Referat Bedah Onkologi.docx

  • Uploaded by: Annisa Hyunnie Elf
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Bedah Onkologi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,567
  • Pages: 20
REFERAT KELAINAN RONGGA MULUT

Pembimbing: dr. Lopo Triyanto, Sp.B (K)Onk

Disusun Oleh : Muhammad Fahman Alghifari 1710221020

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT BEDAH UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PERIODE 28 JANUARI – 6 APRIL 2019

LEMBAR PENGESAHAN REFERAT Kelainan Rongga Mulut

Disusun Oleh : Muhammad Fahman Alghifari 1710221020

Diajukan untuk memenuhi syarat ujian kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Bedah RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Telah disetujui, Pada tanggal

Februari 2019

Mengetahui, Dokter Pembimbing

dr. Lopo Triyanto, Sp.B (K)Onk

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat ini. Penulis berharap agar referat ini dapat dimanfaatkan oleh tenaga kesehatan dan instansi. Dalam penyelesaian laporan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada: 1. dr. Lopo Triyanto, Sp.B (K)Onk

2. Teman-teman Departemen stase bedah yang selama ini selalu memberikan dukungan Penulis menyadari bahwa selama penulisan ini, penulis masih mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis menerima saran dan kritikan untuk menyempurnakan referat ini.

Purwokerto, Februari 2019

Penulis

BAB I TINJAUAN PUSTAKA A. Rongga Mulut Regio Cavum Oris Cavum oris dapat dibagi menjadi beberapa regio yang penting pada pemeriksaan sistematik rongga mulut, misalnya untuk prosedur diagnosa penyakit dan penentuan desain geligi tiruan. Regio yang paling penting adalah: 1 a. Vestibulum oris, dikelilingi oleh pipi dan labium oris di bagian luar dan gingiva serta gigi geligi di bagian dalam. b. Lingua adalah organ otot yang dapat bergerak dan berperan penting dalam proses pengunyahan, menelan, mengisap dan bicara. Pada keadaan istirahat dan ketika cavum oris tertutup, lingua akan mengisi cavum oris, terletak bersandar terhadap permukaan lingua gigi geligi di balik permukaan inferior palatum molle dan palatum durum. c. Dasar mulut d. Regio retromolar, merupakan daerah penting yang meluas dan bagian belakang molar terakhir rahang bawah kebawah menuju bagian belakang molar terakhir rahang atas. e. Atap cavum oris, terbentuk dari palatum durum dan molle f. Gigi geligi atas dan bawah g. Glandula Cavum Oris Glandula-glandula yang membuka ke cavum oris terdiri dari tiga glandulae salivaniae majores, yaitu parotidean, submandibularis dan sublingualis. h. Otot-otot Cavum Oris terdiri dari: 1) Otot labium oris dan pipi 2) Otot lingua 3) Otot dasar mulut (otot mylohyoideus dan geniohyoideus) 4) Otot palatum molle 5) Otot pengunyahan

B. Kelainan Rongga Mulut a. Kongenital Kelainan kongenital adalah salah satu penyebab utama kematian bayi di negara maju maupun negara berkembang. Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat

berupa satu jenis kelainan saja atau dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital secara bersamaan sebagai kelainan kongenital multipel. Kadangkadang suatu kelainan kongenital belum ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa waktu setelah kelahiran bayi. Sebaliknya dengan kemajuan teknologi kedokteran, kadang-kadang suatu kelainan kongenital telah diketahui selama kehidupan fetus. Bila ditemukan satu kelainan kongenital besar pada bayi baru lahir, perlu kewaspadaan kemungkian adanya kelainan kongenital ditempat lain. Perlu dibedakan antar istilah “kongenital“ dan “genetik“. Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir dan yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik.2 Kelainan ini dapat berupa penyakit yang diturunkan (didapat atas salah satu atau kedua orangtua) atau tidak diturunkan.3 Kadang-kadang suatu kelainan kongenital belum ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa saat setelah kelahiran bayi. Selain itu, pengertian lain tentang kelainan sejak lahir adalah defek lahir, yang dapat berwujud dalam bentuk berbagai gangguan tumbuh-kembang bayi baru lahir, yang mencakup aspek fisis, intelektual dan kepribadian.4 Kegagalan atau ketidaksempurnaan dalam proses embriogenesis dapat menyebabkan terjadinya malformasi pada jaringan atau organ. Sifat dari kelainan yang timbul tergantung pada jaringan yang terkena, penyimpangan, mekanisme perkembangan, dan waktu pada saat terjadinya. Patofisiologi Berdasarkan patogenesis, kelainan kongenital dapat diklasifikasikan sebagai berikut:5 

