Pulpektomi Dengan Pasta Devitalisasi.docx

  • Uploaded by: Rina Mutiarasari
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pulpektomi Dengan Pasta Devitalisasi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,978
  • Pages: 48
LAPORAN KASUS KONSERVASI GIGI PERAWATAN PULPEKTOMI DENGAN DIAGNOSIS PULPITIS IREVERSIBEL PADA GIGI 36

Disusun Oleh : Nursabrinah Mutiarasari 160110120020

Pembimbing : Drg, Ika Destina Ulfa, Sp. KG

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2019

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. BAB II LAPORAN KASUS......................................................................... 2.1 Identitas Pasien............................................................................. 2.2 Anamnesa...................................................................................... 2.3 Riwayat Dental.............................................................................. 2.4 Riwayat Penyakit.......................................................................... 2.5 Pemeriksaan Ekstra Oral............................................................... 2.6 Pemeriksaan Intra Oral................................................................. 2.7 Pemeriksaan Radiologis................................................................ 2.8 Diagnosis Klinis............................................................................ 2.9 Rencana Perawatan....................................................................... 2.10 Tahapan Perawatan..................................................................... 2.10.1 Kunjungan ke 1............................................................ 2.10.2 Kunjungan ke 2............................................................ 2.10.3 Kunjungan ke 3............................................................ 2.10.4 Kunjungan ke 4............................................................ BAB III TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 3.1 Perawatan Saluran Akar................................................................ 3.2 Diagnosis Menurut AAE............................................................... 3.3 Pulpitis Ireversibel........................................................................ 3.4 Perawatan Pulpektomi.................................................................. 3.5 Devitalisasi.................................................................................... 3.6 Anatomi Molar Satu Rahang Bawah............................................ 3.7 Preparasi Akses Kavitas................................................................ 3.8 Bahan Irigasi Saluran Akar........................................................... 3.9 Medikamen Intrakanal.................................................................. 3.10 Teknik Preparasi Saluran Akar Crown Down............................. 3.11 Obturasi Saluran Akar................................................................. BAB IV PEMBAHASAN............................................................................. BAB V KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA....................................................................................

1 2 2 2 2 3 3 3 5 6 6 6 6 9 12 14 17 17 17 18 20 21 22 24 26 31 32 37 42 45 46

BAB I PENDAHULUAN

Keberhasilan perawatan endodontik ditentukan berdasarkan ketepatan diagnosis, rencana perawatan, pengetahuan mengenai anatomi dan morfologi, debridement, sterilisasi, serta obturasi (Garg, 2014). Pulpitis ireversibel merupakan tahap perkembangan dari pulpitis reversibel dan ditandai dengan rasa nyeri hebat, spontan dan tidak dapat dihilangkan dengan obat pereda nyeri (Radeva, 2008). Perawatan pilihan utama dalam menangani nyeri hebat yang berasal dari pulpa pulpa adalah pulpektomi. Pulpektomi merupakan suatu prosedur endodontik untuk membuang pulpa vital dengan perdarahan dan menggantinya dengan bahan pengisi saluran akar (Gesi dan Bergenholts, 2003). Makalah laporan kasus ini akan membahas secara rinci mengenai perawatan pulpektomi dengan diagnosis pulpitis ireversibel pada pasien wanita usia 31 tahun yang datang ke RSGM FKG Unpad yang datang dengan keluhan utama terdapat gigi berlubang besar dan rasa sakit berdenyut pada gigi belakang rahang bawah kiri. Makalah ini juga membahas mengenai diagnosis, anatomi pulpa pada gigi 36, serta tahapan-tahapan perawatan pulpektomi dengan pasta devitalisasi beserta bahan irigasi, medikamen, dan berbagai teknik preparasi saluran akar hingga obturasi.

1

BAB II LAPORAN KASUS 2.1 Identitas Pasien Nama

: Ny. SS

Nomor Rekam Medis : 2018-066xx Usia

: 31 Tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Jl. Sadang Sari II

2.2 Anamnesa Pasien datang ke RSGM FKG UNPAD dengan keluhan utama gigi belakang bawah kiri berlubang besar sejak  6 bulan yang lalu. Pasien tidak menggunakan sisi kiri rahang untuk mengunyah sebab takut giginya akan terasa ngilu bila terkena makanan dan minuman dingin. Gigi tersebut pernah terasa ngilu tiba-tiba tanpa adanya rangsangan di malam hari sejak  3 minggu sebelum pasien datang berobat ke dokter gigi dan meminum obat Cataflam untuk mengurangi rasa sakit  5 hari sebelum pasien ke dokter gigi. Harapan pasien ingin giginya dirawat saluran akarnya dan dibuatkan mahkota baru agar dapat digunakan untuk makan.

2.3 Riwayat Dental Pasien belum pernah periksa ke dokter gigi.

2

2.4 Riwayat Penyakit Penyakit jantung

: disangkal

Diabetes mellitus

: disangkal

Penyakit asma

: disangkal

Penyakit ginjal

: disangkal

Penyakit lambung

: disangkal

Penyakit hepar

: disangkal

Penyakit lainnya

: disangkal

2.5 Pemeriksaan Ekstra Oral Wajah

: simetris

Mata

: non-anemis, non-ikhterik, isokhor

Bibir

: normal, kompeten

TMJ

: tidak ada kelainan

Kelenjar limfe

: tidak teraba, tidak sakit

2.6 Pemeriksaan Intra Oral Kebersihan mulut

: baik

Mukosa

: tidak ada kelainan

Frenulum

: tidak ada kelainan

Tonsil

: T1/T1

Lidah

: tidak ada kelainan

Dasar mulut

: tidak ada kelainan

3

Gingiva

: tidak ada kelainan

2.6.1 Odontogram

Keterangan

:

: sisa akar : karies

2.6.2 Status lokalis Gigi 36 Mahkota

: Karies profunda di mesio-oklusal

Vitalitas

:+

Perkusi

:+

Tekan

:+

Kegoyangan

:-

Jaringan sekitar

:-

4

Gambar 2.1 Foto klinis pasien kunjungan ke I

2.7 Pemeriksaan Radiologis Mahkota

: gambaran radiolusen pada sisi mesial yang meluas

ke oklusal dari email sampai dengan mendekati pulpa Akar

: jumlah : 2, bentuk : lurus

Membrane periodontal

: melebar pada akar mesial

Lamina dura

: terputus pada 2/3 apikal akar mesial

Puncak tulang alveolar

: tidak ada kelainan

Furkasi

: tidak ada kelainan

Periapikal

: pelebaran membrane periodontal pada akar mesial

Radiodiagnosis

: Suspek Periodontitis Apikalis Kronis e.c Pulpitis

Ireversibel gigi 36

5

Gambar 2.2 Foto diagnostik gigi 36 pada kunjungan pertama

2.8 Diagnosis Klinis Pulpitis ireversibel gigi 36 disertai periodontitis apikalis simtomatis (AAE, 2013).

2.9 Rencana Perawatan Pulpektomi dengan pasta devitalisasi pada gigi 36

2.10 Tahapan Perawatan 2.10.1 Kunjungan ke I 1. Persiapan alat dan bahan 1) Alat dasar 2) Endodontic spoon excavator 3) Endodontic explorer 4) Endo-blok 5) Pasta devitalisasi (Pulp-X) 6) Apex locator 7) Suction Tip

