Refarat Om.docx

  • Uploaded by: Nengsi Yusuf
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Refarat Om.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,751
  • Pages: 22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mukosa mulut adalah selaput rongga mulut yang memiliki berbagai fungsi, seperti perlindungan, sensasi dan sekresi yang secara histologis disesuaikan dengan lingkungan yang unik di dalam mulut. Kesehatan rongga mulut sangat penting untuk kualitas hidup setiap individu dari semua kelompok umur. Lesi oral dapat menyebabkan rasa tidak nyaman atau nyeri yang mungkin menghambat kegiatan sehari-hari seperti pengunyahan, menelan, dan berbicara dan lain lain1. Espinoza et al mendefinisikan lesi oral sebagai adanya perubahan pada permukaan mukosa oral yang tampak sebagai lesi merah, lesi putih, ulser dan pigmentasi lesi, adanya pembengkakan atau beberapa defek pertumbuhan. Terdapat beberapa etiologi yang dapat menyebabkan tejadinya oral lesi diantaranya: infeksi (bakteri, virus, jamur, dam parasit), faktor fisik, kimia dan termal; faktor imunologi; penyakit sistemik; trauma; naeoplasia; kebiasaan buruk, perokok dan alkoholik1. Reaksi Alergi (Reaksi Hipersensitivitas) adalah reaksi-reaksi dari sistem imunitas yang terjadi ketika jaringan tubuh yang normal mengalami cedera/terluka2. Dewasa ini seiring dengan kesadaran penduduk akan kebersihan mulut, penggunaan produk oral hygiene seperti pasta gigi dan obat kumur telah menjadi bagian primer dari kehidupan sehari-hari. Berbagai macam produk oral hygiene telah banyak beredar di pasaran dengan berbagai macam kandungan sesuai dengan kebutuhannya. Kavitas oral dan bibir yang berulangkali terpapar berbagai irritant dan

1

alergen termasuk produk oral hygiene dan dental material dapat menyebabkan perubahan mukosa oral3. Reaksi alergi pada rongga mulut karena kontak pada produk oral hygiene telah dideskripsikan pada beberapa penelitian walaupun belum banyak. Manifestasi klinis pada reaksi kontak alergi sangat beragam diantaranya lesi likenoid, eritema yang luas, dan pembengkakan termasuk stomatitis dan selitis, dermatis perioral, vesikel dan lecet serta ulser. Gejala yang mungkin muncul termasuk rasa terbakar, menyengat dan sensasi kesemutan pada mukosa oral, xerostomia, disgeusia dan gangguan sensorik lainnya. Gejala umum dan anafilaksis juga dapat muncul 3,4. Kandungan pada produk oral hygiene yang dapat menyebabkan terjadinya reaksi alergi diantaranya: campuran pewangi, HEMA, MMA, cassia oil, palladium, cobalt, dll 4. Bahan perasa, pengawet dan dental material seperti metal, akrilik, dan bahan cetak dilaporkan menjadi yang paling umum menyebabkan terjadinya alergi stomatitis. Pada salah satu penelitian, respon alergi yang umumnya terjadi pada dental material adalah oral lichen planus (OLP). Beberapa studi juga menunjukkan reaksi alergi yang berkolerasi dengan adanya penggunaan merkuri serta dental gold yang dilaporkan sebagai etiologi maupun penyebab oral lichen lesion (OLL) yang tak kunjung sembuh 4.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik dan struktur oral mukosa Selaput rongga mulut memiliki berbagai fungsi seperti perlindungann awal dari berbagai invasi zat asing dan trauma, sensasi, sekresi, dan regulasi termal 5. Struktur mukosa rongga mulut tersusun dari epitel sel skuamosa bertingkat yang terdiri dari 4050 lapisan tebal dan mirip dengan epitel skuamosa berlapis yang ditemukan di seluruh tubuh. Memiliki proses mitosis yang aktif dengan proliferasi keratinosit lapisan sel basal yang tinggi untuk memperbaiki dan mengisi sel-sel epitel yang berdiferensiasi dan akhirnya terbentuk sebagai sel yang lebih dangkal 6. Mukosa rongga mulut memiliki ketebalan mukosa sekitar 500 mm. Mukosa non keratinisasi secara signifikan lebih tebal jika dibandingkan dengan mukosa keratinisasi. Keratinosit basal dibagi menjadi komponen jaringan ikat, daerah superfisial yang merupakan bagian dari sel supra basal yang terdiferensiasi. Mukosa dalam rongga mulut terdiri dari tiga bagian yaitu masticatory mucosa, lining mucosa, dan specialized mucosa. Daerah keratinisasi dalam rongga mulut terdiri dari gingiva dan palatum keras dan termasuk ke dalam mukosa mastikasi sekitar 25 %. Lapisan Mukosa 60% dari total mukosa meliputi dasar mulut, ventral (bawah) lidah, mukosa alveolar, pipi, bibir dan langit-langit lunak. Tidak berfungsi di pengunyahan dan karena itu memiliki gesekan minimal. Non-keratinisasi; lembut dan lentur. Mukosa khusus terdiri dari 15% dari total mukosa. Meliputi dorsal lidah dan terdiri dari papila epitel cornified.

