KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kami dapat menyelesaikan makalah Ekonomi Industri dengan tema “Transformasi Struktural Ekonomi Indonesia”. Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah Ekonomi Industri. Dengan makalah ini kami berharap dapat menjadi media pembelajaran bagi setiap pembaca. Untuk itu kami berterima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun.
Palu, Maret 2019
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang ......................................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 1 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Dan Tujuan Industri .............................................................................. 2 B. Sejarah Sektor Industri Di Indonesia ...................................................................... 3 C. Peerubahan Sturtural Dan Pola Pembangunan ....................................................... 8 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................................................. 12 B. Saran ....................................................................................................................... 12 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 13
ii
iii
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini dunia industri, telah memasuki era modern. Kegiatan industri semakin berkembang dan meningkat guna memenuhi kebutuhan manusia sehingga timbulnya industrialisasi. Kegiatan industrialisasi memiliki dampak yang besar bagi kelestarian lingkungan. Dampak yang ditimbulkan dapat menjadi dampak positif maupun dampak negative bagi lingkungan. Salah satu dampak negatifnya adalah timbulnya global warming atau pemanasan global yang terjadi saat ini. Dimulai dari sejarah revolusi industri, revolusi industri merupakan perubahan teknoligi, sosioekonomi, dan budaya pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19. Inngris dengan perkenalan mesin uap (dengan menggunakan batu bara sebagai bahan bakar) dan ditenagai oleh mesin terutama dalam produksi tekstil. Perkembangan peralan mesin logam keseluruhan pada 2 dekade pertama dari abad ke-19 membuat produk mesin produksi untuk digunakan diindustri lainnya. Yang terjadi dengan penggantian ekonomi yang berdasarkan pekerja menjadi yang didominasi oelh industri dan diproduksi mesin. Revolusi ini dimulai diawali dengan Revolusi Industri yang tidak jelas. Tetapi, menurut T.S.Ashton menulis sekitar tahun 1760-1830. Tidak ada titik pemisah dengan Revolusi Industri II pada sekitar tahun 1850, ketika kemajuan teknologi dan ekonomi mendapatkan momentum dcengan perkembangan kapal tenaga uap, rel, dan kemudian diakhir tersebut perkembangan mesin bakar dalam dan perkembangan pembangkit tenaga listrik. Efek upayanya menyebar keseluruh Eropa Barat dan Amerika Utara, kemudian mempengaruhi seluruh dunia. Efek perubahan ini dimasyarakat Neolitikum ketika pertanian mulai dilakukan dan membentuk peradaban, meggantikan kehidupan nomadic. Istilah Revolusi Industri diperkenalkan oleh Louis-Auguste Blanqui dipertengahan abad ke-19.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Apa pengertian, konsep, dan tujuan industri? 2. Bagaimana sejarah sector industri di Indonesia? 3. Bagaimana perubahan struktur industri di Indonesia?
1
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian dan Tujuan industri Industri mempunyai 2 pengertian yaitu pengertian secara luas dan pengertian secara sempit. Dalam pengertian secara luas industri mencakup semua usaha dan kegiatan dibidang ekonomi yang bersifat produktif. Sedangkan pengertian secara sempit, industi atau industri pengolahan adalah suatu kegiatan yang mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Dalam hal ini termasuk kegiatan jasa industri dan pekerja perakitan (assembling). Dalam istilah ekonomi, industri mempunyai 2 pengertian. Pertama, industri merupakan himpunan perusahan-perusahan sejenis, contoh industri kertas berarti himpunan perusahanperusahan penghasil kertas. Kedua, industri adalah sector ekonomi yang didalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah barang mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi (Arsyad, 2004). Dalam pengertian kedua, kata industri sering disebut sector industri pengolahna atau manufaktur yaitu salah satu faktor produksi atau lapangan usaha dalam perhitungan pendapatan nasional menurut pendekatan produksi (Sukirno, 2006). Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah (bahan baku) atau barang setengah jadi menjadi barang jadi dan barang yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Selain itu, hasil industri tidak hanya berupa barang akan tetapi dapat juga berupa jasa. Dalam pandangan umum, bahwa pembangunan industri di Indonesia bertujuan untuk : 1. Meningkatkan kemakmuran dan kesejahtraan rakyat secara adil dan merata dengan memanfaatkan dana, sumber daya alam, dan atau hasil budidaya, serta dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup. 2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap, mengubah struktur perekonomian kearah yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan industri pada khususnya. 3. Meningkatkan kemampuan dan penguasaan serta mendorong terciptanya teknologi yang tepat guna dan menumbuhkan kepercayaan terhadap kemampuan dunia usaha nasional. 2
4. Meningkatkan keikutsertaan masyarakat dan kemampuan golongan ekonomi lemah, termasuk pengrajian agar berperan secara aktif dalam pembangunan industri. 5. Memperluas dan memerataka kesempatan kerja dan kesempatan berusaha serta meningkatkan peranan koperasi industri. 6. Meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor hasil produksi nasional yang bermutu, disamping penghematan devisa melalui pengutamaan pemakaian hasil produksi dalam negeri, guna mengurangi ketergantungan kepada luar negeri. 7. Mengemangkan pusat-pusat pertumbuhan industri yang menunjang pembanguanan daerah dalam rangka pewujudan wawasan nusantara. 8. Menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang dianamis dalam rangka memperkokoh pertahan nasional. B. Sejarah Sektor Industri Di Indonesia PERIODE SAMPAI 1966 Dalam era Soekarno sampai tahun 1966, pemerintah sangat mengintervensi dan memilih berorientasi kedalam (inward-Looking) dalam mengembangkan strategi industri. Fokus perhatian pemerintah dititik beratkan pada BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang bergerak dalam sektor manufaktur. BUMN didukung dengan kucuran kredit perbankan, sunsidi, dan valas. Namun, minimnya cadangan devisa nasional menyebabkan perintah menerapkan kontrol devisa, yang pada gilirannya menyebabkan langkahnya bahan baku dan suku cadang impor. Selama periode ini, ketidakstabilan politik, devisit anggaran yang tidak terselesaikan, inflasi yang melonjak, serta campur tangan pemertintah dalam pasar yang sangat kuat menghasilkan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi perkembangan industri nasional. Pada masa Soekarno, walaupun secara de facto maupun de jure Indonesia sudah merdeka tatanan perekonomian Indonesia masih berbau kolonial. Pemerintah pada saat itu mengambil langkah-langkah untuk mengambil alih sektor usaha yang dianggap strategis melalui kebijakan untuk menasionalisasikan perusahan-perusahan. Langkahlangkah tersebut tidak bisa dilepaskan dari paradigma revolusi yang di cadangkan Soekarno, yaitu membangun karakter nasional indonesia (National Character Building). Pemikiran inilah yang kemudian mewarnai semua kebijakan yang diambil pemerintah indonesia dibawah Soekarno, termasuk kebijakan dibidang ekonomi. Pemerintah Indonesia terus berupaya mencapai kemandirian ekonomi. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah pada saat itu antara lain membuat rencana Urgensi Ekonomi (RUE). RUE sendiri bertujuan mengembangkan industri manufaktur modern yang dikuasai dan dikendalikan oleh orang Indonesia. Menurut RUE, pembanguna industri 3
hendaknya dibiayai dahulu oleh pemerintah, kemudian diserahkan kepada pihak swasta atau melalui perusahaan patungan antara pemerintah dan swasta. RUE kemudian gagal dilaksankan oleh Kabinet Natsir yang mencanangkannya. Kabinet-kabinet selanjutnya pun menjalankan RUE dengan tersendat-sendat, sehingga pada tahun 1956 RUE digantikan Rencana Pembangunan Lima Tahun Pertama (1955-1960) yang disusun oleh Biro Perancang Negara dibawah pimpinan Djuanda. Pada periode Soekarno, indonesia masih tergolong negara yang tertinggal dalam hal pembangunan (Least developing Country). Perekonomian mengalami stagnasi akibat inflasi yang sangat tinggi, lalu ketidakstabilan politik memuat dunia bisnis terganggu. Investasi dibidang industri sangat kecil dan sebagaian besar tidak terselesaikan. Lebih lanjut, kebanyakan industri hanya merupakan industri kecil dan menengah pengolah bahan mentah, hampir tidak ada ndustri besar yang modern. Investasi asing pun merupakan sesuatu yang langkah. Hal ini merupakan salah satu akibat kedekatan indonesia dan Uni Soviet dan Eropa Timur.