6

8) Instrumen untuk akses kavitas : i. Satu set bur diamond ii. Endo access bur 9) Instrumen untuk preparasi saluran akar : i. Satu set jarum ekstirpasi ii. Satu set ProTaper (Dentsply) 10) Instrumen irigasi : i. Disposable syringe ii. Disposable irrigation needle (30Gx25mm) iii. Cairan irigasi : NaOCl (3%), Aquabides, EDTA 17%, Chlorhexidine 2% iv. Endo suction tip v. Paper point 11) Instrumen Obturasi : i. Satu set Finger Spreader ii. Satu set Finger Plugger iii. Gutta Percha 2. Informed Consent 1) Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit pada gigi yang menjadi keluhan utama 2) Menjelaskan pilihan perawatan serta tahapan perawatan dengan kelebihan dan kekurangan

7

3. Mengekskavasi seluruh jaringan dentin yang terinfeksi hingga hilang, rewalling pada bagian mesio-oklusal, mengaplikasikan pasta devitalisasi lalu ditutup dengan tambalan sementara. 4. Pasien diinstruksikan untuk kontrol satu minggu kemudian dan melanjutkan perawatan gigi.

Gambar 2.3 Ekskavasi karies

Gambar 2.4 Rewalling pada dinding mesial gigi 36

Gambar 2.5 Aplikasi pasta devitalisasi pada gigi 36

8

Gambar 2.6 Tambalan sementara pada gigi 36

2.10.2 Kunjungan ke II Waktu : Satu minggu setelah aplikasi pasta devitalisasi 1. Melakukan pemeriksaan kontrol devitalisasi pada gigi 36, pemeriksaan yang dilakukan : 1) Keluhan setelah perawatan devitalisasi : tidak ada 2) Vitalitas

:-

3) Perkusi

:-

4) Tekan

:-

5) Kegoyangan

:-

6) Jaringan Sekitar

: Tidak ada kelainan

2. Membuka atap kamar pulpa menggunakan endo access bur dengan kecepatan tinggi. 3. Mencari lokasi orifis dengan endodontic explorer. 4. Menghilangkan

dentin

dan

seluruh

menghalangi pandangan ke orifis.

9

atap

kamar

pulpa

yang

Gambar 2.7 Buka kavum pulpa 5. Masukkan K-file No. 10 ke dalam orifis yang telah ditemukan untuk mengetahui arah saluran akar. 6. Lakukan irigasi saluran akar dengan cairan NaOCl 3%, aquabidest dan gunakan endo suction tip. 7. Setelah arah saluran akar diketahui dan visualisasi baik, lakukan preparasi pada 2/3 panjang saluran akar dengan Protaper S1 pada masing-masing saluran akar, lakukan irigasi dengan NaOCl 3% dan aquabidest. 8. Lakukan pengukuran panjang kerja dengan K-file no 15 menggunakan apex locator, didapatkan panjang kerja akar distobukal 17 mm, distolingual 18 mm, mesiobukal 19 mm, dan mesiolingual 17 mm.

10

Gambar 2.8 Menentukan UPK dengan menggunakan apex locator 9. Irigasi saluran akar dengan cairan NaOCl 3%, dilanjutkan dengan aquabidest, lalu irigasi kembali dengan EDTA 17%, bersihkan dengan aquabidest dan gunakan suction. 10. Melakukan ERF pada masing-masing saluran dengan Teknik Crown down hingga mencapai MAF sebesar F3 pada akar distobukal, distolingual, mesiobukal, dan mesiolingual. 11. Lakukan irigasi dengan cairan NaOCl 3%, aquabidest, EDTA 17%, dan aquabidest pada setiap pergantian instrument dan gunakan suction untuk membuang kelebihan cairan irigasi. 12. Lakukan irigasi terakhir dengan cairan Chlorhexidine 2%, gunakan endo suction. 13. Keringkan saluran akar dengan paper point. 14. Mengaplikasikan Ca(OH)2 merk Calciplex sebagai medikamen saluran akar. 15. Menutup kavitas menggunakan cotton pellet dan tambalan sementara. 16. Pasien diinstruksikan untuk kontrol kembali dan melanjutkan perawatan gigi dua minggu kemudian. 11

2.10.3 Kunjungan ke III Waktu : Dua minggu setelah aplikasi medikamen intrakanal 1. Melakukan pemeriksaan kontrol obat sterilisasi pada gigi 36, pemeriksaan yang dilakukan adalah : 1) Keluhan setelah 2 minggu pemberian medikamen intrakanal : tidak ada 2) Vitalitas

:-

3) Perkusi

:-

4) Tekan

:-

5) Kegoyangan

:-

6) Jaringan sekitar

: Tidak ada kelainan

2. Melakukan irigasi pada masing-masing saluran akar dengan menggunakan cairan NaOCl 3% - aquabidest, dan gunakan endo suction untuk membuang kelebihan cairan irigasi, lalu dilanjutkan dengan mengeringkan masingmasing saluran akar dengan paper point. 3. Melakukan trial pengisian menggunakan Master Apical Cone sesuai panjang kerja dan ditutup tambal sementara, selanjutnya dilakukan foto rontgen periapikal. 4. Hasil foto rontgen periapikal trial pengisian menunjukkan panjang kerja sudah sesuai dan tidak terdapat tanda patologis di daerah periapikal.

12

5. Gambar 2.9 Foto Rontgen Trial Pengisian Saluran Akar Gigi 36

6. Tahap selanjutnya adalah membongkar tambalan sementara, mengeluarkan gutta percha dari saluran akar, dan bersihkan gutta percha dengan cara merendamnya di dalam larutan NaOCl. 7. Bersihkan saluran akar dengan larutan EDTA 17% untuk menghilangkan smear layer, bilas dengan aquabidest, lanjutkan dengan irigasi cairan chlorhexidine 2%, lalu keringkan dengan paperpoint. 8. Melakukan pengisian saluran akar dengan menggunakan Master Apical Cone Gutta Percha pada masing-masing saluran akar dengan sealer Endoseal dan teknik kondensasi single cone. 9. Potong kelebihan gutta percha dengan menggunakan instrumen panas sampai dengan batas orifis saluran akar, padatkan dengan finger plugger. 10. Aplikasikan semen zinc phosphate di atas orifis sebagai basis restorasi, lalu tutup dengan tambalan sementara. 11. Lakukan foto rontgen periapikal untuk memastikan kesesuaian panjang Master Apical Cone dengan panjang kerja.

