LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN BIOAKTIVATOR, PUPUK PADAT, DAN PUPUK CAIR MATA KULIAH BUDIDAYA TANAMAN ORGANIK DI SUSUN OLEH KELOMPOK 3 SEMESTER V B: 1. Alfan Ibrizun
( 05.1.4.16.0670 )
2. Cintya Eka Sari
( 05.1.4.16.0677 )
3. Dwi Putri Aulia Firdausi
( 05.1.4.16.0681 )
4. Ismi Fitria Anggraini
( 05.1.4.16.0687 )
5. Lisna Lestari
( 05.1.4.16.0689 )
6. Sekar Ajeng Pertiwi
( 05.1.4.16.0699 )
7. Sofyan Nur Rohman
( 05.1.4.15.0702 )
KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN YOGYAKARTA-MAGELANG 2018
LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN BIOAKTIVATOR, PUPUK PADAT, DAN PUPUK CAIR MATA KULIAH BUDIDAYA TANAMAN ORGANIK
KELOMPOK 3 : 1. Alfan Ibrizhun
( 05.1.4.16.0670 )
2. Cintya Eka Sari
( 05.1.4.16.0677 )
3. Dwi Putri Aulia Firdausi
( 05.1.4.16.0681 )
4. Ismi Fitria Anggraini
( 05.1.4.16.0687 )
5. Lisna Lestari
( 05.1.4.16.0689 )
6. Sekar Ajeng Pertiwi
( 05.1.4.16.0699 )
7. Sofyan Nur Rohman
( 05.1.4.15.0702 )
Mata Kuliah : Budidaya Tanaman Oraganik
KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN YOGYAKARTA-MAGELANG 2018
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| i
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Mahaesa, karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Pembuatan Bioaktivator, Pupuk Organik Padat dan Pupuk Organik Cair ini dengan baik dan tepat waktu. Laporan disusun guna melengkapi tugas mata kuliah Budidaya Tanaman Organik di Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Magelang Jurusan Penyuluhan Pertanian Yogyakarta. Dalam penyusunan laporan ini tentunya penulis tidak lepas dari petunjuk, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1.
Bapak Dr. Rajiman, MP. selaku Direktur Politeknik Pembangunan Pertanian Yogyakarta Magelang.
2.
Bapak Ir. Koeswini Tri Ariani, MS. dan Dr. RR. Siti Astuti, SP., M.Sc. selaku dosen mata kuliah Budidaya Tanaman Organik
3.
Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penulisan laporan ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan ini sangat penulis harapkan. Yogyakarta, November 2018 Penyusun
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| ii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................ ii DAFTAR ISI ............................................................................................... iii DAFTAR TABEL ...................................................................................... iv BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1 A. Latar Belakang .............................................................................. 1 B. Tujuan .......................................................................................... 2 C. Output .......................................................................................... 3 D. Manfaat ......................................................................................... 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 4 A. Biostater ........................................................................................ 4 B. Pupuk Kompos Padat .................................................................... 9 C. Pupuk Organik Cair ...................................................................... 20 BAB III. METODE PELAKSANAAN ...................................................... 22 A. Waktu dan Tempat ........................................................................ 22 B. Narasumber .................................................................................. 22 C. Dosen pendamping ....................................................................... 23 D. Peserta .......................................................................................... 23 E. Alat dan Bahan .............................................................................. 25 F. Cara Kerja ..................................................................................... 26 BAB IV. ANALISA USAHA ..................................................................... 30 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 37 BAB VI. KESIMPULAN............................................................................ 48 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 49 LAMPIRAN ................................................................................................ 50
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| iii
DAFTAR TABEL Judul
Halaman
Tabel 3.1 Daftar Nama Narasumber ............................................................... 22 Tabel 3.2 Daftar Nama Dosen Pendamping ..................................................... 23 Tabel 3.3 Daftar Nama Peserta ....................................................................... 23
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| iv
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pupuk organik merupakan pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan sisa-sisa tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk organik berperan memperbaiki unsur fisik, kimia, dan biologi tanah. Berdasarkan bentuknya, pupuk organik dibagi menjadi dua yaitu pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Pupuk organik cair dapat dibuat dari limbah seperti sisa-sisa tanaman (jerami, daun, sekam padi, ampas tebu, sampah dan sebagainya), kotoran hewan, urine, limbah hewan, dan limbah sayuran melalui kondisi khusus, kelembapan dan aerasi (Yulipriyanto, 2010). Saat ini ada beberapa jenis pupuk organik sebagai pupuk alam berdasarkan bahan dasarnya, yaitu pupuk kandang, kompos, humus, pupuk hijau, dan pupuk mikroba. Sedangkan ditinjau dari bentuknya ada pupuk organik cair yang dibuat dari bahan organik cair dan ada pupuk organik padat. Sebagai contoh kompos merupakan contoh pupuk organik padat yang dibuat dari bahan organik padat (tumbuh - tumbuhan), sedangkan thilurine adalah pupuk organik cair yang dibuat dari bahan organik cair (urine sapi). Pupuk organik dapat dibuat dari limbah, contohnya limbah peternakan sapi perah baik berupa feses maupun urinennya, limbah rumah pemotongan hewan berupa rumen sapi juga dapat dijadikan bahan pembuatan pupuk organik cair. Di dalam rumen ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba) terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya. Cairan rumen mengandung bakteri dan protozoa. Konsentrasi bakteri sekitar 10 pangkat 9
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 1
setiap cc isi rumen, sedangkan protozoa bervariasi sekitar 10 pangkat 5 - 10 pangkat 6 setiap cc isi rumen (Tillman, 1991). Isi rumen diperoleh dari rumah potong hewan. Isi rumen kaya akan nutrisi, limbah ini sebenarnya sangat potensial bila dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Kandungan rumen sapi menurut Rasyid (1981), meliputi protein 8,86%, lemak 2,60%, serat kasar 28,78%, kalsium 0,53%, phospor 0,55%, BETN 41,24%, abu 18,54%, dan air 10,92%. Isi rumen dapat dimanfaatkan sebagai starter apabila diproses terlebih dahulu mengingat kandungannya yang kaya akan nutrisi dan mikroorganisme. Starter isi rumen adalah starter yang terbuat dari isi rumen ternak ruminansia. Starter isi rumen dapat dimanfaatkan untuk biakkan bakteri/mikroba di dalamnya sebagai starter pembuatan kompos/pupuk organik dan fermentasi limbah hasil pertanian seperti jerami. Pupuk organik cair adalah jenis pupuk yang berbentuk cair tidak padat yang mudah sekali larut pada tanah dan membawa unsur - unsur penting guna kesuburan tanah. Pupuk organik cair adalah pupuk yang dapat memberikan hara yang sesuai dengan kebutuhan tanaman pada tanah, karena bentuknya yang cair maka jika terjadi kelebihan kapasitas pupuk pada tanah maka dengan sendirinya tanaman akan mudah mengatur pemupukan jelas lebih merata, tidak akan terjadi penumpukan konsentrasi pupuk di satu tempat (Slamet,dkk, 2005). B. Tujuan 1. Mahasiswa mampu mengetahui alat dan bahan yang digunakan dalam membuat bioaktivator, pupuk organik padat dan pupuk organik cair.