3

Gambar 2.1 Struktur oral mukosa dan gambaran normal epitel squamous stratified

Sel-sel basal yang kuboid dan berbatasan dengan membran basal. Bentuknya menjadi lebih pipih (squamoid) sebagai sel matang dan bergerak ke arah permukaan. berbentuk tidak teratur spinosus, atau prickle, sel-sel yang terdapat pada lapisan tengah. Jaringan lapisan ikat di bawah membran basal mengandung pembuluh darah, limfatik, jaringan lemak, jaringan berserat dan elastis, tulang, dan otot 5. 2.2 Produk oral hygiene 7 2.2.1 Jenis-jenis produk oral hygiene 1. Pasta gigi Pasta

gigi

didefenisikan

sebagai

semi-aqueous

yang

digunaan

untuk

menghilangkan deposit yang terdapat pada gigi secara alami dan digunakan secara simultan bersama sikat gigi. Berikut merupakan substansi yang biasanya terkandung dalam pasta gigi 7:

4

2. Obat kumur (mouthwash) Obat kumur didefenisilan sebagai nonsterile aqueous solution yang sebagian besar digunakan sebagai efek pewangi, penyegar, atau antiseptik. Obat kumur didesain untuk mengurang bakteri oral, menghilangkan sisa makanan, menghilangkan bau mulut sementara dan memberikan rasa menyegarkan. Terdapat banyak tipe obat kumur dengan berbagai macam bahan aktif penyusunnya yang telah dievaluasi efektivitasnya dalam mengurangi plak dan kemampuan mengurangi s. mutans nya, termasuk kloroheksidin, minyak esensial, triklosan, cetylpiridium cloride, sanquanarin, sodium dodesil sulfat, dan beberapa ion sulfat (timah, zinc dan tembaga). 3. Agen disklosing Agen disklosing adalah bahan yang digunakan untuk membuat biofilm plak terlihat. Karena warna dental plak yang putih, dental plak tidak dapat diidentifikasi dengan mudah jika ketebalannya belum cukup. Agen disklosing akan mewarnai plak dan membuatnya dapat terlihat dengan jelas. Bahan ini tersedia dalam bentuk tablet dan cair. Bentuk cair digunakan dengan cara mengoleskannya dengan menggunakan cotton swab atau melarutkannya dengan air kemudian dijadikan obat kumur. Sementara bentuk tablet digunakan dengan cara mengunyahnya.

