RANGKUMAN BUKU AJAR PRIMER ILMU BEDAH TORAKS, KARDIAK, DAN VASKULAR
Oleh:
Nahri Atiqi
011713143018
DEPARTEMEN ILMU BEDAH TORAKS, KARDIAK, DAN VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA RSUD DR. SOETOMO SURABAYA 2019
TORAKS
A. Anatomi Toraks terdiri atas bagian tubuh yang meliputi kulit region torakalis dengan otot atau muskulus
yang mengelilingi rongga toraks dengan vertebra torakal, tulang rusuk,
sternum, dan jaringan ikat serta semua organ tubuh didalam nya termasuk pembuluh daraah arteri dan vena, jantung, paru, saraf , dan pembuluh limfe. Rongga toraks dibatasi di daerah bawah oleh diafragma yang memisahkan toraks dari rongga abdomen dan di daerah atas dengan region colli/ leher, sekitar batas atas incisura jugularis di tengah dan bahu dikanan dan kiri. Rongga toraks terdiri dari atas dua bagian utama, yaitu (1) paru-paru (kanan dan kiri) dan sistema trakeo bronchial dan pembuluh daarh arteri dan vena yang menyertainya. (2) mediastinum. Paru kanan terdiri dari tiga lobus, yaitu superior, medius, dan inferior. Sedangkan paru kiri terdiri dari dua lobus, yaitu superior dan inferior.sistem trakeobronkial terdiri atas cabang –cabang bronchial hingga alveoli. Mediastinum dibagi menjadi tiga bagian anatomis bedah, yaitu superior-anterior, medius, dan posterior. Dinding torak terdiri dari 12 pasang tulang rusuk dan dilapisi 11 macam otot penting, hal ini sangat penting diketahui dalam melakukan torakotomi. B. Proses Pernafasan Proses pernafasan terdiri dari inspirasi (aktif) dan ekspirasi (pasif). Pada trauma toraks akan terjadi hambatan inspirasi karena terasa nyeri. Fungsi pernafasan, yaitu: ventilasi, distribusi, diffuse dan perfusi. Oleh karena itu pada trauma toraks dasar terapinya analgetika dan fiksasi kosta. Kemampuan recoil paru daerah apical lebih kecil daripada paru bagian diafragmal, alveoli di apex paru relative lebih mengembang dibandingkan daerah basal paru. Pembedahan toraks diindikasikan pada faal paru normal, kelainan paru obstruktif ringan sampai sedang, atau kelainan paru restriktif ringan.
C. Trauma Toraks Pada trauma toraks terjadi gangguan ventilasi dan perfusi. Bila terjadi penambahan dead space, dapat terjadi ventilasi tanpa perfusi. 1. Penumothoraks Trauma toraks dapat menyebabkan dinding toraks terbuka, sehingga tekanan intrapleural yang negative menyedot udara masuk dan menyebabkan paru kolaps. Hal ini disebut pneumothoraks. Selama udara dapat keluar masuk, disebut openpneumothoraks. Tetapi jika udara terperangkap, disebut tension-pneumothoraks. Pada tension pneumothoraks harus dilakukan pemasangan drainase intratorakal afar menjadi open-pneumothoraks. Selain itu juga terdapat, closed-pneumothoraks karena robeknya pleura visceral. Pada keadaan pleura parietal dan visceral yang robek, terjadi penekanan mediastinum oleh paru yang sehat ke arah hemithoraks yang sakit. 2. Emfisema mediastinum Robekan pada bronkus atau cabangnya dapat menyababkan udara dari dalam bronkus keluar ke bawah daerah kulit (sering di peribronkus ke mediastinum dank e arah leher dan kepala), sehingga menyebabkan emfisema mediastinum dan emfisema subkutis. 3. Flail chest Flail chest yaitu bergeraknya satu segmen rongga dada berlawanan dengan gerakan nafas (gerakan paradoksal) akibat patah kosta di beberapa tempat dan bersifat kominutif, sehingga terbentuk segmen. Pada saat inspirasi, segmen terdorong masuk. Pada ekspirasi segmen akan keluar. Hal ini menyebabkan mediastinum bergerak dengan hebat mengikuti gerakan nafas (Mediastinum Flutter), sehingga terjadi gangguan venous return dan cardiac output menurun. 4. Hematotoraks Hematotoraks yaitu penumpukan darah dalam toraks karena robeknya pembuluh darah dama kavum thoracis, sehingga paru terdesak dan ekspansi terhambat. Jumlah
