Referat Aldora.docx

  • Uploaded by: Devara Karunia
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Aldora.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,862
  • Pages: 40
REFERAT INFEKSI MENULAR SEKSUAL

Disusun oleh: Aldora Sindila Febriana 406172117

Pembimbing: dr. Erna Kristiyani, Sp.KK

KEPANITERAAN ILMU KULIT DAN KELAMIN PERIODE 31 DESEMBER 2018 – 3 Februari 2019 RSUD RAA SOEWONDO PATI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA 2018

LEMBAR PENGESAHAN

Nama mahasiswa

: Aldora Sindila Febriana

NIM

: 406172117

Bagian

: Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Periode

: 31 Desember 2018 – 3 Februari 2019

Judul

: Infeksi Menular Seksual

Pembimbing

: dr. Erna Kristiyani, Sp.KK

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal : Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit RAA Soewondo Pati.

Pati, 8 Januari 2019

dr. Erna Kristiyani, Sp.KK

ii

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Infeksi Menular Seksual” dengan baik dan tepat waktu. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di Rumah Sakit RAA Soewondo Pati. Di samping itu, referat ini ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi kita semua tentang “Infeksi Menular Seksual”. Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada dr. Erna Kristiyani, Sp.KK selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini di Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam di RSUD RAA Soewondo Pati. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada rekan – rekan anggota Kepaniteraan Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD RAA Soewondo Pati serta berbagai pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita semua.

Pati, 8 Januari 2019

Penulis

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..........................................................................................................i LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................... ii KATA PENGANTAR .......................................................................................................iii DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iv BAB I ..................................................................................................................................1 BAB II .................................................................................................................................2 2.1 GONORE ..................................................................................................................... 2 2.2 SIFILIS ......................................................................................................................... 6 2.3 KLAMIDIOSIS............................................................................................................12 2.4 TRIKOMONIASIS VAGINALIS ..............................................................................14 2.5 BAKTERIAL VAGINOSIS ........................................................................................ 16 2.6 LIMFOGRANULOMA VENEREUM ......................................................................18 2.7 GRANULOMA INGUINALE ................................................................................... 21 2.8 ULKUS MOLLE .........................................................................................................23 2.9 KONDILOMA AKUMINATA ...................................................................................27 2.10 HERPES GENITALIS .............................................................................................. 31 BAB III ............................................................................................................................... 35 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................36

iv

BAB I LATAR BELAKANG Infeksi menular seksual (IMS) adalah infeksi yang cara penularannya terutama melalui hubungan seksual. Selain ditularkan melalui hubungan seksual, penularan IMS dapat terjadi dari ibu kepada janin dalam kandungan atau saat kelahiran, melalui produk darah atau transfer jaringan yang telah tercemar, kadang – kadang dapat ditularkan melalui alat kesehatan.1 IMS dahulu dikenal sebagai Penyakit Menular Seksual (PMS) tetapi sejak tahun 1988 istilah tersebut diubah menjadi IMS agat dapat menjangkau penderita asimtomatik. Penyakit yang termasuk ke dalam IMS adalah sifilis, gonore, ulkus mole, limfogranuloma venereum dan granuloma inguinale juga termasuk uretritis non gonore (UNG), kondiloma akuminata, herpes genitalis, kandidosis, trikomoniasis, bacterial vaginosis, dan lain-lain.2 Infeksi menular seksual (IMS) merupakan salah satu penyebab permasalahan kesehatan, sosial dan ekonomi di banyak Negara. WHO memperkirakan terdapat lebih dari satu juta kasus IMS terjadi di dunia setiap harinya. Setiap tahunnya, diperkirakan terdapat 357 kasus baru IMS dengan empat penyakit terbanyak adalah klamidiasis (131 juta), gonore (78 juta), sifilis (5,6 juta) dan trikomoniasis (143 juta). Sementara itu, lebih dari 500 juta orang hidup dengan herpes genital.3 Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa tengah, jumlah kasus baru IMS di provinsi Jawa Tengah tahun 2013 sebanyak 10.479 kasus, lebih tinggi disbanding tahun 2012 (8.671 kasus). Meskipun demikian kemungkinan kasus yang sebenernya di populasi masih banyak yang belum terdeteksi.5

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gonore 2.1. 1. Definisi dan Epidemiologi Gonore Gonore merupakan semua penyakit yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Setiap tahunnya terdapat lebih dari 600.000 orang terkena infeksi gonore di Amerika Serikat. Penyakit infeksi ini paling banyak terjadi pada remaja dan dewasa muda berusia 15 – 24 tahun. Partner seksual lebih dari satu, usia muda, pekerja seks komersial, penyalahgunaan alcohol, sosial ekonomi dan tingkat pendidikan rendah, penggunaan kondom yang tidak konsisten serta riwayat IMS merupakan faktor risiko terjadinya gonore.4

2.1. 2. Etiologi Gonore Neisseria gonorrhoeae termasuk bakteri gram negative golongan diplokokus berbentuk seperti biji kopi. Secara morfologik gonokok ini terdiri dari 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai pili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai pili dan bersifat nonvirulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan menimbulkan reaksi radang. Daerah yang paling mudah terinfeksi ialah daerah dengan mukosa epitel kuboid seperti uretra, serviks, rectum, faring dan konjungtiva.2

2.1. 3. Manifestasi Klinis Gonore Masa inkubasi gonore pada laki-laki yaitu 2 – 8 hari. Hanya sekitar 10% bersifat asimtomatis. Manifestasi umum yang terjadi pada laki-laki adalah uretritis yang ditandai dengan keluarnya duh profus purulen dari orifisium uretra eksternum. Inflamasi pada mukosa uretra anterior menyebabkan nyeri atau rasa panas saat berkemih, eritem dan edema pada orifisium uretra eksternum. Pada beberapa kasus, banyaknya jaringan inflamasi

2

membuat seluruh penis bagian bawah menjadi bengkak sehingga disebut “bull head clap”. Nyeri dan bengkak pada testis menunjukan adanya epididimitis atau orkitis. Berbeda dengan laki-laki, 50% wanita yang terinfeksi N. gonorrhoeae bersifat asimtomatik. Infeksi pada wanita umumnya mengenai endoserviks. Kadang timbul gejala uretritis seperti keluarnya duh mukopurulen, rasa gatal pada vagina dan nyeri saat berkemih. Lokasi infeksi lainnya adalah kelenjar Bartolin dan kelenjar Sken yang menimbulkan pembengkakan dan nyeri tekan pada daerah tersebut. Kuman dapat menginvasi uterus, tuba falopi dan ovary yang menyebabkan penyakit radang panggul.