5

Gambar 2.5 Tampakan plak supragingival setelah penggunaan agen disklosing 7

2.2.2 Kandungan pada produk oral hygiene 1. Pasta gigi Berikut merupakan substansi yang terdapat pada pasta gigi, antara lain: a. Abrasif Abrasif merupakan komponen terbesar dalam pasta gigi. Bahan abrasif adalah substansi yang digunakan untuk mengerus, menggerinda dan memoles. Karakteristik dari sebuah agen abrasif yang digunakan dalam pasta gigi tergantung pada sifat kekerasan bahan dan bentuk serta ukuran partikel abrasif. Bahan abrsif yang ditemukan pada pasta gigi biasanya tidak sekeras enamel namun sama atau lebih keras dari dentin. Kalsium karbonat dan kalsium fosfat merupakan bahan abrasif yang paling sering digunakan sebelumnya. Namun agen tersebut utamanya kalsium bereaksi negatif dengan fluor dan menyebabkan interaksi ion fluoride yang terbentuk tidak dapat bereaksi dengan enamel gigi. Kebanyakan pasta gigi berfluor tidak lagi menggunakan kalsium karbonat dan silikon oxide, sodium metafosfat lebih sering digunakan saat ini 7, 8.

6

b. Humektan Fungsi utama dari humektan dalam pasta gigi adalah untuk melindungi kehilangan air dan mempertahankan kelembapan, serta mencegah terjadi pengerasan pasta saat terbuka di udara (mempertahankan konsistensi pasta). Agen yang paling sering digunakan adalah gliserol, sorbitol dan glikol propilon. Baik gliserol maupun sorbitol memilik rasa yang manis sehingga dapat juga bekerja sebagai agen pemanis 7. c. Agen pengikat Fungsi dari bahan pengikat adalah untuk mencegah terpisahnya fase liquid dan solid pasta gigi dan memberikan suspensi yang stabil selama penyimpanan. Agen pengikat dapat mengontrol viskositas dan berkontribusi dalam pembentukan konsistensi pasta gigi 7, 8. d. Detergen Detergen menrupakan agen yang membersihkan permukaan gigi. Detergen berfungsi untuk meurunkan tegangan permukaan, menembus, dan melonggarkan permukan deposit dan emulsi, dan mensuspesi debris yang kemudian dibersihkan dari permukaan gigi. Sabun alami yang dulu ssempat digunakan sebagai detergen kini telah diganti dengan bahan sintetik yang lebih baru 8. e. Agen perasa Penerimaan pasta gigi oleh customer biasanya dipengaruhi oleh rasa, bau dan konsistensi. Rasa dari pasta gigi tersebut harus dapat diterima, memberikan sensasi rasa dengan cepat dan tahan lama. Faktor penting yang dapat dipertimbangkan dalam pemilihan rasa adalah bahan harus kompatibel dengan bahan lain dari pasta gigi dan tidak menyebabkan perubahan saat produksi dan penyimpanan pasta 7.

7

f. Pengawet Humektan dan agen pengikat tertentu dalam pasta gigi dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan bakteri dan jamur. Oleh karena itu, pengawet seperti natrium benzoat, diklorofon, formaldehid atau paraben ditabahkan dalam pasta gigi 7. 2. Obat kumur Bahan yang digunakan dalam obat kumur yaitu: (a) Humektan: misalnya sorbitol dan gliserin untuk mencegah kekeringan; (b) Surfaktan: untuk mempertahankan bahan dalam solution. (c) Agen antibakteri: agen antimikrobial yang paling umum digunakan adalah senyawa surfaktan seperti cetylpyridinium chloride, benzethonium chloride and povidineiodine, sodium lauryl sulphate, zinc citrate trihydrate, triclosan dan metal salts; (d) Agen pemanis: sakarin; (e) Agen perasa: Spearmint, peppermint, eucalyptus dan mentol adalah rasa yang paling sering digunakan dalam obat kumur; (f) Fluor 7.