darah dalam satu hemitoraks mencapai 2-3 liter pada orang dewasa, sehingga dapat terjadi anemia berat, gangguan ventilasi dan perfusi. Klinis terdapat gangguan hemodinamik ( pra syok, anemis, TD menurun, nadi cepat), kemudian lakukan pungsi (keluar darah). Diagnosis dengan X-foto toraks (kesuraman hemitoraks), CTscan (jika minimal), USG (memerlukan probe khusus dan ketrampilan operator). 5. Tamponade Perikardium/Tamponade Jantung Terkumpulnya darah dalam rongga pericardium karena trauma pada jantung, sehingga venous return terhambat dan kontraksi jantung terdesak oleh darah dalam rongga tertutup. Gejala: kegagalan hemodinamik, TD turun pada naiknya tekanan vena sentral. Trauma toraks dibagi mejadi: trauma tumpul, tajam; trauma tembus, tidak tembus; dan flail chest. Akibat dari trauma tumpul a) Patah tulang iga: tungga;, ganda, dengan toraks instabil: flail chest b) Pneumotoraks c) Hematotoraks d) Gabungan a & b, a & c, b & c, a& b & c e) Memar paru-paru (parenchymal bleeding, contusion pulmonum) Trauma Tajam a) Terjadi A, B, C, D, E, seperti pada akibat trauma tumpul b) Waspada hematotoraks massif atau perlukaan jantung/taponade pericardium c) Bisa terjadi luka tembus mediastinum bilateral d) Resusitasi ABC mendahului pemberian cairan/koloid sambal membebaskan A & B, waspada hipoksia otak karena anemia dan kekurangan pasokan oksigen A-B e) Perhartian: trauma tembak adalah termasuk trauma tembus: perhatikan luka masuk dan kuluar, bila luka lebih lebar, maka dapat diduga terjadi perlukaan paru yang hebat (hematotoraks) Tindakan-tindakan bedah dasar dalam penyelamatan trauma toraks
Dalam menangani trauma toraks, diperlukan penguasaan resusitasi yang meliputi A-B-C. Tindakan-tindakan yang diambil dalam pneumotoraks tensi meliputi: 1) Pemasangan kontra-ventil: ambil jarum pendek yang besar. Sambungkan pangkalnya dengan potongan ujung sarung tangan (jari), ikat yang erat, buat sayatan pada ujung sarung tangan tadi. Tusukkan jarum tersebut ke rongga toraks yang mengalami pneumotoraks tensi (jangan keliru sisanya), kira-kira di daerah linea axillaris depan(penderitaberbaring). Bila memang suatu tensi pneumotoraks maka akan menyemprot udara keluar dan potongan sarung tangan akan segera berkembang kempis sesaui dengan pernafasan, keadaan penderita akan tampak lebih lapang. Segera dibuat diagnosis kerja untuk penentuan tindakan selanjutnya. Tersedia pula suatu klep disposable dengan nama Heimlich valve. 2) Pemasangan dren toraks: diperlukan pada keadaan pneuotoraks dan hematotoraks serta kasus non trauma dengan eefusi pleura dan emfisema toraksis. 3) Pungsi pericardium: dilakukan bila terdapat tamponade pericardium melalui titik Larrey ke arah titik tengah klavikula kiri. 4) Pemasangan dren mediastinum dan/atau insisi multiple: dilakukan pada emfisema mediastinum dan emfisema subkutis untuk mengurangi progesivitas emfisema yang memberikan gejala sesak atau penekana pada dada/leher D. Penyakit Infeksi Paru 1. Abses Paru dan Empiema dan Inferksi Jamur. Abses Paru: Jaringan paru yang mengalami nekrosis dengan pembentukan nanah/pus yang disebabkan infeksi mikroba dan membentuk kavitas yang mengandung debris atau cairan. Abeses adalah pembentukan nanah/pus pada bagian tubuh. Etiologi: riwayat aspirasi materi infeksius, yang sering terjadi pada penurunan kesadaran (alcohol, trauma kepala, stroke, seizure) dan kelainan esophagus (akalasia, kelainan refluks, obstruksi esophagus). Faktor risiko: higine buruk (oral, infeksi dental), keadaan immunocompremised (dalam kemoterapi, malnutrisi berat, multiple trauma). Abses paru sekunder menyebar secara hematogen. Apabila nanah/pus terletak di kavum pleura/rongga toraks makan terjadi empyema torakis dan harus dibedakan dengan abses. Klinis: menyerupai pneumonia-malaise, anoreksia, batuk bersputum dan demam. Foto tohraks: air fluid level.
