3.2 Pembahasan Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada percobaan pengukuran kontraksi otot gastroknemus pada katak (Fejervarya cancrivora) menunjukkan bahwa otot gastroknemus yang diberi stimulus berupa rangsangan elektrik sebesar 0 volt, 5 volt, 10 volt, 15 volt, 20 volt dan 25 volt menunjukkan hasil yang berbeda antara masing-masing besaran tegangan atau rangsangan elektrik yang diberikan. Hasil yang didapatkan pada rangsangan elektrik sebesar 0, 5, 10 dan 15 volt besar kontraksi pada kimograf atau amplitudo 0 mm, sedangkan pada rangsangan elektrik 20 volt besar kontraksi pada kimograf atau amplitudo 1,9 mm dan pada rangsangan elektrik 25 volt besar kontraksi pada kimograf atau amplitudo 4,4 mm. Hal ini sesuai dengan pernyataan Storer, (1961) yang menyatakan bahwa semakin tinggi rangsangan yang diberikan maka amplitudo yang terukurpun akan semakin besar. Hal ini terjadi karena daya rangsangan akan memberikan stimulus pada reseptor yang kemudian akan dijawab dengan kontraksi otot gastroknemus yang masih berfungsi dengan bantuan larutan ringer katak, mesti katak telah mati, adapun jika terjadi data yang diperoleh tidak sesuai dengan teori, hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan. Kemungkinan yang mungkin terjadi diantaranya adalah kesalahan dalam menghitung rata-rata amplitudo, tombol pengatur voltage tidak stabil sehingga tidak sesuai dengan ukuran voltage yang harus diberikan, atau karena jumlah serabut yang berkontraksi dalam setiap individu berbeda-beda. Hasil pengamatan mengenai pengukuran kontraksi otot jantung pada katak (Fejervarya cancrivora ) sebelum ditetesi asetilkolin pada kelompok 1 sebanyak 76 denyut, kelompok 2 sebanyak 60 denyut, kelompok 3 sebanyak 36 denyut, dan kelompok 4 sebanyak 88 denyut, sedangkan setelah ditetesi asetilkolin jumlah denyut jantung katakmenurun pada kelompok 1 menjadi 28 denyut, kelompok 3 menjadi 24 denyut dan kelompok 4 menjadi 12 denyut sedangkan denyut jantung katak pada kelompok 4 mengalami peningkatan menjadi 68 denyut. Hasil peningkatan jumlah denyut jantung yang didapatkan oleh kelompok 2 sesuai dengan pernyataan Storer (1961) bahwa dalam keadaan normal adanya stimulus berupa asetikolin akan berfungsi memberikan rangsangan secara kimiawi pada otot jantung katak, sehingga merangsang kerja otot jantung bekerja lebih cepat. Otot jantung yang tidak diberikan rangsangan asetilkolin tidak menunjukkan perubahan grafik normal besar kontraksi pada kimograf 0 (mm) gelombang (lurus). Kontraksi otot dapat diartikan sebagai suatu aktivitas yang menghasilkan suatu tegangan dalam otot. Biasanya kontraksi itu disebabkan oleh suatu impuls saraf. Neuron dan serabutserabut otot yang dilayani merupakan suatu unit motor. Serabut otot secara individu
merupakan satuan struktural otot kerangka, ini bukanlah merupakan satuan fungsional. Semua neuron motor yang menuju otot kerangka mempunyai akson-akson yang bercabang, masing-masing berakhir dalam sambungan neuromuskular dengan satu serabut otot. Impuls saraf yang melalui neuron dengan demikian akan memicu kontraksi dalam semua serabut otot yang padanya cabang-cabang neuron itu berakhir (Hickman,1972). Mekanisme kontraksi otot diawali dari sebuah implus saraf yang tiba pada persambungan neuromuscular
yang
akan
dikontraksikan
ke
sarkomer
oleh
sistem
