REFERAT DAN REFLEKSI KASUS
MARET 2018
GRAVES’ DISEASE
Disusun Oleh : NAMA
: Deddy Lesmana Mb, S.Ked
NIM
: N 111 17 106
PEMBIMBING: dr. Dafriana Darwis, M.Kes, Sp. Rad dr. Masyita, M.Kes, Sp.Rad
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA PALU FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO PALU 2018
DAFTAR ISI Halaman
LEMBAR PENGESAHAN DAFTAR ISI BAB I – PENDAHULUAN I.
Latar Belakang .......................................................................................... 1
II.
Tujuan ....................................................................................................... 1
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi ...................................................................................................... 2 B. Epidemiologi ............................................................................................. 2 C. Anatomi dan Fisiologi .............................................................................. 3 D. Etiologi ...................................................................................................... 7 E. Patofisiologi .............................................................................................. 7 F. Gejala Klinis.............................................................................................. 8 G. Diagnosis ................................................................................................... 9 H. Penatalaksanaan ...................................................................................... 12 I. Komplikasi .............................................................................................. 13 J. Prognosis ................................................................................................. 14 K. Diagnosis Banding .................................................................................. 14 BAB III – REFLEKSI KASUS A. Identitas ..................................................................................................... 9 B. Anamnesis ............................................................................................... 17 C. Pemeriksaan Fisik ................................................................................... 18 D. Gambar .................................................................................................... 18 E. Resume .................................................................................................... 18 F. Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 19 G. Diagnosis Kerja ....................................................................................... 20 H. Penatalaksanaan ...................................................................................... 20
BAB IV – KESIMPULAN ................................................................................ 21 DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Penyakit tiroid merupakan penyakit yang banyak ditemukan di masyarakat, 5% pada laki-laki dan l5% perempuan. Penyebab terbanyak tirotoksikosis adalah penyakit Graves, terhitung kira-kira 60%-80% dari kasus hipertiroidisme di United States dan pada negara-negara lain dimana populasi dengan asupan yodium adekuat. 1 Penyakit Graves kira-kira 5-10 kali lebih sering pada perempuan dibanding laki-laki, insiden sama diantara populasi Kaukasian dan Asia lebih rendah diantara Amerika Afrika. Usia dibawah 40 tahun adalah risiko tertinggi penyakit Graves. Prevalensi hipertiroidisme di Indonesia belum diketahui. Di Eropa berkisar 1 sampai 2 % dan semua penduduk dewasa. Penyakit Graves di Amerika ± 1% dan di Inggris 20- 27 / 1000 perempuan dan 1,5 -2,5/ 1000 laki-laki. 1 Penyakit Graves adalah hipertiroidisme dengan penyebabnya peristiwa imunologi dimana terbentuknya IgG yang mengikat dan mengaktifkan reseptor tirotropin disebut thyroid-stimulating antibody (TSAb) yang menyebabkan hipertrofi dan hyperplasia folikuler yang berakibat membesarnya kelenjar dan meningkatnya produksi hormone tiroid. 2
B. TUJUAN Tujuan penulisan refarat ini untuk menguraikan mengenai defenisi, epidemiologi, etiologi, pathogenesis, gejala klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis banding, penatalaksanaan, dan prognosis Grave disease untuk membantu mendiagnosis serta memberikan terapi yang tepat.