Empiema Toraksis: Etiologi: infected parapneumonie effusion, TBC terinfeksi viral atau mikosis, abses paru pecah ke rongga pleura, trauma yang mengalami infeksi sekunder, pasca bedah, ekstensi abses subfrenikus, pneumotoraks spontan dan sepsis. Fase: eksudatif, fibropurulen, organisas (kronis) pada akhirnya membentuk membrane (pleural peel) dan terjadi schwarte. 2. Infeksi jamur Mikosis: terjadinya infeksi oleh jamur yang oportunistik pada bagian tubuh manusia. Sering pada penderita yang immunocompremise. Klasifikasi: 1) Infeksi patogenik (histoplasmosis, (aspergillosis,
koksidodomikosis, kandidiosis,
blastomikosis),
mukormikosis,
dan
2)
infeksi
oportunistik
kriptokokkosis).
Indikasi
pembedahan: destroyed lung permanen; menghilangkan fokus infeksi yang persisten pengobatan medikamentosa; lesi nodul (untuk menyingkirkan keganasan); dan komplikasi/squele
infeksi:
hemoptysis,
kavitasi,
pneumotoraks,
fistula
bronkopolmunari, empyema, efusi, bronkiektasis dan mediastinitis. 3. TBC paru TBC: infeksi yang disebabkan Mycobacterium sp. Klinis: batuk produktif, Demam, keringat malam, anoreksia, penurunan berat bada, hemoptosis (erosi endobronkial atau pecahnya pembuluh darah dinding kavitas). Foto toraks: infiltrate pada segmen paru apical. Pemeriksaan prabedah: sputum pagi selama 3 hari (BTA +), tes Gafky, tes Mantoux/tuberculin, foto toraks (infiltrate, hilar adenopati, nodul multiple, kavitas, finrosis-kalsifikasi, atelectasis) dan faal paru. Penatalaksanaan 1) Medikamentosa: OAT atau injeksi anti TBC. 2) Bedah. Indikasinya: a. Diagnostik dari lesi paru yang tidak diketahui etiologinya b. TB resisten dengan lesi pari yang terbatas c. Kavitas paru (kaverne) d. Sputum positif (Gafky tidak pernah bisa negative) e. Destroyed lobe atau destroyed lung (gangrene, nekrosis) f. Hemoptosis massif g. Fistula bronkopleural yang persisten pasca drainase toraks
h. Stenosis bronkus i. TBC dengan infeksi sekunder Asprgillosis j. Terjadi komplikasi terhadap pembedahan sebelumnya Teknik pembedahan 1) Dekortikasi: peeling jaringan fibrosa tebal (pleural peel, schwarte) sehingga paru mengembang dan terjadi obliterasi rongga pleura (tanpa adanya pneumotoraks). 2) Torakoplasti: collapsetherapy yang bertujuan untuk mengobliterasi rongga pleura.
