Refarat Dhea.docx

  • Uploaded by: dhea
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Refarat Dhea.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,174
  • Pages: 19
Refarat

ACUTE CHOLANGITIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama Aceh Rumah Sakit Umum Daerah Datu Beru Takengon

Oleh: Dhea Selvi Amanda 17174081

Pembimbing dr. Darma Tapa Gayo, Sp. Rad dr. Teruna Akbar, M.Kes, Sp.Rad

BAGIAN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DATU BERU TAKENGON TAHUN 2018

PG. 1

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim. Syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah Allah SWT,laporan kasus yang berjudul ”acute cholangitis” dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam penulis sanjungkan ke pangkuan Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat beliau yang telah membawa umatnya ke alam Islamiah yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Laporan kasus ini dibuat untuk melengkapi persyaratan dalam mengikut kegiatan kepaniteraan klinik dibagian Ilmu Radiologi yang dilaksanakan di RSUD Datu Beru Takengon. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dokter pembimbing dr. Darma Tapa Gayo, Sp. Rad dan dr. Teruna Akbar, Sp.Rad yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis sehingga laporan kasus ini dapat terselesaikan. Meskipun segala usaha telah dilakukan untuk penyempurnaan laporan ini, namun penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini banyak terdapat kekurangan baik dari segi isi atau teknik penyajiannya. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi meningkatkan mutu dan kemajuan penulis selanjutnya, dan diharapkan laporan kasus ini bermanfaat bagi para pembaca. Semoga kita mendapat ridha dan rahmat dari Allah SWT. Takengon, November 2018

Penulis

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………

i

DAFTAR ISI………………………………………………………………....

ii

I PENDAHULUAN………………………………………………………….

1

II Insidens……………………………………………………………………..

2

III Anatomi…………………………………………………………………….

3

IV .Etiopatogenesis…………………………………………………………….

4

V Diagnosis…...……………………………………………………………..…

7

VI Differensial Diagnosis.....…………………………………………..…….....

8

VII Penatalaksanaan………..…..……………………………………………… 8 VII Prognosa………………………….…………………………………………

12

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………….... 15

I.

PENDAHULUAN

3

Cholangitis akut merupakan infeksi duktus biliere yang bervariasi tingkat keparahannya dari ringan hingga dapat sembuh sendiri sampai berat hingga mengancam jiwa. Charcot ditahun 1877 menjelaskan tentang keadaan klinis dari kolangitis, sebagai trias, yaitu demam, ikterus dan nyeri abdomen kuadran kanan atas yang dikenal dengan ’’Charcot triad’’. Charcot mendalilkan bahwa ’’empedu stagnan’’ karena obstruksi saluran empedu yang menyebabkan perkembangan kolangitis. Obstruksi juga dapat terjadi pada bagian manapun dari saluran empedu, yang membawa empedu dari hepar ke kandung empedu dan usus. Bakteri yang sering dikultur pada empedu adalah Eschericia Coli, Klebsiella, Pseudomonas, Proteus, Enterococcus, Clostridium perfiringens, Bacteroides fragilis. Bakteri anaerob yang dikultur hanya sekitar 15% kasus. Penyakit ini perlu diwaspadai karena insidensi batu empedu di Asia Tenggara cukup tinggi, serta kecenderungan penyakit ini untuk terjadi pada pasien berusia lanjut yang biasanya memiliki penyakit penyerta yang lain yang dapat memperburuk kondisi dan mempersulit terapi.

II.