Neonatus juga dapat terinfeksi N. gonorrhoeae melalui jalur lahir pada persalinan normal. Manifestasi yang umum adalah keluarnya cairan tubuh purulen pada mata atau disebut ophtalmia neonatorum. Infeksi tersebut dapat menyebakan perforasi atau jaringan parut pada kornea. Sementara, infeksi gonore genital atau faringeal pada anak-anak menunjukan adanya pelecehan seksual.4

2.1. 4. Pemeriksaan Penunjang Gonore Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis gonore adalah: a. Sediaan langsung

3

Pengecatan Bram dilakukan dengan bahan duh tubuh pada pria diambil dari daerah fosa navikularis sedangkan pada wanita diambil dari uretra, muara kelenjar Bartholin dan endoserviks. Pemeriksaan gram dari duh uretra pada pria memiliki sensitivitas tinggi (90-95%) dan spesifitas 95-99%. Sedangkan dari endoserviks, sensitivitasnya hanya 45-65% dengan spesifitas 90-99%. b. Kultur Media transport yang dapat digunakan adalah media stuart dan media transgrow. Media stuart hanya untuk transport saja, sehingga perlu ditanam kembali pada media pertumbuhan. Media transgrow merupakan media transport yang selektif dan nutritif untuk N. gonorrhoeae. Media ini dapat bertahan hingga 96 jam dan merupakan gabungan media transport dan media pertumbuhan sehingga tidak perlu ditanam pada media pertumbuhan. Tiga media pertumbuhan yang dapat digunakan adalah media ThayerMartin, modifikasi Thayer-Martin dan agar coklat McLeod. Media Thayer-Martin selektif untuk mengisolasi gonokok. Pada modifikasi Thayer-Martin, isinya ditambah dengan trimetoprim untuk mencegah pertumbuhan kuman Proteus spp. Pemeriksaan kultur dari duh uretra pria, sensitivitasnya lebih tinggi (94-98%) dari duh endoserviks (85-95). Sedangkan spesifitas dari ke dua bahan tersebut sama yaitu lebih dari 99%. c. Tes definitif Tes oksidasi dilakukan dengan cara reagen oksidasi yang mengandung larutan tetrametil-p-fenilendiamin hidrokorida 1% ditambahkan pada koloni gonokok tersangka. Semua Neisseria memberi reaksi positif dengan perubahan warna koloni yang semula bening berubah menjadi merah muda sampai merah lembayung. Tes oksidasi dilanjutkan dengan tes fermentasu memakai glukosa, maltose, dan sukrosa. Kuman gonokok hanya meragikan glukosa. d. Tes Thompson Tes ini berguna untuk mengetahui sampai dimana infeksi sudah berlangsung tanpa melakukan pemeriksaan laboratorium. Syarat pengambilan urin :Urin dalam 4

kandung kemih sedikitnya 80 – 100 ml, sebaiknya setelah bangun pagi, urin dibagi ke dalam 2 gelas, tidak boleh menahan miksi dari gelas I ke gelas II.2 Gelas I

Gelas II

Makna

Jernih

Jernih

Tidak ada infeksi

Keruh

Jernih

Infeksi uretritis anterior

Keruh

Keruh

Panuretritis

Jernih

Keruh

Tidak mungkin

2.1. 5. Diagnosis Banding Gonore4

2.1. 6. Tatalaksana Gonore Pada 10-30% orang dengan infeksi gonokokus terjadi bersamaan dengan infeksi Chlamydia.

Karena

itu,

terapi

kombinasi

doksisiklin

atau

azitromisin

telah

direkomendasikan dan telah terbukti efektif. Kombinasi tersebut juga mengurangi terjadinya resistensi antimikroba. Pada ophthalmia neonates gonokokus diberikan ceftriakson 25-50 mg/kg IV atau IM, tidak lebih dari 125 mg dalam dosis tunggal.4

5

2.1. 7. Komplikasi Gonore Pada wanita, gonore dapat menimbulkan komplikasi penyakit radang panggung. Penyakit radang panggul dapat mengakibatkan jaringan parut pada tuba sehingga menyebabkan infertilitas atau kehamilan ektopik. Komplikasi local yang dapat terjadi pada laki-laki berupa tisonitis, parauretritis, littritis, dan cowperitis. Selain itu, infeksi dapat pula menjalar ke atas sehingga terjadi prostatitis, vesikulitis, funikulitis, epididimitis yang dapat menyebabkan inferilitas.2 2.2. Sifilis 2.2.1. Definisi dan Epidemiologi Sifilis Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum, merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik, selama perjalanan penyakit dapat menyerang seluruh organ tubuh, ada masa laten tanpa manifestasi di tubuh, dan dapat ditularkan kepada bayi dalam kandungan.2 Pada tahun 2009 dilaporkan sebanyak 44.828 kasus terjadi, mengalami penurunan 3% dari tahun 2008. Sebanyak 13,997 kasus primer dan sekunder, 13,066 kasus laten dini dan 17,338 kasus laten lanjut.4

6

2.2.2. Etiologi Sifilis Sifilis disebabkan oleh Treponema pallidum yang merupakan bakteri gram negative, berbentuk spiral dan motil. Sifilis ditularkan melalui kontak langsung dari lesi yang infeksius. Treponema masuk melalui selaput lendir yang utuh, atau kulit yang mengalami abrasi, menuju kelenjar linfe, kemudian masuk ke dalam pembuluh darah, dan diedarkan ke seluruh tubuh. Sekitar 3 minggu setelah Treponema masuk, di tempat masuk pada tubuh timbul lesi primer berupa ulkus.