JANTUNG
Penyakit Jantung Bawaan dibagi menjadi: non-sianotik (LR shut) dan sianotik (RL shunt) A. Non-sianotik 1. ASD (Atrial Septal Defect) Hubungan antar kedua atrium karena terdapat hubungan di septum atriorum. Berdasarkan letak defeknya, ASD dibagi menjadi: defek sinus-venosus, defek septum sekundum, defek septum primum. Minggu ke-6 kehamilan dimulai pertumbuhan septum atriosum dengan pertumbuhan dari septum primum. Jika terjadi kegagalan pertumbuhan septum primum maka terjadi ASD. Minggu ke-5 kehamilan terjadi perubahan pertumbuhan pembuluh venous dan jika teradi kegagalan dapat menimbulkan hubungan antara atrium. Adanya L to R shunt menyebabkan dilatasi pada jantung kanan dan pada katup pulmonal terjadi stenosis. Sehingga terdengar murmur karena adanya stenosis pulmonal. Bertambahnya volume darah ke paru dapat menyebabkan sclerosis pembuluh pulmonal dan menyebabkan hipertensi pulmonal serta dapat terjadi pembalikan arus R to L. Penutupan defek saat sudah terjadi pembalikan arus merupakan kontraindikasi. Pada defek tipe primum dapat terjadi Mitral-cleft. Gejala klinis lebih cepat terjadi yaitu adanya dekompensasi jantung kiri dan kanan. Pada defek sinus venosus dan ASD II, pada pemeriksaan ECG sering
ditemukan RBBB karena hilangnya sebagian septum di daerah bundle kanan. Pada defek septum primum terjadi LBBB, kanal-AV, ECG tipe kiri. 2. VSD (Ventricular Septal Defect) Kejadian 1,3-1,5 tiap 1000 kelahiran. TIpe: 1) Defek terletak di atas crista, tepat di bawah katup aorta, 2) Defek berada di bawah crista supraventricularis, 3) DDefek berada di daerah katub tricuspudal di bawah crista, 4) Defek berada di daerah septum muskulosum. Problem VSD yaitu besarnya tahanan pulmonal, yang sering terjadi post natal. Sehingga tunika media pulmonal menjadi hipertrofi. Dengan naiknya tahanan, maka circulus vitious tekanan juga naik dan terjadi hipertensi pulmonal, juga peningkatan dari ventrikel kanan. Bila tekanan ventrikel kanan lebih tinggi dari ventrikel kiri dapat terjadi RL shunt. Dalam hal ini penutupan VSD secara pembedahan dapat menyebabkan kegagalan fungsi jantung kanan karena beban terlalu besar. Keadaan ini merupakan keadaan ireeversibel. Jadi hal penting untuk VSD yaotu pencegahan terjadinya hipertensi pulmonal atau pulmonal sklerens. Dapat dilakukan penjiratan arteria pulmonalis sampai garis tengahnya sehingga ventrikel kanan dapat menentukan tahanan yang sesuai untuk menahan aliran darah dari ventrikel kiri dan aliran darah ke pulmonal berkurang sehingga mencegah pulmonal sklerens. Prosedur ini disebut pulmonary-banding. Bila hipertensi pulmonal tidak ada atau sangat kecil atau penderita tidak menunjukkan gejala-gejala klinis yang berat maka operasi baiknya dilakukan secepat mungkin. Gejala klinis yang muncul menyerupai gejala corpulmonale, sumbatan darah venous dan dapat terjadi sianosis jika shunt terbalik. Auskulatasi pada ICS IV-V didapatkan murmur sistolis atau holosistaolis bersifat descresendo. Diagnosis yang tepat dengan kateterisasi jantung. Diagnosis dengan ekokardiografi juga dapat dilakukan. 3. PDA (Patent Ductus Arteriasus) PDA terjadi 2500-5000 kelahiran. PDA terjadi bila ductus arteriosus yang ada dalam masa prenatal tetap terbuka pada masa post natal. Pada masa post natal hubungan ini tidak diperlukan lagi dan hubungan ini pada saat bayi dilahirkan seharusnya dapat menutup spontan karena adanya kontraksi tunika media sehigga ductus botalli akan mengalami obliterasi. Pada umumnya ductus akan menutup 10-15
jam pasca kelahiran. 2-3 minggu ductus akan menutup lengkap. Dalam waktu 1 tahun 99% kasus akan tertutup. Penutupan dapat dirangsang dengan obat-obatan yang mempengaruhi kontraksi otot ductus misalnya golongan endometasin, asetilkolin dan bradykinin. Pada kelainan jantung kompleks yang dibutuhkan justru penundaan penutupan ductus dengan memberikan infus prostaglandin E1. Pada foto toraks didapakan kenaikan peredaran darah paru (hipervaskular)-kenaikan bronchovascular pattern, kadang-kadang disertai pembesaran jantung kanan dan pembesaran atrium kiri. Pada auskultasi didapatkan murmur sistolis-diastolis secara kontinu (continuous murmur atau train in a tunnel). Diagnosis penunjang denga ekokardiografi.