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI Hipertiroidisme adalah gangguan patologis dimana berlebihnya sintesis hormone tiroid yang disekresikan oleh kelenjar tiroid. Hal ini dapat dinilai dengan normal atau tingginya serapan radioaktif iodine tiroid (tirotoksikosis dengan hipertiroidisme atau hipertiroidisme sebenarnya). Tirotoksikosis tanpa hipertiroidisme disebabkan berasal dari hormone tiroid ekstra-tiroid atau oleh pelepasan hormone tiroid yang belum sempurna ke dalam sirkulasi dengan penyerapan radioaktif iodine tiroid yang rendah. Penyebab umum dari hipertiroidisme pada kasus dengan kadar iodine normal adalah penyakit Graves. 3 Graves’ disease adalah kondisi autoimun yang disebabkan oleh antibodi thyroid-stimulating yang berikatan dengan reseptor hormone stimulasi tiroid (TSH) pada sel folikular tiroid. Karakteristik graves disease yaitu goiter difus simetris dan hipertiroidisme dan seringkali diikuti dengan oftalmopati infiltrasi dan dermopati infiltrasi. 4
B. EPIDEMIOLOGI Hipertiroid adalah hipersekresi produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Sebagian besar kasus hipertiroid pada anak kurang dari 18 tahun adalah penyakit Graves. Penyakit Graves (PG) merupakan penyakit autoimun dengan insidens 0,1-3 per 100.000 anak. Insidensnya meningkat sesuai umur, jarang ditemukan pada usia sebelum 5 tahun dengan puncak insidens pada usia 10-15 tahun. Perempuan lebih sering dibandingkan lelaki dan riwayat keluarga dengan penyakit autoimun meningkatkan risiko PG sebesar 60%. Penyakit ini dapat bersamaan dengan penyakit autoimun lainnya, misal dengan diabetes melitus tipe-1. Remisi dan kekambuhan yang tinggi merupakan masalah PG bergantung dari usia
2
pasien, derajat tirotoksikosis saat diagnosis, respons terapi awal, dan kadar TRAb (Thyrotropin receptor antibodies). 5 Penyakit Graves merupakan penyebab tersering dari tirotoksikosis, mencapai 60 hingga 80% dari total keseluruhan kasus tirotoksikosis. Penyakit ini jarang terjadi sebelum menginjak usia remaja, dengan puncak insiden pada kelompok usia 20-40 tahun, namun juga dapat terjadi pada usia lanjut. Penyakit Graves saat ini dianggap sebagai penyakit autoimun idiopatik. 6 Peyakit Graves terjadi pada 0.5% populasi dan sebagian besar diderita oleh wanita. Jika dibandingkan dengan penyebab hipertiroid lainnya,
penyakit
Graves
merupakan
penyebab
tersering
dari
hipertiroidisme, yaitu 70-80% dari kasus hipertiroidisme. 2 Prevalensi hipertiroid di Indonesia belum di ketahui tetapi kasusnya semakin meningkat. Data dari Whickham survey pada pemeriksaan penyaring kesehatan dengan Free Thyroxine Index (FT4) menunjukkan prevalensi hipertiroid pada masyarakat sebanyak 2%. 7
C. ANATOMI DAN FISIOLOGI a. Anatomi Kalenjar Tiroid Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4 - 4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara kantong brankial (branchial pouch) pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami migrasi ke bawah yang akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus tiroglosus, yang berawal dari foramen sekum di basis lidah. Pada umurnnya duktus ini akan menghilang pada usia dewasa, tetapi pada beberapa keadaan masih menetap. 1 Kelenjar tiroid terletak dibagian bawah leher, terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3.