PERIODE 1966-1985 Mulai tahun 1966, pemerintahan Orde Baru di bawah Soeharto melakukan berbagai langkah reformasi perekonomian. Pemerintah melakukan sejumlah kebijakan yang menguntungkan sektor manufaktur, terutama liberalisasi perdagangan dan unifikasi nulai tukar. Kemudian, prioritas utama berada pada pengembangan sektor swasta, dimana promosi banyk dilakukan untuk menarik investor asing masuk ke Indonesia. Disis lain, perlakukan khusus, seperti subsidi pada perusahaan pemerintah, mulai dihilangkan. Hasilnya adalah bahan baku dan suku cadang industri semakin mudah ditemukan, lalu mulainya era Bonanza industri. Tidak dapat dipungkiri, Soeharto adalah toko sentral pemerintahan Orde Baru. Beliau adalah tokoh dibalik kestabilan politik Indonesia selama 3 dekade. Kestabilan politik kemudian didukung konsistensi kebijakan ekonomi, paling tidak selama 20 tahun awal masa transformasi stuktural (1967-1987), yang dimotori oleh ekonom-ekonom seperti Widjojo Niti Sastro, Ali Wardhana, J. B. Sumarlin, Emil Salim, M. Sadli, Saleh Afif, dan Radius Prawiro. Pada awal masa pemerintahan Orde Baru, presiden Soeharto mewarisi masalah-masalah ekonomi yang pelik dari pemerintah sebelumnya. Inflasi tinggi mencapai 650%, utang luar negeri mencapai US$ 2.5 (dengan kurs masa itu), tingkat pertumbuhan ekonomi relatif rendah serta masalah-masalah ekonomi lainnya. Oleh sebab itu, ekonomi Orde Baru dimulai dengan tahap rehabilitasi perekonomian yang bertujuan terbatas. 4
Rekonstruksi ekonomi pasca presiden Seokarno pada masa-masa awal Orde Baru didorong oleh dua kekuatan. Kekuatan pertama adalah kekuatan dari sekelompok ekonom yang dipimpin oleh Prof. Widjojo Niti Sastro dan kekuatan kedua adalah kekuatan mahasiswa. Pada repelita I, pembangunan industri terfokus pada industri disektor pertaniandengan cara mengawasi input dan proses output, industri perdagangan internasional melalui substitusi ekspor atau impor, industri bahan mentah domestik, industri yang padat karya, dan industri yang terkait pengembangan pembangunan regional. Lebih lanjut, bantuan khusus diberikan kepada industri-industri dasar seperti pupuk, semen, kimia, pulp dan kertas, serta tekstil. Tidak banyak perhatian diberikan untuk pembangunan usaha kecil. Repelita II, masih sama dengan repelita I, hanya ada perubahan prioritas. Penciptaan lapangan kerja menjadi faktor utama, lalu diikuti pengembangan industri bahan mentah domestik atau promisi yang berhubungan dengan pertanian dan infrastruktur. Pada repelita III, tujuan pembangunan ekonomi menjadi lebih luas. Modal, pertumbuhan, dan stabilitas merupakan tujuan pokok pembangunan. Tujuan paling penting dalam industri adalah melindungi pengusaha yang lemah secara ekonomi, promosi pembangunan, pembangunan industri yang Broad Based, dan promosi ekspor yang padat karya. Pada periode repelita IV, tujuan jangka panjangnya adalah bagaimana mengembangkan sektor industri agar setara dengan sektor pertanian. Tujuan pokok jangka menengah adalah menciptakan lapangan kerja, promosi ekspor, substitusi impor, pembangunna wilayah, dan pengolahan sumber daya alam domestik. Dalam jangka pendek, prioritasnya lebih pada industri mesin, industri barang antara, dan industri penyedia input pertanian atau pengolahan output pertanian. Pada periode penurunan harga minyak mulai 1986, pemerintah masih berprioritas menguatkan struktur industri. Setidaknya, ada 3 fokus pengembangan kebijakan industri di Indonesia. Fokus pertama adalah pengembangan industri substitusi impor dengan pendalaman dan pemantapan struktur industri. Fokus kedua adalah pengembangan industri melalui penguasaan teknologi dibeberapa bidang (pesawat terbang, mesin, dan perkapalan). Terakhir, fokus ketiga adalah pemngembangan industri berorientasi ekspor Pokok-pokok kebijakan industrialisasi pada periode 1983-1993 diletakkan untuk menjadi arah bagi industrialisasi dengan cakrawala pandang sampai akhir pembangunan jangka panjang tahap pertama, yaitu pada tahun 1998. Pokok-pokok kebijakan tersebut bertumpu pada indstri dengan daya saing kuat. Kebijakan mencakup wawasan dan pola pikir dalam 5