2.3 Imunitas dan Alergi kontak pada mukosa oral (Oral contact allergies/OCA) Mukosa oral termasuk bibir secara konstan terekspos dengan beberapa stimulus yang berbahaya, irritant dan alergen. Meskipun demikian, patologi kontak oral tidak sering terjadi kerana adanya resistensi mukosa oral terhadap agen irritant dan alergen 6. Epitel mukosa oral berperan sebagai perlindungan terluar untuk jaringan dibawahnya dari kerusakan fisik, dan dari penetrasi air dan molekul dapat larut air, termasuk agen perusak yang berasal dari kebiasaan seperti mengonsumsi alkohol dan rokok. Jaringan berkeratin seperti palatum durum dan gingiva kurang permeabel dan

8

secara fisik lebih keras dibanding jaringan non-keratin seperti mukosa bukal, ventrum lidah, dan dasar mulut 9. Epitel dan lamina propria dibawahnya dibekali dengan sel imunitas bawaan termasuk antigen-presenting dendritic cells, natural killer cells, dan polimorfonukleat leukosit yang berhubungan dengan sitokin dan kemokin. Sel imunitas tersebut bersama dengan keratinosit yang berasal dari mediator biologis, aliran saliva, sekretori saliva immunoglobulin A dan cairan sulkus gingiva, semuanya berkontribusi sebagai imunitas mukosa mulut baik secara biologis maupun fisik 9. Saliva melindungi epitelium oral dengan membersihkan substansi alergenik yang masuk ke kavitas oral. Selain itu, saliva juga berkontribusi untuk adanya antigen dengan menyediakan molekul kecil dari asam amino dan protein, sehingga memfasilitasi sensitisasi. Vaskularisasi yang baik dalam rongga mulut juga berperan sebagai proteksi dalam tingkat tertentu. Dengan cepat menyerap alergen sehingga mencegah kontak yang lama dengan epitel 4.

Gambar 2.2 Mekanisme terjadinya hipersensitivitas tipe IV

9

Kontak alergi pada kavitas oral dimediasi oleh reaksi hipersensitivitas sel-T (delayed). Proses alergi berkembang dalan 2 fase yaitu fase induksi dimana terjadi kepekaan sistem imun terhadap alergen dan fase efektor saat respon imun terjadi. Pada fase induksi, saat kontak pertama dengan antigen, makrofag akan membentuk kompleks fagositosis yang akan bermigrasi ke arah ganglia regional. Kompleks tersebut kemudian dikenali oleh limfosit sel-T helper, yang akan menstimulus dan mendivisi fase, menyebabkan terbentuknya 2 tipe limfosit-T: limfosit-T memori dan sitoksik. Limfost-T memori kemudian distimulasi oleh kontak dengan antigen yang kemudian memulai siklus baru. Karena limfosit tetap hidup dalam tubuh, respon imun akan menjadi lebih cepat dan agresif jika setiap kali antigen mncul. Siklus ini dikontrol oleh beberapa sitokin, yang mendukung limfosit sel-T, mendukung proliferasi dan aktivasi makrofag10, 11. Fase efektor dimulai ketika limfosit sitotoksik sel-T (CD8+) pada fase pertama melepaskan sitokin untuk merekrut dan mengaktifkan limfosit sel-T (CD4+) dari sirkulasi perifer. Limfosit sel-T sitotoksik berikatan dengan sel epithelial dan menyebabkan kematian sel yang menyajikan kompleks 11. Terdapat tiga kelompok besar etiologi dari kontak alergi pada mukosa oral yaitu: dental material, produk oral hygiene, dan makanan. Dua faktor terakhir disebabkan kerana adanya kandungan perasa dan pengawet di dalamnya 6.

10

Gambar 2.3 Etiologi utama penyebab OCA6

a. Kontak alergi akibat dental material Dewasa ini, reaksi alergi menjadi lazim di masyarakat sehingga bahan untuk pengisian saluran akar, instrument orthodontik, dll harus memenuhi spesifikasi biokompabilitas mengingat bahan tersebut diindikasikam untuk penggunaan dalam waktu yang lama di dalam rongga mulut. Kasus pertama alergi kontak dengan dental material yang tercatat adalah restorasi amalgam yang menyebabkan terjadinya stomatitis dermatitis di sekitar anus (Fleischman 1928). Manifestasi klinis beragam mulai dari rasa terbakar, nyeri, kekeringan mukosa hingga stomatitis nonspesifik dan selitis 10.