3
Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pratakea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar kearah kranial, yang merupakan ciri khas kelenjar tiroid. Setiap lobus tiroid yang berbentuk lonjong berukuran panjang 2,5-4 cm,lebar 1,5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm. Berat kelenjar tiroid dipengaruhi oleh berat badan dan masukan yodium. Pada orang dewasa beratnya berkisar antara 10-20 gram. Vaskularisasi kelenjar tiroid termasuk amat baik. Setiap folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala kapiler dan limfatik, sedangkan system venanya berasal dari pleksus perifolikular yang menyatu di permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior. Aliran darah ke kelenjar tiroid diperkirakan 5 ml/gram kelenjar/menit; dalam keadaan hipertiroidisme aliran ini akan meningkat sehingga dengan stetoskop terdengar bising aliran darah. 1
Gambar 2.1 Anterior regio Colli.. Thyroid gland in relation to trachea, larynx, and vessels of the neck is shown. 8
4
Gambar 2.2 Larynx and hyoid bone, Os hyoideum; ventral view 9
Gambar 2.3 Arteries of the thyroid gland, Glandula thyroidea; ventral view 9
5
Gambar 2.4 Arteries of the thyroid gland, Glandula thyroidea; dorsal view 9
b. Fisiologi Kalenjar Tiroid Kalenjar tiroid mempertahankan tingkat metabolisme di berbagai jaringan agar tetap optimal sehingga dapat berfungsi normal. Hormon tiroid merangsang konsumsi O2 pada sebagian besar sel di tubuh, membantu mengatur metabolisme lemak dan karbohidrat, dan penting unuk pertumbuhan dan pematangan normal. Kalenjar tiroid tidak esensial bagi kehidupan tetapi ketiadaannya menyebabkan perlambatan perkembangan mental dan fisik, berkurangnya daya tahan terhadap dingin, serta pada anak menimbulkan retardasi mental dan kecebolan. Sebaliknya sekresi tiroid yang berlebihan akan menyebabkan badan menjadi
kurus, kegelisahan, takikardia,
tremor dan kelebihan
pembentukan panas. 10 Fungsi tiroid diatur oleh hormone peransang tiroid (thyroid stimulating
hormone//TSH=tirotropin)
dari
hipofisis
anterior.
Sebaliknya, sekresi tropik ini sebagian diatur oleh thyrotropin-releasing hormone (TRH) dari hipotalamus dan berada di bawah control umpan6
balik negatif oleh peningkatan kadar hormone tiroid dalam darah yang bekerja di hipofisis anterior dan hipotalamus. 10 Sekresi kalenjar tiroid manusia sekitar 80 µg T4, 4 µg T3 dan 2 µg RT3 per hari. Sel-sel tiroid mengabsorpsi koloid melalui proses endositosis. Cekungan ditepi koloid menyebabkan timbulnya lacuna reabsorpsi yang tampak pada kalenjar yang aktif. Di dalam sel, globules koloid menyatu dengan lisosom. 10
D. ETIOLOGI Graves disease adalah kelainan imunogenetik yang ditandai dengan tiromegali, hipertiroidisme, dan oftalmopati infiltrasi. Riwayat keluarga penyakit tiroid autoimun dapat terjadi hingga 60% pasien. Penelitian barubaru ini mencari keterkaitan penyakit berdasarkan hubungan keluarga didapatkan beberapa kerentanan lokus pada berbagai bagian kromosom, membuktikan bahwa penyakit Graves, sama dengan kelainan autoimun lainnya yang adalah hereditas (diturunkan) sebagai poligenik kompleks. 11
E. PATOFISIOLOGI Hormon utama yang disekresi oleh tiroid adalah tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). T3 juga dibentuk di jaringan perifer melalui deiodonasi T4. Kedua hormone tersebut adalah asam amino yang mengandung iodium. Sejumlah kecil cadangan triiodotironin dan senyawa lain juga ditemukan dalam darah vena tiroid. T3 lebih aktif daripada T4, sedangkan RT3 (3,3’5,triiodotironin) tidak aktif. 10 Fungsi tiroid diatur oleh terutama oleh kadar TSH hipofisis dalam darah. Sekresi TSH meningkat oleh hormone hipofisiotropik thyrotropin releasing hormone (TRH) dan dihambat oleh proses umpan balik negatif T4 dan T3 bebas dalam darah. 10 Penyakit Graves, yang karena sebab yang tidak jelas, jauh lebih sering dijumpai pada wanita, adalah suatu penyakit autoimun yang