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 2
2. Mahasiswa mampu melakukan prakatik pembuatan bioaktivator. 3. Mahasiswa mampu melakukan prakatik pembuatan pupuk organik padat. 4. Mahasiswa mampu melakukan prakatik pembuatan pupuk organik cair. 5. Mahasiswa mampu mengetahui titik kritis dalam pembuatan bioaktivator, pupuk padat dan pupuk cair. C. Output Mahasiswa mampu membuat Bioaktivator, pupuk organik padat dan pupuk organik cair. D. Manfaat 1. Bagi Mahasiswa -
Mahasiwa memperoleh ilmu dan pengalaman baru mengenai pupuk organik
-
Mahasiswa mampu memahami bagaimana cara pembuatan bioaktivator pupuk organik padat, dan pupuk organik cair
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 3
II. A.
TINJAUAN PUSTAKA
Bio Starter 1.
Starter Starter merupakan bahan tambahan yang digunakan pada tahap awal proses fermentasi.
Starter merupakan biakan mikroba
tertentu yang ditumbuhkan di dalam substrat atau medium untuk tujuan proses tertentu (Kusumaningati et al., 2013). Syarat starter fermentasi adalah murni, unggul, stabil dan bukan patogen. Menurut Utama et al. (2013) syarat starter fermentasi yaitu aman
digunakan
dan
mampu
menghambat
bakteri
patogen.
Fermentasi yang prosesnya menggunakan starter disebut fermentasi tidak spontan.
Fermentasi tidak spontan adalah fermentasi yang
terjadi dalam bahan yang dalam pembuatannya ditambahkan mikrorganisme dalam bentuk starter atau ragi.
Mikroorganisme
tersebut akan tumbuh dan berkembangbiak secara aktif merubah bahan yang difermentasi menjadi produk yang diinginkan (Suprihatin, 2010). Faktor nutrien dan lingkungan sangat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan mikrobia.
Proses fermentasi dapat terus
berlangsung dengan memanfaatkan glukosa sebagi sumber energi. Nutrien di dalam medium semakin berkurang seiring bertambahnya lama fermentasi, dengan adanya jumlah sel yang semakin bertambah
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 4
dapat mengakibatkan kompetisi dan akhirnya akan memasuki fase kematian (Kusumaningati et al., 2013). 2.
Cairan Rumen Potensi cairan rumen sapi di Indonesia mencapai 54,25 juta liter per tahun. Cairan rumen sapi hidup banyak terdapat enzim selulase, amilase, protease, xilanase (Lee et al. 2002). Suhu di dalam rumen sapi dalam keadaan normal rata-rata 38,54oC dengan kisaran suhu 36,70 - 39,87 oC (AlZahal et al. 2008).
Haryanto (2009)
menyatakan bahwa degradasi optimum komponen serat dapat dicapai apabila pH rumen mendekati 6,8, kandungan NH3 minimal 3,57 mM, populasi protozoa di dalam cairan rumen ± 5 x 105 sel/ml, dan populasi bakteri 1x1010 sel/ml. Menurut Budiansyah et al. (2010), berbagai jenis mikroba penghasil enzim hidup di dalam protozoa
maupun
fungi.
Cairan
rumen, baik dari jenis bakteri, rumen
diduga
mengandung
kontaminan patogen seperti Coliform dari pakan yang dikonsumsi ternak, juga dimungkinkan dari lingkungan ternak. Beberapa studi epidemiologi telah menunjukkan bahwa bakteri patogen tersebut didistribusikan secara luas pada sapi, dan sapi ditetapkan sebagai reservoir alami (Chotiah, 2013a). Menurut Husein (2007) kolonisasi patogen tersebut dalam rumen sulit dikendalikan oleh antibiotik.
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 5
3.
Molase Olbrich (1973) mendefinisikan molase sebagai produk akhir pembuatan gula yang tidak mengandung lagi gula yang dapat dikristalkan dengan cara konvensional. Molase berwarna coklat dan berbentuk cairan kental seperti yang terlihat pada Gambar 1. Molase (tetes tebu) merupakan hasil samping dari industri pengolahan gula yang masih mengandung gula cukup tinggi yakni sukrosa sebesar 4855% (Prescott dan Dunn, 1959). Tingginya kandungan gula pada molase membuat molase sering dijadikan sebagai tambahan sumber karbohidrat pada medium pertumbuhan mikroorganisme (Sebayang, 2006). Molase selain dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas (Wati dan Prasetyani, 2010), juga dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan etanol seperti yang dilakukan oleh Sebayang (2006). Sampai saat ini pemanfaatan molase masih terbatas pada industri alkohol dan MSG (Mono Sodium Glutamat), meskipun beberapa peneliti memanfaatkan molase pada pembuatan gasohol, perlu dilakukan usaha pemanfaatan molase untuk dijadikan produk lain (Rahman, 1992). Menurut Padang dkk. (2011), keuntungan dalam menambahkan molase di dalam proses fermentasi adalah dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri sehingga proses pemecahan senyawa organik menjadi senyawa sederhana terjadi dengan sempurna
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 6
dan kualitas biogas meningkat. Selain itu, molase biasa digunakan karena harganya yang murah. 4.
Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses
pemeraman
atau
fermentasi,
disertai
dengan
proses
penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya bentuk terasi berupa padatan, kemudian teksturnya agak kasar, dan memiliki khas aroma yang tajam akan tetapi rasanya gurih (Pierson, 2013). Proses pembuatan produk terasi juga ditambahkan garam yang berfungsi untuk bahan pengawet, bentuknya seperti pasta dan berwarna hitamcoklat, dan bisa dengan bahan pewarna sehingga menjadi kemerahan. Dalam pembuatan terasi proses fermentasi berlangsung karena adanya aktivitas enzim yang berasal dari ikan (udang). Fermentasi adalah salah satu proses penguraian senyawa-senyawa yang lebih sederhana oleh enzim atau fermentasi yang berasal dari tubuh ikan itu sendiri atau dari mikroorganisme dan berlangsung dalam kondisi lingkungan terkontrol.
Proses penguraian ini
berlangsung dengan atau tanpa aktivitas mikroorganisme, terutama dalam golongan jamur dan ragi (Afrianto dan Liviawati, 2005). 5.
Bekatul Bekatul aau dedak padi adalah hasil samping pabrik penggilingan padi dalam memprodbuksi beras. Dedak padi merupakan
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 7
bagian kulit ari beras pada waktu dilakukan proses pemutihan beras. Dedak padi digunakan sebagai pakan ternak, karena mempunyai kandungan gizi yang tinggi, harganya relatif murah, mudah diperoleh, dan penggunaannya tidak bersaing dengan manusia. Menurut (Schalbroeck, 2001), produksi dedak padi di Indonesia cukup tinggi per tahun dapat mencapai 4 juta ton dan setiap kwintal padi dapat menghasilkan 18-20 gram dedak. Proses penggilingan padi dapat menghasilkan beras giling sebanyak 65% dan limbah hasil gilingan sebanyak 35%, yang terdiri dari sekam 23%, dedak dan bekatul sebanyak 10%. Protein dedak berkisar antara 1214%, lemak sekitar 7-9%, serat kasar sekitar 8-13% dan abu sekitar 912% (Murni dkk, 2008). Menurut Yusak (2004) dedak juga memiliki fungsi sebagai media pertumbuhan mikroba penghasil enzim selulase. 6.
Nanas Enzim bromelin terdapat dalam semua jaringan tanaman nanas.
Enzim
bromelin
menguraikan
protein
dengan
jalan
memutuskan ikatan peptida dan menghasilkan senyawa yang lebih sederhana yaitu asam amino. Sekitar setengah protein dalam nanas mengandung protease bromelin. Diantara berbagai jenis buah, nanas merupakan sumber protease dengan konsentrasi tinggi dalam buah yang masak (Wuryanti, 2004). Penggunaan enzim bromelin untuk menghidrolisis protein akan menghasilkan produk yang mempunyai komposisi lebih lengkap dibandingkan hasil hidrolisis secara kimia,
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 8
sebab disamping asam-asam amino akan dihasilkan komponen pembentuk citarasa dan aroma seperti alkohol, eter, asam-asam organik serta peptida-peptida tertentu. 7.