B. Sianotik 1. Tetralogi Fallot (TOF) Penyakit jantung bawaan yang terdiri dari: 1) VSD, 2) overriding aorta, 3) Stenosis pulmonal, 4_Hipertrofi ventrikel kanan. Bila disertai ASD maka disebut pentalogy fallot. TOF merupakan penyakit jantung bawaan yang sianotik dengan RL shunt. Kelainan yang hanya VSD dan Stenosis pulmonal sering disebut Pink Fallot atau TOF yang tidak sianotik. Penderita umumnya tidak mencapai umur tinggi, umur rata-rata yang dapat dicapai adalah + 12 tahun. Sehingga pembedahan dilakukan secara dini dengan jalan anastomosis arteria subclavia dengan arteri pulmonalis yang dikenal dengan Blalock-Taussig Anastomosis. Darah venous yang masuk sirkulasis sistemik dapat menyebabkan polyeythemia karena kurangnya oksigen pada darah. Hal ini diserai dengan kenaikan kadar hematocrit, akibatnya terjadi gangguan faal pembekuan darah. Sebagai akibat ipoksemia terjadi clubbing finger. Gejala utama selain sianosis adalah terdapat sesak nafas waktu kerja dan anak-anak sering menunjukkan kebiasaan yang khas yaotu jongkok. Foto toraks menunjukkan gambaran boot shape. ECG menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan. Auskultasi akan terdengar bunyi murmur sistolis di atas katub pulmonal sebagai tanda adanya stenosis pulmonal. Systolic thrill sering terdengar di ICS III depan dan sangat tergantung besar kecilnya VSD. Diagnosis ditegakkan dan ditetapkan dengan kateterisasi jantung atau ekokardiografi dan angiografi.
Aspek bedah TOF a. Stenosis pulmonal. Pada prabedah dilakukan pengukuran diameter arteri pulmonalis. Pengukuran dengan Pulmonary arteri Index (PAI) yaitu jumlah dari diameter arteria pulmonalis kanan dan kiri yang dibandingkan dengan luas badan, dengan angka normal adalah 330 + 30 mm2/m2. Bila angka ini di bawah 150 mm2/m2 maka dianggap pembuluh pulmonalis sangat sempit. b. Defek septum ventrikel. VSD pada TOF lebih ventral dibandingkan VSD dengan kedudukan normal. c. Kelainan-kelainan tambahan. ASD terdapat kira-kira 15%. Vena cava superiorkiri yang persinten kira-kira 5%. Yang jarang ada adalah gabungan dengand uktus Botalli (bila ada akan sangat menguntungkan keadaan sirkulasi paru-paru). Karena adanya VSD, sering pula terjadi insufisiensi katub aorta. Pada beberapa kasus terdapat katub pulmonalis yang rudimeter. d. MAPCA (multiple-multifocal-aorto-pulmonary collateral arteries). Suatu keadaan terdapatnya hiperplasisa vascular tambahan sebagai akibat terdapatnya stenosis pulmonal dan cabang-cabang arteria pulmonalis sejak bayi dalam kandungan, menimbulkan anastomosis antara aorta dengan cabang arteria pulmonalis dalam tingkat hiler, ekstrapulmonal, intrapulmoner sampai intra aciner. 2. Transposisi pembuluh darah besar (simple-TGA) Suatu keadaan aorta beserta cabang-cabang arteria koronarianya berasal dari ventrikel kanan, sedangkan arteria pulmonalis berasal dari ventrikel kiri. Sering didapatkan pada laki-laki dibanding perempuan dalam perbandingan 2-4:1 dan sering diamati, pada anamnesis keluarga yang mempunyai diabetes. Yang umum sering didapatkan adalah kelaian dengan diskordan ventrikulo-arterial atau sering disebut juga dengan d-TGA yaitu aorta terletak di kanan dan sebelah anterior. Istila L-TGA apabila aorta terletak sebelah kiri di belakang a. pulmonalis. Apabila masih terdapat hubungan antar sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal misalnya PDA, ASD, VSD, maka bayi ini akan dapat bertahan dengan adanya sebagian darah arterial yang mengalir ke tubuhnya. Pada foto toraks tampak bentukan telur digantung tali.
