REFERAT BUERGER DISEASE
Oleh : SRI WAHYU UTAMI H1AP14008
Pembimbing : AKBP. dr. Julian Famil., Sp.B., FICS., FINACS
STASE ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS BENGKULU RUMAH SAKIT BHAYANGKARA BENGKULU 2018
1
HALAMAN PENGESAHAN Nama Mahasiswa
: Sri Wahyu Utami
NPM
: H1AP14008
Fakultas
: Kedokteran
Judul
: Buerger Disease
Bagian
: Bedah
Pembimbing
: AKBP. dr. Julian Famil, Sp.B., FICS., FINACS.
Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik di bagian Bedah Fakuktas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu
Bengkulu, 14 November 2018 Pembimbing
AKBP. dr. Julian Famil, Sp.B., FICS., FINACS.
2
KATA PENGANTAR Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan referat ini. Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu komponen penilaian kepaniteraan klinik di bagian Bedah RS Bhayangkara Bengkulu, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu. Tak lupa saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengajar dan semua pihak yang telah membantu penulis mengerjakan referat baik secara langsung maupun tidak langsung. Saya sadar bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, karena itu saya terbuka atas saran dan kritik yang dapat meningkatkan kinerja saya. Saya berharap referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi siapa saja yang membaca.
Bengkulu, 14 November 2018
Penulis
3
BAB I PENDAHULUAN Buerger’s disease (Tromboangiitis Obliterans) merupakan penyakit oklusi pembuluh darah arteri dan vena yang berukuran kecil dan sedang. Terutama mengenai pembuluh darah perifer ekstremitas superior dan inferior. Penyakit pembuluh darah arteri dan vena ini bersifat segmental pada anggota gerak dan jarang pada tubuh bagian dalam. Laporan pertama Tromboangitis Obliterans telah dijelaskan di Jerman oleh Von Winiwarter pada tahun 1879 dalam artikel yang berjudul “A strange form of endarteritis and endophlebitis with gangrene of the feet”. Kurang lebih sekitar seperempat
abad
kemudian,
di
Brookline
New
York,
Leo
Buerger
mempublikasikan penjelasan yang lebih lengkap tentang penyakit ini dimana ia lebih memfokuskan pada gambaran klinis dari Tromboangitis Obliterans sebagai “presenile spontaneous gangrene”. Penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan akibat oklusi pembuluh darah yang mengakibatkan gangren atau kerusakan jaringan sehingga perlu diamputasi. Untuk itu sangat diperlukan diagnosis dini dan akurat.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Penyakit Buerger atau tromboangiitis obliterans merupakan penyakit oklusi kronis pembuluh darah arteri dan vena yang berukuran kecil dan sedang. Terutama mengenai pembuluh darah perifer pada ekstremitas inferior dan superior. Penyakit pembuluh darah arteri dan vena ini bersifat segmental pada anggota gerak dan jarang pada alat-alat dalam (Malecki et all, 2009).
Gambar 2.1 Penyakit Buerger Penyakit Tromboangiitis Obliterans merupakan kelainan yang mengawali terjadinya obstruksi pada pembuluh darah tangan dan kaki. Pembuluh darah akan mengalami kontriksi dan obstruksi sebagian yang dikarenakan oleh inflamasi dan bekuan sehingga mengurangi aliran darah ke jaringan. 2.2 Epidemiologi Hampir 100% kasus penyakit Buerger menyerang perokok pada usia dewasa muda. Penyakit ini banyak didapatkan di Korea, Jepang, Indonesia, India, dan Negara lain di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Asia Timur. Prevalensi penyakit Buerger di Amerika Serikat telah menurun selama separuh dekade terakhir, hal ini tentunya disebabkan penurunan jumlah perokok dan juga dikarenakan kriteria diagnosis yang lebih baik. 5
Kematian oleh karena penyakit Buerger jarang ditemukan, namun pada penderita penyakit Buerger yang masih terus merokok, 43% penderita harus melakukan satu atau lebih amputasi pada 6-7 tahun kemudian. Data terbaru, pada bulan Desember tahun 2004 yang dikeluarkan oleh CDC publication, sebanyak 2002 kematian dilaporkan di Amerika Serikat berdasarkan penyebab kematian, bulan, ras, dan jenis kelamin (International Classification of Disease, Tenth Revision, 1992), telah dilaporkan total dari 9 kematian berhubungan dengan Tromboangitis Obliterans, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 3:1 dan etnis putih dan hitam 8:1. 2.3 Etiologi Penyebab penyakit Buerger tidak jelas, tetapi biasanya tidak ada faktor familial serta tidak berhubungan dengan penyakit Diabetes Mellitus. Penderita penyakit ini umumnya perokok berat yang kebanyakan mulai merokok pada usia muda, kadang pada usia sekolah. Penghentian kebiasaan merokok memberikan perbaikan pada penyakit ini. Meskipun penyakit Buerger adalah jenis vaskulitis, namun berbeda dengan jenis vaskulitis yang lainnya. Secara patologis thrombus pada penyakit Buerger sangat seluler yaitu dengan aktivitas yang lebih sedikit pada dinding pembuluh darah dan lamina elastica interna. 1. Merokok Penggunaan atau paparan tembakau memiliki peran sentral dalam inisiasi dan perkembangan penyakit. Pada penelitian dengan menggunakan antigen-sensitive thymidine-incorporation assay didapatkan pasien dengan TAO mengalami peningkatan seluler sensitivitas untuk kolagen tipe I dan III dibanding orang sehat yang mengindikasikan adanya sensitivitas abnormal atau alergi beberapa komponen tembakau dan sensitivitas ini mengarah ke pembuluh darah kecil pada pasien TAO.
