Publikasi Ilmiah Hasil Penelitian[1]

  • Uploaded by: ratih windyaningrum
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Publikasi Ilmiah Hasil Penelitian[1] as PDF for free.

More details

  • Words: 3,115
  • Pages: 7
Al ‘Ulum Vol.33 No.3 Juli 2007 halaman 1-7

1

Kualitas Sifat Fisik Dan Kandungan Nutrisi Bungkil Inti Sawit Dari Berbagai Proses Pengolahan Crude Palm Oil (CPO) (Physical quality and nutritional contents of palm kernel cake from various of Crude Palm Oil (CPO) processing plant) Achmad Jaelani* dan Nordiansyah Firahmi*

ABSTRACT The research was conducted to study the the physical quality and nutritions content of the palm kernel cake (PKC) from various of CPO processing plant. The PKC with processing by expeller extraction have specific grafity, bulk density, compacted bulk density highly, than PKC with processing by solvent extraction. PKC with processing by solvent extraction have angle of respose, modulus of fineness highly than PKC with processing by expeller extraction. The best physical characteristics of PKC was obtained from PT. Indofeed with processing by solvent extraction from Lampung with spesific grafity 1.390 kg m-3, bulk density 0.582 g cc-1, compacted bulk density 0.693 g cc-1, angle of respose 29.98o, modulus of fineness 4.77 MF, diameter of feed material 0.285 cm, floating rate 0.593 m sec-1. The Chemical quality of palm kernel cake with processing by expeller extraction (from Lampung or Banten) have extract ether, crude protein and crude fiber highly content than palm kernel cake with processing by solvent extraction. Key word : bungkil inti sawit. PENDAHULUAN

Sifat fisik, sifat kimia,

kelapa sawit dunia. Indonesia merupakan negara kedua terbesar setelah Malaysia dalam menghasilkan kelapa sawit. Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2005 sekitar 5.000.000 hektar dengan total produksi crude palm oil (CPO) sekitar 14.500.000 ton (LRPI, 2006). Terdapat beberapa produk ikutan CPO yang dihasilkan. Menurut Sindu (1999), rata-rata hasil ikutan tersebut adalah : bungkil inti sawit sekitar 0,3-0,6 ton, serat buah sekitar 1,5-3,5 ton dan lumpur minyak sawit sekitar 3-6 ton/ha tanaman/tahun. Bungkil inti sawit (palm kernel cake/meal) merupakan hasil ikutan pada proses pemisahan minyak inti sawit yang diperoleh secara kimiawi (ekstraksi) atau dengan proses fisik (expeller). Bungkil inti sawit (BIS) me-ngandung kadar protein lebih rendah bila dibanding-kan dengan bungkil kedele dan kacang tanah yaitu sekitar 15,73-17,19% (Chong et al., 1998). Sifat fisik pakan adalah salah satu factor yang sangat penting untuk diketahui. Keefisienan suatu proses penanganan, pengolahan dan penyimpanan dalam industri pakan tidak hanya membutuhkan informasi tentang komposisi kimia dan nilai nutrisi saja tetapi juga menyangkut sifat fisik, sehingga kerugian akibat kesalahan penanganan bahan pakan dapat dihindari. Menurut Chung dan Lee (1985),

Indonesia, Malaysia, dan Nigeria merupakan 3 negara di dunia yang memproduksi 84% minyak ______________________________ * Tenaga Pengajar Pada Fakultas Pertanian Universitas Islam Kalimantan

Kualitas Sifat Fisik dan Kandungan Nutrisi Bungkil Inti Sawit dari Berbagai Proses Pengolahan Crude Palm Oil (CPO) (Achmad Jaelani dan Noordiansyah Firahmi)