7
mengakibatkan terbentuknya auto-antibody terhadap reseptor TSH yang meransang reseptor tersebut. Hal ini menyebabkan peningkatan sekresi T4 dan T3, namun TSH plasma tetap rendah. 10 Hipertiroidisme dan tiromegali dari Graves’ disease dimediasi oleh immunoglobulin G (IgG) yang berikatan dengan daerah ekstraselular reseptor TSH dan menstimulasi fungsi dan pertumbuhan sel folikular. Di samping stimulasi TSHAbs, serum pasien dengan Graves’ disease juga mengandung IgG lain yang akan ke reseptor TSH yang menghambat fungsi dan pertumbuhan sel tiroid. 11
Gambar 2.5 Histologi glandula tiroid 12
F. GEJALA KLINIS Secara klinis, gambaran tirotoksikosis dapat dibagi menjadi gambaran yang disebabkan oleh kelebihan hormone tiroid dan terlihat pada semua kasus hipertiroidisme dan gambaran yang disebabkan oleh autoimun dan hanya terlihat pada penyakit Graves. 13
8
Tabel 2.1 Gambaran Klinis tirotoksikosis 13 Gambaran Penyakit
Gambaran Hipertiroidisme
Graves Gambaran
Umum
Kurang Umum
hipertiroidisme ditambah dengan
Penurunan berat badan
meskipun nafsu makan
Peningkatan berat
badan
Goiter simetris difus dengan bruit
normal/meningkat
Anoreksia
Diare
Haus
Sesak napas saat
Muntah
aktivitas fisik
Peningkatan tekanan
Retraksi kelopak
Palpitasi, sinus
darah sistolik
mata
takikardi
dengan peningkatan
Mata berair
Mudah tersinggung
denyut nadi
Ulserasi kornea
Diplopia dan
dan emosi labil
Fibrilasi atrial
Tremor
Kardiomiopati,
Kelemahan otot
Fatigue
Hiperrefleksia
Lid lag / kelopak mata
gagal jantung
Eksoftalmus, proptosis
Kemosis
oftalmoplegia
Papiledema,
Miopati proksimal,
ketajaman
miopati bulbar
penglihatan
Eritema palmar
berkurang
lambat
Onikolisis
Edema
Subfertilitas, abortus
Sering berkeringat,
spontan
tidak tahan panas
Ginekomastia
Pruritus
Osteoporosis
Akropachi tiroid (jari tabuh)
Miksedema local (terutama pretibia)
G. DIAGNOSIS Manifestasi klinis 5 : Riwayat penyakit autoimun pada penderita dan keluarga. Gejala dan tanda sesuai.
9
Pemeriksaan kelenjar tiroid: Goiter (konsistensi, noduler, nyeri), murmur, dan bruit. Pada penderita dengan pembesaran tiroid simetris disertai dengan kelainan mata (orbitopathy), sangat mungkin penyakit Grave sehingga tidak perlu mencari penyebab lebih lanjut. Pemeriksaan laboratorium: Kadar T4/FT4 dan T3/FT3 meningkat, kadar TSH menurun, dan TRAb positif. Pemeriksaan radiologi : Skintigrafi: Uptake iodium meningkat. Skintigram dengan I123 maupun Tc-99m sebaiknya dilakukan bila ada kecurigaan Toxic Adenoma (TA) atau Toxic Multinodular Goiter (TMNG). USG (colour doppler): penilaian aliran darah tiroid dan dapat membedakan Graves dan tiroiditis destruktif.
Gambar 2.6 USG tiroid normal : cross section (kiri) dan longitudinal section (kanan) 14
10
Gambar 2.7 Perubahan parenkim tiroid pada penyakit Graves’. (A) berkurangnya echogenitas (hypoechoic) 15
Gambar 2.8 Setelah 6 bulan terapi dengan radioiodine, menunjukkan pengurangan volume parenkim. 15
Gambar 2.9 Scan Doppler : peningkatan vaskular pada lobus kanan yang sering disebut sebagai “thyroid inferno” pada pasien Graves’ tanpa pengobatan (kiri) dan setelah pengobatan dengan radioiodine, tampak vaskularisasi menurun pada parenkim tiroid (kanan) 15
11
H. PENATALAKSANAAN Terapi medikamentosa 5 :
Obat antitiroid diberikan sebagai terapi pilihan utama pada anak dengan PG. o Methimazole (MMI): dosis 0,2 – 0,5 mg/kg hari dalam jangka waktu 1-2 tahun o Titrasi dosis dengan pedoman fungsi tiroid. o Sebelum pemberian obat anti-tiroid, periksa darah tepi lengkap, fungsi hepar (bilirubin, transaminase dan alkali fosfatase). o Hentikan obat jika anak mengalami demam, atralgia, lukaluka di mulut, faringitis atau malaise, dan dilakukan pengukuran hitung lekosit.