Malformasi Malformasi adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau ketidaksempurnaan

dari

satu

atau

lebih

proses

embriogenesis.

Perkembangan awal dari suatu jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat atau menyimpang sehingga menyebabkan terjadinya suatu kelainan struktur yang menetap. Beberapa contoh malformasi misalnya bibir sumbing dengan atau tanpa celah langit-langit5



Deformasi Deformasi didefinisikan sebagai bentuk, kondisi, atau posisi abnormal bagian tubuh yang disebabkan oleh gaya mekanik sesudah pembentukan normal terjadi 5



Disrupsi Disrupsi adalah defek morfologik satu bagian tubuh atau lebih yang disebabkan oleh gangguan pada proses perkembangan yang mulanya normal. Ini biasanya terjadi sesudah embriogenesis. Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh tekanan mekanik, disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau perlekatan.5



Displasia Patogenesis lain yang penting dalam terjadinya kelainan kongenital adalah displasia. Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan struktur) akibat fungsi atau organisasi sel abnormal, mengenai satu macam jaringan di seluruh tubuh. Sebagian kecil dari kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia di dalam sel, biasanya mengenai kelainan produksi enzim atau sintesis protein. Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen. Karena jaringan itu sendiri abnormal secara intrinsik, efek klinisnya menetap atau semakin buruk. Ini berbeda dengan ketiga patogenesis terdahulu. Malformasi, deformasi, dan disrupsi menyebabkan efek dalam kurun waktu yang jelas, meskipun kelainan yang ditimbulkannya mungkin berlangsung lama, tetapi penyebabnya relatif berlangsung singkat.

Displasia dapat terus-menerus menimbulkan

perubahan kelainan seumur hidup.5 b. Infeksi Mikroorganisme terdiri dari bakteri, virus, jamur dan lain-lain. Didalam rongga mulut manusia terdapat banyak mikroorganisme baik flora normal maupun yang patogen. Kondisi rongga mulut yang berhubungan langsung dengan saluran nafas bagian atas dan rongga hidung (nasal cavity) memungkinkan mikroorganisme dari organ tersebut dapat masuk ke rongga mulut dengan penetrasi maupun

kontaminasi lewat dahak (sputum) dan bercampur dengan saliva. Tipe mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit dibagi menjadi 3 kategori, yaitu: 

Bakteri Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang sehat. Keberadaan bakteri disini sangat penting dalam melindungi tubuh dari datangnya bakteri patogen. Tetapi pada beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia tersebut mempunyai toleransi yang rendah terhadap mikroorganisme. Bakteri patogen lebih berbahaya dan dapat menyebabkan infeksi baik secara sporadik maupun endemik. Contohnya: Bakteri aerob dan fakultatif anaerob yang dapat berada dirongga mulut: a) Golongan Gram-negatif: (Escherichia coli, Proteus vulgaris, Klebsiella pneumonia, influenza,

Eikenella

corrodens,

Actinobacillus

Bordetellapertussis,

actinomycetemcomitannc,

Haemophilus Campylobacter

rectus). b)

Golongan

Gram

negatif

diplococcic:(Moraxella

catarrhalis,

Neisseriameninggitis, Neisseria flavescens, Neisseria gonorrhoeae) c)