Ragi (Yeast) Ragi dapat menghasilkan senyawa-senyawa yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman dari asam amino dan gula di dalam tanah yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik dan bahan organik melalui fermentasi. Ragu juga menghasilkan senyawa bioaktif seperti hormon dan enzim.
B.
PUPUK ORGANIK PADAT 1.
Pengertian Kompos Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Menurut Murbandono (2008), kompos merupakan hasil fermentasi atau dekomposisi dari bahan-bahan organik seperti tanaman, hewan, atau limbah organik lainnya. Kompos sebagai pupuk organik mempunyai fungsi untuk memperbaiki struktur tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air, dan meningkatkan daya ikat tanah terhadap unsur hara. Kompos juga mengandung zat hara yang lengkap yang dibutuhkan oleh tanaman. Pemupukan menggunakan kompos
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 9
mengakibatkan tanah yang strukturnya ringan (berpasir atau remah) menjadi lebih baik, daya ikat air menjadi lebih tinggi. Sementara itu, tanah yang berat (tanah liat) menjadi lebih optimal dalam mengikat air. Menurut Lingga dan Marsono (2001), kandungan utama yang terdapat dalam kompos adalah nitrogen, kalium, fosfor, kalsium, karbon dan magnesium yang mampu memperbaiki kesuburan tanah walaupun kadarnya rendah. Kompos merupakan semua bahan organik yang telah mengalami degradasi atau pengomposan sehingga berubah bentuk dan sudah tidak dikenali bentuk aslinya, berwarna kehitam-hitaman, dan tidak berbau (Indriani, 2004). Bahan organik tersebut dapat berasal dari bahan pertanian (limbah tanaman dan limbah ternak), limbah padat industri dan limbah rumah tangga. Proses pengomposan merupakan proses perombakan (dekomposisi) dan stabilisasi bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan yang terkendali (terkontrol) dengan hasil akhir berupa humus dan kompos (Simamora dan Salundik, 2006). Sedangkan menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) pada dasarnya pengomposan merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikroba agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik dan mikroba tersebut diantaranya bakteri, fungi, dan jasad renik lainnya.
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 10
2.
Prinsip Pengomposan Pengomposan adalah suatu cara pengelolaan sampah secara alamiah
menjadi
bahan
yang
sangat
berguna
bagi
pertanaman/pertanian dengan memanfaatkan kembali sampah organik dari sampah tersebut dengan hasil akhir berupa pupuk kompos yang tidak menbahayakan penggunaanya (Suyono dan Budiman, 2010). Pengomposan dilakukan untuk sampah organik, kegiatan ini dilakukan secara terbuka (aerob) mapun tertutup (anaerob) (Purwendro dan Nurhidayat, 2006). Material yang dapat yang dapat dijadikan kompos yaitu bahan-bahan organik padat misalnya limbah organik rumah tangga,
sampah-sampah
organik
pasar/kota,
kotoran/limbah
peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri. Proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama. Pembuatan kompos memerlukan waktu 2-3 bulan bahkan ada yang memerlukan waktu hingga 6-12 bulan tergantung dari bahan baku (Djuarnani dkk, 2009). Tenggang waktu pembuatan pupuk organik yang relatif lama sementara kebutuhan pupuk yang terus meningkat memungkinkan terjadinya kekosongan ketersediaan pupuk. Oleh karena itu, telah banyak penelitian untuk mensiasati dan mempercepat proses pengomposan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan proses pengomposan dapat dipercepat menjadi 2-3 minggu atau 1-1,5 bulan tergantung pada bahan dasar yang digunakan (Sutanto, 2002). Proses
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 11
pengomposan akan segera berlangsung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan (Isroi, 2007). Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat dan akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50oC - 70oC. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi (Isroi, 2007). Pada saat ini terjadi dekomposisi atau penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas . Setelah sebagian besar bahan terurai, maka suhu akan berangsurangsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume atau bobot awal bahan. Hasil oksidasi bahan organik dilepas ke udara dalam bentuk CO2.
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 12
3.
Faktor yang mempengaruhi proses pengomposan Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan antara lain (Isroi, 2007): a.
Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut. Pencacahan
bahan
organik
akan
membantu
kecepatan
pengomposan, perlakuan awal dan proporsional campuran jenis bahan organik
yang digunakan juga sangat membantu
percepatan dan kualitas hasil pengomposan. Ukuran partikel juga sangat mempengaruhi proses percepatan pengomposan. Ukuran partikel bahan yang optimal untuk dikomposkan berkisar dari 0,32 cm hingga 1,50 cm, ukuran ini sangat relatif (Murbandono, 2008). b.
Aerasi Pengomposan yang cepat dapat berlangsung dalam kondisi yang cukup oksigen (aerob). Apabila kekurangan oksigen, proses dekomposisi tidak berjalan dengan baik. Aerasi pada pengomposan secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang mengakibatkan udara hangat keluar dan
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 13
udara yang lebih dingin masuk kedalam tumpukan kompos (Murbandono, 2008). Aerasi ditentukan dengan porositas dan kandungan air bahan (kelembaban). Apabila proses aerasi terlambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menimbulkan bau yang tidak sedap. Agar tidak terjadi kekurangan oksigen dalam proses pengomposan, maka dilakukan pembalikan minimal satu minggu sekali. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan cara force aeration (menghembuskan udara dengan kompresor) atau dengan efek cerobong. Namun, pemberian aerasi yang terbaik adalah dengan pembalikan bahan. Perlakuan ini sekaligus untuk homogenisasi bahan (Paulin and O'malley, 2008). Hasil penelitian Harmoko (2008), menunjukkan bahwa frekuensi pembalikan tumpukan kompos bagasse : blotong : abu (5:3:1) 7- 10 hari sekali lebih baik dibandingkan pembalikan 5 hari sekali. Hal ini terjadi karena tumpukan bahan kompos dari bagasse mempunyai sifat poros sehingga tidak perlu dilakukan pembalikan yang terlalu sering. c.
Porositas Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay oksigen untuk
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 14
proses pengomposan. Apabila rongga dipenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu (Sapta dan Tresnowati, 2012). d.
Kelembaban (Moisture Content) Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen. Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40-60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan. Jika kelembaban lebih besar dari 60%, maka unsur hara akan tercuci dan volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun
dan
akan
terjadi
fermentasi
anaerob
yang
menimbulkan aroma tidak sedap (Sapta dan Tresnowati, 2012). e.
Temperatur/suhu Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 15
60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba termofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma (Sapta dan Tresnowati, 2012). f.
Derajat Keasaman (pH) Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH 5,5 - 9. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6,8 hingga 7,4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam secara temporer atau lokal akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral (Sapta dan Tresnowati, 2012). Kondisi asam pada proses pengomposan biasanya diatasi dengan pemberian kapur atau abu dapur. Namun, pemantauan suhu dan perlakuan pembalikan bahan kompos secara tepat waktu dan benar sudah dapat mempertahankan kondisi pH tetap pada titik netral, tanpa pemberian kapur (Yuwono, 2005).
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 16
g.
Kandungan Hara Untuk keperluan aktivitas dan pertumbuhan sel barunya, mikroorganisme memerlukan sumber karbon dan sejumlah unsur hara. Dua unsur terpenting yang dibutuhkan mikroorganisme untuk berkembang dengan jumlah yang banyak adalah unsur karbon dan nitrogen. Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan biasanya terdapa di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan (Sapta dan Tresnowati, 2012).
h.