2.2.3. Manifestasi klinis sifilis -

Sifilis Primer

Sifilis primer ditandai dengan satu atau lebih ulkus yang muncul 3 minggu setelah kontak. Lesi awal biasanya berupa makula berwarna merah gelap lalu menjadi papul dan kemudian menjadi ulkus berbentuk bulat sampai oval. Ulkus nya disebut ulkus durum dengan diameter 1-2 cm, batas tegas dan teratur, bagian yang mengelilingi lesi meninggi dan keras sera tidak ada rasa nyeri. Pembesaran KGB muncul 7-10 hari setelah ulkus muncul. Pada laki-laki, ulkus biasanya berada di glans penis, sulkus koronarius dan kulit kulup. Pada wanita, biasanya terdapat di serviks, labia mayora, labia minora, fourchete dan uretra. Lesi primer akan sembuh spontan dalam waktu 4 – 6 minggu tanpa pengobatan dan 1-2 minggu dengan pengobatan.4

7

-

Sifilis sekunder Sifilis sekunder ditandai dengan lesi mukokutan local atau difus disertai dengan pembesaran KGB generalisata dan bukti laboratorium. Lesi sifilis sekunder biasa disebut sifilids atau jika mengenai kulit disebut sifiloderm yang muncul 3-12 minggu setelah ulkus muncul. Pada 25% kasus, lesi sifilis sekunder muncul saat ulkus masih ada. Lesi kulit biasanya simetris berbentuk makula eritematosa, papul, papuloskuamosa (Biette’s collarette) atau likenoid. Pada kulit kepala dijumpai alopesia yang disebut motheaten alopecia yang dimulai di daerah oksipital. Papul basal yang dijumpai di daerah lelmbab disebut kondiloma lata.Tanpa pengobatan, sifilis sekunder dapat sembuh dalam 4-12 minggu.4

8

-

Sifilis Laten Sifilis laten merupakan stadium sifilis tanpa gejala klinis, akan tetapi pemeriksaan serologis reaktif. CDC membagi sifilis laten menjadi tiga subkategori menjadi laten dini, laten lanjut dan sifilis laten dengan durasi yang tidak diketahui. Sifilis laten dini dapat didiagnosis bila memenuhi dua dari tiga kriteria yaitu terdapat serokonversi atau peningkatan titer tes nontreponemal lebih dari 4 kali, gejala khas dari sifilis primer atau sekunder, partner seksual menderita sifilis primer atau sekunder, tes nontreponemal dan treponemal menunjukan hasil reaktif dalam 12 bulan. Sifilis laten dengan durasi yang tidak diketahui adalah subkategori sifilis latent pada pasien usia 13-35 tahun dengan titer tes nontreponemal ≥ 32 atau yang tidak memenuhi kriteria sifilis laten dini.4

-

Sifilis tersier Kelainan kulit pada sifilis tersier adalah guma berupa lesi nodular granulomatosa dengan nekrosis pusat, yang paling sering mempengaruhi kulit atau selaput lender, nodul berwarna merah muda atau plak yang berwarna kehitaman yang bervariasi dalam ukuran dari milimeter ke sentimeter, timbul di mana saja tetapi lebih umum pada kulit kepala, dahi bokong, dan area presternal, supraklavikula, atau pretibial. Gumma dapat tumbuh secara horizontal maupun vertical. Saat gumma sentral sembuh, lesi baru dapat berkembang di pinggiran, membentuk batas yang bergigi. Berbeda dengan lesi nodulouleratif, gumma lebih dalam dan lebih merusak. Guma dapat mendestruktif dari kartilago dan tulang hidung sehingga menyebabkan saddle nose. Selain guma, plak granulomatous psoriasiformis juga merupakan kelainan kulit sifilis tersier. Plak granulomatous psoriasiformis merupakan lesi berupa plak psoriasiformis. Nodul granulomatous yaitu lesi central healing yang berubah menjadi plak yang berbentuk anular & bersifat serpiginosa. Lesi sering terdapat pada lengan, punggung, dan muka.

9

-

Neurosifilis Pada semua jenis neurosifilis terjadi perubahan berupa endarteritis obliterans pada ujung pembuluh darah disertai degenerasi parenkimatosa yang mungkin sudah atau belum menunjukan gejala pada saat pemeriksaan. Neurosifilis dibagi atas 3 jenis, yaitu asimtomatik, neurosifilis meningovaskular dan neuroparenkimatosa.

- Sifilis Kongenital Sifilis congenital adalah sifilis yang disebabkan oleh infeksi T. pallidum di dalam kandungan. Infeksi transplasental dapat terjadi kapan saja selama kehamilan. Manifestasi klinis sifilis congenital tidak spesifik sama seperti infeksi yang disebabkan oleh CMV, toxoplasmosis, HSV, rubella dan infeksi lain. Sifilis congenital pada anak < 2 tahun disebut sifilis congenital dini. Lesi kulit terjadi segera setelah lahir, berupa lesi vesikobulosa yang akan berlanjut menjadi erosi yang tertutup krusta. Lesi kulit yang terjadi pada beberapa minggu kemudian berupa papuloskuamosa dengan distribusi simetris. Selain itu, terdapat lesi pada selaput lendir hidung, faring. Sekresi hidung disertai darah pada bayi yang baru lahir, merupakan tanda khas sifilis..

10

Sifilis congenital lanjut biasanya timbul setelah umur 2 tahun. Lebih dari setengah jumlah penderita tanpa manifestasi klinis, kecuali tes serologis yang reaktif. Manifestasi berupa jaringan parut (rhagades) yang timbul karena fisura pada kutan, saddle nose karena destruksi kartilago hidung, tulang frontal yang menonjol (Olympian brow), penebalan sternoklavikula (Higoumenakis sign). Gigi Hutchinson, gigi mulberry, keratitis interstitial dan gangguan nervus VII.4

2.2.4. Pemeriksaan Penunjang Sifilis -

Pemeriksaan lapangan gelap (dark field) Pemeriksaan dengan bahan diambil dari dalam lesi untuk menemukan T. pallidum.