13

12. Apabila sudah sesuai, pasien diinstruksikan untuk kontrol setelah satu minggu untuk melanjutkan perawatan.

Gambar 2.10 Foto Pengisian Gigi 36 2.10.4 Kunjungan ke IV Waktu : Satu minggu setelah pengisian saluran akar 1. Melakukan pemeriksaan kontrol pengisian pada gigi 36, pemeriksaan yang dilakukan adalah : 1) Keluhan setelah 1 minggu pengisian saluran akar : tidak ada 2) Vitalitas

:-

3) Perkusi

:-

4) Tekan

:-

5) Kegoyangan

:-

6) Jaringan sekitar

:-

2. Melakukan foto rontgen periapikal pada gigi 36 untuk melihat kondisi setelah pengisian 1 minggu. 3. Foto rontgen kontrol pengisian tampak tidak terdapat kondisi patologis pada periapikal.

14

Gambar 2.11 Foto rontgen kontrol pengisian. 4. Restorasi paska perawatan saluran akar yang akan dilakukan adalah pembuatan onlay pada gigi 36. 5. Preparasi gigi 36 sesuai dengan prinsip preparasi mahkota onlay, membuang dinding rewalling yang telah dibentuk sebelumnya, dan meratakan cement base pada dasar ruang pulpa yang telah terisi sebelumnya. 6. Mencetak gigi yang telah dipreparasi dengan elastomer, selanjutnya di cor dengan gips batu untuk selanjutnya dibuatkan pola lilin dan dikirimkan ke lab untuk dibuatkan mahkota onlay. 7. Tahap selanjutnya adalah try in onlay. Apabila sudah sesuai dan tidak terdapat kontak prematur, maka dapat dilakukan sementasi onlay pada gigi 36. 8. Setelah sementasi onlay, lakukan foto rontgen periapikal untuk melihat kesesuaian onlay pada gigi pasien.

15

Gambar 2.12 Gigi 36 setelah dilakukan follow-up mahkota onlay pada gigi 36

Gambar 2.13 Foto Rontgen 1 minggu setelah pemasangan mahkota onlay pada gigi 36

16

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Perawatan Saluran Akar Endodontik merupakan cabang dari kedokteran gigi yang berhubungan dengan pencegahan, diagnosis, dan perawatan terhadap penyakit pulpa dan gejala lain yang berhubungan (Garg, 2014). Tujuan utama perawatan endodontik adalah untuk menjaga vitalitas pulpa, mempertahankan dan merestorasi gigi dengan pulpa yang rusak atau nekrosis, serta mempertahankan dan merestorasi gigi dengan perawatan endodontik yang telah gagal sebelumnya (Garg, 2014).

3.2 Diagnosis Menurut AAE Pada tahun 2008, American Association of Endodontist membuat suatu konverensi untuk menegakkan diagnosis yang digunakan dalam ilmu endodontik. Menurut AAE, untuk mendapatkan perawatan gigi yang tepat, diagnosis endodontik harus memiliki diagnosis pulpa dan periapikal pada setiap gigi yang akan dirawat. Diagnosis ditentukan berdasarkan riwayat umum dan riwayat perawatan gigi pasien, keluhan utama, pemeriksaan klinis, pemeriksaan pulpa dan periapikal, analisis radiografi, serta pemeriksaan tambahan seperti tes anestesi selektif dan lain-lain (AAE, 2013). Diagnosis pulpa berdasarkan AAE yaitu pulpa normal, pulpitis reversibel, pulpitis ireversible simtomatik, pulpitis ireversible asimtomatik, nekrosis pulpa, previously treated, yaitu gigi yang sudah pernah dirawat endodontik sebelumnya,

17

dan previously initiated therapy, yaitu gigi yang pernah dirawat endodontik parsial seperti pulpotomi dan pulpektomi (AAE, 2013). Diagnosis apikal berdasarkan AAE terdiri dari beberapa jenis, yaitu jaringan apikal normal, periodontitis apikalis simptomatik, periodontitis apikalis asimptomatik, abses apikalis kronis, abses apikalis akut, dan condensing osteitis (AAE, 2013). Perawatan saluran akar salah satunya dapat dilakukan untuk pasien dengan diagnosis pulpitis ireversibel.

3.3 Pulpitis Ireversibel Penyebab utama nyeri pada gigi adalah karies, restorasi dalam atau defek, serta trauma (Hargreaves, et al., 2011). Pulpitis ireversibel seringkali merupakan perkembangan dari pulpitis reversibel. Pulpitis ireversibel terbagi menjadi dua jenis, yaitu pulpitis ireversibel simtomatik dan asimtomatik (AAE, 2013). 3.3.1 Pulpitis Ireversibel Simtomatik Pulpitis ireversibel simtomatik berdasarkan pemeriksaan subjektif dan objektif menunjukkan pulpa vital yang terinflamasi, tidak mampu sembuh dengan sendirinya sehingga diperlukan perawatan saluran akar. Karakteristik ditunjukkan dengan adanya nyeri tajam pada stimulus termal, nyeri berkepanjangan (bertahan selama 30 detik atau lebih setelah stimulus dihilangkan), nyeri spontan, dan bersifat lokalis. Nyeri terkadang dapat terjadi karena postur tubuh yang berubah seperti saat berbaring dan berdiri. Obat-obatan analgesik kurang efektif untuk mengurangi rasa sakit. Beberapa etiologi pulpitis reversibel simtomatik yaitu karies dalam,

18

restorasi ekstensif, serta fraktur yang melibatkan jaringan pulpa. Gigi dengan pulpitis ireversibel simtomatik seringkali mengalami kesulitan saat diagnosis, sebab inflamasi belum mencapai jaringan periapikal, sehingga tidak menyebabkan nyeri saat dilakukan tes perkusi dan palpasi. Pada beberapa kasus, riwayat gigi dan pemeriksaan termal merupakan alat utama untuk pemeriksaan status pulpa (AAE, 2013). 3.3.2 Pulpitis Ireversibel Asimtomatik Pulpitis Ireversibel Asimtomatik merupakan diagnosis klinis berdasarkan pemeriksaan subjektif dan objektif yang mengindikasikan bahwa pulpa vital yang terinflamasi tidak mampu untuk sembuh dengan sendirinya dan memerlukan perawatan saluran akar. Pada kasus ini, gigi tidak memiliki gejala tertentu dan memiliki respon normal terhadap pemeriksaan termal, namun gigi tersebut mungkin pernah mengalami trauma atau karies dalam sehingga menyebabkan pulpa tereksponasi (AAE, 2013). 3.3.3 Diagnosis Pemeriksaan visual dan riwayat penyakit: pemeriksaan berdasarkan gejala,. Pemeriksaan visual menunjukkan karies sudah meliputi pulpa atau terdapat karies sekunder di bawah restorasi (Gambar 3.1). hasil pemeriksaan radiografi tampak karies dalam dan meluas hingga ke ruang pulpa (Gambar 3.2). Tes perkusi pada gigi tampak nyeri tumpul. Tes vitalitas terdapat rasa ngilu dengan stimulasi dingin, rasa ngilu menetap setelah stimulus dihilangkan (Garg, 2014).