Golongan

Gram-positif

dan

coryneform

bacteria

(Lactobacillusacidophilus, Corynebacterium diphteriae) d) Golongan Staphylococci: (Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermis, Staphyloccocus spp.) e)

Golongan

Streptococci:

(Streptococcus

mutans,

Streptococcus

salivarius, Streptococcus milleri, Streptococcus sangius, Streptococcus pyogenes, Streptpcoccus pneumonia, Streptococcus Spp. Enterococcus faecalis) f) Golongan Enterococcus spp: Spirochetes (Treponema pallidum) Mycoplasmas (Mycoplasma pneumonia) Bakteri anaerob dirongga mulut meliputi: a) Golongan Gram-negatif: (Prophyromonas Gingivalis, Prevotella Intermedia, Prevotella Melaninogenica, Prevotella Oralis, Prevotella Spp,

Fusobacterium

Nucleatum,

Fusobacterium

Spp,

Bacteroides

Spp,

Verillonella Spp) b) Golongan Gram-positif: (Arachnia Spp, Bifidobacterium Spp, Eubacterium Spp, Propionibacterium Spp, Peptostreotococcus Micros, Peptostreptococcus Spp) c)

Golongan

yang

membentuk

spora:

Actinomycetes

(Actinomysesviscosus, Actinomyces Israelii, Actinomyses Spp) d) Bakteri yang terdapat dirongga mulut akibat penyakit gigi dan periodontal: • Bakteri penyebab

karies: Streotococcus Mutans, Lactobacillus

Acidophilus Dan Actinomyces Viscosus. • Bakteri anaerob yang menyebabkan periodontitis: Porphyromonas Gingivalis, Prevotella Intermedia Dan Peptostreptococcus Micros. 

Virus Banyak kemungkinan infeksi disebabkan oleh berbagai macam virus, termasuk virus hepatitis B dan C dengan media penularan dari transfusi, suntikan dan endoskopi. Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus, dan enteroviruses yang dapat ditularkan dari kontak tangan ke mulut. Hepatitis dan HIV ditularkan melalui pemakaian jarum suntik, dan transfusi darah. Perjalanan penularan untuk virus sama seperti mikroorganisme lainnya. Virus lain yang sering menyebabkan infeksi adalah cytomegalovirus, Ebola, influenza virus, herpes simplex virus, dan varicella-zoster virus, juga dapat ditularkan.



Protozoa dan Jamur Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan mudah ke orang dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit dapat timbul selama pemberian obat antibiotika bakteri dan obat immunosupresan, contohnya infeksi dari Candida albicans, Aspergillus spp, Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium.

c. Neoplasma Kanker Rongga Mulut Kanker rongga mulut adalah kanker yang berasal dari epitel yang melapisi mukosa rongga mulut dan organ-organ rongga mulut dan kelenjar ludah (terutama minor) yang berada di dinding rongga mulut. Dengan demikian, yang termasuk organ-organ rongga mulut adalah sebagai berikut: 1. Bibir atas dan bawah 2. Lidah dua pertiga bagia anterior 3. Mukosa bucca/pipi 4. Dasar mulut 5. Gingiva maxillae et mandibulae 6. Trigonum retromolare 7. Pallatum durum et molle Tidak termasuk kanker rongga mulut ialah: 1. Sarcoma jaringan lunak pada pipi atau bibir, sarcoma syaraf perifer 2. Rongga mulut intak 3. Tumor-tumor ganas odontogenik yang berasal dari mandibular ataupun dari maxilla 4. Karsinoma kulit pipi, bibir

Epidemiologi Kanker rongga mulut lebih sering dijumpai di Negara berkembang dibandingkan di Negara maju. Angka insiden di Indonesi tidak diketahui dengan pasti, karena tidak adanya communitybased cancer registry. Kanker rongga mulut lebih banyak dijumpai pada laki-laki dengan perbandingan 3/2: 2/1, mekipun pada laki-laki cenderung menurun pada 2 dekade terakhir, sedangkan pada wanita menetap. Usia median penderita kanker rongga mulut adalah 60 tahun, tetapi

angka insiden pada penderita muda cenderung menurun, sedangkan pada wanita menetap.