-

Pemeriksaan antibody di dalam serum Tes yang menggunakan antibodi nonspesifik adalah tes Wasserman, tes Kahn, tes RPR (Rapid Plasma Reagin) dan VDRL (Venereal Disease Research Laboratory). Tes antibodi spesifik adalah tes TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay), TP Rapid (Treponema Pallidum Rapid), TP-PA (Treponema Pallidum Particle Agglutination Assay), FTA-ABS (Fluorescent Treponemal Antibody Absorption).2

11

2.2.5. Diagnosis Banding Sifilis4

2.2.6. Tatalaksana Sifilis4

2.3. Klamidiosis 2.3. 1. Definisi dan Epidemiologi Klamidiosis Klamidiosis adalah IMS yang paling banyak terjadi di Amerika Serikat dengan lebih dari 1,2 juta kasus dilaporkan terjadi pada tahun 2009. Kejadian klamidiosis adalah 409,2 per

12

100.000 penduduk, mengalami peningkatan sebanyak 3% dari tahun sebelumnya. Klamidiosis terjadi lebih banyak pada wanita usia 15 – 24 tahun.4

2.3. 2. Etiologi Klamidiosis Klamidiosis adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh bakteri Chlamydia Trachomatis. C. Trachomatis adalah bakteri non motil, gram negatif, obligat intraselular dengan 15 serotip. Penularan klamidiosis terjadi secara oral, anal atau hubungan seksual dengan gejala muncul 1-3 hari setelah paparan. Selain itu, klamidiosis juga dapat ditularkan melalui jalan lahir.4

2.3. 3. Manifestasi Klinis Klamidiosis Pada laki-laki, keluarnya duh tubuh berupa lendir yang jernih atau mukoid merupakan keluhan yang paling sering dijumpai. Keluhan umumnya muncul di pagi hari atau morning drops, tetapi bisa juga berupa bercak di celana dalam. Duh karena C. Trachomatis tidak lebih purulen, profus dan tidak spontan bila dibandingkan dengan gonore. Keluhan nyeri kencing yang bervariasi dari rasa terbakar sampai rasa tidak enak saat berkemih juga sering ditemui. Tetapi keluhan nyeri kencing tidak sehebat pada infeksi gonore. Keluhan lain seperti gatal di ujung kemluan, nyeri dan bengkak pada skrotum.2 Pada wanita, gejala sering tidak khas, asimtomatik atau ringan. Bila ada, keluhan berupa duh tubuh genital yang kekuningan.2 Di Amerika Serikat, C. Trachomatis merupakan penyebab tersering dari radang panggung. Gejala yang ditemui antara lain demam, nyeri perut bawah, nyeri pinggang, muntah, perdarahan pervaginam, dispareuni, nyeri goyang adnexa atau serviks pada pemeriksaan fisik. Neonatus dapat terkena konjungtivitis dan pneumonia setelah terinfeksi dari jalur lahir. Injeksi konjungtiva, keluarnya cairan purulen dan edem palpebra menandakan ophtalmia neonatorum.4

2.3. 4. Pemeriksaan Penunjang Klamidiosis

13

Klamidiosis dapat didiagnosis dengan cara kultur dari bahan endoserviks wanita, uretra laki-laki.

Selain

itu,

pemeriksaan

klamidiosis

dapat

dilakukan

dengan

tes

imunnofluorescent langsung dengan antibodi monoklonal, EIA, Probe DNA, tes amplifikasi asam nukleus 15 (Nucleic Acid Amplification Test, NAAT), yaitu PCR dan LCR atau dengan kultur sel NAAT bisa dilakukan dengan menggunakan spesimen urin.4 2.3. 5. Tatalaksana Klamidiosis4

2.4. Trikomoniasis Vaginalis 2.4.1. Definisi dan Epidemiologi Trikomoniasis Vaginalis Trikomoniasis vaginalis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis yang menginfeksi sekitar 2-3 juta wanita di Amerika Serikat. Diperkirakan, 180 juta wanita di dunia terinfeksi penyakit ini. Pada laki-laki bersifat asimtomatik sehingga sulit untuk mengetahui prevalensinya.

14

2.4.2. Etiologi Trikomoniasis Vaginalis T. vaginalis merupakan satu-satunya spesies Trichomonas yang bersifat pathogen pada manusia dan dapat dijumpai pada traktus urogenital. Parasit ini menginfeksi mukosa epitel sehingga menyebabkan ulkus kecil. T. vaginalis berbentuk ovoid dan berukuran antara 10 sampai 20 mµ, mempunyai undulans yang pendek, membelah secara longitudinal dan membentuk trofozoit.2

2.4.3. Manifestasi Klinis Trikomoniasis Vaginalis Pada wanita sering tidak menunjukan gejala sama sekali. Tetapi duh tubuh berwarna kuning kehijauan dan berbusa, rasa gatal dan perih pada vulva, edem dan eritem pada vulva, dispareuni, nyeri perut bawah dan nyeri saat berkemih adalah keluhan yang bisa ditemui. Pada pemeriksaan fisik tampak abses-abses kecil pada dinding vagina dan serviks yang tampak sebagai granulasi berwana merah atau yang khas pada trikomoniasis disebut strawberry cervix. Pada laki-laki juga biasanya tak bergejala walau beberapa mengeluhkan keluarnya duh tubuh dan nyeri saat berkemih atau frekuensi.4

2.4.4. Pemeriksaan Penunjang Trikomoniasis Vaginalis Pemeriksaan yang paling umum dilakukan adalah dengan menemukan parasit parasit trikomonas pada sediaan basah. Pemeriksaan langsung dengan mikrosop memiliki tingkat spesifitas yang tinggi tapi sensitivitasnya hanya 60 – 70 %. Pemeriksaan yang paling

15

sensitive adalah dengan kultur anaerobik yang biasanya positif dalam 48 jam. Tes imunokromatografi trikomonas juga dapat dilakukan dengan hasil yang cepat.

2.4.5. Tatalaksana Trikomoniasis Vaginalis Pengobatan trikomoniasis harus diberikan kepada penderita yang menunjukkan gejala maupun yang tidak.2

2.5. Vaginosis bakterial 2.5.1. Definisi dan Epidemiologi Vaginosis Bakterial Vaginosis Bakterial adalah suatu sindrom perubahan ekosistem dimana terjadi pergantian dari lactobasillus yang normalnya memproduksi H2O2 di vagina dengan bakteri anaerob (seperti misalnya Prevotella Sp, Mobiluncus Sp, Gardnerella vaginalis dan Mycoplasma hominis) yang menyebabkan peningkatan pH dari nilai kurang dari 4,5 sampai 7,0.2 Bakterial vaginosis biasanya merupakan infeksi vagina yang paling umum terjadi pada wanita usia subur. Diperkirakan sekitar 16% wanita hamil di Amerika Serikat menderita vaginosis bacterial. 4

2.5.2. Etiologi Vaginosis Bakterial Penyebab vaginosis bacterial belum diketahui dengan pasti, tetapi secara epidemiologi kumpulan gejala yang timbul pada vaginosis bacterial berhubungan dengan aktivitas seksual. Penyebab vaginosis bacterial bukan organisme tunggal, diketahui ada 4 jenis