VASKULAR
A. Teknik Dasar Anastomosis dan Penjahitan Vaskular Pada persiapan alat diperlukan tambahan sejumlah alat-alat bedah yang terdiri atas klem atraumatic, protesis-protesis pembuluh darah dan benang-benang atraumatic dengan kode round atau cardiovascular pada jarumnya dengan tebal 2.0-6.0. Dasar Teknik penjahitan didasarkan pada Teknik yang dikemukakan oleh Alexis Carrel pada tahun 1903. Teknik tersebut berupa continuous suture untuk arteri dan vena. Tujuan penjahitan dinding pembuluh darah adalah mempertemukan kedua sisi tunika intima, yang cukup dapat dipenuhi dengan cara penjahitan continuous suture dengan benang tunggal. Penjahitan dilakuakan pada arah melintang agar tidak memperkecil diameter pembuluh darah, kedua sisi pembuluh darah (distal dan proksimal) diklem untuk menghindari perdarahan. Heparin 25 mg iv diberikan bila penjahitan lebih dari 30 menit. Hapearin dapat diulang bila tindakan penjahitan dan pengkleman belum selasai. Cara rekonstruksi vascular 1) Patch: Menjahit tembelan dari segmen yang mengalami kerusakan/defek 2) Interposisi: mengganti segmen yang rusak/defek dengan vena atau protesis 3) Bypass: melakukan pintas atau bypass dari segmen yang rusak tersebut hingga aliran darah dapat dilangsungkan kembali. Trauma arteria Evaluasi 1) Bagaimana trauma terjadi 2) Waktu terjadinya 3) Trauma di lain organ Langkah awal yang harus dilakukan pada setiap trauma vascular > menghentikan perdarahan dengan bebeat tekan atau penekanan dengan tangan. Trauma arteria pada Ekstremitas
Gejala jelas/hard signs: 1. Deficit pulsasi sebelah distal dari trauma 2. Adanya iskemia jaringan distal dari trauma 3. Ada auskultasi bising (bruit) 4. Nampak adanya perdarahan aktif 5. Terlihat hematoma yang makin membesar Gejala tidak jelas/soft signs: 1. Terlihat senjata tajam/pisau/benda atau luka tembak pada ekstremitas terkait 2. Ada perlukaan dan gejala trauma saraf 3. Shock hemoragis yang tidak diketahui sebabnya 4. Pembengkakakn yang signifikan dari ekstremitas 5. Hematoma yang besarnya sedang dan hemodinamik stabil Diagnosis dapat ditegakkan melalui: 1. Arteriografi 2. Doppler USG 3. Pulse oxymetri akral ekstremitas Indikasi bedah segera a) Terdapatnya kerusakan intima berupa flap intima atau hematoma subintima (derajat II) b) Trauma vascular derajat III (rupture total arteri besar) c) Iskemia tungkai yang lebih dari 4-5 jam (maksimal 6 jam sebagai golden period) dan tidak dapat ditunda karena menunggu prosedur arteriografi Proses reperfusi dengan melakukan tindakan rekonstruksi vascular harus dilakukan sebelum melakukan tindakan ortopedik dan setelah dilakukan tindakan ortopedik maka anastomosi pembuluh darah harus di cek kembali.