Al ‘Ulum Vol.33 No.3 Juli 2007 halaman 1-7

pengetahuan sifat fisik dan thermal butiran penting dalam masalah panas dan pemindahan masa bahan, termasuk penyimpanan butiran, pengeringan, aerasi, pendinginan dan pengolahan . Secara umum sifat fisik bahan pakan tergantung dari jenis dan ukuran partikel bahan. Sekurang-kurangnya ada 6 sifat fisik pakan yang penting yaitu berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, daya ambang dan factor higroskopis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman dari beberapa sifat fisik dan komposisi kimia bungkil inti sawit dari berbagai asal tempat bahan tersebut diperoleh. BAHAN DAN METODE Pengujian kualitas sifat fisik BIS dilakukan di Laboratorium Dasar Fakultas Pertanian Uniska, Banjarmasin. Analisis proksimat komposisi nutrisi BIS, dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB, Bogor. Penelitian dilaksanakan bulan Pebruari - April 2007. Percobaan ini menggunakan bungkil inti sawit dari beberapa tempat yaitu dari PT. Indofeed, Cimanggu Bogor (proses solvent extraction asal Lampung), Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor (proses expeller extraction asal Banten) dan PT Tigate, Jakarta Timur (proses expeller extraction asal Lampung). Sampel diambil dari beberapa bagian, kemudian dikumpulkan dan dilakukan pencampuran secara homogen. Bahan kimia yang digunakan adalah : NaOH, HCl, asam borat, dietyl ether, H2SO4, gas O2, ammonium sulfat. Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini meliputi gelas ukur, sendok teh, pengaduk mika, corong, kertas manila, mistar segitiga siku-siku,

2

alumunium foil, botol semprot, timbangan digital, stopwatch, statif, Tyler sieve Rettsch 5657 Haan; Type Vibro, W. Germany, oven, soxhlet, penangas air, seperangkat alat bom kalorimeter, seperangkat alat analisa protein, evaporator, tanur listrik, timbangan analitik, pompa vakum, labu erlenmeyer, gelas piala. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan asal sumber bungkil inti sawit, terdiri dari 3 sumber BIS dan 5 ulangan. Perlakuan meliputi : A1 = Bungkil inti sawit yang berasal dari PT. Indofeed Cimanggu Bogor (proses solvent extraction asal Lampung) A2 = Bungkil inti sawit yang berasal dari Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor (proses expeller extraction asal Lampung) A3 = Bungkil inti sawit yang berasal dari PT Tigate Utama Jaya Jakarta Timur (proses expeller extraction asal Banten) Peubah yang diamati dalam percobaan : 1. Berat Jenis (Spesific Grafity). Diukur dengan menggunakan prinsip Hukum Archimides, yaitu suatu benda di dalam fluida, baik sebagian ataupun seluruhnya akan memperoleh gaya Archimides sebesar fluida yang dipindahkan ke atasnya. Bahan dimasukan kedalam galas ukur 100 ml dengan menggunakan sendok the secara perlahan sampai volume 30 ml. Gelas ukur yang sudah berisi bahan ditimbang. Aquades sebanyak 50 ml dimasukan kedalam gelas ukur. Untuk meng-hilangkan udara antar partikel maka dilakukan pengadukan menggunakan pengaduk mika. Sisa bahan yang menempel pada pengaduk dimasukan dengan menyemprotkan aquades dan ditambahkan kedalam volume awal. Pembacaan volume

Kualitas Sifat Fisik dan Kandungan Nutrisi Bungkil Inti Sawit dari Berbagai Proses Pengolahan Crude Palm Oil (CPO) (Achmad Jaelani dan Noordiansyah Firahmi)

Al ‘Ulum Vol.33 No.3 Juli 2007 halaman 1-7

akhir dilakukan setelah konstan. Perubahan volume aquades merupakan volume bahan sesungguhnya. BJ =

Bobot bahan pakan (g) Perubahan volume aquades (ml)

2. Kerapatan Tumpukan (Bulk Density). Diukur dengan cara mencurahkan bahan kedalam gelas ukur dengan menggunakan corong dan sendok teh sampai volume 100 ml. Gelas ukur yang telah berisi bahan ditimbang. Adapun perhitungan kerapatan tumpukan adalah dengan cara membagi berat bahan dengan volume ruang yang ditempati. 3. Kerapatan Pemadatan Tumpukan (Compacted Bulk Density). Pengukurannya hampir sama dengan pengukuran kerapatan tumpukan, tetapi volume bahan dibaca setelah dilakukan pemadatan dengan cara menggoyang-goyangkan gelas ukur dengan tangan selama 10 menit. 4. Sudut Tumpukan (Angle of Respose). Pengukuran dilakukan dengan cara menjatuhkan bahan pada ketinggian 15 cm melalui corong pada bidang datar. Kertas manila berwarna putih digunakan sebagai alas bidang datar. Ketinggian tumpukan bahan harus selalu berada di bawah corong. Untuk mengurangi pengaruh tekanan dan kecepatan laju aliran bahan, pengukuran bahan dilakukan dengan volume tertentu (100 ml) dan dicurahkan perlahan-lahan pada dinding corong dengan bantuan sendok pada posisi corong tetap sehingga diusahakan jatuhnya bahan selalu konstan. Sudut tumpukan bahan ditentukan dengan mengukur diameter dasar (d) dan tinggi (t) tumpukan. Besarnya sudut tumpukan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : tg α =