16

bakteri vagina yang berhubungan dengan vaginosis bacterial yaitu Garnerella vaginalis, Bacteroides Spp, Mobiluncus Spp, Mycoplasma hominis.2

2.5.3. Manifestasi Klinis Bakterial Vaginosis Sebanyak 50 – 75% wanita dengan vaginosis bacterial tidak menunjukan gejala. Gejala yang bisa timbul adalah keluarnya duh berwarna putih atau keabuan dengan bau khas seperti bau ikan terutama waktu berhubungan seksual. Pada pemeriksaan fisik terdapat sekret yang homogen, tipis dan cair menempel pada dinding vagina.4

2.5.4. Diagnosis Vaginosis Bakterial Berdasarkan kriteria diagnosis Amsel, vaginosis bacterial dapat ditegakkan bila didapatkan tiga dari empat tanda-tanda berikut: -

Cairan vagina homogeny, putih atau keabu-abuan, melekat pada dinding vagina

-

pH vagina lebih besar dari 4,5

-

Sekret vagina berbau seperti bau ikan sebelum atau setelah penambahan KOH 10% (Whiff test)

-

Adanya clue cells pada pemeriksaan mikroskop.2

2.5.5. Tatalaksana Vaginosis Bakterial4

17

2.6. Limfogranuloma Venerum 2.6.1. Definisi dan Epidemiologi Limfogranuloma Venerum Limfogranuloma venerum adalah infeksi menular seksual yang mengenai sistim saluran pembuluh limfe dan kelenjar limfe, terutama pada daerah genital, inguinal, anus dan rectum.2 Limfogranuloma venerum terjadi paling banyak pada usia 15-50 tahun, di daerah perkotaan dan pada orang dengan status ekonomi rendah. Terjadi 6x lebih banyak pada laki-laki daripada wanita.4

2.6.2. Etiologi Limfogranuloma venerum Penyebab limfogranuloma venerum adalah Chlamydia trachomatis yang terdiri dari dua biovars yaitu trachoma atau organism TRIC dan organisme limfomgranuloma venerum. Organisme Limfogranuloma venerum sendiri terdiri atas 3 serovars yaitu L1, L2 dan L3.2

2.6.3. Manifestasi Klinis Limfogranuloma venerum Perjalanan penyakit limfogranuloma venerum secara umum dapat dibagi dalam beberapa stadium: -

Stadium primer Papul eritem berukuran 5-8 mm yang tidak nyeri atau ulkus kecil herpetiformis muncul di tempat inokulasi 3-30 hari setelah infeksi. Ulkus yang neri dan uretritis non spesifik jarang terjadi. Pada laki-laki, lesi biasanya terdapat di sulkus coronaries, prepusium atau glans penis. Sementara, pada wanita lesi terdapat di dinding vagina posterior, vulva atau serviks. Lesi primer ini bersifat sementara, biasanya hilang dalam beberapa hari.

-

Stadium sekunder Terjadi beberapa minggu setelah lesi primer muncul. Pada 2/3 kasus timbul limfadenitis inguinal yang unilateral. Gejala sistemik seperti demam, mengigil, mialgia, penurunan nafsu makan dan muntuh sering menyertai gejala ini. Limfadenitis biasanya menghilang sendiri dalam 8-12 minggu. Berdasarkan mode 18

transmisinya, terdapat dua sindrom mayor yang berbeda yaitu sindrom genital akut dan sindrom anorektal. Sindrom genital akut atau sindrom ingunal ditandai dengan keterlibatan kelenjar limfe inguinal dan atau femoralis. Awalnya, kulit diatas kelenjar tampak merah dan terbentuk indurasi. Setelah 1-2 minggu, pembesaran kelenjar femoralis, inguinalis superficial dan profundus menyebabkan bentuk seperti tangga sehingga disebut ettage bubo. Pembesaran kelenjar di atas dan dibawah ligamentum inguinal Pouparti sehingga terbentuk celah disebut sign of groove (Greenblatt’s sign). 4

Sindrom anorektal akut ditandai dengan keterlibatan kelenjar limfe perirectal. Gejala awal adalah perdarahan anus yang diikuti duh anal yang purulen disertai febris, nyeri waktu defekasi, sakit perut bawah, konstipasi dan diare.2 2.6.4. Pemeriksaan penunjang limfogranuloma venerum -

Tes GPR Tes ini berdasarkan peningkatan globulin dalam darah. Dilakukan dengan cara memberikan beberapa tetes (1-2 tetes) formalin 40% pada 2 cc serum penderita dan dibiarkan 24 jam. Hasil positif bila terjadi penggumpalan (serum menjadi beku).

19

-

Pengecatan Giemsa dari pus bubo Cara ini dipakai untuk menemukan badan inkluasi Chlamydia yang khas.

-

Tes Frei Untuk menunjukkan hipersensitifitas tipe lambat untuk antigen Chlamydia.

-

Tes serologi Tes serologi terdiri atas complement fixation test (CFT), radio isotop presipitation (RIP), dan immunofluorescence (micro-IF) typing. CFT merupakan tes yang lebih sensitive dan dapat lebih dipercaya dari Tes Frei. Titer 1:64 atau lebih besar menunjukkan infeksi limfogranuloma venerum yang aktif. Titer rendah biasa didapatkan pada kasus-kasus inaktif atau infeksi Chlamydia lain.2

2.6.5. Diagnosis Banding Limfogranuloma venerum

20

2.6.6. Tatalaksana Limfogranuloma venerum

2.7. Granuloma Inguinale 2.7.1. Definisi dan Epidemiologi granuloma inguinale Granuloma inguinale atau Donovanosis adalah penyakit mengenai daerah genital, perianal, dan inguinal dengan gambaran klinis berupa ulkus yang granulomatosa, progresif, tidak nyeri . GI endemik di daerah yang hangat dan agak lembab seperti Afrika Selatan, India, Cina Selatan, dan Brasil Area endemik baru dari donovanosis, terutama Amerika Selatan dan Tengah, India, dan Papua Baru Guinea.