tubulatransversal. Sarkomer otot akan menerima sinyal untuk kontraksi sehingga otot dapat berkontraksi. Sinyal elektrik dihantarkan menuju retikulum sitoplasmik (SR) yang merupkan sistem vesikel yang pipih. Membran SR yang secara normal non-permeabel terhadap Ca2+ mengandung transmembran Ca2+ATPase yang memompa Ca2+ ke dalam SR untuk mempertahankan kontraksi Ca2+ pada saat otot rileks. Kedatangan impuls saraf membuat SR menjadi impermeable terhadap Ca2+, akibatnya Ca2+ terdifusi melalui saluran–saluran khusus Ca2+ menuju interior myofibril dan konsentrasi internal Ca2+ akan bertambah. Peningkatan konsentrasi Ca2+ ini cukup untuk memicu konformasial troponin dan tropomiosin. Akhirnya kontraksi otot terjadi dengan mekanisme “perahu dayung”, sedangkan mekanisme relaksasi diawali dengan penarikan Ca2+ dari filament tipis oleh SR. Ca2+ berdifusi dari filament tipis ke SR. Ca2+ dilepas dari komponen troponin Ca2+. Tropomiosin kembali ke posisi blocking kemudian cross bridge myosin aktin putus. Terakhir komponen myosin ATP dibentuk kembali dalam head dari filament tebal (Gunawan, 2001). Universal Kimograf berfungsi
untuk
mengetahui pengaruh
rangsangan elektrik terhadap
kontraksi otot gastroknemus. Cara pembacaan amplitudo pada Kimograf dilakukan dengan menghitung jarak antara satu gunungan dengan gunungan yang lain pada Kimograf. Kontraksi otot juga dapat diukur dengan laser secara in vitro. Larutan yang dipakai pada pratikum pengukuran
kontraksi
otot
gastroknemus adalah
larutan ringer
yang
berfungsi sebagai larutan fisiologis yang dapat memelihara sel-sel otot gastroknemus agar tetap dapat hidup dan meransang aliran listriknya (Hashimoto et al., 2010). Berdasarkan
grafik
hasil
pengamatan
menunjukkan
bahwa
semakin
tinggi
rangsangan elektrik (volt) maka semakin besar kontraksi pada Kimograf. Hal ini sesuai pernyataan Gordon (1981) bahwa voltase yang diberikan terhadap otot akan mempengaruhi besarnya respon dalam bentuk amplitudo (simpangan). Beban yang diberikan juga akan mempengaruhi kelenturan otot yang diuji. Beban akan menarik otot lebih besar, maka ketika otot tersebut dirangsang dengan aliran listrik akan menghasilkan simpangan gerak. Ketika rangsangan elektrik dimulai dari yang lemah maka hasilnya akan lemah dan akan meningkat
secara bertahap sesuai dengan besarnya rangsangan. Ambang batas dari perangsangan didapat ketika hasil kontraksi lemah, lebih lanjut peningkatan akan menghasilkan kontraksi yang besar, selanjutnya akan menghasilkan sebuah titik dimana rangsangan masih besar dan tidak menghasilkan efek. Grafik yang dihasilkan pada kontraksi otot gastroknemus berasal dari stimulus listrik yang diberikan sehingga menyebabkan otot berkontraksi secara simultan dan menggerakan grafik pada kertas sehingga semakin besar tegangan yang diberikan semakin jauh pin akan menyimpang dan menggoreskan grafik dikertas Kimograf. Pemberian voltase pada kaki katak terutama pada otot gastroknemus ini mengakibatkan adanya polarisasi respon pada saraf sehingga menekan ATP-ase dalam penyaluran ATP. Penyaluran ATP mengakibatkan otot bergerak oleh voltase tertentu. Otot gastroknemus juga sangat peka dengan perubahan suhu dan kenaikan ataupun penurunan suhu mengakibatkan perubahan gerak isometrik dan lamanya waktu maksimum relaksasi otot (Rosser, 2003). Otot Jantung (otot cardiak) merupakan otot yang hanya terdapat pada jantung. Otot ini merupakan otot paling istimewa karena memiliki bentuk yang hampir sama dengan otot lurik, yakni mempunyai lurik-lurik tapi bedanya dengan otot lurik yaitu bahwa otot lirik memiliki satu atau dua nukleus yang terletak di tengah atau tepi sel, sedangkan otot jantung satusatunya otot yang memiliki percabangan yang disebut duskus interkalaris. Otot jantung adalah otot lurik dan bekerja tanpa pengaruh saraf sadar atau bekerja tanpa sadar. Jantung terus berdenyut walaupun semua syaraf yang menuju kepadanya dipotong (Isnaeni, 2006). Katak dan amfibia lainnya mempunyai jantung berbilik tiga, dengan dua atria dan satu ventrikel. Ventrikel akan memompakan darah ke dalam sebuah arteri bercabang yang mengarahkan darah melalui dua sirkuit : pulmokutaneuscircuit mengarah ke jaringan pertukaran gas (dalam paru-paru dan kulit pada katak), dimana darah akan mengambil oksigen sembari mengalir melalui kapiler. Darah yang kaya oksigen kembali ke atrium kiri jantung, dan kemudian sebagian besar di antaranya dipompakan ke dalam sirkuit sistematik. Sirkuit sistemik (systemiccircuit) membawa darah yang kaya oksigen ke seluruh organ tubuh dan kemudian mengembalikan darah yang miskin oksigen ke atrium kanan melalui vena. Skema ini,yang disebut sirkulasi ganda (doublecirculation), menjamin aliran darah yang keluar ke otak, otot, dan organ-organ lain, karena darah itu dipompa untuk kedua kalinya setelah kehilangan tekanan dalam hamparan kapiler pada paru-paru atau kulit (Campbell, 2004: h. 45). Denyut jantung dibagi menjadi dua tipe yaitu neurogenik dan jantung meogenik. Jantung neurogenik adalah jantung pada hewan tingkatan rendah (invertebrata), yang aktivitasnya
diatur oleh sistem syaraf sehingga jika hubungan syaraf dengan jantung diputuskan maka jantung akan berhenti berdenyut. Jantung miogenik denyutnya akan tetap ritmis meskipun hubungan dengan syaraf diputuskan, bahkan bila jantung katak diambil selagi masih hidup dan ditaruh dalam larutan fisiologis yang sesuai akan tetap berdenyut (Putri, 2009). Jantung mengandung serat-serat jantung yang termodifikasi yang berfungsi untuk mengkoordinasikan detak jantung dengan mengatur waktu kontraksi dari atrium dan ventrikel. Mekanisme berawal dari nodus sino atrium (SA) yang berlokasi dalam atrium kanan pada pintu masuk vena kava superior. Nodus sino atrium akan sampai ke nodus antrio ventrikulum yang terletak di bagian belakang septum inter ventrikulum. Sel-sel otot jantung akan termodifikasi (serat-serat purkinje) bercabang dua dan cabang yang terpisah berjalan melalui jaringan subendokardial dari ventrikel kanan dan kiri. Sel-sel dalam dua daerah nodus itu berbentuk spul, sel-sel yang sangat bercabang yang dipisahkan satu sama lain oleh sedikit jaringan penyambung (Bevelander and Ramaley, 1988). Jantung katak berbeda dengan jantung manusia. Jantung katak maupun mamalia mempunyai centrum automasi sendiri artinya tetap berdenyut meskipun telah diputuskan hubungannya dengan susunan saraf atau di keluarkan dari tubuh. Secara anatomis jantung katak terbagi menjadi tiga ruang yaitu sinus venosus, dua atrium dan satu ventrikel. Jantung terbuat dari jaringan otot khusus yang tidak terdapat di manapun di seluruh tubuh. Lapisan pertama disebut endokardium yang berfungsi sebagai bagian dalam jantung. Lapisan kedua disebut miokardium yaitu otot utama jantung yang melaksanakan pemompaan untuk mensirkulasikan darah. Epikardium adalah lapisan ketiga otot jantung, tipis merupakan membran proteksi yang menutup sebelah luar jantung (Agung, 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi kontraksi otot gastroknemus menurut Hadikastowo (1982) antara lain : 1. Beban Pemberian beban menyebabkan kontraksi otot menurun dari pada yang tidak diberi beban. Panjang otot Panjang otot yang lebih pendek dari pada normal atau lebih besar dari pada normal maka tegangan aktif yang terjadi lebih sedikit sehingga kontraksi otot menurun. 2.
Tegangan (Voltage)
Semakin tinggi tegangan semakin tinggi pula kontraksi otot. 3.
Jumlah serabut individu
Kekuatan kontraksi seluruh otot meningkat dengan meningkatnya jumlah serabut individu yang berkontraksi.