t 2t = 0.5 d d

3

5. Tingkat Kehalusan (Modulus of Fineness). Bahan diukur dengan cara memasukan bahan sebanyak 300 gr kedalam alat yang terdiri dari susunan rantang yang memiliki lubang sesuai dengan besarnya ukuran mesh. Besarnya sampel yang lolos pada setiap mesh didapat dari perhitungan : % sampel =

Berat sampel pada mesh tertentu ( g ) x 100% Total bahan ( g )

Setelah diketahui persentase (%) sampel pada setiap mesh, dapat dihitung nilai konversi dengan cara : Nilai Konversi = % sampel x no perjanjian

Nomor perjanjian adalah besarnya nomor yang diberikan pada setiap rantang yaitu berurutan dari 1 hingga 7 (dari mesh terkecil hingga mesh terbesar). Jumlah total nilai konversi dibagi seratus merupakan besarnya tingkat kehalusan (MF). MF = Total nilai konversi / 100

Dari nilai MF ini dapat dihitung rataan diameter bahan yaitu : Rataan diameter (inch) = 0.0041 x 2 MF Rataan diameter (cm) = rataan diameter (inch) x 2,54

6. Daya Ambang (Floating Rate). Diukur dengan cara menjatuhkan 10 gram partikel bahan pada ketinggian 3 meter dari dasar lantai, kemudian diukur lamanya waktu (detik) yang dibutuhkan sampai mencapai lantai dengan menggunakan stopwatch. Lantai tempat jatuhnya bahan diberi alas dengan alumunium foil untuk memudahkan pengamatan saat bahan jatuh. Diupayakan pengaruh udara diperkecil yaitu dengan menutup setiap lubang yang memungkinkan angin masuk (ventilasi, jendela, pintu). Daya ambang dihitung dengan cara membagi jarak jatuh (meter) dengan lamanya waktu yang dibutuhkan (detik).

Kualitas Sifat Fisik dan Kandungan Nutrisi Bungkil Inti Sawit dari Berbagai Proses Pengolahan Crude Palm Oil (CPO) (Achmad Jaelani dan Noordiansyah Firahmi)

Al ‘Ulum Vol.33 No.3 Juli 2007 halaman 1-7

7. Kandungan Bahan Kering. Diukur dengan cara mengoven bahan yang ditempatkan dalam cawan khusus pada suhu 105oC selama 24 jam. Kandungan bahan kering dihitung sebagai selisih antara 100% dengan persentase (%) kandungan air. 8. Kandungan Protein Kasar. Diukur dengan menggunakan metoda Kjeldahl (AOAC, 1980). Analisis ini menggunakan asam sulfat dengan suatu katalisator dan pemanasan. Zat organic dari sampel dioksidasi oleh asam sulfat dan nitrogen diubah kedalam ammonium sulfat. Kelebihan asam sulfat dinetralisis dengan NaOH sampai larutan menjadi basa. Dari ammonium sulfat lalu didestilasi dalam medium asam untuk mendapatkan nitrogen secara kuantitatif. Karena protein rata-rata mengandung 16% Nitrogen, maka 100% : 16% = 6.25 harus dipakai untuk mendapatkan nilai protein kasar (Protein kasar = N% x 6.25). 9. Kandungan Serat Kasar (Van Soest and Robertson, 1968). Diukur dengan cara melarutkan bahan dengan larutan H2SO4 1.25% (setara 0.255 N) mendidih selama 30 menit dan larutan NaOH 1.25% (setara 0.313 N) mendidih selama 30 menit. Bagian yang tidak larut dinyatakan sebagai serat kasar. 10.Kandungan Gross Energy. Diukur dengan cara membakar 1 gram bahan dalam bom kalorimeter yang sudah diisi gas O2 dengan tekanan mencapai 25-30 atm. Pada saat pembakaran bom kalorimeter terendam dalam air yang bobotnya 1 kg. Panas pembakaran akan menaikan suhu air. Panas (kalor) yang dibutuhkan untuk menaikan suhu 1 kg air sebanyak 1oC adalah 1 kilokalori. Analisis Data

