Real_makalah_risiko_pembiayaan[1].docx

  • Uploaded by: Laili Al Munawwarah
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Real_makalah_risiko_pembiayaan[1].docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,945
  • Pages: 15
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Risiko perbankan diindonesia pada umumnya kurang mendapat perhatian secara serius dan proposional hingga ahkhir tahun 2000-an hal ini terindikasi dari kuranngnya perhatian bank untuk menerapkan prinsip-prinsip menejemt risiko sebagai bagian dari menejement perbankan, sedikit bank yang membentuk komite menejement risiko dan menempatkannya pada posisi startegis bank, kemudian ada pandangan yang kerliru bahwa risiko harus dihindari, padahal risiko selalu ada dalam dunia bisnis. Bank Indonesia telah mewajibkan bank komersial untuk menerpkan menejement risiko sebagai bagian dari penilaian kerja bank para komisaris dan deriktur bank mewajibkan memilki sertifikat menejement risiko yang keluarkan oleh Badan Sertifikat manejement risiko. Manejement risiko dalam lembaga keuangan syariah mempunyai karakter yang berbeda dengan Lembaga Keuangan Konvensional, terutama karena adanya jenis-jenis risiko yang khas melejat hanya pada lembaga keungan yang beroperasi secara syariah. Menejemen risiko tersebut diaplikasikan untuk menjaga agar aktipitas operasional bank tidak mengalami kerugian yang melebihi batas kemampuan bank untuk menyerap kerugian tersebut atau membayakan kelangsungan dan kesehatan bank.

1

2

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana risiko pembiayaan dalam bank syariah? 2. Apa faktor penentu risiko pembiayaan? 3. Siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam risiko pembiayaan?

C. Tujuan 1. Untuk mengetahui resiko pembiayaan syariah. 2. Supaya bisa mengetahui apa saja penentu risiko pembiayaan dalam pembiayaan syariah. 3. Agar kita bisa mengetahui siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam risiko pembiayaan.

BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Risiko Pembiayaan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tanggal 02 November 2011 menyatakan bahwa risiko pembiayaan adalah risiko akibat kegagalan nasabah atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Termasuk dalam kelompok risiko pembiayaan adalah risiko konsentrasi, yaitu risiko yang timbul akibat terkonsentrasinya penyediaan dana kepada satu pihak atau sekelompok pihak, industri, sektor, dan /atau area geografis tertentu yang berpotensi menimbulkan kerugian cukup besar dan dapat mengancam kelangsungan usaha bank. Risiko pembiayaan dapat bersumber dari aktivitas bank, antara lain aktivitas penyaluran dana bank on balance-sheet maupun off-balance-sheet.1 Berdasarkan bentuk bisnis perbankan islam dapat diklasifikasikan menjadi tiga , yakni korporasi ,UMKM, dan ritel. Dalam ketentuan LBUS (laporan bank umum syariah) yang dikeluarkan oleh bank Indonesia (lapiran SE No.5/31/DSN tertanggal 1 desember 2003), Debitur Dikelompokan menjadi dua yaitu UKM dan buakn UKM. Semua debitur yang bukan UKM termasuk didalamnya koperasi dan debitur non bisnis. Berdasar data statistic perbankan syariah kompoosisi debitur bank islam didominasi oleh sector UKM. Komposisi sebenernya menunjukan sisi positif bank islam,yaknim keberpihakannya kepada sector riil, Terutam UKM. Bahkan saat ini bank Indonesia sedang gencargencarnya mengampanyekan peningkatan kontribusi perbankan dalam paembiayaan ke sector UKM melalui linkage program,,yamg mengingatkan mayoritas masyrakat Indonesia bbbberada pada sector ini yang terbukti mampu menciptakan lapangan kerja dan menyerap tenaga kerja yang memberikan kontribusi besar PDB.2

1

Supranto dan Johannes, Pengambilan Risiko Secara Strategis Bagi Pengambilan Keputusan Bisnis, (Depok : PT RajaGrafindo Persada. 2013) hlm 443. 2 Ikatan Bankir Indonesia, Manajemen Risiko 1, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. 2012) hlm 67-68.