membangun industri nasional serta kebijakan industri nasional yang mencakup strategi utama, strategi penunjang, dan langkah operasional yang perlu ditempuh. Pola kebijakan industri nasional mancakup : Pertama, Kebijakan Strategis Utama, berupa pola pengembangan nasional yang terdiri atas 6 butir kebijakan sebagai berikut : 1. Pengembangan struktur industri : pengembangan industri sedapat mungkin dikaitkan dengan sektor ekonomi lainnya. Upaya ini dapat mengembangkan industri hulu, industri antara, industri menengah, dan industri kecil dengan tujuan memperdalam struktur industri nasional. Apabila bahan baku tidak terdapat dalam di dalam negeri, maka dapat diinport. Syaratnya, bahan baku diperoleh dari beberapa negara, dehinggs tidak tergantung pada satu nagara. Pemngembangan industri terkait dengan sektor pertanian dalam arti yang luas, sektor kehutanan, maupun sektor pertambangan. 2. Pengembangan industri permesinandan elektronika : mengutamakan industri dengan pasar yang jelas, berulang, serta berkembang melalui penerapan standar, penguasaan rancang bangun, dan perekayasaan. 3. Pengembangan industri kecil : ditekankan pada pemecahan masalah Bapak Angkat serta bimbingan teknis dan permodalan dengan dukungan perbankan. Pengembangan sektor tersebut dapat pula dilakukan dalam wadak koperasi. Peranan sektor perbankan ditekankan pula. 4. Pengembangan ekspor hasil industri : dilandasi pola Broad Based / Spectrum pola ini akan mampu menghasilkan produk unggulan yang mempunyai ciri : a) pesatnya peningkatan ekspor dalam beberapa tahun; b) sangat besarnya peluang ekspor; serta c) adanya dukungan bahan baku yang kuat didalam negeri. Berdasarkan peluang pasar ekspor, telah teridentifikasi produk komoditi ekspor Indonesia yang mempunyai daya saing selama ini, yaitu : a) Produk yang mebolah dan memanfaatkan produk hasil sektor kehutanan, pertanian, perkebunan, kelautan, peternakan, serta pertambangan; b) prosuk dengan tenaga kerja terlatih; c) produk yang memanfaatkan SDA dan tenaga kerja terlatih; serta d) produk yang menggunakan teknologi maju dan tepat guna. 5. Pengembangan litbang terapan : rancang bangun dan perekayaasaan serta perangkat lunak memerlukan pengembangan litbang terapan. Rancang bangun dan perekaysaan industri serta pengembangan sistem dan perangkat lunak dalam arti luas. 6. Pengembangan kewiraswastaan dan tenaga profesi. Kedua, Kebijakan Strategis Penunjang, berfungsi sebagai pendukung kebijakan strategis utama yaitu : 1. Peletakkan landasan hukum dan peraturan perundang-undangan untuk mengatur, membina, dan mengembangkan industri nasional. Oleh karena itu, Indonesia sudah memiliki UU No. 5 tahun 1984 tentang perindustrian 6
2. Pengadaan pengelompokkan industri nasional dalam 3 kelompok utama, yaitu : industri dasar, aneka tambang, dan industri kecil. 3. Peningkatan program keterkaitan yang luas dan saling menguntungkan serta saling menunjang dengan baik antara industri kecil,industri menengah, dan industri besar; antara industri hilir industri antara, dan industri hulu; maupun keterkaitan anatar sektor ekonomi. 