Rabies.docx

  • Uploaded by: Rezky Ilham
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Rabies.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,050
  • Pages: 15
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Rabies adalah penyakit zoonotik, yaitu penyakit yang ditransmisikan kebanyakan melalui gigitan hewan ke manusia.1,2 Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies, berasal dari genus Lyssavirus dan famili Rhabdoviridae. Anjing domestik merupakan reservoar paling sering untuk virus ini, dengan lebih dari 99% kematian manusia disebabkan oleh rabies yang dimediasi oleh anjing.2 Rabies menyebabkan sekitar 17.400 kematian di seluruh dunia pada tahun 2015.3 Lebih dari 95% kematian manusia terjadi di Afrika dan Asia.2 Sekitar 40% kematian terjadi pada anak-anak di bawah umur 15 tahun. Rabies terdapat di lebih dari 150 negara dan di setiap benua kecuali Antartika. Lebih dari 3 juta orang tinggal di daerah yang terdapat rabies di dalamnya.2 Beberapa negara, termasuk Australia dan Jepang, begitu juga kebanyakan negara di Eropa, tidak memiliki anjing yang terinfeksi rabies.4,5 Banyak pulau tidak memiliki rabies sama sekali.5 Virus tersebut ditransmisikan ke manusia melalui saliva dari hewan gila. Virus ini umumnya masuk ke dalam tubuh melalui saliva terinfeksi yang menginfiltrasi luka (seperti luka garukan) atau secara langsung melalui paparan permukaan mukosa kepada saliva dari hewan yang terinfeksi (seperti gigitan). Virus ini tidak dapat menginfiltrasi kulit yang utuh. Begitu virus ini mencapai otak, dia akan bereplikasi sehingga menimbulkan gejala klinis pada pasien. Ada dua gejala klinis pada penyakit rabies, tipe ganas dan paralitik. Rabies tipe ganas adalah bentuk yang paling sering dari rabies pada manusia, meliputi kira-kira 80% dari kasus ini.2,6 Beban sebenarnya dari penyakit ini kemungkinan diremehkan karena tidak adanya pelaporan untuk waktu yang panjang dan adanya perhatian politik yang rendah di banyak negara berkembang. Rabies adalah penyakit yang 100% dapat dicegah dengan vaksin. Negara-negara yang memulai program eliminasi rabies telah mengalami pengurangan kasus tersebut secara signifikan, beberapa bahkan telah mengeliminasi rabies. Program eliminasi kebanyakan berkisar pada

1

kampanye vaksinasi anjing secara masal dimana setidaknya 70% dari populasi anjing harus divaksinasi untuk memutus rantai penularan pada anjing dan manusia.2

1.2 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan cara-cara mengenali gejala rabies dan pencegahannya.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Rabies adalah penyakit virus akut pada sistem saraf pusat mamalia yang menular dan biasanya bersifat fatal, infeksi pada manusia disebabkan oleh gigitan hewan yang terkena (kelelawar, anjing dan sebagainya). Pada tahap-tahap lanjut, penyakit ini ditandai oleh paralisis otot penelan dan spasme glotis yang dipicu oleh minum atau melihat cairan, dan oleh tingkah laku maniakal, kejang, tetani dan paralisis pernapasan.7

2.2 Etiologi Rabies disebabkan oleh Lyssavirus, termasuk di dalamnya virus rabies dan Lyssavirus kelelawar australia.8 Virus rabies berbentuk seperti peluru dengan RNA rantai tunggal negative-sense sebagai materi genetiknya, memiliki nukleokapsid dan dibungkus oleh selubung lipoprotein. Nukleokapsidnya disusun oleh badan-badan Negri, yang mana dapat dilihat di sitoplasma dari neuron yang terinfeksi. Berasal dari famili Rhabdoviridae dan genus Lyssavirus.9,10 Saat ini ada 7 genotip yang diketahui dari Lyssavirus.6 Virus rabies klasik (genotip 1) terdistribusi di seluruh dunia dan secara alami menginfeksi banyak hewan. Enam genotip lainnya terbatas di lokasi tertentu. Ketujuh genotip Lyssavirus dapat menyebabkan rabies pada manusia, walaupun yang paling sering menyebabkan adalah genotip 1. Pada genotip 1, sejumlah varian dengan genetik yang berbeda telah ditemukan. Setiap varian bersifat spesifik terhadap salah satu hewan, walaupun transmisi antar spesies dapat terjadi.6

