlalu dekat dengan orang yang sedang terinfeksi 7) Jangan menyentuh langsung selaput lendir seperti mata, hidung dan mulut.

BAB IV KESIMPULAN

Influenza adalah penyakit virus akut yang menyerang saluran pernafasan ditandai dengan timbulnya demam, sakit kepala, mialgia, lesi, coryza, sakit tenggorokan dan batuk. Batuk biasanya keras dan panjang namun gejala-gejala lainnya bisanya hilang dengan sendirinya. Penyakit ini sembuh dalam waktu 2-7 hari. Penyakit ini dikenal karena karakteristik epidemiologisnya; kasus sporadis diketahui hanya dengan pemeriksaan laboratorium. Influenza pada seseorang dapat dibedakan dengan penyakit yang 285 disebabkan oleh virus pernafasan lainnya. Gambaran klinis dapat berkisar mulai dari Common cold, Croup, bronchiolitis, pneumonia akibat virus dan penyakit pernafasan akut lain yang tidak jelas. Gejala pada saluran pencernaan (mual, muntah, diare) jarang terjadi, tetapi bisa saja gejala tersebut terjadi menyertai fase pernafasan pada anak yang terserang influenza, dan dilaporkan lebih dari 25% anak-anak pada KLB (Kejadian Luar Biasa) yang terjadi di sekolah disebabkan influenza B dan A (H1N1) mengalami gejala gastrointestinal. Influenza menjadi penting karena dari kecepatannya menyebar dan menjadi wabah, luasnya penyebaran penyakit dan timbulnya komplikasi yang serius khususnya terjadi, pneumonia akibat virus dan bakteri. Selama terjadinya wabah yang meluas, dapat terjadi penyakit yang berat dengan angka kematian yang tinggi, terutama pada orang dengan usia lanjut dan orang-rang yang lemah

akibat berbagai penyakit seperti penyakit jantung, paru, ginjal atau penyakit gangguan metabolisme kronis. Proporsi kematian yang diakibatkan pneumonia dan influenza jika dibandingkan dengan angka kematian yang normal terjadi pada tahun-tahun tersebut berbeda dari wabah ke wabah dan tergantung pada prevalensi tipe virus.

DAFTAR PUSTAKA

1. Biswas, Kuntal. 2009. Swine Flu Approaching Pandemic Problem. Medical College & Hospital, Kolkata. Diakses dari http://www.pdfcoke.com 2. Bouvier NM, Palese P, 2008 . The biology of influenza viruses. Diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed 3. Chin, James., 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular Edisi 17. Departemen Kesehatan Indonesia, Jakarta. Diakses dari http://www.depkes.go.id 4. CDC article, 2009. Influenza, Swine Flu and You. Department of Helath and Human Services, Center For Disease Control and Prevention. Diakses dari http://www.cdc.gov/flu/swine/ 5. Heinen PP, 2003. Swine influenza a zoonosis. Veterinary Sciences Tomorrow. Diakses dari http://www.vetscite.org/publish/articles 6. International Committee on Taxonomy of Viruses. "The Universal Virus Database, version 4: Influenza A". Diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov. 7. Nelwan, R.H.H., 2006. Influenza dan Pencegahannya. Buku Ajar Penyakit Dalam. FKUI: Jakarta. 8. Pusat Informasi Penyakit Infeksi, Berita, 2009. Swine Flu. Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso, Jakarta. Diakses dari http://www.infeksi.com

Related Documents

Untuk Fitri
November 2019 28
Zakat-fitri
June 2020 8
Referat
May 2020 53
Skripsi Nur Fitri Fatimah
December 2019 8

More Documents from ""