4. Pemanfaatan secara efektif pasar dalam dan luar negeri Ketiga, Langkah Operasional, dibutuhkan dalam tahap pelaksanaan industri. Langkah-langkah operasional mencakup langkah makro dan langkha mikro. Langkah makro berfungsi menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan industri. Implementasinya dilakukan melalui kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang dinamis dan berkelanjutan. Sejak tahun 1983, secara kontinu telah dilakukan langkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi diberbagai bidang, seperti bidang fiskan dan moneter, penanaman modal industri, impor dan ekspor. Dengan demikian, langkah-langkah tadi mampu menggerakan kegiatan ekonomi secara keseluruhan meningkatkan produktifitas dan efisiensi nasional, serta meningkatkan daya saing produk industri, baik yang berorientasi pasar dalam negeri maupun luar negeri. Sebaliknya, langkah mikro diimplementasikan sebagai pengembangan dan pembinaan industri dengan pendektan komoditi atau cabang industri. Arah kebijakan industri nasional menghadapi tahun 2020 sebenarnya sudah dipikirkan dalam periode 1983-1993 dengan mempelajari lingkungan strategis seperti AFTAH, Asia Timur, APEC, Uni Eropa, Asia Selatan (India), dan Timur tengah. PERIODE KRISIS DAN PEMULIHAN (1997-2004) Periode krisis di Indonesia berlangsung mulai tahun 1997. Krisis tentu memberikan dampak yang cukup besar terhadap sektor industri. Kebijakan yang diambil pemerintah dalam masa krisis sampai periode pemulihan berorientasi pada inward dan outward-looking Sektor manufaktur Indonesia tumbuh jauh lebih lamban sesudah krisis ekonomi Asia. Selama tahun 1996, sektor industri manufaktur tumbuh hampir 12 persen, tetapi pada tahun 1997 tumbuh hanya 5,3 persen dan tahun 1998 justru mengalami kontraksi sebanyak -11.4 persen. Sejak krisis ekonomi Asia sampai dengan tahun 2005, pertumbuhan sektor industri manufaktur hanya meningkat dengan laju satu digit. Perkembangan yang tersendat-sendat ini jauh berbeda dengan masa sebelum krisis pada saat sektor industri manufaktur dapat tumbuh dengan dua digit. Selama kurun waktu 1994-1996, sektor industri manufaktur tumbuh dengan laju rata-rata dua digit setahun, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan kurun waktu 1989-1993. PERIODE PEMULIHAN DAN PEMNGEMBANGAN (2005-2009)
7
Tahun 2005 hingga 2009 adalah masa pemulihan dan pengembangan industri setelah krisis. Revitalisasi, konsolidasi, dan restrukturisasi industri masih menjadi salah satu fokus kebijakan industri. Sementara itu, pemerintah pun memprioritaskan pengembangan industri berkeunggulan kompetitif dengan pendekatan kluster. Industrialisasi di Indonesia tidak bisa disamakan dengan negara industri bari di Asia Timur. Cadangan sumber daya alam yang besar memebuat sektor industri yang dibangun di Indonesia berbeda dengan negara-negara tersebut. Naik dan turunnya harga minyak dunia menghasilkan efek ‘Dutch Disease’ yang sangan berlawanan dibandingkan dengan negaranegara Asia Timur. Indonesia memiliki kesamaan dengan dua raksasa Asia, yakni India dan China. Ketiganya tidak memiliki pengalaman industrialisasi yang panjang dan belum meiliki sektor permodalan yang baik, tetapi cukup sukses dalam melakukan transformasi ke industri yang bersifat outward-looking. Tujuan industrialisasi di Indonesia tidak hanya sekedar pertumbuhan dan perubahan struktur, tetapi juga karena sektor ini telah menjadi fokus dari debat-debat kebijakan selama Orde Baru hingga SBY-JK. Dalam membahas industri di Indonesia, banyak hal penting yang harus diperhatikan. Pertama, industri Indonesia sangat beragam. Mulai dari industri pertambangan hingga ribuan industri rumah tangga yang tersebar diseluruh pelosok negeri. Industri pertambangan membutuhkan tingkat investasi yang sangat besar, tingkat teknologi tinggi, beroperasi bertahun-tahun, dan berpasar global. Sebaliknya, industri rumah tangga umumnya hanya sekedar bermodal kurang dari 1 juta rupiah, dikelola oleh keluarga, beroperasi musiman, menggunakan teknologi sederhana, dan hanya bersifat lokal. Kedua, penting pula untuk membagi industri Indonesia menjadi dua bagian besar, yakni : industri sektor minyak dan gas (migas) serta industri lain diluar sektor minyak dan gas (nonmigas).