2.3 Transmisi Virus rabies dapat ditemukan dalam jumlah yang banyak di saliva dari hewan yang terinfeksi dan transmisi terjadi hampir selalu melalui inokulasi dari saliva melalui gigitan atau cakaran dari mamalia yang terinfeksi. Diperkirakan sebanyak

3

35-50% dari orang yang tergigit hewan yang diketahui terinfeksi rabies dan belum mendapatkan profilaksis akan menderita rabies. Laju transmisi meningkat jika korban mendapatkan gigitan yang banyak dan jika inokulasi terjadi di bagian tubuh dengan inervasi yang tinggi seperti wajah dan tangan. Infeksi tidak terjadi setelah paparan sekresi yang terinfeksi kepada kulit yang utuh, tapi virus dapat masuk ke dalam tubuh melalui membran mukosa yang utuh.10 Secara umum, waktu transmisi tergantung dari jarak yang harus ditempuh virus sepanjang sistem saraf perifer untuk mencapai sistem saraf pusat.11 Hingga saat ini tidak ada kasus transmisi nosokomial kepada petugas medis yang terdokumentasi, tetapi orang yang merawat pasien rabies disarankan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap. Virus ini diinaktivasi secara cepat di lingkungan.10

2.4 Patogenesis Setelah inokulasi, virus rabies bereplikasi secara lambat dan jumlah yang sedikit di otot atau kulit. Langkah awal yang lambat ini kemungkinan menyebabkan masa inkubasi yang lama pada rabies. Virus ini kemudian masuk melalui saraf motorik perifer, menggunakan reseptor asetilkolin nikotinik dan mungkin juga dengan reseptor-reseptor yang lain. Begitu berada di neuron, virus ini berjalan melalui transpor aksonal yang cepat, melewati sinaps setiap 12 jam. Penyebaran secara cepat terjadi di seluruh otak dan medula spinalis sebelum timbulnya gejala. Infeksi terpusat di batang otak, sehingga menyebabkan disfungsi otonom dan fungsi kognitif secara relatif tetap terjaga. Di samping parahnya disfungsi neurologik pada rabies, pemeriksaan histopatologi menunjukkan kerusakan, inflamasi atau apoptosis yang terbatas. Tanda yang khas pada pemeriksaan histopatologi rabies adalah adanya badan negri, yang terdiri dari gumpalan nukleokapsid virus yang menimbulkan inklusi pada sitoplasma. Badan negri dapat tidak ditemukan di infeksi virus rabies. Rabies dapat menjadi penyakit metabolik dari neurotansmisi; defisiensi tetrahidrobiopterin di rabies pada manusia dapat menyebabkan defisiensi berat terhadap metabolisme dopamin, norepinefrin dan serotonin.6,9

4

Setelah terjadi infeksi di SSP, virus melakukan perjalanan secara anterograd melalui sistem saraf perifer menuju seluruh organ yang terinervasi. Melalui jalur ini, virus dapat menginfeksi kelenjar saliva. Banyak pasien rabies mati

karena

disritmia

jantung

yang

tidak

terkontrol.Defisiensi

dari

tetrahidrobiopterin, sebuah kofaktor penting untuk nitric oxide synthase neuronal, diprediksikan akan menyebabkan spasme dari arteri basilar. Onset dari vasospasme terjadi dalam 5-8 hari pertama rawat inap pada beberapa pasien, yaitu waktu ketika terjadinya koma pada perjalanan penyakit rabies. Meningkatnya tekanan intrakranial biasanya terjadi di awal perjalanan penyakit dan berhubungan dengan meningkatnya N-acetylaspartate di cairan serebrospinal, tetapi jarang tampak di pemeriksaan radiologi. Metabolit CSS yang konsisten dengan ketogenesis berhubungan dengan kematian.6