Kandungan bahan berbahaya Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahanbahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nikel, Cr dan Pb adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat ini tidak terurai dan akan tetap ada. Logam berat tersebut dapat berasal dari bahan organik yang tercemari lingkungan atau sampah lain disekitarnya (Sapta dan Tresnowati, 2012). Faktor-faktor di atas dapat dijadikan indikasi untuk mengoptimalkan proses pengomposan dan mempercepat proses dekomposisi bahan yang dikomposkan. Kondisi yang bisa diterima Ideal Rasio C/N 20 : 1 s/d 40 : 1 25-35:1 Kelembapan 40 – 65 % 45-62% Konsentrasi oksigen tersedia > 5% > 10%
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 17
Ukuran partikel 1 inchi Bervariasi Bulk density 1000 lbs/cu yd 1000 lbs/cu yd pH 5,5 – 9,0 6,5 – 8,0 Suhu 43 – 66oC 54 – 60oC Sumber : Isroi (2007). 4.
Rasio C/N Rasio C/N adalah perbandingan karbon dan nitrogen yang terkandung dalam suatu bahan organik. Angka C/N rasio yang semakin
besar
menunjukkan
bahwa
bahan
organik
belum
terdekomposisi sempurna. Angka C/N rasio yang semakin rendah menunjukkan bahwa bahan organik sudah terdekomposisi dan hampir menjadi humus. Besarnya nilai C/N rasio tergantung dari jenis sampah. Jumlah karbon dan nitrogen yang terdapat pada bahan organik dinyatakan dalam terminologi rasio karbon/nitrogen (C/N). Proses pengomposan yang baik akan menghasilkan C/N rasio yang ideal sebesar 10-20. Kandungan C/N rasio yang tinggi dapat menyebabkan aktivitas biologi mikroorganisme akan berkurang. Selain itu, diperlukan beberapa siklus mikroorganisme untuk menyelesaikan dengan degradasi bahan kompos, sehingga waktu pengomposan akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan memiliki mutu rendah. Kandungan C/N rasio jika terlalu rendah akan menyebabkan kelebihan nitrogen (N) yang tidak dipakai oleh mikroorganisme yang tidak dapat diasimilasi dan akan hilang melalui volatisasi sebagai ammonia (Djuarnani dkk, 2009).
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 18
5.
Aktivator Aktivator
adalah
inokulum
campuran
berbagai
jenis
mikroorganisme selulotik dan lignolitik untuk mempercepat laju pengomposan pada pembuatan pupuk kandang.Di pasaran,banyak beredar bioaktivator, diantaranya Orgadec, EM-4 dan stardec.Dalam bioaktivator ini terdapat berbagai macam mikroorganisme fermentasi dan dekomposer.Mikroorganisme dipilih yang dapat bekerja secara efektif dalam memfermentasikan dan menguraikan bahan organik (Susilo, 2012). 6.
Dedak Dedak padi adalah hasil samping pabrik penggilingan padi dalam memproduksi beras. Dedak padi merupakan bagian kulit ari beras pada waktu dilakukan proses pemutihan beras. Dedak padi digunakan sebagai pakan ternak, karena mempunyai kandungan gizi yang tinggi, harganya relatif murah, mudah diperoleh, dan penggunaannya
tidak
bersaing
dengan
manusia.
Menurut
(Schalbroeck, 2001), produksi dedak padi di Indonesia cukup tinggi per tahun dapat mencapai 4 juta ton dan setiap kwintal padi dapat menghasilkan 18-20 gram dedak. Proses penggilingan padi dapat menghasilkan beras giling sebanyak 65% dan limbah hasil gilingan sebanyak 35%, yang terdiri dari sekam 23%, dedak dan bekatul sebanyak 10%. Protein dedak berkisar antara 12-14%, lemak sekitar
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 19
7-9%, serat kasar sekitar 8-13% dan abu sekitar 9-12% (Murni dkk, 2008).
C.
PUPUK ORGANIK CAIR Pupuk organik adalah pupuk yang berperan dalam meningkatkan aktivitas biologi, kimia, dan fisik tanah sehingga tanah menjadi subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman (Indriani, 2004). Saat ini sebagian besar petani masih tergantung pada pupuk anorganik karena pupuk anorganik mengandung beberapa unsur hara dalam jumlah yang banyak. Pupuk anorganik digunakan secara terus-menerus dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi tanah yaitu dapat menyebabkan tanah menjadi cepat mengeras, kurang mampu menyimpan air dan cepat menjadi asam yang pada akhirnya menurunkan produktivitas tanaman (Ramadhani, 2010). Pupuk organik terdapat dalam bentuk padat dan cair. Kelebihan upuk organik cair adalah unsur hara yang terdapat di dalamnya lebih mudah diserap tanaman (Murbandono, 1990). Pupuk organik cair adalah larutan hasil dari pembusukan bahan-bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia yang kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur. Pada umumnya pupuk cair organik tidak merusak tanah dan tanaman meskipun digunakan sesering mungkin. Selain itu, pupuk cair juga dapat dimanfaatkan sebagai aktivator untuk membuat kompos (Lingga dan Marsono, 2003). Pupuk organik cair dapat dibuat dari beberapa jenis
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 20
sampah organik yaitu sampah sayur baru, sisa sayuran basi, sisa nasi, sisa ikan, ayam, kulit telur, sampah buah seperti anggur, kulit jeruk, apel dan lain-lain (Hadisuwito, 2007). Bahan organik basah seperti sisa buah dan sayuran merupakan bahan baku pupuk cair yang sangat bagus karena selain mudah terdekomposisi, bahan ini juga kaya akan hara yang dibutuhkan tanaman. Semakin tinggi kandungan selulosa dari bahan organik, maka proses penguraian akan semakin lama (Purwendro dan Nurhidayat, 2006). Pupuk organik cair merupakan salah satu jenis pupuk yang banyak beredar di pasaran. Pupuk organik cair kebanyakan diaplikasikan melalui daun yang mengandung hara makro dan mikro esensial (N, P, K, S, Ca, Mg, B, Mo, Cu, Fe, Mn, dan bahan organik). Pupuk organik cair mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun sehingga meningkatkan kemampuan fotosintesis tanaman dan penyerapan nitrogen dari udara, dapat meningkatkan vigor tanaman sehingga tanaman menjadi kokoh dan kuat, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan, merangsang pertumbuhan cabang produksi, meningkatkan pembentukan bunga dan bakal buah, mengurangi gugurnya dan, bunga, dan bakal buah (Huda, 2013).
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 21
III.
METODE PELAKASNAAN
A. Waktu dan tempat Waktu pelaksanaan
yaitu
jam praktik Mata Kuliah Budidaya
Tanaman Organik yaitu pada hari Selasa, 30 Oktober 2018 sampai Jumat, 16 November 2018 Tempat pelaksanaan praktik yaitu di Kelompok Ternak Ngudi Makmur, Dusun Wonorejo, Desa Sarirejo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Yogyakarta B. Narasumber Tabel 3.1 Daftar Nama Narasumber/ Instruktur Kegiatan Praktikum No 1.
Nama
Instansi
Rini Tri Puspanti, S.Pt.
Materi Disajikan Pengertian
mengenai
pupuk organik padat, bioaktiivator dan pupuk organik cair 2.