Penyakit arteria perifer oklusif (PAPO) PAPO 90% disebabkan oleh arteriosclerosis dan artherosklerosis. Prevalensi pada usia lebih dari 70 tahun adalah 3-10% dan umumnya dua per tiga kasus tidak menunjukkan gejala klinis sampai timbulnya iskemia akut/nekrosis perifer. Etiologi dan pathogenesis 1. Arteriosklerosis Penyebab tersering PAPO adalah arteriosclerosis berupa kelaian pada tunica intima dari arteria yang kompleks, terdiri dari penyumbatan setempat dari berbagai bahan Lipida, karbohidrat, darah dan komponen darah, jaringan ikat, pengendapan kapur (kalsium) dengan diikuti kelainan dari tunika media dari arteria. Sekresi esterogen mengurangi perbandingan β dan α-lipoprotein, yang mengakibatkan menurunnya daya tahan dinding arteria terhadap pembentukan artheroma. Oleh karena itu laki-laki lebih sering terserang artherosklerosis daripada perempuan. Penderita DM juga sering terserang karena rendahnya kadar insulin akan menyebabkan kenaikan TG dan kadar lemak totoal. Jaringan ikat akan mengalami degenerasi dan akan timbul pembentukan atheroma. 2. Arteritis Proses keradangan dari dinding arteria, yang menyebabkan penebalan dinding dan juga akan memberi sumbatan arteria yang kronis. Salah satu bentuk yang klasik adalah penyakit Winiwarter Burger atau Thrombendangiitis-obliterans. Penyakit ini sering pada perokok. Tetapi patofisiologinya masih belum dapat dijelaskan. Kemungkinan yang terjadi dalaam hubungan ini adalah 1. Produk tembaka (CO) mempunyai sifat toksik langsung terhadap pembuluh darah terutama terhadap sel endotel 2. Pengaruh rokok terhadap metabolisme katekolamin yang menyebabkan vasokontriksi yang berakibat iskemia jaringan 3. Pengaruh rokok lainnya adalah terjadi pemisahan O2 dengan Hb pada jaringan perifer sehingga menyebabkan iskemia vascular dan hiperkoagulabel yang memudahkan terjadinya thrombosis
4. Pada penyelidikan genetika dai pasien penyakit Burger didapatkan peningkatan HLA-Ag dan HLA-BS yang menjadikannya rentan terhadap pengaruh tembakau (ditemukan banyak pada orang yahudi). Namun pendapat ini sekarang ditentang. 5. Ditemukannya keadaan kepekaan yang berlebihan terhadap kolagen tipe II dan III sehingga mengarah ke factor imunologis.