Insidens Kolangitis merupakan infeksi pada duktus koledokus yang berpotensi

menyebabkan kesakitan dan kematian. Dilaporkan angka kematian sekitar 13-88%. Kolangitis ini dapat ditemukan pada semua ras. Berdasarkan jenis kelamin, dilaporkan perbandingan antara laki-laki dan perempuan tidak ada yang dominan diantara keduanya. Berdasarkan usia dilaporkan terjadi pada usia pertengahan sekitar 50-60

4

tahun. Di Amerika Serikat, Cholangitis cukup jarang terjadi. Biasanya terjadi bersamaan dengan penyakit lain yang menimbulkan obstruksi bilier Cholangitis pyogenik rekuren, kadang kala disebut sebagai cholangio hepatitis Oriental, endemik di Asia Tenggara. Kejadian ini ditandai oleh infeksi saluran bilier berulang, pembentukan batu empedu intra hepatik dan ekstra hepatik, abses hepar, dan dilatasi dan struktur dari saluran empedu intra dan ekstra hepatic III

Anatomi

Kandung empedu adalah sebuah kantung berbentuk seperti buah pir, yang terletak pada permukaan inferior dari hati pada garis yang memisahkan lobus kanan dan kiri, yang disebut dengan fossa kandung empedu. Ukuran kandung empedu pada orang dewasa adalah 7cm hingga 10 cm dengan kapasitas lebih kurang 30mL. Kandung empedu menempel pada hati oleh jaringan ikat longgar , yang mengandung vena dan saluran limfatik yang menghubungkan kandung empedu dengan hati. Kandung empedu dibagi menjadi empat area anatomi: fundus, korpus, infundibulum, dan kolum.

5

Empedu yang dihasilkan hepatosit akan dieksresikan ke dalam kanalikuli dan selanjutnya ditampung dalam suatu saluran kecil empedu yang terletak di dalam hati yang secara perlahan akan membentuk saluran yang lebih besar lagi. Saluran kecil ini memiliki epitel kubis yang bisa mengembang secara bertahap bila saluran empedu membesar. Saluran empedu intrahepatic secara perlahan menyatu membentuk saluran yang lebih besar yang dapat menyalurkan empedu ke delapan segmen hati. Di dalam segmen hati kanan, gabungan cabang-cabang ini membentuk sebuah saluran di anterior dan posterior yang kemudian bergabung membentuk duktus hepatikus kanan. Pada beberapa orang, duktus hepatikus kanan berada ± 1cm di luar hati. Duktus ini kemudian bergabung dengan 3 segmen dari segmen hati kiri (duktus hepatikus kiri) menjadi duktus hepatikus komunis. Setelah penggabungan dengan duktus sistikus dari kandung empedu, duktus hepatikus menjadi duktus koledokus. Pada beberapa keadaan, dinding duktus koledokus menjadi besar dan lumennya melebar sampai mencapai ampula. Biasnaya panjang duktus koledokus sekitar 7 cm dengan diameter berkisar antara 4-12 mm. kandung empedu menerima suplai darah terbesar dari jalinan pembuluh darah cabang arteri hepatica kanan. Kandung empedu dapat menampung ±50 ml cairan empedu dengan ukuran panjang 810 cm dan terdiri dari fundus, korpus dan kolum. Lapisan mukosanya membentuk cekungan kecil dekat dengan kolum yang disebut dengan kantong Hartman, yang bisa menjadi tempat tertimbunnya batu empedu. IV.

Etiopatogenesis Faktor utama dalam patogenesis dari cholangitis akut adalah obstruksi saluran

bilier, peningkatan tekanan intraluminal, dan infeksi saluran empedu. Saluran bilier yang terkolonisasi oleh bakteri namun tidak mengalami pada umumnya tidak akan menimbulkan cholangitis. Saat ini dipercaya bahwa obstruksi saluran bilier

6

menurunkan pertahanan antibakteri dari inang. Walaupun mekanisme sejatinya masih belum jelas, dipercaya bahwa bakteria memperoleh akses menuju saluran bilier secara retrograd melalui duodenum atau melalui darah dari vena porta. Sebagai hasilnya, infeksi akan naik menuju ductus hepaticus, menimbulkan infeksi yang serius. Peningkatan tekanan bilier akan mendorong infeksi menuju kanalikuli bilier, vena hepatica, dan saluran limfatik perihepatik, yang akan menimbulkan bacteriemia (25%40%). Infeksi dapat bersifat supuratif pada saluran bilier. Saluran bilier pada keadaan normal bersifat steril. Keberadaan batu pada kandung