4

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan untuk melihat kecenderungan dari pengaruh masing-masing perlakuan dilakukan uji Berganda Duncann menggunakan Program SAS Ver. 6.12 (SAS Institute Inc., 1996). HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Sifat Fisik Bungkil Inti Sawit (BIS) Dalam mengolah suatu bahan pakan sebaiknya kita harus mengenal sifat fisik bahan yang akan digunakan. Untuk itulah maka kita melakukan uji kualitas fisik bahan pakan BIS ini yang meliputi : berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, tingkat kehalusan atau modulus of fineness dan daya ambang (Kling and Wohlbier, 1983 dalam Khalil, 1999). Adapun hasil uji fisik bungkil inti sawit ini diperlihatkan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil uji kualitas sifat fisik bungkil inti sawit (BIS). No. 1 2 3

4 5 6 7

Sifat Fisik Berat Jenis (kg/m3) Kerapatan Tumpukan (g/ml) Kerapatan Pemadata n Tumpukan (g/ml) Sudut Tumpukan (o) Tingkat Kehalusan (MF) Diameter bahan (cm) Daya Ambang (m/dt)

Sampel BIS A B C 1.390 ± 0.07 1.467 ± 0.07 1.525 ± 0.05 b b a 0.582 ± 0.03 0.583 ± 0.02 0.632 ± 0.02 b a a 0.693 ± 0.01 0.727 ± 0.02 b a

0.725 ± 0.02a

29.98 ± 2.98 23.56 ± 1.17 23.65 ± 1.20 a b b 4.77 ± 0.04 4.57 ± 0.04 4.65 ± 0.01 a c b 0.285 ± 0.02 0.284 ± 0.03 0.262 ± 0.03 a c b 0.594 ± 0.01 0.570 ± 0.06 a b

0.606 ± 0.015 a

Ket.: A = BIS dari PT. Indofeed (solvent extraction asal Lampung) B = BIS dari BPT Ciawi (expeller extraction asal Lampung)

Kualitas Sifat Fisik dan Kandungan Nutrisi Bungkil Inti Sawit dari Berbagai Proses Pengolahan Crude Palm Oil (CPO) (Achmad Jaelani dan Noordiansyah Firahmi)

Al ‘Ulum Vol.33 No.3 Juli 2007 halaman 1-7

C = BIS dari PT Tigate Jakarta (expeller extraction asal Banten) Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda dalam baris yang sama menunjukan hasil yang berbeda nyata (p<0.05)

1. Berat Jenis Berat jenis (BJ) merupakan perbandingan antara massa bahan terhadap volume dan memegang peranan penting dalam berbagai proses pengolahan, penanganan dan penyimpanan. Berdasarkan hasil perhitungan analisis varian ternyata menunjukan perbedaan yang nyata diantara ketiga sampel BIS terhadap nilai berat jenis (p<0.05). Perbedaan ini diduga dipengaruhi oleh karakteristik permukaan partikel. Dilihat dari nilai berat jenis ternyata dari ketiga sampel menunjukan nilai diatas 1 yang berarti lebih berat dari BJ air. Sampel C nilai BJ nya tertinggi, hal ini disebabkan bahwa sampel C strukturnya padat dan masih banyak terdapat serpihan tempurung (carcoal) yang tercampur dalam BIS sehingga nilai berat jenisnya bertambah besar. Adapun sample A strukturnya tidak padat dan banyak rongga antar partikel sehingga nilai BJ nya lebih rendah. Perbedaan nilai BJ selain dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik permukaan partikel, juga dipengaruhi oleh kandungan nutrisi bahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Khalil (1999) yang menyatakan bahwa adanya variasi dalam nilai BJ dipengaruhi oleh kandungan nutrisi bahan, distribusi ukuran partikel dan karakteristik permukaan partikel. Berat jenis berpengaruh terhadap homogenitas penyebaran partikel dan stabilitas suatu campuran pakan. Ransum yang tersusun dari bahan pakan yang memiliki perbedaan berat jenis cukup besar, akan menghasilkan campuran tidak stabil dan mudah terpisah kembali (Chung and Lee, 1995).