Etologi dan Faktor Risiko Penggunaan tembakau dan cerutu merupakan faktor risiko untuk kejadian kanker rongga mulut. Konsumsi alkohol dan minuman juga meningkatkan risiko, tertutama dikombinasi dengan merokok. Gigi palsu yang kurang tepat juga memberikan iritasi kronis dan dapat menyebabkan terjadinya kanker rongga mulut. Diperkirakan suatu genetic susceptibility yang berhubungan dengan karsinogen metabolizing system, DNA repair defect, cell cycle control apoptosis, gangguan fungsi enzim Gluthation S transferase, kerusakan atau mutasi P53. Infeksi virus EBV dan HPV berhubungan dengan karsinoma faring dan diperkirakan dalam kanker rongga mulut. Kanker sel squamous rongga mulut menduduki peringkat ke-6 terganas di dunia. Tersebarnya human papiloma virus (HPV) di rongga mulut pada pasien yang positif mengidap penyakit infeksi HPV terdapat lokasi-lokasi yang predominan, yaitu perbatasan vermilion bibir, sudut bibir, dan palatum durum. Lokasi-lokasi ini cenderung untuk terjadinya lesi mulut dan berpotensi untuk terjadinya keganasan. Penelitian terbaru mengatakan risiko terjadinya kanker rongga mulut meningkat pada pekerja lama di industri kayu, ini disebabkan karena terpaparnya suatu bahan kimia karsinogenik yaitu phenoxyacetic acid. Terlepas dari kanker mulut, phenol sudah diketahui meningkatkan risiko nasal carcinoma dan nasopharingeal carcinoma. Radiasi ini meningkatkan risiko terjadinya kanker pada bibir, ini ditemukan pada laki-laki berkulit putih di Amerika Serikat dengan insiden 4 per 100.000 penduduk sebelum abad ke-20. Seiring bertambahnya waktu, risiko terhadap kanker ini berkurang karena berkurangnya paparan sinar matahari akibat sedikitnya pekerjaan/aktivitas diluar rumah.

Defisiensi vitamin A menyebabkan proses keratinisasi yang berlebihan pada kulit di membran mukosa. Vitamin A juga memiliki fungsi protektif dan preventif terjadinya prakanker mulut dan kanker mulut. Jumlah kandungan retinol dalam darah dan jumlah kandungan beta-karoten pada makanan dipercayai dapat mengurangi risiko leukoplakia dan squamous cell carcinoma pada mulut. Lecithin Retinol Acyltranferase (LRAT) dalam meregulasi metabolism retinol (vitamin A) dengan cara mengesterifikasi retinol, pada orang-orang dengan defisiensi enzim ini yang ditemukan pada orang dengan penyakit kanker di kepala. dan leher dan meningkatkan risiko untuk terjadinya kanker rongga mulut. Infeksi sifilis di tingkat tersier sudah dibuktikan memiliki hubungan yang kuat dengan berkembangnya kanker lidah di bagian dorsal. Penelitian ini menyebutkan risiko relatifnya mencapai empat kali. Selain itu, seseorang yang menderita karsinoma lidah memiliki risiko lima kali untuk hasil yang positif pada pemeriksaan serologi terhadap antigen sifilis dibanding pada pasien yang tidak memiliki kanker lidah. Terlepas dari itu, infeksi sifilis yang disertai memiliki keganasan pada rongga mulut jarang karena infeksi tersebut telah terdiagnosa sekaligus terobati sebelum onset ditingkat tersier. Hiperplastik kandidiasis sering menjadi kondisi prakanker di rongga mulut. Oleh karena lesi ini seperti plak berwarna putih yang tidak bisa diangkat, ini juga dikenal sebagai candidal leukoplakia. Namun, sulitnya dalam membedakan klinis dan histopatologi hiperplastik kandidiasis dengan leukoplakia yang disebabkan oleh kandidiasis. Sebuah penelitian eksperimen menunjukkan bahwa beberapa jenis Candida albicans menyebabkan lesi hiperkeratosis pada lidah pada bagian dorsal tikus tanpa disertai faktor-faktor lainnya. Walaupun Candida spp. secara umum menyebabkan perkembangan kanker mulut dan esofagus, namun petogenesis dan patomekanisme masih belum dapat dijelaskan dengan pasti. C. albicans merupakan mikroorganisme yang normal dalam rongga mulut dan bisa menjadi agen penyebab suatu penyakit apabila terganggunya ekosistem dalam rongga mulut.