empedu

(cholecystolithiasis)

atau

pada

ductus

choledochus

(choledocholithiasis) meningkatkan insidensi bactibilia. Organisme paling umum yang dapat diisolasi dalam empedu adalah Escherischia coli (27%), Spesies Klebsiella (16%), Spesies Enterococcus (15%), Spesies Streptococcus (8%), Spesies Enterobacter (7%), dan spesies Pseudomonas aeruginosa (7%). Organisme yang ditemukan pada kultur darah sama dengan yang ditemukan dalam empedu. Patogen tersering yang dapat diisolasi dalam kultur darah adalah E coli (59%), spesies Klebsiella (16%), Pseudomonas aeruginosa (5%) dan spesies Enterococcus (4%). Sebagai tambahan, infeksi polimikrobial sering ditemukan pada kultur empedu (30-87%) namun lebih jarang terdapat pada kultur darah (6-16%). Saluran empedu hepatik bersifat steril, dan empedu pada saluran empedu tetap steril karena terdapat aliran empedu yang kontinu dan keberadaan substansi antibakteri seberti immunoglobulin. Hambatan mekanik terhadap aliran empedu memfasilitasi kontaminasi bakteri. Kontaminasi bakteri dari saluran bilier saja tidak menimbulkan cholangitis secara klinis; kombinasi dari kontaminasi bakteri signifikan dan obstruksi bilier diperlukan bagi terbentuknya cholangitis. Tekanan bilier normal berkisar antara 7 sampai 14 cm. Pada keadaan bactibilia dan tekanan bilier yang normal, darah vena hepatica dan nodus limfatikus perihepatik bersifat steril, namun apabila terdapat obstruksi parsial atau total, tekanan intrabilier akan meningkat sampai 18-29 cm H2O, dan organisme akan muncul secara cepat pada

7

darah dan limfa. Demam dan menggigil yang timbul pada cholangitis merupakan hasil dari bacteremia sistemik yang ditimbulkan oleh refluks cholangiovenososus dan cholangiolimfatik. Penyebab tersering dari obstruksi bilier adalah choledocholithiasis, striktur jinak, striktur anastomosis bilier-enterik, dan cholangiocarcinoma atau karsinoma periampuler. Sebelum tahun 1980-an batu choledocholithiasis merupakan 80% penyebab kasus cholangitis yang tercatat. V.

Diagnosis

1.

Gambaran Klinis Walaupun gambaran klasik kolangitis terdiri dari trias, demam, ikterus,

dan nyeri abdomen kuadran kanan atas yang dikenal dengan trias Charcot, namun semua elemen tersebut hanya ditemukan pada sekitar 50 persen kasus. Pasien dengan kolangitis supuratif tampak bukan saja dengan adanya trias charcot tapi juga menunjukkan penurunan kesadaran dan hipotensi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Cameron, demam di temukan pada lebih dari 90 persen kasus, ikterus pada 67 persen kasus dan nyeri abdomen hanya pada 42 persen kasus. Dua hal yang diperlukan untuk terjadinya kolangitis yaitu adanya obstruksi aliran empedu dan adanya bakteri pada duktus koledokus. Pada sebagian besar kasus, demam dan mengigil disertai dengan kolangitis menandakan adanya bakteriemia. Biakan darah yang diambil saat masuk ke rumah sakit untuk kolangitis akut adalah positif pada 40 sampai 50 persen pasien. Pada hampir semua serial Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae adalah organisme tersering yang didapatkan pada

8

biakan

darah.

Organisme lain yang

dibiakan

dari

darah

adalah

spesies Enterobacter, Bacteroides, dan Pseudomonas. Dalam serial terakhir species Enterobacter dan Pseudomonas lebih sering ditemukan, demikian juga isolat gram negatif dan spesies jamur dapat dibiak dari empedu yang terinfeksi. Adapun organisme anaerobik yang paling sering diisolasi adalah Bacteroides fragilis. Tetapi, anaerobik lebih jarang ditemukan pada serial terakhir dibandingkan saat koledokolitiasis merupakan etiologi kolangitis yang tersering. 2.