2.7.2. Etiologi Granuloma Inguinale Granuloma inguinale disebabkan oleh Klebsiella granulomatis, sebelumnya disebut Calymmatobacterium granulomatis yaitu bakteri pleomorfik gram negatif, nonmotile, berbentuk batang kadang kokobasil.4

2.7.3. Manifestasi Klinis Granuloma Inguinale Masa inkubasi granuloma inguinale adalah 3 hari hingga 3 bulan tapi biasanya 2–3 minggu. Awalnya, muncul papula= tunggal atau ganda atau nodul yang kemudian berkembang dan tumbuh menjadi ulkus yang tidak nyeri, meluas ke jaringan yang berdekatan dan lipatan lembab, membentuk “kissing lession“. Granuloma inguinale sering muncul sebagai ulkus merah berminyak, mudah berdarah, berbau busuk dengan jaringan granulasi. Ulkus memilki batas hipertrofik atau verukosa menyerupa kondiloma akuminata. Pada donovanosis yang berlangsung lama, lesi

21

mungkin nekrotik, merusak jaringan, dan memiliki eksudat berwarna abu-abu, berbau busuk.4

2.7.4. Pemeriksaan penunjang Granuloma Inguinale Apusan jaringan yang diwarnai giemsa, wright, pewarnaan leishma dapat mengidentifikasi organisme secar histologi dalam vakuol didalam sitoplasma makrofag (badan Donovan), organisme muncul berbentuk seperti peniti (safety-pin) ukuran 1–2 μm × 0,5-0,7 μm. Secara histologo, tampak hiperplasia pseudoepitheliomatous dan / atau ulserasi pada epidermis. Dalam dermis, terdaapat infiltrasi sel radang padat campuran(polimorfonuklear sel, sel plasma, histiosit tapi jarang limfosit. Kadang terdapat edema dan pembengkakan sel endotel . 2.7.5. Diagnosis Banding Granuloma Inguinale

22

2.7.6. Tatalaksana Granuloma Inguinale

2.8. Ulkus Mole 2.8.1. Definisi dan Epidemiologi Ulkus Mole Ulkus molle atau sering disebut chancroid adalah penyakit ulkus genital akut, setempat, dapat berinokulasi sendiri (autoinoculation) dengan gejala klinis khas berupa ulkus pada tempat masuk dan seringkali disertai supurasi kelenjar getah bening regional.2 Ulkus molle banyak ditemukan di negara berkembang seperti Karibia, Asia, Afrika dan Amerika Latin. Daerah yang endemik ulkus molle biasanya memiliki persentase infeksi HIV tinggi.4

2.8.2. Etiologi Ulkus Mole Ulkus mole disebabkan oleh Haemophilus ducreyi yang merupakan bakteri gram negatif, anaerobic fakultatiaf, perlu hemin (faktor X) untuk pertumbuhannya, berbentuk batang kecil atau pendek dengan ujung bulat, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Tempat masuk kuman merupakan daerah yang sering atau mudah mengalami abrasi, erosi, atau ekskoriasi, yang disebabkan oleh trauma, infeksi lain, atau iritasi yang berhubungan dengan kurangnya hygiene perorangan.2 23

2.8.3. Manifestasi Klinis Ulkus Mole Masa inkubasi berkisar antara 3 dan 7 hari, jarang lebih dari 10 hari. Tidak ada gejala prodromal sebelum timbulnya ulkus dan tidak ada gejala sistemik. Lesi awal berupa papul kecil dengan eritema disekelilingnya. Setelah 24-48 jam, lesi akan menjadi pustul lalu menjadi erosi dan ulkus. Bagian tepi ulkus bergaung, rapuh, tidak rata, kulit atau mukosa sekeliling ulkus eritematosa. Dasar ulkus dilapisi oleh eksudat nekrotik kuning keabuabuan dan mudah berdarah jika diangkat. Tidak terdapat vesikel. Sifat khas ulkus ini ialah multiple, sangat nyeri, terutama bila terkena pakaian atau urin. Ulkus mole dapat berukuran sampai 2-3 cm.

Pada laki-laki, lesi umumnya terdapat di prepusium, frenulum atau pada glans penis dan meatus uretra eksternum. Pada wanita predileksi umumnya di vulva terutama di fourchette, sekitar meatus uretra dan bagian dalam labia minora.4 Adenitis inguinal (bubo) terjadi pada 50% pasien dalam beberapa hari sampai dua minggu setelah muncul lesi preimer. Adenitis biasanya unilateral. Bubo dapat berfluktuasi dan ruptur secara spontan. Pus dalam bubo biasanya tebal dan creamy.

24

Beberapa variasi ulkus mole telah dilaporkan, diantaranya adalah:4

2.8.4. Pemeriksaan Penunjang Ulkus Mole Pemeriksaan langsung bahan ulkus dengan pengecatan Gram memperlihatkan basil kecil negative Gram yang berderet berpasangan seperti rantai atau kumpulan ikan intrasel maupun ekstrasel. Bahan pemeriksaan diambil dari dasar ulkus yang bergaung. Dapat pula dipakai pewarnaan Wright, Unna-Papanheim atau Giemsa.

25

Pemeriksaan yang lebih akurat didapatkan dari kultur H. ducreyi. Bahan diambil dari dasar ulkus yang purulen atau pus bubo, setelah eksudat yang nektrotik diangkat dengan salins teril nonbakteriostatik. Tes serologi untuk ulkus mole terlah dicoba. Tes fiksasi komplemen, persipitin dan agglutinin menunjukan hasil positif pada pasien dengan ulkus genital karena infeksi H. ducreyi. Tes ELISA memakai wholes lysed H.ducreyi sebagai antigen memiliki spesifitas dan sensivitias tinggi.2

2.8.5. Diagnosis Banding Ulkus Mole

26

2.8.6. Tatalaksana Ulkus Mole4

2.9. Kondiloma Akuminata 2.9.1. Definisi dan Epidemiologi Kondiloma Akuminata Kondiloma akuminata adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh virus papiloma humanus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada kulit dan mukosa. Kondiloma akuminata dikenal juga sebagai genital warts, kutil kelamin atau penyakit jengger ayam.2

2.9.2. Etiologi Kondiloma Akuminata Kondiloma akuminata disebabkan HPV yang merupakan virus DNA dan tergolong dalam family Papovaviridae. HPV tipe 6 dan tipe 11 paling sering ditemukan pada KA yang eksofitik dan pada displasi derajat rendah. Sedangkan HPV tipe 16 dan 18 sering ditemukan pada dysplasia derajat tinggi dan keganasan.2