6
2. Disfungsi endotel Peningkatan antibodi anti-endotelial sel menunjukkan adanya gangguan vasorelaksasi pada endotel di vaskularisasi perifer pasien dengan penyakit Buerger. 3. Infeksi Penemuan dari DNA bakteri mulut (periodontal) di spesimen arteri penyakit Buerger hampir terjadi di 93% kasus. Lesi phlebitic dari TAO menunjukkan DNA bakteri oral dengan metode PCR. Transportasinya dengan trombosit yang menelan bakteri oral dan membawanya ke pembuluh darah terminal. Oklusi embolik dengan massa agregasi trombosit termasuk bakteri mulut adalah salah satu penjelasan yang mungkin dari mekanisme penyakit Buerger. 2.4 Patofisiologi Mekanisme penyebaran penyakit Buerger sebenarnya masih belum jelas, tetapi beberapa penelitian telah mengindikasikan suatu fenomena imunologi yang mengawali tidak berfungsinya pembuluh darah dan wilayah sekitar trombus. Penderita memperlihatkan hipersensitivitas pada injeksi intradermal ekstrak tembakau, mengalami peningkatan sel yang sangat sensitif pada kolagen tipe I dan tipe III, meningkatkan serum titer anti endothelial antibody sel, dan merusak endothel terikat vasorelaksasi pembuluh darah perifer. Terdapat 3 fase yang terjadi yaitu fase akut, subakut dan kronik. Pada fase akut ditandai dengan peradangan akut pada semua lapisan dinding pembuluh darah, dalam kaitannya dengan oklusi trombosis. Di sekeliling pinggiran trombus terdapat sel-sel polimorfonuklear dengan karioreksis yang juga disebut sebagai mikroabses. Pada fase subakut terdapat perkumpulan progresif dari oklusi trombus di pemuluh darah dengan infiltasi sel inflamasi yang menonjol dalam trombus dan lebih sedikit peradangan di dinding pembuluh darah. Pada fase kronik ditandai dengan perkumpulan oklusi trombus dengan rekanalisasi ekstensif, vaskularisasi yang menonjol pada media dan fibrosis
7
adventisial dan perivaskular sehingga terbentuk trombus “mature” dengan fibrosis vaskular. Akibat iskemia pembuluh darah terutama pada ekstremitas inferior akan terjadi perubahan patologis, yaitu : a.) Otot menjadi atrofi atau mengalami fibrosis, b.) Tulang mengalami osteoporosis dan bila timbul gangren makan terjadi destruksi tulang yang berkembang menjadi osteomielitis, c.) Terjadi kontraktur dan atrofi, d.) Kulit menjadi atrofi, e.) Fibrosis perineural dan perivaskular, f.) Ulserasi dan gangren yang dimulai dari ujung jari. 2.5 Manifestasi Klinis Gambaran klinis penyakit Buerger terutama disebabkan oleh iskemia. Gejala yang paling sering dan utama adalah nyeri. Pengelompokkan Fontaine tidak dapat digunakan karena nyeri terjadi juga saat istirahat. Nyeri bertambah saat malam hari dan dalam keadaan dingin, dan berkurang bilang ekstremitas pada keadaan tergantung. Serangan nyeri dapat bersifat paroksimal dan sering mirip dengan gambaran penyakit Raynaud. Pada keadaan lanjut, ketika ada gangren maka nyeri semakin hebat dan menetap. Manifestasi awal adalah adanya kaudikasi (nyeri pada saat berjalan) lengkung kaki yang patognomonik untuk penyakit Buerger. Klaudikasi kaki merupakan gambaran dari adanya oklusi arteri distal yang mengenai arteri plantaris atau tibialis. Nyeri pada saat istirahat timbul progresif dan tidak hanya mengenai jari kaki tetapi juga jari tangan, jari yang terkena memperlihatkan tanda sianosis atau rubor. Sering terjadi radang lipatan kuku dan dapat berakibat paronikia. Infark kulit kecil bisa timbul, terutama phalang distal yang dapat berlanjut menjadi gangren atau ulserasi kronis yang nyeri. Tanda dan gejala lain dari penyakit ini meliputi rasa gatal dan tebal pada tungkai dan fenomena Raynaud (suatu kondisi dimana ekstremitas distal : jari,