5

2. Kerapatan Tumpukan Berat jenis erat hubungannya dengan kerapatan tumpukan, semakin besar berat jenis maka kerapatan tumpukannya semakin besar pula. Pada sampel C kerapatan tumpukannya paling tinggi demikian pula halnya dengan nilai berat jenisnya. Menurut Chang dan Lee (1985), kerapatan tumpukan lebih penting dari berat jenis bahan dalam hal pengeringan dan penyimpanan bahan secara praktis. Kandungan nutrisi dan distribusi ukuran partikel diduga ikut mempengaruhi besar-nya nilai kerapatan tumpukan. Bungkil inti sawit dengan kadar lemak yang tinggi dan distribusi ukuran partikel kecil yang seragam cenderung memiliki nilai kerapatan tumpukan yang rendah dan bahan tersebut membutuhkan ruang yang lebih besar artinya bobot per satuan volume pada keadaan curah lebih kecil. 3. Kerapatan Pemadatan Tumpukan Pada kerapatan pemadatan tumpukan terdapat perbedaan yang siginifikan (p<0.05). Namun antar perlakuan sampel B dan C yang pengolahan BIS dengan cara expeller extraction tidak berbeda. Pada proses expeller extraction umumnya kadar lemak masih tinggi. Partikel kecil dengan kadar lemak yang tinggi dan BJ yang rendah akan lebih mudah menempel satu sama lain. 4. Daya Ambang Daya ambang ketiga sampel menunjukan adanya perbedaan yang signifikan (p<0.05). Daya ambang sampel B adalah yang paling tinggi. Proses pengolahan BIS dengan cara expeller extraction memungkinkan tempurung

Kualitas Sifat Fisik dan Kandungan Nutrisi Bungkil Inti Sawit dari Berbagai Proses Pengolahan Crude Palm Oil (CPO) (Achmad Jaelani dan Noordiansyah Firahmi)

Al ‘Ulum Vol.33 No.3 Juli 2007 halaman 1-7

6

masih ikut sehingga nilai BJ lebih tinggi dan ini akan ber-akibat pada nilai daya ambang yang lebih tinggi pula. Hal ini berarti apabila terjadi proses pen-curahan bahan dari ketinggian tertentu, maka waktu bahan tersebut mencapai dasar adalah lebih cepat. Daya ambang yang terlalu lama akan menyulitkan dalam proses pencurahan bahan karena dibutuhkan waktu yang lebih lama. 5. Tingkat kehalusan Tingkat kehalusan (modulus of fineness) dari ketiga sampel menunjukan adanya perbedaan. Berdasarkan ketentuan nilai MF 4.1-7 termasuk katagori kasar (coarse), ini berarti ketiga sampel masuk katagori kasar. Demikian pula halnya dengan diameter bahan, yang nilainya sejalan dengan nilai MF. Nilai MF berbanding lurus dengan besarnya partikel bahan. Secara penampakan visual ketiga sampel BIS terlihat bahwa masih terdapat campuran tempurung dalam BIS, karenanya perlu dilakukan pengayakan dengan menggunakan saringan ukuran diameter lubang 2 mm (saringan alumunium yang paling halus). Komposisi Nutrisi Bungkil Inti Sawit (BIS) Bungkil inti sawit (BIS) yang digunakan dalam penelitian ini dianalisa kandungan nutrisinya. Adapun hasil analisisa proksimat BIS diperlihatkan pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil analisa proksimat BIS dari beberapa tempat pengambilan. Jenis analisa Bahan Kering (%) Abu (%) Protein kasar (%)

Asal bungkil inti sawit A B C 89.28 91.75 88.64 4.69 16.50

4.33 17.69

4.00 16.60

Serat kasar (%) 24.22 30.50 30.27 Lemak kasar (%) 5.69 9.46 7.76 Beta N (%) 38.17 36.02 43.6 Kalsium (%) 0.58 0.26 0.29 Phosfor (%) 0.45 0.60 0.57 NaCl (%) 0.10 0.17 0.18 Gross energi 3543 3426 3552 (kkal/kg) Sumber : Hasil analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fapet IPB (2006) Ket. : A = BIS diperoleh dari PT. Indofeed Cimanggu, Bogor (proses solvent extraction) B = BIS diperoleh dari Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor (proses expeller extraction asal Lampung) C = BIS diperoleh dari PT. Tigate, Jakarta Timur (proses expeller extraction asal Banten)