11

Dental material yang dicurigai memiliki masalah dengan biokompabilitasnya adalah komposit, sarung tangan latex, agen anastesi lokal, bahan endodontik, bahan cetak dan metal. Patch testing terhadap bahan-bahan tersebut dapat dilakukan untuk menentukan adanya kontak alergi 10, 11.

Gambar 2.4 Alergi stomatitis akibat penggunaan resin akrilik dan gigi tiruan lepasan metal

13

b. Kontak alergi oral akibat tambahan perasa Agen perasa yang menyebabkan kontak alergi biasanya digunakan dalam produk makanan, produk skin care, dan produk oral hygiene seperti pasta gigi dan obat kumur. Torgerson et al menemukan bahwa tambahan perasa yang paling sering menyebablan kontak alergi adalah campuran aroma (fragrance mix). Selain itu, substansi lain seperti balsam of peru, mentol, minyak esensial papermint juga dapat menyebabkan reaksi alergi kontak oral 6. c. Kontak alergi oral akibat pengawet Tiga pengawet utama yang bertanggung jawab atas terjadinya kontak alergi oral terutam stomatitis dan selitis adalah octyl, propyl, dan dodecyl. Ketiga pengawet ini

12

paling umum terdapat pada makanan (produk roti) dan penggunaan kosmetik utamanya lipstik. Pengawet lain yang dapat menyebabkan alergi yaitu asam benzoat 6. 2.4 OCA dan hubungannya dengan produk oral hygiene Baik dental material maupun produk oral hygiene keduannya dibentuk sebagai sensitizer yang kuat, dan mungkin bertanggung jawab atas sensitisasi dan reaksi alergi pada mukosa mulut. Produk oral hygiene digunakan oleh kebanyakan orang beberapa kali sehari. Produk-produk ini biasanya diaplikasikan dalam kavitas oral dan biasanya dikeluarkan setalah penggunaan. Sehingga, dapat diamsumsikan bahwa stimulasi antigenik yang persisten dari produk oral hygiene dan atau dental material dapat menyebabkan perubahan mukos mulut 3, 14. Produk oral hygiene biasanya mengandung penambah rasa yang dikenal umum seperti kayu manis, spearint, dan pengawet. Terlepas dari fakta bahawa produk oral hygiene mengandung bahan yang umum dikenal, bahan-bahan tersebut masih diperdebatkan digunakan sebagai bahan produk karena penggunaan produk oral hygiene yang digunakan sejak umur yang sangat muda dan digunakan seumur hidup 14. Gejala yang timbul pada kontak alergi oral termasuk timbulya rasa terbakar, menyengat dan/atau sensasi kesemutan pada mukosa oral, xerostomia, dysgeusia, dan gangguan sensorik lainnya. Karena reaksi alergi memiliki tampakan yang mirip dengan perubahan penyakit lain pada mukosa, penegakan diagnosa dan perlakuan pada pasien merupakan tugas yang menantang. Hanya sejumlah studi yang telah menyelidiki terjadinya reaksi kontak alergi dental material dan produk oral hygiene pada pasien dengan oral linchen planus (OLP) dan oral linchenoid lesions (OLLs) 3.

13

Sebuah penelitian dilakukan oleh Larsen et al

3

dengan melibatkan empat puluh

tujuh pasien (7 pria, 42 wanita) dari Clinic for Oral Medicine, Department of Odontology, University of Copenhagen (tahun 2013-2015) dengan usia 31 tahun sampai 77 tahun (61 ± 10,3 tahun) yang memiliki gejala OLP dan OLL atau stomatitis dan 29 orang subjek kontrol dengan jenis kelamin dan usia yang disesuaikan. Mereka menjalani wawancara, pemeriksaan klinis, biopsi mukosa mulut dan tes alergi 3. Dari penelitian tersebut, didapatkan persentasi alergi kontak yang hampir sama pada pasien OLP, OLL dan stomatitis dengan subjek kontrol yang tidak memiliki riwayat alergi. Selain itu, juga ditemukan bahwa pasien dengan OLP dan OLL memliki kontak alergi dengan bahan penambah aroma yang lebih besar dibanding kontrol3.