8
tumit, tangan, kaki, menjadi berwarna putih jika terkena suhu dingin). Ulkus dan gangren pada jari kaki sering terjadi pada penyakit Buerger. Pada daerah yang terkena sering terjadi nyeri. Perubahan warna kulit seperti pada penyakit sumbatan arteri kronik lainnya kurang nyata. Pada mulanya kulit hanya tampak memucat ringan terutama di ujung jari. Pada fase lebih lanjut tampak vasokontriksi yang ditandai dengan campuran pucat, sianosis, dan kemerahan bila mendapat rangsangan dingin. Berbeda dengan penyakit Raynaud, serangan iskemia disini biasanya unilateral. Pada perabaan, kulit sering terasa dingin. Selain itu, pulsasi arteri yang rendah atau hilang merupakan tanda fisik yang penting.
Gambar 2.2 Manifestasi Klinis Penyakit Buerger Tromboplebitis migran superfisialis dapat terjadi beberapa bulan atau tahun sebelum tampak gejala sumbatan penyakit Buerger. Fase akut menunjukkan kulit kemerahan, sedikit nyeri, dan vena teraba sebagai saluran yang mengeras sepanjang beberapa tempat pada ekstremitas tersebut dan berlangsung selama beberapa minggu. Setelah itu tampak bekas yang berbenjol-benjol. Tanda ini tidak terjadi pada penyakit arteri oklusif, maka gejala tersebut hampir patognomonik untuk tromboangitis obliterans. Gejala klinik tromboangiitis obliterans sebenarnya cukup beragam. Ulkus dan gangern terjadi pada fase lanjut dan sering didahului dengan edema dan dicetuskan oleh trauma. Daerah iskemia ini sering berbatas tegas yaitu pada ujung jari kaki sebatas kuku. Batas ini akan mengabur bila ada infeksi sekunder mulai dari kemerahan sampai dengan tanda selulitis.
9
Gambar 2.3 Ujung jari penderita penyakit Buerger Perjalanan penyakit ini khas, yaitu secara bertahap bertambah berat. Penyakit berkembang secara intermiten, tahap demi tahap, bertembah falang demi falang, jari demi jari. Datangnya serangan baru dan jari mana yang akan terserang tidak dapat diprediksi. Morbus Buerger ini mungkin menyerang satu kaki atau tangan dan mungkin keduanya. Penderita biasanya kelelahan dan payah sekali karena tidurnya sering terganggu karena nyeri yang mendadak timbul saat malam hari. 2.6 Diagnosis Diagnosis pasti dari penyakit Buerger sulit ditemukan ketika penyakit ini sudah sangat parah. Ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan dasar diagnosis. Beberapa hal dibawah ini dapat dijadikan dasar anamnesis untuk mendiagnosis penyakit Buerger : 1. adanya tanda insufisiensi arteri 2. umunya pada pria dewasa muda 3. perokok berat 4. adanya gangrren yang sukar sembuh 5. riwayat trombophlebitis yang berpindah 6. tidak ada tanda atherosclerosis di tempat lain 7. yang terkena biasanya ekstremitas bawah 8. diagnosa pasti ditemukan dengan patologi anatomi
10
Sebagian besar pasien, 70-80% yang menderita penyakit Buerger mengalami nyeri iskemik bagian distal saat istirahat dan atau ulkus iskemik pada tumit, kaki atau jari-jari kaki.