klinis penyakit Buerger: 1. Laki-laki muda (<30 tahun) dengan anamnesa perokok berat 2. Ada iskemia jari kaki atau beberapa jari 3. Ada flebitis migrans (tromboflebitis superfisialis) 4. Tidak ada diabetes atau kelainan pembekuan darah Morfologi Secara umum menganai arteri ukuran sedang sampai kecil. Selain mengenai ekstremitas, dapat juga mengenai pembuluh darah mesentrial, serebral dan koronaria (penyakit Kawasaki). Juga termasuk pula dalam katgori ini penyakit kolagen, misalnya giant cell arteritis, periarteriitis nodosa, lupus erymatosus disseminates. Salah satu bentuk lain dari arteritis ini adlah apa yang disebut sebagai arteritis non spesisfik meliputi: 1. Penyakit takayushu, yaitu sumbatan pada awal dari percabangan supra aortal 2. Eosinophil arteritis yang menyerang aorta, arteri iliaca dan arteri besar lainnya 3. Inflammatory arteriosclerosis (Linder-Doerr) proses arteriosclerosis pada umur muda belia. 4. Penyakit Raynaud (Raynoud disease, sindroma Raynoud termasuk fenomena Raynoud) yang berikatan dengan spasme arteri/vasospasme. Keadaan ini membedakan dengan penyakit Burger. Penyakit Raynoud dibagi atas -
Primer: etiologic tidak diketahui
-
Sekunder: ada kemungkina penyakit dasarnya
Tromboemboli Pada arteria yang semula normal, karena suatu proses stase (pembendungan) dan kenaikan viskositas darah akan menyebabkan terjadinya thrombosis (konsep Virchow). Diagnostik PAPO Secara Klinis, proses penyakit arteria kronis umumnya arteriosclerosis menuruti pola gejala dari Fontaine dan Rutherford yaitu mengikuti kronologi dari empat stadium yaitu: 1. Gejala tidak spesifik 2. Claudicatio intermitterns (nyeri pada jarak jalan tertentu) 3. Rest pain (nyeri waktu diam) 4. Nekrosis akral/gangrene Pada arteritis tidak terdapat kronologi tersebut. Tindakan Bedah -
Bypass (pintas vascular) yang dapat menjangkau daerah kruris dan pedis berupa rekonstruksi krural dan rekonstruksi pedal.
-
Endarteriektomi
-
Patching
-
Interposisi graft
Terapi bedah paliatif (non rekonstruksi) simpatektomi Dengan dipotongnya serabut simpatikus dan ganglion yang merawat segmen arteria yang terkena proses kronis tadi, maka mekanisme regulasi kimia akan terputus dan pembuluh darah yang dimaksud akan mengalami vasodilatasi. Jenis simpatektomi 1. Simpatektomi lumbo dorsalis 2. Simpatektomi torakalis. Bedah Varises Tungkai Varises adalah pemanjangan, pelebaran disertai berkelok-keloknya sistem vena dan terdapatnya gangguan sirkulasi darah di dalamnya. Patofisiologi
Faktor tekanan, yaitu tekanan hidrostatik: berat badan, tekanan jaringan perivenous, kekuatan lairan pada vena profundal karena tekanan pada sistem arteri (kekuatan hisap dari jantung/tekanan negative rongga toraks: vis a front)
Faktor aliran yaitu pengaturan aliran balik/venous oelh adanya pompa otot dan kulit dan adanya katup-katup vena yang baik semetara hal ini akan dapat terganggu oleh adanya atrofi otot, turunnya elastisitas serta defek katup, yang semuanya akan menimbulkan statis aliran vena.
Etiologi a. Varises primer
Kelemahan primer yang progesif dari katub-katub communicas
Varises
kehamilan
yang disebabkan karena
produksi
progesterone
menghambat actomyosin pada dinidng vena, hingga daya kontraktilitasnya berkurang
Kelainan biokimia dari dinding vena saphena magna dimana teradapat kekurangan dari kollagen, elastin dan hexosamine
Terdapat hubungan arterio venous yang kongenital
b. Varises sekunder: obesitas, pekerjaan berdiri lama, hormonal/menopause, kehamilan, obat-obatan kontrasepsi, hubungan keluarga Stadium klinis varises tungkai 1. Stadium I: Rasa pegal setelah melakukan pekerjaan dengan tungkainya 2. Stadium II: Vena eksitasi, phleboektasia 3. Stadium III: Pembalikan arus darah dalam vena superfisialis kemudian vena akan memanjang dan berkelok 4. Stadium IV: Ulcus varicosum atau post phlebitis syndrome Cara diagnosis klinis varises 1. Test Trendelenburg 2. Tes Perthes 3. Venous phlethysmography 4. Flebografi 5. Duplex scan USG Terapi 1. Bedah -
Ablasi refuks saphenous
-
Ligase vena perforator
-
Koreksi refluk vena profundus
-
Terapi obstruktif vena profundal
-
Bedah Endoluminal/Endovascular
2. Non-bedah -
Obat-obatan
-
Skleroterapi
-
Bebat kompresi