Tugimin
Rumah Kompos Proses
pembuatan
Kelompok
pupuk organik padat,
“Ngudi
bioaktivator dan pupuk
Makmur”
organik cair
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 22
C. Dosen pendamping Tabel 3.2 Daftar Nama Dosen Pendamping No 1.
Nama
NIP
Ir. Koeswini Tri Ariani, 195508101985032004
Jabatan Pembina (IV.a)
MS 2.
Sutiman, S.ST.
197301012007011001
Penata
Muda
(III.a)
D. Peserta Tabel 3.3 Daftar Nama Peserta No
NIREM
Nama
1
05.1.4.16.0669
Afin Dwi Widandari
2
05.1.4.16.0670
Alfan Ibrizhun
3
05.1.4.16.0671
Amirudiansyah
4
05.1.4.16.0672
Anggie Noviyanti
5
05.1.4.16.0673
Anita Fitriyani
6
05.1.4.16.0674
Anthony Jonathan Bungai
7
05.1.4.16.0675
Ardianto
8
05.1.4.16.0676
Cindy Oktavia
9
05.1.4.16.0677
Cintya Eka Sari
10
05.1.4.16.0678
Desi Iza Aswiyati
11
05.1.4.16.0679
Dhea Octaviani
12
05.1.4.16.0680
Diana Putri Febriyanti
13
05.1.4.16.0681
Dwi Putri Aulia Firdausi
14
05.1.4.16.0682
Edi Supriyanto
15
05.1.4.16.0684
Faiez Fajar Prasetyo
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 23
16
05.1.4.16.0685
Firman Dien Achmad
17
05.1.4.16.0686
Hidayatus Sholekah
18
05.1.4.16.0687
Ismi Fitria Anggraini
19
05.1.4.16.0688
Khoiriyah Hajar
20
05.1.4.16.0689
Lisna Lestari
21
05.1.4.16.0690
Maria Sakebty
22
05.1.4.16.0691
Maulida Wasul Indah Ginting
23
05.1.4.16.0692
Meliana
24
05.1.4.16.0693
Muhamad Nur Safi'i
25
05.1.4.16.0694
Muhammad Septo Aditya
26
05.1.4.16.0695
Nafa Yuliana
27
05.1.4.16.0696
Reka Ayu Cahyani
28
05.1.4.16.0697
Reni Yuliantika
29
05.1.4.16.0698
Saniah
30
05.1.4.16.0699
Sekar Ajeng Pertiwi
31
05.1.4.16.0700
Maria Sakebty
32
05.1.4.16.0701
Siti Nurhidayati
33
05.1.4.16.0702
Sofyan Nur Rohman
34
05.1.4.16.0703
Syahrani
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 24
E. Alat dan bahan 1. Bio Aktivator Alat :
Bahan :
Gelas ukur
Isi rumen
2 liter
Bak
Tetes
2 liter
Ember
Trasi
0,5 biji
Tongkat/pengaduk
Bekatul
1 kg
Drum
Nanas
1 buah
Ragi
6 buah
2. Pupuk Padat Alat :
Bahan : Cangkul
Fese/kotoran sapi maupun kambing 1 ton
Gembor
Bioaktivator 1 liter
Ember
Air 9 liter
Alat penggiling
Alat pengayak
Timbangan
Sekop
Mesin jahit karung
Gerobak roda satu
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 25
3. Pupuk Cair Alat :
Bahan :
Ember
Urin
: 1 liter
Gelas ukur
Tetes
: 1 liter
Selang
Empon-empon
: 1 kg
Dirijen
Pisang/buah busuk
: 0,5 kg
Lakban
Labu siam
: 0,5 kg
Pengaduk
Tepung ikan
: 0,5 kg
Parut
Air
:8L
F. Cara kerja 1. Bio Aktivator a) Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan. b) Memarut nanas hingga halus. c) Merebus bekatul lalu diamkan hingga panas hilang. d) Masukkan tetes, isi rumen dan terasi sesuai komposisi kedalam 10 liter air di bak yang telah disediakan. e) Menambahkan larutan tersebut dengan rebusan bekatul, nanas yang telah di haluskan, dan ragi. f) Mengaduk larutan tersebut hingga rata, cara mengduk harus searah dan tidak terlalu kencang agar tidak merusak mikroba yang ada. g) Memasukkan larutan tersebut kedalam drum yang tertutup rapat.
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 26
h) Mendiamkan selama 1 minggu, lalu buka pada minggu pertama untuk diaduk dengan searah lalu tutup rapat kembali. i) Membuka kembali setelah 3 hari, aduk kembali selama 5 menit dengan searah, lalu tutup kembali. j) Setelah 2 minggu buka tutup untuk mengecek keberhasilan, apabila tercium bau seperti tape, warna menjadi coklat kekuningan dan muncul langit-langit seperti busa bererti bio starter sudah jadi. k) Menutup kembali drum dengan rapat. 2. Pupuk Padat a) Menghamparkan feses/kotoran sapi yang sudah didiamkan selama 2-3 bulan dengan ketinggian 30-40 cm dengan panjang dan lebar 2 x 1 m, campurkan bio starter dan air dengan perbandingan 1:9 liter. menyiramkan pada tumpukan kotoran sapi secara merata dengan gembor. b) Kemudian menutup kembali dengan kotoran sapi dengan ketinggian yang sama yaitu 30-40 cm dan kocor lagi menggunakan cairan bio starter dan air secara merata begitu seterusnya hingga berlapis lapis sesuai keinginan. c) Mengecek suhu awal pada tumpukan kotoran sapi tersebut. d) Setelah 2 – 3 hari cek suhu pada tumpukan kotoran sapi tersebut secara sederhana menggunakan potongan bambu tusuk pada tumpukan dan diamkan selama 2-3 menit kemudian cabut bambu dan
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 27
sentuh pada bagian ujung bambu bila terasa panas maka proses fermentasi berjalan dengan baik. e) Mengaduk tumpukan dengan cangkul 2-3 kali selama 3 minggu supaya proses fermentasi berjalan merata dan sempurna. f) Setelah 3 minggu, keringkan pupuk dengan cara tipiskan tumpukan dengan cangkul selama 2 hari (tergantung cuaca) g) Kemudian proses penggilingan dilakukan apabila kondisi pupuk sudah kering. Tujuan dari proses ini adalah untuk membuat kondisi fisik pupuk remah dan tidak menggumpal. h) Selanjutnya adalah proses pengayakan i) Mengemas pupuk organik padat menggunakan karung plastik seberat 25 kg kemudian menjahit karung dengan mesin jahit j) Pupuk organik padat siap dijual dan digunakan. 3. Pupuk Cair a) Menghaluskan memarutnya,
empon-empon kemudian
dengan
mencampurnya
cara
menumbuk
dengan
8
liter
atau dan
memasaknya sampai mendidih. b) Mendinginkan campuran selama semalaman, kemudian memasukkan dalam kondisi dingin ke dalam dirijen fermentasi bersama bahan lainnya yaitu urin, tepung ikan, buah busuk, dan labu siam yang sudah diparut halus kemudian drum ditutup rapat.
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 28
c) Membuka tutup dirijen setelah satu minggu kemudian mengaduknya searah jarum jam dan menutupnya kembali. Pupuk cair bisa digunakan satu minggu kemudian.
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 29
IV.
ANALISA USAHA
1. Bioaktivator No Uraian
Volume
Harga Satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
1
Rumen Sapi
2
Lt
20.000
40.000
2
Terasi
6
Bj
500
3.000
3
Bekatul
1
Kg
4.000
4.000
4
Nanas
1
Bh
7.500
7.500
5
Ragi
6
Bh
500
3.000
6
Tetes Tebu
2
Lt
15.000
30.000
7
Tenaga Kerja
1
org
100.000
100.000
Total Biaya
187.500
a. Jumlah Total Biaya Total Biaya produksi
= Rp187.500
b. Penerimaan Produksi/ hasil
= 10 liter
Harga jual
= Rp20.000/ liter
Penghasilan/ Output
= Hasil x Harga jual = 10 liter x Rp20.000 = Rp200.000
Keuntungan
= Pendapatan – Total Biaya = Rp200.000 – Rp187.500 = Rp12.500
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 30
c.