Gambar 2.4 Kaki penderita penyakit Buerger, terdapat ulkus iskemik pada jari kaki pertama, kedua, dan kelima. Walaupun kaki kanan penderita ini kelihatan normal, melalui angiografi menunjukkan adanya hambatan aliran darah pada kakinya.
Gambar 2.5 Trombophlebitis superficial ibu jari kaki penderita penyakit Buerger Penyakit Buerger harus dicurigai pada penderita dengan satu atau lebih tanda klinis dibawah ini : a.
Jari iskemik yang nyeri pada ekstremitas atas dan bawah pada lakilaki dewasa muda dengan riwayat merokok berat.
b.
Klaudikasi kaki
c.
Trombophlebitis superficial berulang
d.
Sindrom Raynaud
11
Penegakkan
diagnosis
penyakit
buerger
disease
dibantu
dengan
menggunakan suatu kriteria diagnosis. Kriteria diagnosis yang sudah diajukan untuk mendiagnosis Buerger’s disease adalah kriteria Shionoya dan kriteria Olin. Kriteria Shionoya terdiri dari lima kriteria, yaitu riwayat merokok, onset terjadi sebelum umur 50 tahun, oklusi arteri infrapopliteal, keterlibatan ekstremitas atas atau phlebitis migrans, dan tidak ada faktor risiko aterosklerosis lain selain merokok. Kriteria Olin terdiri dari onset dibawah 45 tahun, riwayat penggunaan tembakau, adanya iskemia ekstremitas bagian distal dengan indikasi klaudikasio, nyeri saat istirahat, ulserasi iskemik atau gangren, dan didokumentasikan dengan tes
vaskular
non-invasif,
tidak
termasuk
dari
penyakit
autoimun,
hiperkoagulabilitas, dan diabetes melitus, tidak termasuk dari emboli yang bersumber di proksimal dengan menggunakan ekokardiografi atau arteriografi, dan temuan tetap dengan menggunakan arteriografi pada ekstremitas yang secara klinis terkait dan yang tidak terkait. Kriteria diagnosis Buerger’s disease yang paling sering digunakan adalah kriteria Shionoya. Pada
pemeriksaan
fisik,
dapat
ditemukan
adanya
Raynaud’s
phenomenon, yaitu perubahan warna kulit menjadi lebih pucat ketika berada di lingkungan yang dingin. Fenomena Raynaud terjadi pada sekitar 40% pasien Buerger’s disease. Tes Allen juga dapat digunakan untuk mengetahui keadaan vaskularisasi di tangan. Pada tes Allen, pasien diminta untuk mengepalkan tangannya dan pemeriksa akan menekan pergelangan tangan pasien yang bertujuan untuk mengobstruksi aliran darah ke tangan. Setelah itu, pasien diminta untuk membuka kepalan tangan, dan pemeriksa akan melepaskan tekanan pada pergelangan tangan pasien. Normalnya, telapak tangan akan dialiri darah kembali dalam 5 sampai 15 detik. Hasil tes Allen pada pasien dengan Buerger’s disease biasanya negatif atau abnormal, dimana terjadi perlambatan aliran darah pada tangan. Hal ini membuktikan adanya gangguan pada aliran darah pada tangan pasien. Hasil abnormal pada tes Allen pada perokok muda ditambah dengan adanya ulserasi dapat menjadi indikasi yang jelas menunjukkan adanya Buerger’s disease.
12
Pemeriksaan angiografi pada ekstremitas atas dan bawah dapat membantu dalam mendiagnosis penyakit Buerger. Pada angiografi tersebut ditemukan gambaran “corkscrewshaped” dikenal tanda Martorell dari arteri yang terjadi oleh karena adanya kerusakan vaskular, sebagian kecil arteri tersebut pada bagian pergelangan tangan dan kaki. Angiografi juga menunjukkan adanya oklusi (hambatan) atau stenosis (kekakuan) pada daerah tangan dan kaki.
Gambar 2.6 Sebelah kiri merupakan gambaran angiografi normal. Gambar sebelah kanan merupakan gambaran angiografi abnormal dari arteri tangan dengan gambaran khas “corkscrew” di daerah lengan. Perubahannya terjadi pada bagian kecil pembuluh dari lengan kanan bawah pada daerah distribusi arteri ulnaris.