2.5 Manifestasi Klinis Masa inkubasi dari rabies adalah 1-3 bulan12, tetapi dalam beberapa kasus hal ini cukup bervariasi. Pada luka parah di kepala, gejala dapat timbul dalam 5 hari setelah terpapar dan pada beberapa kasus, masa inkubasi dapat diperpanjang hingga lebih dari 6 bulan. Rabies memiliki 2 bentuk klinis, yaitu tipe ensefalitik dan tipe paralitik. Tipe ensefalitik atau tipe “ganas” dimulai dengan gejala nonspesifik, seperti demam, tenggorokan kering, malaise, sakit kepala, mual muntah dan kelemahan. Gejala-gejala ini sering disertai parestesia dan gatal di dekat tempat gigitan yang lalu akan meluas di sepanjang ekstremitas yang terlibat. Segera setelah itu, akan timbul gejala ensefalitis dengan agitasi, penurunan kesadaran dan sesekali kejang. Hidrofobia dan aurofobia adalah tanda yang penting dari rabies; mereka unik pada manusia. Spasme fobik muncul dengan agitasi dan rasa takut yang disebabkan karena ditawarkan minum atau dihembuskan udara di wajahnya, sehingga akan menimbulkan tersedak dan aspirasi melalui spasme dari faring, leher dan diafragma. Penyakit ini sangat progresif. Terdapat disosiasi dari aktifitas elektrofisiologik atau ensefalografik dengan temuan koma batang otak yang disebabkan oleh denervasi anterograd. Kematian hampir selalu terjadi dalam waktu 1-2 hari setelah rawat inap di negara

5

berkembang dan 18 hari di rawat inap intensif.6,9 Bentuk kedua dari rabies adalah tipe paralitik. Jarang terjadi dan muncul dengan demam dan kelemahan motorik asending yang melibatkan kedua ekstremitas dan saraf-saraf kranial. Kebanyakan pasien dengan rabies paralitik juga memiliki beberapa gejala ensefalopati ketika penyakit ini berkembang secara subakut.6

2.6 Diagnosis Rabies dapat sulit untuk didiagnosa karena pada fase awal, penyakit ini menyerupai penyakit lain atau perilaku agresif.13 2.6.1 Anamnesis 2.6.1.1 Masa inkubasi Pasien tidak menimbulkan gejala selama masa inkubasi. Masa inkubasi dari rabies berkisar antara 20-90 hari.12 Pada lebih dari 90% kasus, masa inkubasi kurang dari 1 tahun. Pasien mungkin lupa pernah terpapar karena lamanya masa inkubasi dari rabies. Pada masa ini, virus rabies terpisah dari sistem imun sehingga respon imun belum ada.10 2.6.1.2 Masa prodromal Gejala prodormal meliputi parastesia, nyeri atau rasa sangat gatal pada lokasi inokulasi; hal-hal ini bersifat khas pada rabies. Selain itu juga dapat ditemukan9,10,12: -

Malaise

-

Anoreksia

-

Nyeri kepala

-

Demam

-

Kedinginan

-

Faringitis

-

Mual

-

Muntah

-

Diare

-

Ansietas

-

Agitasi

6

-

Insomnia

-

depresi

2.6.1.3 Periode gejala akut neurologik Durasi dari periode ini selama 2-7 hari. Gejalanya meliputi fasikulasi otot, priapisme dan kejang fokal atau umum. Pasien dapat segera mati atau dapat progresi ke paralisis, yang mana dapat hanya timbul pada bagian ekstremitas yang tergigit pada awalnya namun setelah itu menjadi difus.10 Bentuk rabies yang dikenal dengan rabies ganas dapat berkembang pada periode ini. Pasien mengalami agitasi, hiperaktivitas, kegelisahan, memukulmukul, menggigit, kebingungan atau halusinasi. Setelah beberapa jam hingga hitungan hari, hal-hal ini menjadi episodik dan silih berganti dengan periode tenang, kooperatif dan sadar. Episode ganas berlangsung kurang dari 5 menit. Episode-episode ini dapat dipengaruhi oleh stimulus visual, audio, taktil atau bahkan muncul secara spontan. Fase ini dapat berakhir pada kegagalan kardiovaskular atau progresif ke paralisis.Bentuk rabies yang lain, rabies paralitik, pasien menjadi lebih pendiam dibandingkan dengan bentuk yang ganas. Dua puluh persen pasien tidak berkembang menjadi bentuk yang ganas. Paralisis terjadi di awal-awal, demam dan nyeri kepala bersifat menonjol.2,10 2.6.1.4 Koma Hal ini mulai pada hari ke-10 sejak onset dan durasinya bervariasi. Tanpa penanganan suportif intensif, depresi pernafasan, gagal nafas dan kematian dapat terjadi segera setelah koma.10

2.6.2 Pemeriksaan Fisik 2.6.2.1 Periode neurologik Dengan tipe ganas, pasien mengalami episode delirium, psikosis, gelisah, memukul-mukul, fasikulasi otot, kejang dan afasia. Hidrofobia dan aerofobia bersifat khas pada rabies dan muncul di 50% pasien. Ketika disodorkan minuman atau ditiupkan udara di wajahnya, akan terjadi spasme laring atau diafragma dan sensasi asfiksia. Bahkan ketika disugestikan untuk minum, spasme juga dapat