2

3

Risiko pembiayaan sering kali dikaitkan dengan risiko gagal bayar. Risiko ini mengacu pada potensi kerugian yang dihadapi bank ketika pembiayaan yang diberikannya macet. Debitur mengalami kondisi dimana dia tidak mampu memenuhi kewajiban mengembalikan modal yang diberikan oleh bank. Selain pengembalian modal, risiko ini juga mencakup ketidakmampuan debitur menyerahkan porsi keuntungan yang seharusnya diperoleh oleh bank dan telah diperjanjikan di awal. Konsekuensi penggunaan definisi ini adalah risiko pembiayaan hanya berlaku untuk akad berbasis utang, yakni qardhul hasan, jual beli muajjal, dan jual beli salam. Debitur yang melakukan pembiayaan menggunakan skema akad-akad ini, diwajibkan untuk membayar kembali kepada bank sesuai dengan termin yang telah diperjanjikan. Kegagalan debitur melunasi kewajibannya dianggap sebagai kondisi gagal bayar, gagal dalam membayar cicilan pokok maupun porsi keuntungan (khusus akad jual beli). Selain risiko gagal bayar, risiko pembiayaan kadang merujuk pada risiko kredit. Istilah inilah yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam PBI Nomor 13/23/PBI/2011. Sebenarnya istilah risiko kredit lebih cocok digunakan untuk perbankan konvensional. Mengingat skema pembiayaan mereka yang menggunakan konsep kredit. Bank memberikan sejumlah dana kepada debitur dan kemudian meminta pengembalian disertai sejumlah keuntungan yang diperjanjikan. Melihat skema ini, istilah kredit bisa juga digunakan untuk pembiayaan di bank Islam, yakni untuk akad qardhul hasan ,jual beli muajjal, dan jual beli salam, sedangkan untuk pembiayaan mudharabah dan musyarakah tidak cocok menggunakan istilah kredit. Dari kedua istilah diatas risiko pembiyaan ini muncul akibat kegagal debitur menyelesaikan kewajibannya. Karena muncul dari sisi debitur risiko yang disebut juga dengan counter party risk. Apapun istilah yang digunakan dalam memahami konsep pembiayaan pada bank syariah. 3 B. Faktor Penentu Risiko Pembiayaan Akad Qardhul Hasan Qardhul hasan termasuk kategori akad tolong-menolong murni (li tabarru'). Bank Islam tidak diperbolehkan sama sekali untuk mengambil keuntungan dalam bentuk dan alasan apa pun. 3

Imam Wahyudi, Manajemen Risiko Bank Islam, (Jakarta : Salemba Empat, 2013), hlm 83-93

4

Dalam konteks manajemen risiko, langkah terbaik yang bisa dilakukan oleh bank hanyalah mencegah risiko tidak kembalinya modal yang dipinjamkan. Modal yang dipinjamkan dapat berupa uang atau barang. Pemberian pinjaman dalam bentuk uang menciptakan risiko turunnya nilai uang di kemudian hari. Perbedaan nilai intrinsik atau daya beli uang menjadi sebab bank konvensional membebankan biaya bunga untuk menutupi risiko penurunan nilai uang tersebut. Penyebab utamanya adalah tingkat inflasi yang bernilai positif. Meskipun kenyataannya, suku bunga nominal juga menjadi kontributor bagi tingkat inflasi itu sendiri. Artinya bahwa terdapat hubungan timbal balik antara tingkat bunga dan inflasi. Bank

konvensional sering kali

menggunakan pendekatan diskonto untuk mengakomodasi perbedaan nilai uang dalam rangka menentukan tingkat bunga. Salah satu aplikasinya adalah penggunaan model pinjaman terdiskonto. Misalnya, seorang debitur mengajukan pinjaman ke bank sebesar Rp100 juta selama 1 tahun. Katakanlah, tingkat inflasi saat ini adalah 1000 per tahun. Dengan model ini, bank hanya memberikan kepada debitur uang sejumlah Rp90 juta pada waktu kontrak. Namun, pada waktu pelunasan, debitur diminta mengembalikan sejumlah Rp100 juta, atau bentuk lainnya adalah bank tetap menyerahkan uang sebesar Rp100juta,namun meminta tambahan Rp10 juta pada waktu penulasan. Kedua bentuk ini merupakan riba nasiah yang terlarang dalam Islam.4 Dalam Islam, berapa jumlah yang diterima oleh debitur, itulah jumlah yang akan dikembalikannya kepada bank. Dalam bentuk yang pertama, debitur hanya diwajibkan mengembalikan sejumlah Rp90 juta, karena itulah jumlah yang dia terima. Demikian pula dengan bentuk kedua, debitur hanya wajib mengembalikan uang sejumlah Rp100 juta. Tambahan Rp10 juta pada kedua bentuk itu adalah riba. Jika rela membayarnya, debitur juga akan terkena dosa riba sebagaimana bank yang menerima uang riba tersebut. Untuk menjamin kembalinya modal, bank Islam dapat menggunakan fasilitas agunan (ra/m) dan jaminan pihak ketiga (kafalah).5