Gambar 2.5 Histogram jumlah pasien (n=19) dan subjek kontrol sehat (n=10) yang memiliki hasil postif pada tes alergi

Dari penelitian tersebut, disimpulkan bahwa penambahan substani aroma dalam produk oral hygiene adalah yang paling umum menimbulkan gejala OLP dan OLL.

14

Follow-up juga menunjukkan bahwa semua pasien bersih dari semua gejala setelah menghindari substansi tersebut. Meskipun dilakukan pada pasien dengan jumlah yang terbatas, penelitian ini menunjukkan bahwa patch testing dapat diindikasikan pada pasien dengan symptomatic oral lesions 3. 2.5 Jenis simtomatik oral lesi pada kontak alergi produk oral hygiene 2.5.1 Allergic Contact Stomatitis (ACS) Allergic contact stomatitis (ACS) adalah immuno-inflammatory disorder yang disebabkan oleh antigen spesifik sel T yang menangani reaksi imun hipersensitivitas terhadap alergen eksogen atau alergen yang berkontak langsung dengan mukosa oral. Terdapat beberapa agen yang telah dilaporkan menginduksi ACS (tabel 1) sehingga patc testing sering diperlukan untuk mengidentifikasi alergen. Namun, reaksi positif pada patch test mungkin hanya indikasi sensitisasi imunologi sehingga penegakan diagnosis ACS harus didukung oleh anamnesis yang relevan dan pemeriksaan klinis.

Tabel 1. Agen yang dapat menginduksi ACS 9 

Medication - Obat kumur: Clorohexidine, Listrine® - Anastesi topikal, glukokortikoid topikal - Inhaled budesonide

      

Makanan, rempah-rempah (terutama kayu manis), permen, permen karet. Sarung tangan, rubber-dam Bahan cetak dental, gingival retraction cords Bahan restorasi gigi Bahan gigi tiruan akrilik Implant gigi Piranti logam ortodonti

15

Gambar 2.6 Gambara klinis allergic contact stomatitis

Gambaran klinis dari ACS sangat bervariasi termasuk munculnya edema, eritema, cracking, daerah ulser, terbentunya hiperkeratosis, deskuamasi dan vesikel. Semua tampakan ini dapat muncul secara bersamaan, dapat disertai dengan nyeri, dengan atau tanpa sensasi terbakar. Gejala biasanya muncul pada area yang berkontak langsung dengan agen alergi. Gambaran klinis tergantung pada lamanya terpapar, konsentrasi kausal agen, dan jenis eksposur. Misalnya, pada pasien hipersensitifitas, penggunaan gigi tiruan lepasan akan mempengaruhi mukosa palatum atau ridge alveolar, konsumsi permen karet akan besar pegaruhnya pada permukaan lateral lidah dan mukosa bukal, dan penggunaan obat kumur atau pasta gigi akan mempengaruhi area kavitas oral lebih banyak. ACS tidak memiliki kriteria umur tertentu namun lebih umum terjadi pada wanita dibanding pria 9, 11. Perawatan ACS melibatkan eliminasi agen alergi, dimana sifat alergenik dapat dikonfirmasi dengan adanya kemunculan ulang inflamasi pada kontak ulang agen. Lesi hilang secara sempurna dalam kurun waktu 2 minggu. Pasien dengan gejala yang lebih parah biasanya membutuhkan kortikosteroid topikal dalam bentuk obat kumur, salep atau jel untuk mempercepat penyembuhan 11.

16

2.5.2 Allergic contact cheilitis Allergic contact cheilitis adalah inflamasi superfisial pada bibir yang muncul sendiri atau berhubungan dengan stomatitis (ACS) atau eksema oral. Biasanya lesi ini disebabkan oleh kosmetik dan produk oral hygiene. Pada produk oral hygiene (obat kumur dan pasta gigi), minyak esensial seperti papermint, kayu manis, cengkeh, spearmint dan propolis menjadi agen alergi 6, 15.