Apabila tidak mengalami remisi dalam 2 tahun lakukan dievaluasi terhadap kepatuhan pengobatan, efek samping obat, dan dievaluasi kembali pengobatan yang diberikan. Dapat dipertimbangkan untuk dilakukan tiroidektomi.
Jika dalam keadaan tidak tersedia MMI, maka bisa diberikan PTU dengan dosis awal 5-7mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis dengan pengawasan ketat terutama terkait dengan fungsi hati.
PTU harus dihentikan jika kadar transaminase meningkat 2-3 kali lipat di atas kadar normal dan gagal membaik dalam 1 minggu setelah diulang tes tersebut.
Terapi simtomatik 5 : Beta adrenergic blocker (misal propranolol, atenolol, metoprolol) direkomendasikan untuk anak dengan hipertiroid yang denyut jantungnya > 100x/menit. Beta adrenergic blocker bisa dihentikan ketika kadar hormon tiroid sudah mencapai normal. Dosis propanolol: 0.5 – 2 mg/kg/hari.
12
Terapi pembedahan 5 : Jika pembedahan dipilih sebagai terapi untuk anak dengan PG, maka dilakukan near-total tiroidektomi Pembedahan harus dilakukan oleh ahli bedah tiroid yang berpengalaman. Setelah terapi pembedahan anak memerlukan terapi sulih atau pengganti hormon tiroid seumur hidup Radioterapi 5 : Radioterapi dilakukan dengan I131, belum termasuk first line therapy di Indonesia. Tujuan radioterapi adalah menjadikan penderita hipotiroid. Dosis radioterapi sesuai dengan protokol yang berlaku pada masingmasing pemberi pelayanan radioterapi.
I. KOMPLIKASI Penyakit Grave memiliki insidensi pada wanita sekitar 16/100.000 populasi per tahun dan pada pria sekitar 3/100.000 populasi per tahun, dengan keterlibatan okular sekitar 25%-50%, Grave’s ophthalmopathy merupakan penyebab tersering dari eksoftalmos bilateral yaitu sekitar 85% kasus. Grave’s ophthalmopathy juga dapat timbul sebagai eksoftalmos unilateral yaitu sekitar 15% - 28% kasus. Manifestasi okular yang timbul pada Grave’s ophthalmopathy dapat berupa mata kering, proptosis, retraksi kelopak mata, diplopia, lid lag, exposure keratitis, lakrimasi, nyeri, compressive optic neuropathy dan glaucoma. 16 Hipertiroidisme pada kehamilan paling sering disebabkan oleh penyakit Graves. Selain penyakit Graves, penyakit lain penyebab terjadinya hipertiroidisme pada kehamilan adalah gestational transient hyperthyroidism, goiter toksik multinoduler, adenoma soliter toksik, tiroiditis subakut, dan struma ovarium. Penyakit Graves dapat mengalami eksaserbasi saat kehamilan trimester pertama dan post-partum. Dengan pengobatan dan pemantauan yang tepat, kondisi ibu dan janin dapat 13
terkendali. Bila pengelolaan tidak tepat, risikonya adalah gagal jantung maternal, lahir prematur, dan kematian janin (abortus). 17
J. PROGNOSIS Prognosis pada kasus Graves disease yaitu 30% anak yang diobati obat antitiroid mencapai remisi dalam 2 tahun. 75% pasien relaps dalam 6 bulan setelah henti obat, sedangkan hanya 10% relaps setelah 18 bulan. 16 Untuk
mengevaluasi
keberhasilan
terapi
dapat
digunakan
klasifikasi berdasarkan gejala dan tanda klinis (NOSPECS) dan Clinical activity score (CAS). NOSPECS ditujukan untuk menilai beratnya penyakit serta keberhasilan terapi, penilaian meliputi ada tidaknya keterlibatan jaringan lunak, proptosis, keterlibatan otot ekstraokular, keterlibatan kornea dan hilangnya penglihatan, sedangkan CAS ditujukan untuk menilai aktivitas penyakit, penilaian meliputi rasa nyeri dan durasi nyeri, kemerahan pada kelopak, pembengkakan beserta durasinya serta gangguan fungsi baik fungsi penglihatan maupun pergerakan bola mata. 16 Pengelolaan hipertiroidisme pada kehamilan menuntut kerjasama yang baik antara dokter spesialis penyakit dalam dan kebidanan kandungan. Berbagai perubahan fisiologis tiroid pada ibu hamil harus dipahami untuk menentukan suatu kondisi termasuk fisiologis atau patologis. Pemantauan klinis serta laboratorium (fT4 dan TSH) yang baik serta dosis obat anti-tiroid yang tepat akan menghasilkan keluaran klinis yang baik bagi ibu, janin, dan kehamilannya. 17