Gambaran Radiologi Beberapa pemeriksaan radiologis pasien dengan kolangitis adalah:

• Foto polos abdomen Meskipun sering dilakukan pada evaluasi awal nyeri abdomen , foto polos abdomen jarang memberikan diagnosis yang signifikan. Hanya sekitar 15% batu saluran empedu yang terdiri dari kalsium tinggi dengan gambaran radioopak yang dapat dilihat. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar hidrops, kandung empedu kadang juga dapat terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika. • Ultrasonografi Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik. Juga dapat dilihat kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau

9

edema karena peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi, karena terhalang udara di dalam usus. Dengan ultrasonografi lumpur empedu dapat diketahui karena bergerak sesuai dengan gaya gravitasi.

Gambar. 2 Menunjukkan ultrasonografi dari duktus intrahepatik yang mengalami dilatasi

• CT-Scan CT Scan tidak lebih unggul daripada ultrasonografi untuk mendiagnosis batu kandung empedu. Cara ini berguna untuk diagnosis keganasan pada kandung empedu yang mengandung batu, dengan ketepatan sekitar 70-90 persen.

10

Gambar 2. CT scan yang menunjukkan dilatasi duktus biliaris (panah hitam) dan dilatasi duktus pankreatikus (panah putih), dimana keduanya terisi oleh musin

• ERCP Endoskopik merupakan selang kecil yang mudah digerakkan yang menggunakan lensa atau kaca untuk melihat bagaian dari traktus gastro intestinal. Endoscope Retrograde Cholangiopancreotography (ERCP) dapat lebih akurat menentukan penyebab dan letak sumbatan serta keuntungannya juga dapat mengobati penyebab obstruksi dengan mengeluarkan batu dan melebarkan peyempitan.

Gambar. 3 Menunjukkan endoscope Cholangiopancreotography (ERCP)

dimana

menunjukkan

duktus biliaris yang berdilatasi pada bagian

tengah dan distal

(dengan gambaran feeling defect).

11



Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah rutin: Leukositosis: Pada pasien dengan cholangitis, 79%

memiliki sel darah putih melebihi 10.000/mL, dangan angka rata-rata 13.600. Pasien sepsis dapat leukopenik. Pemeriksaan elektrolit dengan fungsi ginjal dapat dilakukan. Pemeriksaan kadar kalsium darah diperlukan untuk memeriksa kemungkinan pancreatitis, yang dapat menimbulkan hipokalsemia, dicurigai. Tes fungsi liver kemungkinan besar konsisten dengan keadaan cholestasis, hiperbilirubinemia terdapat pada 88-100% pasien dan peningkatan kadar alkali fosfatase pada 78% pasien. SGOT dan SGPT biasanya sedikit meningkat. PTT dan aPTT biasanya tidak meningkat kecuali bila terdapat sepsis yang menimbulkan Koagulasi intravaskuler diseminata (DIC) atau apabila terdapat sirosis pada pasien tersebut. Pemeriksaan koagulasi tersebut diperlukan apabila pasien memerlukan intervensi operatif. Golongan darah, screening darah dan crossmatch biasanya dilakukan apabila pasien memerlukan cadangan darah untuk operasi. Kadar C-reactive protein dan LED pada umumnya meningkat. Kultur darah (2 set): antara 20% dan 30% kultur darah memberikan hasil yang positif, banyak diantaranya menunjukkan infeksi polimikrobial Hasil urinalisis biasanya normal Lipase: keterlibatan ductus choledochus bagian bawah dapat menimbulkan pancreatitis dan peningkatan kadar lipase. Sepertida dari pasien mengalami sedikit peningkatan pada kadar lipase. Peningkatan enzim pankreas menunjukkan bahwa batu saluran empedu menimbulkan cholangitis, dengan ataupun tanpa gallstone pancreatitis (pancreatitis yang disebabkan oleh batu empedu). Kultur empedu: kultur empedu dilakukan apabila pasien mengalami drainase bilier oleh interventional radiology atau endoscopy.