C. Perubahan Struktural dan Pola Pembangunan Peneliitan yang dilakukan Chenery (1979) tentang transformasi struktur produksi menunjukkan bahwa sejalan dengan peningkatan pendapatan per kapita, perekonomian suatu negara akan bergeser dari yang semula mengandalkan sektor pertanian menuju sektor industri. Chenery kemudian membuat pengelompokan negara sesuai dengan proses perubahan struktural yang dialami berdasarkan tingkat pendapatan per kapita penduduknya. negara dengan tingkat pendapatan per kapita kurang dari $600 dikelompokkan kedlam negara yang baru melakukan pembangunan atau sering disebut negara sedang berkembang. Sementara itu, negara dengan nilai pendapatan per kapita antara $600 hingga $3000 digolongkan sebagai negara dalam fase transisi pembangunan. Penggolangan didasarkan pada harga-harga yang terjadi pada tahun 1976, meningat penelitian yang dilakukan oleh Chenery dilakukan pada tahun tersebut. Perubahan waktu tentunya akan memberikan dampak pula pada perubahan interval dan nilai batas pendapatan per kapita yang menjadi standar pengelompokkan.
8
Peningkatan peran sektor industri dalam perekonomian sejalan dengan pendapatan per kapita yang terjadi di suatu negara, berhubungan erat dengan akumulasi kapital dan peningkatan sumber daya manusia (Human Capital). Sejalan dengan proses perubahan strukrural, pada suatu tingkat tertentu terjadi penurunan konsumsi terhadap bahan makanan, khususnya jika dilihat dari permintaan domestik. Penurunan permintaan terhadap bahan pangan ternyata akan dikompensasikan oleh peningkatan permintaan terhadap barang-barang kebutuhan pangan, peningkatan investasi dan peningkatan anggaran belanja pemerintah, yang mengalami peningkatan dalam struktur GNP yang ada. Di sektor perdagangan internasional, terjadi pula perubahan, yaitu peningkatan nilai impor dan ekspor. Sepanjang perubahan struktural berlangsung, terjadi peningkatan ekspor komoditas hasil produksi sektor industri dan penurunan pangsa sektor yang sama pada sisi impor. Dari sisi teanga kerja, akan terjadi proses seperti halnya yang dikemukakan oleh Lewis, yaitu akan terjadi pemindahahn tenaga kerja dari sektor pertanian didesa menuju industri di perkotaan, meskipun pergesertan masih tertinggal (lag) dibandingkan proses perubahan strukturalnya. Dengan keberadaan lag inilah, sektor pertanian akan berperan penting dalam meningkatkan penyediaan tenaga kerja,baik pada awal maupun akhir proses transformasi struktural. Produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian yang rendah lambat laun akan mulai meningkat dan memilik produktifitas yang sama dengan pekerja disektor industri pada masa transisi. Dengan demikian, produktivitas tenaga kerja dalam perekonomian secara menyeluruh akan mengalami peningkatan. Selama proses transformasi struktural, tidak berarti segalanya berjalan lurus. Suatu proses yang sedang terjadi tentunya akan membawa dua konsekwensi sekaligus, perta adalah sisi positif dan lainnya sisi negatif. Salah satu sisi negatif perubahan struktural adalah meningkatnya arus urbanisasi yang sejalan dengan derajat industrialisasi yang dilakukan. Industrialisasi dan urbanisasi pada beberapa hal justru menghambat proses pemerataan hasil pembangunan, dimana peningkatan pendapatan hanya akan terjadi di sektor modern-perkotaan. Sementara itu, sektor pedesaan, yang banyak ditinggalkan oleh para pekerja, mengalami pertumbuhan yang lambat, sehingga jurang pemisah antara kota dan desa justru meningkat dengan kondisi demikian. Transformasi struktural akan berjalan dengan baik hanya jika diikuti pemerataan kesempatan belajar, penurunan laju pertumbuhan penduduk, dan penurunan derajat dualisme ekonomi antara kota dan desa. Jika hal tersebut dipenuhi, maka proses tranformasi struktural akan diikuti peningkatan pendapatan dan pemerataan pendapatan yang terjadi secara simultan. Pola pertumbuhan