K. DIAGNOSIS BANDING a. Gondok multinodule toksik Gondok, atau pelebaran glandula tiroid, terdiri dari berbagai kondisi. Gondok dapat diklasifikasikan menjadi toksik atau non toksik, difus atau nodular, dan soliter atau multiple. Gondok multi noduler merupakan pelebaran kalenjar tiroid dengan area nodul yang multiple. Jaringan tiroid diantara nodule-nodul menunjukkan 14
hyperplasia, infiltrasi limfoid terjadi perlahan pada struma. Pada beberapa kasus, terjadi hyperplasia epitel pada parenkim nodular.15 Toxic multinodul goiter biasanya terjadi pada usia > 40 tahun. Pada pemeriksaan ultrasound tiroid dapat ditemukan cold nodule dengan diameter > 1 cm. 19
Gambar 2.10: Thyroid scan showing variegated uptake in toxic multinodular goiter 19
b. Adenoma toksik Adenoma toksik terjadi pada usia < 40 hingga 50 tahun dan merupakan penyebab umum dari kejadian hipertiroidisme. Sangat sulit untuk membedakannya dengan Graves disease akan tetapi jika dibutuhkan untuk membedakannya, dapat dilakukan pemeriksaan konsentrasi reseptor antibodi TSH dalam serum. Pada Graves disease, terjadi peningkatan konsentrasi reseptor antibodi TSH dalam serum jika dibandingkan dengan Adenoma toksik. 20
c. Karsinoma tiroid Pasien dengan karsinoma tiroid biasanya datang dengan nodul soliter. Pemeriksaan fisik diarahkan pada kemungkinan adanya keganasan tiroid.
Pertumbuhan nodul
yang cepat
merupakan salah satu tanda keganasan tiroid, terutama jenis karsinoma tiroid yang tidak berdiferensiasi. Tanda lainnya ialah
15
konsistensi nodul keras dan melekat ke jaringan sekitar, serta mendapat pembesaran kalenjar getah bening di daerah leher. 21
d. Hashimoto disease Tiroiditis toksik Hashimoto disease (yang juga dikenal sebagai Hashitoksikosis) biasanya terjadi di awal kejadian tiroiditis limfositik kronik dan sangat mungkin timbul dari destruksi autoimun luas pada sel folikular tiroid. Pada anak-anak mungkin timbul gejala-gejala yang ringan dari tirotoksikosis dan sedikit pembesaran, terkadang disertai nyeri pada kalenjar tiroid. Antibodi tiroid juga biasanya positif. 11
Gambar 2.11 Pemeriksaan Doppler biasanya menunjukkan aliran normal atau menurun, tetapi secara tiba-tiba dapat terjadi kondisi mirip hipervaskular “inferno tiroid” 22
16
BAB III REFLEKSI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN Nama Pasien
: Nn. M
Umur
: 17 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Toli-Toli
Pekerjaan
: Pelajar
Tanggal Pemeriksaan : 28 Februari 2018
B. ANAMNESIS Keluhan Utama : Sesak napas Riwayat Sekarang: Pasien datang ke IGD RS Anutapura dengan keluhan utama sesak napas. Sesak yang dirasakan disertai nyeri dada, dan jantung berdebardebar, berkeringat banyak, gatal pada leher dan badan, mata berair dan ketejaman penglihatan menurun, kedua tangan gemetar, terdapat diare, batuk berlendir, emosi labil. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien pernah merasakan hal serupa sejak menginjak SMP dan 4 bulan yang lalu pernah dirawat di RS dengan keluhan yang sama. Riwayat alergi obat/makanan (-) Riwayat asma (-) Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga pasien yang mengalami penyakit serupa dengan pasien.