19

(a)

(b)

Gambar 3.1 Kerusakan gigi yang disebabkan oleh pulpitis (a) dan karies sekunder di bawah restorasi (b) (Garg, et al., 2014).

Gambar 3.2 Gambaran radiografi menunjukkan eksponasi karies terhadap pulpa pada gigi premolar kedua dan molar pertama

3.4 Perawatan Pulpektomi Pulpektomi dapat dilakukan dengan ekstirpasi pulpa melalui anestesi lokal atau dengan aplikasi pasta devitalisasi. 3.4.1 Indikasi dan Kontraindikasi 1. Indikasi (Garg, 2014) 1) Gigi yang telah mengalami kerusakan yang bersifat ireversibel atau gigi dengan kerusakan jaringan yang luas

20

2) Gigi yang mengalami kegagalan setelah perawatan pulp capping atau pulpotomi. 3) Gigi dengan prognosis yang baik 2. Kontraindikasi (Garg, 2014) 1) Resorpsi internal 2) Gigi yang tidak dapat direstorasi 3) Extensive bone loss 4) Resorpsi patologis yang melibatkan > 1/3 5) Foramen apikal terbuka lebar

3.5 Pasta Devitalisasi Inflamasi pulpa yang berhubungan dengan karies gigi merupakan komponen penting dalam perawatan endodontik. Sebagian besar dokter gigi mengalami kesulitan dalam menangani kasus inflamasi pulpa dalam praktek sehari-hari. Salah satu cara menangani kesulitan ini adalah dengan cara memberikan pasta devitalisasi apabila anestesi gigi bukan menjadi pilihan yang efektif. Beberapa bahan devitalisasi gigi terdiri dari formaldehid, kresol, paraformaldehid, dan senyawa arsenik (Walimbe, et al., 2014). Perawatan awal ekstirpasi mortal adalah devitalisasi (Zhen-ya, 2013). Bahan devitalisasi pulpa dulunya mengandung arsenic trioxide. Seiring dengan penggunaan arsenik sebagai bahan devitalisasi pulpa, telah diamati banyak efek samping yang ditimbulkan seperti respon nyeri yang sangat signifikan setelah aplikasi bahan dan adanya inflamasi periapikal. Sifat toksik

21

dari bahan arsenik tidak dapat dihentikan, sehingga dapat menimbulkan lesi periapikal yang rekuren. Menanggapi efek samping yang cukup banyak dari bahan arsenik, maka disarankan untuk menggunakan obat devitalisasi lain seperti bahan devital (Pulp-X) yang mengandung formaldehid, eugenol, parachlorophenol, polyethylene glycol, fumed silica dan campurannya. Bahan ini mematikan saraf lebih lambat dan memberikan efek bleeding lebih banyak dibandingkan bahan arsenik, namun memberikan respon nyeri dan toksisitas yang lebih rendah (Zhen-ya, 2013).

3.6 Anatomi Molar Satu Rahang Bawah 3.6.1 Panjang rata-rata

: 21 mm

3.6.2 Ruang pulpa : 1) Quadrilateral pada cross section di dasar pulpa dan lebih lebar pada sisi mesial dibandingkan distal 2) Atap kamar pulpa berbentuk seperti persegi dengan dinding mesial tegak dan dinding distal agak membulat 3) Terdapat empat sampai lima tanduk pulpa 4) Orifis mesiobukal berada di bawah cusp mesiobukal 5) Orifis mesiolingual terletak pada depression yang terbentuk oleh dinding mesial dan dinding lingual. Biasanya terdapat groove penghubung antara orifis mesiobukal dan mesiolingual.

22

6) Orifis distal merupakan yang paling besar dari ketiga saluran, berbentuk oval dengan diameter lebih besar pada arah bukolingual.

3.6.3 Saluran akar : 1) Akar mesial memiliki dua saluran akar, yaitu mesiobukal dan mesiolingual 2) Akar distal pada umumnya memiliki satu saluran akar, namun dua saluran akar seringkali ditemukan pada beberapa kasus. 3) Saluran akar distal tunggal berbentuk ribbon shaped dan memiliki diameter bukolingual lebih besar, namun apabila terdapat dua saluran akar pada akar distal, maka cenderung berbentuk bulat dari segi cross section.

Gambar 3.3 Anatomi Molar Pertama Mandibula (Garg, 2014)

3.7 Preparasi Akses Kavitas Preparasi akses kavitas merupakan tahap penting dalam perawatan saluran akar. Tanpa akses yang baik, instrumentasi dan bahan menjadi sulit untuk

23

diaplikasikan kepada gigi pada saluran akar yang bervariasi. Tujuan utama preparasi akses kavitas adalah : 1) Membuang seluruh sisa karies 2) Mempertahankan jaringan gigi yang sehat 3) Membuka ruang pulpa secara utuh 4) Membuang seluruh jaringan pulpa di bagian mahkota (vital atau nekrosis) 5) Menentukan orifis saluran akar 6) Mencapai straight line access terhadap foramen apikal atau pada initial curvature kanal 7) Menentukan margin restorasi untuk menghindari kerusakan margin pada gigi yang telah direstorasi (Hargreaves, et al., 2011).

3.7.1

Instrumentasi untuk Preparasi Akses Kavitas

(a)

(b)

Gambar 3.4 Access Opening Burs (a) dan Access Refining Burs (coarse grit flame shaped, tapered round and diamonds) untuk menghaluskan dinding preparasi akses kavitas (b)

24

3.7.2

Prosedur preparasi akses kavitas untuk gigi 36 (Garg, 2014) 1) Hilangkan seluruh karies dan restorasi pada permukaan oklusal 2) Penetrasi enamel dengan Bur No. 4 di antara central fossa mesial dan distal. 3) Bur dipenetrasikan pada central fossa ke arah akar distal, begitu ada terasa bunyi “drop”, buang kamar pulpa dari bagian dalam ke luar dengan bantuan round bur, tapered fisur, safety tip diamond atau carbide bur. 4) Tentukan kanal orifis dengan endodontic explorer dan haluskan dinding preparasi sehingga sedikit divergen ke arah oklusal 5) Bila terdapat empat saluran, bentuk akses kavitas pada umumnya rhomboid, bila terdapat dua saluran, bentuk akses kavitas oval 6) Bentuk dan ukuran akses kavitas bervariasi sesuai ukuran, bentuk, dan lokasi pada kanal orifis.