12



Staging

Tingkat keparahan kolangitis akut dibagi kedalam tiga kelompok - Derajat ringan, yaitu kolangitis fase awal yang tidak memenuhikriteria derajat sedang maupun berat. - Derajat sedang, yaitu kolangitis yang diikuti dua dari empat gejala yaitu : a. Jumlah leukosit yang abnormal (>18.000/mm3) b.Teraba masa pada kuadran kanan atas c. Durasi keluhan >72 jam d.Terdapat tanda inflamasi lokal (abses hepar, peritonitis bilier, empisematus kolesisitis). - Derajat berat, yaitu kolangitis akut yang diikuti minimal satu disfungsi organ lainya yaitu a.Disfungsi kardiovaskular b.Disfungsi neurologi c.Disfungsi respiratori d.Disfungsi renal e.Disfungsi hepatik f.Disfungsi hematologi

VI.

Diffrensial Diagnosa

1. Pankreatitis Pankreatitis adalah radang pankreas yang kebanyakan bukan disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus, akan tetapi akibat autodigesti oleh enzim pankreas yang keluar dari saluran pankreas. Biasanya serangan pankreatitis timbul setelah makan kenyang atau setelah minum alkohol. Rasa nyeri perut timbul tiba-tiba atau mulai secara perlahan. Nyeri dirasakan di daerah pertengahan epigastrium dan biasanya menjalar menembus ke belakang. Rasa nyeri berkurang bila pasien duduk membungkuk dan bertambah bila terlentang. Muntah tanpa mual dulu sering dikeluhkan dan muntah tersebut sering terjadi sewaktu lambung sudah kosong. 13

Gambaran klinik tergantung pada berat dan tingkat radang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perut tegang dan sakit terutama bila ditekan. Kira-kira 90% disertai demam, takikardia, dan leukositosis. 2. Hepatitis Hepatitis merupakan salah satu infeksi virus pada hepar yang terdiri dari hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D dan hepatitis E. Hepatitis B merupakan hepatitis yang paling sering terjadi. Keluhan utamanya yaitu nyeri perut pada kuadran kanan atas sampai di ulu hati. Kadang disertai mual, muntah dan demam. Sekitar 90% kasus hepatitis merupakan infeksi akut. Sebagian menjadi sembuh dan sebagian lagi menjadi hepatitis fulminan yang fatal.

VII.

Penatalaksanaan Leukositosis, hiperbilirubinemia, dan peningkatan fosfatase alkali dan

transaminase cukup sering terjadi, dan apabila terjadi, mendukung diagnosis klinis dari cholangitis. USG berguna apabila pasien belum pernah didiagnosa dengan batu empedu, karena USG dapat memperlihatkan batu kandung empedu, memperlihatkan ductus yang berdilatasi, dan dapat menentukan lokasi obstruksi. Tes diagnostik definitif adalah ERCP. Pada kasus dimana ERCP tidak dapat dilakukan, PTC diindikasikan. ERCP dan PTC akan menunjukkan tingkat obstruksi, namun penyebabnya tidak dapat ditentukan dengan cara ini. ERCP dan PTC dapat memungkinkan kultur empedu, memungkinkan pengangkatan batu (apabila ada), dan drainase saluran empedu dengan kateter drain atau stent. Pengobatan pertama pada pasien dengan cholangitis meliputi antibiotik intravena dan resusitasi cairan. Antibiotik cephalosporin (misal cefazolin, cefoxitin) merupakan obat pilihan pada kasus-kasus ringan sampai sedang. Apabila kasusnya berat atau memburuk secara progresif, obat-obatan aminoglikosida ditambah clindamycin ataupun metronidazole sebaiknya ditambahkan pada regimen pengobatan. Pasien tersebut mungkin memerlukan pemantauan di ICU dan dukungan vassopressor. Sebagian besar pasien akan merespon terhadap tindakan ini. Namun, saluran empedu