Berdasarkan hasil analisa proksimat pada Tabel 2 protein kasar tertinggi diperoleh BIS dari BPT Ciawi yang diperoleh dengan proses expeller extraction (17.69%), namun kandungan serat kasarnya paling tinggi (30.5%). Hal ini akan menjadi kendala dalam pengambilan keputusan apakah sampel tersebut dapat digunakan atau tidak. Dilihat dari nilai lemak kasarnya ternyata sampel BIS A hasil solvent extraction (5.69%) lebih rendah dari BIS hasil expeller extraction. Hal ini dimungkinkan bahwa dengan solvent extraction yang menggunakan beberapa pelarut organik akan menyebabkan lemak kasar pada proses pengolahan CPO akan terkuras banyak. KESIMPULAN Kualitas sifat fisik BIS yang berasal dari proses pengolahan expeller extraction memiliki sifat berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan yang lebih tinggi dibanding BIS yang diperoleh dari proses solvent extraction. BIS yang diperoleh dari proses solvent extraction memiliki sifat fisik sudut tumpukan, modulus of fineness yang lebih tinggi dibanding

Kualitas Sifat Fisik dan Kandungan Nutrisi Bungkil Inti Sawit dari Berbagai Proses Pengolahan Crude Palm Oil (CPO) (Achmad Jaelani dan Noordiansyah Firahmi)

Al ‘Ulum Vol.33 No.3 Juli 2007 halaman 1-7

7

BIS yang berasal dari proses pengolahan expeller extraction. BIS yang berasal dari PT. Indofeed yang diperoleh melalui proses solvent extraction memiliki sifat fisik yang lebih baik memiliki nilai berat jenis 1.390 kg/m3, kerapatan tumpukan 0.582 g/ml, kerapatan pemadatan tumpukan 0.693 g/ml, sudut tumpukan 29.98o, daya ambang 0.593 m/detik, modulus of fineness 4.77 dengan diameter bahan 0.285 cm. Kandungan lemak kasar, serat kasar dan protein kasar BIS yang berasal dari proses pengolahan expeller extraction relatif lebih tinggi disbanding BIS yang diperoleh dari proses solvent extraction.

Jakarta Future Exchange. 2002. Perkembangan produksi minyak goreng sawit di Indonesia. www.bbj-ifx.com. Khalil. 1999. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap sifat fisik pkan lokal : Sudut tumpukan, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, berat jenis, daya ambang dan faktor higroskopis. Media Peternakan 22 (1):1-11. LRPI. 2006. Pemanfaatan oleokimia berbasis minyak sawit. Media Komunikasi Lingkup Unit Kerja LRPI . Vol.2 No. 2, Bogor. Lyons, P. 1997. A new era in animal production: The arrival of scientifically proven natural alternatives. Proc. Alltech 11 th Annual Asia Pacific Lecture Tour. 1-18.

DAFTAR PUSTAKA th

A.O.A.C. 1980. Methods of Analysis. 13 Ed. Association of Official Agricultural Chemist. Washington D.C. Chong, C.H, R. Blair, I. Zulkifli and Z.A. Jelan. 1998. Physical and chemical characteristics of Malaysian palm kernel cake (PKC). Proc. 20th MSAP Conf. 27-28 July. Putrajaya, Malaysia.

SAS, 1996. The SAS System for Windows Ver. 6.12. SAS Institute Inc., Cary, North Caroline, USA. Van Soest, P.J. and J.B. Robertson. 1968. System of analysis for evaluating fibrous feeds. In: Standarization of Analytical Methodology for Feed. W.J. Pigdem, C.C. Balch dan M. Graham (eds). IDRC Canada.

Chung, D.S and C.H. Lee. 1985. Grain physical and thermal properties related to drying and aeration. ACIAR Proceeding No. 71 Australian Centre for International Agricultureal Research, Australia. Hartley, C.W.S. 1970. The Oil Palm. Longman Group, London.

Kualitas Sifat Fisik dan Kandungan Nutrisi Bungkil Inti Sawit dari Berbagai Proses Pengolahan Crude Palm Oil (CPO) (Achmad Jaelani dan Noordiansyah Firahmi)

Related Documents


More Documents from ""

Pakan_ternak
May 2020 4
Tepung Bulu
May 2020 18
Honeymoon.txt
April 2020 38
Puisi.txt
April 2020 26