Analisa keyakan usaha
= Penerimaan Total Biaya
Analisa O/I Ratio
= Rp200.000 Rp187.500 = Rp1,07 Artinya setiap Rp1 biaya yang dikelauarkan, mendapatkan penerimaan sebesar Rp1,07
BEP Hasil
=
Biaya Total Harga Output
=
Rp187.500 Rp20.000/liter
= 9,375 liter Artinya usaha akan mengalami titik impas apabila produk yang dihasilkan sebanyak 9,375 liter
BEP Harga
=
Biaya Total Hasil Panen
= Rp187.500 10 liter = Rp18.750 /liter Artinya usaha akan mengalami titik impas apabila produk dijual dengan harga Rp18.750/liter
Analisa ROI
=
Laba Usaha Modal Produksi
=
Rp12.500 Rp187.500
x 100%
x 100%
= 7%
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 31
2. Pupuk Padat Harga Jumlah No
Uraian
Volume
Satuan (Rp) (Rp)
A
Biaya Bahan 1. Mol
4
liter
20.000
80.000
(Bahan Mentah)
4
ton
150.000
600.000
3. Benang
1
gulung
10.000
10.000
2. Kotoran Sapi
4. Solar
1,5
liter
10.500
15.750
5. Oli
0,25
liter
32.000
8.000
6. Karung
112
lembar
2.000
224.000
TOTAL B
937.750
Biaya Tenaga Kerja 1. Fermentasi
1
HOK
100.000
100.000
2. Penyisiran
2
HOK
100.000
200.000
3. Pengeringan
2
HOK
100.000
200.000
4. Penggilingan
1
HOK
100.000
100.000
5. Penyaringan
1
HOK
100.000
100.000
6. Pengemasan
1
HOK
100.000
100.000
7. Pengiriman
0,25
HOK
100.000
25.000
TOTAL
825.000
TOTAL A+B
1.762.750
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 32
C
Biaya Operasional 1. Alat
0,03%
1.762.750
441
1.762.750
2.644
2. Operasional / Gaji 0,15% Pegawai Kantor 3. Suku Bunga Bank
6%
1.762.750
105.765
4. PPH
5%
1.762.750
88.138
1.762.750
352.550
5. Keuntungan 20% Perusahaan TOTAL
549.537
TOTAL A+B+C
2.312.287
a. Jumlah Total Biaya Total Biaya
= Rp2.312.287
b. Penerimaan Hasil Produksi
= 2.800 kg
Harga jual
= Rp1.000/kg
Pendapatan
= Hasil x Harga = 2.800 kg x Rp1.000 = Rp2.800.000
Keuntungan
= Pendapatan – Total Biaya = Rp2.800.00 – Rp2.312.287 = Rp487.713
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 33
c.
Analisa keyakan usaha
Analisa O/I
= Penerimaan Total Biaya = Rp2.800.000 Rp2.312.287 = Rp1,21
Artinya setiap Rp1 biaya yang dikelauarkan, mendapatkan penerimaan sebesar Rp1,21
BEP Hasil
=
Biaya Total Harga Output
= Rp2.312.287 Rp1000/kg = 2.312,287 kg Artinya usaha akan mengalami titik impas apabila produk yang dihasilkan sebanyak 2.312,287 kg
BEP Harga
=
Biaya Total Hasil Panen
= Rp2.312.287 2.800 kg = Rp826/kg Artinya usaha akan mengalami titik impasa apabila produk dijual seharga Rp826kg
Analisa ROI
=
Laba Usaha Modal Produksi
=
Rp487.713 Rp2.312.287
x 100%
x 100%
= 21,0992%
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 34
3. Pupuk Cair No
Uraian
Volume
Harga Satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
1
Urin Kelinci
1
lt
4.000
4.000
2
Tetes Tebu
1
lt
15.000
15.000
3
Empon-Empon
1
kg
20.000
20.000
4
Buah Busuk
0,5
kg
3.000
1.500
5
Labu Siam
0,5
kg
5.000
2.500
6
Tepung Ikan
0,5
kg
5.000
2.500
7
Tenaga Kerja
1
org
100.000
100.000
Total Biaya
145.500
a. Jumlah Total Biaya Total Biaya
= Rp145.500
b. Penerimaan Hasil
= 10 liter
Harga per liter
= Rp20.000
Pendapatan
= Hasil x Harga = 10 liter x Rp20.000/liter = Rp200.000
Keuntungan
= Pendapatan – Total Biaya = Rp200.000 – Rp145.500 = Rp54.500
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 35
c.
Analisa keyakan usaha
= Penerimaan Total Biaya
Analisa O/I
= Rp200.000 Rp145.500 = Rp1,3746 Artinya setiap Rp1 biaya yang dikelauarkan, mendapatkan penerimaan sebesar Rp1,3746
BEP Hasil
=
Biaya Total Harga Output
=
Rp145.500 Rp20.000/liter
= 7,275 liter Artinya usaha akan mengalami titik impas apabila produk yang dihasilkan sebanyak 7,275 liter
BEP Harga
=
Biaya Total Hasil Panen
= Rp145.500 10 liter = Rp14.550 /liter Artinya usaha akan mengalami titik impas apabila harga jual produk sebesar Rp14.550/liter
Analisa ROI
=
Laba Usaha Modal Produksi
=
Rp54.500 Rp145.500
x 100%
x 100%
= 37,5%
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 36
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Bioaktivator 1. Persiapan Bahan Bahan yang digunakan dalam pembuatan bioaktivator adalah rumen sapi, terasi, bekatul, nanas yang diparut, ragi dan tetes tebu. Ditambahkannya nanas yang sudah di parut kedalam campuran bertujuan membuka selulosa dan menjadi pengharum. Ragi digunakan untuk membantu proses fermentasi karena didalam ragi terdapat bakteri saccharomyces yang berguna untuk mempercepat proses fermentasi. Rumen sapi berguna sebagai sumber mikroba. Sedangkan bekatul sebagai bahan makanan bagi mikroba begitupun juga terasi yang berfungsi sebagai sumber makanan dan tetes tebu yang menjadi sumber energi bagi mikroba. Tetes tebu ini bisa diganti menggunakan gula merah ataupuun gula pasir. 2. Pencampuran Bahan Pencampuran bahan bioaktivator yaitu rumen sapi, terasi, bekatul, nanas, ragi dan tetes tebu dan ditambahkan air sebanyak 10 liter. Pencampuran bahan bertujuan untuk memudahkan dan mempercepat proses fermentasi. Pencampuran dilakukan didalam ember yang kemudian di taruh ke dalam drum. Dalam mengaduk bahan perlu diperhatikan bahwa dalam mengaduk harus searah sebab apabila tidak searah maka kemungkinan mikroba yang ada di bahan bisa mati. Hal ini bisa membuat kegagala bioaktivator.