Gambar 2.7 hasil angiogram abnormal pada tangan
13
Pemeriksaan Doppler juga dapat membantu untuk mendiagnosa penyakit Buerger, yaitu untuk mengetahui kecepatan aliran darah dalam pembuluh darah. Pada pemeriksaan histopatologis, lesi dini menunjukkan adanya oklusi pembuluh
darah
oleh
karena
terdapat
trombus
yang
mengandung
Polimorphonuclear (PMN) dan mikroabses ; serta adanya penebalan dinding pembuluh darah yang cukup luas. 2.7 Diagnosa Banding
Atherosclerosis
Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes Mellitus Tipe 2
Frostbite
Giant Cell Arteritis
Infrainguinal Occlusive Disease
Peripheral Arterial Occlusive Disease
Polyarteritis Nodosa
Raynaud Phenomenon
Scleroderma
2.8 Terapi Penanganan yang dilakukan bertujuan untuk mengatasi gejala dan mencegah perburukan penyakit. Cara paling efektif untuk menghentikan perkembangan penyakit adalah dengan berhenti menggunakan produk – produk tembakau.. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk berhenti merokok, antara lain:
Hindari produk – produk pengganti nikotin, karena bisa mengaktifkan penyakit Buerger.
Gunakan produk – produk yang tidak mengandung nikotin.
Melakukan program khusus untuk berhenti merokok, biasanya penderita tinggal selama beberapa hari atau minggu di rumah sakit atau sarana medis tertentu, dan mengikuti sesi konseling atau aktivitas harian untuk
14
membantu mengatasi keinginan untuk merokok dan membantu belajar hidup bebas tembakau. Selain itu, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membantu mengatasi penyakit Buerger, antara lain:
Hindari paparan terhadap dingin
Hindari penggunaan obat – obat tertentu yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah (misalnya obat flu yang mengandung efedrin) dan obat – obat yang meningkatkan kecenderungan untuk terbentuknya bekuan darah
Cegah terjadinya cedera pada anggota gerak yang terkena, misalnya cedera karena dingin atau panas, serta cedera akibat menggunting atau mengikis kapalan atau mata ikan
Gunakan sepatu yang pas dan memiliki ruang yang cukup untuk jari – jari kaki, sehingga mencegah terjadinya cedera pada kaki
Olahraga teratur, misalnya dengan berjalan kaki selama 15 – 30 menit 2x sehari, dapat membantu untuk memperbaiki sirkulasi
Kompres hangat
Amputasi jika terjadi infeksi atau gangren Terapi medikamentosa yang digunakan untuk Buerger’s disease dibagi
dalam beberapa kategori sesuai mekanisme obatnya yaitu, vasodilator, inhibitor platelet, antikoagulan, antiinflamasi, dan analog prostasiklin. Vasodilator seperti calcium canal blocker efektif dalam mengurangi sindrom Raynaud. Prostaglandin E1 adalah vasodilator yang efektif pada pasien Buerger’s disease. Ticlopidine, salah satu agregasi platelet inhibitor spesifik, menunjukkan efek yang menguntungkan untuk meredakan nyeri dan menyembuhkan ulkus pada Buerger’s disease. Penggunaan antiinflamasi steroid belum menunjukkan adanya efek yang berarti. Postasiklin (PGI2) atau analognya, seperti iloprost, beraprost, postinil sodium, juga digunakan untuk Buerger’s disease.