ekonomi secara sektoral di indonesia agaknya sejalan dengan kecenderungan proses tranformasi struktural yang terjadi di berbagai negara. Kecenderungannya adalah terjadi penurunan kontribusi sektor pertanian (sering disebut sektor primer), sedangkan kontribusi sektor sekunder dan tersier cenderung meningkat. Pada tahun 1968, sektor pertanian memberikan sumbangan sebesar 51% terhadap keseluruhan perekonomian. Sumbangannya tertinggi bila dibandingkan sumbangan yang diberikan sektor lain, misalnya industri manufaktur hanya menyumbang 8,5%. Setelah tahun itu, fenomena yang terjadi ialah sumbangan sektor pertanian berangsur-angsur mengalami penurunan dari tahun ketahun, walaupun sempat 9
mengalami pertumbuhan yang positif di tahun 1988. Hal yang sebaliknya terjadi di sektor industri manufaktur. Pada saat yang bersamaan, kontribusi industri manufaktur mengalami peningkatan terhadap total PDB dari tahun ke tahun. Proses transformasi struktural tampaknya terus berlangsung. Pada periode tahun 19881993, struktur perekonomian indonesia mengalami perubahan mencolok, dimana sumbangan sektor pertanian terhadap PDB berangsur-angsur dilampaui oleh sumbangan industri manufaktur. Hingga akhir tahun 1993 penurunan komoditi pertanian, terutama padi, menyebabkan sektor pertanian hanya 17,9% terhadap pembentukan PDB harga berlaku. Dilai pihak, ekspansi dihampir semua komoditi industri menyebabkan industri manufaktur menyumbang 22,3% terhadap PDB. Sejak saat itu, sumbangan sektor pertanian tidak pernah melebihi sektor industri manufaktur. Singkatnya, sektor industri manufaktur muncul menjadi penyumbang nilai tambah yang dominan dan telan tumbuh pesat melampaui laju pertumbuhan sektor pertanian. Pada tahun 2004, sektor pertanian hanya menyumbang 15,4% terhadap total PDB, sementara sektor industri pengolaha menyumbang 28,3% terhadap PDB. Proses transformasi strultural yang berlangsung di indonesia ditandai pula oleh perubahan struktur ekonomi yang mengikuti peningkatan pendapatan per kapita. Tahun 1967, pendapatan per kapita baru mencapai 75 dollar AS. Ternyata, 30 tahun kemudian pendapatan perkapita melonjak hingga mencapai 1023 dollar AS atau 3690 dollar AS menurut Purchasing Power Arity. Peningkatan pendapatan perkapita dibarengi pula dengan pergeseran struktur dari berbasis agraris, dimana pangsa sektor pertanian anjlok dari 51,8% padatahun 1967 menjadi 16,6% pada tahun 1995. Penurunan sektor pertanian digantian oleh sektor industri, dimana pangsanya dalam pendapatan nasional eningkat dari 8,4% pada tahun 1967 menjadi 23,3% pada tahun 1995. Rata-rata pertumbuhan di sektor manufaktur untuk tahun 1986 sampai 1992 sebesar 15%, naik dari 11,5% pada tahun 1985 menjadi 16% pada tahun 1992. Rata-rata lebih besar dari dua kali nilai absolut dari U$7 miliar menjadi U$20 miliar pada harga konstan pada tahun 1989. Berbeda denga tahun 1980 sampai 1985, proporsi terbesar pertumbuhan dihasilkan oleh aktivitas yang bersifat padat modal, menggantikan sektor yang bersifat padat karya dan selama tujuh tahun sebelumnya memberi sumbangan terbesar bagi pertumbuhan. Pertumbuhan tinggi selama 1985-1990 dialami oleh empat industri (pada ISIC Dua Digit) yaitu tektil, produk kayu, kertas dan pulp, serta logam dasar. Tekstil meliputi pemintalan, perajutan, garmen alas kaki, dan produk kulit dn produk kayu termasuk produk kayu gergajian, kayu lapis, dan forniture adalah industri ekspor utama. Kerta (termasuk pulp, kerta, penerbitan, dan hasil cetak) dan loga dasar (sebagian besar besi) telah tumbuh akibat kuatnya permintaan domestik. Ke empat industrimenyimbangkan 56% dari pertumbuhan manufaktur selama 1986 sampai 1991. Selain pertumbuhan yang cepat, tidak banyak terjadi perubahan struktur mendasar dalam sektor manufaktur selama periode tersebut. Sehubungan dengan keuntungan komperatif indonesia, industri padat karya terus mendominasi sektor mafaktur sebesar 60% dari total nilai tambah. Demikian pula, sumbangan dari industri resorch intensive sebesar 48%. Diantara produksi padat karya, tekstil merupakan industri yang paling tinggi pertumbuhannya, sedangkan