Klasifikasi Kanker Rongga Mulut Berdasarkan Letak Berdasarkan lokasinya kanker rongga mulut dibagi atas beberapa lokasi, yaitu : 1. Karsinoma di bibir, sebanyak 25-30% pada kanker rongga mulut dan tersering di bibir bawah. hampir 90% lesi terdapat di bibir bawah. 2. Karsinoma di lidah, insiden ini sebanyak 25-40% dan menurut, karsinoma ini merupakan lokasi tersering pada kejadian kanker rongga mulut yang biasanya terletak di bagian postero-lateral, permukaan ventral lidah (20%) dan 4% di dorsal. 3. Karsinoma di dasar lidah, karsinoma ini menduduki urutan kedua tersering pada karsinoma rongga mulut sebanyak 15-20% dan menurut, dasar lidah paling sering di jumpai pada laki-laki, dan dewasa ini meningkat juga pada perempuan. Karsinoma di dasar lidah memiliki jumlah 35% pada bagian dalam rongga mulut, dan lokasi terseringnya di garis tengah lidah dekat dengan frenulum 4. Karsinoma di mukosa bukal dan gingiva, lesi mukosa bukal bersamaan dengan lesi gingiva memiliki insiden 10% pada squamous cell carcinoma rongga mulut. Karsinoma di gingiva, lesi mukosa bukal bersamaan dengan lesi gingiva memiliki insiden 10% pada squamous cell carcinoma rongga mulut. 5. Karsinoma di palatum, kanker ini memiliki insiden sebanyak 10-20% pada karsinoma rongga mulut. Namun, kejadian kanker di palatum durum masih sangat jarang dibanding palatum molle.

Klasifikasi Histopatologi Macam-macam hsitopatologi yang dapat ditemukan: 1.

Squamous cell carcinoma

2.

Adenocarcinoma

3.

Adenoid cystic carcinoma

4.

Melanoma maligna

5.

Lymphoma Sebagian besar kanker rongga mulut merupakan tipe Squamous cell carcinoma,

meskipun tidak jarang dijumpai tipe histopatologi lain yang berasal dari glandula salivarius minor, mucoepidermoid carcinoma, adenoid cystic carcinoma, acinic cell ca, dan sebagainya. Muncul dan meningkatnya insiden HIV pada masyarakat dunia, meningkatkan insiden Kaposi sarcoma yang sering dijumpai pada mukosa palatum. Sarcoma dari tulang mandibular ataupun dari maxilla dapat dijumpai yang potrusi ke rongga mulut. Yang perlu dilaporkan dari hasil pemeriksaan specimen patologi pada klinisi bedah harus meliputi; 1.

Tipe histopatologi tumor

2.

Grading histologis

3.