7

terjadi. Instabilitas otonom dapat muncul pada rabies ganas dengan gejala meliputi6,10: -

Demam

-

Takikardi

-

Hipertensi

-

Hiperventilasi

-

Anisokoria, dilatasi pupil yang menetap

-

Palsi wajah

-

Midriasis

-

Lakrimasi

-

Salivasi berlebihan

-

Berkeringat

-

Hipotensi postural Pada pasien dengan rabies paralitik, demam dan rigiditas leher dapat

terjadi. Paralisis bersifat simetris dan dapat pula bersifat umum atau asending. Sistem sensori biasanya tidak terganggu.2,6,10 2.6.2.2 Koma Gagal nafas terjadi 1 minggu sejak munculnya gejala neurologik. Hipoventilasi dan asidoses metabolik lebih dominan. Sindom distres pernafasan akut sering terjadi. Terjadi juga variasi yang besar pada pengukuran tekanan darah, aritmia jantung dan hipotermi. Bradikardi dan henti jantung terjadi. Dengan terapi intensif, hidupnya mungkin dapat diperpanjang hingga 3-4 bulan; namun kematian adalah hasil yang biasanya terjadi.10

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan yang paling sensitif untuk mendiagnosis rabies adalah reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR). RNA virus rabies dapat dideteksi di air liur, kulit dan otak dengan menggunakan RT-PCR. Diagnosis dapat ditegakkan dari sampel otak setelah kematian. Diagnosis juga dapat ditegakkan dari saliva, urin dan CSS tapi ini tidak lebih sensitif dari sampel yang diambil dari otak.6,14 Virus ini juga dapat tumbuh pada kultur sel atau setelah

8

penyuntikan pada hewan, namun identifikasi rabies dengan cara ini terlalu lama. Antigen rabies dapat dideteksi melalui imunofluresensi dari saliva atau biopsi kulit atau otak. Abnormalitas CSS pada hitung jenis sel, glukosa dan konten protein bersifat minimal sehingga tidak bisa digunakan untuk alat diagnostik.6

2.7 Tatalaksana dan Prognosis Secara umum, rabies sangat fatal. Sejak tahun 1990, perawatan kritis konvensional menghasilkan 1 pasien yang selamat dari 74 orang yang dirawat. Lima dari 16 pasien selamat tanpa penggunaan perawatan kritis (termasuk di dalamnya 3 kasus ringan) dan 7 dengan penggunaan protokol Milwaukee. Angka keselamatan mengunakan protokol Milwaukee diperkirakan mencapai 20%; sekuel neurologik buruk di sepertiga pasien. Imunoglobulin rabies (rabies immunoglobulin (RIG)) maupun vaksin rabies tidak berguna lagi setelah gejala timbul. Dari 11 pasien yang selamat dari rabies, 6 orang memiliki fungsi saraf yang terganggu. Terapi antivirus tidak efektif. Ribavirin menghambat respon imun dan harus dihindari pada penatalaksanaan awal.6 Kematian biasanya terjadi dalam 2-10 hari setelah gejala pertama timbul. Kelangsungan hidup hampir tidak diketahui begitu gejala telah ada,12 bahkan setelah ditatalaksana menggunakan perawatan intensif.15

2.8 Pencegahan Pencegahan primer terhadap infeksi rabies meliputi vaksinasi hewan domestik dan edukasi untuk menghindari hewan liar dan hewan dengan perilaku yang tidak biasanya.6 2.8.1 Profilaksis Setelah Paparan (Postexposure Prophylaxis (PEP)) Melihat masa inkubasi pada rabies, PEP dinilai sebuah urgensi dalam praktik, bukan sebuah emergensi. Secara umum, kelelawar, rakun, sigung, anjing hutan dan rubah harus dianggap sebagai hewan yang terinfeksi rabies, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya dengan eutanasia dan pemeriksaan jaringan otak setelah itu, sedangkan gigitan dari hewan herbivora yang kecil (tupai, hamster, tikus dan kelinci) dapat diabaikan. Pada semua kejadian paparan, harus ada usaha untuk