Menurut Galambus (1962) kontraksi otot jantung dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : 1.
Treppe
Treppe adalah meningkatnya kekuatan kontraksi berulang kali pada suatu serabut otot karena stimulasi berurutan yang berseling beberapa detik. Pengaruh ini mungkin disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi ion Ca++ di dalam serabut otot yang meningkatkan pula aktivitas miofibril. 2.
Summasi
Summasi merupakan hasil penjumlahan kontraksi dua jalan, yaitu dapat berupa summasi unit motor berganda dan summasi bergelombang. Summasi unit motor berganda terjadi apabila lebih banyak unit motor yang dirangsang untuk berkontraksi secara simultan pada otot, sedangkan summasi berulang terjadi apabila frekuensi stimulasi ditingkatkan kepada unit-unit motor. 3.
Tetani (tetanus)
Tetani terjadi apabila frekuensi stimulasi menjadi demikian cepat sehingga tidak ada peningkatan frekuensi lebih jauh lagi yang akan meningkatkan tegangan kontraksi, tenaga terbesar yang dapat dicapai oleh otot telah tercapai. 4.
Fatigue
Fatigue yaitu menurunnya kapasitas bekerja yang disebabkan oleh pekerjaan itu sendiri. Jangka waktu bahwa suatu tegangan atau kontraksi otot dapat tetap dipertahankan tergantung pada tersedianya suplai energi dalam bentuk ATP dan kalsium bagi filamen protein kontraktil. 5.
Rigor dan Rigor mortis
Kejadian tersebut terjadi apabila sebagian besar ATP di dalam otot telah dihabiskan kalsium dan tidak dapat dikembalikan ke dalam retikulum sarkoplasma melalui mekanisme pemompaan kalsium, oleh karena itu relaksasi tidak dapat terjadi karena filamen aktin dan miosin terikat dalam suatu ikatan yang erat.
IV.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa : 1.
Hasil pengamatan menunjukkan otot gastroknemus yang diberi stimulus elektrik
sebesar 0, 5, 10, dan 15 volt besar amplitudonya 0 mm sedangkan pada rangsangan elektrik sebesar 20 dan 25 volt besar ampitudonya 1,9 mm dan 4,4 mm. 2.
Voltase yang diberikan terhadap otot akan mempengaruhi besarnya respon dalam
bentuk amplitudo.
DAFTAR REFERENSI Agung, Raka dan Suryawan, Adi. 2007. Pereancangan dan Realisasi Penghitung Frekuensi Detak Jantung Berbasis Mikrokontrole AT89S52. Teknologi Elektro. Vol. 13 6 No. 2 Juli – Desember. Bavelander, G. and J.A. Ramaley. 1979. Essentials of Histology. C.V. Mos by Company, Sant Louis.
Galambus, R. 1962. Nerve and Muscle. Anchor Book, New York. Gordon, M. S. 1981. Animal Physiology. Mc Millan Publishing Inc, New York.
Gunawan, A. 2001. Mekanisme dan Mekanika Pergerakan Otot. Integral, Vol: 7 no.1: 38-52.
Hadikastowo. 1982. Zoologi Umum. Alumni, Bandung. Hashimoto,
Shigehiro
,
Shuichi
Mochizuki,
Jun
Takase
and
Daisuke
Inoue.
2010. Measurement of Periodical Contraction of Cultured Muscle Tube with Laser. Department of Biomedical Engineering. Osaka Institute of Technology, Osaka, 535-8585, Japan. Hickman, C.P. 1972. Biology of Animal. The C.V. Mos by Company, Sant Louis Isnaini W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisisus, Jakarta.
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius, Yogyakarta. Putri. F. E. 2009. Kontraksi Otot Jantung Ikan. Departemen Budidaya Perairan-Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Rosser, B. W. C., and E. Bandman. 2003. Heterogeneity of protein expression with in muscle fibers. Intern. J. Dev. Biol. 46:747–754.
Storer, T. 1961. Element of Zoology. Mc Graw Hill Book Company Inc., New York.
Ville C. A., Walker and D. Barners. 1988. Zoology Umum edisi ke Enam. Erlangga, Jakarta