14

yang mengalami obstruksi harus didrainase sesegera mungkin setelah pasien stabil. Sekitar 15% pasien tidak akan merespon terhadap terapi antibiotik intravena dan resusitasi cairan, dan dekompresi bilier darurat mungkin diperlukan. Dekompresi bilier dapat diakukan melalui endoskopi, melalui rute transhepatic percutaneus, ataupun secara bedah. Pemilihan prosedur tersebut sebaiknnya berdasarkan pada tingkat dan sigat obstruksi bilier. Pasien dengan choledocholithiasis atau keganasan periampuler paling baik ditangani menggunakan pendekatan endoskopik, dengan sphincterotomy dan pengangkatan batu, atau dengan penempatan stent bilier secara endoskopi. Pada pasien dengan obstruksi yang lebih proksimal atau terletah pada perihiler, atau penyakitnya disebabkan striktur pada anastomosis enterik-bilier, atau apabila usaha melalui jalur endoskopi mengalami kegagalan, drainase transhepatik perkutaneus dipergunakan. Apabila ERCP atau PTC tidak memungkinkan, operasi darurat dan dekompresi ductus choledochus dengan T tube mungkin diperlukan untuk menyelamatkan nyawa. Namun perlu diingat bahwa mortalitas pasien yang diobati dengan terapi bedah lebih tinggi daripada pasien yang berhasil diobati dengan endoskopi. Secara keseluruhan tingkat kematian pada pasien dengan cholangitis karena batu empedu sebesar 2% dan kematian pada pasien dengan toxic cholangitis adalah sebesar 5%. Terapi operasi definitif sebaiknya ditunda sampa cholangitis selesai ditangani dan diagnosis yang tepat ditegakkan. Pasien dengan stent yang terpasang dan mengalami cholangitis biasanya memerlukan uji pencitraan berulang dang penggantian stent dengan guidewire. Intervensi segera (misal: sphincterotomy endoscopik, PTC, atau operasi dekompresi) diperlukan pada 10% pasien dengan cholangitis akut. 90% sisanya pada akhirnya akan diobati dengan pembedahan elektif atau sphincterotomy endoskopik setelah terapi antibiotik dan evaluasi diagnostik yang seksama.

15

Cholangitis akut berhubungan dengan tingkat mortalitas total sebesar 5%. Saat terdapat gagal ginjal, gangguan jantung, abses hepar dan keganasan, tingkat mortalitas dan morbiditasnya jauh lebih tinggi. Pengobatan Lain Extracorporeal shock-wave lihotripsy (ESWL) pertama kali dipergunakan untuk menghancurkan batu ginjal. Teknik ini telah dikembangkan untuk pengobatan batu empedu, baik pada kandung empedu maupun pada saluran empedu. Pengobatan ini sering dikombinasikan dengan prosedur endoskopik untuk memudahkan lewatnya batu yang telah terfragmentasi atau pengobatan oral yang dapat melarutkan fragmen tersebut. Kadang kala, batu dapat dilarutkan dengan mempergunakan berbagai bahan kimia yang dimasukkan langsung pada saluran bilier, VIII Prognosis Tergantung berbagai faktor antara lain :  Pengenalan dan pengobatan diri Pada kasus kolangitis dibutuhkan pengobatan antibiotik secara dini dan diikuti dengan drainase yang tepat serta dekompresi traktus biliaris.  Respon terhadap terapi Semakin baik respon penderita kolangitis terhadap terapi yang diberikan (misalnya antibiotik) maka prognosisnya akan semakin baik. Namun sebaliknya, respon yang jelek akan memperberat penyakit tersebut.