Pemeriksaan atau deskripsi pTNM (pathological atau postsurgical staging)

Stadium Klinis Std 0

T Tis

N N0

M M0

I II

T1 T2

N0 N0

M0 M0

TNM T0 Tis T1 T2 T3 T4a T4b

III

IVa

T3 T1 T2 T4

N0 N1 N1 N0,N1

M0 M0 M0 M0

N0 N1 N2a

Keterangan Tidak ditemukan tumor Tumor in situ Tumor ≤ 2cm Tumor > 2cm - ≤ 4cm Tumor > 4cm Tumor bibir -> infiltrasi tulang alveolaris inferior dasar mulut, kulit Infiltrasi masticator space, pterygoid plate skull base encasement a.carotis Tidak ada metastase pada KG Meta ipsilateral 1 KGB ≤ 3cm Meta ipsilateral 1 KGB > 3cm - =6cm

Any T

N1 N2

M0 M0

IVb

Any T

N3

M0

IVc

AnyT

AnyN

M1

N2b N2c N3

Meta multiple ≤ 6cm Meta bilateral/kontralateral ≤ 6cm Meta KGB >6cm

M0 M1

Tidak ditemukan metastasis jauh Metastasis jauh

Pemeriksaan klinis 1.

Anamnesis Anamnesis dtujukkan pada hal-hal dibawah ini: a. Keluhan utama (spesifik untuk kanker rongga mulut: nyeri, kesulitan makan, menelan dan berbicara) b. Perjalanan penyakit, onset dan progresivitas c. Faktor risiko d. Pengobatan yang pernah didapatkan (bedah, kemoterapi radioterapi) e. Hasil pengobatan f. Keterlambatan dan pengobatan alternatif

2.

Pemeriksaan fisik Status lokalis pasien meliputi inspeksi, palpasi dan palpasi bimanual: a. Melihat lokasi tumor dalam rongga mulut b. Diperiksa dengan alat bantu yang cukup, seperti lampu kepala dan spaltel lidah c. Seluruh rongga mulut diperiksa secara teliti d. Bentuk tumor e. Untuk inspeksi orofaring, lidah haruus dijulurkan keluar sejauh mungkin, atau dibantu dengan ditarik sejauh mungkin keluar oleh pemeriksa f. Palpasi tumor rongga mulut harus dilakukan dengan halus atau gentle, harus tidak nyeri g. Palpasi bimanual, dengan memeriksa satu/dua jari di dalam mulut dan jari-jari tangan lain memeriksa dari luar. Hal ini membantu menemukan asal tumor, indurasi sekitar ulkus, tumor dasar mulut, ada tidaknya sealithiasid sealoadenitis yang kadang menyerupai tumor dasar mulut. h. Palpasi bimanual perlu dikerjakan dengan general aestesi ntuk memudahkan menentukan stadium T nya approach pembedahan ataupun operabiilitasnya

Status regional a. Inspeksi dan palpasi untuk memeriksa ada tidaknya pembesaran KGB leher b. Lokasi dan level pembesaran KGB c. Mobilitas KGB tersebut d. Jumlah dan ukuran KGB terbesar

Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan foto polos Foto polos manidbula, Foto thoraks untuk kepentingan melihat stadium b. USG Untuk evaluasi KGB leher dan USG liver untuk evaluasi metastasis c. CT scan/MRI Untuk melihat ekstensi tumor d. PET Scan (FloruoDeoxyGlucose PET) Memberikan informasi akurat akan adanya tumor primer yang kecil, bahkan sebesar <4mm. Pemeriksaan laboratorium Untuk pemeriksaan dasar, untuk melihat ada tidaknya komorbiditas dan sebagai persiapan terapi, baik terapi bedah, kemoterapi maupun radioterapi. Pemeriksaan Patologi Pemeriksaan histopatologi untuk melihat tipe histopatologi, diferensiasi atau grading, adanya invasi sel kanker pada pembuluh darah dan limfe. Pemeriksaan patologi dilakukan dari sel atau jaringan didapatkan dari FNA, biopsy terbuka dan specimen bedah.