4

Ikatan Bankir Indonesia, Manajemen Risiko 3, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. 2012) hlm 71-73. Bambangg Rianto Rustam, Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia (Jakarta: Salemba Empat. 2013) hlm 98-99 5

5

C. Berikut Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Risiko Pembiayaan. 1. Debitur, disebut juga sebagai counterparty risk, yaitu risiko yang disebabkan oleh debitur sehubungan dengan ketidakmampuan atau ketidakmauan debitur dalam melaksanakan kewajibannya kepada bank. Counter party risk terdiri atas: a. Obligor risk, yaitu risiko yang berkaitan dengan kemauan dan kemampuan debitur dalam menyelesaikan kewajibannya kepada bank. b. Collateral risk, yaitu risiko yang terkait dengan pemenuhan collateral (jaminan) yang diberikan oleh debitur kepada bank untuk meng-cover pinjaman yang diterimanya. c. Legal risk, yaitu risiko yang terkait dengan aspek dokumentasi dan administrasi pembiayaan yang dapat mempunyai implikasi hukum jika tidak dilaksanakan dengan tertib dan sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku. 2. Bank. Risiko yang terjadi karena kesalahan bank dalam melakukan analisis terkait pemberian pembiayaan sehingga fasilitas yang diberikan tidak sesuai dengan peruntukannya, jangka waktu pembiayaan tidak sesuai, over atau under facility, atau fasilitas yang diberikan sebenarnya tidak layak untuk dibiayai. 3. Negara, disebut juga sebagai country risk, yaitu risiko yang terjadi akibat ketidakmampuan debitur dalam memenuhi kewajibannya karena beroperasi pada suatu negara yang kebijakkannya tidak mendukung aktivitas usaha debitur.6 Risiko yang perlu menjadi perhatian bank dalam penyaluran pembiayaan, antara lain: 1. Risiko politik, didasarkan atas kebijakan/kestabilan politik (termasuk kebijakan ekonomi, keamanan, sosial, dan budaya suatu daerah/negara).

6

Ikatan Bankir Indonesia, Mengelola Bisnis Pembiayaan : Bank Syariah, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. 2014) hlm 74-75.

6

2. Risiko sifat usaha. Masing-masing bisnis/usaha mempunyai jenis dan tingkat risiko yang berbeda-beda. Karena itu, bank harus dapat memahami aktivitas bisnis debitur (seperti turn over usaha, spesifikasi/kekhususan usaha, bidang investasi, dan jenis usaha) sehingga dapat melakukan mitigasi risiko untuk menjamin fasilitas pembiayaan yang diberikan kepada debitur dapat berjalan dengan lancar. 3. Risiko geografis, timbul karena faktor alam, lingkungan, dan lokasi usaha. Bank harus dapat menganalisis lokasi usaha debitur, seperti apakah daerah tersebut rawan bencana, bagaimana kondisi keamanan dan akses kelokasi usaha, dan lainnya. 4. Risiko ketidakpastian usaha. Kecermatan dalam melakukan analisis dan proyeksi terhadap kondisi bisnis debitur, apakah dalam tahap start-up, growth, mature, atau decline. 5. Risiko persaingan. Bank harus memperhatikan bagaimana tingkat persaingan usaha debitur dalam pangsa pasar yang dimasukinya dan konsentrasi pembiayaan dalam suatu segmen usaha terkait persaingan bank dalam penyaluran pembiayaannya. 6. Risiko inflasi. Akibat dari value of money (nilai uang) yang diperhitungkan dalam aktivitas penyaluran pembiayaan (cost of fund/money of borrowing). 7

Secara lebih luas, resiko pembiayaan mengandung 3 kompenen: 1. Peluang gagal bayar (probabilitiy of default), yaitu ketidakmampuan debitur dalam memenuhi kewajibannya kepada bank. 2. Eksposur pembiayaan (exposure financing), yaitu berkaitan dengan potensi jumlah kerugian jika debitur gagal bayar. 3. Tingkat pemulihan (recovery rate) yaitu tingkat pengembalian pembiayaan yang telah gagal bayar sebagai upaya pemulihan kinerja bank.