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 37
3. Fermentasi Fermentasi dilakukan selama dua minggu. Setelah satu minggu proses fermentasi tutup drum dibuka kemudian diaduk searah jarum jam lalu tutup kembali. Pengadukan dilakukan searah jarum jam dengan tujuan agar mikroba yang terdapat tidak rusak, sehingga proses fermentasi dapat berhasil. 4. Hasil Fermentasi Praktek pembuatan Bioaktivator yang dilakukan di Kelompok Ternak Ngudi Makmur dinyatakan berhasil setelah di fermentasi kurang lebih 3 minggu. Hasil fermentasi bioaktivator yang berhasil dengan ciriciri: berselimut, berbau khas tape/fermentasi/harum (tidak berbau busuk), berwarna kuningg kecoklatan, tidak keruh dan tidak ada jamur berwarna coklat/abu-abu/hitam. a) Berselimut Bioaktivator yang telah dimasukan ke dalam wadah setelah 3 minggu dikatakan berhasill dengan memiliki salah satu cirinya berselimut yang terdapat dibagian paling atas yang berwarna putih. b) Berbau Tape Selain memiliki ciri-ciri berselimut bioaktivator yang berhasil juga ditandai dengan perubahan bau yang khas yang berbau harum seperti tape. Karna telah melalui proses fermentasi dan tidak terkontaminasi oleh jamur dan lain-lain. c) Warna kuning kecoklatan dan tidak keruh
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 38
Bioaktivator yang telah jadi juga mengalami perubahan warna yakni menjadi berwarna kuning kecoklatan. 5. Analisa ekonomi Total biaya yang digunakan dalam pembuatan bioaktivator yaitu sebesar Rp 187.500,00 dengan menghasilkan 10 liter bioaktivator. Jika bioaktivator dijual dengan harga Rp 20.000,00/liter maka pendapatan yang di peroleh sebesar Rp 200.000,00. Sehingga keuntungan yang didapat adalah Rp 12.500,00 untuk 10 liter bioaktivator. B. Pupuk Padat 1. Persiapan bahan Bahan yang digunakan dalam pembuatan pupuk organik padat adalah fases atau kotoran sapi, biostater, serta air. Kotoran sapi yang digunakan minimal berumur 2 minggu dengan ciri kandungan air sudah tidak tidak terlalu tinggi. Penggunaan biostater berfungsi sebagai bakteri pengurai agar proses fermentasi berlangsung lebih cepat. 2. Penumpukan kotoran sapi Penumpukan merupakan proses pertama dalam pembuatan pupuk organik padat. Penumpukan dilakukan dengan menghamparkan kotoran sapi setinggi 30 cm yang kemudian disiram menggunakan biostater secara merata, penggunaan biostater ini bertujuan untuk mempercepat proses fermentasi. Selanjutnya tumpuk kembali dengan kotoran sapi dengan tinggi yang sama. penumpukan ini merupakan bagian dari proses fermentasi.
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 39
3. Penyisiran Penyisiran merupakan proses kedua dalam pembuatan pupuk organik padat. Penyisiran dilakukan satu minggu setelah proses pertama selesai. Sebelum dilakukan penyisiran terlebih dahulu suhu dicek dengan cara menusukkan bambu selama 3-5 menit kemudian sentuh pada bekas tusukan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah proses fermentasi berlangsung atau tidak. Penyisiran dilakukan dengan cara membalik tumpukan, hal ini bertujuan agar suhu tetap terjaga (suhu tidak terlalu tinggi) karena apabila suhu terlalu tinggi dapat mematikan mikroba yang terdapat dalam biostater. Selain itu, pembalikan juga bertujuan untuk meratakan mikroba yang ada. Penyisiran ini dilakukan sebanyak 2 sampai 3 kali selama 3 minggu. 4. Hasil Fermentasi Berdasarkan hasil pengamatan dalam pembuatan pupuk organik padat dapat diketahui ciri-ciri sebagai berikut: a. Bau atau aroma Ciri-ciri pupuk padat yang sudah jadi bisa ditandai dengan bau atau aromanya. Adapun bau atau aroma pupuk padat yang sudah jadi adalah mengeluarkan aroma seperti tanah atau bau humus hutan. b. Warna Salah satu tanda bahwa pupuk padat yang dibuat telah jadi dan siap digunakan akan terlihat dari warnanya. Warna dari pupuk padat
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 40
yang sudah jadi dan siap diaplikasikan biasanya berwarna coklat agak kehitaman. c. Tekstur Ciri-ciri pupuk padat yang sudah jadi apabila dipegang atau dikepal akan menggumpal. Selain itu jika gumpalan ditekan makan akan hancur dengan mudah artinya pupuk tersebut sudah jadi. 5. Pengeringan Pengeringan dilakukan dengan cara mengangin-anginkan selama 2 hari. Pada proses pengeringan pupuk tidak boleh terkena cahaya matahari serta air hujan secara langsung karena hal ini dapat mengakibatkan unsur yang terkandung menguap atau larut. 6. Penggilingan Penggilingan dilakukan dengan menggunakan mesin selep. Penggilingan bertujuan agar pupuk organik menjadi lebih halus. 7. Pengayakan Pengayakan dilakukan agar pupuk organik padat terpisah dari kotoran serta pupuk yang masih kasar (menggumpal). 8. Pengemasan Pengemasan pupuk organik padat menggunakan karung berbahan palstik yang didalamnya dilapisi plastik bening. Alasan pemilihan bahan plastik adalah menghindari produk dari air, serta bahan asing lainnya.
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 41
9. Analisa Ekonomi Total biaya yang digunakan dalam pembuatan pupuk organik padat yaitu sebesar Rp2.312.287 dengan bahan mentah sebanyak 4 ton mengahsilkan 2.800 kg pupuk organik padat. Jika pupuk organik padat dijual dengan harga Rp1.000/kg maka pendapatan yang diperoleh sebesar Rp2.800.000. Sehingga keuntungan yang didapat adalah Rp487.713 untuk 2.800 kg pupuk organik padat jadi. C. Pupuk Cair Pupuk organik cair adalah jenis pupuk berbentuk cair tidak padat mudah sekali larut pada tanah dan membawa unsur-unsur penting untuk pertumbuhan tanaman. Pupuk organik cair mempunyai banyak kelebihan diantaranya, pupuk tersebut mengandung zat tertentu seperti mikroorganisme jarang terdapat dalam pupuk organik padat dalam bentuk kering (Syefani dan Lilia dalam Mufida, 2013: 15). Menurut Hadisuwito (2007: 13) pupuk organik cair adalah larutan yang berasal dari hasil pembusukan bahan-bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, lotoran hewan, dan manusia yang kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur. Kelebihan dari pupuk organik cair adalah sercara cepat mengatasi defisiensi hara, tidak bermasalah dalam pencucian hara, dan mampu menyediakan hara yang cepat. Dalam membuat pupuk cair kita perlu mengetahui bahan yang digunakan untuk membuat pupuk organik cair tersebut, adapun bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 42