17
C. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis 1. Keadaan umum
: Sakit sedang
2. Status Gizi
: Baik
3. Kesadaran
: compos mentis
Tanda-tanda Vital TD
: 150/60 mmHg
Nadi
: 188 x/menit
Respirasi
: 28 x/menit
Suhu
: 36,5 ºC
Mata
: eksoftalmus ringan
Leher
: massa pada region anterior colli
Tungkai atas : tremor pada kedua tangan
D. GAMBAR
Gambar 3.1 Tampak massa pada region colli anterior
E. RESUME Pasien perempuan usia 17 tahun datang ke RS Anutapura dengan keluhan sesak napas. Sesak yang dirasakan disertai nyeri dada, dan
18
jantung berdebar-debar, berkeringat banyak, gatal pada leher dan badan, mata berair dan ketejaman penglihatan menurun, kedua tangan gemetar, terdapat diare, batuk berlendir, emosi labil. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan massa pada region colli anterior dan terdapat hipertensi disertai takikardi dan palpitasi.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium No
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
1
FT4
7.05
0.7-1.55
ng/dl
2
TSHs
< 0.005
0.27-5.0
µIU/ml
3
Glukosa Sewaktu
106
80-199
mg/dl
4
K+
3.72
3.50-5.10
mmol/L
5
Na+
139
135-145
mmol/L
6
Cl-
98
97-106
mmol/L
7
Kalsium
1.19
1.12-1.32
mmol/L
8
RBC
5.02
4.00-6.00
106/mm2
9
WBC
10.5
4.0-10.0
103/mm3
10
HGB
12.5
12-16
g/dL
11
HCT
38.8
37.0-47.0
%
12
MCV
77
80-100
µm3
13
MCH
24.9
27.0-32.0
pg
14
MCHC
32.2
32.0-36.0
g/dL
15
PLT
385
150-400
103/mm3
16
PCT
0.286
0.150-0.500
%
17
PT
15.5
11-18
detik
18
APTT
33.4
27-42
detik
19
SGOT
18
6-30
U/L
20
SGPT
18
7-32
U/L
19
2. Radiologi - USG
Thyroid Kanan : membesar, echo heterogen dengan hipervaskular, tidak tampak nodul maupun kalsifikasi Thyroid Kiri
: membesar, echo heterogen dengan hipervaskular, tidak tampak nodul maupun kalsifikasi
Isthmus
: menebal
Kesan
: Graves’ disease
G. DIAGNOSIS KERJA Graves’ disease
H. PENATALAKSANAAN Inj. Lasix (furosemide), 2 dd Valsartan 80 mg, 1 dd Spironolakton 25 mg, 1 dd Propanolol 10 mg, 3 dd Digoxin 0.25 mg, 1 dd Alprozolam 0.5 mg, 2 dd
20
BAB IV KESIMPULAN
Pasien perempuan usia 17 tahun datang ke RS Anutapura dengan keluhan sesak napas. Sesak yang dirasakan disertai nyeri dada, dan jantung berdebar-debar, berkeringat banyak, gatal pada leher dan badan, mata berair dan ketejaman penglihatan menurun, kedua tangan gemetar, terdapat diare, batuk berlendir, emosi labil. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan massa pada region colli anterior dan terdapat hipertensi disertai takikardi dan palpitasi, eksoftalmus ringan, dan tremor pada kedua tangan. Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang didapatkan adanya peningkatan kadar FT4 yang tinggi dan TSH yang rendah serta pada pemeriksaan USG didapatkan kalenjar tiroid kanan dan kiri membesar, echo heterogen dengan hipervaskular, tidak tampak nodul maupun kalsifikasi disertai penebalan isthmus yang mengarah kepada Graves’ disease. Pasien kemudian diberikan terapi simptomatik yaitu injeksi furosemide, valsartan 80 mg, spironolakton 25 mg, propanolol 10 mg, digoxin 0.25 mg, alprozolam 0.5 mg untuk meredakan gejala sesak, jantung berdebar-debar, hipertensi dan berkeringat banyak. Setelah menjalani pengobatan 2 minggu lebih, kondisi pasien berangsur-angsur membaik dan telah diizinkan untuk menjalani rawat jalan.