Gambar 2.7 Allergies contact cheilitis akibat penggunaan lipstik

Pemberian topikal steroid akan mengurangi gejala tetapi substansi peyebab harus ditelusuri dan dihindari. Topikal steroid yang paling umum digunakan adalah 1% triamcinolone acetonide 15. 2.5.3 Oral Lichen Planus (OLP) Lichen planus adalah adanya infiltrasi limfosit sel T dimediasi kondisi peradangan kronis mukokutan pada epitelium dan sejumlah kelainan imunologi. Pasien mungkin mengeluhkan gejala yang sangat bervariasi, tetapi sering mengalami sensitivitas oral seperti penggunaan pasta gigi, subtansi asam, alkohol, minuman berkarbonasi, makanan pedas atau asin, dan makanan abrasif. Etiologi pasti dari OLP belum diketahui dan hanya beberapa faktor predisposisi yang diperkirakan memiliki potensi dalam phatogenesisnya. OLR dianggap sebagai varian dari OLP yang didefenisikan

17

sebagai penyakit yang muncul dengan sendirinya atau kondisi memburuknya OLP akibat konsumsi obat atau dental material. OLR telah dikaitkan dengan beberapa jenis obat begitupun dengan dental material walaupun hanya beberapa yang telah dikonfirmasi15. Secara klinis, OLP memiliki beberapa bentuk klinis atau jenis yang berbeda. Perbadaan ini berkolerasi dengan tingkat keparahan proses penyakit. Terdapat enam jenis subtipe dari OLP yang dapat tampak secara individual ataupun kombinasi, antara lain: reticular, plaque-like, atrophic, erosive/ulcerative, papular and bullous. Jenis yang paling umum adalah subtipe reticular, erosive/ulcerative and plaque-like 15-17. Lesi reticular juga dikenal sebagai Wickham striae, merupakan subtipe yang paling dikenal dari OLP. Lesi ini sering tanpa gejala dan muncul sebagai papula mulitipel dengan jaringan kecil, putih keabu-abuan. Erosive OLP dapat hadir dengan eritema akibat inflamasi atau penipisan epitel dan pembentukan ulser/pseudomembran juga dapat terlihat, dengan pinggiran lesi dikelilingi oleh reticular keratotic striae. Lesi plaque-like OLP tampak seperti leukoplakia yang keputihan, homogen, multifokal, lesi halus. Lesi ini umumnya mempengaruhi lidah dan mukosa bukal 16,17.

Gambar 2.8 Gambara klinis OLP (a)Reticicular; (b)erosive/ulcerative; (c)atrhopic and plaque-like; (d) desquamative gingivitis (atrophic and erosive forms)

18

2.5.4 Oral lichen lesion (OLLs) 8, 18 Oral lichen lesion memiliki karekteristik seperti lesi reticular, erosive dn plaquelike yang secara klinis dan histopatologi sulit dibedakan dari OLP. Meskipun demikian, terdapat ciri khas tertentu yang tampak pada OLLs yang membedakannya dari OLP. OLLs biasanya unilateral, memiliki hubungan topografi dengan bahan restoratif gigi dan hubungan kausatif dengan obat-obatan, permen karet dan pasta gigi yang mengandung perasa kayu manis, mint, clorohexidine, latex, paraben, penambah wangi, dll serta jarang terjadi pada daerah seperti lidah dan palatum.

(a) OLLs

(b)OLP

Gambar 2.9 Tampakan klinis lesi yang terdapat dismping restorasi amalgam

19

BAB III KESIMPULAN

Produk oral hygiene digunakan oleh kebanyakan orang beberapa kali sehari. Produk oral hygiene biasanya mengandung penambah rasa yang dikenal umum seperti kayu manis, spearint, dan pengawet. Bahan-bahan ini pada beberapa individu dapat menyebabkan terjadinya oral contact allergies (OCA). Gejala yang timbul pada kontak alergi oral termasuk timbulya rasa terbakar, menyengat dan/atau sensasi kesemutan pada mukosa oral, xerostomia, dysgeusia, dan gangguan sensorik lainnya. Sebuah penelitian dilakukan oleh Larsen et al 3 untuk mengetahui pengaruh produk oral hygiene terhadap kontak alergi pada mukosa mulut. Dari penelitian ini didapatkan bahwa, penambahan substani aroma dalam produk oral hygiene adalah yang paling umum menimbulkan gejala OLP dan OLL. Follow-up juga menunjukkan bahwa semua pasien bersih dari semua gejala setelah menghindari substansi tersebut. Meskipun dilakukan pada pasien dengan jumlah yang terbatas, penelitian ini menunjukkan bahwa patch testing dapat diindikasikan pada pasien dengan symptomatic oral lesions.