 Kondisi Kesehatan Penderita Sistem pertahanan tubuh penderita merupakan salah satu faktor yang menentukan prognosis penyakit ini. Biasanya penderita yang baru pertama kali mengalaminya dan berespon baik terhadap terapi yang diberikan, prognosisnya akan baik.9

16

DAFTAR PUSTAKA

1.Kimura Y, Takada T, Karawada Y,Nimura Y, Hirata K, Sekiomto M,et al. Defenitions, Pathophysiology,and epidemiology of acute cholangitis and cholecystitis: Tokyo Guidelines. J Hepatobiliary Pancreat Surg. 2007;14:15-26 2.Fauzi A. Kolangitis Akut.Dalam:Rani A,Simadibrata M,Syam AF,Editor. Buku ajar Gastroenterohepatologi. Edisi-1. InternaPublishing;2011:579-90. 3. Kimura Y, Takada T, Strasberg SM, Pitt HA, Dirk J. Gouma,et al. TG13 current terminology, etiology, and epidemiology of acute cholangitis and cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Sci (2013) 20:8–23 4. Satapathy SK, Shifteh A, Kadam J, Friedman B,Cerulli M A, Yang SS. Acute cholangitis secondary to biliary ascariasis, a case report. practical gastroenterology march 2011:44-46 5. Attasaranya S,Fogel EL,Lehman GA, Choledocholithiasis, ascending cholangitis, and gallstone pancreatitis. Med Clin N Am 92 (2008) 925–960 6.Sung JY, Costerton JW, Shaffer EA. Defense system in the biliary tract against bacterial infection. Dig Dis Sci1992; 37:689. 7.Csendes A, Becerra M, Burdiles P, et al. Bacteriological studies of bile from the gallbladder in patients with carcinoma of the gallbladder, cholelithiasis, common bile duct stones and no gallstones disease. Eur J Surg 1994;160:363. 8.Leung JW,et al.bacteriologic analysis of bile and brown pigment stones in patients with acute cholangitis.Gastrointest.Endosc.2001;54:340-5 9. Kiriyama S, Takada T, Strasberg SM, Solomkin JS< Mayumi T, Pitt HA,et al. TG13 diagnostic criteria and severity grading of acute cholangitis.Tokyo Guidline. J Hepatobiliary Pancreat Sci (2013) 20:24-34 10. Takada T, Strasberg SM, Solomkin JS, Pitt HA, Gomi H, Yoshida M, Mayumi T. TG13: Updated Tokyo Guidelines for the management of acute cholangitis and cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Sci (2013) 20:1–7

17

11. Miura F,Takada T, Strasberg MS, Solomkin JS, Pitt HA, Gouma DJ, TG13 flowchart for the management of acute cholangitis and cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Sci (2013) 20:47–54

18

12. Higuchi R, Takada T, Strasberg SM, Pitt HA, Gouma DJ,Garden OJ. TG13 miscellaneous etiology of cholangitis and cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Sci (2013) 20:97–105 13. Okamoto K, Takada T, Strasberg SM, Solomkin JS, Pitt HA, Garden OJ,. TG13 management 14. Guyton and Hall. 1997. Buku ajar fisiologi Kedokteran. Cetakan pertama ECG 15. Diakses tanggal 10 november 2018 pukul 20.20 wib http://emedicine.medscape.com/article/774245-overview 16. Dorland. 2000. Kamus kedokteran. Edisi 29. EGC 17.Wim De Jong. 2004. Ilmu Bedah. Edisi Kedua. Jakarta. EGC 18. bundles for acute cholangitis and cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Sci (2013) 20:55–59 19. Pringutomo S. Himawans. Tjarta. Buku ajar patologi ! (umum). Ed !. Jakarta: sagung seto. 2006 20.. Gomi H, Solomkin JS, Takada T, Strasberg SM, Pitt HA, Yoshida M,. TG13 antimicrobial therapy for acute cholangitis and cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Sci (2013) 20:60–70 18

19

Related Documents

Refarat Insomnia.docx
November 2019 23
Refarat Hifema.docx
May 2020 21
Refarat Oa.docx
April 2020 27
Refarat Dhea.docx
November 2019 33
Refarat Pyelonefritis.docx
October 2019 27
Refarat Filariasis.docx
November 2019 21

More Documents from "des"

Atletik.docx
October 2019 37
Job 2.docx
June 2020 27
14 Rmk Pengauditan Ii.docx
October 2019 39
Refarat Dhea.docx
November 2019 33
Kata Pengantar.docx
November 2019 29