21
DAFTAR PUSTAKA 1. Marina, Y. 2011. Tesis peran propiltiourasil sebagai terapi inisial terhadap kadar T3, T4, TSH dan IL-4 pada penyakit graves. Padang : FK Universitas Andalas 2. Ariani, D. 2016. Laporan kasus : ny.Z usia 47 tahun dengan penyakit Graves. J Medula Unila, 4 (3). 3. Leo, S.D., Lee,S.Y., Braverman, L.E. 2016. Hyperthyrodism. Seminar, 388. 27 Agustus 2016 4. Weber, K.J et al. 2006. Thyrodectomy remain an effective treatment option for graves disease. The American Journal of Surgery 191 (2006) 5. Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi (UKKE). 2017. Panduan praktik klinis IDAI: Diagnosis dan tata laksana hipertiroid. IDAI 6. Noor, I.W.H dan Saraswati, M.R. 2013. Terapi penyakit graves dengan sodium iodide-131 7. Kusrini, I dan Kumorowulan, S. 2010. Nilai diagnostic indeks wayne dan indeks Newcastle untuk penapisan kasus hipertiroid. Balai penelitian dan pengembangan GAKI, Kementerian Kesehatan RI 8. Rohen, J.W., Yokochi, C., dan Drecoll, E.L. 2011. Color atlas of anatomy seventh edition. Stuttgart : Lippincott Williams dan Wilkins 9. Paulsen,F dan Waschke, J. 2011. Sobotta : atlas of human anatomy fifteenth edition. Munchenn: Elsevier urban and fischer 10. Ganong, W.F. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 22. Jakarta: EGC 11. Lifshitz, F. 2007. Pediatric endocrinology fifth edition vol 2. New York: informa healthcare 12. Mescher, A.L. 2012. Junqueira’s basic histology : text and atlas. New York: Mc graw hills 13. Greenstein, B and Wood, D. 2010. At a glance : sistem endokrin ed.2. Jakarta : erlangga 14. Dura, T.S. 2009. Atlas of anatomy by sectional imaging. Tarragona : Bayer healthcare
22
15. Santos, T.A.R.R et al,. 2015. Ultrasonographic Assessment of the Thyroid Gland in Patients with Graves Disease Before and After Radioiodine Therapy – a Prostective Study. European society of radiology C-2522 16. Boesoirie, S.F et al. 2012. Karakteristik penderita graves opthalmopathy di pusat mata nasional rumah sakit mata cicendo bandung. Bandung : FK Universitas Padjadjaran 17. Pramono, L.A dan Soebijanto, N. 2016. Pengelolaan penyakit graves pada kehamilan. CDK-241. 43(6)-2016 18. Khatawkar, A.V and Awati, S.M. 2015. Multi-nodular goiter : epidemiology, etiology, pathogenesis and pathology. IAIM, 2(9)-2015 19. Pearce, E.N. 2017. BMJ best practice : Toxic multinodular goiter. BMJ group 2017 20. Ross, D.S. 2005. Treatment of toxic adenoma and toxic multinodular goiter. Uptodate online 13.1-2005 21. Subekti, I. 2014. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II ed.6. Jakarta : FK UI 22. Bell, D.J dan AWeerakkody, et al. 2018. Hashimoto thyroiditis. Radiopedia.
23