2.9.3. Manifestasi Klinis Kondiloma Akuminata Masa inkubasi kondiloma akuminata berlangsung antara 1 – 8 bulan (rata-rata 2-3 bulan). HPV masuk ke dalam tubuh melalui mikrolesi pada kulit, sehingga KA sering timbul di daerah yang mudah mengalami trauma pada saat hubungan seksual. KA biasa dijumpai pada daerah lipatan dan lembab. Pada pria tempat predileksinya adalah perineum dan sekitar anus, sulkus koronarius, glans penis, di dalam meatus uretra, korpus dan pangkal

27

penis. Pada wanita, tempat predileksinya adalah vulva dan sekitarnya, introitus vagina, kadang pada porsio uteri. Bentuk yang paling dijumpai adalah terlihat vegetasi bertangkai dengan permukaan yang berjonjot-jonjot seperti jaro. Beberapa kutil dapat bersatu membentuk lesi yang lebih besar sehingga tampak teperti kembang kol. Selain bentuk akuminata, kondiloma akuminata juga terdapat bentuk papul dan bentuk datar, dikenal pula sebutan Giant Condyloma untuk keadaan klinis KA tampak sangat besar, bersifat invasif lokal dan tidak bermetastasis.2

2.9.4. Pemeriksaan Penunjang Kondiloma Akuminata Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah

28

-

Tes Asam asetat Dilakukan dengan cara membubuhkan asam asetat 5% dengan lidi kapas. Dalam beberapa menit lesi akan berubah menjadi warna putih (acetowhite). Perubahan warna pada lesi di daerah perianal perlu waktu lebih lama (sekitar 15 menit).

-

Koloskopi Pemeriksaan ini belum dilakukan secara luas. Pemeriksaan ni berguna untuk melihat lesi KA subklinis, dan kadang dilakukan bersama dengan tes asam asetat.

-

Pemeriksaan histopatologi Pada KA yang eksofitik, pemeriksaan dengan mikroskop cahaya akan memperlihatkan gambaran papilomatosis, akantosis, rete ridges yang memanjang dan menebal, parakeratosis dan vakuoliasai pada sitoplasma (koilositosis)

2.9.5. Diagnosis Banding Kondiloma Akuminata

29

2.9.6. Tatalaksana Kondiloma Akuminata Ada beberapa cara pengobatan KA, yaitu kemoterapi, tindakan bedah dan imunoterapi. Pemilihan pengobatan berdasarkan keadaan lesi yaitu jumlah, ukuran dan bentuk serta lokasi. a. Kemoterapi -

Tinktura podofilin 25% Aplikasi dilakukan oleh dokter, tidak boleh dilakukan oleh pasien sendiri. Kulit disekitar lesi juga dilindungi dengan vaselin agar tidak terjaid iritasi dan dicuci setelah 4 – 6 jam. Jika belum ada penyembuhan dapat diulangi setelah 3 hari. Setiap kali pemberian jangan melebihi 0,3 cc karena akan diserap dan bersifat toksik. Gejala intoksikasi berupa mual, muntah, nyeri abdomen, gangguan alat napas dan keringat yang disertai kulit dingin. Dapat pula terjadi supresi sumsum tulang yang disertai trombositopenia dan leukopenia. Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil karena terjadi kematian fetus. Hasilnya baik pada lesi yang baru tetapi kurang memuaskan pada lesi yang lama atau yang berbentuk pipih.

-

Asam triklorasetat (trichloroacetic acid atau TCA) konsentrasi 80 – 90% Pemberiannya dilakukan seminggu sekali karena dapat menimbulkan iritasi hingga ulkus yang dalam. Obat ini boleh diberikan pada ibu hamil.

-

5 – fluorourasil 1-5% Krim dipakai terutama pada lesi di meatus uretra. Pemberiannya setiap hari sampai lesi hilang. Pasien dianjurkan untuk tidak miksi selama 2 jam setelah pengobatan.

b. Tindakan Bedah -

Bedah listrik (elektrokauterisasi)

-

Bedah beku (N2, N2O cair)

-

Bedah skalpel

-

Laser karbondioksida

c. Interferon

30

Diberikan dalam bentuk suntikan (intramuskular atau intralesi) dan topikal (krim). Interferon  diberikan dengan dosis 4 – 6 mU secara IM 3 kali seminggu selama 6 minggu atau dengan dosis 1 – 5 mU injeksi IM selama 6 minggu. Interferon  diberikan dengan dosis 2 x 106 unit injeksi IM selama 10 hari berturut-turut. d. Imunoterapi Pengobatan ini dapat diberikan pada penderita dengan lesi yang luas dan resisten terhadap pengobatan lain yaitu imunostimulator. Salah satu obat yang sering dipakai adalah Imiquinod dioleskan 3 x seminggu, paling lama 16 minggu. Dicuci setelah 6-8 jam pemakaian.

2.10. Herpes Genitalis 2.10.1. Definisi dan Epidemiologi Herpes Genitalis Herpes genitalis adalah infeksi pada genital yang disebabkan oleh Herpes simplex virus (HSV) dengan gejala khas berupa vesikel yang berkelompok dengan dasar eritema dan bersifat rekurens.2

2.10.2. Etiologi Herpes Genitalis Herpes genitalis disebabkan oleh HSV yang terdiri dari HSV tipe 1 (HSV-1) dan tipe 2 (HSV-2). Sebagian besar penyebabnya adalah HSV-2, tetapi walaupun demikian dapat juga disebabkan oleh HSV-1 akibat hubungan kelamin secara orogenital atau penularan melalui tangan. HSV-1 dan HSV-2 termasuk virus DNA dalam kelompok Herpesviridae. Infeksi HSV dibagi menjadi infeksi primer, fase laten dan fase rekuren. Pada fase primer, virus bereplikasi di permukaan mukokutan serta menimbulkan lesi primer di kulit.4 Selanjutnya virus menyebar melalui serabut saraf sensorik ke ganglion saraf regional dan berdiam disana serta bersifat laten. Bila pada suatu waktu ada faktor pencetus, virus akan mengalami reaktivasi dan multiplikasi kembali sehingga terjadilah infeksi rekurens.2