7

Ibid. hlm 75-76.

7

Dalam pengelolaan risiko pembiayaan ini, bank dapat melakukan beberapa kegiatan berikut. 1. Aktivitas penyaringan, yaitu dengan menekankan pencegahan agar bank terhindar dari potensi gagal bayar oleh debitur. 2. Pembatasan pembiayaan, dengan membatasi jumlah pembiayaan yang diterima oleh satu nasabah atau satu grup nasabah, atau dikenal dengan istilah BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit) atau 3L (Legal Lending Limit). 3. Diversifikasi pembiayaan, yaitu dengan melakukan sebaran pembiayaan, baik berdasarkan jenis perusahaan, jenis industri tertentu, sektor ekonomi, dan sebagainya. Risiko pembiayaan dari sisi perbankan dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut. 1. Kepentingan pribadi pejabat bank terkait dengan pemberian pembiayaan kepada debitur (self dealing), seperti keterlibatan dalam kegiatan usaha nasabah. 2. Haus akan laba (anxiety for income), namun kurang mengupayakan sumber pengembalian, yaitu arus kas. 3. Kompromi terhadap prinsip pemberian pembiayaan yang sehat (tidak objektif). 4. Kebijakan/prosedur

pembiayaan

tidak

memadai/tidak

memenuhi

dalam

pelaksanaan aktivitas pembiayaan yang baik. 5. Informasi pembiayaan untuk pengambilan keputusan tidak lengkap. 6. Lambat mengambil tindakan likuidasi sesuai perjanjian. 7. Monitoring

pembiayaan

yang

tidak

konsisten

dan

menggampangkan

permasalahan yang terjadi. 8. Kemampuan teknis yang kurang memadai, termasuk melakukan seleksi atas risiko yang kurang andal, dan pembiayaan yang diberikan overfacilities. 9. Tekanan persaingan usaha.8

8

Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan, (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada. 2008) Hlm 81.

8

Selain hal diatas, dari sisi bank, risiko pembiayaan dapat terjadi karena beberapa hal berikut: a. Tidak adanya standar kebijakan pembiayaan. b. Pelanggaran terhadap batas maksimum pemberian pembiayaan bagi satu debitur. c. Konsentrasi pembiayaan pada segmen usaha yang tergolong berisiko tinggi dan spekulatif. d. Ketidaklengkapan dokumen pembiayaan. e. Tidak ada standar formal tentang pricing procedure. f. Lemahnya analisis, review, dan pengawasan (monitoring) pembiayaan.

Berikut risiko dari sisi debitur (terkait dengan usaha debitur). a. Supply risk, proses produksi akan terhambat apabila debitur mengalami kekurangan bahan baku. Jika kondisi tersebut berlangsung lama, ada kemungkinan debitur tidak dapat memenuhi kewajiban pembayarannya kepada bank. b. Production risk, risiko yang terjadi karena gangguan dalam aktivitas produksi, seperti kerusakan mesin, gangguan pencadangan listrik, dan sebagainya yang menyebabkan aktivitas produksi yang dijalankan oleh debitur terganggu dan tidak memenuhi target produksi sesuai kapasitasnya. Alhasil, kemampuan debitur untuk memenuhi kewajibannya menurun. c. Labor risk, risiko yang terjadi apabila tenaga kerja perusahaan debitur melakukan pemogokan atau demonstrasi sehingga memengaruhi operasional perusahaan. d. Demand risk, risiko yang terjadi apabila output (barang atau produk) hasil produksi ternyata tidak laku dipasaran karena ketinggalan inovasi, hasil produk cacat dan sebagainya.