9

mengarantina hewan yang menggigit untuk diobservasi atau dilakukan pemeriksaan histopatologi jaringan otak. Pemeriksaan ini menjadi arahan apakah PEP perlu diberikan atau tidak. Pada kebanyakan kasus, PEP dapat ditundak hingga hasil observasi atau pemeriksaan jaringan otak diketahui. Pada anjing, kucing dan musang, gejala rabies selalu muncul dalam beberapa hari setelah virus dapat ditularkan; sehingga, pada hewan-hewan ini, observasi selama 10 hari cukup untuk menentukan bahwa hewan tersebut terinfeksi rabies atau tidak.6 Dalam mengobservasi hewan, belum timbulnya gejala tidak menghalangi pemberian PEP. Apabila diberikan secepat mungkin, maka PEP akan lebih efektif. Meskipun begitu, seri pemberian PEP harus diinisiasi pada orang yang asimtomatis secepat mungkin, selama apa pun panjangnya waktu setelah gigitan. Vaksin dan imunoglobulin rabies dikontraindikasikan setelah gejala timbul.6 Langkah pertama dalam PEP rabies adalah untuk membersihkan luka secara teliti. Air sabun cukup untuk menginaktivasi virus terselubung. Desinfektan lain yang biasa digunakan, seperti preparat yang mengandung iodin, bersifat virusidal dan harus digunakan bersama dengan sabun apabila tersedia. Luka bekas gigitan atau cakaran di cuci selama 15 menit menggunakan air sabun, povidon iodin atau deterjen untuk mencegah transmisi.16 Komponen kedua untuk PEP rabies terdiri dari imunisasi pasif menggunakan RIG. Kebanyakan PEP yang gagal dikarenakan tidak menggunakan RIG. Dosis RIG manusia adalah 20 IU/kg. Sebanyak mungkin dosis tersebut disuntikkan di sekitar luka dan sisanya disuntikkan secara intramuskular di anggota gerak yang lain. RIG manusia tidak tersedia di banyak negara berkembang. RIG kuda dapat dijadikan sebagai pengganti di beberapa daerah. Penyediaan RIG kuda saat ini memiliki efek samping yang lebih sedikit. Sangat disayangkan, imunisasi pasif tidak tersedia sama sekali di banyak populasi dunia. Disarankan penggunaan 1 dosis RIG dan 4 dosis vaksin rabies lebih dari periode 14 hari.17 Komponen ketiga untuk PEP rabies adalah imunisasi dengan vaksin inaktif. Di kebanyakan dunia, vaksin berbasis sel telah menggantikan sediaan yang sebelumnya. Pada anak-anak dan dewasa, vaksin ini diadministrasi secara

10

intramuskular sebanyak 1 ml di bahu atau paha anterolateral pada hari 0, 3, 7 dan 14 setelah paparan. Injeksi di daerah gluteus berhubungan dengan respon antibodi yang buruk, sehingga pemberian di daerah ini harus dihindari.2 Vaksin rabies dapat diberikan secara aman pada kehamilan. Pada kebanyakan orang, vaksin ini dapat ditoleransi; kebanyakan efek samping berhubungan dengan dosis booster. Nyeri dan eritema di daerah suntikan dapat terjadi dan adenopati lokal, nyeri kepala dan mialgia terjadi di 10-20% pasien. Kira-kira sebanyak 5% pasien yang mendapatkan vaksin sel diploid mengalami reaksi alergi yang dimediasi kompleks imun, seperti gatal-gatal, edema dan artralgia, selama beberapa hari setelah pemberian dosis booster.6

2.8.2 Profilaksis Sebelum Paparan Vaksin rabies yang dimatikan dapat diberikan untuk mencegah rabies pada orang dengan risiko tinggi untuk terpapar virus jenis liar, termasuk personal laboratorium yang bekerja dengan virus rabies, dokter hewan dan profesi lain yang mungkin terekspos dengan hewan yang dapat terinfeksi rabies. Profilaksis sebelum paparan harus dipertimbangkan untuk orang-orang yang melakukan perjalanan ke daerah yang endemik rabies. Jadwal untuk profilaksis ini terdiri dari 3 suntikan intramuskular pada hari 0, 7 dan 21 atau 28. Apabila telah menerima profilaksis sebelum paparan, PEP yang diberikan terdiri dari 2 dosis vaksin (satu dosis di hari 0 dan 3) dan tidak memerlukan RIG. Imunitas dari profilaksis ini berkurang setelah beberapa tahun dan memerlukan tambahan jika risiko untuk terpapar meningkat.6

11

BAB III KESIMPULAN

Rabies adalah penyakit virus akut pada sistem saraf pusat mamalia yang menular dan biasanya bersifat fatal, infeksi pada manusia disebabkan oleh gigitan hewan yang terkena (kelelawar, anjing dan sebagainya). Pada tahap-tahap lanjut, penyakit ini ditandai oleh paralisis otot penelan dan spasme glotis yang dipicu oleh minum atau melihat cairan, dan oleh tingkah laku maniakal, kejang, tetani dan paralisis pernapasan. Begitu gejala telah timbul, maka penatalaksanaan dari rabies sudah terlambat, namun rabies dapat dicegah dengan menggunakan profilaksis sebelum paparan maupun profilaksis setelah paparan.