31

2.10.3. Manifestasi klinis Herpes Genitalis Manifestasi infeksi HSV tergantung pada lokasi dan status imun hospes. Infeksi primer biasanya lebih parah daripada infeksi rekuren.4 Masa inkubasi umumnya berkisar antara 3-7 hari, tetapi dapat lebih lama.2 Pada infeksi primer, lesi terdiri dari beberapa tahapan berbeda berupa vesikel, pustule dan ulkus eritematosa yang berlangsung 2-3 minggu. Pada laki-laki lesi biasanya terdapat di glans penis atau lipatan penis, sementara pada wanita lesi terdapat di vulva, perineum, bokong, vagina atau serviks. Gejala disertai nyeri, gatal, nyeri berkemih, keluar duh dari vagina atau dan uretra, dan pembesaran kelenjar getah bening inguinalis. Gejala sistemik seperti demam, sakit kepala, malaise dan mialgia sering dijumpai. Servisitis yang ditandai dengan munculnya duh purulen atau bercampur darah, pada pemeriksaan tampak peradangan difus, lesi ulkus yang luas di eksoserviks dan nekrotik terjadi pada 80% wanita dengan infeksi HSV primer. Infeksi rekuren dapat terjadi dengan cepat atau lambat. Infeksi karena HSV-2 biasanya 16x lebih sering daripada infeksi karena HSV-1. Infeksi rekuren lebih sering terjadi pada satu bulan sampai satu tahun pertama setelah infeksi primer. Manifestasi klinis klasik dari infeksi HSV-2 adalah munculnya vesikel berkelompok yang berukuran kecil di area genital. Lesi bisa disertai dengan gejala prodromal seperti rasa nyeri, gatal, rasa terbakar tetapi lebih ringan daripada infeksi primer. Tanpa pengobatan, lesi biasanya sembuh dalam 6-10 hari. HSV juga dapat menyebabkan uretritis dengan adanya duh mukoid, disuria dan keluhan frekuensi. 4

32

2.10.4. Pemeriksaan Penunjang Herpes Genitalis Pemeriksaan yang paling sederhana adalah pemeriksaan tes Tzank yang diwarnai denan pengecetan

Giemsa

atau

Wright,

akan

terlihat

sel

raksasa

berinti

banyak.

Sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan ini umumnya rendah. Selain itu, kultur virus dapat dilakukan. Bila titer virus dalam specimen cukup tinggi, maka hasil positif dapat dilihat dalam jangka waktu 24-48 jam.2 Tes PCR lebih sensitive dari kultur virus. Tes ini banyak digunakan untuk mendiagnosis infeksi di sistem saraf pusat dan infeksi pada neonates. Tes ini juga dapat mendeteksi HSV pada fase akhir.4

33

2.10.5. Diagnosis Banding Herpes Genitalis4

2.10.1. Tatalaksana Herpes Genitalis Pasien dengan herpes genitalis harus diedukasi untuk tidak melakukan hubungan seksual saat serangan. Pemberian obat simtomatis seperti analgetik, antipiretik dan antipruritus dapat dilakukan. Zat-zat pengering yang bersifat antiseptic seperti iodium povidon secara topikal dapat mengeringkan lesi, mencegah infeksi sekunder dan mempercepat waktu penyembuhan. Antibiotik seperti kotrimoksasol dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder. Pada infeksi primer, pemberian secara oral dapat diberikan asiklovir dengan dosis 200 mg 5 kali sehari selama 5-10 hari atau valasiklovir 1000 mg 2 kali sehari atau famsiklovir 250 mg 3 kali sehari. Pada infeksi rekuren, asiklovir per oral diberikan dengan dosis 400 mg 5 kali sehari selama 5 hari. Selain itu, pemberian famsiklovir juga dapat diberikan 3 x 500 mg selama 1 hari atau valasiklovir 2 x 2000 mg selama 1 hari.4

34

BAB 3 KESIMPULAN

Infeksi menular seksual (IMS) adalah infeksi yang cara penularannya terutama melalui hubungan seksual. Selain ditularkan melalui hubungan seksual, penularan IMS dapat terjadi dari ibu kepada janin dalam kandungan atau saat kelahiran, melalui produk darah atau transfer jaringan yang telah tercemar, kadang – kadang dapat ditularkan melalui alat kesehatan.1 Infeksi menular seksual (IMS) merupakan salah satu penyebab permasalahan kesehatan, sosial dan ekonomi di banyak Negara. WHO memperkirakan terdapat lebih dari satu juta kasus IMS terjadi di dunia setiap harinya. Setiap tahunnya, diperkirakan terdapat 357 kasus baru IMS dengan empat penyakit terbanyak adalah klamidiasis (131 juta), gonore (78 juta), sifilis (5,6 juta) dan trikomoniasis (143 juta). Sementara itu, lebih dari 500 juta orang hidup dengan herpes genital.3 Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa tengah, jumlah kasus baru IMS di provinsi Jawa Tengah tahun 2013 sebanyak 10.479 kasus, lebih tinggi disbanding tahun 2012 (8.671 kasus).5 Lebih dari 30 jenis patogen dapat ditularkan melalui hubungan seksual dengan manifestasi klinis bervariasi menurut jenis kelamin dan umur. IMS bisa disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur. Penyakit yang termasuk ke dalam IMS adalah sifilis, gonore, ulkus mole, limfogranuloma venereum dan granuloma inguinale juga termasuk uretritis non gonore (UNG), kondiloma akuminata, herpes genitalis, kandidosis, trikomoniasis, bacterial vaginosis, dan lain-lain.2 Konsekuensi akibat IMS cukup banyak, misalnya infertilitas akibat gonore, angka kelahiran mati meningkat, bayi lahir cacat akibat sifilis serta infeksi human papillomavirus sebagai pencetus kanker mulut rahim yang juga menjadi penyebab kematian yang cukup besar saat ini.1

35

DAFTAR PUSTAKA

1.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional penanganan infeksi menular seksual 2016. Edisi ke-1. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2016.

2. Daili SF, Zubier F. Infeksi Menular Seksual. Edisi ke-4. Jakarta: Badan Penerbit FK UI; 2014. 3.

WHO. Sexually transmitted infections. https://www.who.int/en/news-room/factsheets/detail/sexually-transmitted-infections-(stis).

4.

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. 2012. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine ed VIII. McGraw-Hill Companies. United States.

5.

Dinas Kesehatan Jawa Tengah. Profil Kesehatan Jawa Tengah Tahun 2013. Jawa Tengah: Dinas Kesehatan Jawa Tengah; 2014.

36

Related Documents

Referat
May 2020 53
Referat Skizoid.docx
April 2020 17
Referat Carotid.docx
November 2019 20
Referat Faringitis.pptx
December 2019 28
Referat Cont.docx
December 2019 26
Referat Hnp.docx
June 2020 17

More Documents from "Nalda Nalda"