9

e. Collection risk, risiko yang terjadi debitur mengalami kendala dalam melakukan penagihan piutang usaha kepada para customernya.9

Jenis-Jenis Risiko Secara umum, risiko-risiko yanag melekat pada aktivitas funngsional bank syariah dapat diklarifikasikan ke dalam tiga jenis risiko, yaitu risiko pemmbiayaan, risiko pasar; terdiri dari forex risk, intesest rate risk, liquidity risk dan price risk, serta risiko operasional; terdiri dari transactional risk, compliance risk, strategic risk, reputation risk, dan legal risk. A. Risiko pembiayaan Risiko pembiayaan adalah risiko yang disebabkan oleh adanya kegagalan counterparty dalam memenuhi kewajibannya. Dalam bank syariah,risiko pembiayaan mencakup risiko terkait pembiayaan korporasi. 1. Risiko Terkait Produk a. Risiko Terkait Pembiayaan Berbasis natural certainty contracts (NCC) Yang dimaksud dengan analisis risiko pembiayaan berbasis natural certainty contracts adalah mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari seluruh risiko

nasabah

sehingga

keputusan

pembiayaan

yang

diambil

sudah

memperhitungkan risiko yang ada dari pembiayaan berbasis natural certainty contracts, seperti mudharabah, ijarah, ijarah muntahia bit tamlik, salam, dan istisna’.

Penilain risiko ini mencakup 2 (dua) aspek, yaitu sebagai berikut. 1. Default Risk ( risiko kebangkrutan) yakni risiko yang terjadi pada First Way Out. 2. Recovery Risk (risiko jaminan) yakni risiko yang terjadi pada second way out.

9

Veithzal Rivai, dkk. Commercial Bank Management : Manajemen Perbankan Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. 2012) hlm 550.

10

Default Risk adalah risiko yang terjadi pada first way out yang dipengaruhi oleh hal-hal berikut. 1. Industry Risk adalah risiko yang terjadi pada jenis usaha yang ditentukan oleh halhal berikut. a. Karakteristik masing-masing jenis usaha yang bersangkutan. b. Riwayat eksposur pembiayaan yang bersangkutan di bank konvensinal dan pembiayaan yang bersangkutan di bank syariah, terutama perkembangan Non performing jenis usaha yang bersangkutan. c. Kinerja keuangan jenis ussaha yang bersangkutan (industry financial standard). 2. Kondisi internal perusahaan nasabah, seperti manajemen, organisasi, pemasaran, teknis produksi, dan keuangan. 3. Faktor negative lainnya yang mempengaruhi peruahaan naabah, seperti kondisi group usaha, keadaan force majeure, permasalahan hukum, pemogokan, kewajiban off balance sheet (L/C import, bank garansi), market risk, riwayat pembayaran (tunggakan kewajiban) dan restrukturisasi pembiayaan.10

Recovery risk yaitu resiko yang terjadi pada second Way Out yang dpengaruhi oleh hal-hal berikut 1. Kesempurnaan pengikatan jaminan 2. Nilai jual kembali jaminan 3. Faktor negative lainnya, misalnya tuntutan hukum pihak lain atas jaminan, lamanya transaksi ulang jaminan. 4. Kredibilitas penjamin (jika ada). a. Risiko terkait pembiayaan murabahah Pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan yang dicirikan dengan adanya penyerahan barang diawal akad dan pembayaran kemudian, baik dalam bentuk angsuran atau maupun dalaam bentuk lump sum (sekaligus). Dengan demikian, pemberian 10

Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perbankan Syariah, (Bandung : PT Refika Aditama. 2009) hlm 88-89.

11

pembiayaan murabahah dengan jangka waktu panjang menimbulkan risiko tidak bersaingnya bagi hasil kepadda dana pihak ketiga. Risiko ini timbul karena hal berikut. a. Kenaikan DCRM (direct Competitor’s Market Rate) b. Kenaikan ICRM (indirect Competior’s market Rate) c. Kenaikan ECRI (Expected Competitive Return for Investors) Oleh karena itu, bank dapat menetapkan jangka waktu maksimal untuk pembiayaan murabahah dengan mempertimbangkan hal-hal berikut ini. a. Tingkat (margin) keuntungan saat ini dan predekssi perubahannya dimasa mendatang yang berlaku dipasar perbankan syariah. b. Suku bunga kredit saat ini dan prerdiksi perubahannya dimasa mendatang yang berlaku di perbankan konvensional c. Ekspectasi bagi hasil kepada dana pihak ketiga yang kompetitif di pasar perbankan syariah.

b.