Terapi Penatalaksanaan kanker rongga mulut harus bersifat multidisipliner yang akan melibatkan beberapa disiplin dalam onkologi, yaitu antara lain. 1. Surgical oncologist 2. Oncoplasty surgeon

3. Radiatin oncologist 4. Medical oncologist 5. Oral/maxilla-facial surgeon 6. Rehabilitation specialist (speech therapist, physical therapist) Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan kanker rongga mulut ialah dengan eradikasi dari tumor, pengembalian fungsi dari rongga mulut serta aspek kosmetik/penampilan penderita. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan macam terapi adalah: 1.

Umur penderita

2.

Keadaan umum penderita

3.

Fasilitas yang tersedia

4.

Kemampuan dokternya

5.

Pilihan penderita Untuk lesi kecil (T1-T2), tindakan operasi atau radiasi saja dapat memberikan

angka kesembuhan yang tinggi. Dengan catatan bahwa radioterapi saja pada T2 memberikan angka kekambuhan yang cukup tinggi daripada tindakan operasi. Untuk T3-T4 terapi kombinasi operasi dan radioterapi memberikan hasil yang paling baik. Pemberian neo-adjuvant radioterapi dan atau kemoterapi sebelum tindakan operatif dapat diberikan pada kanker rongga locally advanced (T3-T4). Radioterapi dapat diberikan secara interstitial atau eksternal, tumor yang eksofitik dengan ukuran kecil akan lebih banyak berhasil daripada tumor yang endofitik dengan ukuran besar. Peran kemoterapi pada penanganan kanker rongga mulut masih belum banyak, dalam tahap penelitan, kemoterapi hanya dipakai sebagai neo-adjuvant preoperatif atau adjuvant post operative untuk sterilisasi kemungkinan adanya mikrometastase. Kanker rongga mulut terutama jenis SCC, memeberikan respons yang cukup baik terhadap pemberian kemoterapi. Kemoterapi dipergunakan sebagai terapi neo adjuvant, terutama pada operable local advanced oral SCC dengan hasil yang sama, dibandingkan dnegan modalitas bedah dan radioterapi pasca bedah/adjuvant. Pemberian kemoterpi adjuvant belum menjadi modalitas terapi yang established, terutama ditunjukan pada mikrometastasis. Sebagai pedoman terapi untuk kanker rongga mulut:

Std

TNM

Operasi

I

T1N0M0

Eksisi radikal

Atau

Keratif, 50-70 Gy

II

T2N0M0

Eksisi radikal

Atau

Kuratif, 50-70 Gy

III

T3N0M0 T1,2,3N1M0 T4N0,1M0 TiapTN2M0 TiapTN3M0 Operable

Eksisi radikal

Dan

Post op 30-40Gy

Eksisi radikal Dan kecuali T4b Dan Eksisi radikal kecuali T4b

Post op 30-40 Gy Post op 30-40 Gy Paliatif, 50-70 Gy

Dan CT

Paliatif

Paliatif

Paliatif

Operasi untuk residif post RT Tidak dianjurkan

RT untuk residif Dan CT post op Tidak dianjurkan CT

IVA IVB

Inoperable TiapT TiapNM1

IVC Residif local Metastase

Radioterapi

Kemoterapi Tidak dianjurkan Tidak dianjurkan Dan CT

1. Karsinoma bibir T1: eksisi luas atau radioterapi T2: eksisi luas bila mengenai komisura, radioterapi akan memberikan kesembuhan dengan fungsi dan kosmetik lebih baik T3: eksisi luas +deseksi suprahioid+radioterpi pasca bedah 2. Karsinoma dasar mulut T1: eksisi luas atau radioterapi T2: tidak lekat dengan periosteum → eksisi luas Lekat dengan periosteum → eksisi luas dengan mandibulektomi marginal T3,4: eksisi luas dengan mandibulektomi marginal + diseksi supraomohioid+ radioterapi pasca bedah 3. Karsinoma lidah T1,2: eksisi luas dan radioterapi T3,4: eksisi luas + diseksi supraomohioid+ radioterapi pasca bedah 4. Karsinoma bukal T1,2: eksisi luas bila mengenai komisura, radioterapi akan memberikan kesembuhan dengan fungsi dan kosmetik lebih baik