10
industri paling rendah dialami oleh mineral non logam yang dibawah pertumbuhan industri kayu lapis dan logam dasar. Perubahahan struktural yang paling penting disektor manufaktur telah meningkatkan industri yang berorientasi keluar selama paruh kedua dasawarsa 80-an. Nisbah ekpor terhadap output berlipat ganda dari 8,3 pada tahun 1985 menjadi 17% pada tahun 1990. Ekspor menyumbangkan sekitar satu setengah dari pertumbuhan sektor tersebut selama 1985 sampai 1990 jika dibandingkan tahun 1985 yang hanya 13%. Pergeseran penting dalam hal sumbangan ekspor sektor manufaktur terhadap total ekspor non migas sebagai sumber utama pertumbuhan industri dari subtitusi impor menjadi promosi ekspor dalam waktu singkatmerupakan prestasi dari ekonomi indonesia. Kontribusi dari kemajuan teknologi terhadap pertumbuhan industri juga cukup besar, dari hampir nihil pada 1980-1985 menjadi 26,1% pada 1985-1990. Transformasi yang cepat dari sektor manufaktur dari orientasi kedalam menjadi orientasi keluar, membuat pertumbuhan yang cepat pada lapangan kerja dan produktivitas tenaga kerja. Lapangan kerja manufaktur tumbuh 7% per tahun, jauh lebih tinggi daripada pertumbuhan ratarata yang hanya 2,5%, merupakan juga 30% dari total kenaikan lapangan kerja selama 19861991. Lapangan kerja disektor tekstil meningkat 11% per tahun, menggantikan posisi industri makanan sebagai sektor industri manufaktur yang memberikan kesempatan kerja terbesar. Kesempatan kerja di industri makanan naik hanya 1,2% per tahun.
11
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Di Indonesia industri masih sangat ketertinggalan dari negara-negara lainnya, bahkan kalah dengan industri negara yang kecil, padahal di Indonesia potensi untuk di adakannya perindustrian itu sangat bagus. Namun ada bebarapa faktor yang mempengaruhinya seperti kurangnya SDM, kurangnya teknologi dan pendanaan dari pemerintah. Pada saat sekarang ini, industri di Indonesia mengalami kemajuan banyak industri-industri kecil yang muncul. Akan tetapi, hal ini kurang tepat, karena menimbulkan beberapa dampak yang tidak baik, karena industri-industri di Indonesia tidak memperhatikam permasalah lingkungan terutama permasalahan limbah yang tidak terorganisir secara baik. Meskipun dalam upaya yang dilakukan oleh bangsa ini, supaya perindustrian di Indonesia tidak tertinggal telah dibuat kebijakan tentang perindustrian namun pada kenyataannya kebijakan itu belum sepenuhnya efektif. Membahas industri di indonesia, banyak hal penting yang harus diperhatikan. Pertama, industri indonesia sangat beragam. Mulai dari industri pertambangan besar dipedalaman hingga ribuan industri rumah tangga tersebar diseluruh pelosok negeri. Kedua, penting pula untuk membagi industri indonesia menjadi dua bagian besar, yakni : antara industri sektor minyak non gas (migas) dan industri lain diluar sektor minyak dan gad (non migas). Peneliatan yang dilakukan oleh Hollis Chenery tentang transformasi struktur produksi menunjukkan bahwa sejalan dengan peningkatan pendapatan per kapita, perekonomia suatu negara akan bergeser dari yang semula mengandalkan sektor pertanian menuju ke sektor industri. B. Saran Saran yang dapat kami berikan adalah lebih bijaksana bila pemerintah lebih memperhatikan permasalahan dalam perindustrian ini baik dalam segi modal ataupun memikirkan bagaimana memperlakukan industry kecil bisa berkembang menjadi industry makro, dan tak lupa cara supaya limbah perindustrian tidak mencemari lingkungan. Akhirnya industri yang ada dapat dikelola sesuai dengan kebijakan yang dilaksanakan mampu menjadi penguasa di pasar dunia.
12
DAFTAR PUSTAKA
13