Risiko terkait pembiayaan ijarah Risiko yang terkait pembiayaan ijarah mencakup beberapa hal berikut. a. Dalam hal barang yang disewakan adalah milik bank, timbul risiko tidak produktifnya aset ijarah karena tidak adanya nasabah. b. Dalam hal barang yang disewakan bukan milik bank, timbul risiko rusaknya barang oleh nasabah diuar pemakaian normal. c. Dalam hal jasa tenaga kerja yang disewa bank kemudian disewakan kepada nasabah, timbul risiko tidak perfom-nya pemberi jasa.

c.

Risiko terkait pembiayaan IMBT Terjadi ketika pembayaran dilakukan dengan metode ballonn payment, yakni

pebayaran angsuran dalam jumlah besar diakhir periode. Dalam hal ini, timbul risiko ketidak mampua nasabah untuk membayarnya. Riiko tersebut dapat diatasi dengan memperpanjang jangka waktu sewa (ijarah).

12

d.

Risiko terkai pembiayaan saam dan istishna’ Pembiayaan salam dan istishna’ merupakan pembiayaan yang dicirikan dengan

pembayaran dimuka dan penyeraha barang secara tangguh. Dengan demikian, belum wujudnya barang yang menjadi objek pembiayaan menimbulkan dua risiko, yakni : a. Risiko gagal-serah barang Dapat diantisipasi bank dengan menetapkan kovenan rasio kolateral 220%, yaitu 100% lebih tinggi dari rasio standar 120%. b. Risiko jatuhnya harga barang Dapat diantisipasi dengan menetapkan bahwa jenis pembiayaan ini hanya dilakukan atas dasar kontrak (pesanan) yang telah ditentukan harganya.11

11

Adiwarman A. Karim, Bank Islam analisis Fikih dan Keuangan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2004) hal 260-265

BAB III PENUTUP

Kesimpulan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tanggal 02 November 2011 menyatakan bahwa risiko pembiayaan adalah risiko akibat kegagalan nasabah atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Termasuk dalam kelompok risiko pembiayaan adalah risiko konsentrasi, yaitu risiko yang timbul akibat terkonsentrasinya penyediaan dana kepada satu pihak atau sekelompok pihak, industri, sektor, dan /atau area geografis tertentu yang berpotensi menimbulkan kerugian cukup besar dan dapat mengancam kelangsungan usaha bank. Berikut pihakpihak yang terlibat dalam risiko pembiayaan. Debitur atau disebut juga Counter party risk terdiri atas:Obligor risk, Collateral risk. Legal risk, Bank, dan Negara. Risiko yang perlu menjadi perhatian bank dalam penyaluran pembiayaan, antara lain:Risiko politik, Risiko sifat usaha, Risiko geografis, Risiko ketidakpastian usaha, Risiko persaingan, Risiko inflasi. Secara lebih luas, resiko pembiayaan mengandung 3 kompenen: Peluang gagal bayar (probabilitiy of default),Eksposur pembiayaan (exposure financing), Tingkat pemulihan (recovery rate) .

13

DAFTAR PUSTAKA

Supranto dan Johannes, 2013, Pengambilan Risiko Secara Strategis Bagi Pengambilan Keputusan Bisnis, PT RajaGrafindo Persada, Depok. Ikatan Bankir Indonesia, 2012, Manajemen Risiko 1, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wahyudi Imam, 2013, Manajemen Risiko Bank Islam, Salemba Empat, Jakarta. Rustam Bambang Rianto, 2013, Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia, Salemba Empat, Jakarta. Ikatan Bankir Indonesia, 2014, Mengelola Bisnis Pembiayaan : Bank Syariah, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Idroes Ferry N., 2008, Manajemen Risiko Perbankan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Rivai Veithzal, dkk., 2012, Commercial Bank Management : Manajemen Perbankan Dari Teori Ke Praktik, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Anshori Abdul Ghofur, 2012, Hukum Perbankan Syariah, PT Refika Aditama, Bandung. Karim Adiwarman A., 2004, Bank Islam Analisis Fikih dan Keuangan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Zulkifli Sunarto, 2003, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Zikrul Hakim, Jakarta.

14

More Documents from "Laili Al Munawwarah"