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Nair G.R, Naidu GS, Jain S, Nagi R, Makkad RS, Jha A. Clinical effectiveness of aloe vera in the management of oral mucosal disease. Journal of Clinical and Diagnostic Research 2016: 10(8): 1-7 2. Hikmah N, Dewanti DAR. Seputar reaksi hipersensitivitas (Alergi). J K G Unej 2010: 7(2): 108-12 3. Larsen KR, Johansen JD, Reibel J, Zachariae C, Pedersen AML. Symptomatic oral lesions may be associated with contact allergy to substances in oral hygiene products. Clin Oral Invest 2017. 4. Aglgren C, Aẋell T, Möller H, Isaksson M, Liedholm R, Bruze M. Contact allergies to potential allergens in patients with oral lichen lesions. Clin Oral Invest 2013. 5. Benhur V, Sudhakar s, Ramaswamy P, Smitha B, Kiran CS. Natural pharmacons in the treatment of oral mucosal lesion World Journal of Pharmaceutical Research 2015:11(4): 327-334. 6. Minciullo PL, Paolino G, Vacca M, Gangemi S, Nettis E. Unmet diagnostic needs in contact oral mucosal allergies. Clin Mol Allergy 2016: 14(10): 1-8. 7. Marya CM. A textbook of public health dentistry. New delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers; 2011. 8. Şahin EB, Çetinözman F, Acvu N, Karaduman A. Evaluation of patients with oral lichenoid lesions by dental patch testing and results of removal of the dental restoration material. Turkdem 2016: 50: 1-7.

21

9. Liviu F, Hamilton WN, Gafaar KRA, Johan L. Allergic contact stomatitis. Oral Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology and Oral Radiology Journal 2017. 10. Syed M, Chopra R, Sachdev V. Allergic Reactions to Dental Materials-A Systematic Review. Journal of Clinical and Diagnostic Research 2015: 9(10): 49. 11. Tremblay S, Avon SL. Contact Allergy to Cinnamon: Case Report. JCDA 2008: 74(5): 445-8. 12. Rai R, Dinakar D, Kurian SS, Bindoo YA. Investigation of contact allergy to dental materials by patch testing. Indian Dermatology Online Journal 2014: 5(3): 282-6 13. Bakula A, Lugović-Mihić L, Šitum M, Turčin J, Šinković A. Contact allergy in the mouth: diversity of clinical presentations and diagnosis of common allergens relevant to dental practice. Acta Clin Croat 2011: 50: 553-561 14. Larsen KR. 2016. Oral lesions and contact allergy. PhD Thesis of The Faculty of Health and Medical Sciences, University of Copenhagen. 15. Ghom AG. Tectbook of oral medicine 2 nd ed. New delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers; 2010. 16. Cawson RA, Odell EW. Essential Oral Pathology and oral medicine 7

th

ed.

London: Livingstone; 2002. 17. Alrashdan MS, Cirillo N, McCullough M. Oral lichen planus: a literature review and update. Arch Dermatos Res 2016. 18. Kamath VV, Setlur K, Yerlagudda K. Oral Lichenoid Lesions - A Review and Update. Indian J Dermatol 2015. 60(1): 102-25

22

Related Documents

Refarat Insomnia.docx
November 2019 23
Refarat Hifema.docx
May 2020 21
Refarat Oa.docx
April 2020 27
Refarat Dhea.docx
November 2019 33
Refarat Pyelonefritis.docx
October 2019 27
Refarat Filariasis.docx
November 2019 21

More Documents from "des"