12

DAFTAR PUSTAKA

1.

CDC. Rabies [Internet]. 2018 [cited 2019 Jan 18]. Available from: https://www.cdc.gov/rabies/index.html

2.

WHO. Rabies [Internet]. 2018 [cited 2019 Jan 9]. Available from: https://www.who.int/rabies/en/

3.

GBD 2015 Mortality and Causes of Death Collaborators. Global, regional, and national life expectancy, all-cause mortality, and cause-specific mortality for 249 causes of death, 1980–2015: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2015. Lancet. 2016;388(10053):1459–544.

4.

WHO. WHO Expert Consultation on Rabies: second report. 2nd ed. Geneva: WHO; 2013. p 3.

5.

CDC. Rabies-Free Countries and Political Units [Internet]. CDC. 2016 [cited 2019 Jan 18]. Available from: www.cdc.gov

6.

Kliegman robert m, Stanton bonita f, Geme joseph w st, Schor nina f. Nelson Textbook Of Pediatrics. 20th ed. Behrman

richard e, editor.

Philadelphia: Elsevier; 2016. p 1641-4. 7.

Dorland WAN. Kamus Saku Kedokteran Dorland. 28th ed. Hartanto YB, Nirmala WK, Ardy, Setiono S, Dharmawan D, Yoavita, et al., editors. Jakarta: EGC; 2014.

8.

The Department of Health. Rabies, Australian bat lyssavirus and other lyssaviruses [Internet]. Australian Government. 2013 [cited 2019 Jan 17]. Available

from:

http://www.health.gov.au/internet/main/publishing.nsf/Content/ohp-rabiesconsumer-info.htm 9.

Syahrurachman A, Chatim A, K Santoso

a u s, Harun

amin soebandrio w, Karuniawati A,

b m hasrul, et al. Buku Ajar Mikrobiologi

Kedokteran. 2nd ed. Staf Pengajar Bagian Mikrobiologi FKUI, editor. Tangerang: Binarupa Aksara; 2014. p 405-12. 10.

Gompf SG, Pham TM, Somboonwit C, Vincent AL. Rabies [Internet]. Medscape.

2018

[cited

2019

Jan

14].

Available

from:

13

emedicine.medscape.com/article/220967-overview#a5 11.

Cotran RS, Kumar V, Fausto N. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 7th ed. Elsevier Saunders; 2005. p 7.

12.

Giesen A, Gniel D, Malerczyk C. 30 Years of rabies vaccination with Rabipur: a summary of clinical data and global experience. Expert Rev Vaccines. 2015;14(3):351–67.

13.

Cynthia M, Kahn BA. The Merck Veterinary Manual. 10th ed. Kendallville, Indiana: Courier Kendallville; 2010. p 1193.

14.

Fooks AR, Johnson N, Freuling CM, Wakeley PR, Banyard AC, McElhinney LM, et al. Emerging technologies for the detection of rabies virus: challenges and hopes in the 21st century. PLoS Negl Trop Dis. 2009;3(9):530.

15.

Rupprecht CE, Willoughby R, Slate D. Current and future trends in the prevention, treatment and control of rabies. Expert Rev Anti Infect Ther. 2006;4(6):1021–38.

16.

Wunner WH, Jackson AC. Rabies: Scientific Basis of the Disease and Its Management. 2nd ed. London: Academic Press; 2010. p 556.

17.

CDC. Use of a Reduced (4-Dose) Vaccine Schedule for Postexposure Prophylaxis to Prevent Human Rabies. MMWR. 2010;59:1–7.

14

DAFTAR HADIR PENYULUHAN TANGGAL

Nama

: Rezky Ilham Saputra

NIM

: 140100156

Judul

: Rabies

No

Nama

JANUARI 2019

Tanda Tangan

15

More Documents from "Rezky Ilham"

April 2020 24
Dapus Asiap.docx
April 2020 27
Rabies.docx
April 2020 28
Fertilization.docx
April 2020 25