(a)

(b)

Gambar 3.5 Outline preparasi akses molar mandibula (a) dan access opening pada molar satu mandibula dengan empat kanal (Garg, 2014)

25

3.8 Bahan Irigasi Saluran Akar 3.8.1

Fungsi bahan irigasi pada saluran akar (Garg, 2014). 1) Membuang sisa dentin pada kanal yang akan larut oleh larutan irigasi 2) Instrumen kurang bekerja dengan baik pada kanal yang kering, efektivitas instrumen akan meningkat pada kanal yang basah dan tidak mudah patah bila kanal teririgasi dengan baik. 3) Larutan irigasi berperan dalam melarutkan jaringan nekrotik, jaringan pulpa dan mikroorganisme pada dinding dentin 4) Sebagai bleaching action 5) Sebagai

lubricating

agent

(REDTAC,

Glyde,

dll)

membuat

instrumentasi lebih mudah dan halus 3.8.2

Normal Saline (Garg, 2014) Normal Saline berfungsi sebagai debridement dan lubrikasi pada saluran akar. Normal saline sangat biokompatibel sehingga dapat digunakan sebagai bahan yang menyelingi antar bahan irigan kimia lain (Garg, 2014).

Gambar 3.6 Normal Saline (Garg, 2014)

26

3.8.3

Sodium Hypochlorite NaOCl dalam ilmu endodontik merupakan bahan irigasi yang paling ideal sebab merupakan agen antimikrobial broad spectrum dalam melawan mikroorganisme dan biofilm pada saluran akar, seperti Enterococcus, Candida, dan Actinomyces. NaOCl dapat melarutkan komponen organik pada saluran akar seperti jaringan pulpa dan kolagen. Konsentrasi NaOCl dalam perawatan endodontik bervariasi dari 0,5%-6%. Konsentrasi 0,5%-1% efektif untuk melarutkan jaringan nekrotik, sedangkan untuk konsentrasi yang lebih tinggi dapat melarutkan jaringan nekrotik dan vital, dan terkadang tidak diperlukan. Keuntungan : 1) Melarutkan jaringan di dalam kanal 2) Membuang bahan organik dentin agar medikamen intrakanal lebih efektif 3) Membuang biofilm 4) Melarutkan pulpa dan jaringan nekrotik 5) Memiliki antibacterial dan bleaching action 6) Melubrikasi kanal 7) Ekonomis 8) Mudah didapatkan Kerugian : 1) NaOCl bersifat high surface tension, sehingga kemampuan untuk melembabkan dentin sangat kurang.

27

2) Iritan terhadap jaringan 3) Bila berkontak dengan gingiva dapat menyebabkan inflamasi 4) Dapat melunturkan warna baju bila terkena saat proses irigasi 5) Memiliki bau dan rasa yang kurang enak 6) Uap NaOCl dapat mengiritasi mata 7) Tidak mampu menghilangkan smear layer 8) Bila terlalu lama berkontak dengan dentin dapat melemahkan flexural strength pada dentin.

Gambar 3.7 Sodium Hypochlorite (Garg, 2014). 3.8.4

Chlorhexidine Chlorhexidine merupakan agen antimicrobial broad spectrum. Chlorhexidine pada konsentrasi rendah berperan sebagai bakteriostatik, sedangkan pada konsentrasi lebih tinggi dapat membentuk koagulasi dan presipitasi sitoplasma dan berperan sebagai bakterisidal. Chlorhexidine terbukti lebih efektif melawan E. fecalis dibandingkan dengan NaOCl. Chlorhexidine memiliki efek residu, sehingga pada konsentrasi 0,2% atau 2%, chlorhexidine memiliki efek residu sebagai agen antimikroba selama

28

72 jam hingga 7 hari bila digunakan sebagai larutan irigasi dalam endodontik. Keuntungan : 1)

Konsentrasi 2% : bahan irigasi saluran akar

2)

Konsentrasi 0,2% : kontrol aktivitas plak

3)

Lebih efektif terhadap bakteri gram positif dibandingkan gram

negatif 4)

Bila dikombinasi dengan Ca(OH)2 sangat baik untuk medikamen

intrakanal pada gigi nekrosis dan perawatan retreatment. Kerugian : 1)

Bukan merupakan bahan irigasi standar dalam ilmu endodontik

2)

Tidak dapat melarutkan jaringan nekrotik

3)

Kurang efektif terhadap bakteri gram negatif dibandingkan dengan

gram positif 4)

Tidak efektif terhadap lapisan biofilm

Gambar 3.8 Chlorhexidine 2% sebagai bahan irigasi endodontik

29

3.8.5

EDTA Lapisan organik yang menutupi tubuli dentin masih tersisa setelah instrumentasi saluran akar. Beberapa penelitian menyarankan untuk membuang smear layer sebab merupakan sumber mikroorganisme. EDTA paling sering digunakan sebagai chelating agent. EDTA tidak bersifat toksik dan sangat sedikit mengiritasi jaringan sekitar dengan konsentrasi rendah. Menurut penelitian Serper dan Calt, EDTA bekerja sangat efektif pada pH netral dibandingkan dengan pH 9.0. EDTA digunakan 2-3 menit pada akhir instrumentasi untuk menghilangkan smear layer sehingga meningkatkan efek antibakteri pada lapisan dentin yang lebih dalam. EDTA tidak boleh dicampur dengan NaOCl sebab EDTA sangat berikatan dengan NaOCl, hal ini dapat menyebabkan EDTA menjadi tidak efektif melawan bakteri (Garg, 2014). Kegunaan EDTA : 1)

Bersifat melarutkan dentin

2)

Membantu melebarkan kanal yang sempit

3)

Membuat manipulasi instrumentasi menjadi lebih mudah

4)

Menurunkan waktu yang diperlukan untuk debridement

30

Gambar 3.9 Larutan EDTA dengan konsentrasi 17%

3.9 Medikamen Intrakanal 3.9.1

Fungsi medikamen intrakanal : 1) Menghancurkan sisa bakteri dan membatasi pertumbuhan bakteri baru 2) Berguna dalam pengobatan periodontitis apikalis, terutama pada kasus inflamasi karena instrumentasi berlebih.