a. Urine kelinci Urine kelinci mempunyai kandungan unsur hara yang cukup tinggi jika dibandingkan hewan ternak lainnya, menurut hasil riset penelitian Badan Penelitian Ternak (Balitnak) di Bogor yang dilakukan pada tahun 2005 telah diketahui bahwa kandungan rata-rata yang terdapat didalam urine kelinci seperti unsur hara N, P dan K yaitu untuk Nitrogen (N) 2,72%, Fosfor (P) 1.1%, dan kandungan Kalium (K) 0,5%. dari data tersebut jika dibandingkan dengan urine ternak lainnya masih tinggi kandungan urine kelinci, namun jika dikombinasikan dengan kotorannya, persentase unsur hara yang terdapat didalam urine kelinci ini bisa lebih meningkat menjadi 2,20% untuk Nitrogen, 87% untuk Fosfor , 2,30% untuk Potassium, 36% untuk Sulfur, 1,26% untuk Kalsium dan 40%. Sehingga dengan kandungan hara urine kelinci yang cukup lengkap urine kelinci dijadikan sebagai salah satu bahan dasar dalam pembuatan pupuk cair, Urine atau air kencing kelinci dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik yang kaya akan unsur hara terutama unsur hara N atau sering kita kenal dengan Urea, urine kelinci ini dapat diaplikasi ketanaman bisa secara langsung ataupun melalui proses fermentasi. manfaat yang dihasilkan dari urine kelnici ini dapat membantu pertumbuhan tanaman pada masa vegetatif yang untuk pembentukan akar, daun, batang dan anakan jika diaplikasikan ke tanaman padi, selain daripada itu manfaat urine kelinci juga dapat
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 43
membantu membentuk zat hijau pada daun yang berfungsi untuk proses fotosintesis. b. Tetes tebu Tetes tebu memiliki kandungan gizi berharga dari berbagai jenis molase karena mengandung konsentrasi terbesar belerang, potasium, besi, dan zat gizi mikro dari bahan tebu asli. Jadi, tidak hanya kandungan gula yang membuat molase berguna, tetapi mineral tersebut. Tetes juga merupakan agen chelating yang sangat baik, yang berarti bahwa itu dapat membantu mengkonversi beberapa nutrisi kimia menjadi bentuk yang mudah tersedia untuk organisme dan tanaman untuk digunakan.Sedrhananya tetes tebu dapat dikatakan sebagai sumber makanan bagi perkmbangbiakan mikroorganisme. c. Empon-empon Empon empon merupakan salah satu bahan pembuatan pupuk organik yang berfungsi sbagi penghilang bau pada urine dan menciptakan bau pada pupuk cair yang tidak disukai oleh hama yang akan mengganggu pada tanaman d. Buah busuk Buah buahan busuk memiiki kandunagan phospor dan kalium yang cukup tinggi sehingga bahan ini dibutuhkan dalam pembuatan pupuk organik cair yang akan digunakan untuk pertumbuhan generatif tanaman, pada dasarnya tanaman dalam proses generatifnya sangat membutuhkan unsur hara phospor dan kalium
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 44
e. Labu siam Labu siam digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan pupuk organik karena memiliki fungsi sebagai bahan perekat pupuk cair pada bagian dari tanaman f. Tepung ikan Ikan sebagai bahan baku dalam pembuatan pupuk organik yang lengkap. Oleh karena nilai organik, baik nilai organik dari unsur hara N, nilai organik dari unsur hara P, dan nilai organik dari unsur hara K yang terdapat didalamnya memiliki kelebihan kalau dibandingkan dengan bahan – bahan yang lainnya. Juga bahwa didalam ikan ini masih terkandung unsur – unsur hara yang lainnya, khususnya mengandung unsur hara mikro yang sangat berguna bagi tanaman. Langkah langkah Pembuatan pupuk cair a. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam proses pembuatn pupuk cair b. Menghaluskan empon empon, dengan cara ditumbuk maupun diparut, dngan tujuan sari yang terkandung dalam empon empon dapat keluar, mencampurkan dengan air 8 liter masak sampai mendidih. c. Mendinginkan campuran diatas semalaman, d. Mencampurkan bahan bahan yang digunakan yaitu urine, tepung ikan, empon empon , tetes tebu dan labu siam yang sudah diparut halus dengan cara diaduk secara merata
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 45
e.
Memasukkan bahan bahan yang sudah dicampur kedalam drum dngan ditutup secara rapat, supaya proses fermentasi dapat optimal
f. Setelah satu minggu buka tutup drum tambahkan buah busuk sambil diaduk searah jarum jam dan tutup lagi. supaya mikroorganisme dapat berkembang secara merata. g. Tunggu sampai
8-14 hari maka pupuk cair sudah cair dan siap
digunakan Pupuk cair dikatakan bagus dan siap diaplikasikan jika tingkat kematangannya sempurna. Pengomposan yang matang bisa diketahui dengan memperhatikan keadaan bentuk fisiknya, dimana fermentasi yang berhasil ditandai dengan adanya bercak – bercak putih pada permukaan cairan. Cairan yang dihasilkan dari proses ini akan berwarna kuning kecoklatan dengan bau yang menyengat (Purwendro dan Nurhidayat, 2007). Pupuk organik cair adalah pupuk organik yang kebanyakan diaplikasikan melalui daun atau disebut sebagai pupuk cair foliar. Pupuk ini mengandung hara makro dan mikro esensial (N, P, K, S, Ca, Mg, B, Mo, Cu, Fe, Mn, dan bahan organik). Pupuk organik cair lebih mudah terserap oleh tanaman karena unsur-unsur di dalamnya sudah terurai. Pupuk organik cair lebih mudah terserap oleh tanaman karena unsur-unsur di dalamnya sudah terurai. Manfaat dari pemberian pupuk cair organik adalah: a. Merangsang pertumbuhan tunas baru.
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 46
b. Memperbaiki sistem jaringan sel dan memperbaiki sel-sel rusak. c. Merangsang pertumbuhan sel-sel baru pada tumbuhan. d. Memperbaiki klorofil pada daun. e. Merangsang pertumbuhan kuncup bunga. f. Memperkuat tangkai serbuk sari pada bunga. g. Memperkuat daya tahan pada tanaman Penggunaan pupuk cair memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut : a.
Pengaplikasiannya
lebih
mudah
jika
dibandingkan
dengan
pengaplikasian pupuk organic padat. b.
Unsur hara yang terdapat di dalam pupuk cair mudah diserap tanaman.
c.
Mengandung mikroorganisme yang jarang terdapat dalam pupuk organic padat.
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 47
VI.
KESIMPULAN
1. Pupuk organik merupakan pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan sisa-sisa tanaman, hewan, dan manusia. 2. Bioaktivator adalah bahan yang dapat dimanfaatkan antara lain dalam pembuatan pupuk organik, pembuatan hormon alami, pembuatan biogas, dan lain sebagainya. Bioaktivator bukanlah pupuk, melainkan bahan yang mengandung mikroorganisme efektif 3. Pupuk kandang adalah pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak. Kualitas pupuk kandang sangat tergantung pada jenis ternak, kualitas pakan ternak, dan cara penampungan pupuk kandang. 4. Pupuk organik cair adalah jenis pupuk berbentuk cair tidak padat mudah sekali larut pada tanah dan membawa unsur-unsur penting untuk pertumbuhan tanaman. 5. Praktek pembuatan Bioaktivator, pupuk organik padat dan pupuk organik cair yang dilakukan di Kelompok Tani Subur Wonorejo, Sariharjo, Ngaglik, Sleman Yogyakarta dinyatakan berhasil sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP)
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 48
DAFTAR PUSTAKA -
http://eprints.ums.ac.id/55631/1/BAB%20I.pdf.
-
http://www.bppjambi.info/dwnpublikasi.asp?id=131
-
https://rendynitinegoo.wordpress.com/2018/03/15/manfaat-kegunaanmolasses-tetes-tebu/ diakses pada pukul 21.18 26 Novmber 2018
-
https://www.sampulpertanian.com/2017/04/urine-kelinci-manfaat-dankandunganya.html diakses pada pukul 21.55 26 Novmber 2018
-
http://mawrah23.blogspot.com/2016/12/pupuk-cair-dari-limbah-sayur-danbuah.html diakses pada pukul 22.18 26 Novmber 2018
-
http://pupuktepungikan.blogspot.com/2014/07/tepung-tulang-ikan-tuna-tunabone-meal.html diakses pada pukul 22.30 26 Novmber 2018
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK 3| 49