Penggunaan iloprost, analog
prostasiklin, menunjukkan efek yg lebih baik dari pada aspirin terhadap meredakan nyeri pada saat istirahat dan menurunkan risiko amputasi. Terapi
15
trombolitik intraarterial dengan streptokinase, yang berasal dari Streptococcus C. hemolyticus dan berguna untuk pengobatan fase dini emboli paru akut dan infark miokard akut,telah diuji pada beberapa pasien yang memiliki gangren atau lesi pregangren pada kaki atau jari kaki, menunjukkan hasil yang baik dalam mencegah amputasi. Terapi nonmedikamentosa dapat dilakukan dengan simpatektomi, stimulasi medula spinalis, dan terapi gen faktor pertumbuhan vaskular endotel. Simpatektomi dapat menurunkan spasme arteri pada Buerger’s disease. Simpatektomi menunjukkan adanya efek meredakan nyeri dan membantu penyembuhan ulkus pada sebagian pasien dalam jangka pendek, namun jangka panjangnya belum ditemukan efektivitasnya. Stimulasi medula spinalis bertujuan untuk meredakan nyeri neurogenik. Stimulasi pada nervus spinalis T10-L1 menyebabkan parestesia ekstremitas bawah dan mengurangi nyeri karena iskemia. Penurunan tonus simpatis akan meningkatkan aliran darah nutrisi pada daerah yang terkena. Pada
pasien
dengan
Buerger’s
disease,
terjadi
peningkatan
transcutaneous oxygen pressure tension (tcpO2) dalam 3 bulan dan tetap stabil selama lebih dari 4 tahun, serta klaudikasio dan nyeri saat istirahat hampir menghilang ketika diterapi dengan stimulasi medula spinalis diiringi dengan penurunan konsumsi rokok (kurang dari 3 rokok per hari). Administrasi gen faktor pertumbuhan vaskular endotel pada pasien dengan penyakit arteri perifer dapat meningkatkan konsentrasi faktor angiogenik pada ekstremitas bawah yang iskemik, meningkatkan proliferasi sel endotel, dan pembentukan pembuluh darah pada ekstremitas yang iskemik tersebut. Tatalaksana lain yang dapat dilakukan pada pasien Buerger’s disease adalah amputasi. Indikasi amputasi adalah terdapat gangren, infeksi sekunder basah, rasa nyeri yang hebat, dan sepsis. Namun, amputasi dapat dipertimbangkan untuk dilakukan pada pasien setelah lebih dahulu dilakukan simpatektomi. Hal ini dilakukan karena simpatektomi dapat meningkatkan suplai aliran darah dan menurunkan level amputasi pada Buerger’s disease.
16
2.9 Komplikasi
Ulkus
Gangren
Infeksi
Amputasi
2.10 Prognosis Di antara pasien dengan yang berhenti merokok, 94% dapat mencegah amputasi, di antara pasien yang berhenti merokok sebelum gangren terjadi, tingkat amputasi mendekati 0%. Hal ini kontras dengan pasien yang terus merokok, ada kemungkinan 43% akan membutuhkan amputasi dalam 7 - 8 tahun. Berhenti merokok umumnya dapat menghidari amputasi tungkai, pasien mungkin tetap memiliki Raynaud sindrom bahkan setelah berhenti merokok.
17
BAB III KESIMPULAN Diagnosis penyakit Buerger dapat ditegakkan dengan cara melihat kriteria diagnosis Shionoya disertai dengan gejala sistemik, temuan angiografik berupa corkscrewshaped collaterals dan gambaran histopatologi berupa oklusi trombus dengan infiltrat leukosit polimorfonuklear. Penghentian merokok merupakan langkah awal yang harus dilakukan. Terapi medikamentosa
menggunakan
obat-obatan
vasodilator,
inhibitor
platelet,
antikoagulan, antiinflamasi, analog prostasiklin dan trombolitik. Sedangkan, terapi nonmedikamentosa dapat diterapkan dengan simpatektomi, stimulasi medula spinalis, dan terapi gen faktor pertumbuhan vaskular endotel serta amputasi.
18
DAFTAR PUSTAKA 1. Malecki R, Zdrojowy K, Adamiec R. Thromboangiitis obliterans in the 21st century-A new face of disease. Atherosceloris. 2009. 2. Salimi J, Tavakkoli H, Salimzadeh A, Ghadimi H, Habibi G, Masoumi AA. Clinical characteristics of Buerger’s disease in Iran. J Coll Physicians Surg Pak. 2008;18(8):502-5 3. S, Gordon A. Thromboangiitis Obliterans. Medline Plus. 2012. 4. Sjamsuhidayat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 3. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2017. 5. Oktaria, D., Samosir R.K., Kriteria Diagnosis dan Tatalaksana pada Buerger Disease. Jurnal Kedokteran Unila. 2017 6:(2). 6. J, Ignacio., Chavarria, R., dkk. 2016. Tromboangiitis obliterans (Buerger’s disease). Annals of Medicine and Surgery 7 (2016) 79-82. 7. Piazza, G., Creager, M.A. Clinician update Thromboagiitis obliterans. American Heart Association. 2010.;121:1858-1861. 8. Fazell, B., Rezaee, S.A. A review on thromboangiitis obliterans pathophysiology: thrombosis and angiitis, whis is to blame?. Royal society of medicine press. 2011 19:3. 9. Vijayakumar, A., Tiwari, R., Prabuswamy, V.K. Thromboangiitis obliterans (Buerger’s Disease)-Current Practices. International Journal of Inflamation. 2013.
19