T3,4: eksisi luas + diseksi supraomohioid+ radioterapi pasca bedah 5. Karsinoma gingiva T1,2: eksisi luas dengan mandibulektomi marginal T3: eksisi luas dengan mandibulektomi marginal + diseksi supraomohioid+ radioterapi pasca bedah T4(Infiltrasi tulang/ cabut gigi setelah ada tumor): eksisi luas dengan mandibulektomi marginal + diseksi supraomohioid+ radioterapi pasca bedah 6. Karsinoma palatum T1: eksisi luas sampai periosteum T2: eksisi luas sampai tulang dibawahnya T3: eksisi luas sampai tulang dibawahnya + diseksi supraomohioid+ radioterapi pasca bedah T4 (infiltrasi tulang): maksilektomi infrastruktural parsial/total tergantung luas lesi + diseksi supraomohioid+ radioterapi pasca bedah

Terapi Paliatif Terapi paliatif adalah untuk memperbaiki kualitas hidup penderita dan mengurangi keluhannya terutama untuk penderita yang tidak dapat disembuhkan lagi. Terapi paliatif diberikan pada penderita kanker rongga mulut yang: a. stadium IV yang telah menunjukkan metastase jauh b. terdapat komordibitas yang berat dengan haprapan hidup yang pendek c. terpi kuratif yang gagal d. usia sangat lanjut Keluhan yang harus dipaliasi antara lain: a. Loko regional: ulkus di mulut atau di leher, nyeri, sukar makan, minum, menelan mulut berbau, anoreksia, dan fistula oro-kutan b. Sistemik: nyeri, batuk, sesak nafas, berat badan menurun, sukar berbicara, dan badan lemah d. Trauma Trauma oromaksilofasial berhubungan dengan cedera pada wajah atau rahang yang disebabkan oleh kekuatan, benda asing atau luka bakar, termasuk cedera pada salah satu

struktur tulang, kulit dan jaringan lunak pada wajah. Setiap bagian dari wajah mungkin dapat terpengaruh, mata dengan otot-ototnya, saraf dan pembuluh darahnya mungkin mengalami cedera sehingga dapat menyebabkan gangguan penglihatan, diplopia, pergeseran posisi dari bola mata dan tulang rongga mata dapat retak akibat pukulan yang kuat. Sementara di rongga mulut dapat menyebabkan gigi geligi goyang atau terlepas, kerusakan jaringan lunak seperti edema, kontusio, abrasi, laserasi dan avulsi. 6,7 e. Lain-lain Kelainan lain pada rongga mulut dapat disebabkan karena defisiensi hormonal alergi/ kelainan sistem imun rongga mulut.

DAFTAR PUSTAKA Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017, Histologi dan Anatomi Fisiologi Manusia bahan ajar keperawatan gigi, Jakarta: Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan.

Effendi. Buku Ajar Neonatologi, Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2008

Saifuddin, Abdul Bari. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2009.

Kemkes RI. Buku saku pelayanan kesehatan essensial. Jakarta: Kemkes RI. 2010 Graham JM, Shancez PA. Smith Recognizable Patter Of Human Deformation. Edisi 4. Philadelpia: Elsevier. 2016. Raymond J. Fonseca. Oral and maxillofacial trauma. 4th edition. St. Louis, Missouri. Saunders. 2013. part II. chap 4. Engin DA, Alper GS, Erdal K, Cemil K, Fevzi Y, Evvah K, Tamer D, Muge S. Assessment of maxillofacial trauma in emergency department. WJES. Turkey. 2014; 9: 13

Related Documents

Referat Bedah 1.docx
November 2019 36
1. Referat Bedah Cover.docx
December 2019 28
Referat Bedah 2.docx
April 2020 27
3. Referat Bedah Bab 1.docx
December 2019 23
Referat
May 2020 53

More Documents from ""