3.9.2

Indikasi penggunaan medikamen intrakanal : 1) Menghilangkan sisa mikroorganisme pada ruang pulpa 2) Mengeringkan saluran akar yang basah 3) Berperan sebagai penahan agar tidak terjadi kerusakan dari interappoinment dressing 4) Menetralisir debris jaringan

31

3.9.3

Kalsium Hidroksida Indikasi : 1)

Saluran akar yang mengalami perdarahan

2)

Perawatan kasus abses

3)

Perawatan kasus resorpsi

4)

Kasus apeksifikasi

5)

Prosedur pulpotomi

6)

Perawatan non-bedah lesi periapikal

7)

Kasus direct atau indirect pulp capping

8)

Sebagai sealer obturasi

9)

Menurunkan nyeri post-operatif setelah over-instrumentasi

Keuntungan : a. Menghambat resorpsi akar b. Stimulasi penyembuhan periapikal c. Merangsang mineralisasi Kerugian : a. Sulit dibersihkan dari kanal b. Menurunkan setting time semen berbasis zinc oxide eugenol

3.10

Teknik Preparasi Saluran Akar Crown Down Pada dasarnya, terdapat dua pendekatan preparasi biomekanis, yaitu teknik yang diawali pada apeks dengan instrumen terkecil dan mengarah ke orifis dengan instrumen yang lebih besar dan dikenal dengan

32

nama teknik step back, dan preparasi yang diawali dari orifis dengan instrumen yang lebih besar, dan bekerja mendekati apeks, dengan instrumen yang lebih besar, dikenal dengan teknik crown down (Garg, 2014). Pada kasus ini akan dibahas mengenai teknik crown down dengan menggunakan instrumen ProTaper.

3.10.1 Keuntungan dan Kerugian Teknik Crown Down (Garg, 2014) Keuntungan : 1) Menyediakan akses lebih lurus ke bagian apikal 2) Mengeliminasi gangguan pada koronal sehingga dapat menentukan ukuran apikal lebih baik 3) Membuang jaringan dan mikroorganisme sebelum preparasi konstriksi apikal 4) Panjang kerja tidak banyak perubahan 5) Mengeliminasi jumlah debris nekrotik yang dapat terdorong melalui foramen apikal saat instrumentasi 6) Peningkatan akses memudahkan kontrol instrumentasi dan mengurangi tersangkutnya instrumen di dekat konstriksi apikal

Keuntungan Biologis Teknik reparasi Koronal ke Apikal : 1) Pembuangan jaringan debris pada koronal meminimalisir debris terekstrusi ke periapikal

33

2) Menurunkan sensitivitas post-operatif yang dapat dihasilkan oleh debris terekstrusi ke periapikal 3) Volume larutan irigasi dapat lebih banyak mengenai saluran akar pada tahap awal karena proses coronal flaring 4) Jaringan lebih banyak terlarut sehingga meningkatkan penetrasi larutan irigasi 5) Pembuangan jaringan terinfeksi dan terkontaminasi lebih cepat dari sistem saluran akar.

Kerugian : 1) Membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan teknik step back 2) Preparasi flaring terlalu besar dapat melemahkan struktur 1/3 koronal dan menjadi masalah saat pembuatan dowel saat restorasi. 3) Penggunaan end cutting rotary instruments pada saluran akar yang kecil dan partially calcified dapat menyebabkan perforasi karena pergerakan instrumen ke arah apikal. 4) Apabila rotary instrument yang lebih besar dan kurang fleksibel digunakan terlalu cepat dan dalam pada saluran akar dapat membentuk ledge (Garg, 2014).

34

3.10.2 Instrumen ProTaper (Garg, 2014) ProTaper berasal dari kata progressively taper. Sifat unik protaper adalah setiap instrumen memiliki perubahan persentase taper di sepanjang cutting blade. Desain seperti ini meningkatkan fleksibilitas, efektivitas pemotongan, dan keamanan penggunaan file. Convex triangular crosssection pada protaper menurunkan friksi antara pisau pada file dengan dinding kanal, sehingga meningkatkan efisiensi pemotongan. Sistem ProTaper terdiri dai tiga jenis shaping dan tiga file finishing, yaitu : 1) Shaping file a. Sx : tidak ada pada identification ring, panjang hanya 19 mm, Do diameter 0,19 mm dan D14 diameter 1,20 mm, digunakan sebagai orifice shapers. b. S1 : purple identification ring, Do diameter 0,17 mm dan D14 1.20 mm. Digunakan untuk preparasi 1/3 koronal saluran akar. c. S2 : White identification ring, Do diameter 0.20 mm dan D14 1.20 mm, digunakan untuk preparasi 2/3 koronal saluran akar. 2) Finishing file a. F1 : yellow identification ring, Do diameter dan apical taper 20 dan 0,07. b. F2 : red identification ring, Do diameter dan apical taper 25 dan 0,08. c. F3 : blue identification ring, Do diameter dan apical taper 30 dan 0,09.

35

(a)

(b)

Gambar 3.10 ProTaper shaping file (a) dan finishing file (b)

3.10.3 Tahap Preparasi teknik Crown Down dengan ProTaper (Garg, 2014) 1) Preparasi akses kavitas hingga tidak ada obstruksi pada ruang pulpa. Tentukan kanal orifis dengan menggunakan endodontic explorer. 2) Isi saluran akar dengan larutan irigasi dan mulai lakukan preflaring pada kanal orifis. Preflaring pada 1/3 koronal dapat dilakukan dengan hand instrument, apabila menggunakan protaper, dapat menggunakan S1 dengan tekanan pasif, jangan melebihi 2/3 panjang estimasi saluran akar dari koronal. Bila panjang gigi pendek dapat menggunakan Sx. 3) Lakukan irigasi dengan NaOCl dan selalu lakukan rekapitulasi dengan file yang lebih kecil (Contoh: File No. 10) 4) Setelah dilakukan preparasi sampai 2/3 panjang saluran akar, lakukan pengukuran panjang kerja dengan instrumen yang lebih kecil (dapat menggunakan K-File sampai No. 15) 5) Gunakan S2 sesuai dengan estimasi panjang kerja \

36

6) Konfirmasi panjang kerja dengan menggunakan instrumen yang lebih kecil (K-File No. 15) dengan bantuan electronic apex locator atau foto radiografi. 7) Gunakan F1, F2, dan F3 (bila diperlukan) sesuai dengan estimasi panjang kerja untuk menyelesaikan preparasi apikal. Perbaiki preparasi

apikal

dengan

ukuran

file

yang

sesuai

untuk

menghaluskan dinding foramen apikal dan menghaluskan dinding saluran akar.

3.11

Obturasi Saluran Akar Keberhasilan

perawatan

endodontik

ditentukan

berdasarkan

ketepatan diagnosis, rencana perawatan, pengetahuan mengenai anatomi dan morfologi, debridement, sterilisasi, serta obturasi. Obturasi pada ruang yang telah dipreparasi dapat menggunakan berbagai material yang dipilih berdasarkan sifat fisik dan penggunaannya. Material inti ini terbagi menjadi semen, pasta, plastik atau solid. Gutta-percha merupakan bahan pilihan utama dalam pengisian saluran akar selama beberapa abad terakhir (Garg, 2014). 3.11.1 Waktu yang Tepat untuk Obturasi 1) Gejala pasien : tidak menunjukkan adanya sensitivitas perkusi, pada kasus pulpitis ireversibel pengisian dapat dilakukan dalam single visit apabila pulpa telah dihilangkan.

37

2) Jaringan pulpa vital : dapat dilakukan satu kali kunjungan bila pulpa telah dihilangkan 3) Jaringan pulpa nekrosis : dapat dilakukan satu kali kunjungan bila gigi asimtomatik, apabila pasien mengalami sensitivitas pada tes perkusi, saluran akar harus segera di obturasi untuk mencegah penyebaran inflamasi. 4) Eksudat purulen : setelah prosedur cleaning and shaping, pemberian

kalsium

hidroksida

dianjurkan

sebagai

agen

antimikrobial dan sebagai bahan obturasi sementara dan tidak dapat diselesaikan

dalam

satu

kali

kunjungan

sebab

penelitian

menunjukkan bahwa bakteri setelah proses instrumentasi pada saluran akar yang belum terisi dapt berkembang biak dan mencapai tahap pretreatment dalam waktu 2-4 hari. 3.11.2 Gutta Percha Gutta percha yang digunakan pada kasus ini adalah gutta percha dari ProTaper (Dentsply) dengan variasi ukuran F1, F2, dan F3.

Gambar 3.11 Protaper Gutta Percha Points .

38

3.11.3 Sealer saluran akar Syarat sealer saluran akar : 1) Harus bersifat lengket apabila sudah dicampurkan antara bubuk dengan cairan untuk membentuk adhesi yang baik antara bahan pengisi dengan saluran akar bila sudah set. 2) Harus membentuk seal yang hermetis. 3) Radioopak. 4) Partikel bubuk harus sangat halus, sehingga mudah dicampur dengan cairannya. 5) Tidak boleh menyusut bila sudah set. 6) Tidak boleh memberi pewarnaan pada struktur gigi. 7) Bersifat bakteriostatik. 8) Memiliki waktu set lambat. 9) Tidak larut pada larutan jaringan. Pada kasus ini sealer yang digunakan adalah Endoseal.

3.11.4 Teknik Obturasi Single Cone Teknik obturasi single cone merupakan teknik yang hanya menggunakan master cone dan tidak memerlukan accessory cone sehingga dapat menurunkan waktu yang diperlukan dalam obturasi endodontik. Teknik ini juga tidak memerlukan teknik kondensasi lateral sehingga menurunkan tekanan terhadap dinding saluran akar. Dewasa ini, gutta percha points dari sistem ProTaper diluncurkan ke pasaran karena

39

lebih mudah dan lebih cepat dalam proses obturasi. Pada sistem ini, saluran akar dipreparasi dengan instrumen ProTaper dan diisi dengan gutta percha points dengan ukuran yang sesuai dengan ukuran instrumen terakhir yang digunakan (Pereira, et al., 2012). Teknik kondensasi lateral dan warm vertical compaction memiliki beberapa kekurangan, yaitu kurangnya homogenitas gutta percha, persentasi semen endodontik tinggi pada sisi apikal saluran akar, adaptasi kurang baik pada dinding saluran akar, serta ekstrusi apikal gutta percha. Teknik single cone kini semakin dikembangkan untuk meminimalisir kekurangan pada teknik sebelumnya. Penggunaan cones ini pada endodontik memungkinkan sealing pada saluran akar tanpa menggunakan accessory cones, waktu yang diperlukan dibandingkan teknik kondensasi lateral juga semakin singkat, sehingga operator tidak mudah lelah. Namun, berbagai pertimbangan diperlukan alam menentukan perawatan yang terbaik bagi pasien (Pereira, et al., 2012). Kekurangan yang ditemukan pada teknik single cone adalah kemungkinan microleackage pada apikal lebih tinggi dibandingkan dengan teknik kombinasi Warm Vertical Condensation dan Injection System (Combined System). Kesesuaian konstriksi apikal dengan gutta percha single cone tidak sebaik apabila obturasi dilakukan dengan teknik obturasi combined system (Robberecht, et al., 2012).

40

Tahap Pekerjaan (Pereira, et al., 2012) : 1) Saluran akar di preparasi dengan instrumen ProTaper 2) Setiap pergantian file selama preparasi, gunakan NaOCl 3% sebagai bahan irigasi, lalu gunakan EDTA 17% sebagai bahan irigasi terakhir, keringkan dengan paperpoint 3) Pilih Master Cone yang sesuai dengan instrumen terakhir yang digunakan saat preparasi saluran akar, masukkan ke dalam saluran akar sesuai UPK, rasakan sensasi “tug back” 4) Lakukan foto rontgen periapikal untuk memastikan master cone sudah sesuai dengan UPK. 5) Bila sudah sesuai, tarik master cone dan bersihkan dengan NaOCl 6) Campurkan sealer Endoseal sesuai dengan instruksi pabrik 7) Masukkan ke dalam saluran akar dengan menggunakan lentulo spiral 8) Master cone dilapisi dengan sealer sesuai panjang kerja 9) Gunakan instrumen panas untuk memotong gutta percha 3 mm di atas orifis, lakukan kondensasi vertikal menggunakan endodontik plugger. 10) Coronal seal dilapisi dengan zinc phosphate, lalu tambal sementara.

41

BAB IV PEMBAHASAN

Keberhasilan perawatan endodontik ditentukan berdasarkan ketepatan diagnosis, rencana perawatan, pengetahuan mengenai anatomi dan morfologi, debridement, sterilisasi, serta obturasi. Pada kasus ini, seorang wanita berusia 31 tahun datang dengan keluhan utama gigi belakang bawah kiri berlubang besar sejak ± 6 bulan yang lalu dan terasa ngilu bila terkena makanan/minuman dingin. Gigi juga pernah mengalami ngilu spontan tanpa adanya rangsang terutama di malam hari. Keluhan utama pada pasien mengarah kepada diagnosis pulpa yang sesuai dengan AAE (2013) yaitu pulpitis ireversibel simtomatik dengan karakteristik rasa ngilu pada stimulus termal, bertahan selama 30 detik atau lebih dan adanya keluhan nyeri spontan. Sedangkan pemeriksaan perkusi dan tekan pada kunjungan pertama menunjukkan hasil positif. Sehingga menurut AAE 2013, diagnosis periapikal pada kasus ini adalah periodontitis apikalis simtomatik (AAE, 2013). Karakteristik pulpitis ireversibel ditentukan berdasarkan keluhan pasien, pemeriksaan visual menunjukkan adanya karies yang mencapai ruang pulpa, serta pemeriksaan radiografi menunjukkan karies yang meluas hingga ke ruang pulpa, sedangkan pemeriksaan perkusi dan tekan seringkali menunjukkan respon positif (Garg, 2014). Rencana perawatan yang akan dilakukan adalah pulpektomi dengan aplikasi pasta devitalisasi. Pasta devitalisasi yang digunakan pada kasus ini adalah dengan menggunakan Pulp-X untuk mengurangi penggunaan arsenik yang

42

memiliki efek samping yang cukup berbahaya pada jaringan pulpa dan periapikal (Zhen-ya, 2013). Perawatan endodontik memerlukan pengetahuan mengenai anatomi ruang pulpa yang akan dikerjakan. Menurut Garg (2014), Anatomi gigi molar rahang bawah memiliki panjang saluran akar rata-rata 21 mm dan pada akar mesial memiliki dua saluran akar, serta pada akar distal pada umumnya memiliki satu saluran akar, namun seringkali ditemukan dua saluran akar. Tahap pertama dalam perawatan endodontik adalah preparasi akses kavitas yaitu dengan membuang seluruh sisa karies yang ada, membuka ruang pulpa secara utuh dan mencapai straight line access terhadap foramen apikal untuk memudahkan saat proses instrumentasi (Hargreaves, et al., 2011). Pada kasus ini ditemukan terdapat empat saluran akar, sehingga preparasi akses kavitas berbentuk rhomboid menurut Garg (2014). Tahap selanjutnya adalah proses ekstirpasi, reaming, dan filing. Proses instrumentasi saluran akar memerlukan larutan irigasi untuk memudahkan pengambilan jaringan di dalam saluran akar, sehingga pada kasus ini penulis menggunakan NaOCl 3%, EDTA 17%, Chlorhexidine 2%, dan Aquabidest sebagai penetralisir antar larutan kimia dengan berbagai pertimbangannya. Preparasi saluran akar pada kasus ini menggunakan teknik crown down, yaitu preparasi yang diawali dari orifis saluran akar dan mendekat ke arah apikal dengan menggunakan instrumen ProTaper (Garg, 2014). Setelah gigi selesai dilakukan preparasi, tahap selanjutnya adalah pemberian medikamen intrakanal

43

berupa Ca(OH)2 untuk menghilangkan sisa mikroorganisme pada saluran akar dan menetralisir debris yang tersisa pada jaringan sekitar (Garg, 2014). Dua minggu setelah aplikasi medikamen intrakanal pasien diinstruksikan untuk kembali untuk kontrol obat sterilisasi dan melanjutkan ke tahap selanjutnya, yaitu tahap trial pengisian yang dapat dilakukan apabila pasien sudah tidak memiliki keluhan, dan tidak terdapat tanda-tanda inflamasi pada periapikal (Garg, 2014). Obturasi saluran akar dilakukan dengan bahan pengisi gutta percha dan sealer Endoseal dengan teknik single cone (Pereira, et al., 2012). Perawatan saluran akar dapat dikatakan berhasil apabila saat kontrol setelah setelah obturasi tidak ditemukan adanya keluhan pada pasien, tidak menunjukkan adanya inflamasi pada jaringan periapikal dan ditunjukkan dengan foto rontgen serta pemeriksaan klinis, sehingga dapat dilakukan perawatan lanjutan untuk melanjutkan restorasi permanen. Pada kasus ini, restorasi permanen yang dipilih adalah restorasi onlay pada mahkota gigi 36.

44

BAB V KESIMPULAN

Perawatan pulpitis ireversibel pada kasus ini memerlukan berbagai ilmu pengetahuan endodontik agar mendapatkan diagnosis yang tepat dan rencana perawatan yang sesuai. Keberhasilan suatu perawatan endodontik ditentukan berdasarkan ketepatan diagnosis, rencana perawatan, pengetahuan mengenai anatomi dan morfologi gigi, langkah-langkah preparasi, debridement, medikamen intrakanal, serta proses obturasi yang sesuai. Dengan memiliki dasar ilmiah mengenai langkah-langkah tersebut, operator dapat melakukan perawatan endodontik sesuai prosedur dan dapat mencapai tingkat keberhasilan yang tinggi.

45

DAFTAR PUSTAKA

American Association of Endodontist, 2013. Colleagues for exellence, endodontic diagnosis (online), available from : http/www.aae.org.specialty/wpcontent/updates/sites/2017/07/endodonticdiagnosisfall2013.pdf Garg, N. & Garg, Amit. 2014. Textbook of Endodontics, 3rd edition. India : Jaypee Brothers Medical Publisher (P) Ltd. Gesi, A. dan Bergenholts, G. 2003. Pulpectomy : studies on outcomes. Endodontic Topics 2003, 5, 57-70. Hargreaves, et al., 2011. Cohen’s Pathway of the Pulp, 10th edition. Ed. Mosby, St. Louis Hal. 196-295. Pereira, A. C., et al., 2012. Single-cone obturation technique : a literature review. RSBO. 2012 Oct-Dec;9(4): 442-7 Radeva, elka. 2008. Emergency treatment of irreversible pulpitis. Journal of IMAB-Annual Proceeding (Scientific Papers) 2008, Book 2. Robberecht, et al., 2012. Qualitative Evaluation of Two Endodontic Obturation Techniques : Tapered Single Cone Method versus Warm Vertical Condensation and Injection System in In Vitro Study. Journal of Oral Science : Vol. 54, No. 1 , 99-104 Torabinedjad, M. Walton, RE. 2009. Principles and Practice of Endodontics, 4th Edition. Philadelphia; Sounders Company. Walimbe, H., et al., 2015. Knowledge, Attitude, and Practice of Devitalizing agents : A Survey of General Dental Practitioner. J. Int Oral Health : 7(3): 12-14. Zhen-ya, Z. 2013. Analysis of Clinical Aplication of Arsenic-Free Deactivating Agent-Depulpin. Life Science Journal 2013:10(1).

46

Related Documents

Pasta
May 2020 19
Pasta
October 2019 32
Pasta
November 2019 26
Pasta 1
June 2020 10

More Documents from "Andre Marquez"